• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROSES PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN KINESTETIK UNTUK MENINGKATKAN PENALARAN DAN KOMUNIKASI MATEMATIS ANAK AUTIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PROSES PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN KINESTETIK UNTUK MENINGKATKAN PENALARAN DAN KOMUNIKASI MATEMATIS ANAK AUTIS"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

PROSES PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN KINESTETIK UNTUK MENINGKATKAN PENALARAN DAN

KOMUNIKASI MATEMATIS ANAK AUTIS

ARTIKEL PENELITIAN

OLEH:

ERVA SURIYANTI F03212001

PROGRAM PASCA SARJANA PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS TANJUNGPURA PONTIANAK

▸ Baca selengkapnya: anda dapat mencoba untuk menyusun draft rancangan pembelajaran dan asesmen sesuai dengan pendekatan tarl

(2)
(3)

PROSES PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN KINESTETIK UNTUK MENINGKATKAN PENALARAN DAN KOMUNIKASI

MATEMATIS ANAK AUTIS

Erva Suriyanti, Sugiatno, Dede Suratman

Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Untan Pontianak Email:rumahmatematika668899@gmail.com

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplanasi perbedaan proses pembelajaran rutin dan dengan pendekatan kinestetik untuk meningkatkan penalaran dan komunikasi matematis anak autis dalam materi sudut dan bangun datar, dengan tujuan untuk mengetahui proses pembelajaran seperti apa yang baik. Penelitian ini dilakukan di Lembaga Pendidikan Rumah Mtaematika dan Sains Pontianak dengan sampel purposive. Peneliti meneliti satu anak autis dimulai dari tanggal 17 April 2014 sampai dengan 20 November 2014 dengan sistem tatap muka. Instrumen yang digunakan adalah instrumen non tes berupa: angket, wawancara, lembar observasi, observasi, dokumentasi, analisis dokumen, diskusi terfokus. Pengembangan instrumen telah terlebih dahulu melalui tahap validasi. Teknik dan prosedur pengumpulan data menggunakan teknik observasi, wawancara dan dokumentasi. Prosedur analisis data menggunakan analisis data penelitian kualitatif. Penelitian ini tidak bertujuan untuk menguji suatu hipotesis, melainkan bertujuan untuk mengetahui bagaimana proses pembelajaran anak autis dan penalaran serta komunikasi matematisnya. Hasil penelitian ini menunjukkan penalaran dan komunikasi matematis anak autis akan menjadi lebih baik jika dikombinasikan dengan gerakan. Dengan adanya proses pembelajaran dengan pendekatan kinestetik ini, penalaran dan komunikasi matematis anak autis lebih meningkat. Dengan menggunakan gerakan, penalaran mereka lebih baik dan mereka mampu mengkomunikasikan dengan lebih lancar.

Kata Kunci: Proses Pembelajaran, Pendekatan Kinestetik, Penalaran Dan Komunikasi Matematis, Anak Autis

Abstract: The purpose of this research is to explain the difference between daily learning process and kinesthetic approach to increase the reasoning and mathematical communication of an autistic child in angle material and plane figure, with greatly intention to know what kind of learning process will be better to apply. This research was conducted at Educational Institution of Rumah Matematika and Sains Pontianak which took purposive sample. Researcher investigated one autistic child, started on 17th of April 2014 to 20th of November 2014 by using face-to-face way. The instruments used are non-test instruments in the form of; questionnaire, interview, observation sheets, observation, documentation, document analysis, focused discussion. The development of the instrument had successfully passed the validation stage. Technique and procedure of data collection used qualitative research of data analysis. This research is not intended to test the hypothesis;however, it is to know how the learning process and reasoning of an autistic child as well as his mathematical communication. This research finding showed that the reasoning and mathematical communication of an autistic child will be better if they are integrated with the movement. The reasoning and mathematical communication of an autistic child are significantly increased by applying the learning process with kinesthetic approach. Morever, by using movement, his reasoning is better and he is able to communicate fluently.

Keywords: Learning Process, Kinesthetic Approach, Reasoning And Mathematical Communication, An Autistic Child

(4)

roses belajar memegang peranan yang sangat strategis dalam pembangunan pendidikan, dengan melalui pendidikan yang berkualitas diharapkan dapat menghasilkan manusia yang cerdas komprehensif dan mampu hidup mandiri di masyarakat menjadi insan yang bertanggungjawab terhadap bangsa dan negara. Dalam undang-undang sistem pendidikan nasional no.20 tahun 2003 bahwa setiap peserta didik berhak untuk mendapatkan pendidikan yang bermutu, artinya setiap peserta didik harus mendapatkan pendidikan yang berkualitas dan adil tanpa terkecuali (Melinda,2013: 1).

Harapan untuk keadilan dalam proses belajar yang layak, menjadi persoalan

yang penting dalam dunia pendidikan di Indonesia. “Kesempatan untuk memperoleh

pendidikan bagi setiap anak Indonesia merupakan hak dasar yang harus dipenuhi negara sebagai pemegang kendali segala kebijakan dan berkewajiban untuk merangkul semua anak dari berbagai kalangan, tidak terkecuali bagi anak yang memiliki kebutuhan khusus karena mereka juga merupakan bagian dari generasi

penerus bangsa”(Ilahi,2013: 16). Didukung juga oleh NCTM (National Council of Teacher of Mathematics), 2000 hal 12 (dalam Walle,2008: 2) menyatakan bahwa keunggulan dalam pendidikan membutuhkan kesetaraan - harapan yang tinggi dan dukungan yang kuat untuk semua siswa. Semua siswa harus mempunyai

kesempatan dan dukungan yang cukup untuk belajar “tanpa memandang

karakteristik personal, latar belakang, ataupun hambatan fisik”.

Harapan proses belajar yang sesuai bagi anak yang berkebutuhan khusus menjadi sangat penting karena pendidikan merupakan salah satu hak asasi manusia yang dilindungi dan dijamin oleh berbagai instrumen hukum internasional maupun nasional. Dokumen pendidikan untuk semua (Deklarasi Dunia Jomtien, 1990) ingin memastikan bahwa semua anak, tanpa kecuali berhak memperoleh pendidikan dengan tidak memandang latar belakang kehidupan dan ketidaknormalan dari segi fisik maupun mental (Ilahi,2012: 17). Jika pendidikan di Indonesia tidak memperhatikan masa depan anak berkebutuhan khusus, bisa dipastikan anak berkebutuhan khusus akan selalu dan semakin termarginalkan (Koswara,2013: 3).

Tidak hanya instrumen internasional yang menjamin hak dasar anak dalam memperoleh pendidikan, pembukaan Undang Undang Dasar 1945 alenia ke- 4 juga menyatakan bahwa negara bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa, yakni dengan memfasilitasi hak dasar untuk memperoleh pengajaran. Dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 dinyatakan bahwa setiap warga negara mempunyai kesempatan yang sama memperoleh pendidikan, termasuk warga negara yang memiliki kesulitan belajar, seperti kesulitan membaca (disleksia), menulis (disgrafia), dan menghitung (diskalkulia) maupun penyandang ketunaan (tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, dan tunalaras) maupun anak berkebutuhan khusus seperti anak asperger, autis, ADHD(Attention Deficit Hyperactivity Disorder), ADD(Attention Deficit Disorder), PDD-NOS (Pervasive Developmantal Disorder – Not Otherwise Specified), dan LD (Learning Disabilities). (UUD 1945, UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan).

(5)

pendidikan, mengingat mereka juga merupakan bagian dari warga negara dan mereka juga merupakan bagian dari generasi penerus bangsa. Dalam menghadapi kenyataan hidup demikian, anak autis perlu mendapatkan akses dan fasilitas pendidikan yang memungkinkan mereka menyerap dan memahami materi pelajaran ketika memasuki dunia pendidikan.

Pada kenyataannya, dunia pendidikan bagi anak autis kurang mendapat perhatian yang maksimal dari birokrat pendidikan (Bahrun. Cara Belajar

Matematika Anak Autis”. http://bahruninfo.blogdetik.com/?p=236. diakses tanggal 12 Januari 2013) dan (Koswara,2013: 3). Didukung pula dari hasil wawancara peneliti dengan sampel 50 pengajar yang berasal dari berbagai sekolah yang tersebar di Pontianak, bahwa 20% guru menyatakan bersedia menerima dan mengajar anak autis, 64% menolak dengan alasan terlalu berat dan tidak mengerti cara penanganannya, 16% merespons menunggu peraturan pemerintah. Menurut Imanuel Hitipieuw, dalam artikelnya autis dan penanganan kependidikannya (Imanuel Hitipeuw. 1999. autis suatu gangguan dan penanganan. Jurnal Ilmu Pengetahuan (No.I Tahun xx VI). Hal 17-28. Malang: FIP IKIP Malang. Tanggal 2 April 1999), penanganan anak autis sebaiknya tidak dipandang dari satu sisi sebagai hal yang memberi beban. Sebab tanpa penanganan khusus, anak autis tidak mampu mengembangkan kemampuannya secara maksimal. Diperlukan keseriusan dari pemerintah untuk menangani permasalahan anak-anak ini, seperti dengan cara menambah fasilitas yang mendukung, memperbanyak penelitian mendalam, bahan ajar, metode pengajaran, media pembelajaran adaptif, dan memperbanyak perancangan hingga pengembangan proses belajar untuk anak-anak autis (Meimulyani dan Caryoto,2013: 3).

Semua anak autis pasti mengalami kelemahan dalam penalaran dan komunikasi matematis dan cenderung termasuk pembelajar kinestetik, (Doman, 2002; Kidd, 2013; Koswara, 2013). Jika tidak segera diatasi, anak autis dengan gaya belajar kinestetik sering disalah artikan sebagai Hyperactive atau ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder). Dari hasil pengamatan peneliti, anak-anak autis dengan tipe pembelajar kinestetik mudah stres ketika mereka hanya disuruh duduk diam, membaca, dan mendengarkan di lingkungan kelas. Untuk meredakan stres yang mereka alami, mereka akan melakukan beberapa tindakan seperti berulang-ulang ke belakang, membentur-benturkan kepala ke dinding, meraut pensil di kelas, menggeliatkan kaki di kursi,bergoyang-goyang atau bersandar di kursi mereka. Ketika perilaku ini tidak dapat diterima guru, pengasuh, atau orangtua anak – anak tersebut, mereka sering disalahkan dan dianggap nakal, tidak bisa diatur atau mengganggu konsentrasi belajar teman lainnya. Karena mereka dianggap nakal dan tidak bisa diatur, anak-anak autis cenderung diperlakukan dengan kasar dan seringkali di nasehati dengan cara dibentak.

(6)

daripada hal abstrak. Salah satu kesulitan yang dihadapi anak autis dalam mempelajari matematika adalah mereka tidak mampu mengorganisasikan pengetahuan yang dipelajarinya. Maksudnya, mereka belum mampu menghubungkan pengetahuan yang sudah di pelajari dengan pengetahuan yang baru dipelajari, meskipun itu masih dalam satu pokok bahasan. Mereka dapat belajar matematika bila diberikan pendekatan yang aktif dan terstruktur. Teori proses mengajar matematika bagi anak autis dalam prakteknya dianjurkan meliputi 3 tahap, yaitu penanaman konsep dengan objek konkret, penanaman konsep dengan pengertian dan pengajaran melalui keterampilan atau latihan soal-soal dalam upaya mengembangkan penalaran dan komunikasi matematisnya (Kidd,2013: 34) dan (Brower,2010: 93).

Namun dalam prakteknya di lapangan, berdasarkan pengalaman peneliti sebagai pengajar anak autis dan berdasarkan pengamatan peneliti, terdapat kesenjangan di mana proses belajar yang dilakukan oleh pengajar autis cenderung bersifat rutin dan umum, serta kurang menopang penalaran dan komunikasi matematisnya. Jika proses pembelajaran matematika yang dilaksanakan guru hanya mengandalkan aktivitas yang bersifat rutin dan umum tanpa menekankan pada kecakapan penalaran dan komunikasi, maka akan sukar bagi anak autisme yang dominan memiliki gaya belajar kinestetik dengan gaya belajar per-individu untuk dapat menerima materi dan mencapai tujuan pembelajaran (Doman,2002: 74).

Dengan mempertimbangkan hasil penelitian terdahulu dan fakta di lapangan, jalan keluar yang ditawarkan melalui penelitian ini adalah dengan cara merancang proses belajar dengan pendekatan kinestetik yang sesuai dengan per-individu anak autis untuk meningkatkan penalaran dan komunikasi matematis mereka. Penelitian ini dilakukan di Lembaga Pendidikan Rumah Matematika dan Sains Unit Pontianak dengan alasan karena bimbingannya yang fokus per-individu anak autis sehingga memudahkan pengamatan sehingga diperoleh hasil yang terbaik. Alternatif rancangan proses belajar ini diajukan dengan harapan agar para pengajar anak autis hendaknya mengurangi cara pembelajaran matematika yang membuat anak autis yang dominan dengan gaya belajar kinestetik memahami matematika hanya dengan duduk diam dan manghafal. Proses belajar dengan pendekatan kinestetik diyakini dapat memunculkan penalaran dan komunikasi anak autis. Dengan adanya proses belajar dengan pendekatan pembelajaran kinestetik, dilakukan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai penalaran dan komunikasi anak autis.

Pendekatan pembelajaran kinestetik dilakukan dengan berbagai kegiatan bermakna yang diaplikasikan dengan gerakan dan penekanan pada komunikasi dan penalaran per individu sehingga membantu anak-anak autis dalam mencapai tujuan pembelajaran yang sesuai dengan individualitas mereka.

Dari studi pendahuluan peneliti terhadap proses belajar yang digunakan pengajar autis, terindikasi bahwa proses belajar tersebut kurang menopang penalaran dan komunikasi anak autis. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti

(7)

Dengan Pendekatan Kinestetik Untuk Meningkatkan Penalaran dan Komunikasi Matematis Anak Autis Dalam Materi Susut Pandang dan Bangun Datar”.

METODE

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode penelitian model Miles dan Huberman. Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini dijelaskan dengan tahapan-tahapan yang akan dilakukan untuk mengidentifikasi dan memecahkan permasalahan dengan jelas pada objek penelitian. Adapun tahapan-tahapan tersebut terdiri dari:

Observasi

Pada langkah observasi ini, peneliti melihat keadaan lapangan secara langsung. Dengan melihat keadaan lapangan secara langsung, peneliti dapat menjabarkan langkah-langkah apa yang selanjutnya yang akan dilakukan. Observasi dalam penelitian ini dilakukan di Lembaga Pendidikan Rumah Matematika dan Sains Pontianak

Rumusan masalah

Dari harapan dan fakta yang ada di lapangan, ditemukan kesenjangan yang teridentifikasi selama observasi yang sudah peneliti paparkan pada bagian latar belakang. Penelitian ini menarik salah satu permasalahan yang ada dan kemudian menarik rumusan masalah untuk diteliti dan dilakukan analisis terhadap pengolahan data yang ada. Adapun masalah umum yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah bagaimana dan seperti apa proses belajar dengan pendekatan kinestetik yang dapat menumbuh kembangkan kemampuan penalaran dan komunikasi matematis anak autis di Lembaga Pendidikan Rumah Matematika dan Sains Pontianak tahun ajaran 2014/2015.

Studi Pustaka

Studi pustaka adalah proses penelusuran/ usaha yang dilakukan oleh peneliti untuk menghimpun informasi yang relevan dengan topik atau masalah yang akan atau sedang diteliti. Studi kepustakaan merupakan langkah yang sangat penting dalam metode ilmiah untuk mencari sumber data yang akan mendukung penelitian dan untuk mengetahui sejauh apa pemahaman terhadap ilmu yang berhubung dengan penelitian telah berkembang, dan sejauh apa terdapat kesimpulan dan generalisasi yang pernah dibuat. Dengan adanya studi pustaka, diharapkan pihak lain dapat memahami keseluruhan isi dari laporan penelitian ini, terkait pemahaman mengenai topik pembahasan dan tujuan dari penulisan laporan penelitian ini. Studi pustaka di penelitian ini dilakukan melalui referensi journal, artikel, website, buku, dan internet.

Merancang Instrumen

(8)

penelitian ini telah melalui tahap validasi, diskusi ahli, dan ujicoba kelayakan untuk menghasilkan belajar dengan pendekatan kinestetik untuk meningkatkan penalaran dan komunikasi matematis anak autis.

Pelaksanaan pengamatan dan uji coba

Setelah instrumen dirancang dan divalidasi oleh ahli, peneliti melakukan perbaikan sesuai dengan masukan yang diberikan oleh ahli ketika validasi dan diskusi ahli. Ketika isntrumen siap, maka dilakukan pelaksanaan untuk pengamatan kebutuhan awal. Pengamatan kebutuhan awal dilakukan sebagai dasar perancangan proses belajar. Rancangan proses belajar yang dibuat dalam penelitian ini adalah rancngan proses belajar dengan pendekatan kinestetik untuk menumbuh kembangkan kemampuan penalaran dan komunikasi anak autis. Setelah rancangan proses belajar selesai dibuat, dilakukan ujicoba terbatas. Ujicoba terbatas dilakukan untuk mengetahui kelayakan proses belajar yang telah dirancang. Setelah ujicoba terbatas dilakukan peneliti melakukan diskusi dengan ahli untuk memperoleh masukan dan perbaikan yang kemudian digunakan untuk penyempurnaan disaat ujicoba lanjutan. Uji coba lanjutan dilakukan agar diperoleh hasil akhir yang lebih baik. Setelah ujicoba lanjutan dilakukan, peneliti melakukan penelitian dan pengolahan data yang kemudian menarik kesimpulan dan saran dari hasil rangkuman pengolahan data.

HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN Hasil Penelitian

Gambaran umum anak autis yang diteliti merupakan penderita syndrom yang berumur 13 tahun dan masih duduk di kelas 3 sekolah dasar yang bernama Ahlun Nazar. Berdasarkan data yang diperoleh, pada observasi awal proses pembelajaran berlangsung dengan metode flash card dan alat peraga, memiliki prosedur yang tetap pada setiap pertemuan. Sebagai gambaran : Pada pertemuan pertama setelah kegiatan apersepsi dengan sesi tanya jawab, kemudian guru menjelaskan tentang definisi sudut, sifat-sifat sudut, karakteristik sudut, jenis-jenis sudut berdasarkan sifat-sifatnya. Setelah itu disketsakan di papan tulis dan dijelaskan kembali secara visualisasi dengan flash card dan alat peraga, walaupun dalam teorinya, dan secara umum visualisasi baik dan disukai anak autis, namun masih terlihat anak autis yang terus bergerak dan kurang tertarik ketika guru menjelaskan didepan kelas.

Sejak awal pertemuan dalam membahas materi sudut dan bangun datar, guru dan siswa menggunakan mistar, busur derajat dan jangka. Mistar dan busur derajar digunakan sejak pertemuan pertama hingga pertemuan terakhir. Selain ketiga alat tersebut, alat lain yang dimanfaatkan dalam menjelaskan konsep sudut adalah flash card dan alat peraga. Guru memberikan soal-soal untuk tugas dan latihan. Di sini terlihat, sebagian anak-anak autis kebingungan dan enggan untuk mengerjakannya. Penalaran dan komunikasi matematis anak-anak masih rendah, hal itu diindikasikan dengan, kesulitan berpikir dan kesulitan ketika mencoba menjawab setiap pertanyaan yang diajukan guru, serta kurang memiliki kemampuan untuk menunjukkan dan mengkomunikasikan hasil berpikirnya.

(9)

Dalam penelitian ini, anak autis dengan proses belajar dengan pendekatan kinestetik banyak menggunakan benda disekitar dan bagian tubuh seperti badan, kaki, tangan dan jari dan kurang dalam penggunaan mistar, busur derajat maupun jangka dalam mempelajari topik bangun datar dan sudut.. Peran guru di dalam penelitin ini banyak berperan sebagai fasilitator, diskusi, pemberi arahan, pemberi pertanyaan baik dengan tujuan sebagai pemantik ataupun umpan balik. Seharusnya siswa dapat lebih mandiri dalam menyelesaikan masalah yang diberikan guru, namun karena keterbatasan siswa, sehingga masih membutuhkan arahan dan bantuan dari guru terlebih dahulu selama awal proses pembelajaran dengan pendekatan kinestetik ini.

Berikut ini diagram pencar hasil pantauan dan tes lisan penalaran dan komunikasi dari anak autis yang bernama Ahlun Nazar di Lembaga Pendidikan Rumah Matematika dan Sains unit Pontianak sebelum dengan proses belajar dengan pendekatan kinestetik dan setelah.

Dari hasil wawancara terhadap anak autis yang diteliti bernama Ahlun Nazar. Diperoleh kesimpulan bahwa Ahlun Nazar kurang menikmati proses belajar rutin dan umum yang selama ini diaplikasikan. Guru di sekolahnya sering memarahi, menghukum dan memukul dia jika dia melakukan kesalahan ataupun bergerak

(10)

ketika proses belajar berlangsung. Di kelas, proses belajar dilakukan dengan terstruktur, rapi, tenang, mendengarkan dan posisi duduk harus diam rapi dengan posisi tangan terlipat diatas meja. Ketika diuji mengenai bahan yang telah dipelajari, ternyata masih ditemukan miskonsepsi terpola pada waktu anak autis tersebut diminta menjawab soal mengenai bangun datar. Rumus untuk keliling persegi adalah 4 kali sisi, dan ketika diberikan soal sebuah persegi panjang, Ahlun Nazar juga menjawab keliling persegi panjang adalah 4 kali sisi, dan sisi yang diambilnya berasal dari panjang dari persegi panjang tersebut. Rutinitas merupakan harga mati bagi anak autis, dan sangat diyakini bahwa bila proses belajar rutin tersebut terus dilakukan, hanya akan mematikan imajinasi, penalaran dan komunikasi anak autis. Mereka senang dan gembira ditunjukkan dengan mereka bergerak. Proses belajar dengan pendekatan gerak (kinestetik) merupakan alternatif yang tepat. Berdasarkan pantauan secara fokus yang dilakukan oleh peneliti selama 19bulan, kasus serupa bukan hanya dialami oleh Ahlun nazar, namun juga dialami oleh anak-anak autis pada umumnya.

Dari hasil wawancara terhadap pengajar autis di Lembaga pendidikan rumah matematika dan sains unit Pontianak bernama Wahid, hasil wawancara dapat disimpulkan sebagai berikut : Pak Wahid menanggapi bahwa kondisi pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus di Indonesia masih kurang maksimal karena masih sulitnya mencari referensi bahan ajar dan bahan bacaan, buku paket khusus yang masih tidak ada, dan masih sedikit tenaga peneliti pendidikan yang tertarik untuk meneliti lebih jauh mengenai pengembangan pembelajaran untuk anak autis. Diwawancarai terkait penalaran dan komunikasi anak autis, Pak wahid mengatakan bahwa anak autis selalu bermasalah pada komunikasi dan penalarannya dan selalu ditemui kesulitan-kesulitan pribadi untuk setiap anak autis, penanganan yang baik untuk satu anak autis tidak dapat menjadi jaminan baik dan sukses untuk anak autis lainnya, sehingga Pak Wahid sangat bingung dengan kesulitan tersebut, walaupun telah disediakan flash card, media, dan berbagai teori dan hasil penelitian bahwa dengan visualisasi ampuh, tetap saja ada hambatannya dengan karakter anak autis yang berubah-ubah. Lantas, dengan apa karakter dan gaya belajar mereka dapat disatukan? Setelah ditawarkan solusi proses belajar dengan pendekatan kinestetik, menurut Pak wahid diberikan angin segar karena dengan pendekatan kinestetik menyentuh tingkatan dasar dan menyeluruh bagi perwakilan segala keragaman mereka. Dari hasil wawancara dengan Pak Wahid, Pak Wahid mengatakan bahwa anak autis menjadi lebih bergairah dan bersemangat ketika belajar dan hasil belajar jauh lebih baik ketika diajar dengan pendekatan kinestetik.

Berdasarkan hasil observasi menggunakan instrumen, diketahui bahwa anak autis tidak mampu menjalin interaksi sosial yang cukup memadai, kurang kontak mata dan fisik dengan rekannya, tidak bisa bermain dengan teman sebaya dan tidak dapat merasakan apa yang dirasakan orang lain. Selain itu anak autis akan mengalami gangguan kualitatif berupa tidak berkembang cara berbicara, cara bermain kurang variatif, bahasa aneh dan diulang-ulang. Anak autis akan mempertahankan suatu minat atau lebih dengan cara yang khas dan berlebihan, terpaku pada suatu kegiatan rutinitas dan gerakan yang aneh.

(11)

kinestetikyang dipaparkan secara deskriptif. Peneliti mendapatkan seluruh jadwal pembelajaran anak di Lembaga Pendidikan Rumah Matematika dan Sains mulai dari hanya sebatas observasi sampai kepada tahap mendeteksi anak autis.

Data pendukung yang diambil dalam penelitian ini adalah melalui Inventori. Inventori merupakan skala psikologi yang dipakai untuk mengungkapkan sikap, minat, emosi, motivasi, hubungan antar pribadi dan persepsi peserta didik terhadap suatu objek psikologi yang dapat dilakukan melalui wawancara dan pemberian angket. Angket inilah yang memberikan data tentang minat anak autis yang bernama Ahlun Nazar terhadap pembelajaran matematika yang memberikan respon positif terhadap pelajaran matematika.

Pembahasan Penelitian

Dosen PLB FIP Unesa dan Guru SDLB Keramat Mulia Kepung Kediri Wiwik Widajati dan Blitsivictoria Alfinina, melakukan penelitian terhadap anak

autis dengan hasil penelitian; “Setiap anak autis perlu memperoleh pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhannya. Salah satunya mendapatkan pembelajaran

individual untuk mengoptimalkan kemampuan yang dimilikinya” (widajati dan

Alfinina, 2011), Sependapat dengan hasil penelitian diatas, peneliti melakukan penelitian pada anak autis dengan jalur tatap muka per-anak autis untuk mengoptimalkan hasil penelitian.

Pembelajaran umum yang rutin dengan metode yang tersedia begitu beragam dan semua terlihat baik, namun tidak semua metode atau pendekatan bisa memenuhi dan cocok dengan setiap anak autis, cocok dengan yang satu belum tentu cocok dengan yang lain, terkait pengalaman tersebut peneliti mencoba merancang proses pembelajaran dengan pendekatan kinestetik, kinestetik karena sifat universal semua anak autis adalah pada gerakannya, senada dengan penelitian tersebut, penelitian

Koswara pada tahun 2013 mengatakan “Pembelajaran tebaik bagi anak autis adalah

pembelajaran yang sangat sesuai dengan kebutuhan belajar anak. Setiap program, metode, strategi yang baik dan berhasil untuk seorang anak autis belum dapat menjadi jaminan baik dan akan berhasil bila diimplementasikan bagi anak autis

yang lain”

Anak autis cenderung mengalami masalah pada kemampuan komunikasi dan penalaran, hal ini relevan dengan penelitian Melinda (2013:100) yang mengatakan

bahwa “peserta didik dengan gangguan autistic cenderung dan pasti mengalami

hambatan pendengaran dan akan mengalami hambatan dalam bahasa sehingga akan berdampak untuk mereka berkomunikasi dan berinteraksi sehingga diperlukan adaptasi cara berkomunikasi yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Bahasa verbal sangat sulit sekali jika tidak dibarengi dengan gerakan mereka, dikarenakan cara berkomunikasi mereka yang cenderung merupakan pembelajar dengan gerak tangan dan tubuh untuk mengungkapkan keinginannya. Jika sudah mengalami masalah dalam komunikasi, penalaran mereka juga tentu berpengaruh, anak-anak autis sulit membuat penalaran, khususnya yang menghubungkan dari premis umum ke

khusus.”

(12)

anak-anak yang mengalami hambatan yang berat dalam penguasaan bahasa dan bicara. Kesulitan dalam komunikasi ini dikarenakan anak autis mengalami gangguan dalam berbahasa (verbal dan non verbal),padahal bahasa merupakan media utama dalam komunikasi. Mereka sering kesulitan untuk mengkomunikasikan keinginannya baik secara verbal (lisan/bicara) maupun nonverbal (isyarat/ gerak tubuh dan tulisan).

Didukung pula dari hasil penelitian Desertasi Sumarti pada tahun 2012

mengatakan bahwa “Guru diharapkan bersikap konsisten dan tegas mengajari anak autis berbagai teknik menyampaikan keinginan sehingga mereka memahami berbagai cara untuk mendapatkan kebutuhannya. Orang tua perlu memperkenalkan kosakata baru dan mengajak anak autis berbicara menggunakan bahasa yang sederhana tetapi bermakna sesuai dengan kompetensi yang dimilikinya dengan berbagai teknik dan gaya belajar anak-anak mereka.”.

Pentingnya komunikasi dan penalaran anak autis juga diungkapkan dalam penelitian (Oshomdijah,2012) Oshomdijah mendapatkan hasil penelitian sebagai

berikut : “Anak autis memiliki hambatan dalam interaksi dan komunikasi sosial, tapi mereka memiliki kekuatan dalam kemampuan visual, kinestetik dan belajar hafalan, oleh karena itu ketika mengajar anak autis, yang penting guru harus memahami kekuatan yang dimiliki oleh anak. Banyak model dan strategi pembelajaran yang digunakan untuk mengajar mereka diantaranya adalah menggunakan dukungan visual, kinestetik, modelling, prompting, fading, shaping dan chainning. Seseorang akan belajar lebih baik apabila seorang guru memiliki keteraturan, konsisten dan positif. Anak Autis cenderung mempertahankan gaya belajarnya dan memiliki gaya belajar persetiap anak yang berbeda-beda namun mereka cenderung dan pasti dominan pada visual dan gerak.

Dari pengamatan Glen Doman dan stafnya selama bertahun-tahun, serta didukung oleh neurolog konsultan dari yayasan pelangi harapan Jakarta, Dr Lily dan Prof. Dr Sidiarto (Doman,2010: 14), mereka menyimpulkan bahwa terapi yang harus dilakukan terhadap anak-anak yang mengalami cedera otak autisme adalah dengan memperbaiki fungsi otak yang terganggu dengan merangsang susunan saraf pusat atau otak anak, bukan saraf tepi atau ototnya. Prinsip penanganan adalah dengan gerakan. Setiap gerakan adalah peristiwa sensori-motor yang terkait dengan pemahaman bahwa rangsang yang diterima melalui kelima indera dari dunia sekitar membuat mampu memperoleh informasi dan pembelajaran baru.

Sejalan dengan penelitian tersebut, menurut Paul E Dennison, pakar Edu-Kinesthetics (dalam Doman, 2010), menyatakan “Movement is the door to learning”. Gerakan akan mengintegrasi masuknya informasi baru dan pengalaman ke dalam jaringan saraf kita. Setiap kali kepala atau anggota tubuh yang digerakan dengan koordinasi yang baik, akan merangsang otak manusia menjadi aktif sepenuhnya dan terintegrasi, sehingga pintu untuk belajar akan terbuka secara alami.

(13)

jenis-jenis sudut berdasarkan sifat-sifatnya. Setelah itu disketsakan di papan tulis dan dijelaskan kembali secara visualisasi dengan flash card dan alat peraga.

Proses belajar yang dilakukan oleh pengajar Lembaga Pendidikan Rumah Matematika dan Sains dalam meningkatkan penalaran matematis anak autis, diajukan beberapa pertanyaan untuk menggali kemampuan penalaran anak autis seperti mengajak anak bermain kegunaan dari jangkar dan busur. Guru mengajak anak bernalar kguanaan penggaris selain untuk menggaris. Guru mengajak anak autis menjawab kalimat yang menggunakan kata tanya : apa, siapa, dimana dan bagaimana. Anak autis diajak berpikir dan mengelompokkan kata pada objek berdasarkan fungsinya.

Peningkatan komunikasi matematis anak autis dilakukan oleh pengajar Lembaga Pendidikan Rumah Matematika dan Sains. Selain itu, anak juga diarahkan untuk mengamati alat peraga berbentuk bangun-bangun datar dan diminta untuk menceritakannya. Anak autis diminta untuk menceritakan nama bangun secara rinci dan diarahkan untuk menjawab soal-soal yang disediakan oleh pengajar. Siswa juga diajak untuk membedakan bangun datar berdasarkan jumlah sisi dan sudutnya, siswa ditunjukkan contoh bangun segi empat dan diajak mencari bangun segi empat lainnya.

Pada posisi tertentu, guru mengambil beberapa bingkai foto dengan berbagai bentuk bangun datar yang berbeda – beda dan mengajak anak autis untuk melakukan penalaran dengan menjawab pertanyaan dengan kata apa, siapa, dimana, dan bagaimana. Anak diajak melakukan penalaran nama dan jenis sudut dengan menggerakkan tangannya. Anak diajak untuk mentransformasikan bentuk soal ke dalam gerakan. Guru mengejar penalaran anak autis dengan menjawab pertanyaan disertai dengan penalaran yang sifatnya umum dan bersumber dari lingkungan sekitar.

Dalam penelitian ini, anak diarahkan untuk melakukan komunikasi ekspresif, pengajar mengoptimalkan fungsi pendengaran melalui stimulus langsung dari guru/benda, guru membisikan nama bangun datar ke telinga anak, mulai dari kalimat yang paling sederhana hingga yang kompleks dengan suara yang lembut sampai suara yang agak keras, guru menunjukkan gambar bangun datar kepada anak autis dan membisikkan namanya. Disini anak diarahkan untuk mengikuti gerakan yang dicontohkan guru, guru mengajak anak autis menggerakkan otot mulut dan lidah dimulai dengan membuka dan menutup mulut, menjulurkan lidah, meletakkan lidah ke gigi bagian atas, guru lalu memberiathu ulang kepada anak bangun berbentuk PER-SE-GI sambil memperagakan dengan tangan bentuk bangunan persegi.

Guru mengarahkan anak untuk mengucapkan A,I,U,E,O dalam kata sekaligus memahami dengan mengucapkan vocal yang paling dominan, misalnya

(14)

dipelajari sesuai dengan stimulus yang telah diberikan sambil anak memperagakan ulangan dengan gerakan-gerakan.

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan pendekatan kinestetik untuk meningkatkan penalaran dan komunikasi matematis anak autis yaitu terdiri dari: (1) metode pembelajaran menggunakan flash card dan alat peraga tergolong sudah cukup baik, namun masih memiliki banyak kelemahan seperti terlihat monoton dan kurang variasi sehingga mengurangi ketertarikan anak autis untuk belajar; (2) Anak autis terus menunjukkan ketidaktertarikan ketika guru mengajak anak untuk berpikir dan mengelompokkan kata pada objek berdasar fungsi; (3) Anak autis terlihat cemas ketika guru meminta anak menceritakan bangun secara rinci; (4) Anak autis menjadi lebih fokus dan paham serta dapat mengerjakan soal secara mandiri, penalaran mulai meningkat, serta anak mampu merubah bentuk soal yang tadinya sulit dimengerti menjadi lebih mudah dikerjakan dengan mentransformasikan dalam bentuk gerak. Penalaran anak autis menjadi jauh lebih baik, mengalami peningkatan, dan bahkan anak autis menjadi lebih kritis; (5) Gerakan guru untuk menunjukkan beberapa contoh bangun datar dengan menggunakan tangan dan jari dilakukan kontinu sehingga dapat dimaknai dan ditiru oleh anak. (6) Proses belajar dengan pendekatan kinestetik untuk meningkatkan penalaran dan komunikasi matematis anak autis dalam materi sudut pandang bangun datar dapat disimpulkan mencapai keberhasilan.

Saran

(15)

DAFTAR PUSTAKA

Brower,F . (2010). 100 Ide Membimbing Anak Autis. Jakarta : Penerbit Erlangga

Doman, Glenn. (2002). Apa Yang Dapat Dilakukan Pada Anak Anda Yang Cedera Otak (What To Do About You Brain-Injured Child. America : The Institutes for the Achievement of Human Potential

Ilahi, M.T. (2013). Pendidikan Inklusif. Yogyakarta : Ar- Ruzz Media

Kidd, S.L. (2013). Anakku Autis, Aku Harus Bagaimana?. Jakarta : PT Bhuana Ilmu Populer

Koswara, D. (2013). Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Berkesulitan Belajar Spesifik. Bandung : Luxima Metro Media.

Koswara,D (2013). Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Autis. Bandung : Luxima Metro Media.

Munir,F (2013). Komunikasi anak Autis. [Online]. Tersedia : http://fatinahmunir.blogspot.com/2013/05/komunikasi-anak-autis.html [10 maret 2014]

Melinda, E.S. (2013). Pembelajaran Adaptif Bagi Anak Berkebutuhan Khusus. Bandung : Luxima Metro Media.

Meimulyani, Yani dan Caryoto . (2013). Media Pembelajaran Adaptif Bagi Anak Berkebutuhan Khusus. Bandung : Luxima Metro Media

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan latar balakang dan identifikasi masalah, permasalahan dalam penelitian secara umum adalah “ Bagaimana mengembangkan alat asessmen untuk melihat kemampuan

dengan penulisan skripsi yang berjudul “Analisis Strategi Bisnis Jasa.

Dari hasil perhitungan didapat persamaan regresi bergandanya : y = 153,45 + 31,9x1 + 76,4x2 ini berarti, jika perusahaan tidak mengeluarkan biaya untuk promosi maka hasil penjualan

penting dan strategis karena banyak orang atau lembaga menjadikan proposal sebagai “senjata ampuh” untuk menunjukkan apa saja ide, rencana kegiatan (usaha) dan. program

Penerapan model learning cycle pada materi perubahan sifat benda dapat membuat peserta didik lebih aktif dalam dalam proses pembelajaran, karena pembelajaran

[r]

Untuk mengetahui tingkat erosi aktual berdasarkan metode USLE di hulu DAS Padang melalui pendekatan kemiringan lereng, vegetasi dan erodibilitas dan untuk mengetahui faktor

Secara umum pekerjaan yang harus dilaksanakan pada proyek ini adalah : Pengadaan dan pengangkutan ke lokasi proyek, pemasangan bahan, material, peralatan dan