• Tidak ada hasil yang ditemukan

250538099 2010 07 06 Hermanto S perspektif Model Agro based Cluster Menuju

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "250538099 2010 07 06 Hermanto S perspektif Model Agro based Cluster Menuju"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

PERSPEKTIF MODEL AGRO-BASED CLUSTER MENUJU PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI1

Dr. Ir. Hermanto Siregar, M.Ec.2

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Permasalahan

Perkembangan dunia yang terjadi belakangan ini mengarah kepada era globalisasi dan perdagangan bebas menyebabkan perubahan yang cepat dan memberikan pengaruh luas dalam perekonomian nasional maupun internasional yang berdampak pada semakin ketatnya persaingan terutama di sektor industri. Agar sektor industri dapat bertahan dan berkembang dalam situasi persaingan saat ini maka perlu memiliki daya saing yang tinggi yaitu daya saing karena struktur yang kuat, peningkatan nilai tambah dan produktivitas di sepanjang rantai nilai produksi yang tinggi, dan dukungan sumber daya produktif dalam negeri.

Daya saing Indonesia menurut World Economic Forum tahun 2003/2004 terus mengalami penurunan. Pada tahun 1999 Indonesia menempati peringkat 37, tahun 2000 turun menjadi peringkat 44, tahun 2001 peringkat 49, tahun 2002 peringkat 69, dan tahun 2003 kembali turun menjadi peringkat 72 dimana paling rendah dibandingkan dengan negarar-negara ASEAN lainnya. Dalam peringkat tahun 2004/2005 posisi Indonesia berada di urutan 69 dari 104 negara. Definisi daya saing menurut OECD adalah tingkat kemampuan suatu negara menghasilkan barang dan jasa yang sesuai dengan tuntutan pasar internasional dan bersamaan dengan itu kemampuan menciptakan suatu kesejahteraan berkelanjutan bagi warganya. Keunggulan daya saing atau dapat disebut juga sebagai keunggulan kompetitif dapat ditingkatkan dengan peningkatan produktivitas pada level individu, perusahaan, industri maupun pada level negara. Hal tersebut juga perlu diimbangi dengan pengembangkan daya saing yang didasarkan pada kemampuan dalam membaca keunggulan komparatif yang dimiliki.

Sektor industri yang diharapkan menjadi motor penggerak pembangunan perekonomian nasional adalah sektor yang memiliki struktur keterkaitan dan kedalaman yang kuat serta memiliki daya saing yang berkelanjutan dan tangguh di pasar internasional. Industri-industri yang diprioritaskan pengembangannya di masa yang akan datang menurut Departemen Perindustrian (2006) meliputi: (a) Industri berbasis agro; (b) Industri alat-alat angkut; dan (c) Industri teknologi informasi. Kelompok industri tersebut memiliki karakteristik industri berkelanjutan karena lebih mengandalkan pada sumber daya manusia berpengetahuan dan terampil, sumber daya alam yang terbarukan serta penguasaan teknologi.

Pertanian merupakan sektor berbasis agro yang telah berperan dalam perekonomian nasional melalui pembentukan PDB, perolehan devisa, penyediaan pangan dan bahan baku industri, pengentasan kemiskinan, penciptaan kesempatan kerja, dan peningkatan pendapatan masyarakat. Sektor ini memiliki efek pengganda ke depan dan ke belakang yang besar melalui keterkaitan input-output-outcome antar industri, konsumsi, dan investasi baik secara nasional maupun regional karena sektor pertanian merupakan keunggulan komparatif yang dimiliki oleh sebagian besar wilayah di

1 Edisi terdahulu makalah ini telah disajikan pada Seminar “Meningkatkan Daya Saing Industri Indonesia: Masalah dan Tantangan” dalam rangka Pameran Produksi Indonesia, yang diselenggarakan oleh Departemen Perindustrian, di Gedung Pusat Niaga Lt. 6 Arena PRJ Kemayoran, Jakarta 8 Agustus 2006.

(2)

Indonesia. Pengembangan pertanian yang diharapkan adalah menghasilkan agro-based commodity yang berdaya saing. Pengembangan produk resource-based yang memiliki nilai tambah yang tinggi masih terbatas dimana ekspor pada umumnya terdiri dari produk primer dan intermediet. Rendahnya tingkat produksi ditambah dengan supply yang tidak konsisten menghasilkan banyak perusahaan agro-based yang beroperasi dibawah kapasitas dan daya saing produk yang rendah. Oleh karena itu perlu adanya penguatan dalam keterkaitan intra dan inter-sektoral terutama dengan dukungan sektor hilir. Kesadaran akan perkembangan lingkungan baik tingkat domestik maupun global membutuhkan inovasi dan efisiensi bagi keberlanjutan pembangunan sektor agro-based.

Tanggapan terhadap perubahan-perubahan tersebut dilakukan pemerintah dengan mencanangkan Revitalisasi Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (RPPK) pada tanggal 11 Juni 2005. Program ini merupakan salah satu strategi dalam rangka pengurangan kemiskinan dan pengangguran serta peningkatan daya saing perekonomian nasional. Upaya ini untuk menggalang komitmen dan kerjasama seluruh stakeholder dan mengubah paradigma pola pikir dengan menempatkan pertanian sebagai suatu sistem agribisnis dimana pertanian dipandang dalam arti luas dalam bentuk aktivitas off-farm dan on-farm. Salah satu model pengembangan industri berbasis agribisnis yang diharapkan memiliki daya saing adalah model Agro-based Cluster, yang memperhatikan keterkaitan antara industri hulu, pertanian, industri hilir dan sektor jasa yang terfokus pada satu atau sekelompok produk tertentu (core product).

1.2. Tujuan Penulisan

Tulisan ini bertujuan untuk membuka paradigma berfikir tentang pengembangan pertanian sebagai sektor penghela utama perekonomian dengan membangun industri berbasis pertanian yang didasarkan pada sistem agribisnis dengan model agro-based cluster.

2. SISTEM AGRIBISNIS DAN AGRO-BASED CLUSTER 2.1. Sistem Agribisnis

Definisi agribisnis menurut Davis and Goldbergh, Sonka and Hudson, Farrel and Funk (dalam Saragih, 2000) yaitu: Agribusiness included all operations involved in the manufacture and distribution of farm supplies; production operations on the farm; the storage, processing and distribution of farm commodities made from them, trading (wholesaler, retailers), consumer to it, all non farm firms and institution serving them. Agribisnis merupakan suatu cara lain untuk melihat pertanian sebagai suatu sistem bisnis yang terdiri dari subsistem-subsistem yang terkait satu dengan yang lain. Subsistem-subsistem tersebut adalah Subsistem-subsistem agribisnis hulu, Subsistem-subsistem agribisnis usahatani, subsistem agribisnis hilir termasuk pemasaran serta subsistem jasa penunjang.

Pembangunan sistem agribisnis merupakan pembangunan yang mengintegrasi-kan pembangunan sektor pertanian dalam arti luas dengan pembangunan industri dan jasa terkait dalam suatu cluster industri yang mencakup empat subsistem. Sebagai suatu sistem, keempat subsistem agribisnis beserta usaha-usaha di dalamnya harus berkembang secara simultan dan harmonis.

(3)

Lingkupnya adalah kegiatan di tingkat petani, pekebun, peternak, dan nelayan, termasuk kegiatan perhutanan yang merupakan kegiatan mengelola input-input berupa lahan, tenaga kerja, modal, teknologi dan manajemen untuk menghasilkan produk pertanian.

Subsistem agribisnis hilir (down-stream agribusiness) yang disebut juga dengan kegiatan agroindustri adalah kegiatan industri yang menggunakan produk pertanian sebagai bahan baku. Kemudian subsistem pemasaran serta perdagangan hasil pertanian dan hasil olahannya untuk menyampaikan output kepada konsumen dalam negeri maupun luar negeri. Subsistem terakhir adalah subsistem jasa penunjang (supporting institution) adalah kegiatan jasa yang melayani pertanian. Kegiatan jasa tersebut sistem agribisnis akan memperbesar potensi pertanian karena akan memberikan nilai tambah yang lebih besar bagi produk-produk pertanian dan dapat mendorong peningkatan efisiensi usaha. Integrasi vertikal dalam agribisnis menyebabkan perolehan nilai tambah sektor pertanian akan berkait serta saling mempengaruhi dengan nilai tambah yang dihasilkan oleh sektor industri, perdagangan, dan jasa. Perkembangan pembangunan agibisnis di Indonesia saat ini masih digerakkan oleh kelimpahan faktor produksi (factor driven) yaitu sumber daya alam dan tenaga kerja yang tidak terdidik. Pada sisi teknologi produksi, peningkatan nilai produksi agregat masih bersumber dari peningkatan jumlah penggunaan sumber daya alam dan tenaga kerja tidak terdidik. Sedangkan dari sisi struktur produksi akhir, umumnya masih menghasilkan produk yang

(4)

didominasi oleh komoditas primer (agricultural-based economy). Suatu perekonomian yang hanya mengandalkan keunggulan komparatif yaitu berupa kelimpahan sumber daya alam dan tenaga kerja tidak terdidik tidak akan mampu untuk memenuhi kebutuhan dan menghadapi kompetisi global yang semakin ketat. Selain tidak mampu bersaing, manfaat ekonomi yang dapat dihasilkan dan dinikmati relatif kecil dibandingkan manfaat yang dapat diciptakan. Oleh karena itu perlu pembaharuan dalam pembangunan sistem agribisnis Indonesia menuju tahapan berikutnya.

Pembangunan sistem agribisnis tahap selanjutnya adalah yang digerakkan oleh kekuatan investasi melalui percepatan pembangunan dan pendalaman industri pengolahan (agroindustri) serta industri hulu (agrokimia, agro-otomotif, perbenihan) pada setiap kelompok agribisnis (agribusiness cluster). Pembangunan agribisnis pada tahap ini akan menghasilkan produk-produk akhir yang didominasi oleh produk yang bersifat padat modal dan tenaga kerja terdidik sehingga selain nilai tambah yang dinikmati bertambah besar juga dapat memperluas segmen pasar. Jika tahapan ini berhasil maka perekonomian Indonesia akan bergeser dari perekonomian berbasis pertanian kepada perekonomian yang berbasis industri pada agribisnis (agroindustry-based economy).

Pada tahap ketiga pembangunan sistem agribisnis adalah tahap pembangunan yang didorong oleh inovasi melalui peningkatan kemajuan tekonlogi pada setiap subsistem dalam kelompok agribisnis yang disertai dengan peningkatan kemampuan sumberdaya menusia lebih lanjut sehingga dapat menyesuaikan dengan perkembangan teknologi yang terjadi. Ciri pada tahapan ini adalah produktifitas yang tinggi dari lembaga-lembaga penelitian dan pengembangan pada setiap subsistem agribisnis. Produk agribisnis yang dihasilkan akan didominasi oleh produk-produk yang berdasarkan pada ilmu pengetahuan dan tenaga kerja terdidik dengan semakin besarnya nilai tambah yang dapat dinikmati. Jika tahap ketiga ini dapat dicapai maka perekonomian Indonesia akan beralih dari perekonomian berbasis modal kepada perekonomian yang berbasis pada teknologi (technology based economy).

2.2. Agro-based Cluster 2.2.1. Latar Belakang Teoritis

Suatu perusahaan merupakan bagian dari struktur rantai dual interconnections yang menghubungkan konsumen akhir dengan pengumpul bahan baku dalam konfigurasi bilateral. Hubungan tersebut membentuk suatu rantai supply (supply chain) yang merupakan suatu sistem yang otonom namun inter-dipenden. Secara lebih luas rantai supply disebut juga sebagai jaringan supply (supply network) yang merupakan jaringan keterkaitan antar perusahaan-perusahaan yang memiliki manajemen yang otonom dan berhubungan secara komersial. Hubungan dalam bentuk jaringan ini memastikan keterkaitan antara bahan baku dengan konsumen akhir.

Kerjasama dalam jaringan permintaan dan penawaran merupakan suatu sistem ekonomi dan sosial yang terdiri dari pemain-pemain dengan tujuan internal dan struktur berbeda yang terkadang menyebabkan konflik sehingga butuh koordinasi dimana koordinasi merupakan hal yang penting agar kerjasama menghasilkan nilai tambah. Koordinasi yang dilakukan membutuhkan biaya yang tergantung pada keterlibatan individu dan kondisi suatu sistem. Setiap individu dapat secara otonom melakukan pilihan apakah akan bergabung dengan konsekuensi memiliki hak dan kewajiban dalam aturan umum sistem jaringan tersebut. Pertemuan antara permintaan dan penawaran adalah salah satu alasan yang dapat mendorong terjadinya suatu kerjasama. Berbagai bentuk perilaku kerjasama dapat diperlihatkan oleh kasus cluster industri.

(5)

suatu aktivitas yang berbeda berada pada lokasi yang berbeda atau disebut juga dengan spatial cluster. Ada beberapa model dari teori cluster yang menjelaskan pilihan lokasi yang dilakukan suatu perusahaan.

Model Weber, menekankan pada biaya transportasi sebagai penentu lokasi optimal. Suatu perusahaan umumnya secara periodik mengalami perubahan pada supplier input dan pasar outputnya sebagai respon terhadap perubahan harga input dan harga output di pasar serta biaya transportasi. Oleh karena itu lokasi optimal dari suatu perusahaan akan selalu berubah. Namun secara aktual suatu perusahaan tidak akan sering untuk memindahkan lokasinya. Suatu perusahaan akan melakukan relokasi hanya jika biaya faktor pada lokasi alternatif lebih rendah walau pun jika terjadi peningkatan pada biaya transportasi.

Model Moses, menyatakan bahwa suatu perusahaan dianggap berada pada pasar bersaing sempurna. Perusahaan sebagai penerima harga dan pada saat telah mencapai teknik produksi optimal dan lokasi optimal, perusahaan tidak akan merubah perilakunya, ceteris paribus.

Model Hotelling, perusahaan pesaing menghasilkan produk dalam tipe yang sama dan perusahaan-perusahaan tersebut menghadapi kompetisi non harga. Hal ini mendorong perusahaan-perusahaan tersebut untuk berlokasi di tempat yang berdekatan. Jadi cluster industri dapat terjadi secara alami jika di tidak ada kompetisi harga dalam pasar.

Suatu lokasi yang secara spesifik memiliki skala ekonomi tertentu disebut dengan pemusatan ekonomi atau agglomeration economies. Pembentukan pemusatan ini menurut Marshall adalah karena perusahaan yang berada di dalam cluster akan mencapai increasing return to scale. Pencapaian skala ekonomi tersebut disebabkan oleh tiga hal yaitu adanya kemudahan untuk mendapatkan informasi, ketersediaan local non-traded input, dan kemudahan mendapatkan tenaga kerja.

Porter (1990) mendefinisikan cluster sebagai suatu kelompok perusahaan-perusahaan yang terkait dalam aktifitas yang hampir sama dan berhubungan dalam perekonomian nasional. Porter (1998) selanjutnya mendefinisikan cluster sebagai konsentrasi secara geografis dari perusahaan-perusahaan dan institusi yang saling terkait pada sektor tertentu. Keterkaitan yang terjadi antara perusahaan-perusahaan tersebut sangat penting dalam menghadapi kompetisi.

Sedangkan Schmitz (1992) mendefinisikan cluster sebagai suatu kelompok perusahaan-perusahaan dalam suatu sektor yang sama dan saling berdekatan dalam beroperasi. Cluster adalah gabungan dari perusahaan-perusahaan publik yang saling melengkapi (di sektor produksi dan jasa), institusi penelitian dan pengembangan privat dan semi-publik, yang saling terkait oleh pasar tenaga kerja dan/atau input-output dan/atau keterkaitan teknologi. Lebih lanjut Steiner and Hartmann (1998) berpendapat bahwa cluster memiliki tingkat kompetisi yang tinggi karena keterkaitan dikontrol oleh mekanisme pasar dan struktur langsung dari organisasi tunggal.

Elsner (2000) lebih jauh mendefinisikan cluster sebagai suatu kelompok perusahaan-perusahaan yang terkait secara fungsional baik vertikal maupun horizontal dimana pendekatan fungsional merupakan bentuk hubungan yang terjadi antara perusahaan-perusahaan dan institusi-institusi pendukung suatu cluster, bentuk-bentuk hubungan tersebut ditemukan di dalam pasar.

(6)

2.2.2. Agro-based Cluster Model

Pembangunan ekonomi domestik dihadapkan pada tantangan perubahan ekonomi dunia ke depan. Perubahan pertama adalah adanya liberalisasi perdagangan dunia yang akan meminimumkan hambatan perdagangan antar negara sehingga memperluas akses perdagangan untuk produk-produk agribisnis. Hal ini menimbulkan persaingan ketat antar produsen agribisnis di pasaran internasional. Meningkatkan keunggulan bersaing adalah salah satu cara utama untuk dapat menang dalam persaingan.

Kedua, terjadi perubahan yang cepat dalam preferensi konsumen terhadap suatu barang yang dicerminkan oleh siklus produk yang semakin pendek. Hal tersebut disebabkan oleh konsumen yang semakin menuntut dan kemajuan teknologi yang mempermudah munculnya produk substitusi. Siklus produk yang semakin pendek menuntut produsen dapat menghasilkan produk dengan atribut yang sesuai dengan keinginan konsumen melalui cara yang cepat dan efisien dalam penyesuaian.

Tantangan berikutnya adalah meningkatnya tuntutan terhadap perlindungan lingkungan hidup dan penghargaan pada hak asasi manusia. Kesadaran akan pentingnya pelestarian lingkungan hidup dan penghargaan pada hak asasi manusia timbul disebabkan oleh globalisasi dan kemajuan teknologi informasi. Kesadaran global tercermin dalam preferensi akan produk-produk yang dihasilkan tanpa melanggar hak asasi manusia dan ramah lingkungan.

A. Cluster Industri

Cote (2002) mendefinisikan cluster industri sebagai kumpulan industri-industri yang berkompetisi dan bekerjasama dalam satu wilayah jaringan kerja yang memiliki hubungan vertikal dan horizontal yang melibatkan kesamaan dalam keterkaitan buyer-supplier, dan bertumpu pada pendanaan dari lembaga-lembaga khusus. Cluster industri akan membawa kemakmuran kedalam suatu wilayah dan membawa pada pertumbuhan ekonomi wilayah. Pendapat lain menyatakan bahwa cluster adalah suatu kelompok usaha dan lembaga-lembaga pada suatu wilayah geografis yang bertumpu pada sektor tertentu yang mencakup jaringan organisasi-organisasi dengan tujuan kompetisi dengan komponen berupa inovasi dan produktifitas ekonomi (Mullai et al., 2003).

Cluster industri juga didefinisikan sebagai suatu satuan sosial-ekonomi yang dikarakteristikkan sebagai komunitas sosial dari suatu masyarakat dan populasi dari agen-agen ekonomi pada lokasi yang berdekatan di wilayah geografis tertentu. Di dalam cluster industri, bagian dari komunitas sosial dan agen-agen ekonomi bekerjasama dalam aktivitas ekonomi yang saling terkait dalam bentuk persediaan produk, teknologi dan pengetahuan untuk menghasilkan produk dan pelayanan yang unggul. Cluster industri tercipta karena adanya gabungan dari kesamaan konsumen, supplier dan penyedia jasa, infrastruktur seperti transportasi dan komunikasi, kumpulan tenaga kerja terdidik, fasilitas pendidikan dan pelatihan, pusat penelitian dan teknologi, serta resiko modal di dalam pasar yang sama.

(7)

Gambar 2. Integrasi Cluster Industri di dalam Global Value Chain

Pembentukan cluster industri adalah untuk meningkatkan inovasi melalui pertukaran pengetahuan yang intensif, menstimulasi inovasi dan proyek-proyek kerjasama, serta mensinergikan antara permintaan perusahaan dengan kemampuan lembaga-lembaga. Selain peningkatan inovasi, pembentukan cluster juga untuk meningkatkan kerjasama antar supplier dan memperkuat posisi industri di dalam jaringan global. Upaya dalam bentuk public relation dan komunikasi akan meningkatkan daya tarik dari suatu industri, memudahkan akses terhadap dana pinjaman, serta penyesuaian yang lebih baik antara kebijakan pemerintah di bidang industri dengan kebutuhan dari suatu industri.

Kemampuan suatu perekonomian untuk mengatur cluster industri tergantung pada beberapa hal diantaranya adalah adanya pembangunan ekonomi global; meningkatnya persaingan antar negara, perusahaan dan produk; permintaan pasar yang tinggi; keharusan adanya inovasi, penguatan kelembagaan; teknologi baru dan lain sebagainya. Sedangkan manfaat dari pembentukan cluster industri adalah biaya bahan baku yang lebih rendah, pembaharuan teknologi, akses terhadap kredit, pertukaran informasi, kesamaan rencana pemasaran, kemudahan memasuki pasar baru, serta peningkatan standard dan kualitas.

B.Agribisnis dalam Cluster

Upaya pengembangan agribisnis telah dilakukan oleh pemerintah namun masih terdapat berbagai kendala terutama dalam menjaga kualitas produk yang memenuhi standar pasar internasional serta kontinuitas produk sesuai dengan permintaan pasar maupun untuk mendukung suatu industri hilir dari produksi pertanian.

Pemanfaatan keunggulan komparatif merupakan basis bagi kegiatan perekonomian yang berkembang dalam bentuk pertanian dalam arti luas (tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, perikanan, peternakan, kehutanan), industri hulu pertanian (industri pembibitan, industri agro-kimia, industri agro-otomotif), industri hilir National boundary

Domestic industrial cluster Global

customers Large-scale,

multi-outlet retailers

Small-scale retailers

Global buyers

Buyer and export agents

Local customers

Large-scale or multi-plant manufacturer

s Small-scale

manufacturer s

(8)

pertanian (agroindustri), dan sektor yang menyediakan jasa baik bagi pertanian maupun bagi industri hulu dan hilir pertanian. Keempat kelompok kegiatan ekonomi tersebut telah membentuk cluster-cluster industri agribisnis yang terfokus pada satu atau sekelompok produk sejenis.

Agro-based cluster adalah suatu bentuk pendekatan yang berupa pemusatan kegiatan agribisnis di suatu lokasi tertentu. Upaya ini dilakukan guna meningkatkan efisiensi dan efektifitas dengan menurunkan komponen biaya dari hilir sampai hulu dalam produksi suatu komoditi. Bentuk pemusatan yang dilakukan adalah dimana dalam suatu kawasan tersedia subsistem-subsistem agribisnis dari subsistem agribisnis hulu, subsistem usahatani, subsistem agribisnis hilir yaitu agroindustri, jasa penunjang dan pemasaran. Pemusatan ini diharapkan dapat mengurangi biaya-biaya terutama biaya transportasi antar subsistem yang terfokus pada komoditas tertentu.

Mengingat sebagian besar komoditas pertanian Indonesia di ekspor dalam bentuk produk primer, maka dengan agro-based cluster diharapkan terbangun suatu industri pengolahan hasil pertanian yang kuat dengan dukungan subsistem-subsistem agribisnis lain sehingga nilai tambah suatu produk dapat ditingkatkan dan memperkuat daya saing komoditas ekspor Indonesia sehingga transformasi perekonomian Indonesia dari agricultural-based economy menjadi agroindustry-based economy secara bertahap dapat terlaksana.

3. PENDEKATAN PENGEMBANGAN AGRO-BASED CLUSTER 3.1. Malaysia sebagai Benchmark

Pemerintah Malaysia dalam upayanya menghadapi perkembangan di pasar global melakukan formulasi pada kebijaakan dan strategi perencanaan pembangunan dengan mempersiapkan rencana jangka panjang dan jangka menengah, program pembangunan dan anggaran proyek. Rencana ini digunakan sebagai alat untuk mengawasi dan mengevaluasi pencapaian program pembangunan dan proyek-proyek. Selain itu juga sebagai masukan bagi pemerintah mengenai permasalahan ekonomi. Rencana tersebut merupakan tuntunan dalam menentukan arah ekonomi yang dibutuhkan, sebagai landasan koordinasi dalam program privatisasi. Selain itu juga sebagai dasar koordinasi dalam pembangunan kawasan pertumbuhan.

Tujuan dari rencana pembangunan tersebut adalah untuk memperlancar dalam mencapai transformasi perekonomian dalam menghadapi persaingan yang semakin ketat dan untuk mendapatkan nilai tambah yang sebesar-besarnya. Bentuk transformasi ekonomi yang diharapkan oleh pemerintah Malaysia adalah pergeseran perekonomian agro-based menjadi industrial-based economy. Proses transformasi ekonomi yang terjadi dapat terlihat dari kontribusi per sektor terhadap GDP nasional (Lampiran 1). Kontribusi sektor pertanian dari produk-produk primer terus mengalami penurunan. Saat ini perekonomian Malaysia didominasi oleh sektor manufaktur dan jasa yang menyumbang 89.5 persen (=31.4 persen + 58.1 persen) dari total GDP yang menunjukkan cukup berhasilnya transformasi ekonomi yang dilakukan. Transformasi tersebut juga tercermin dari diversifikasi produk ekspor Malaysia yang pada awalnya didominasi produk-produk primer (Lampiran 2) dimana pada tahun 1970 produk manufaktur hanya 11.9 persen dari total ekspor namun pada tahun 2005 produk manufaktur menguasai 80.5 persen dari pangsa ekspor Malaysia.

(9)

dan pengembangan serta pendanaan-pendanaan lainnya. Strategi pembangunan dalam memperbesar cluster industri antara lain dilakukan dengan:

 Menggeser value chain dengan mendorong sektor manufaktur ke arah operasi dengan teknologi tinggi.

 Memperdalam supply chain dengan membangun kemampuan perusahaan-perusahaan domestik.

 Meningkatkan value added melalui akuisisi dan pembangunan teknologi.  Membangun suatu sinergi antara pemerintah dan industri.

 Memperbesar perusahaan global domestik.

Tabel 1. Posisi Karet Malaysia (Ton), 2000 - 2005*

Sumber: International Rubber Study Group, 2006.

Karet alam (Natural Rubber, NR) merupakan salah satu komoditas andalan Malaysia. Walaupun produksinya sempat menurun pada periode 2000-2002, dalam tiga tahun selanjutnya produksi maupun ekspor NR Malaysia cenderung semakin meningkat (Tabel 1). Nilai ekspor Malaysia untuk produk-produk karet alam pada tahun 2000 mencapai 5.7 milyar RM (Tabel 2). Nilai terbesar adalah pada produk lateks. Nilai ekspor menurut produk menunjukkan tren meningkat dari tahun ke tahun dimana pada tahun 2003 mencapai 6.3 milyar RM. Nilai ekspor produk-produk karet Malaysia pada tahun 2005 mencapai nilai 8.5 milyar RM, dimana merupakan pencapaian tertinggi dari industri produk karet. Tujuan ekspor produk karet Malaysia ke lebih dari 160 negara. Amerika Serikat merupakan pasar terbesar dari produk karet Malaysia, mencapai 30 persen dari total ekspor. Negara importir lain adalah Jepang dan Jerman dengan pangsa pasar sebesar 7 persen dan 6.4 persen.

Tabel 2. Produk Ekspor Karet Malaysia (Juta RM), 2000 - 2005

2000 2001 2002 2003 2004 2005*

Tyres 243.6 249.7 261.4 310.5 458.0 501.8

Inner Tubes 13.6 15.6 17.3 15.8 23.2 26.5

Footwear 313.5 288.2 303.1 460.2 862.3 469.7

Latex Goods 4,480.8 4,272.2 4,361.2 4,841.2 5,832.2 6,309.3

Industrial Rubber Goods 152.9 136.2 146.0 153.5 275.2 547.2

General Rubber Goods 484.0 488.4 459.5 547.4 568.5 690.0

Grand Total 5,688.4 5,450.3 5,548.5 6,328.6 8,019.4 8,544.5

Sumber: DOS, Malaysia

Malaysia merupakan salah satu produsen utama dari produk karet alam. Khusus adalah untuk produk sarung tangan karet, ekspornya dapat memenuhi 49 persen dari

(10)

permintaan sarung tangan karet dunia. Sarung tangan ini biasanya digunakan untuk keperluan medis dan fasilitas pelayanan kesehatan, industri makanan, penata rambut dan perkebunan. Malaysia juga merupakan produsen utama kateter dan produk-produk lateks. Berbagai produk yang dihasilkan oleh industri karet alam di Malaysia diperlihatkan pada Tabel 3 berikut.

Tabel 3. Nilai ekspor Produk Karet Alam Malaysia Berdasarkan Jenis Tahun 2005

Produk Karet Alam Nilai (Juta RM)

Gloves, other than surgical gloves 3,793.226

Catheters 706.867

Surgical gloves 647.709

Vulcanized rubber thread and cord 574.198

Piping and tubing 277.653

Sheath contraceptives 216.722

Procured tread of non-cellular rubber 115.780

Cellular rubber lined with textile fabric on one side 55.219

Belting 33.686

Balloons 32.260

Wire, cable and other electrical conductors 24.942

Finger stalls 9.513

Teats & soothers 9.296

Pipe seal rings of unhardened vulcanized rubber 3.429

Keunggulan dalam ketersediaan bahan baku, kestabilan di dalam negeri, infrastruktur yang baik dengan didukung oleh pusat-pusat penelitian maka Malaysia melalui penelitian dan pengembangan lebih lanjut berupaya untuk menjadi pemain utama dalam memenuhi permintaan produk karet yang beragam. Industri karet alam yang dibangun dari hilir sampai ke hulu menjadikan karet alam sebagai agro-based industri yang berpusat di daerah-daerah penghasil karet.

A. Financial Services Cluster Labuan IOFC

Berbagai bentuk industri cluster telah dikembangkan di Malaysia. Salah satunya adalah Financial Services Cluster Labuan IOFC yang terdiri dari 5,152 perusahaan offshore dari 93 negara dimana LOFSA berperan sebagai lembaga pelayanan satu atap. Labuan di promosikan sebagai IOFC yang unik dengan spesialisasi pada pendanaan produk dan pelayanan pendanaan secara Islami. Upaya yang dilakukan diantaranya adalah dengan memperkuat perundang-undangan dan petunjuk pelaksanaan. Meningkatkan kompetisi untuk menjaga daya tarik, selain itu juga menawarkan insentif untuk menarik perusahaan-perusahan luar yang kuat yang memiliki hubungan dengan pasar global.

B. Palm Oil Industrial Cluster (POIC)

(11)

logistik bagi ASEAN timur. Lokasi ini dilengkapi dengan infrastruktur fisik yang memadai untuk menarik investasi swasta pada industri up-stream dan down-stream.

C. Pusat Halal (Halal Hub)

Membangun suatu cluster industri bagi produk halal untuk menangkap pangsa dari potensi pasar dunia produk halal. Keunggulannya adalah dimilikinya sistem sertifikasi dan logo halal JAKIM yang kredibel dan dikenal luas, ketersediaan sumberdaya dan dukungan pemerintah, industri halal yang sudah mapan, adanya ketentuan-ketentuan insentif serta program-program bagi perbaikan kualitas produk dan standar, pelatihan, promosi, branding dan akses pasar. Selain itu juga memiliki International Malaysia Halal Showcase (MIHAS).

3.2. Strategi Pengembangan dan Penerapan Agro-based Cluster

Suatu perusahaan tidak dapat berdiri sendiri melainkan merupakan suatu bagian dari suatu sistem produksi yang lebih besar yang membentuk rantai nilai tambah. Rantai nilai tambah (value-added chain) terdiri dari beberapa lapisan. Lapisan pertama adalah supplier-supplier dan perusahaan-perusahaan jasa yang memberikan kontribusi dalam produksi output akhir. Lapisan kedua terdiri dari perusahaan-perusahaan pesaing yang menghasilkan produk akhir yang sama tetapi juga saling berbagi kebutuhan akan tenaga ahli, teknologi dan infrastruktur. Lapisan terakhir adalah jasa-jasa berupa pendidikan, penelitian dan pengembangan guna membangun suatu landasan ekonomi yang kuat.

Identifikasi cluster industri dapat dilakukan dengan membuat suatu peta cluster untuk menspesifikasi stakeholder utama dalam cluster tersebut. Peta cluster harus dapat menunjukkan tiga komponen utama sebagai berikut:

 Sektor-sektor yang berorientasi ekspor (sektor yang menjual produk ke luar wilayah cluster)

 Sektor-sektor pendukung (sektor yang menjual produk utamanya ke sektor yang berorientasi ekspor)

 Komunitas yang berspesialisasi pada sarana infrastruktur (institusi lokal, aset dan kemampuan lain untuk mendukung cluster).

Pengembangan model agro-based cluster membutuhkan dukungan dari berbagai pihak, untuk itu perlu adanya koordinasi yang baik antar pihak yang terkait yang berkepentingan. Pada tahap awal sebaiknya dilakukan suatu pemetaan komoditas unggulan di setiap wilayah dan sarana prasaran pendukung yang telah tersedia untuk mendapatkan gambaran kemungkinan pengembangan lebih lanjut yang prospektif. Berdasarkan hasil pemetaan tersebut maka dapat diketahui komoditas dan subsistem yang memiliki potensi di suatu wilayah yang akan menjadi dasar untuk pengembangan subsistem terkait lainya. Pemetaan yang dilakukan untuk identifikasi tersebut menjadi dasar arah dalam pengembangan agro-based cluster. Informasi-informasi yang didapatkan kemudian digunakan untuk menyempurnakan sarana dan prasarana di kawasan terpilih dan juga dukungan dalam hal kebijakan pemerintah daerah setempat yang diharapkan tidak menghambat perkembangan cluster.

3.2.1. Kasus Jepang

(12)

wilayah untuk membentuk zona ekonomi heterogen. Proses pembentukan suatu cluster diperlihatkan oleh bagan pada Lampiran 4.

Cluster industri di Jepang berlokasi pada tiga tempat yaitu Tokyo, Kanagawa, dan Saitama. Ketiga kota tersebut merupakan cluster industri produk-produk elektronik, mesin dan transportasi. Selain itu juga ada di Kobe yaitu proyek industri medis, bioteknologi yang menghasilkan produk obat-obatan. Kemudian ada Kinki biocluster yang berisikan perusahaan-perusahaan farmasi, kimia, pangan, dan tekstil.

3.2.2. Kasus Italia

Cluster industri di Italia dibangun secara bertahap, dalam tiga tahapan utama. Tahapan pertama adalah dalam memulai suatu cluster diawali dengan jumlah pemain yang dibatasi hanya pada pemain utama saja. Pembentukan cluster dalam hal ini diawali dengan kerjasama yang memberikan hasil cepat.

Tahapan kedua adalah menyebarkan jaringan dan melibatkan lebih banyak pemain dari industri-industri utama dan industri-industri terkait lainnya. Suatu cluster terbuka bagi setiap anggota baru yang memenuhi kriteria, menerima aturan dan membayar biaya yang telah ditetapkan. Pada tahapan terakhir, mulai dibangun suatu hubungan dengan kawasan industri lain untuk membangun jaringan internasional.

3.2.3. Kasus Albania

Cluster industri yang diandalkan di Albania adalah industri tekstil yang menghasilkan pangsa terbesar dari total ekspor, tetapi secara absolut masih rendah. Industri ini merupakan industri yang secara tradisional sudah terbangun dengan baik. Akses pasar dari industri tekstil Albania adalah ke pasar negara-negara Uni Eropa. Perusahaan-perusahaan tersebut secara geografis berlokasi pada pusat kota Albania. Struktur produksinya terdiri dari pemrosesan produk impor setengah jadi dan mengekspornya kembali.

Pemain-pemain dalam cluster industri tekstil terdiri dari pebisnis utama yang terdiri dari 298 perusahaan yang beroperasi di dalam industri tekstil. Kemudian ada pebisnis pendukung yang terdiri dari supplier peralatan, suplier input intermediet dan primer, perusahaan-perusahaan jasa perbankkan, pelayanan hukum, dan perancangan. Pendukung lain berupa soft infrastructure yang terdiri dari sekolah dan universitas setempat, lembaga penelitian dan laboratorium, assosiasi komersial lokal, agen pembangunan, hubungan legislasi. Terakhir adalah hard infrastructure yang mencakup jalan raya, rel kereta api, dan pelabuhan.

Kendala yang dihadapi dalam cluster industri tekstil di Albania adalah: (1) pemain-pemain memiliki keterkaitan beroperasi yang relatif terpisah; (2) kurangnya keterkaitan antara supplier dan pembeli lokal; (3) faktor produksi dialokasikan pada tipe produksi outward processing; (4) aktifitas utama adalah re-ekspor, konsekuensinya mengabaikan permintaan domestik; (5) kurangnya pemasaran dan rancangan strategi menyebabkan tidak mungkinya beroperasi pada tingkat nilai tambah yang lebih tinggi; dan (6) tidak adanya integrasi vertikal.

Peran pemerintah dalam cluster industri adalah:

(13)

 Memfasilitasi kerjasama antara individu atau kelompok perusahaan dengan pihak berwenang;

 Mengevaluasi kesempatan dalam pembangunan struktur bisnis penunjang. Peran dari pelayanan publik dalam cluster industri adalah:

 Menyediakan informasi tentang kondisi pasar, kecenderungan, kesempatan, dll;  Konsultasi;

 Menyediakan penelitian, analisis, dukungan teknis, dll; dan  Menyediakan jaringan yang efisien antar pemain-pemain kunci.

3.2.4. Kasus Taiwan

Cluster industri di Taiwan dikenal sebagai mekanisme penting dalam membangun industri skala kecil dan menengah (SMEs). Di dalam cluster tersebut, SMEs mendapatkan pengetahuan tentang pemasaran, teknologi, dan pelaksanaan bisnis. Cluster industri dapat mengurangi biaya transaksi, meningkatkat daya saing dan efisiensi produksi. Industri yang menjadi andalan Taiwan adalah industri berbasis IT. Industri tersebut umumnya menghasilkan produk-produk elektronik. Salah satu cluster industri yang berkembang di Taiwan adalah Hsinchu Science Park yang didirikan pada tahun 1997 yang menarik 127 perusahaan dengan total investasi yang disetujui mencapai 40 triliun USD.

Kebijakan yang mendukung pembangunan cluster secara grafis diperlihatkan oleh bagan berikut:

Gambar 3. Bagan Kebijakan Cluster Industri

(14)

 Penyediaan lahan yang sesuai;  Infrastruktur dan fasilitas

 Pengurangan pajak dan pendanaan R&D;  Pelayanan satu pintu.

2. Keterkaitan antara industri, universitas, dan lembaga penelitian

 Pusat kerjasama Industri-Universitas menyediakan kesempatan badi perusahaan-perusahaan untuk melakukan penelitian bersama universitas dan menawarkan pelayanan konsultasi di bidang telnologi;

 Pusat transfer teknologi mempunyai kewajiban untuk mentransfer hasil-hasil penelitian dari universitas kepada industri.

3. Kerjasama antar SMEs untuk membangun jaringan usaha yang mapan.  Dengan melakukan pertemuan-pertemuan antar SMEs

 Mendorong cluster industri regional dalam mendukung pembangunan ekonomi setempat

4. Kebijakan inkubator usaha

 Terdapat 88 inkubator di Taiwan

 Kebanyakan inkubator di Taiwan adalah inkubator akademis yang berlokasi di universitas-universitas. Inkubator ini berperan penting dalam kerjasama antara universitas dengan dunia industri, dan bertindak sebagai dasar yang penting dalam kerjasama antar industri terkait dengan sistem inovasi

 Inkubator menyebarkan pengetahuan dan teknologi dari akademisi kepada SMEs, mengembangkan inovasi di dalam cluster dan membantu SMEs yang inovatif untuk bergabung dalam cluster

5. Memperkenalkan keterkaitan supply chain kepada SMEs

 Peluncuran proyek yang bertujuan untuk membantu SMEs dalam industri komponen elektronik untuk membangun kapasitas e-commerce dimana terkait dengan multinasional supply chain

Kebijakan cluster industri yang diadaptasi oleh Taiwan pada dasarnya dalam bentuk orientasi pasar. Tujuan dari kebijakan ini adalah untul menciptakan mekanisme pasar yang akan mengarah pada bentul cluster industri. Suatu cluster industri harus dinamis dan terbuka bagi perusahaan-perusahaan baru. Keterbukaam ini adalah faktor utama yang menjadi kunci sukses cluster industri di Taiwan. Pemerintah memberikan dukungan bagi pembangunan cluster industri dengan menyediakan akses kepada insfrastruktur transportasi, mendukung perusahaan-perusahaan untuk berlokasi di sekitar cluster dan menciptakan komunikasi yang baik dengan cluster-cluster lainnya.

(15)

 Kualitas dan stabilitas sistem politik

 Sistem hukum yang dapat diandalkan dan efisien  Makroekonomi yang stabil

 Kebijakan-kebijakan perdagangan, investasi dan persaingan  Sistem pajak dan regulasi usaha

2. Sumberdaya, pelayanan, dan institusi pendukung:  Kegunaan, infastruktur dan logistik

 Sumber daya manusia dan pendidikan/ pelatihan  Pengembangan teknologi dan penelitian

 Pelayanan kewirausahaan dan pengembangan usaha  Sumberdaya dan institusi pembiayaan

 Informasi pasar dan industri

 Standard produk dan lingkungan serta institusi pendukung 3. Sistem pendukung hubungan global:

 Menarik investasi luar negeri  Promosi ekspor

 Membangun kerjasama dengan pembeli global  Mengadaptasi teknologi-teknologi baru

Dalam penerapan strategi-strategi tersebut dihadapkan pada beberapa masalah yang penting untuk diperhatikan diantaranya yaitu perubahan terus-menerus yang terjadi pada tingkat global; banyaknya jumlah cluster dalam jenis-jenis industri yang berbeda; institusi pendukung yang tidak dapat menanggapi dan memenuhi kebutuhan suatu cluster; tidak terpenuhinya kebutuhan dasar suatu cluster; banyaknya jumlah departemen dan institusi yang terlibat; dan kurangnya kepercayaan antara pemerintah, sektor swasta, dan institusi pendukung.

Strategi pengembangan hendaknya didasarkan pada pandangan jangka panjang. Kerangka strategi dan kebijakan ditujukan pada pengembangan daya saing dan inovasi cluster di dalam semua jenis industri. Strategi harus dibuat fleksibel, berorientasi pada tindakan langsung dan dengan pendekatan eksperimental dimana dilakukan penilaian dan pengamatan hasil secara terus menerus. Implementasi strategi hendaknya dilakukan melalui inisiatif dan kerjasama publik-privat sektor.

4. KESIMPULAN DAN SARAN 4.1. Kesimpulan

(16)

tanggal 11 Juni 2005. Program ini merupakan salah satu strategi dalam rangka pengurangan kemiskinan dan pengangguran serta peningkatan daya saing perekonomian nasional. Salah satu model pengembangan industri berbasis agribisnis yang diharapkan memiliki daya saing adalah model Agro-based Cluster, yang memperhatikan keterkaitan antara industri hulu, pertanian, industri hilir dan sektor jasa yang terfokus pada satu atau sekelompok produk tertentu (core product).

Agro-based cluster adalah suatu bentuk pendekatan yang berupa pemusatan kegiatan agribisnis di suatu lokasi tertentu. Upaya ini dilakukan guna meningkatkan efisiensi dan efektifitas dengan menurunkan komponen biaya dari hilir sampai hulu dalam produksi suatu komoditi. Bentuk pemusatan yang dilakukan adalah dimana dalam suatu kawasan tersedia subsistem-subsistem agribisnis dari subsistem agribisnis hulu, subsistem usahatani, subsistem agribisnis hilir yaitu agroindustri, jasa penunjang dan pemasaran. Pemusatan ini diharapkan dapat mengurangi biaya-biaya terutama biaya transportasi antar subsistem yang terfokus pada komoditas tertentu.

Pengembangan cluster industri diberbagai sektor sudah banyak dilakukan oleh beberapa negara. Pengembangan industri dalam bentuk cluster memberikan manfaat dalam bentuk mengurangi biaya transaksi, pengembangan teknokogi, kemudahaan akses pendanaan, kemudahan mendapatkan informasi, kemudahan dalam memasuki pasar, meningkatkan standar dan kualitas, dan lain sebagainya. Strategi-strategi yang diterapkan dalam pengembangan cluster industri umumnya memiliki kesamaan. Dimana dalam pengembangan cluster industri diperlukan suatu kondisi kerangka kerja dasar yang mendukung, sumberdaya dan kesanggupan, serta hubungan bisnis global. Strategi-strategi tersebut kemudian dikembangkan dengan memperhatikan kendala-kendala yang ada.

4.2. Saran

Penerapan dan pengembangan cluster industri di Indonesia sudah mulai dilakukan. Beberapa hal yang dapat disarankan bagi keberhasilan pengembangan cluster industri secara umum dan cluster berbasis pertanian (agrobased cluster) di Indonesia adalah sebagai berikut:

1. Pemenuhan kebutuhan dasar dari cluster industri harus dilakukan, antara lain:

 Stabilitas sistem politik dalam negeri yang terjaga terkait dengan keamanan berusaha.

 Kepastian hukum yaitu terjaminnya penyelenggaraan proses hukum yang efisien dan dapat dipercaya.

 Menjaga stabilitas perekonomian makro (tingkat suku bunga dan nilai tukar mata uang yang stabil).

 Perbaikan kebijakan-kebijakan perdagangan, perpajakan, dan investasi agar lebih efisien dan tepat sasaran dalam mengembangkan dunia usaha.

2. Penentuan jenis industri yang akan dikembangkan di dalam cluster dengan melihat sumberdaya yang dimiliki oleh suatu daerah berdasarkan pemetaan dan identifikasi keunggulan komparatif dan kompetitif.

3. Penyediaan sarana pendukung dengan pembangunan infrastruktur transportasi, komunikasi, pendanaan sesuai dengan jenis cluster yang akan dikembangkan.

4. Kebijakan berupa insentif dalam perpajakan dan pengurusan perijinan.

(17)

6. Pembentukan suatu lembaga yang khusus untuk mengatur dan memperlancar koordinasi lintas departemen dan lembaga, menangkap kebutuhan pengusaha dan menerjemahkannya kepada lembaga terkait.

7. Mengembangkan penelitian dengan memberikan insentif memadai kepada lembaga-lembaga penelitian yang tentunya melibatkan akademisi.

DAFTAR PUSTAKA

Carvajal, C.A. and C. Watanabe. 2003. Lessons from Japan’s Clustering Behavior-Engines of the Emerging Economies in Asia: Dynamics of Manufacturing Sectors in Japan. Tokyo Institute of Technology, Tokyo.

Chen, R.L. 2005. Creating a Favorable Environtment for SMEs Industrial Clustering. Ministry of Economic Affairs, Chinese Taipei.

Cote, R.P. 2002. Eco-industrial Networking: A Typology with Examples. Dalhouse University and Eco-efficiency Centre Halifax, Nova Scotia.

Husin, A.R. 2006. Malaysia’s Economic Development with Emphasis on Public-Private Collaboration. Directoral General Economic Planning Unit Malaysia, Kuala Lumpur.

International Rubber Study Group (IRSG). 2006. Posisi Karet Alam Dunia. http://www.rubberstudy.com.

Lembaga Penelitian dan Pengembangan Departemen Pertanian. 2006. Revitalisasi Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan. http://www.litbang.deptan.go.id.

McCann, P. 2001. Urban and Regional Economics. Oxford University Press, New York.

Mullai, N., J. Menkulasi and P. Kastrati. FDI and In-Country Business Alliances: Case of Albania. Ministry Of Economy, Albania.

Porter, M. 1990. The Competitive Advantage of Nations. The Free Press, New York.

Porter, M. 1998. Clusters and the New Economics of Competition. Harvard Business Review, Nov-Dec. pp(77-90).

Richard, F. 2005. Strategic Industrial Governance for Enhancing Competitiveness and Inovation in the New Global Setting. National Industrial Strategy for Enhancing Competitiveness and Diversification First Steering Committee Meeting. Riyadh.

Saragih, B. 2001. Suara dari Bogor: Membangun Sistem Agribisnis. Usese Sucofindo, Bogor.

Schmitz, H. 1992. On Clustering of Small Firms. IDS Bulletin, vol. 23, No.3, July.

Syahrani, H. 2001. Penerapan Agropolitan dan Agribisnis dala Pembangunan Ekonomi Daerah. Frontier, No.33, Maret.

(18)

Lampiran 1. Transformasi Agro-based Economy ke Industrial-based Economy Malaysia

Sumber: Husin (2006).

Lampiran 2. Diversifikasi Ekspor Malaysia

1970

1980

1990

2000

2003

2005

AgricultureConstructionManufacturing Mining Services

(19)

Sumber: Husin (2006).

Lampiran 3. Persetujuan Proyek Investasi Manufaktur di Malaysia, 2001-2005

Industry Capital Investment (RM million) Total

Number Domestic Foreign

(20)

Sumber: Carvajal and Watanabe (2004).

(21)

Gambar

Gambar 1. Prototipe Sistem Agribisnis
Gambar 2. Integrasi Cluster Industri di dalam Global Value Chain
Tabel 2. Produk Ekspor Karet Malaysia (Juta RM), 2000 - 2005
Tabel 3. Nilai ekspor Produk Karet Alam Malaysia Berdasarkan Jenis Tahun 2005
+2

Referensi

Dokumen terkait

Pada percobaan ini akan diperiksa berlakunya Hukum Hess yang menyatakan bahwa perubahan entalpi hanya tergantung pada keadaan awal dan keadaan akhir sistem dan tidak bergantung

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh mahasiswa Poltekkes Kemenkes Medan yang menggunakan fixed appliance di Jurusan Analis Kesehatan (11 orang), Farmasi (14 orang),

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan media gambar sketsa memberikan pengaruh terhadap keterampilan menulis karangan deskripsi siswa

Unsur hara yang terkandung dalam pupuk kandang kotoran unggas. (itik) bermanfaat dalam proses mineralisasi melepaskan hara dengan

Sistem Akuntansi Pemerintahan Daerah dan Kompetensi Sumber Daya Manusia terhadap Kualitas Laporan Keuangan Pemerintahan Daerah di Provinsi

Raya Palembang-Prabumulih Km 32 Inderalaya Ogan Ilir Sumatera Selatan Kodepos: 30622 Alamat email :

Lingkari jika pasien selalu ditempat tidur :Selalu ditempat tidur artinya tergantung pada perawat secara total  (RT + Selalu di tempat tidur = RR) Selalu Di Tempat

Retribusi Tempat Khusus Parkir yang selanjutnya disebut retribusi adalah pembayaran atas pelayanan penyediaan tempat khusus parkir yang khusus disediakan dan atau