• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Deskriptif Mengenai Derajat Self-Compassion pada Orang Tua yang Memiliki Anak Down Syndrome di Persatuan Orang Tua Anak dengan Down Syndrome (POTADS).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Deskriptif Mengenai Derajat Self-Compassion pada Orang Tua yang Memiliki Anak Down Syndrome di Persatuan Orang Tua Anak dengan Down Syndrome (POTADS)."

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

viii Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK

(2)

ix Universitas Kristen Maranatha

ABSTRACT

(3)

x Universitas Kristen Maranatha DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS LAPORAN SKRIPSI ... iii

SURAT PERNYATAAN PUBLIKASI LAPORAN SKRIPSI ... iv

KATA PENGANTAR ... v

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR BAGAN ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ...1

1.2 Identifikasi Masalah ...7

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian...7

1.3.1 Maksud Penelitian ...7

1.3.2 Tujuan Penelitian ...8

1.4 Kegunaan Penelitian...8

1.4.1 Kegunaan Teoritis ...8

(4)

xi Universitas Kristen Maranatha

1.5 Kerangka pikir ...9

1.6 Asumsi ...20

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Self Compassion ...21

2.1.1 Pengertian Self-compassion ... 21

2.1.2 Komponen Self-Compassion ... 24

2.1.2.1 Self-Kindness Vs Self Judgement ... 24

2.1.2.2 Common Humanity Vs isolation ... 25

2.1.2.3 Mindfulness Vs Over-Identity ... 27

2.1.3 Korelasi Antar Komponen ... 29

2.1.4 Faktor-faktor yang Memengaruhi ... 30

2.1.4.1 Personality ... 31

2.1.4.2 Jenis Kelamin ... 33

2.1.4.3 Budaya ... 34

2.1.4.4 The Role of Parent ... 36

2.1.4.5 Modeling Parents ... 41

2.1.5 Manfaat Self-Compassion ... 42

2.1.5.1 Emotional and Psychological Well-Being ... 42

2.1.5.2 Moivasi ... 44

2.1.5.3 Kesehatan ... 45

2.1.5.4 Hubungan Interpersonal ... 46

(5)

xii Universitas Kristen Maranatha

2.1.6 Perkembangan Usia Dewasa ... 48

2.17 Compassion for Orthers ... 49

2.2 Dampak Self-Compassion ... 51

2.2Anak Down Syndrome... .53

2.2.1 Sejarah Down Syndrome ... 53

2.2.2 Karakteristik Anak Down Syndrome ... 54

2.2.3 Klasifikasi Down Syndrome ... 57

2.2.4 Hambatan Belajar dan Perkembangan Anak Down Syndrome ... 59

2.2.5 Keluarga dengan Anak Down Syndrome ... 68

2.2.6 Respon Orang Tua ... 69

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian ...71

3.2 Bagan Rancangan Penelitian ... 71

3.3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 72

3.3.1 Variabel Penelitian ... 72

3.3.2 Definisi Konseptual ... 72

3.3.3 Definisi Operasional ... 72

3.4 Alat Ukur Self-Compassion ... 73

3.4.1 Prosedur Pengisian Alat Ukur ... 74

3.4.1.1 Sistem Penilaian Alat Ukur ... 74

3.5 Data Pribadi dan Data Penunjang ... 75

(6)

xiii Universitas Kristen Maranatha

3.5.2 Data Penunjang ... 76

3.6 Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ... 76

3.6.1 Validitas Alat Ukur ... 76

3.6.2 Reliabilitas Alat Ukur ... 76

3.7 Populasi Sasaran dan Teknik Pengambilan Sampel ... 77

3.7.1 Populasi Sasaran ... 77

3.7.2 Karakteristik Populasi ... 77

3.8 Data Pribadi ... 77

3.8.1 Teknik Pengambilan Sampel ... 77

3.8.2 Teknik Analisis Data ... 77

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran responden ... 79

4.2 Hasil penelitian ... 81

4.3 Pembahasan ... 83

BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 92

5.2 Saran ... 93

5.2.1 Saran Teoritis ... 93

5.2.2 Saran Praktis ... 93

DAFTAR PUSTAKA ... 95

(7)

xiv Universitas Kristen Maranatha DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Kisi-kisi Alat Ukur Self-compassion ... 74

Tabel 3.2 Tabel Skoring ... 75

Tabel 3.3 Validitas Alat Ukur ... 76

Tabel 4.1 Gambaran responden berdasarkan jenis kelamin ... 79

Tabel 4.2 Gambaran responden berdasarkan usia ... 79

Tabel 4.3 Gambaran responden berdasarkan tingkat pendidikan ... 80

Tabel 4.4 Gambaran responden berdasarkan usia anak Down Syndrome ... 81

Tabel 4.5 Gambaran self-compassion ... 81

Tabel 4.6 Gambaran tabulasi silang self-compassion dengan aspek ... 82

Tabel 4.7 Common Humanity dengan Self-compassion ... 82

(8)

xv Universitas Kristen Maranatha DAFTAR BAGAN

(9)

xvi Universitas Kristen Maranatha DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Surat pengesahan pengambilan data Lampiran 2 : Lembar Persetujuan

Lampiran 3 : Kisi-Kisi Alat Ukur Self-Compassion Lampiran 4 : Alat Ukur self-compassion

Lampiran 5 : Tabel Data Mentah

(10)

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Dalam perjalanan hidup manusia dewasa, pada umumnya akan masuk masa pernikahan. Berbagai harapan mengenai keinginan memiliki anak pun mulai tumbuh saat orang tua memasuki masa pernikahan. Pada kenyataannya tidak semua harapan orang tua terjadi seperti yang diinginkan. Harapan itu dapat berubah menjadi kekecewaan ketika orang tua mengetahui bahwa anak yang dilahirkan memiliki keterbatasan atau hambatan perkembangan. Anak yang lahir dengan hambatan perkembangan sering disebut anak berkebutuhan khusus (Delphie, 2004).

Anak berkebutuhan khusus berbeda dari kebanyakan anak lainnya, karena memiliki kekurangan seperti keterbelakangan mental, kesulitan belajar, gangguan emosional, keterbatasan fisik, gangguan bicara dan bahasa, kerusakan pendengaran, kerusakan penglihatan, ataupun memiliki keberbakatan khusus (Hallahan & Kauffaman, 2006). WHO memperkirakan jumlah anak berkebutuhan khusus di Indonesia sekitar 7-10 % dari total anak usia 0-18 tahun

atau sebesar 6,2 juta anak pada tahun 2010

(11)

2

Universitas Kristen Maranatha

Indonesia pada tahun 2013 sekitar 4,2 juta jiwa, yang salah satu klasifikasinya adalah Down Syndrome (http://health.detik.com/read/2013/07/17/184234/ 2306161/ 1301/jumlah-anak-berkebutuhan-khusus-di-indonesia-diperkirakan-42-juta. 23-01-2013).

Down Syndrome merupakan suatu bentuk kelainan kromosom yang

terjadi karena kegagalan sepasang kromosom untuk saling memisahkan diri pada saat terjadinya pembelahan. Hal ini mengakibatkan terbentuknya kromosom 21 (trisomy 21) yang berdampak pada keterlambatan pertumbuhan fisik dan mental penyandangnya (Selikowitz, 2001). Pada beberapa kasus, dokter atau ahli perlu menunggu hasil pemeriksaan kromosom sebelum memastikan bahwa anak tersebut mengalami Down Syndrome. Namun, seringkali gangguan ini dapat dikenali tidak lama setelah dilahirkan dengan melihat ciri-ciri fisik anak Down Syndrome. Ciri-ciri anak Down Syndrome diantaranya adalah bentuk wajah

mirip orang Mongol, jari-jari yang pendek, pertumbuhan gigi lambat, tingkat intelektual yang dibawah orang normal, terlambatnya berbagai tahap perkembangan dari kebanyakan anak pada usianya.

Sebagian besar orang tua menunjukkan perasaan syok, bingung, malu, terkejut, sedih, kecewa, marah, tidak percaya, bahkan tidak sedikit orang tua yang menolak anaknya ketika diberitahukan memiliki anak Down Syndrome (Selikowitz, 2001). Beban yang dialami oleh orang tua ketika memiliki anak Down Syndrome membuat tiga orang wanita, yaitu (alm) Aryati Supriono, Noni

(12)

3

Universitas Kristen Maranatha

Tujuan utama POTADS adalah untuk memberdayakan orang tua anak dengan Down Syndrome agar selalu bersemangat membantu tumbuh kembang anak spesialnya secara maksimal sehingga mereka mampu menjadi pribadi yang mandiri, bahkan berprestasi dan dapat diterima masyarakat luas. Dengan tujuan tersebut POTADS memiliki visi utama yaitu menjadi pusat informasi dan konsultasi terlengkap tentang Down Syndrome di Indonesia. Dan misinya adalah: memiliki pusat informasi yang dapat diakses 24 jam, baik melalui surat, telepon, internet, maupun media komunikasi lainnya. Menyediakan informasi terkini tentang perkembangan Down Syndrome, baik secara ilmiah maupun pengalaman dari orang lain. Menyebar luaskan informasi mengenai Down Syndrome kepada anggota yang membutuhkan dan tempa-tempat yang dapat

diakses oleh para orang tua yang memiliki anak Down Syndrome, seperti rumah sakit, klinik, puskesmas, sampai posyandu. Memberikan konsultasi secara kelompok maupun individu sesuai kebutuhan. Menyelenggarakan kegiatan-kegiatan yang mendukung penyebarluasan informasi tentang Down Syndrome kepada masyarakat luas agar lebih menghargai para penyandang Down Syndrome sebab keadaan fisik dan tingkah laku yang berbeda dari anak-anak

lainnya seringkali menimbulkan pandangan negatif dari orang yang melihat anak Down Syndrome.

(13)

4

Universitas Kristen Maranatha

bertemu dengan anak Down Syndrome, bahkan tidak sedikit masyarakat yang menyamakannya dengan orang gila.

Tanggapan dan penilaian negatif yang terjadi di masyarakat atas anak Down Syndrome menimbulkan berbagai reaksi orang tua saat pertama kali

mengetahui anaknya Down Syndrome. Hal ini sejalan dengan hasil wawancara yang dilakukan dengan ibu Rina selaku salah satu pengurus POTADS (Persatuan Orang tua Anak dengan Down Syndrome). Menurut penuturan beliau, keadaan fisik dan tingkah laku yang mudah dikenali menimbulkan beban tersendiri ketika orang tua memiliki anak Down Syndrome. Sebab tidak semua orang tua anak Down Syndrome mendapati anak mereka bersifat tenang, menyenangkan,

berprestasi dan mudah untuk diatur. Sebagian orang tua lainnya harus berhadapan dengan anak Down Syndrome yang secara tempramen sulit untuk dikendalikan. Kesulitan orang tua untuk mengendalikan anak Down Syndrome diantaranya mengenai perilaku anak yang sering memukul, menggigit, hiperaktif, tantrum, dan sulit berkonsentrasi, yang tidak jarang memberikan beban ketika orang tua sudah mulai dapat menerima anak Down Syndrome (Selikowitz, 2001).

(14)

5

Universitas Kristen Maranatha

tua sering merasa khawatir mengenai ketidakpastian akan masa depan anak Down Syndrome. Hal ini terkait mengenai siapa yang akan merawat anak Down

Syndrome apabila orang tua meninggal nanti dan bagaimana kelangsungan hidup

anak Down Syndrome dengan kemampuannya yang sangat terbatas.

Disisi lain, tidak sedikit orang tua yang dapat mengatasi keterpurukannya sehingga berhasil mendidik dan memelihara anak Down Syndrome menjadi pribadi yang mandiri bahkan memperoleh prestasi. Menurut beliau (ibu Rina), adanya hambatan perkembangan pada anak Down Syndrome tidak serta merta membuat anak Down Syndrome tidak memiliki masa depan. Beberapa orang tua yang tergabung di POTADS memiliki anak yang berprestasi pada bidang olahraga, akademik, dan bisnis.

Menghadapi situasi dan kondisi dalam merawat dan membesarkan anak Down Syndrome, sebagian besar orang tua akan lebih banyak memberikan waktu

dan mendahulukan kepentingan anak Down Syndrome dibandingkan dirinya sendiri. Hal ini disebut compassion for other, yaitu kemampuan individu untuk menyadari dan melihat secara jelas kesulitan orang lain, serta memberikan kebaikan, kepedulian, dan pemahaman terhadap penderitaaan orang lain (Neff, 2003). Namun, bila orang tua yang memiliki anak Dowm Syndrome lebih banyak memberikan compassion for other, akan mengakibatkan compassion fatigue yang berarti ia memiliki self-comppassion rendah.

Self-compassion adalah keterbukaan dan kesadaran terhadap penderitaan

(15)

6

Universitas Kristen Maranatha

melihat suatu kejadian sebagai pengalaman yang dialami oleh semua manusia (Neff, 2003). Self-compassion dibangun oleh tiga komponen yang saling berkaitan, yaitu self-kindness, common humanity, dan mindfulness (Neff,2003).

Pada studi pendahuluan kepada sepuluh orang tua yang memiliki anak Down Syndrome di Persatuan Orang tua Anak dengan Down Syndrome

(POTADS), diperoleh data bahwa empat orang (40%) tidak mengkritik diri dan tidak menyalahkan dirinya secara berlebihan perihal anak yang terlahir mengalami Down Syndrome. Walaupun pada awalnya orang tua sangat terpukul ketika mendengar diagnosa dokter mengenai anaknya, namun saat ini orang tua sudah dapat menerima keadaan anaknya. Hal ini dinamakan self-kindness yaitu bersikap hangat dan memahami diri sendiri saat menghadapi penderitaan, kegagalan, dan ketidaksempurnaan tanpa menghakimi diri (Neff, 2003). Sedangkan enam orang (60%) memiliki self-kindness rendah, yang mengatakan bahwa dirinya terkadang dapat menerima kondisi anak Down Syndrome, namun perasaan-perasaan pesimis mengenai kondisi anaknya seringkali datang dan orang tua yang mengkritik diri ketika tidak mengerti apa yang anaknya inginkan.

Seluruh responden (100%) menganggap bahwa kesulitan dalam merawat dan menjaga anak Down Syndrome merupakan peristiwa yang tidak hanya dialami oleh orang tua seorang diri, tetapi juga dialami oleh seluruh orang tua yang memiliki anak Down Syndrome di POTADS. Hal ini dinamakan common humanity yaitu kesadaran individu bahwa kesulitan hidup dan kegagalan

(16)

7

Universitas Kristen Maranatha

Enam orang (60%) responden menyatakan bahwa mereka menyadari dan menerima sepenuhnya kenyataan dimana orang tua memiliki anak Down Syndrome, karena bersedih selama apapun tidak akan merubah kenyataan bahwa

orang tua memiliki anak Down Syndrome. hal ini dinamakan mindfulness yaitu kemampuan individu untuk menerima dan melihat secara jelas perasaan dan pikiran diri sendiri saat mengalami kegagalan dengan apa adanya, tanpa disangkal atau ditekan (Neff,2003). Sedangkan empat orang (40%) responden mengatakan bahwa ketika, melihat kondisi anaknya yang Down Syndrome, orang tua terkadang memiliki pikiran negatif mengenai anaknya, tidak jarang pula orang tua yang secara terus-menerus menyalahkan dirinya dan menangis berlarut-larut karena kegagalan yang ia lakukan kepada anaknya.

Perbedaan derajat komponen self-compassion pada orang tua anak Down Syndrome berdampak pada bagaimana cara orang tua bersikap untuk mendidik

dan membesarkan anak Down Syndrome. Akan tetapi dengan bergabungnya orang tua di POTADS diharapkan orang tua anak Down Syndrome memiliki self-compassion yang tinggi, sebab orang tua anak Down Syndrome dapat saling

membantu satu dengan yang lainnya perihal mendidik dan merawat anak Down Syndrome.

(17)

8

Universitas Kristen Maranatha

peristiwa yang menimbulkan stres, kecemasan, depresi, dan dapat memunculkan perasaan positif yang berdampak pada kesejahteraan emosional diri sendiri pada saat kehidupan tidak berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan (Neff, 2003).

Berdasarkan data dan pemaparan di atas, dapat dipahami pentingnya orang tua anak Down Syndrome untuk memiliki self-compassion yang tinggi, baik itu bagi diri sendiri maupun bagi optimalisasi perkembangan anak Down Syndrome. Oleh karena itu peneliti merasa tertarik untuk meneliti lebih

mendalam mengenai self-compassion pada orang tua yang tergabung di Persatuan Orang tua Anak dengan Down Syndrome (POTADS).

1.2 Identifikasi Masalah

Melalui penelitian ini ingin diketahui bagaimana derajat self-compassion yang dimiliki oleh orang tua yang memiliki anak Down Syndrome di Persatuan Orang tua Anak dengan Down Syndrome (POTADS).

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian

1.3.1 Maksud Penelitian

Maksud penelitian ini adalah ingin memperoleh gambaran mengenai self-compassion pada orang tua yang memiliki anak Down Syndrome di Persatuan

Orang tua Anak dengan Down Syndrome (POTADS). 1.3.2 Tujuan Penelitian

(18)

9

Universitas Kristen Maranatha

anak Down Syndrome di Persatuan Orang tua Anak dengan Down Syndrome (POTADS).

1.4Kegunaan Penelitian

1.4.1 Kegunaan Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk :

1. Memberikan sumbangan pengetahuan bagi ilmu psikologi mengenai self-compassion pada orang tua anak Down Syndrome khususnya di bidang

klinis dan psikologi keluarga.

2. Dapat dijadikan bahan referensi bagi peneliti selanjutnya pada bidang keluarga dan anak berkebutuhan khusus mengenai self-compassion . 1.4.2 Kegunaan Praktis

1. Penelitian ini dapat memberikan gambaran bagi orang tua yang memiliki anak Down Syndrome di POTADS mengenai derajat self-compassion yang dimiliki.

2. Memberikan informasi bagi psikolog, terapis, atau pengurus di Persatuan Orang tua Anak dengan Down Syndrome (POTADS), dalam usahanya untuk memberikan konsultasi dan penyuluhan mengenai self-compassion pada orang tua yang memiliki anak Down Syndrome.

1.5Kerangka Pikir

Down Syndrome merupakan suatu bentuk kelainan kromosom yang

(19)

10

Universitas Kristen Maranatha

(Davison dkk, 2006). Salah satu wadah orang tua dapat berbagi dan mendapatkan informasi mengenai anak Down Syndrome adalah POTADS (Persatuan Orang Tua Anak Down Syndrome).

Keterbatasan yang terjadi pada anak Down Syndrome membuat orang tua harus banyak meluangkan waktu, pikiran, perasaan dan tenaga untuk merawat dan menjaga anak Down Syndrome. Selikowitz (2001) mengatakan bahwa kemajuan perkembangan anak Down Syndrome akan terjadi jika di dalam keluarganya, orang tua tidak hanya meluangkan waktu untuk merawat dan menjaga anak Down Syndrome, namun juga memiliki waktu untuk merawat dan memberikan perhatian kepada dirinya sendiri.

Kemampuan orang tua untuk dapat memperhatikan dan memberikan kasih sayang kepada diri sendiri disebut oleh Neff sebagai self-compassion. Self-compassion adalah keterbukaan dan kesadaran terhadap penderitaan diri sendiri,

tanpa menghindari penderitaan itu, memberikan pengertian kepada diri sendiri tanpa menghakimi kekurangan dan kegagalan yang dialami, serta melihat suatu kejadian sebagai pengalaman yang dialami oleh semua manusia (Neff, 2003).

Self-compassion memiliki tiga komponen yaitu self-kindness, common

humanity, dan mindfulness (Neff, 2011). Self kindness adalah kemampuan

individu untuk memahami dan menerima diri apa adanya serta memberikan kelembutan, bukan menyakiti dan menghakimi diri sendiri. Jika orang tua anak Down Syndrome memiliki self-kindness yang tinggi, orang tua akan dapat

(20)

11

Universitas Kristen Maranatha

anak Down Syndrome memiliki self-kindness yang rendah, orang tua akan cenderung memberikan kritik negatif secara berlebihan kepada dirinya sendiri ketika ia merasa gagal dan tidak berguna dalam merawat dan mendidik anak Down Syndrome. Self-kindness dapat dilakukan oleh orang tua misalnya dengan

mengambil waktu sejenak untuk memahami diri sendiri dan mulai berhenti mengatakan maupun berpikir hal buruk mengenai anak Down Syndrome.

Komponen selanjutnya dari self-compassion adalah common humanity. Common humanity adalah kesadaran individu bahwa kesulitan hidup dan

kegagalan merupakan bagian dari kehidupan yang dialami oleh semua manusia, bukan hanya dialami oleh diri sendiri (Neff, 2003). Ketika orang tua anak Down Syndrome menyadari bahwa apa yang dialami sekarang ini tidak hanya dialami

seorang diri, namun banyak orang tua di dunia ini yang juga mengalami hal yang sama, perihal merawat dan mendidik anak mereka yang Down Syndrome, maka hal tersebut akan meningkatkan common humanity yang dimiliki oleh orang tua. Seperti dengan bergabungnya orang tua anak Down Syndrome pada POTADS, hal ini dapat menyadarkan bahwa orang tua lain mengalami hal serupa perihal mendidik dan merawat anak Down Syndrome.

(21)

12

Universitas Kristen Maranatha

sabar dalam mendidik anak, juga cukup cekatan dalam menyiapkan makanan untuk anak serta tidak menyalahkan dirinya secara terus menerus akan kesalahan yang telah ia lakukan. Sebaliknya, orang tua yang memiliki mindfulness yang rendah akan cenderung tidak mengakui bahwa dirinya telah gagal ataupun mengeluarkan emosi negatif yang berlebihan ketika gagal.

Selain ketiga komponen tersebut, derajat self-compassion orang tua anak Down Syndrome dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu personality

(kepribadian), jenis kelamin, culture atau budaya dan pola asuh.

Self-compassion yang dimiliki orang tua anak Down Syndrome

dipengaruhi pada tipe personality yang dimilikinya. The big five menjelaskan lima dimensi kepribadian, antara lain: openness to experiences, conscientiousness, extraversion, agreeableness, dan neuroticism. Misalnya

hubungan self-compassion dengan neuroticism yang dirasakan orang tua anak Down Syndrome. Semakin tinggi derajat neuroticism yang dimiliki orang tua,

maka semakin rendah derajat self-compassion yang dimiliki orang tua tersebut, hal ini dikarenakan derajat neuroticism yang tinggi akan membuat orangtua merasa terancam, tidak aman, sehingga terlalu berlebihan dalam menghadapi suatu permasalahan. Sebagai contoh, dalam menghadapi kegagalan merawat anak, orangtua yang dapat menerima saran dari orangtua lainnya (agreeableness) dan mudah menceritakan (sharing) masalah yang menimpanya kepada orangtua lain (extraversion) akan memiliki derajat self-compassion yang lebih tinggi, karena dimensi openness to experiences,

(22)

13

Universitas Kristen Maranatha

lebih terbuka, lebih dapat menerima dengan tegar, mampu melakukan sharing mengenai permasalahan yang dihadapinya, juga akan lebih dapat

menenangkan dirinya.

Self-compassion juga dipengaruhi oleh jenis kelamin. Penelitian

menunjukkan bahwa wanita lebih sering mengulang-ulang pemikiran mengenai kekurangan yang dimilikinya, dan perempuan juga cenderung lebih sering merenungkan masa lalu secara terus menerus dibandingkan laki-laki. Selain itu tuntutan dari lingkungan yang mengharuskan perempuan untuk dapat lebih memperhatikan orang lain, dan tidak diajarkan untuk memperhatikan dirinya sendiri, juga membuat perempuan cenderung lebih memiliki derajat self compassion yang rendah dari pada laki-laki (Neff, 2011).

Latar belakang budaya juga turut memengaruhi bagaimana derajat self-compassion yang dimiliki oleh orang tua anak Down Syndrome. Hal ini

dikarenakan, kebudayaan dari masing-masing orang tua yang mengajarkan bagaimana orang tua membawa diri atau menempatkan diri dan merespon masalah yang dihadapi dalam keluarganya, sehingga derajat self-compassion yang dimiliki setiap orang akan berbeda. Orang tua di negara Asia yang pada umumnya menganut budaya collectivist dan bergantung kepada orang lain, akan memiliki derajat self-compassion yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan orang tua di Budaya Barat yang menganut budaya individualist .

Self-compassion yang dimiliki seseorang dapat tumbuh dari apa yang

(23)

14

Universitas Kristen Maranatha

masalah tersebut, akan berpengaruh terhadap generasi berikutnya (anak). Orang tua anak Down Syndrome yang melihat orang tuanya melakukan self-compassion pada saat mengalami masalah, akan cenderung dapat melakukan compassion terhadap dirinya terutama di masa-masa sulit dalam merawat anak mereka yang Down Syndrome. Sebaliknya, ketika orang tua anak Down Syndrome melihat

orang tuanya mengkritik diri secara berlebihan, berpikir negatif, dan tidak melakukan self-compassion ketika mengalami masa-masa sulit, maka hal tersebut juga yang dicontoh oleh orang tua anak Down Syndrome pada saat orang tua mengalami kesulitan dalam merawat dan mendidik anak Down Syndrome.

Dari penjelasan di atas diketahui bahwa ketika orang tua memiliki self-compassion yang tinggi, maka orang tua akan memahami kekurangan dalam

dirinya, memberikan empati, dan menggantikan kritikan terhadap dirinya karena memiliki anak Down Syndrome dengan memberikan respons yang lebih baik terhadap dirinya sendiri. Orang tua dapat memberikan rasa aman dan perlindungan sehingga dapat menyadari bahwa kekurangan dan ketidaksempurnaan merupakan bagian dari kehidupan. Orang tua akan lebih terhubung dengan orang tua lain yang juga memiliki kekurangan dan kerentanan pada saat memiliki anak Down Syndrome. Sehingga orang tua dapat melihat kekurangan atau kegagalan yang dihadapi secara objektif, tanpa menghindari atau melebih-lebihkan hal tersebut.

(24)

15

Universitas Kristen Maranatha

mampu mempertahankan keseimbangan emosinya pada saat terjadi hal yang membingungkan dalam merawat anak Down Syndrome. Selain itu, Neff (2003) juga menjelaskan bahwa self-compassion memberikan seseorang keberanian yang tenang dalam mengadapi berbagai emosi yang tidak diinginkan, sehingga ketika orang tua memiliki self-compassion yang tinggi, maka orang tua akan memiliki lebih banyak perspektif terhadap masalahnya dan sedikit yang akan memilih untuk mengisolasi dirinya ketika terjadi masalah pada anak Down Syndrome.

Sebaliknya jika orang tua anak Down Syndrome menunjukkan derajat self compassion yang rendah, maka orang tua akan terus-menerus mengkritik

diri secara berlebihan pada saat mengalami kegagalan atau menghadapi kekurangan dalam dirinya pada saat merawat dan menjaga anak Down Syndrome. Orang tua lebih memperhatikan kekurangan yang ada tanpa melihat

kelebihan yang dimiliki, sehingga orang tua menunjukan pandangan yang sempit bahwa hanya dirinya yang memiliki kekurangan dan harus menghadapi kegagalan dalam mengasuh anak Down Syndrome. Orang tua cenderung akan menghindar dari kekurangan dan kegagalan yang dihadapi untuk tidak terus-menerus merasakan perasaan sedih atau kecewa akibat memiliki anak Down Syndrome, atau sebaliknya orang tua bersikap melebih-lebihkan kegagalan yang

(25)

16

Universitas Kristen Maranatha Bagan 1.1 Kerangka Pikir

Faktor yang memengaruhi: 1. Personality

2. Jenis kelamin

3. Pola asuh (dalam maternal critism, dan modeling)

4. Culture/budaya

Orang tua yang memiliki anak Down Syndrome di Persatuan

Orang tua Anak dengan Down Syndrome (POTADS)

Self Compassion

Tinggi

Rendah

Komponen self-compassion: 1. Self-kindness

(26)

17

Universitas Kristen Maranatha 1.6 Asumsi

1. Diperlukan self-compassion yang tinggi untuk merawat dan mendidik anak Down Syndrome.

2. Self compassion terdiri dari tiga komponen yaitu self-kindness, common humanity, dan mindfulness yang dapat menentukan derajat self

compassion orang tua yang memiliki anak Down Syndrome di Persatuan

Orang tua Anak dengan Down Syndrome (POTADS).

3. Orang tua yang memiliki anak Down Syndrome di Persatuan Orang tua Anak dengan Down Syndrome (POTADS) memiliki self compassion yang bervariasi yang dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal adalah personality atau kepribadian dan jenis kelamin. Sedangkan faktor eksternal meliputi culture atau kebudayaan dan peran orang tua, yang meliputi adanya attachment, maternal criticsm, modeling.

4. Jika orang tua yang memiliki anak Down Syndrome di Persatuan Orang tua Anak dengan Down Syndrome (POTADS) memiliki derajat yang tinggi dalam ketiga komponen self-kindness, common Humanity, mindfulness, berarti orang tua tersebut memiliki self compassion yang

(27)

92 Universitas Kristen Maranatha BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil analisa dan pembahasan mengenai Self-compassion pada 40 orang tua yang tergabung di Persatuan Orang tua Anak dengan Down Syndrome (POTADS), maka dapat disimpulkan:

1. Derajat self-compassion yang dimiliki oleh orang tua yang memiliki anak Down Syndrome di Persatuan Orang tua Anak dengan Down Syndrome

(POTADS) termasuk dalam kategori tinggi.

2. Dari ketiga komponen self-compassion yaitu self kindness, common humanity dan mindfulness, ketiganya berkaitan dengan self-compassion.

3. Dari faktor-faktor yang memengaruhi self-compassion, faktor personality openness, extraversion, conscientiousness, menunjukkan adanya keterkaitan antara faktor yang memengaruhi dengan derajat self-compassion.

4. Derajat self-compassion yang tinggi, tidak berkaitan dengan faktor jenis kelamin, modelling, budaya, dan personality agreeableness.

(28)

93

Universitas Kristen Maranatha 5.2 Saran

5.2.1 Saran Teoritis

Berdasarkan pembahasan yang telah dikemukakan sebelumnya, maka peneliti, mengajukan beberapa saran, yaitu :

1. Untuk penelitian selanjutnya yang berminat untuk meneliti self-compassion, disarankan untuk perlu dilakukan penelitian dengan

membandingkan self-compassion orang tua yang ingin masuk POTADS dan self-compassion orang tua yang sudah masuk POTADS.

2. Melakukan penelitian hubungan antara self-compassion dengan faktor yang mempengaruhi, khususnya attachment.

5.2.2 Saran Praktis

(29)

95 Universitas Kristen Maranatha DAFTAR PUSTAKA

Duhita, Olivia. 2013. Cahaya Hidupku. Jakarta: PT Dian Rakyat.

Kumar, Rajit. 1999. Research Methodology. London : Sage Publications

Moleong, L.J. 2000. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Neff, K. D. 2009. Self-Compassion. In M. R. Leary & R. H. Hoyle (Eds.). Handbook of Individual Differences in Social Behavior (pp. 561-573). New York: Guilford Press.

Neff, K. D. Self-Compassion. In S. Lopez (Ed.), The Encyclopedia of Positive Psychology (pp. 864-867). University of Texas at Austin.

Neff, K. D. 2003. The Development and Validation of a Scale to Measure Self-Compassion. University of Texas at Austin, Austin, Texas, USA

Neff, K. D., Rude, Stephanie, S., Kirkpatrick, L.K. (2006). An examination of self-compassion in relation to positive psychological functioning and personality traits. University of Texas at Austin : Educational Psychology Department.

Santrock. 2002. Life-Span Development (Perkembangan Masa Hidup). Jilid 2. Jakarta: Erlangga

Santrock. 2007. Perkembangan Anak.Jilid 1.Jakarta: Erlangga

Selikowitz, Mark. 2001. Mengenal Sindroma Down / Mark Selikowitz ; alih bahasa, Rini Surajadi. Jakarta: Arcan.

(30)

96 Universitas Kristen Maranatha DAFTAR RUJUKAN

http://ayupw-whiterose.blogspot.com/p/down-syndrome.html

http://childrenclinic.wordpress.com/2010/10/24/down-syndrome-deteksi-dini-pencegahan-dan-penatalaksanaan-sindrom-down/

http://docsfiles.com/pdf_anak_down_syndrome.html http://en.wikipedia.org/wiki/Self-compassion

http://health.detik.com/read/2013/07/17/184234/2306161/1301/jumlah-anak-berkebutuhan-khusus-di-indonesia-diperkirakan-42-juta

http://potads.or.id/

http://www.psycholovegy.com/2012/05/definisi-penyebab-dan-ciri-ciri-down.html

http://www.self-compassion.org/

http://www.gizikia.depkes.go.id/archives/sekretariat/keterbatasan-bukanlah-halangan

http://www.livescience.com/14144-parenting-tips-compassion-esteem.html

http://www.washingtonpost.com/blogs/on-parenting/post/the-new-science-of-self-compassion/2012/04/02/gIQAlLQQvS_blog.html

http://www.huffingtonpost.com/kristin-neff/caregivers_b_1503545.html

http://www4.cuhk.edu.hk/icare/icare_media/Projects/Research/2011/i.care_resear ch_r21_11.pdf

Gambar

Tabel 4.1 Gambaran responden berdasarkan jenis kelamin  ............................. 79

Referensi

Dokumen terkait

Metode yang digunakan oleh perusahaan yang berproduksi berdasarkan pesanan dimana biaya-biaya produksi dikumpulkan untuk pesanan tertentu dan harga pokok produksi

Hal ini sejalan dengan nilai dari parameter rasa yang dihasilkan ketiga jenis stik ikan ini dimana tidak terdapat perbedaan yang nyata pada semua stik ikan

Pada pembuatan cilok dengan daging ayam jumlah air yang ditambahkan lebih banyak dibandingkan dengan cilok dengan bahan daging sapi sehingga menyebabkan rasa

Kulit tersusun atas tiga lapisan, yaitu epidermis (lapisan luar/kulit ari), dermis (lapisan dalam/kulit jangat, dan hipodermis (jaringan ikat dibawah kulit).. Kulit dibagi menjadi

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh Komunikasi dan Motivasi terhadap kinerja bisnis pada PT Bank Mandiri (Persero).. Tbk Cabang Simpang

1) Multipleks antara byte alamat rendah (A0 s/d A7) dan data (D0 s/d D7) pada saat mengakses memori program eksternal atau memori data eksternal. Pada fungsi ini, port 0 membutuhkan

etika dan moral, maka kita sudah dapat mengerti bahwa antara etika dan moral tampak memiliki persoalan yang cendrung sama, yaitu nilai-nilai yang dianut oleh manusia dalam mengatur

Sifat polipropilena jenis ini adalah memiliki kekakuan tinggi, ketahanan terhadap tumbukan yang cukup baik pada temperatur rendah (- 20°C), sifat insulasi listrik yang baik,