• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Antara Dukungan Emosional dan Resiliency pada Odha di Yayasan 'X' Bandung.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Antara Dukungan Emosional dan Resiliency pada Odha di Yayasan 'X' Bandung."

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul ”Hubungan Antara Dukungan Emosional Dan Resiliency Pada ODHA Di Yayasan ‘X’ Bandung”. Tujuannya adalah mengetahui

hubungan antara dukungan emosional dan resiliency pada ODHA di Yayasan ‘X’

Bandung. Rancangan penelitian yang digunakan adalah metode korelasional dengan teknik survei. Populasi yang memenuhi karakteristik penelitian ini berjumlah 50 orang yang diambil dengan teknik purposive sampling.

Alat ukur yang digunakan adalah dua buah kuesioner yang disusun oleh peneliti berdasakan teori dukungan emosional dari House (1981, dalam Vaux, 1988) dan teori resiliency dari Benard (2004) yang berisi 100 item yang terdiri dari dari 40 item dukungn emosional dan 60 item resiliency. Berdasarkan uji validitas dengan menggunakan rumus Spearman dan reliabilitas mengunakan rumus Alpha Cronbach, diperoleh 37 item valid dengan validitas berkisar antara 0.340-0.833 dan reliabilitas 0.960 yang berarti alat ukur yang digunakan memiliki reliabilitas sangat tinggi untuk dukungan emosional dan 57 item valid dengan validitas berkisar antara 0.313-0.848 dan reliabilitas 0.965 yang berarti alat ukur yang digunakan memiliki reliabilitas sangat tinggi untuk resiliency.

(2)

ABSTRACT

The title of tihis study is Correlation between Emotional Support and

Resiliency on People Living With HIV/AIDS in Foundation ‘X’. The aim is to

acquire a clear representation about the relation between emotional support and resiliency among people living with HIV/AIDS. This study design is co-relational method using survey technique. The population is 50 people which were taken with purposive sampling technique.

The instrument used is two questionnaires which were compiled by writer based on the theory of emotional support from House (1981, in Vaux, 1988), and the theory of resiliency from Benard (2004) consist of 100 items, 40 items for emotional support and 60 items for resiliency. Based on Spearman validity test and Alpha Cronbach reliability test, the writer discovered 37 valid items, with validity ranging from 0.340-0.833 and reliability around 0.960, meaning that the instrument used has very high reliability for emotional support and 57 valid items with validity ranging from 0.313-0.848 and reliability around 0.965, meaning that the instrument used has very high reliability for resiliency.

(3)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR BAGAN ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1Latar Belakang Masalah ... 1

1.2Identifikasi Masalah ... 8

1.3Maksud dan Tujuan Penelitian ... 8

1.3.1 Maksud Penelitian ... 8

1.3.2 Tujuan Penelitian ... 8

1.4Kegunaan Penelitian ... 9

1.4.1 Kegunaan Teoretis ... 9

1.5Kegunaan Praktis ... 9

1.6Kerangka Pemikiran ... 9

(4)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 21

2.1 Dukungan Emosional ... 21

2.1.1 Definisi Dukungan Emosional ... 21

2.1.2 Manfaat Dukungan Emosional ... 22

2.2 Resiliency ... 22

2.2.1 Definisi Resiliency ... 22

2.2.2 Aspek-aspek Resiliency ... 23

2.2.3 Protective Factor ... 33

2.2.4 Risk Factor ... 36

2.3 Human Immunodeficiency Virus(HIV) ... 36

2.3.1 Definisi HIV ... 36

2.3.2 Penularan HIV ... 38

2.4 Masa Dewasa Awal ... 39

2.4.1 Karakteristik Masa Dewasa Awal ... 39

2.4.2 Perkembangan Fisik ... 40

2.4.3 Perkembangan Kognitif ... 43

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 46

3.1 Rancangan dan Prosedur Penelitian ... 46

3.2 Variabel dan Definisi Operasional ... 47

3.2.1 Variabel Penelitian ... 47

(5)

3.2.2.1 Dukungan Emosional ... 47

3.2.2.2 Resiliency ... 47

3.3 Alat Ukur ...50

3.3.1 Alat Ukur Dukungan Emosional ... 50

3.3.2 Alat Ukur Resiliency ... 52

3.3.3 Data Pribadi dan Data Sosio-demografis ... 56

3.3.4 Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ... 56

3.3.4.1 Validitas Alat Ukur ... 56

3.3.4.2 Reliabilitas Alat Ukur ... 58

3.4 Populasi dan Teknik Penarikan Sampel ... 58

3.4.1 Populasi Sasaran ... 58

3.4.2 Karakteristik Populasi ... 59

3.4.3 Teknik Penarikan Sampel ... 59

3.5 Teknik Analisis Data ... 59

3.6 Hipotesis Statistik ... 60

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 61

4.1 Analisis Statistik Deskriptif Data Responden ... 61

4.1.1 Gambaran Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 61

4.1.2 Gambaran Responden Berdasarkan Usia ... 61

4.1.3 Gambaran Responden Berdasarkan Status Marital ... 62

4.1.4 Gambaran Responden Berdasarkan Sumber Penularan HIV ... 62

(6)

4.1.6 Gambaran Responden Berdasarkan Lamanya Dijangkau

Yayasan ‘X’... 63

4.1.7 Gambaran Responden Berdasarkan Pekerjaan ... 64

4.2 Hasil Penelitian ... 64

4.2.1 Hipotesis Penelitian ... 64

4.2.2 Hasil Korelasi Antara Dukungan Emosional dan Aspek-aspek Resiliency ... 66

4.2.3 Hasil Uji Chi-Square Antara Data Sosio-demografis dan Resiliency ... 67

4.2.4 Hasil Uji Chi-Square Antara Data Sosio-demografis dan Dukungan Emosional ... 68

4.3 Pembahasan ... 68

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 74

5.1 Simpulan ... 74

5.2 Saran ... 75

5.2.1 Saran Teoretis ... 75

5.2.2 Saran Guna Laksana ... 76

DAFTAR PUSTAKA ... 77

(7)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Gambaran Alat Ukur Dukungan Emosional ... 51

Tabel 3.2 Skor Jawaban Alat Ukur Dukungan Emosional ... 51

Tabel 3.3 Gambaran Alat Ukur Resiliency ... 53

Tabel 3.4 Skor Jawaban Alat Ukur Resiliency ... 55

Tabel 4.1 Gambaran Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 61

Tabel 4.2 Gambaran Responden Berdasarkan Usia ... 61

Tabel 4.3 Gambaran Responden Berdasarkan Status Marital ... 62

Tabel 4.4 Gambaran Responden Berdasarkan Sumber Penularan HIV ... 62

Tabel 4.5 Gambaran Responden Berdasarkan Lamanya Menderita HIV .... 63

Tabel 4.6 Gambaran Responden Berdasarkan Lamanya Dijangkau Yayasan ‘X’ ... 63

Tabel 4.7 Gambaran Responden Berdasarkan Pekerjaan ... 64

Tabel 4.8 Hubungan Antara Dukungan Emosional Dan Resiliency ... 65

Tabel 4.9 Hubungan Antara Dukungan Emosional Dan Aspek-aspek Resiliency ... 66

Tabel 4.10 Hubungan Antara Data Sosio-demografis Dan Resiliency ... 67

(8)

DAFTAR BAGAN

(9)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Kuesioner Dukungan Emosional dan Resiliency

Lampiran 2 : Kisi-kisi Alat Ukur Dukungan Emosional dan Resiiency Lampiran 3 : Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur

Lampiran 4 : Hasil Penelitian

Lampiran 5 : Hasil Korelasi Dukungan Emosional dan Aspek-aspek Resiliency Lampiran 6 : Hasil Chi-Square Sosio-demografis dan Resiliency

(10)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Kasus HIV/AIDS di Indonesia semakin meningkat dari tahun ke tahun. Menurut data dari Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, sampai dengan bulan Desember 2013 terdapat 127.416 kasus HIV dan 52.348 kasus AIDS di Indonesia. Provinsi Jawa Barat menempati posisi tertinggi keempat dalam kasus penularan HIV/AIDS, dengan jumlah kumulatif 10.198 kasus HIV dan 4.131 AIDS. Persentase orang dengan HIV/AIDS (ODHA) tertinggi yaitu pada rentang usia 25-49 tahun (70,4%) (www.aidsindonesia.or.id).

AIDS adalah singkatan dari Acquires Immune Deficiency Syndrome yang didefinisikan sebagai sekumpulan gejala penyakit yang menyerang kekebalan tubuh manusia, setelah kekebalannya dirusak oleh virus yang disebut HIV (Human Immunodeficiency Virus). Virus ini merusak sistem kekebalan tubuh manusia, sehingga tubuh mudah diserang penyakit-penyakit lain yang berakibat fatal. AIDS merupakan penyakit yang fatal dan sudah banyak penderita AIDS yang meninggal (Djoerban, 1999).

(11)

2

1999). Virus HIV tidak dapat ditularkan melalui air ludah, air mata, kotoran manusia, dan air kencing, serta tidak dapat menyebar melalui sentuhan dengan orang yang terinfeksi HIV atau melalui sesuatu yang dipakai oleh orang yang terinfeksi HIV (www.spiritia.or.id).

HIV merupakan penyakit kronis dengan dampak sosial yang mendalam yang disebabkan oleh kaitannya yang erat dengan stigmatisasi dari masyarakat, seperti pengguna NAPZA dan orang yang melakukan hubungan seksual dengan berganti-ganti pasangan. Terdiagnosis HIV dapat menyebabkan kesulitan dalam mengatasi penyakitnya, mengurangi self-esteem, dan mengalami isolasi sosial (Vanable et al. 2006; Parker et al. 2002).

Isolasi sosial dapat terlihat pada tindakan diskriminatif terhadap ODHA. Contoh tindakan diskriminatif terhadap ODHA terjadi di lingkungan keluarga, masyarakat maupun institusi. Tindakan diskriminatif di lingkungan keluarga diantaranya adalah pengucilan atau pembuangan ODHA ke tempat terpencil di luar kota, pemisahan alat mandi dan alat makan di rumah, serta tuntutan perceraian dari pasangan. Tindakan diskriminatif yang biasanya terjadi di lingkungan masyarakat ialah pengucilan ataupun tidak mau berjabat tangan dan melakukan kontak dengan ODHA. Tindakan diskriminatif di lingkungan institusi yaitu pemecatan secara sepihak, serta tidak mendapatkan jaminan kesehatan tenaga kerja dan sebagainya (www.aidsindonesia.or.id).

(12)

3

dialami ODHA ialah stres dan depresi yang ditunjukkan dengan perasaan sedih, putus asa, pesimis, merasa diri gagal, tidak puas dalam hidup, merasa lebih buruk dibandingkan dengan orang lain dan merasa tidak berdaya, bahkan ada yang memiliki keinginan untuk bunuh diri (Jeffry dkk, 2006:157). Untuk mengurangi atau mencegah ODHA mengalami kondisi tersebut, maka dukungan sosial dari keluarga, teman ataupun masyarakat sangat dibutuhkan (Cohen and Wills, 1985). Tersedianya dukungan sosial akan memberi pengalaman pada individu bahwa dirinya dihargai, dicintai, dan diperhatikan. Adanya perhatian dan dukungan dari orang lain akan menumbuhkan harapan untuk hidup lebih lama, sekaligus dapat mengurangi kecemasan individu (Pearson dalam Toifur dan Prawitasari, 2003).

Menurut House (1981) dukungan sosial adalah konten fungsional dari hubungan yang dapat dikelompokkan ke dalam empat tindakan atau perilaku dukungan. Pertama, dukungan emosional yang meliputi kasih sayang dalam bentuk perhatian, mengungkapkan rasa empati, mau mendengarkan, menunjukkan kepercayaan dan kepedulian. Kedua, dukungan instrumental yang meliputi ketersediaan layanan dan bantuan nyata yang secara langsung bisa memenuhi kebutuhan seseorang. Ketiga, dukungan informasional yang meliputi ketersediaan nasihat, saran, dan informasi yang dapat dimanfaatkan individu terhadap masalah yang dihadapi. Keempat, dukungan penghargaan yang meliputi ketersediaan informasi yang bermanfaat untuk tujuan-tujuan evaluasi diri atau dengan perkataan lain sebagai umpan balik konstruktif dan penguatan.

(13)

4

ialah dukungan emosional. Jumlah dukungan emosional yang semakin besar berhubungan erat dengan dampak positif yang lebih besar terhadap kesehatan maupun penyesuaian diri pada ODHA (Deichert et al. 2008; Gonzalez et al. 2004). Dukungan emosional dapat diperoleh dari keluarga, teman dan komunitas (Taylor et al. 1986; Dunkel-Schetter, 1984; Wortman, 1984; Lewis and Bloom, 1978-1979).

Di Bandung terdapat Yayasan „X‟ yang merupakan organisasi berbasis komunitas terbesar di Jawa Barat dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas hidup orang dengan HIV/AIDS dan pecandu NAPZA di Indonesia. Yayasan „X‟ melakukan pendekatan ke semua ODHA dari semua latar belakang penularan, baik secara individu ataupun kelompok dengan cara pendekatan sebaya.

Pendekatan sebaya merupakan bentuk pendekatan dengan memberi dukungan antara sesama ODHA, terutama ODHA yang baru mengetahui berstatus HIV. Pendekatan sebaya berfokus pada peningkatan mutu hidup ODHA khususnya dalam peningkatan kepercayaan diri, peningkatan pengetahuan mengenai HIV/AIDS, akses dukungan, pengobatan dan perawatan agar tercipta kualitas hidup yang lebih baik bagi ODHA dan pengguna narkoba di Indonesia, khususnya di Kota Bandung. Pendekatan sebaya diyakini lebih efektif untuk diterapkan dan dilakukan, karena pada pendekatan sebaya itu ODHA dapat berbincang-bincang tanpa harus menyembunyikan status HIV mereka, serta dapat bertukar pikiran, perasaan, dan pengalaman tanpa merasa takut akan dihakimi.

Program lain yang dibuat oleh Yayasan „X‟ bernama ”Sepakbola Sebagai

(14)

5

beranggotakan orang yang hidup dengan HIV dan pecandu NAPZA. Pada awalnya, kegiatan sepakbola di Yayasan „X‟ hanya sekedar aktivitas rekreasional sebagai upaya memelihara kondisi fisik dan mempererat ikatan diantara para pemain. Namun, seiring dengan pertandingan rutin dengan masyarakat umum,

Yayasan „X‟ menyadari bahwa sepakbola dapat menjadi salah satu media

penyebaran informasi mengenai fakta seputar HIV dan AIDS. Sepak bola telah membuka peluang terciptanya sebuah forum diskusi tentang bahaya penggunaan obat-obatan terlarang dan permasalahan seputar HIV.

Pemberian dukungan emosional kepada ODHA di Yayasan „X‟ akan

melindungi ODHA dari faktor-faktor yang menghambat sehingga tidak dapat beraktivitas seperti sedia kala, misalnya seperti tindakan diskriminatif yang dilakukan masyarakat. Setelah ODHA menghayati dukungan emosional yang diberikan oleh staf dan sesama ODHA di Yayasan „X‟, lama kelamaan ODHA

akan menumbuhkan kemampuan untuk dapat kembali beraktivitas dan melakukan kegiatan positif seperti sedia kala di lingkungan masyarakat. Hal ini biasa dikenal dengan istilah resiliency (Masten & Reed, 2002; Sandler, 2001; dalam Benard, 2002).

(15)

6

kemampuan sosial yang mencakup karakteristik, keahlian, dan tingkah laku yang diperlukan seseorang untuk membangun suatu relasi dan kedekatan yang positif terhadap orang lain. Kedua, problem solving skills yaitu kemampuan yang mencakup kemampuan berpikir abstrak, reflektif, dan fleksibel, serta mencari alternatif solusi dari masalah kognitif dan sosial. Ketiga, autonomy yaitu kemampuan untuk mandiri dan mempunyai kontrol terhadap lingkungannya. Keempat, sense of purpose yaitu kemampuan memiliki tujuan menuju optimisme lalu menuju pada kemampuan untuk merasa hidup lebih berarti.

Berdasarkan hasil survei awal yang dilakukan terhadap lima orang ODHA

di Yayasan „X‟, satu orang ODHA (20%) merasa bahwa dirinya terkadang

diabaikan oleh staf maupun sesama ODHA di Yayasan „X‟ apabila Ia memilih untuk tidak ikut dalam kegiatan sepak bola yang rutin diadakan Yayasan ‟X‟ setiap minggunya, sehingga ODHA tersebut mengalami kesulitan dalam menjalin relasi dengan sesama ODHA di Yayasan „X‟. ODHA merasa bahwa dirinya tidak mampu melakukan aktivitas seperti sebelumnya serta merasa tidak mampu

apabila diajak untuk melakukan kegiatan di Yayasan „X‟, seperti bermain bola,

yang mengakibatkan terkadang dirinya menjadi tidak peduli apabila ada rekan sesama ODHA yang membutuhkan bantuannya karena ODHA tersebut juga merasa diabaikan.

(16)

7

kegiatan bermain bola seperti rekan-rekannya yang lain apabila ODHA mau mencoba untuk ikut berlatih secara pelan-pelan dan bertahap. Misalnya seperti berlari-lari kecil selama dua menit, dan latihan ringan lainnya hingga ODHA mampu ikut serta dalam kegiatan bermain bola seperti teman-teman di Yayasan

„X‟ lainnya. Staf dan sesama ODHA di Yayasan „X‟ juga akan menenangkan hati

ODHA tersebut apabila merasa sangat marah ketika ada orang yang melakukan diskriminasi kepadanya. ODHA ini juga merasa lebih yakin bahwa kesehatannya akan membaik setelah mendapatkan dukungan dari staf dan sesama ODHA di Yayasan „X‟.

Tiga orang ODHA terakhir (60%) merasa bahwa staf dan rekan sesama

ODHA di Yayasan „X‟ senantiasa memberikannya semangat dan masukan serta

kasih sayang sejak pertama kali dijangkau oleh staf Yayasan „X‟. Ketiga orang ODHA tersebut mampu berelasi dengan staf dan sesama ODHA di Yayasan „X‟ maupun dengan orang-orang di luar Yayasan „X‟. Ketiga orang ODHA ini juga selalu mengikuti setiap kegiatan yang diselenggarakan oleh staf Yayasan „X‟ apabila waktunya memungkinkan serta merasa mampu mengendalikan emosi apabila ada orang yang melakukan diskriminasi. Ketiga orang ODHA yakin masih memiliki masa depan yang baik selama melakukan kebaikan kepada sesama manusia. Namun seorang ODHA (20%) diantara tiga orang ODHA tersebut tetap merasa selalu dihantui oleh keyakinan akan meninggal dalam waktu dekat karena penyakit ini.

(17)

8

dan sesama ODHA di Yayasan „X‟ serta menghasilkan derajat resiliency yang

berbeda-beda pula. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk mengetahui hubungan antara keduanya. Adapun judul penelitian yang diajukan adalah “Hubungan antara dukungan emosional dan resiliency pada ODHA di Yayasan „X‟ Bandung”.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan pemaparan sebelumnya, peneliti ingin mengetahui apakah terdapat hubungan antara dukungan emosional dan resiliency pada ODHA di

Yayasan „X‟ Bandung.

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian

Maksud dari penelitian ini adalah untuk memeroleh gambaran mengenai dukungan emosional dan resiliency pada ODHA di Yayasan „X‟ Bandung.

1.3.2 Tujuan Penelitian

(18)

9

1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoretis

Memberikan informasi dalam bidang ilmu psikologi, khususnya psikologi

klinis dan psikologi sosial mengenai hubungan antara dukungan emosional dan resiliency.

 Memberikan masukan kepada peneliti lain yang berminat untuk

melakukan penelitian lanjutan mengenai dukungan emosional dan resiliency pada ODHA.

1.4.2 Kegunaan Praktis

 Memberikan informasi kepada staf di Yayasan „X‟ Bandung mengenai

hubungan dukungan emosional dan resiliency kepada ODHA, sehingga mereka dapat memberikan dukungan yang paling efektif kepada ODHA

yang ada di Yayasan „X‟ Bandung.

 Memberikan informasi kepada ODHA di Yayasan „X‟ mengenai kaitan

antara pemberian dukungan emosional kepada ODHA dengan resiliency yang mereka miliki sehingga ODHA di Yayasan „X‟ dapat memberikan dukungan emosional kepada sesama ODHA lainnya.

1.5 Kerangka Pemikiran

ODHA yang berada di Yayasan „X‟ berada dalam tahap perkembangan

(19)

10

dalam membuat keputusan secara luas mengenai karir, nilai-nilai, keluarga dan hubungan, serta gaya hidup. Pada masa dewasa awal juga diyakini sebagai puncak dalam hal kemampuan fisik. Dalam masa ini individu juga berada dalam kondisi yang paling sehat. Hanya sedikit orang dewasa muda yang mengalami masalah kesehatan kronis.

Hal tersebut kurang sesuai apabila dikaitkan dengan kondisi fisik dari ODHA pada umumnya dan ODHA di Yayasan „X‟ khususnya, karena kondisi

kesehatan mereka dapat menurun sewaktu-waktu apabila mereka tidak teratur dalam memberikan obat ataupun tidak teratur dalam memantau kondisi kesehatan mereka.

Perry (1970; dalam Santrock, 2005) juga mencatat perubahan-perubahan penting tentang cara pemikiran orang dewasa muda yang berbeda dengan remaja. Pada waktu kaum muda mulai matang dan memasuki tahun-tahun masa dewasa, mereka mulai menyadari perbedaan pendapat dan berbagai perspektif yang dipegang orang lain yang mengguncang pandangan dualistik mereka. Pemikiran dualistik mereka digantikan oleh pemikiran beragam, saat individu mulai memahami bahwa orang dewasa tidak selalu memiliki semua jawaban.

(20)

11

Tindakan diskriminatif merupakan salah satu faktor yang hadir dalam kehidupan ODHA yang meningkatkan kemungkinan adanya negative outcomes seperti tekanan psikologis diantaranya stress, depresi dan lain sebagainya (Richman and Fraser, 2003). Faktor tersebut dikenal dengan istilah risk factors (faktor resiko). Hal lain yang termasuk risk factors adalah ketidakmampuan, budaya, ekonomi, atau kondisi media yang meminimalkan kesempatan dan sumber daya bagi ODHA.

Untuk mengurangi atau mencegah adanya tekanan psikologis pada ODHA diperlukan dukungan sosial dari lingkungan terdekatnya. Dukungan sosial merupakan konten fungsional dari hubungan yang dapat dikelompokkan ke dalam empat tindakan atau perilaku dukungan, yaitu (1) Dukungan emosional, meliputi kasih sayang dalam bentuk perhatian, mengungkapkan rasa empati, mau mendengarkan, menunjukkan kepercayaan dan kepedulian; (2) Dukungan instrumental, meliputi ketersediaan layanan dan bantuan nyata yang secara langsung bisa memenuhi kebutuhan seseorang; (3) Dukungan informasional, meliputi ketersediaan nasihat, saran, dan informasi yang dapat dimanfaatkan individu terhadap masalah yang dihadapi; (4) Dukungan penghargaan, meliputi ketersediaan informasi yang bermanfaat untuk tujuan-tujuan evaluasi diri atau dengan perkataan lain sebagai umpan balik konstruktif dan penguatan (House, 1981).

(21)

12

emosional diyakini memiliki kemampuan untuk menyesuaikan diri lebih baik dibandingkan ODHA yang tidak memeroleh dukungan emosional. Pemberian dukungan emosional berhubungan erat dengan meningkatnya kesehatan ODHA (Deichert et al. 2008; Gonzalez., et al. 2004). Dukungan emosional juga menjadi salah satu faktor khusus dalam lingkungan yang melindungi ODHA dari faktor resiko (Masten & Reed, 2002; Sandler, 2001; dalam Benard, 2002).

ODHA yang menghayati dukungan emosional dari staf dan sesama ODHA

di Yayasan „X‟ semakin lama akan semakin menumbuhkan kemampuan untuk

menghadapi segala faktor yang menghambatnya untuk beraktivitas seperti sedia kala di tengah kondisi yang penuh dengan tekanan psikologis yang dirasakannya.. Hal ini biasa dikenal dengan istilah resiliency. Resiliency merupakan kemampuan individu untuk menyesuaikan diri dan mampu berfungsi secara positif di tengah situasi yang menekan atau penuh dengan rintangan (Benard, 2004). Resiliency adalah faktor bawaan individu yang dimiliki setiap manusia dari lahir dan muncul dalam bentuk personal strength (kekuatan individu) (Benard, 2004). Untuk mengetahui resiliency pada ODHA dapat dilihat dari empat aspek yang ada dalam personal strength atau manifestasi dari resiliency, yakni social competence, problem solving skills, autonomy, dan sense of purpose.

(22)

13

penderita HIV. Communication merujuk pada kemampuan ODHA untuk menegur secara halus apabila ada orang yang melalukan tindakan diskriminatif kepadanya. Empathy and caring merujuk pada kemampuan ODHA untuk memahami apa yang dirasakan oleh sesama ODHA lain ketika mereka baru mengetahui status HIV-nya. Compassion, altruism and forgiveness merujuk pada keinginan ODHA untuk peduli dan berusaha meringankan penderitaan sesama ODHA yang merasa patah semangat untuk hidup, bersedia menolong sesama ODHA sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh sesama ODHA dan bersedia memaafkan orang lain yang menghina atau melakukan tindakan diskriminatif kepadanya.

Problem solving skills merujuk pada kemampuan ODHA untuk mencari jalan keluar terhadap masalah yang ada, dengan atau tanpa bantuan orang lain yang dapat diukur dari planning, flexibility, resourcefulness, critical thinking and insight. Planning merujuk pada kemampuan ODHA untuk merencanakan tindakan-tindakan yang akan dilakukan di masa depan, misalnya dengan merencanakan hal-hal yang harus dilakukannya untuk membuat kesehatannya semakin membaik. Flexibility merujuk pada kemampuan ODHA untuk mencari pilihan alternatif saat menghadapi masalah, misalnya ODHA akan mencari bantuan dari orang lain di luar Yayasan „X‟ apabila rekan sesama ODHA di

Yayasan „X‟ tidak dapat membantunya. Resourcefulness merujuk pada

(23)

14

bagian dari problem solving skills ODHA, yang dalam penelitian ini tidak diukur karena keduanya memiliki cara pengukuran tersendiri yang perlu mengikutsertakan interpretation, analysis, evaluation, interference, explanation and self-regulation (Facione, 2011).

(24)

15

menghasilkan humor, individu perlu untuk memroses informasi yang berasal dari lingkungan atau dari ingatan, bermain dengan ide-ide, kata-kata atau tindakan secara kreatif (Martin, 2007), sehingga akan kurang terukur apabila dijaring melalui kuesioner.

(25)

16

ODHA yang menghayati dukungan emosional yang sering dari Yayasan

„X‟ dan memiliki resiliency yang tinggi akan menunjukkan perilaku yakni mampu

berinteraksi dengan sesama ODHA maupun dengan orang lain di luar Yayasan

„X‟ dan saling memerhatikan kesehatan sesama ODHA di Yayasan „X‟. ODHA

mampu mencari jalan keluar apabila sedang memiliki masalah dan mampu merencanakan hal yang baik untuk masa depannya kelak. Selain itu ODHA mampu menentukan pilihan sendiri untuk kehidupannya dan tidak akan marah apabila ada orang yang melakukan diskriminasi kepadanya. ODHA memahami apa yang harus dilakukan di saat kondisi kesehatannya menurun dan senantiasa optimis bahwa kesehatannya akan semakin membaik.

ODHA yang menghayati dukungan emosional yang sering dari Yayasan

„X‟ namun memiliki resiliency yang rendah akan menunjukkan perilaku yakni

merasa kesulitan untuk berelasi dengan sesama ODHA di Yayasan „X‟ meskipun

staf dnn sesama ODHA di Yayasan „X‟ senantiasa mengajaknya bergabung dalam kegiatan yang diadakan di sana. ODHA tidak tahu harus berbuat apa jika kondisi kesehatannya menurun meskipun staf Yayasan „X‟ sudah memberikan dampingan kepadanya saat pemberian obat di rumah sakit. ODHA tidak mampu menentukan pilihan untuk masa depannya sendiri. ODHA tetap merasa tidak mampu mengikuti kegiatan yang ada di Yayasan „X‟ meskipun staf dan sesama ODHA di

Yayasan „X‟ senantiasa meyakini bahwa dirinya mampu melakukan hal tersebut

apabila mau mencobanya secara perlahan.

ODHA yang menghayati dukungan emosional yang jarang dari Yayasan

(26)

17

mampu menjalin relasi yang baik dengan sesama ODHA yang ada di Yayasan „X‟ meskipun ODHA merasa bahwa staf dan sesama ODHA di Yayasan „X‟ kerap mengabaikannya. ODHA mampu kembali bangkit setelah didiagnosis HIV dan tetap berkomunikasi dengan teman-teman di luar Yayasan „X‟ sebagai salah satu cara untuk bangkit dari situasi yang menekan tersebut. ODHA mampu mencari tahu dan mengatur jadwal pemeriksaan kesehatannya sendiri meskipun staf Yayasan „X‟ tidak memberitahukan informasi tersebut kepadanya. ODHA juga tidak mempedulikan tindakan diskriminatif yang dilakukan oleh masyarakat, serta ODHA memiliki harapan yang positif terhadap masa depan mereka meskipun ODHA merasa bahwa staf dan sesama ODHA di Yayasan „X‟ kerap meremehkannya.

ODHA yang menghayati dukungan emosional yang jarang dari Yayasan

„X‟ dan memiliki resiliency yang rendah akan menunjukkan perilaku yakni

merasa diabaikan sehingga ODHA merasa tidak memiliki teman yang memahaminya di Yayasan „X‟. ODHA tidak tahu apa yang harus dilakukan setelah didiagnosis HIV karena merasa tidak memperoleh informasi apapun dari staf Yayasan „X‟. ODHA merasa bahwa staf dan sesama ODHA di Yayasan „X‟ tidak peduli kepadanya sehingga ODHA merasa hidupnya sudah tidak berarti bagi siapapun yang mengakibatkan ODHA berkeinginan untuk mengakhiri hidupnya. ODHA juga merasa bahwa Tuhan telah menghukumnya dengan memberikan penyakit ini.

(27)

18

(28)

19

Bagan 1.1 Skema Kerangka Pemikiran ODHA di

Yayasan „X‟ Bandung

RESILIENCY

Social Competence (Responsiveness, Communication, Empathy and Caring, Compassion, Altruism and Forgiveness)

Problem Solving (Planning, Flexibility, Resourcefulness)

Autonomy (Positive Identity, Internal locus of control and Initiative, Adaptive Distancing and Resistance, Self-Awareness and Mindfulness)

Sense of Purpose (Goal Direction, Achievement Motivation and Educational Aspiration, Optimism and Hope, Faith and Spirituality and Sense of Meaning)

Dukungan Emosional 1. Kasih sayang dalam

bentuk perhatian 2. Rasa empati

3. Mau mendengarkan 4. Menunjukkan kepercayaan 5. Menunjukkan kepedulian  Stigma dan diskriminasi

 Kesehatan yang semakin menurun

 Tugas perkembangan dewasa awal yang kurang terpenuhi

Dikorelasi

(29)

20

1.6 Asumsi

Berdasarkan hal-hal yang telah disampaikan di atas, maka dapat diambil sejumlah asumsi sebagai berikut:

1. Dukungan emosional ODHA di Yayasan „X‟ Bandung diukur dari kasih sayang dalam bentuk perhatian, rasa empati, mau mendengarkan, menunjukkan kepercayaan, serta menunjukkan kepedulian.

2. Derajat resiliency pada ODHA di Yayasan „X‟ Bandung diukur dari empat aspek, yakni social competence, problem solving, autonomy dan sense of purpose.

3. Penghayatan ODHA terhadap dukungan emosional dari staf dan sesama

ODHA di Yayasan „X‟ akan berhubungan dengan resiliency yang dimilikinya.

1.7 Hipotesis Penelitian

(30)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil pengolahan data mengenai dukungan emosional dan resiliency pada ODHA di Yayasan ‘X’ Bandung, dapat ditarik simpulan sebagai berikut :

1) Terdapat hubungan sigifikan antara dukungan emosional dan resiliency. Artinya, semakin besar dukungan emosional yang dirasakan responden akan semakin tinggi pula resiliency yang dihayatinya. Sebaliknya, semakin rendah dukungan emosional yang dirasakan responden maka akan semakin rendah pula resiliency yang dihayatinya.

2) Berdasarkan aspek-aspek resiliency, ditemukan adanya hubungan antara dukungan emosional dan keempat aspek resiliency. Artinya, semakin besar dukungan emosional yang dirasakan responden, akan semakin tinggi pula keempat aspek resiliency yang dimiliki responden.

(31)

75

4) Berdasarkan pengujian antara data sosio-demografis dan dukungan emosional, ditemukan bahwa data sosio-demografis lamanya dijangkau Yayasan ‘X’ terbukti memiliki hubungan signifikan dengan dukungan emosional. Artinya,

responden yang lebih dahulu dijangkau oleh Yayasan ‘X’ menghayati dukungan emosional yang lebih sering dibandingkan dengan responden yang baru dijangkau oleh Yayasan ‘X’.

5) Terdapat kaitan antara temuan data sosio-demografis mengenai lamanya dijangkau Yayasan ‘X’ dan temuan utama dalam penelitian ini. Artinya responden

yang lebih lama dijangkau oleh Yayasan ‘X’ akan menghayati dukungan

emosional yang lebih sering dibandingkan dengan responden yang baru dijangkau oleh Yayasan ‘X’ sehingga resiliency yang dimilikinya juga akan menjadi lebih

tinggi.

5.2 Saran

Berdasarkan simpulan yang telah diperoleh serta dengan kesadaran peneliti mengenai berbagai keterbatasan dalam penelitian ini, maka peneliti mengajukan beberapa saran, yaitu :

5.2.1 Saran Teoretis

(32)

76

5.2.2 Saran Guna Laksana

1) Memberikan masukan kepada responden di Yayasan ‘X’ untuk lebih aktif berpartisipasi dalam kegiatan yang ada di Yayasan ‘X’ agar lebih cepat membaur

dengan ODHA lainnya yang ada di Yayasan ‘X’.

2) Memberikan masukan kepada Yayasan ‘X’ agar membuat program sesuai

dengan kegiatan apa yang dapat dilakukan oleh ODHA di Yayasan ‘X. Misalnya

(33)

DAFTAR PUSTAKA

Benard, B. 2004. Resiliency: What We Have Learned. San Fransisco: WestEd.

Bloom, JR. 1982. Social support systems and cancer: a conceptual view. In Psychosocial Aspects of Cancer. Cohen J, Cullen JW and Martin LR (eds). New York: Raven Press.

Cobb, S. 1976. Social support as a moderator of life stress. Psychosom. Med., 38, 300-314.

Cohen, S., & Wills, T.A. 1985. Stress, social support, and the buffering hypothesis. Psychological Bulletin, 98, 310-357.

Dakof, G.A & Taylor, S.E. 1990. Victim’s perception of social support: what is helpful from whom?. J. Personality Soc. Psychol., 58, 80-89.

Deichert, N.T., Fekete, E.M., Boarts, J.M., Druley, J.A., & Delahanty, D.L. 2008. Emotional support and affect: Associations with health behaviors and active coping efforts in men living with HIV. AIDS and Behavior, 12, 139-145. Dunkel-Schetter, C. 1984. Social support and cancer: findings based on patient

interviews and their implications. J. Soc. Issues, 40, 77-98.

Facione, Peter A. 2011. Think Critically. New Jersey: Pearson Education.

Freidenberg, L. 1995. Psychological Testing, Design, Analysis, and Use. Massachusetts: Allyn and Bacon.

Gonzalez, J.S., Penedo, F.J., Antoni, M.H., Duran, R.E., Fernandez, M.I., McPherson-Baker, S., et al. 2004. Social support, positive state of mind, and HIV treatment adherence in men and women living with HIV/AIDS. Health Psychology, 23, 413-418.

Gordillo, V et al. 2009. Emotional Support and Gender in People Living with HIV: Effects on Psychological Well-Being. J Behav Med, 32:523-531. Guilford, J.P. 1956. Fundamental Statistics in Psychology and Education. (4th

ed). New York: McGraw-Hill.

(34)

Lahey, Benjamin. B. 2012. Psychology: An Introduction. (11th ed) New York: McGraw-Hill.

Martin, R.A. 2007. The Psychology of Humor: An Integrative Approach. Burlington, MA: Elsevier Academis Press.

Nazir, Mohamad. 2003. Metode Penelitian. Jakarta: Penerbit Ghalia Indonesia.

Santrock, John W. 2005. Perkembangan Masa Hidup. Jakarta: Erlangga.

Slevin, M.L et al. 1996. Emotional Support for Cancer Patients: What Do Patients Really Want?. British Journal of Cancer, 1275-1279.

Uchida, Y. 2008. Is Perceived Emotional Support Benefical? Well-Being and Health in Independent and Interdependent Cultures. PSPB, Vol. 34 No. 6, June 2008 741-754.

Vaux, Alan. 1998. Social Support: Theory, Research, and Intervention. New York: Preager

(35)

DAFTAR RUJUKAN

Anandiya, D. 2011. Hubungan Antara Dukungan Orang Tua dan Orientasi Masa Depan Bidang Akademik Pada Siswa Siswi Kelas XII Di SMA Negeri 5 Kota Cimahi. Skripsi. Bandung: Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

Camar, H. 18 Juli 2013. Legitimasi Stigma dan Diskriminasi Masih Menjadi Momok yang Menakutkan buat ODHA. (Online), (

http://sosbud.kompasiana.com/2013/07/18/legitimasi-stigma-dan- diskriminasi-masih-menjadi-momok-yang-menakutkan-buat-odha-577729.html, diakses tanggal 14 sept 2013).

Damayanti, Evi. 2012. Penderita HIV/AIDS di Kota Bandung Terus Naik. Bandung. (Online). ( http://m.inilah.com/read/detail/1823955/penderita-hivaids-di-kota-bandung-terus-naik, diakses 28 Maret 2012).

Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha. 2009. Pedoman Penulisan Skripsi Sarjana (Edisi Revisi III). Bandung.

http://www.aidsindonesia.or.id/, diakses 7 Maret 2011.

Komisi Penanggulangan AIDS. 2011. Memprihatinkan, Penyebaran HIV/AIDS di

Kota Bandung, Tunas Bangsa. (Online).

( http://www.aidsindonesia.or.id/memprihatinkan-penyebaran-hivaids-di-kota-bandung.html, diakses tanggal 28 Maret 2012).

Nurhayati, Eka. 2013. Stigma dan Diskriminasi Terhadap ODHA di Kota Bandung. Bandung: Program Pascasarjana Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Padjadjaran.

Referensi

Dokumen terkait

Dari ukuran utama yang sudah didapatkan kemudian dijadikan acuan untuk membuat gambar rencana umum, gambar rencana garis, serta gambar model 3D

Dengan demikian, dalam proses kegiatan belajar menjadi terhambat karena kondisi kelas yang kurang kondusif untuk pembelajaran Sosiologi karena para siswa cenderung

Then her face fell, and Drew realized she looked just as ill as he felt. Her skin was pale, the

Teluk Seberang Kota Jambi adalah mewujudkan hubungan yang baik/harmonis antara suami istri, dapat dicapai antara lain melalui: adanya saling pengertian, saling menerima

(Make a Match). سردلدا راتخإ اذى جذولظ نقيتيل ا طقف سيل ةيبرعلا ةغللا ميلعت فأ بلاطل قيرطب إ ة ةيئاقل لب بعللا نم عون ويف طيشنتل ليلقت في دعاسيك ،بلاطلا

Pemerintah Indonesia dalam hal ini melakukan sebuah kebijakan sekuritisasi dalam mengangkat atau memberitahukan kepada negara-negara di kawasan ASEAN dan organisasi

Selain itu SMA Plus PGRI Cibinong merupakan salah satu dari 132 sekolah SMA di Indonesia yang ditunjuk oleh Direktorat Pembinaan SMA Kementerian Pendidikan Nasional

Selanjutnya akan dikaji alasan Tiongkok dan Amerika Serikat yang merupakan negara adidaya mau untuk melakukan kerja sama dengan Filipina yang bukan merupakan negara besar