• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rancangan penyuluhan efektifitas agensia hayati Beauve ria Bassiana bagi ulat grayak (Spodoptera Frugiperda) pada tanaman jagung (Zea Mays) secara in vitro di desa Patokpicis Kec. Wajak Kab. Malang Prov. Jawa Timur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Rancangan penyuluhan efektifitas agensia hayati Beauve ria Bassiana bagi ulat grayak (Spodoptera Frugiperda) pada tanaman jagung (Zea Mays) secara in vitro di desa Patokpicis Kec. Wajak Kab. Malang Prov. Jawa Timur"

Copied!
100
0
0

Teks penuh

(1)

Rancangan Penyuluahan Efektifitas Agensia Hayati Beauveria Bassiana Bagi Ulat Grayak (Spodoptera frugiperda.) Pada Tanaman Jagung (Zea Mays) Secara In

Vitro Di Desa Patokpicis Kecamatan Wajak Kabupaten Malang Provinsi Jawa Timur

PROGRAM STUDI

PENYULUHAN PERTANIAN BERKELANJUTAN JULISA GINTI MULYASARI

NIRM. 04.10.18.059

POLITEKNIK PEMBANGUNAN PERTANIAN MALANG BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN

KEMENTERIAN PERTANIAN 2022

(2)

TUGAS AKHIR

Rancangan Penyuluhan Efektifitas Agensia Hayati Beauveria Bassiana Bagi Ulat Grayak (Spodoptera frugiperda.) Pada Tanaman Jagung (Zea Mays) Secara In

Vitro Di Desa Patokpicis Kecamatan Wajak Kabupaten Malang Provinsi Jawa Timur

Diajukan sebagai syarat

untuk memperoleh gelar satjana terapan pertanian (S. Tr.P)

PROGRAM STUDI

PENYULUHAN PERTANIAN BERKELANJUTAN JULISA GINTI MULYASARI

NIRM. 04.10.18.059

POLITEKNIK PEMBANGUNAN PERTANIAN MALANG BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN

KEMENTERIAN PERTANIAN 2022

(3)

HALAMAN PERUNTUKAN

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa yang telah membantu pada setiap aspek. Yang telah mengabulkan doa peneliti agar bisa segera menyelesaikan Tugas Akhir ini. Kepada Nabi Muhammad SAW sungguh besar juga rasa syukur penulis atas kehadiratmu, yang berjasa dalam hidup penulis. Terima kasih banyak kepada ibu bapak yang sudah memberikan dukungan dalam proses penyusunan tugas akhir ini. Tidak lelah memanjatkan doa demi keberlangsungan penyusunan tugas akhir ini. Terima Kasih sudah mengingatkan bahwa dunia tidak seperti apa yang terlihat, namun ada dunia yang keras dibalik dunia yang indah, sehingga dengan itu membuat saya kembali bangkit dan tidak menyerah dalam menyusun tugas akhir.

Terima penulis ucapkan kepada dosen pembimbing yakni Ibu Dr. Eny Wahyuning P.,SP, MP dan Bapak Ir. Budianto, MP yang telah banyak mendampingi dan mengarahkan penulis dalam menyusun tugas akhir ini.

Terima kasih penulis tujukan kepada keluarga besar Kelompok Tani Makmur 3 Kabupaten Malang dan BPP Wajak, khususnya Ibu Rahayu selaku Ketua BPP Wajak yang sudah mau menampung aspirasi penulis sebagai tempat untuk melaksanakan penyuluhan di kemudian hari, semoga materi apa yang nanti saya sampaikan dapat bermanfaat bagi anggota Kelompok Tani Makmur 3.

(4)
(5)
(6)
(7)

RINGKASAN

Julisa Ginti Mulyasari, NIRM. 04.01.18.059. Efektifitas Agensia Hayati Beauveria Bassiana Bagi Ulat Grayak (Spodoptera Frugiperda.) Pada Tanaman Jagung (Zea Mays ) Secara In Vitro Di Desa Patokpicis Kecamatan Wajak Kabupaten Malang Provinsi Jawa Timur. Pembimbing Dr. Eny Wahyuning P. SP, MP,Ir. Budianto, MP. Penelitian ini bertujuan untuk Mengetahui perlakuan terbaik dari pengaplikasian konsentrasi larutan agensia hayati Beauveria bassiana terhadap mortalitas dan nafsu makan hama ulat grayak pada tanaman daun jagung. Mengetahui rancangan penyuluhan pengaplikasian konsentrasi larutan agensia hayati Beauveria bassiana serta perbanyakan Beauveria bassiana menggunakan media beras jagung terhadap mortalitas hama ulat grayak pada tanaman jagung. Mengetahui tingkat pengetahuan anggota kelompok tani Makmur 3 terhadap pengaruh pengaplikasian agensia hayati Beauveria bassiana serta cara perbanyakan beauveria bassiana dengan media beras jagung terhadap mortalitas dan nafsu makan ulat grayak pada tanaman jagung.

Metode yang digunakan dalam kajian terap efektivitasa Beauveria bassiaan terhadap ulat grayak adalah Rancangan Acak Lengkap dengan lima perlakuan yaitu : P0 (100% aquades), P1 (60 gram Beauveria bassiana + 1 L aquades), P2 (70 gram Beauveria bassiana + 1 L aquades), P3 (80 gram Beauveria bassiana + 1 L aquades), P4 sekaligus sebagai control positif (Diazinon 2 ml + 1 L aquades) dengan hasil mortalitas hama ulat grayak tertinggi pada perlakuan P3 untuk Beauveria bassiana yakni sebesar 86,00%. Kegiatan penyuluhan serta evaluasi penyuluhan dilakukan di Kelompok Tani Makmur Desa Patokpicis Kecamatan Wajak Kabupaten Malang. Materi yang digunakan dalam penyuluhan yaitu konsentrasi terbaik pada saat kajian berlangsung dan cara perbanyakan Beauveria bassiana dengan media beras jagung. Tujuan penyuluhan

(8)

yaitu untuk mengetahui tingkat pengetahuan petani terhadap materi penyuluhan yang disampaikan. Hasil skor post test dapat di kategorikan tinggi jika lebih dari 80

% dengan q1 kurang dari 75%, q2 75 % dan q3 lebih dari 80% angka tersebut di peroleh dari perhitungan quartil hasil penyuluhan dan di peroleh hasil sebesar 85,6

% atau dalam kategori tinggi. Kata kunci: Ulat grayak, Mortalitas, Agensia hayati,Beauveria bassiana.

(9)

i

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT. Yang telah melimpahkan rahmat serta hidayahnya sehingga. Penulis dapat menyusun proposal tugas akhir dengan judul

“Efektifitas Agensia Hayati Beauveria Bassiana Bagi Ulat Grayak (Spodoptera Frugiperda.) Pada Tanaman Jagung (Zea Mays ) Secara In Vitro Di Desa Patokpicis Kecamatan Wajak Kabupaten Malang Provinsi Jawa Timur”.

Laporan ini disusun sebagai salah satu syarat dalam memenuhi pelaksanaan Tugas Akhir (TA). Dalam Penyusunannya, Tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak dalam bentuk materi maupun non materi. Oleh sebab itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dr. Eny Wahyuning Purwanti, SP, MP selaku Dosen Pembimbing I dan Ketua Program Studi Penyuluhan Pertanian Berkelanjutan Politeknik Pembangunan Pertanian Malang

2. Ir. Budianto, MP selaku Dosen Pembimbing II

3. Dr. Setya Budi Udrayana, S.Pt. M.Si selaku Direktur Politeknik Pembangunan Pertanian Malang

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan proposal ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kata kesempurnaan. Oleh sebab itu, diharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan Laporan penulis.

Malang, April 2022

Penulis

(10)

ii DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 LATAR BELAKANG... 1

1.2 RUMUSAN MASALAH ... 2

1.3 TUJUAN... ... 3

1.4 MANFAAT... ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.2 PENELITIAN TERDAHULU ... 5

2.2 TINJAUAN TEORI ... 9

2.2.1 Tanaman Jagung ... 9

2.2.2 Morfologi Tanaman Jagung ... 10

2.2.3 Spodoptera Frugiperda ... 12

2.2.4 Gejala Tanaman Yang Terserang ... 15

2.2.5 Agensia Hayati... ... 15

2.2.6 Beauveria Bassiana ... 15

2.2.7 Penyuluhan Pertanian ... 16

2.2.8 Tujuan Penyuluhan Pertanian ... 16

2.2.9 Sasaran Penyuluhan Pertanian ... 17

2.2.10 Materi penyuluhan Pertanian ... 17

2.2.11 Media penyuluhan pertanian ... 18

2.2.12 Metode Penyuluhan Pertanian ... 19

2.2.13 Evaluasi Penyuluhan Pertanian ... 19

2.3 KERANGKA PIKIR...21

BAB III METODE PENELITIAN ... 22

3.1 LOKASI DAN WAKTU ... 22

3.2 METODE KAJIAN ... 22

3.2.1 Rancangan Percobaan ... 22

3.2.2 Persiapan Penelitian ... 23

2.2.3 Pelaksanaan Kajian...26

3.2.4 Tujuan Penyuluhan ... 288

3.2.5 Sasaran Penyuluhan ... 288

3.2.6 Materi Penyuluhan... 288

3.2.7 Metode penyuluhan ... 288

(11)

iii

3.2.8 Media Penyuluhan ... 299

3.3 Metode Implementasi ... 299

3.3.1 Lokasi dan Waktu ... 299

3.3.2 Persiapan Penyuluhan ... 299

3.3.3 Metode dan Skala Pengukuran Evaluasi... 299

3.3.4 Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen ... 30

BAB IV HASIL KAJIAN ... 311

4.1 Hasil Kajian Teknis ... 311

4.1.1 Mortalitas Hama Ulat Grayak S. Frugiperda ... 311

4.1.2 Penurunan Aktivitas Makan ... 322

4.2 PEMBAHASAN... ... 366

4.2.1 Perbedaan Mortalitas Menggunakan B. Bassiana Dengan Diazinon. 366 BAB V PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI ... 399

5.1 Identifikasi Potensi Wilayah... 399

5.1.1 Kondisi Geografis... 39

5.1.2 Topografi Dan Iklim ... 40

5.2 Rancangan Penyuluhan ... 40

5.2.1 Lokasi dan Waktu ... 41

5.2.2 Penetapan Tujuan Penyuluhan ... 41

5.2.3 Penetapan Sasaran Penyuluhan ... 41

5.2.4 Materi Penyuluhan... 433

5.2.5 Metode Penyuluhan ... 444

5.2.6 Media Penyuluhan ... 444

5.2.7 Evaluasi Penyuluhan ... 455

5.3 Implementasi Penyuluhan ... 455

5.3.1 Persiapan Penyuluhan ... 455

5.3.2 Pelaksanaan Penyuluhan ... 46

BAB VI PEMBAHASAN/ DISKUSI EVALUASI PENYULUHAN ... 45

6.1 Hasil Penyuluhan... 45

6.2 Hasil Evaluasi Penyuluhan ... 45

6.3 Rencana Tindak Lanjut (RTL) ... 47

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ... 48

7.1 Kesimpulan... ... 48

7.2 Saran... ... 49

DAFTAR PUSTAKA ... 52

(12)

iv

Daftar Gambar

Gambar Hal

1. Gambar siklus (Spodoptera frugiperda) ... 12

2. Kerangka Pikir ... 21

3. Gambar Perbedaan Sisa Pakan ... 34

4. Gambar Perbedaan Morfologi Ulat Grayak… ... 34

5. Gambar Perbedaan Ulat Grayak ...37

6. Peta Desa Patok Picis Wajak Malang ... 39

(13)

v

DAFTAR TABEL

Table Hal

1. Rerata Mortalitas Ulat Grayak Dengan Berbagai Perlakuan… ... 30

2. Rerata Nafsu Makan Ulat Grayak Dengan Berbagai Perlakuan ... 31

3. Data Sasaran Penyuluhan… ... 43

4. Tabulasi Data Post Test ... 51

(14)

vi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Hal

1. Kisi-Kisi Kuesioner ... 56

2. Kuesioner ... 58

3. Uji Validitas dan Reabilitas ... 66

4. Media Penyuluhan ... 67

5. Rata-Rata Mortalitas Ulat ... 68

6. Uji Normalitas Mortalitas Ulat ... 69

7. Uji Anova ... 70

8. Uji Duncan Mortalitas ... 71

9. Rata-Rata Nafsu Makan... 72

10. Uji Normalitas Ulat Grayak ... 73

11. Uji Anova ... 74

12. Uji Duncan ... 75

13. Sinopsis ... 76

14. 15. LPM ... 77

15. Lembar Berita Acara ... 78

16. Lembar Daftar Hadir ... 79

17. Penetapan Media Penyuluhan ... 81

18. Matriks Pengambilan Keputusan Materi Penyuluhan ... 82

19. Matriks Pertimbangan Pemilihan Metode ... 83

20. Hasil Uji Kerapatan Perbanyakan Beauveria Bassiana ... 84

21. Dokumentasi Kegiatan ... 85

(15)

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Jagung merupakan salah satu serealia dan memiliki peluang untuk di kembangkan karena kedudukannya sebagai sumber utama karbohidrat dan protein setelah beras dan juga sebagai sumber pakan (Purwanto, 2008).upaya untuk meningkatkan produktivitas jagung masih banyak mengalami berbagai masalah yang dihadapi sehingga produksi jagung dalam negeri belum mampu untuk mencukupi kebutuhan nasional (Soerjandono,2008). Jagung (Zea Mays) dapat di tanam di Negara Indonesia bisa di dataran rendah sampai di dataran tinggi dan daerah pegunungan yang memiliki ketinggian antara 1000-1.800 m dpl.

Biasanya bijian jagung (Zea Mays) dimanfaatkan untuk pakan hewan, baik untuk unggas atau ternak besar. Serapan terbesar di negara Indonesia sekarang ini yaitu sebagai sumber pakan ternak. Olahan biji-bijian jagung (Zea Mays) juga diserap dalam industri pangan, industri farmasi, industri kosmetika, dan industri kimia.

Sehingga kebutuhan jagung (Zea Mays) semakin hari semakin meningkat.

Jagung (Zea Mays) sendiri merupakan salah satu jenis tanaman pangan biji- bijian dari keluarga rumput-rumputan. Jagung (Zea Mays) adalah tanaman semusim (Annual). Satu siklus hidupnya diselesaikan dalam waktu 80-150 hari.

Salah satu kawasan pertanian pangan yang tersebar di Indonesia adalah Malang, salah satu lokasi pertanian di Malang yaitu di wilayah Kecamatan Wajak. Wilayah Kecamatan Wajak terletak pada ketinggian 400 sd 700 meter dpl, suhu rata-rata 22 derajat C – 32 derajat C, dan curah hujan rata-rata 349 mm per tahun serta dengan luas wilayah 9.456 Ha. Menjadikan Kabupaten Malang sebagai salah satu wilayah penghasil tanaman pangan salah satunya yaitu tanaman jagung (Zea Mays). Seiring meningkatnya kebutuhan akan jagung (Zea Mays) maka semakin

(16)

beragam pula hama dan penyakit yang menyerang, salah satunya yaitu hama ulat grayak (Spodoptera Frugiperda.) jenis ulat grayak varian baru ini yang menyebabkan petani jagung (Zea Mays) mengalami penurunan produktivitas jagung (Zea Mays). Biasanya ulat grayak (Spodoptera Frugiperda.) Menyerang tanaman jagung (Zea Mays) di Kecamatan Wajak pada usia tanaman berusia 10 hari setelah tanam sudah mulai terserang hama ulat grayak (Spodoptera Frugiperda.).

Mayoritas petani di Desa Patokpicis Kecamatan Wajak menggunakan cara kimiawi untuk membasmi hama ulat grayak (Spodoptera Frugiperda.) di tanaman jagung (Zea Mays) jika itu dilakukan terus menerus akan berdampak negatif bagi lingkungan dan juga ekosistem jika tidak di imbangi dengan penggunaan bahan organik dan petani juga masih kurang nya pengetahuan petani tentang agensia hayati dan penerapan agensia hayati Beauveria bassiana untuk pengendalian ulat grayak (Spodoptera Frugiperda.) pada tanaman jagung (Zea Mays). Sehingga kajian dengan judul efektifitas agensia hayati Beauveria bassiana terhadap mortalitas dan nafsu makan ulat grayak (Spodoptera Frugiperda.). Pada tanaman jagung (Zea Mays) di Desa Patokpicis Kecamatan Wajak Kabupaten Malang provinsi jawa timur akan dilakukan pada bulan januari-maret.

1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Manakah perlakuan terbaik dari pengaplikasian konsentrasi agensia hayati Beauveria bassiana terhadap hama ulat grayak (Spodoptera Frugiperda.) pada tanaman jagung (Zea Mays)?

2. Bagaimana menentukan rancangan penyuluhan pengaplikasian konsentrasi agensia hayati Beauveria bassiana terhadap hama ulat grayak pada tanaman jagung (Zea Mays)?

(17)

3. Bagaimana tingkat pengetahuan anggota Kelompok Tani Makmur 3 terhadap pengaplikasian Beauveria bassiana terhadap ulat grayak (Spodoptera Frugiperda.) pada tanaman jagung (Zea Mays)?

1.3 TUJUAN

1. Mengetahui perlakuan terbaik dari pengaplikasian konsentrasi agensia hayati Beauveria bassiana terhadap hama ulat grayak (Spodoptera Frugiperda.) pada tanaman jagung (Zea Mays)

2. Mengetahui rancangan penyuluhan pengaplikasian konsentrasi agensia hayati Beauveria bassiana terhadap hama ulat grayak (Spodoptera Frugiperda.) pada tanaman jagung (Zea Mays)

3. Mengetahui tingkat pengetahuan anggota kelompok tani Makmur 3 terhadap pengaplikasian agensia hayati Beauveria bassiana terhadap hama ulat grayak (Spodoptera Frugiperda.) pada tanaman jagung (Zea Mays)

1.4 MANFAAT

A. Manfaat Bagi Mahasiswa

1. Mendapat pembelajaran baru mengenai penggunaan agensia hayati Beauveria bassiana untuk hama ulat grayak (Spodoptera Frugiperda.) pada tanaman jagung (Zea Mays)

2. Mengetahui konsentrasi yang paling efektif dalam membunuh hama ulat grayak (Spodoptera Frugiperda.)

B. Manfaat Bagi Petani

1. Sebagai pengetahuan baru yang bisa dijadikan cara pengaplikasian untuk mengendalikan hama ulat grayak (Spodoptera Frugiperda.) pada tanaman jagung (Zea Mays)

2. Sebagai salah satu cara untuk meningkatkan pengetahuan petani terhadap agensia hayati Beauveria bassiana yang ramah lingkungan.

3. Manfaat Bagi Institusi Politeknik Pembangunan Pertanian Malang

(18)

4. menghasilkan sumber daya manusia dalam bidang penyuluhan pertanian yang aktif, kreatif, inovatif dan berdaya saing tinggi.

5. Sebagai sarana untuk mengembangkan inovasi-inovasi dan teknologi di bidang pertani

(19)

5 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.2 PENELITIAN TERDAHULU

Penelitian terdahulu dijadikan referensi ataupun landasan teori dalam penulisan penelitian ini. Penelitian terdahulu dapat diperoleh baik dari buku, internet ataupun jurnal yang tidak sama persis dengan apa yang dituangkan oleh penulis. Hasil pencarian penelitian terdahulu dapat dijadikan sebagai referensi ataupun tolak penelitian oleh penulis. Beberapa hasil dari pencarian penelitian terdahulu tersebut sebagai berikut:

Pertama, penelitian yang dilakukan oleh, Agung Setyo Budi, Aminudin Afandhi dan Retno Dyah Puspitarini (2013), yang berjudul “ Patogenisitas Jamur Entomopatogen Beauveria Bassiana Balsamo (Deuteromycetes: Moniliales) Pada Larva Spodoptera Litura Fabricius (Lepidoptera: Noctuidae)”. Ulat grayak (Spodoptera litura F.) dianggap sebagai salah satu hama yang serius menyerang daun karena sifat parasitnya pada sebagian besar inang seperti kedelai, kacang tanah, kubis, ubi jalar, kentang. Beauveria bassiana (Balsamo) Vuillemin adalah prospektif untuk dikembangkan sebagai agen pengendali hayati yang dapat merusak dan bahkan menyebabkan kematian larva dalam ordo Lepidoptera, Coleoptera, Hemiptera dan Orthoptera. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui patogenisitas B. bassiana pada kepadatan 105, 106, 107, 108, dan 109 konidia/ml pada larva S. litura dan pengaruhnya terhadap keberhasilan larva S.

litura menjadi pupa. Penelitian itu dilakukan di laboratorium Mikologi dan Kamar Tumbuh, Hama dan Penyakit Tumbuhan Jurusan, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya, dari Desember 2011 sampai Mei 2012. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap dengan tiga ulangan dan kepadatan B. bassiana pada: 0 (sebagai kontrol), 105, 106, 107, 108, 109 konidia/ml. Setiap kepadatan menampung

(20)

250 ekor larva. Metode pencelupan digunakan dalam hal ini uji patogenisitas, dimana larva S. litura dicelupkan ke dalam suspensi kepadatan B. bassiana conidia selama sekitar 5 detik dan dikeringkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kepadatan tertinggi penyebab kematian larva S. litura adalah pada 1,47 x 109 konidia/ml dengan kematian 51,37 %. Sedangkan tingkat kepadatan terendah menyebabkan larva S. litura menjadi pupa sebesar 1,47 x 109 konidia/ml dengan tingkat keberhasilan larva S. litura menjadi pupa sebesar 48,63 %.

Kepadatan tercepat Laju B. bassiana menyebabkan Median Lethal Time (LT50) pada larva S. litura sebesar 1,47 x 109 konidia/ml dalam 298,97 jam.

Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Au Rosmiati , Cecep Hidayat ,Efrin Firmansyah dan Yati Setiati (2018), yang berjudul “Potensi Beauveria Bassiana Sebagai Agens Hayati Spodoptera Litura Fabr. Pada Tanaman Kedelai” Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Hama Jurusan Agroteknologi, UIN Sunan Gunung Djati Bandung dari bulan Januari sampai Maret 2017, menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan enam perlakuan kerapatan spora B. bassiana dan empat ulangan. Perlakuan tersebut adalah kerapatan spora 100 (kontrol), 102 , 104 , 106 , 108 , dan 1010/ml aquades yang diaplikasikan pada larva S. litura instar II.

Uji lanjut yang digunakan yaitu Uji lanjut Duncan taraf 5%. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kerapatan pada spora B. bassiana 1010 /ml aquades menyebabkan mortalitas larva S. litura sebesar 82,50% dan pada bobot pakan yang dimakan oleh larva S. litura paling rendah sebesar 0,79 g.

Ketiga penelitian yang dilakukan oleh Ananda Rizki, Nurani I Putu Sudiarta Ni Nengah Darmiati (2018) Yang Berjudul “ Uji Efektivitas Jamur Beauveria Bassiana Bals. Terhadap Ulat Grayak (Spodoptera Litura F.) Pada Tanaman Tembakau”. Tanaman tembakau merupakan salah satu komoditas nasional dan memegang peranan penting bagi perekonomian di Indonesia. Berbagai upaya dalam teknik budidaya telah dilaksanakan. Namun kendala yang ditemukan

(21)

pada budid tembakau salah satunya yaitu hama ulat grayak (Spodoptera litura F.).

Upaya pengendalian hama masih menggunakan teknik kimia padahal ternyata membawa dampak negatif bagi makhluk hidup dan lingkungan. Oleh karena itu pengendalian ramah lingkungan menggunakan jamur Beauveria bassiana Bals.

dalam bentuk formulasi sangat diperlukan. penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kualitas dan efektifitas formulasi beauveria bassiana yang diperoleh dari perkebunan pelayan provinsi bali terhadap ulat grayak (s litura). metode penelitian penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) dengan 5 perlakuan 5 ulangan. Perlakuan ini menggunakan konsentrasi 60 gram, 45 gram,30 gram,15 gram , 30 gram ,15 gram formulasi dilanjutkan dalam satu liter air dan kontrol menggunakan air saja. NS variabel yang diamati adalah mortalitas dan intensitas serangan ulat grayak (S litura). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa formulasi jamur B. bassiana memiliki ciri ciri koloni berwarna putih, spora berbentuk bulat, berbentuk buah anggur struktur dan densitas spora adalah 1 x 107 spora/ml, oleh karena itu dianggap memiliki kualitas yang baik. Formulasi B bassiana mampu menginfeksi ulat grayak (S. litura) pada hari ke empat. Uji khasiat di rumah kaca konsentrasi 60 gram dilarutkan dalam satu liter air menunjukkan hasil yang baik, dengan kematian tertinggi dan terendah intensitas kerusakan tanaman tembakau.

Keempat, penelitian yang dilakukan Oleh Alum Turnip, Dirk Y.P. Runtuboi, Daniel Lantang (2018), yang “ Uji Efektivitas Jamur Beauveria bassiana dan Waktu Aplikasi Terhadap Hama Spodoptera litura Pada Tanaman Sawi Hijau (Brassica juncea)”. Beauveria bassiana merupakan salah satu jenis jamur entomopatogen yang dapat digunakan sebagai biopestisida. Provinsi Papua kaya dalam kandungan alami, serta jamur B. bassiana yang diisolasi dari tanaman pisang rhizosfer tanah di lokasi Perumahan Dosen Universitas Cenderawasih Jayapura, Perumnas III Waena, Kabupaten Heram, Jayapura, Provinsi Papua. Isolat lokal

(22)

jamur B. bassiana direproduksi di Laboratorium Mikrobiologi Universitas Cenderawasih Jayapura. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan konsentrasi jamur B. bassiana yang efektif membunuh hama Spodoptera sawi litura (Brassica juncea), interval waktu aplikasi (pagi, siang, dan sore) B. Bassiana jamur yang efektif membunuh hama S. litura pada sawi (B. juncea) dan mengetahui perbedaan efektivitas Konsentrasi jamur B. bassiana dan waktu aplikasi (pagi, siang, dan sore) terhadap hama S. litura green sawi (B. juncea) serta interaksi jamur B.

bassiana dan waktu aplikasi (pagi, siang dan malam) terhadap hama sawi hijau S.

litura (B. juncea) dengan Rancangan Acak Lengkap Faktorial (RAK-F) yang terdiri dari dua faktor yaitu konsentrasi cendawan Beauveria bassiana dan waktu aplikasi. Hasil yang didapat bahwa konsentrasi cendawan B. bassiana yang efektif membunuh hama S. litura adalah konsentrasi 1 % dan 1,5 %. NS selang waktu jamur B. bassiana yang efektif membunuh hama S. litura adalah pagi, siang dan sore hari. Perbedaan dalam efektivitas jamur B. bassiana dan aplikasi dalam interval waktu membunuh hama S. litura adalah konsentrasi 0,5% dan 1,5% pada pagi, siang, dan sore hari. Interval waktu penerapan interaksi jamur B. bassiana dalam membunuh hama S. litura adalah sore hari dengan konsentrasi 1,5 % pada hari ke 5 sebesar 5 %, hari ke-8 sebesar 17,5%, hari ke-11 sebesar 32,5% dan pada hari ke-14 sebesar 42,5 %.

Kelima, penelitian yang dilakukan oleh Aan kurniawan, Johanis Panggeso, 2020, yang berjudul “ Efektivitas Cendawan Entomopatogen Beauveria Bassiana Terhadap Mortalitas Dan Daya Hambat Makan Ulat Daun Kubis Plutella Xylostella L. Plutella xylostella “ merupakan hama penting yang menyerang tanaman kubis, sehingga menjadi kendala dalam upaya peningkatan produksi kubis. Cendawan entomopatogen yang dapat digunakan sebagai agens pengendali hayati dalam menekan perkembangan larva Lepidoptera salah satunya adalah Beauveria bassiana. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas dari cendawan

(23)

beauvaria bassiana. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai Mei 2019 di laboratorium Hama dan di laboratorium Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Tadulako, Palu. Metode pemberian pakan menggunakan metode Sandwich dengan 5 taraf perlakuan yaitu (kontrol), pengenceran 10-5, 10-6, 10-7, dan 10-8. Variabel yang diamati yaitu viabilitas konidium, mortalitas, dan daya hambat makan serta morfologi gejala infeksi B. bassiana terhadap serangga uji P.

xylostella. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh bahwa perlakuan tingkat pengenceran konidia berpengaruh sangat nyata terhadap mortalitas dan daya hambat makan larva P. xylostella pada kerapatan konidia 9,464 x 106 sebesar 55%, serta mampu menghambat aktivitas makan dengan nilai rata-rata hari mencapai 17,75% dan kerapatan konidia 8,240 x 106 sebesar 47,5% dengan daya hambat makan mencapai 17,05% dengan Viabilitas konidium B. bassiana yaitu sebesar 82,42%. Sedangkan Gejala larva yang terinfeksi B. bassiana yaitu terdapatnya hifa berwarna putih keluar dari tubuh larva P. xylostella.

2.2 TINJAUAN TEORI 2.2.1 Tanaman Jagung

Tanaman jagung (Zea Mays) merupakan tanaman rumput-rumputan dan berbiji tunggal. Jagung adalah tanaman rumput kuat, sedikit berumpun dengan batang kasar dan tingginya sekitar 0,6-3 m. Tanaman jagung termasuk dalam jenis tumbuhan musiman dengan umur ± 3 bulan (Nuridayanti, 2011). Kedudukan taksonomi jagung adalah sebagai berikut, yaitu:

(24)

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledoneae Ordo : Graminae

Famili : Gramin Genus : Zae, dan Spesies : Zea mays L.

(Paeru dan Dewi, 2017).

2.2.2 Morfologi Tanaman Jagung

a. Biji jagung tunggal memiliki berbentuk pipih dengan permukaan atas berbentuk cembung atau cekung dan bagian dasar berbentuk runcing.

Bijinya terdiri atas tiga bagian, yaitu pericarp, endosperma, dan embrio.

Pericarp atau kulit merupakan bagian paling luar sebagai lapisan pembungkus. Endosperma merupakan bagian atau lapisan kedua sebagai cadangan makanan biji (Paeru dan Dewi, 2017).

b. Daun Genotipe jagung mempunyai keragaman dalam hal panjang, lebar daun, tebal daun, sudut daun, dan warna pigmentasi daun. Lebar helai daun dikategorikan mulai dari sangat sempit (< 5 cm), sempit (5,1-7 cm), sedang (7,1-9 cm), lebar (9,1-11 cm), hingga sangat lebar (>11 cm) (Subekti dkk., 2008).

c. Batang jagung tidak bercabang dan memiliki batang yang kaku. Bentuk cabangnya silinder dan terdiri atas beberapa ruas dan buku ruas. Adapun tingginya tergantung varietas dan tempat penanaman, umumnya berkisar 60- 250 cm (Paeru dan Dewi, 2017).

(25)

d. Akar Jagung memiliki akar serabut dengan tiga macam akar, yaitu akar seminal, akar adventif, dan akar kait atau penyangga. Akar seminal adalah akar yang berkembang dari radikula dan embrio. Akar adventif adalah akar yang semula berkembang dari buku di ujung mesokotil. Akar kait atau penyangga adalah akar adventif yang muncul pada dua atau tiga buku di atas permukaan tanah (Subekti dkk., 2008).

e. Bunga Bunga jagung juga termasuk bunga tidak lengkap karena tidak bunga jagung memiliki petal dan sepal. Alat kelamin jantan dan betinanya juga berada pada bunga yang berbeda sehingga disebut bunga tidak sempurna. Bunga jantan terdapat di ujung batang dan bunga betina terdapat di bagian daun ke-6 atau ke-8 dari bunga jantan (Paeru dan Dewi, 2017).

f. Rambut jagung Rambut jagung adalah kepala putik dan tangkai kepala putik buah (Zea mays) ., berupa benang-benang ramping, lemas, agak mengkilat, dengan panjang 10-25 cm dan diameter lebih kurang 0,4 mm.

Rambut jagung (silk) adalah kepanjangan dari saluran stylar ovary yang matang pada tongkol jagung. Rambut jagung tumbuh dengan panjang hingga 30,5 cm atau lebih sehingga keluar dari ujung kelobot. Panjang rambut jagung sendiri bergantung pada panjang tongkol jagung dan klobot jagung (Subekti dkk., 2008). Berdasarkan penelitian, rambut jagung mengandung protein, vitamin, karbohidrat, garam-garam kalsium, kalium, magnesium, dan natrium, minyak atsiri, steroid seperti sitosterol dan stigmasterol, dan senyawa antioksidan seperti alkaloid, saponin, tanin, dan flavonoid (Nuridayanti, 2011). Berdasarkan penelitian mengenai aktivitas antioksidan rebusan rambut jagung, didapatkan nilai IC50 (Inhibitory Concentration) dari rebusan rambut jagung dengan fraksi etil asetat,

(26)

ekstrak metanol, fraksi air secara berturut-turut adalah 131,20 ppm, 147,10 ppm, 269,63 ppm. Aktivitas antioksidan fraksi etil asetat, metanol dan air tergolong tergolong sedang (Samin, Bialangi, dan Salimi, 2014).

g. Tongkol Tanaman jagung menghasilkan satu atau beberapa tongkol.

Tongkol jagung muncul dari buku ruas berupa tunas yang kemudian berkembang menjadi tongkol. Pada tongkol terdapat biji jagung yang tersusun rapi. Dalam satu tongkol jagung terdapat 200-400 biji (Paeru dan Dewi, 2017).

2.2.3 Spodoptera Frugiperda

Gambar 1 Siklus Hidup Spodoptera Frugiperda

(Sumber https://nufarm.com/id/ulat-faw/)

Ulat grayak (Spodoptera Frugiperda) adalah jenis ulat grayak varian baru dengan memiliki ciri khas yaitu adanya huruf Y yang terbalik di kepalanya dan juga memiliki 4 titik yang memiliki bentuk persegi pada bagian segmen kedua dari

3 hari

3 hari setiap instar dan ada 6 instar

6 hari

7 hari

(27)

belakang. Ulat grayak jenis (Spodoptera Frugiperda) ini berasal dari Amerika dan dapat menghilangkan hasil sampai 40-60%. Perkembangan (Spodoptera Frugiperda) ini telah berkembang sehingga produktivitas jagung menurun, (Anura, 2021).

(Spodoptera Frugiperda) diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

Filum : Arthropoda

Kelas : Insecta

Ordo : Lepidoptera

Family : Noctuidae

Genus : Spodoptera

Species : Spodoptera frugiperda.

(Spodoptera Frugiperda) ulat ini bermetamorfosis sempurna yaitu : telur, 6 instar larva, pupa, dan imago (CABI, 2020).

Telur

(Spodoptera Frugiperda) memiliki massa telur berwarna krem, abu-abu atau keputih-putihan, dengan penutup seperti rambut, dan biasanya diletakkan di bagian bawah daun tetapi kadang-kadang di sisi atas daun ketika tidak sepenuhnya keluar dari siulan. Telur berwarna putih, merah muda atau hijau muda dan berbentuk bulat. Masa inkubasi telur hanya 2 – 3 hari selama kondisi hangat (Prasanna et al, 2018). Jumlah telur yang dihasilkan setiap imago betina ulat grayak (Spodoptera Frugiperda) rata-rata sekitar 1500 butir dan maksimum mencapai 2000 butir telur (Anura, 2021) .

(28)

Larva

Larva ulat grayak (Spodoptera Frugiperda) memiliki 6 instar. Instar terakhir memiliki tanda dan bercak yang khas, kepalanya gelap, dengan tanda berbentuk Y pucat terbalik di bagian depan di kepalanya. Masing-masing segmen tubuh ulat grayak (Spodoptera Frugiperda) memiliki pola empat titik jika dilihat dari atas. Ia memiliki empat bintik hitam yang membentuk bujur sangkar pada segmen tubuh kedua hingga terakhir. Kulit larva pada ulat grayak (Spodoptera Frugiperda) tampak kasar tetapi itu halus saat disentuh. Ulat grayak (Spodoptera Frugiperda) berukuran sedikit lebih pendek dari batang korek api yang memiliki panjang (panjang 4-5 cm) (Anura, 2021).

Pupa

Pupa umumnya memiliki ukuran panjang 15 mm dan berada 2-8 cm dalam tanah. Pupa berwarna coklat gelap, pupa sangat jarang ditemukan pada batang, namun jika tanah terlalu keras, dalam beberapa kasus, pupa juga dapat ditemukan di tongkol jagung. Lama stadia pupa adalah sekitar 8 – 9 hari selama musim panas, tetapi mencapai 20 hingga 30 hari selama musim dingin (FAO and CABI, 2019).

Imago

Imago ulat grayak (Spodoptera Frugiperda) memiliki lebar bentangan sayap antara 3-4 cm. Sayap bagian depan berwarna coklat gelap sedangkan sayap di belakang berwarna putih keabu-abuan. Sayap imago jantan berbintik- bintik (coklat muda, abu-abu dan berwarna jerami) sedangkan untuk betina berwarna coklat tanpa memiliki pola warna sayap (Anura ,2021). Imago ulat grayak (Spodoptera Frugiperda) hidup selama 7-21 hari dengan rata-rata masa hidup ulat grayak (Spodoptera Frugiperda) 0 hari sebelum mati (Prasanna et al, 2018).

(29)

2.2.4 Gejala Tanaman Yang Terserang

Gejala tanaman yang terserang ulat grayak adalah daun rusak terkoyak, berlubang tidak beraturan, terdapat kotoran seperti serbuk gergaji dan pada serangan berat daun menjadi gundul. Tanaman jagung yang diserang oleh hama jagung ulat grayak kerusakannya ditandai dengan adanya bekas gesekan di daun dari larva atau ulat.

2.2.5 Agensia Hayati

Agensia Pengendali Hayati (Biological Control Agens) yaitu setiap organisme yang meliputi subspecies, spesies, varietas, semua jenis protozoa, serangga, bakteri, cendawan, virus dan organisme lainnya yang dalam tahap perkembangannya bisa digunakan untuk keperluan pengendalian hama dan penyakit atau organisme.

2.2.6 Beauveria bassiana

Beauveria bassiana adalah cendawan entomopatogen yaitu cendawan yang bisa menimbulkan penyakit pada serangga. Beauvaria bassiana berasal dari kingdom Fungi, filum Ascomycota, kelas Sordariomycetes, ordo Hypocreales, famili Clavicipitaceae, dan genus Beauveria. Adapun klasifikasi dari beauveria bassiana yaitu sebagai berikut:

Kingdom : Fungi, filum Ascomycota, Kelas : Sordariomycetes,

Orde : Hypocreales, Famili : Clavicipitaceae, Genus : Beauveria.

Species : Beauveria bassiana

(30)

2.2.7 Penyuluhan Pertanian

Penyuluhan Pertanian merupakan pemberdayaan petan, keluarganya, dan masyarakat yang menjadi pelaku Agribisnis dalam kegiatan pendidikan non formal di bidang pertanian supaya mereka mampu mendorong dirinya sendiri dalam bidang politik maupun dalam bidang ekonomi sosial sehingga mereka mencapai meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan.

Penyuluhan Pertanian merupakan suatu proses pembelajaran bagi pelaku utama serta pelaku usaha agar mereka mau dan mampu mengorganisasikan dirinya dalam mengakses informasi pasar, teknologi, permodalan, dan sumber daya lainnya, usaha, pendapatan, dan kesejahteraannya, serta meningkatkan kesadaran dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup. (UU RI No. 16, tentang SP3K, tahun 2006)

2.2.8 Tujuan Penyuluhan Pertanian

Tujuan penyuluhan untuk mengetahui pengetahuan petani terhadap apa yang nantinya akan di suluhkan oleh penyuluh, selain itu tujuan penyuluhan juga agar pelaku utama dan pelaku usaha dapat berwawasan secara luas. Selain hal tersebut tujuan penyuluhan pertanian diperjelas lagi sebagai berikut :

1. Memperkuat pengembangan pertanian, perikanan, serta kehutanan yang maju dan modern dalam sistem pembangunan yang berkelanjutan

2. Memberdayakan pelaku utama dan pelaku usaha dalam peningkatan kemampuan melalui penciptaan iklim usaha yang kondusif, penumbuhan motivasi, pengembangan potensi, pemberian peluang, peningkatan kesadaran, dan pendampingan serta fasilitasi

3. Memberikan kepastian hukum bagi terselenggaranya penyuluhan yang produktif, efektif, efisien, terdesentralisasi, partisipatif, terbuka, berswadaya, bermitra sejajar, kesetaraan gender, berwawasan luas ke

(31)

depan, berwawasan lingkungan, dan bertanggung gugat yang dapat menjamin terlaksananya pembangunan pertanian, perikanan, dan kehutanan

4. Memberikan perlindungan, keadilan, dan kepastian hukum bagi pelaku utama dan pelaku usaha untuk mendapatkan pelayanan penyuluhan serta bagi penyuluh dalam melaksanakan penyuluhan

5. Mengembangkan sumber daya manusia, yang maju dan sejahtera, sebagai pelaku dan sasaran utama pembangunan pertanian, perikanan, dan kehutanan (UU RI No. 16, tentang SP3K, tahun 2006).

2.2.9 Sasaran Penyuluhan Pertanian

Sasaran penyuluhan pertanian merupakan pelaku utama dan pelaku usaha yang terdiri dari petani dan keluarganya serta orang yang mengelola usaha pertanian yang terlibat secara langsung dalam kegiatan penyuluhan pertanian.

1. Pihak yang paling berhak memperoleh manfaat penyuluhan meliputi sasaran utama dan sasaran antara.

2. Sasaran utama penyuluhan yaitu pelaku utama dan pelaku usaha.

3. Sasaran antara penyuluhan yaitu pemangku kepentingan lainnya yang meliputi kelompok atau lembaga pemerhati pertanian, perikanan, dan kehutanan serta generasi muda dan tokoh masyarakat. (Undang-undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2006 Tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, 2006)

2.2.10 Materi penyuluhan Pertanian

Materi dalam lingkup luas dapat diartikan sebagai sesuatu yang menjadi bahan yang nantinya bisa untuk disampaikan atau dibicarakan. Materi dalam bidang penyuluhan itu sendiri dapat diartikan sebagai pesan yang akan disampaikan baik secara langsung maupun tidak langsung oleh penyuluh kepada

(32)

sasaran penyuluhan. Pesan penyuluhan tersebut dapat berupa pesan yang bersifat anjuran (persuasif), pesan larangan (instruktif), pesan pemberitahuan (informatif) dan pesan hiburan (entertainment). Materi penyuluhan juga merupakan segala bentuk pesan yang ingin disampaikan oleh seorang penyuluh kepada masyarakat sasaran dalam upaya untuk mewujudkan proses komunikasi demi terlaksananya pembangunan pertanian. (mardikanto 1993).

Materi penyuluhan dapat berupa pengalaman dari petani yang telah sukses menerapkan suatu inovasi baru dalam bidang pertanian yang nantinya dapat disampaikan ataupun ditularkan kepada petani lainnya. Materi penyuluhan merupakan sebagai bahan penyuluhan yang disampaikan oleh penyuluh kepada pelaku utama dan pelaku usaha dalam berbagai bentuk yang dapat meliputi informasi, teknologi, rekayasa sosial, manajemen, ekonomi, hukum, dan kelestarian lingkungan. (UU Nomor 16 Tahun 2006)

2.2.11 Media penyuluhan pertanian

Media penyuluhan merupakan serangkaian alat bantu yang dipergunakan oleh penyuluh untuk melaksanakan penyuluhan agar menjadi efektif dalam melaksanakan penyuluhan. Alat-alat audio visual yang digunakan dalam pelaksanaan penyuluhan pertanian berguna untuk membantu dan membuat cara berkomunikasi menjadi efektif diantaranya alat-alat audio visual yaitu gambar,foto, model, slide, pita kaset, tape recorder, film bersuara, televisi dan computer. Namun dalam penggunaannya harus diperhatikan dan disesuaikan mengenai pengaruhnya terhadap masyarakat sebelum menggunakannya dalam kegiatan penyuluhan. Selain itu sekarang juga banyak ditemukan sejumlah media sosial sebagai media penyuluhan dalam konteks milenial. (Nuraeni, 2014).

(33)

2.2.12 Metode Penyuluhan Pertanian

Metode penyuluhan pertanian merupakan serangkaian cara yang dilakukan oleh penyuluh untuk melakukan penyuluhan dan diterapkan pada saat melakukan penyuluhan dalam menyampaikan materi kepada sasaran penyuluhan / petani yang secara langsung maupun tidak langsung. Tujuan dari penggunaan metode dalam penyuluhan pertanian supaya sasaran mau dan mampu dalam menerapkan ataupun menerima inovasi pertanian yang baru yang di suluhkan.

Menurut Notoatmodjo (2011), dalam metode penyuluhan dibagi menjadi 3 yaitu : 1. Metode individual : metode penyuluhan disampaikan kepada individu

misalnya melakukan kunjungan dari rumah ke rumah satu persatu.

2. Metode kelompok :

a. Kelompok besar : jika peserta lebih dari 20 orang maka dapat menggunakan metode ceramah dan seminar. Ceramah adalah suatu metode penyampaian pesan secara lisan bisa secara langsung dan disertai dengan Tanya jawab (Budiharto, 2008).

b. Kelompok kecil : jika jumlah peserta kurang dari 20 orang maka dapat dikatakan kelompok kecil. Metode yang dapat digunakan dalam penyuluhan yaitu diskusi kelompok, curah pendapat, bola salju, kelompok kecil, Irele play, dan permainan simulasi.

c. Metode penyuluhan masa : penyuluhan masa dapat dilakukan saat pesta rakyat atau pada acara tradisional atau pemasangan spanduk atau poster di tempat yang ramai orang atau yang biasa dikunjungi orang banyak seperti di kantor desa, balai desa atau di posyandu.

(34)

2.2.13 Evaluasi Penyuluhan Pertanian

Evaluasi penyuluhan pertanian merupakan suatu proses yang sistematis yang digunakan untuk memperoleh informasi yang relevan mengenai tujuan program penyuluhan pertanian di suatu tempat atau wilayah tertentu yang kemudian dapat ditarik kesimpulannya untuk digunakan sebagai pengambilan keputusan dan pertimbangan terhadap program yang akan dijalankan atau dilakukan. (Utami.2018).

Optimalisasi dalam system mevaluasi memiliki dia akna yatu system evaluasi yang meberikan memberikan informasi secara optial dan juga bermanfaat yang akan di capai dari proses dalam evaluasi tersebut. Manfaat dari evaluasi di bidang penyuluhan pertanian agar tercapanya proses peyuluhan dan penerima informasi bagi petani (Rifandi, 2013).

(35)

2.3 KERANGKA PIKIR

Gambar 2 Kerangka Pikir

IDENTIFIKASI POTENSI WILAYAH

Keadaan Sekarang

1. Petani masih ketergantungan dalam pemakaian insektisida dalam penanganan ulat grayak

2. Petani belum bisa perbanyakan dan belum mengerti agensia hayati beauvaria bassiana

3. Petani belum mengetahui konsentrasi yang pas dan efektif untuk menanggulangi ulat grayak di tanaman jagung

Keadaan Yang Di Inginkan 1. Petani dapat meminimalisir

penggunaan insektisida (bahan kimia)

2. Petani dapat mengerti caraperbanyakan agensia hayati beauvaria bassiana 3. Petani mengetahui konsentrasi

yang efektif untuk menanggulangi hama ulat grayak di tanaman jagung

Tujuan

1. Mengetahui konsentrasi agensia hayati yang efektif dalampengendalian hama ulat grayak

2. Menyusun efektifitas eaancanagan penyuluhan tentang perbanyakan perbanyakan dan pengaplikasian agensi

3. Mengukur tingkat pengetahuan petani tentangefektifitas agensia hayati beauvaria bassiana terhadap ulat grayak

Kajian Efektisitas agensia hayati beauvaria bassiana terhadap

mortalitas dan nafsu makan ulat grayak (Spodoptera

Frugiperda.) Pada tanaman jagung (Zea mays)

Waktu Dan Tujuan

Lab Polbangtan

Malang Januari-Maret

2022

Perlakuan P0 : 100%

aquades

P1: 60 Gram + 1 liter aquades P2: 70 gram + 1 liter aquades P3: 80 gram + 1 liter aquades P4: DIAZINON 2 ml+ 1 liter aquades

Metode Rancangan acak lengkap

(RAL)

Hasil penelitian

Materi

Perbanyakan dan aplikasi agensia hayati dalam menanggapi ulat grayak pada

jagung

Rancangan penyuluhan Sasaran

kelompok tani makmur 3

Metode Demontrasi cara, diskusi

Media Folder, benda

sebenarnya

Pelaksanaan penyuluhan Perbanyakan dan aplikasiagensia hayati dalammengendalikan

ulat grayak pada jagung

Evaluasi Rancangan

tindak lanjut penyuluhan

Evaluasi

penyuluhan Implementasi

(36)

22 BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 LOKASI DAN WAKTU

Penelitian ini dilakukan di kelompok tani Makmur 3 Desa Patokpicis Kecamatan Wajak Kabupaten Malang. Kegiatan penelitian dimulai pada bulan Januari 2022 sampai dengan bulan Mei 2022.

3.2 METODE KAJIAN

3.2.1 Rancangan Percobaan

Penelitian ini menggunakan susunan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 5 perlakuan dan 5 kali ulangan sehingga keseluruhan diperoleh 25 unit percobaan adalah cawan petri yang berisi 10 ulat di masing-masing cawan yang masing-masing cawan yang berisi ulat instar 3 . Penelitian ini dilakukan di dalam ruangan yang telah disiapkan oleh peneliti. Daun jagung yang digunakan dipotong masing-masing menjadi 15 cm dengan berat 5 gram. Daun jagung yang digunakan yaitu daun jagung yang masih muda yang berwarna hijau muda.

Penelitian ini akan dilakukan selama 14 hari pada saat pengaplikasian Beauveria bassiana pada ulat grayak.

Penelitian ini terdiri dari 5 perlakuan yang terdiri dari sebagai berikut ini:

Percobaan (RAL) rancangan acak lengkap yaitu sebagai berikut :

- P0 (Aquades sebagai kontrol)

- P1 (60 gram Beauveria bassiana + 1 liter aquades)

- P2 (70 gram Beauvaria bassiana + 1 liter aquades)

- P3 (80 gram Beauvaria bassiana + 1 liter aquades)

- P4 Fungisida Diazinon (2 ml + 1 liter aquades)

(37)

3.2.2 Persiapan Penelitian

A. Perbanyakan Beauvaria bassiana

Berikut ini alat yang di gunakan dalam perbanyakan agensia hayati beauvaria bassiana yaitu jarum suntik, kompor, toples, plastic, panci, gas, saringan, sendok, beras jagung, besi pengaduk dan lakban putih. Bahan yang perlu disiapkan yaitu isolate beauvaria bassiana 3 tabung, alkohol 1 botol dan air. Langkah kerja beauvaria bassiana dengan media beras jagung sebagai berikut:

- Rendam beras jagung yang sudah dihancurkan menjadi 4-6 bagian selama sehari semalam

- Rebus beras jagung hingga kematangan 25 persen dengan merebus nya selama 15 menit

- Angkat dan dinginkan dengan cara di angin-anginkan

- Masukkan ke kantong plastik sebanyak setengah kantong plastik - Ikat atas kantong plastik

- Kukus kembali beras jagung selama 1 jam untuk strilisasi - Angkat dan angin-anginkan sampai dingin

- Encerkan isolat menggunakan air mineral lalu aduk dengan besi pengaduk yang sudah di sterilisasi dengan alkohol dan tuang dalam toples

- Sedot dengan suntikan 2 ml untuk setiap satu bungkus plastik perbanyakan

- Suntikkan kedalam plastic yang berisi beras jagung yang sudah direbus - Tutup plastik bekas suntikan dengan lakban setelah itu di kocok

(38)

- Simpan di tempat yang tidak terkena sinar matahari dan diamkan selama 15 hari

- Uji lab menghitung kerapatan

(Fitrah et.al 2020)

B. Uji laboratorium kerapatan Beauvaria Bassiana

Uji kerapatan beauvaria bassiana dilakukan untuk mengetahui kerapatan dari spora hasil perbanyakan dengan menggunakan media beras jagung. B. bassiana dikatakan layak jika kerapatan spora minimal 106. Beauvaria bassiana sebelum digunakan di uji kerapatan nya terlebih dahulu untuk mengetahui kerapatan spora Beauvaria bassiana yang di ujikan di dinas POPT pandaan pasuruan jawa timur. Standart dari di rektorat perlindungan perkebunan perkebunan kementrian pertanian tahun 2014 bahwa mutu formulasi di kategorikan baik dengan kerapatan spora 1x106. Alat yang digunakan dalam melihat kerapatan spora beauvaria bassiana yaitu microskop, tabung raksi, rak tabung, sendok, timbangan, pipet dan wadah kecil. bahan yang digunakan yaitu beauvaria bassiana 1 gram dan aquades. Cara uji kerapatan brauvaria bassiaan yang pertama kali harus dilakukan yaitu : Kerapatan spora dihitung menggunakan haemocytometer. Kerapatan spora yang baik untuk jamur B. bassiana adalah 1 x 106 spora/g (Direktorat Perlindungan Perkebunan Kementrian Pertanian, 2014). Formulasi jamur B.bassiana dari Dinas Perkebunan Provinsi Bali sebanyak 1 gram dilarutkan dalam akuades + 0.05 % Tween 80 kemudian dikocok dengan menggunakan vortek hingga tercampur merata. Tanpa melakukan penegnceran dengan mengambil 1 ml suspensi dari larutan induk kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang telah diisi akuades steril 9 ml. Suspensi spora kemudian diteteskan pada

(39)

haemocytometer dan dihitung kerapatan sporanya dengan mikroskop binokuler perbesaran 400 kali. Perhitungan kerapatan spora menggunakan rumus Gabriel & Riyatno (1989) sebagai berikut :

Keterangan :

C : kerapatan spora per ml larutan

t : jumlah total spora dalam kotak sempel yang diamati n : jumlah sempel ( 5 kotak besar x 16 kotak kecil

0,25 : faktor koreksi penggunaan kotak sampel skala kecil pada haemocytometer.

106 : Standar kerapatan spora yang baik (Direktorat Perlindungan Perkebunan Kementrian Pertanian, 2014)

C. Rearing Ulat Grayak (Spodoptera frugiperda) dan Pengaplikasian Beauvaria bassiana

Alat yang di gunakan dalam yaitu sendok, sprayers, kain kasa / saringan, botol/ ember, timbangan elektrik, pisau/ gunting, kertas,toples, penggaris, kalkulator, sangkar kupu, kertas lab, kapas, benang, tisu, polybag, timbangan dan benang. bahan yang digunakan yaitu air 5 liter, beauveria bassiana 210 gr setiap hari, larva ulat grayak 250 ekor, daun jagung ( 125 gram/hari ), madu ( 400 gram ) dan pohon jagung berusia 15 hari.

Kupu-kupu yang digunakan dalam perbanyakan ulat grayak ini berasal dari lahan atau tempat anggota kelompok tani menanam jagung di lahan nya. Kupu- kupu merupakan induk yang akan menetaskan telur ulat grayak (Spodoptera Frugiperda.). Rearing perbanyakan ulat sendiri dilakukan untuk mendapat kan

(40)

umur ulat yang seragam atau sama. Hal tersebut dilakukan untuk penelitian nantinya dapat lebih akurat. Dan nantinya yang digunakan pada penelitian adalah ulat yang berumur 9 hari atau instar 3. Berikut adalah langkah-langkah perbanyakan ulat grayak (Spodoptera frugiperda.):

- Masukkan kupu ke dalam sangkar setiap sangkar diisi 5 - 10 kupu setiap sangkar

- Bulatkan kapas berbentuk bola kecil menggunakan kapas dan celupkan di madu

- Siapkan tanaman jagung masing-masing sangkar diberi satu tanaman jagung di polybag untuk tempat penetasan telur kupu.

- Jika sudah menetas beri makan ulat dengan daun jagung yang masih segar - Jika sudah berumur 9 hari ulat grayak taruh dalam toples setiap toples

berisikan 9 ulat sehingga jika 25 toples jumlah ulat 250 ekor.

(Saipur A, dkk., 2020)

3.2.3 Pelaksanaan Kajian

Larva uji yang digunakan dalam penelitian ini yaitu larva ulat grayak (Spodoptera Frugiperda.)instar 3, jumlah perlakuan 5 dengan 5 kali ulangan dengan keseluruhan 25 ulangan setiap unit percobaan yang di gunakan 10 ulat sehingga total larva yang digunakan 250 ekor. Dengan perlakuan P0 : 100%

aquades, P1: 60 gram Beauvaria bassiana + 1 liter aquades, P2: 70 gram Beauvaria bassiana + 1 liter aquades, 3: 80 gram Beauvaria bassiana + 1 liter aquades, P4: 2 ml Diazinon + 1 liter aquades.

Sebelum diberikan pada larva, terlebih dahulu pakan atau daun jagung (Zea Mays) diberikan perlakuan masing-masing dengan cara disemprotkan agensia hayati Beauveria bassiana secara merata ke bagian daun jagung (Zea Mays) yang telah dipotong sepanjang 15 cm dengan berat 5 gr. Waktu pergantian makan dan

(41)

penyemprotan pada ulat dilakukan selama 24 jam sekali dengan perlakuan ini menggunakan formulasi konsentrasi 60 gram, 70 gram, 80 gram, yang dilarutkan dalam satu liter air dan kontrol hanya menggunakan air dan 2 ml + 1 L Air untuk control positif . Variabel yang diamati adalah mortalitas dan intensitas serangan ulat grayak (Spodoptera frugiperda). Hasil penelitian menunjukkan bahwa formulasi cendawan Beauvaria bassiana memiliki ciri-ciri koloni berwarna putih, spora berbentuk bulat, struktur berbentuk anggur.

Variabel pengamatan pada kajian ini meliputi mortalitas hama ulat grayak (Spodoptera frugiperda.) serta penurunan aktivitas makan dari hama ulat grayak (Spodoptera frugiperda.).

1. Mortalitas hama

Persentase mortalitas hama ulat grayak (Spodoptera frugiperda.) pada tanaman jagung (Zea Mays) dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

P = 𝑋

𝑌 × 100%

Keterangan:

P = Persentase kematian hama ulat grayak X = Jumlah ulat yang mati Y = Jumlah hama ulat grayak yang diuji

(Solichah et al., 2020)

2. Penurunan aktivitas makan hama ulat grayak (Spodoptera frugiperda.) Persentase penurunan hama ulat grayak dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

P = 1 − (𝑇

𝐶) × 100%

(42)

Keterangan:

P = Persentase penurunan aktivitas

T = Bobot pakan yang dimakan dari perlakuan

C = Bobot pakan yang dimakan dari perlakuan sebagai kontrol (Pujiono, 1988 dalam Tohir 2010)

Data analisis dengan sidik ragam jika menunjukkan pengaruh yang nyata ataupun sangat nyata, maka selanjutnya akan di uji dengan uji duncan (Bagun, 1991).

3.2.4 Tujuan Penyuluhan

Tujuan kegiatan penyuluhan adalah untuk memberikan informasi mengenai pengendalian hama ulat grayak pada tanaman daun jagung (Zea Mays) dengan menggunakan agensia hayati Beauveria bassiana selain itu juga untuk meningkatkan pengetahuan petani.

3.2.5 Sasaran Penyuluhan

Sasaran kegiatan penyuluhan yang telah ditetapkan pada saat melangsungkan identifikasi potensi wilayah serta permasalahan yang dihadapi oleh petani yang tergabung dalam Kelompok Tani Makmur 3 Desa Patokpicis Kecamatan Wajak Kabupaten Malang. Mayoritas anggota Kelompok Tani tersebut merupakan petani tanaman pangan.

3.2.6 Materi Penyuluhan

Berdasarkan masalah yang ada di anggota Kelompok Tani dan juga dari identifikasi potensi yang ada di sekitar lingkungan anggota Kelompok Tani Makmur 3 materi penyuluhan diambil berdasarkan hasil penelitian yang terbaik.

3.2.7 Metode penyuluhan

Metode penyuluhan yang akan digunakan dalam kajian ini disesuaikan dengan kondisi wilayah yang akan dijadikan tempat penyuluhan, karakter dan jumlah sasaran penyuluhan serta tujuan penyuluhan yang akan dilaksanakan.

(43)

3.2.8 Media Penyuluhan

Media penyuluhan ditetapkan berdasarkan hasil dari identifikasi potensi wilayah meliputi kondisi wilayah yang dilihat dari sasaran penyuluhan, tujuan Penyuluhan, Serta Jumlah Sasaran Penyuluhan. Media Penyuluhan Yang Akan digunakan yaitu folder yang nantinya akan dibagikan kepada sasaran yaitu anggota Kelompok Tani Makmur 3 dengan menggunakan media sesungguhnya.

3.3 Metode Implementasi 3.3.1 Lokasi dan Waktu

Pelaksanaan penyuluhan dilaksanakan di rumah Ketua Kelompok Tani Makmur 3 Desa Patokpicis Kecamatan Wajak Kabupaten Malang Penyuluhan dilakukan setelah kajian selesai dan mendapatkan hasil kajian yang terbaik.

3.3.2 Persiapan Penyuluhan

Persiapan sebelum pelaksanaan penyuluhan meliputi persiapan lembar persiapan menyuluh (LPM), sinopsis, daftar hadir, berita acara serta kuesioner evaluasi penyuluhan, penyampaian materi, metode evaluasi, responden evaluasi, tujuan evaluasi penyuluhan.

3.3.4 Metode dan Skala Pengukuran Evaluasi

Metode yang digunakan dalam pelaksanaan evaluasi penyuluhan yakni metode kuantitatif. Skala yang digunakan yakni scoring / multiple choice yang kemudian akan dituangkan ke dalam kuesioner yang kemudian jawaban yang diperoleh dari kuesioner yang telah dibagikan ke anggota kelompok tani Makmur 3 di tabulasi menggunakan software SPSS 21.

(44)

3.3.5 Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen

Uji validitas merupakan suatu ketepatan dalam pengukuran suatu instrumen dalam pengukuran. Validitas kuesioner / instrumen dilakukan menggunakan software SPSS 21. Butir pernyataan dalam kuesioner yang akan diujikan menggunakan skala guttman. Dapat dikatakan valid apabila nilai R hitung > R tabel begitu pula sebaliknya apabila nilai R hitung < R tabel maka kuesioner / instrumen tersebut tidak valid (Sugiyono 2007) dan uji reliabilitas instrumen dilakukan dengan menggunakan software SPSS 21. Butir instrumen yang dalam bentuk kuesioner yang akan diujikan yakni menggunakan skala scoring/ multiple choice. Dapat dikatakan signifikan atau reliabel apabila nilai Cronbach Alpha lebih besar daripada dengan nilai r tabel. (Yusup, 2018).

(45)

31 BAB IV HASIL KAJIAN 4.1 Hasil Kajian Teknis

Kajian teknis dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh pengaplikasian agensia hayati Beauvaria bassiana untuk pengendalian hama ulat grayak S. Frugiperda Pada tanaman daun Jagung. Data yang diperoleh dari kajian teknis terdiri dari 2 parameter pengamatan, yaitu mortalitas ulat grayak Spodoptera frugiperda dan data penurunan aktivitas makan ulat grayak Spodoptera frugiperda yang kemudian data tersebut disajikan menurut parameter yang dipergunakan.

4.1.1 Mortalitas Hama Ulat Grayak S. Frugiperda

Mortalitas hama adalah jumlah kematian hama yang diukur untuk mengetahui efektivitas pengaplikasian suatu agensia hayati Beauvaria Bassiana.

Mortalitas hama dapat diukur dengan cara menghitung sampel ulat yang mati setiap perlakuan yang dilakukan selama 24 jam sekali. Berikut ini merupakan tabel rerata mortalitas hama ulat grayak :

Tabel 1. Mortalitas Ulat Grayak Dengan Berbagai Perlakuan 14 Hari

Perlakuan Rerata (%)

P1 (60 gram Beauvaria bassiana +1 liter air) 30,50a P2 (70 gram Beauvaria bassiana + 1 liter air) 36,50a P3 (80 gram Beauvaria bassiana + 100% air) 50,50a P4 (2 ml diazinon + 1 liter ar) 74,50b

Keterangan : Nilai rerata berat akhir (%) yang dibelakangnya diikuti notasi huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada uji DMRT (Duncan Multiple Range Test) dengan taraf 5%

(46)

32

Pada tabel 1 dapat dilihat bahwa pengaplikasian agensia hayati B. bassiana terhadap mortalitas ulat grayak pada tanaman jagung memberikan pengaruh yang nyata pada setiap perlakuannya. Pada perlakuan P1 ( 60 g B. bassiana + 1 L air) menunjukkan pengaruh sebesar 30.5 %, untuk perlakuan P2 ( 70 g B. Bassiana + 1 L air ) memberikan pengaruh sebesar 36.5 % P1 dan P2 tidak berbeda nyata.

Dan pada perlakuan P3 ( 80 g B. bassiana + 1 L air ) menunjukkan persentase paling tinggi untuk B. bassiana untuk mortalitas hama ulat grayak yakni sebesar 50.5% yang berbeda nyata dengan P1 dan P2. Dan untuk kimia P4 sebagai control positif ( 2 ml Diazinon + 1 L air ) menunjukkan sebesar 74.5 % .

4.1.2 Penurunan Aktivitas Makan

Penurunan aktivitas makan pada ulat grayak dapat ditandai dengan berkurangnya berat pakan yang telah diaplikasikan Beauveria bassiana.

Pengukuran penurunan aktivitas makan dapat dilakukan dengan menimbang berat sisa atau berat akhir pakan yang telah diberikan selama 24 jam sekali, berikut ini merupakan persentase rerata berat akhir pakan :

Tabel 2. Nafsu Makan Ulat Dengan Berbagai Perlakuan 14 Hari (sisa pakan)

Perlakuan Rerata (%)

P0 (100%aquades) 42,7420a

P1 (60 gram Beauvaria bassiana +1 liter air) 54,248b P1 (60 gram Beauvaria bassiana +1 liter air) 54,248b P1 (60 gram Beauvaria bassiana +1 liter air) 54,248b P4 (2 ml diazinon + 1 liter ar) 64,91c

Keterangan : Nilai rerata berat akhir (%) yang dibelakangnya diikuti notasi huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada uji DMRT (Duncan Multiple Range Test) dengan taraf 5%

(47)

33

Pada tabel 2 menunjukkan bahwa pengaplikasian B. bassiana pada daun jagung penurunan aktivitas makan ulat grayak menunjukkan pengaruh yang nyata pada setiap perlakuan konsentrasinya. Pada perlakuan P0 (100% aquades) menunjukkan berbeda nyata atau memiliki pengaruh paling rendah diantara perlakuan yang lainnya untuk B. bassiana yakni sebesar 42,74% . Pada perlakuan P1 (60 gram +1 liter air) dengan perlakuan P2 menunjukkan tidak adanya perbedaan secara nyata antar perlakuan yakni sebesar 54,88% dan 59,04%, sedangkan perlakuan P3 menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata terhadap penurunan aktivitas makan ulat grayak yakni sebesar 64,91% sedangkan untuk B.

basiana pada P3 tidak berbeda nyata dengan control positif P4 Diazinon sebesar 64,91%. Pengaplikasian beauvaria bassiana pada daun jagung penurunan aktivitas makan ulat grayak menunjukkan pengaruh yang nyata pada setiap perlakuan konsentrasinya. Pada perlakuan P0 (100% aquades) menunjukkan berbeda nyata atau memiliki pengaruh paling rendah diantara perlakuan yang lainnya untuk B. bassiana yakni sebesar 42,74% . Pada perlakuan P1 (60 gram +1 liter air) dengan perlakuan P2 menunjukkan tidak adanya perbedaan secara nyata antar perlakuan yakni sebesar 54,88% dan 59,04%, sedangkan perlakuan P3 menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata terhadap penurunan aktivitas makan ulat grayak yakni sebesar 64,91%

Perbedaan di akibatkan oleh Beauvaria bassiana yang menyebabkan nafsu makan ulat menjadi berkurang sehingga dari bentuk maupun sisa pakan memiliki perbedaan. Berikut merupakan sisa pakan pada setiap perlakuan dapat dilihat pada gambar 3

(48)

34

Perlakuan P2 (70 gram+1 L Air) P3 (80 gram+1 L Air) Gambar 3 Perbedaan Sisa Pakan

Gambar 4 merupakan sisa daun yang termakan oleh hama ulat grayak pada perlakuan P2 yaitu 70 gram beauveria bassiana + 1 liter air dan perlakuan pada P3 yaitu dengan menggunakan 80 gram Beauvaria bassiana + 1 liter air dapat dilihat bahwa perlakuan pada P2 pakan yang di berikan untuk ult yang berupa daun jagung di awal seberat 5 gram menunjukkan ciri daun jagung berlubang yang artinya pakan yang di berikan berupa daun jagung tersebut di makan oleh ulat dengan berat sisa pakan 3,55 gram sedangkan perlakuan P3 daun jagung masih terlihat utuh dengan sisa pakan seberat 4,40 gram. Dapat disimpulkan bahwa semakin pekat konsentrasi agensia hayati Beauveria bassiana maka akan semakin besar pula penurunan aktivitas makan hama ulat grayak. Sehingga terjadi juga perbedaan panjang tubuh ulat grayak dari masing-masing perlakuan yang dapat di lihat pada gambar 5.

Perlakuan P2 (70 gram+1 L Air) Perlakuan P0 (100% Aquades) Gambar 4 Perbedaan Morfologi Ulat setiap Perlakuan

A B

(49)

35

Gambar 4 merupakan bentuk, panjang tubuh ataupun morfologi hama ulat grayak pada perlakuan P2 yaitu 70 gram Beauvaria bassiana + 1 liter air dan perlakuan P0 (Kontrol) dapat dilihat bahwa perbedaan panjang ulat berbeda, yaitu pada perlakuan P0 (Control) menunjukkan panjang ulat 3 cm sedangkan pada perlakuan P2 menunjukan panjang

(50)

36 PEMBAHASAN

4.2.1 Mortalitas Hama Ulat Grayak Tertinggi Dengan Menggunakan Diazinon (Kimia) Dan Untuk Penggunaan Agensia Hayati Tidak Berbeda Nyata Pada Setiap Perlakuan

Mortalitas hama ulat grayak yang menunjukkan paling tertinggi dari kajian untuk beauvaria bassiana terhadap mortalitas hama ulat grayak (S. frugiperda) paling tinggi pada perlakuan P3 yaitu sebesar 50.5% dan berbeda nyata dengan diazinon (kimia) P4 yaitu dengan presentase sebesar 74.5%. penggunaan beauvaria bassiana dengan dosis 80 gram beauvaria bassiana + 1 L aquades belum dapat menyamai atau mengimbangi dengan menggunakan bahan kimia.

Sehingga pada saat pengaplikasian di lahan penyemprotan beauvaria bassiana dapat di tambah dan dilakukan sesering mungkin. Presentase paling tinggi untuk beauvaria bassiana terdapat di P3 semakin tinggi kerapatan spora semakin tinggi tingkat mortalitas ulat grayak, hal ini sependapat dengan pernyataan Rustama (2008) yakni semakin tinggi kerapatan spora yang diinfeksikan maka semakin tinggi peluang kontak antara patogen dengan inang sehingga proses kematian serangga semakin cepat dan ciri ulat grayak terinfeksi b. bassiana yaitu Larva tidak aktif bergerak , Warna tubuh menjagi berubah seperti hangun di beberapa bagian hal ini sependapat dengan Karolina et.al (2008) bahwa gejala serangan pada serangga yang terinfeksi B. bassiana terlihat nafsu makan larva berkurang mengakibatkan larva menjadi kurang aktif kemudian larva menjadi kaku dan akan mengalami perubahan warna tubuh, hal ini sependapat dengan (Kucera dan Samsinakova, 1968) karena dinding tubuh nya telah ditutupi oleh hifa yang berwarna putih. B.

bassiana memproduksi toksin yang disebut beauvericin Antibiotik ini dapat menyebabkan gangguan pada fungsi hemolimfa dan nukleus serangga, sehingga mengakibatkan pembengkakan yang disertai pengerasan pada serangga yang terinfeksi. Selain secara kontak, B. bassiana juga dapat menginfeksi serangga

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan uraian di atas, dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui perbedaan hasil belajar matematika antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan

Kondisi sosial masyarakat Jerman yang tercermin dalam drama Woyzeck karya Georg Büchner, antara lain (1) Penindasan, pemerintahan absolut yang menindas rakyat

Kajian ini menemukan beberapa hal: Pertama, konstruksi muslimah mompreneur yang ditawarkan Hadila adalah ibu rumah tangga, memiliki usaha yang akrab dengan dunia perempuan,

Hasil penelitian ini; (1) produksi seni lukis wayang Kamasan sudah terjadi pengkaburan makna dari makna simbolik menjadi makna ekonomi, keos (brecolage), dan menjadi

Berdasarkan hasil kegiatan belajar mengajar yang dilakukan oleh guru dan siswa pada siklus I, dapat diketahui bahwa kemampuan metakognitif siswa yang masih kurang

Respon morfologi benih karet (Hevea brasilliensis Muell Arg.) Tanpa Cangkang Terhadap Pemberian Polyethylene Glycol (PEG) 6000 Dalam Penyimpanan Pada Dua Masa

Jika Anda adalah orang yang sedang punya hutang dan belum lunas-lunas sampai sekarang, maka Anda bisa menggunakan Meditasi Quran untuk jalan mencari solusinya.. Bagi Anda

Penelitian ini bertujuan untuk memetakan pola single nucleotide polymorphism (SNP) gen RGA dari 8 varietas jagung yang banyak dibudidayakan di Indonesia dikaitkan dengan