PENGEMBANGAN ALAT PERAGA MATEMATIKA MATERI
PENJUMLAHAN DAN PENGURANGAN UNTUK SISWA
DENGAN
ATTENTION DEF ICIT AND HYPERACTIVITY
DISORDER
(ADHD) DI SD NEGERI SARIKARYA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Oleh : Mariyah NIM: 131134188
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
i
PENGEMBANGAN ALAT PERAGA MATEMATIKA MATERI
PENJUMLAHAN DAN PENGURANGAN UNTUK SISWA DENGAN
ATTENTION DEF ICIT AND HYPERACTIVITY DISORDER
(ADHD)
DI SD NEGERI SARIKARYA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Oleh : Mariyah NIM: 131134188
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
iii
iv PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahkan untuk:
1. Allah SWT yang senantiasa memberikan kelimpahan rahmat dan nikmat serta
kelancaran dalam penyusunan skripsi ini.
2. Kedua orangtuaku tercinta yang selalu mendoakan, mendampingi, memberikan
dukungan dan semangat.
3. Kakakku tercinta yang selalu memberikan dukungan dan semangat.
4. Sahabat-sahabatku dan teman kelompok payung pengembangan alat peraga
untuk anak bekebutuhan khusus.
5. Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Sanata Dharma
6. Almamaterku Universitas Sanata Dharma
7. Semua pihak yang membantu setiap proses penelitian dan penyusunan skripsi
v
MOTTO
“Jika niat sudah terpancang karena Allah, tidak akan ada halangan
yang bisa menghentikan seseorang melakukan sesuatu”
“Bacalah, apa yang sudah disiapkan untukmu, resapi semua yang
ada di depanmu & kau akan memperoleh berkah kebahagiaa
n abadi”
vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat
karya atau bagian orang lain, kecuali yang telah saya sebutkan dalam kutipan dan daftar
pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 13 Juni 2017
Peneliti
vii
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:
Nama : Mariyah
Nomor Mahasiswa : 131134188
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan
Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:
PENGEMBANGAN ALAT PERAGA MATEMATIKA MATERI PENJUMLAHAN DAN PENGURANGAN UNTUK SISWA DENGAN
ATTENTION DEF ICIT AND HYPERACTIVITY DISORDER (ADHD) DI SD NEGERI SARIKARYA
beserta perangkat yang diperlukan. Dengan demikian saya memberikan kepada
Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam
bentuk media lain, mengelolahnya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan
secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan
akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya
selama tetap mencantumkan nama saya sebagai peneliti.
Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal : 13 Juni 2017
Yang menyatakan
viii ABSTRAK
Pengembangan Alat Peraga Matematika Materi Penjumlahan dan Pengurangan untuk Siswa dengan Attention Deficit and Hyperactivity Disorder (ADHD) di SD
Negeri Sarikarya
Mariyah
Universitas Sanata Dharma
2017
Pendidikan untuk siswa dengan ADHD membutuhkan usaha yang lebih dibandingkan pendidikan untuk siswa pada umumnya. Siswa dengan ADHD yang cenderung sulit berkonsentrasi dan memiliki aktivitas yang berlebih sehingga dalam pembelajaran dibutuhkan alat yang selain dapat membantu siswa untuk memahami materi pelajaran juga dapat menarik perhatian dan menyalurkan aktivitas siswa tersebut. Penggunaan alat peraga menjadi salah satu metode yang dapat digunakan untuk membantu siswa dengan ADHD menghitung penjumlahan dan pengurangan serta menarik perhatian siswa. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengembangkan alat peraga matematika materi penjumlahan dan pengurangan untuk siswa dengan ADHD dengan kualitas yang baik.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu penelitian dan pengembangan (R&D). Langkah-langkah dalam penelitian yang digunakan memodifikasi tujuh dari sepuluh prosedur R&D menurut Sugiyono, Penelitian ini dilakukan di SD N Sarikarya dengan subjek penelitian seorang siswa dengan ADHD kelas II.
Prosedur pengembangan yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi tujuh langkah yaitu: (1) potensi dan masalah, (2) pengumpulan data, (3) desain produk, (4) validasi desain, (5) revisi desain, (6) uji coba produk dan (7) revisi produk. Hasil penelitian menunjukkan bahwa alat peraga papan penjumlahan dan pengurangan yang dikembangkan memiliki kualitas yang sangat baik menurut skala 4. Pengembangan alat peraga papan penjumlahan dan pengurangan dilengkapi dengan album berupa petunjuk cara penggunaan alat peraga dan juga dilengkapi dengan bilik. Rata-rata hasil validasi papan penjumlahan dan pengurangan adalah 3,73, sedangkan rata-rata hasil validasi album oleh validator 1,2, dan 3 yaitu 3,77.
Kata kunci: penelitian dan pengembangan, alat peraga, matematika, penjumlahan dan
ix ABSTRACT
Development of Mathematics Learning Media for Addition and Substraction Subject for Student With Attention Deficit And Hyperactivity Disorder (ADHD) in
SD Negeri Sarikarya had good quality for addition and subtraction subject for students with ADHD.
Research method that was used in this research was research and development revision. The research results showed that media „papan penjumlahan dan pengurangan‟ having the quality of being excellent according to scale 4. The development of media
„papan penjumlahan dan pengurangan‟ was completed with album guidelines and chamber in order to show how to use the media. The average results of validation
„papan penjumlahan dan pengurangan‟ was 3,73, while the average frequency of validation the album by validator 1,2, and 3 was 3,77.
Key words: research and development, media, mathematic, addition and subtraction,
x
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya dalam
menyelesaikan skripsi yang berjudul Pengembangan Alat Peraga Matematika untuk
Siswa dengan Attention Deficit and Hyperactivity Disorder (ADHD) di SD Negeri
Sarikarya dengan tepat pada waktunya. Skripsi ini merupakan salah satu syarat dalam
memperoleh Sarjana Pendidikan.
Peneliti menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua
pihak yang telah banyak membantu serta memberikan motivasi dalam penyusunann
skripsi ini sampai selesai. Pada kesempatan ini, peneliti mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Rohandi, Ph.D., Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Sanata Dharma.
2. Christiyanti Aprinastuti, S.Si., M.Pd., Ketua Program Studi Pendidikan Guru
Sekolah Dasar Universitas Sanata Dharma dan Dosen Pembimbing I.
3. Apri Damai Sagita Krissandi, S.S., M.Pd., Wakil Ketua Program Studi
Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Sanata Dharma.
4. Brigitta Erlita Tri Anggadewi, S.Psi,. M.Psi., Dosen Pembimbing II.
5. Kepala Sekolah SD Negeri Sarikarya yang sudah mengijinkan peneliti
mengambil data analisis kebutuhan dan uji coba produk.
6. Wali kelas II SD N Sarikarya yang telah membantu selama proses penelitian
7. Laurensia Aptik Evanjeli, M.A. dan Dra. Haniek Sri Pratini, M.Pd. yang
xi
8. Siswa kelas II SD N Sarikarya yang telah membantu selama proses pengambilan
data dan uji coba produk.
9. Kedua orang tuaku tercinta, Bapak Sudung dan Ibu Marmi yang senantiasa
mendampingi, memberikan doa dan dukungan.
10.Kakakku tercinta yang selalu menyemangatiku.
11.Kelompok payung (Rahma, Tanti, Riska) yang sama-sama berjuang serta
memberikan semangat dan masukan.
12.Sahabat-sahabatku Rani, Estu, Tcee, Vany, Retno, Tita, Dona, Alfa, Sekar,
Citra, Runi yang selalu bersamaku dan memberiku semangat tanpa hentinya.
13.Semua pihak yang tidak bisa peneliti sebutkan satu persatu yang telah
memberikan doa, dukungan, dan semangat hingga skripsi ini terselesaikan
dengan baik.
Peneliti menyadari bahwa penelitian ini masih banyak kekurangan dan
keterbatasan. Semoga skripsi ini bermanfaat dan menjadi inspirasi bagi para
pembaca.
Yogyakarta, 13 Juni 2017
Peneliti
xii DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
HALAMAN MOTTO ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
xiv
BAFTAR BAGAN
Halaman
Bagan 2.1 Literature Map dari Penelitian yang Relevan ... 39
Bagan 3.1 Langkah Research and Development (R&D) menurut
Sugiyono ... 44
Bagan 3.2 Prosedur Pengembangan Prorotipe Papan Penjumlahan dan
Pengurangan ... 47
Bagan 3.3 Teknik Triangulasi Berdasar Sumber Data ... 58
xv
Tabel 4.10 Hasil Analisis Pengembangan Alat Peraga Matematika Papan Penjumlahan berdasarkan indikator penilaian ... 86
Tabel 4.11 Hasil Analisis Validasi Album berdasarkan indikator penilaian 88
xvi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 3.1 Rumus Menghitung Rata-rata Hasil Validasi ... 59
Gambar 4.1 Desain Papan Penjumlahan dan Pengurangan Awal ... 67
Gambar 4.2 Kotak dan Kartu Awal ... 67
Gambar 4.3 Replika Papan Penjumlahan dan Pengurangan ... 69
Gambar 4.4 Kartu Gambar ... 69
Gambar 4.5 Kartu Angka ... 69
Gambar 4.6 Replika Papan Penjumlahan dan Pengurangan ... 71
Gambar 4.7 Kartu Gambar ... 71
Gambar 4.8 Kartu Operasi Penjumlahan dan Pengurangan, Kartu Jawaban, dan Kartu Soal ... 72
Gambar 4.9 Papan Penjumlahan dan pengurangan ... 73
Gambar 4.10 Kotak tempat Kartu Gambar dan Kartu Angka ... 74
Gambar 4.11 Kotak Tempat Kartu Soal, Tanda Operasional, dan Kartu Jawaban ... 74
Gambar 4.12 Bilik ... 74
Gambar 4.13 Kartu Angka ... 75
Gambar 4.14 Kartu Angka ... 75
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Lembar Hasil Validasi ... 101
Lampiran 1.1 Lembar Hasil Validasi Alat Peraga ... 101
Lampiran 1.2 Lembar Hasil Validasi Album ... 107
Lampiran 1.3 Lembar Hasil Validasi Album Setelah Revisi ... 109
Lampiran 2 Rekapitulasi Hasil Validasi ... 111
Lampiran 2.1 Rekapitulasi Validasi Alat Peraga oleh Validator ... 111
Lampiran 2.2 Rekapitulasi Validasi Album oleh Validator ... 113
Lampiran 2.3 Rekapitulasi Validasi Album Setelah Revisi oleh Validator .114 Lampiran 3 Komentar ... 115
Lampiran 3.1 Komentar Validasi Alat Peraga ... 115
Lampiran 3.2 Komentar Validasi Album ... 116
Lampiran 4 Foto Uji Coba ... 118
Lampiran 5 Album Cara Penggunaan Alat Peraga ... 120
Lampiran 6 Surat Izin Penelitian ... 154
BAB 1 PENDAHULUAN
Pada bab ini memuat tentang (1) latar belakang, (2) rumusan masalah, (3)
tujuan penelitian, (4) manfaat penelitian, (5) definisi operasional, dan (6)
spesifikasi produk.
1.1 Latar Belakang Penelitian
Usaha pemerintah dalam perkembangan pendidikan di Indonesia
merupakan salah satu upaya dalam memperbaiki mutu pendidikan nasional.
Perbaikan mutu pendidikan nasional oleh pemerintah salah satunya adalah dengan
membuat kebijakan-kebijakan dengan mengamandemen Undang-Undang Dasar
tahun 1945 pasal 31 tentang pendidikan, yang memperjelas dalam perluasan, dan
pemerataan kesempatan pendidikan, dengan kewajiban rakyat mengikuti
pendidikan dasar dan kewajiban pemerintah untuk membiayainya dalam program
wajib belajar 9 tahun. Peningkatan mutu pendidikan nasional secara langsung
akan meningkatkan sumber daya manusia Indonesia. Selain kebijakan pemerintah,
guru memiliki peran yang sangat penting dalam memajukan pendidikan karena
guru merupakan subjek yang berperan langsung dalam melaksanakan
pembelajaran bersama siswa.
Menurut Munib (2009:139) pendidikan merupakan usaha sadar yang
dilakukan oleh manusia agar dapat mengembangkan potensi dirinya melalui
proses pembelajaran. Pada hakikatnya pendidikan adalah hak dasar bagi setiap
warga negara untuk mendapatkannya. Setiap warga negara memiliki hak untuk
mendapatkan pendidikan yang baik, tak terkecuali bagi siswa berkebutuhan
inklusi di mana siswa yang berkebutuhan khusus dapat bersekolah dengan siswa
yang tidak berkebutuhan khusus lainnya. Siswa dengan tingkat kebutuhan khusus
tinggi sudah disediakan Sekolah Luar Biasa yang disediakan pemerintah khusus
bagi siswa penyandang disabilitas. Meskipun demikian tidak jarang di sekolah
reguler ditemukan siswa dengan Attention Deficit and Hiperactivity Disorder
(ADHD).
Wiramihardja (2005:2) menyebutkan jika ADHD merupakan istilah tentang
suatu kondisi medis yang disahkan secara internasional mencakup disfungsi otak,
di mana individu mengalami kesulitan dalam mengendalikan impuls, menghambat
perilaku, dan tidak mendukung rentang perhatian mereka. Siswa dengan ADHD
dengan perilaku yang dimilikinya tidak jarang orang memandangnya sebagai
suatu masalah perilaku dan bukan suatu gangguan medis. Menurut Barkley dan
Qian dkk dalam Friend dan Bursuck (2015:498), anak ADHD mengalami
kegagalan dalam mengembangkan kesulitan fungsi eksekusi, yaitu kemampuan
untuk melaksanakan aktivitas mental yang membantu sebagian besar orang untuk
mengatur perilaku mereka. Hal ini menjadikan siswa dengan ADHD mengalami
masalah akademis dan sosial. Dipertegas dengan pernyataan dari Chrisna
(2014:11) yang mengungkapkan bahwa anak yang menderita gangguan ADHD
dapat mengalami berbagai kesulitan belajar, berperilaku, bersosialisasi, dan
kesulitan-kesulitan lain yang berkaitan. Ketidak mampuan dalam mengontrol
perilaku berakibat dalam masalah sosial anak.
Menurut Paternotte dan Bitelaar (2013:13), anak ADHD meskipun memiliki
pelajaran membaca dan berhitung. Hal ini terjadi karena kurangnya konsentrasi
dan minat belajar yang menjadikan siswa tersebut tidak dapat menyerap materi
secara keseluruhan sehingga tidak heran jika siswa dengan ADHD mendapatkan
nilai lebih rendah dibandingkan teman-teman yang lainnya. Menurut Chrisna
(2014:66) bantuan yang dapat dilakukan guru untuk siswa dengan ADHD yaitu
mengevaluasi kebutuhan masing-masing siswa dan kekuatan, kemudian
membangun strategi yang dapat membantu siswa dengan ADHD untuk fokus,
menyelesaikan tugasnya, dan belajar untuk memaksimalkan kemampuan mereka.
Peneliti telah melakukan wawancara sebagai data awal dalam penelitian ini.
Berdasarkan wawancara dengan wali kelas II SD N Sarikarya Ibu A pada tanggal
16 November 2016, di sekolah tersebut ada seorang siswa dengan ADHD yang
sekarang berada di kelas II tahun ajaran 2016/2017 bernama Z. Ibu A
mengungkapkan pada saat pembelajaran siswa tersebut sering berkeliling kelas
dan mengganggu temannya. Karena sering keluar kelas ketika pembelajaran,
sehingga guru harus mengunci pintu tapi siswa tersebut keluar melalui jendela.
Ibu A sebagai wali kelas mengungkapkan jika beliau masih kesulitan dalam
menangani perilaku siswa tersebut dengan baik. Dalam wawancara, Ibu A
mengungkapkan bahwa Z belum bisa berhitung penjumlahan dan pengurangan.
Penjumlahan dan pengurangan di SD sudah mulai dipelajari siswa di bangku kelas
I. Observasi yang peneliti lakukan dalam pembelajaran matematika, pada saat
teman yang lainnya berdoa, Z berkeliling kelas dan mengganggu
teman-temannya. Pada saat diberi tugas dari guru, Z tidak mengerjakan dan tidak selesai
peraga maupun media pembelajaran yang dapat menarik perhatian Z. Dari hasil
wawancara dengan guru kelas II, diketahui jika guru belum pernah mengajarkan
penjumlahan dan pengurangan dengan alat peraga. Selain itu, guru juga meminta
peneliti mendesain alat peraga untuk mengajarkan penjumlahan dan penguranan
pada siswa dengan ADHD. Menurut Runtukahu dan Kandou (2014: 105 dan 111)
jika dalam mengajarkan konsep penjumlahan dan pengurangan harus
diperkenalkan dengan pengalaman konkret. Dalam Sastradiradja (1971: 1-3)
penggunaan alat peraga dalam pembelajaran salah satunya berfungsi untuk
menjadikan belajar lebih konkret (nyata).
Berdasarkan analisis permasalahan yang ada, peneliti mencoba untuk
mengembangkan alat peraga berupa papan penjumlahan dan pengurangan yang
diharapkan dapat membantu siswa dengan ADHD dalam belajar penjumlahan dan
pengurangan. Pengembangan alat peraga ini menggunakan prinsip pada alat
peraga montessori. Alat peraga montessori memiliki ciri menarik, bergradasi,
kontekstual, kemandirian dan memiliki kendali kesalahan. Selain itu, peneliti juga
menggunakan gambar tokoh dalam serial animasi Upin dan Ipin sebagai gambar
dalam kartu, hal ini berdasarkan hasil wawancara dengan siswa dengan ADHD
yang mengatakan jika ia suka dengan serial animasi tersebut. Penggunaan alat
peraga dalam pembelajaran bertujuan untuk mendorong keinginan siswa dengan
ADHD untuk tertarik dalam belajar penjumlahan dan pengurangan. Selain sebagai
upaya untuk melakukan terapi yaitu dengan tujuan untuk meningkatkan
konsentrasi siswa dengan ADHD, penggunaan alat peraga tersebut dapat
pengurangan. Menurut Chrisna salah satu teknik dalam mengajar siswa dengan
ADHD, saat mengajar gunakan alat peraga, grafik, dan alat bantu visual lain
(2013:70). Alat peraga selain sebagai cara untuk menarik perhatian siswa, salah
satu fungsi utamanya adalah untuk mengubah materi yang abstrak menjadi
konkret. Selain itu, pembelajaran menggunakan alat peraga dapat
mengoptimalkan fungsi seluruh panca indra siswa untuk meningkatkan efektifitas
dalam belajar dengan cara mendengar, melihat, meraba, dan menggunakan
pikirannya secara logis dan realistis.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti merumuskan rumusan masalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana pengembangan alat peraga matematika papan penjumlahan dan
pengurangan untuk siswa dengan ADHD?
2. Bagaimana kualitas alat peraga matematika papan penjumlahan dan
pengurangan untuk siswa dengan ADHD?
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Menjelaskan proses pengembangan alat peraga matematika papan
penjumlahan dan pengurangan untuk siswa dengan ADHD.
2. Menjelaskan kualitas media matematika papan penjumlahan dan pengurangan
1.4 Manfaat Penelitian
1. Bagi Siswa
Siswa mendapatkan pengalaman baru dalam belajar dan
menjadikan siswa menjadi lebih fokus ketika belajar penjumlahan dan
pengurangan. Siswa juga terbantu dalam mempelajari penjumlahan dan
pengurangan.
2. Bagi Guru
Membantu guru mengajarkan penjumlahan dan pengurangan
kepada siswa dengan ADHD. Pengembangan alat peraga ini juga dapat
dijadikan inspirasi guru untuk mengembangkan media secara mandiri yang
dapat menunjang proses kegiatan belajar mengajar di kelas
3. Bagi Peneliti
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan
menjadikan peneliti lebih tanggap ketika kelak mendapatkan permasalahan
lain di sekolah.
4. Bagi Sekolah
Penelitian ini menambah referensi untuk mengembangkan alat peraga
untuk siswa lainnya.
1.5 Definisi Operasional
1. Alat peraga matematika adalah alat bantu dalam pengajaran matematika
sebagai sarana yang digunakan pendidik untuk memperagakan/menanamkan
konsep pembelajaran matematika supaya apa yang diajarkan mudah
2 Matematika adalah ilmu yang berkaitan dengan bilangan yang terkait dengan
strategi, analisis, sintesis, seni bahasa dan prosedur operasional yang
digunakan dalam penyelesaian masalah.
3 Papan penjumlahan dan pengurangan adalah alat peraga pembelajaran
matematika yang diharapkan dapat membantu siswa dengan ADHD dalam
belajar penjumlahan dan pengurangan
4 Siswa berkebutuhan khusus adalah siswa yang dalam proses pertumbuhan dan
perkembangannya berbeda dari siswa pada umumnya karena mengalami
kelainan atau penyimpangan fisik, mental-intelektual, sosial, dan atau
emosional sehingga perlu pendidikan khusus untuk mereka.
5 Siswa dengan ADHD adalah siswa yang mengalami gangguan saraf yang
mengakibatkan kesulitan dalam memusatkan perhatian dan cenderung
hiperaktivitas sehingga siswa mengalami masalah dalam perilaku dan
sosialnya.
1.6 Spesifikasi Produk
. Pengembangan alat peraga ini mengacu pada konsep pada alat montessori.
Media papan penjumlahan dan pengurangan ini berfungsi untuk membuat siswa
dengan ADHD tertarik untuk belajar penjumlahan dan pengurangan serta untuk
memudahkan siswa dengan ADHD memahami konsep penjumlahan dan
pengurangan. Produk yang dikembangkan dalam penelitian ini berupa alat peraga
beserta albumnya.
1. Alat Peraga
a. Papan penjumlahan dan pengurangan
Papan penjumlahan dan pengurangan terbuat dari kayu jenis teak wood
berbentuk persegi panjang dengan ketebalan 1 cm dan luas 68 cm x 59 cm.
Pada bagian kiri atas terdapat 4 warna yang berbentuk persegi dengan ukuran
masing-masingnya 7 cm x 7 cm. Di bawah masing-masing warna terdapat
empat kotak yang dibatasi dengan sekat dengan ukuran 7 cm x 5 cm yang
berfungsi untuk meletakkan kartu gambar. Di bawa kotak terdapat empat paku
yang digunakan untuk menempelkan kartu angka. Pada bagian kanan papan
juga terdapat paku yang digunakan untuk menempelkan soal dan jawaban.
b. Kartu gambar
Kartu gambar terbuat dari kertas ivory 310 gram. Terdapat empat jenis
kartu, dengan jenis kartu gambar warna hijau menunjukkan jika kartu tersebut
masing-masing bernilai satu, kartu dengan warna dasar biru menunjukkan jika
satu kartu bernilai sepuluh, warna dasar merah masing-masing kartu bernilai
seratus, dan kartu dengan warna dasar kuning menunjukkan jika setiap kartu
tersebut bernilai seribu.
c. Kartu angka
Kartu angka dengan warna angka hijau terdapat sembilan kartu yang
bertuliskan angka 1 sampai 9, kartu dengan tulisan warna biru terdapat
sembilan kartu yang bertuliskan angka 10 sampai 90, kartu dengan tulisan
warna merah terdapat sembilan kartu yang bertuliskan angka 100 sampai 900,
sedangkan kartu yang tulisan angka berwarna kuning terdapat sembilan kartu
d. Kartu soal
Kartu soal terdapat 50 kartu yang dicetak dengan menggunakan kertas
ivory 310 gram.
e. Kartu operasi penjumlahan dan pengurangan
Kartu tanda operasi terdapat beberapa kartu dengan tanda operasi
penjumlahan dan pengurangan. Kartu ini dicetak dengan menggunakan kertas
ivory 310 gram.
f. Kartu jawaban
Kartu jawaban dicetak dengan menggunakan kertas ivory 310 gram. Kartu
jawaban terdiri dari kartu dengan angka 1 sampai 9. Kartu tersebut kemudian
disusun sesuai jawaban dan dicantelkan pada papan di tempat jawaban.
g. Bilik
Bilik dibuat dengan menggunakan kayu. Bilik tersebut memiliki tinggi 63
cm. Lebar bilik bagian depan yaitu 68 cm. Sedangkan panjang bilik pada
bagian samping yaitu 58 cm.
2. Album
Album berisi tentang spesifikasi alat peraga serta menjelaskan tentang cara
penggunaan alat peraga tersebut. selain itu album juga memmuat materi
penjumlahan dan pengurangan derta Rencana Pembelajaran Individu (RPI).
Album dicetak dengan menggunakan kertas HVS 80 gr untuk bagian dalam, dan
BAB 2
LANDASAN TEORI
Pada bab ini membahas tentang (1) kajian putsaka, (2) kerangka berpikir,
dan (3) pertanyaan dalam penelitian.
2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Teori yang Mendukung
Pada kajian pustaka di dalamnya membahas tentang anak ADHD, alat
peraga, Upin dan ipin, Matematika, teori perkembangan anak, dan anak
berkebutuhan khusus.
2.1.1.1 Anak ADHD
Attention Deficit and Hiperactivity Disorder (ADHD) dalam bahasa
Indonesia dikenal dengan Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas
(GPPH).
1. Pengertian Anak ADHD
Chrisna menjelaskan ADHD (Attention Deficit and Hyperctivity Disorder)
adalah suatu kondisi medis yang mencakup disfungsi otak ketika seseorang
kesulitan mengendalikan impuls, menghambat perilaku, dan tidak mendukung
rentang perhatian atau rentang perhatian mudah teralihkan (2014:11). Ia juga
mengungkapkan jika anak yang menderita gangguan ini dapat mengalami
berbagai kesulitan belajar, berperilaku, bersosialisasi, dan kesulitan-kesulitan
yang lain yang berkaitan.
Azmira dan Tim Redaksi Cemerlang (2015:5-6) dalam menjelaskan
“Anak ADHD adalah anak yang mengalami gangguan saraf tertentu sehingga sulit memusatkan konsentrasi dan cenderung hiperkinetik (terlalu banyak bergerak). P ada usia 0-7 hari belum menunjukkan gejala, tapi baru menunjukkan gejala hiperaktif pada usia lebih dari 6 bulan. P ada usia tersebut motorik (tingkah laku) dan kognitifnya (kualitas pikiran) telah berkembang sehingga anak normal dapat memusatkan perhatian dan menunjukkan ketertarikan. Anak ADHD kesulitan mengontrol emosinya sendiri, apalagi menyelesaikan suatu permasalahan hidupnya. Anak tersebut juga gagal menyelesaikan setiap tugas yang diberikan karena mudah kehilangan.”
Barkley di dalam Zaviera (2014:62) mendefiniskan ADHD sebagai sebuah
gangguan di mana respons menjadi terhalang dan mengalami disfungsi yang
mengarah pada kurangnya pengaturan diri, lemahnya kemampuan untuk mengatur
perilaku untuk tujuan sekarang dan masa depan, serta sulit beradaptasi secara
sosial dan perilaku dengan tuntutan lingkungan. Gangguan hiperkinetik muncul
pada masa perkembangan atau sebelum berusia 7 tahun dengan ciri utama tidak
mampu memusatkan perhatian, hiperaktif, dan impulsif. Hermawan di dalam
Zaviera (2014:14) juga mengungkapkan bahwa ditinjau secara psikologis
hiperaktif merupakan gangguan tingkah laku yang tidak normal, disebabkan
disfungsi neurologis dengan gejala utama tidak mampu memusatkan perhatian. Ia
juga mengungkapkan jika gangguan ini disebabkan kerusakan kecil pada sistem
saraf pusat sehingga rentang konsentrasi penderita menjadi sangat pendek dan
sulit untuk dikendalikan. Azmira (2015:8) menjelaskan jika anak Hiperaktif
mengalami hambatan dalam berkomunikasi karena antara otak dan pendengaran
kurang sinkron. Kadang apa yang didengar tidak sampai ke otak atau ditafsirkan
berbeda sehingga ketika diajak berbicara anak hiperaktif tidak menjawab atau
Dari penjelasan pengertian ADHD dari para ahli di atas dapat disimpulkan
anak ADHD adalah anak yang mengalami gangguan saraf yang mengakibatkan
anak kesulitan untuk memusatkan perhatian dan cenderung hiperaktivitas yang
mengakibatkan anak mengalami masalah dalam perilaku dan sosialnya. Dalam
penelitian ini, pengembangan alat peraga untuk siswa dengan ADHD selain
diharapkan dapat membantu siswa dalam memahami konsep penjumlahan dan
pengurangan, akan tetapi juga diharapkan dapat memusatkan perhatian dan
mengontrol tingkah laku siswa.
2. Tipe Anak ADHD
Menurut American Psychiatric Assosiation (dalam Friend dan Bursuck,
2015:495-450) anak ADHD biasanya menunjukkan sejumlah gejala yang dapat
terlihat pada dua ranah atau lebih dan telah mengganggu keberfungsian akademis
dan sosial. Gejala ADHD bervariasi sesuai dengan usia anak tersebut. Tipe
ADHD menurut Diagnostic Statistical Manual IV (DSM-IV) yaitu:
a. Tipe ADHD kurang perhatian
Karakteristi anak ADHD tipe kurang perhatian berdasarkan Diagnostic
Statistical Manual IV (DSM-IV) ada 9 gejala. Berikut gejala kurang perhatian
pada anak ADHD sebagai berikut:
1) seringkali gagal memerhatikan baik-baik terhadap sesuatu yang detail atau
membuat kesalahan yang sembrono dalam pekerjaan sekolah dan
pekerjaan-pekerjaan lainnya,
2) seringkali mengalami kesulitan dalam memusatkan perhatian terhadap
3) seringkali tidak mendengarkan jika diajak bicara secara langsung,
4) seringkali tidak mengikuti baik-baik instruksi dan gagal dalam
menyelesaikan pekerjaan sekolah, pekerjaan, atau tugas di tempat kerja
(bukan disebabkan karena perilaku melawan atau kegagalan untuk mengerti
instruksi),
5) seringkali mengalami kesulitan dalam menjalankan tugas dan kegiatan,
6) seringkali kehilangan barang/benda penting untuk tugas-tugas dan kegiatan,
misalnya kehilangan permainan; kehilangan tugas sekolah; kehilangan
pensil, buku, dan alat tulis lain,
7) seringkali menghindari, tidak menyukai atau enggan untuk melaksanakan
tugas-tugas yang membutuhkan usaha mental yang didukung, seperti
menyelesaikan pekerjaan sekolah atau pekerjaan sekolah,
8) seringkali bingung/terganggu oleh rangsangan dari luar, dan
9) seringkali lekas lupa dalam menyelesaikan kegiatan sehari-hari.
Pada kriteria ini, penderita ADHD kurang perhatian jika paling sedikit
mengalami 6 atau lebih dari gejala-gejala di atas, dan berlangsung paling sedikit 6
bulan sampai suatu suatu tingkatan yang mal adaptif dan tidak konsisten dengan
tingkat perkembangan.
b. Tipe hiperaktif-impulsif
ADHD tipe hiperaktif-impulsif dapat didiagnosis jika gejala yang muncul
paling sedikit 6 atau lebih dari gejala-gejala hiperaktivitas impulsifitas dan
bertahan selama paling sedikit 6 bulan sampai dengan tingkatan yang maladaptif
1) Hiperaktif
Gejala hiperaktif yang muncul sebagai berikut:
a) Seringkali gelisah dengan tangan atau kaki mereka, dan senang
menggeliat di kursi,
b) Sering meninggalkan tempat duduk di dalam kelas atau dalam situasi
lainnya di mana diharapkan agar anak tetap duduk,
c) Sering bertahan atau naik-naik secara berlebihan dalam situasi di
mana hal ini tidak tepat. (Pada masa remaja atau dewasa terbatas pada
perasaan gelisah yang subjektif),
d) Sering mengalami kesulitan dalam bermain atau terlibat dalam
kegiatan senggang secara tenang,
e) Sering „bergerak‟ atau bertindak seolah-olah „dikendalikan oleh
motor‟, dan
f) Sering berbicara berlebihan.
2) Impulsifitas
Gejala impulsifitas yang muncul adalah:
a) Mereka sering memberi jawaban sebelum pertanyaan selesai.
b) Mereka sering mengalami kesulitan menanti giliran.
c) Mereka sering menginterupsi atau mengganggu orang lain, misalnya
c. Tipe ADHD gabungan
Dapat didiagnosis oleh adanya paling sedikit 6 di antara 9 gejala untuk
„kurang perhatian‟ ditambah paling sedikit 6 dari 9 kriteria hiperaktivitas dan
impulsifitas.
Menurut DSM IV, gejala-gejala tersebut tampak sebelum anak mencapai usia
7 tahun. Gejala-gejala diwujudkan dalam dua setting yang berbeda (misalnya di
sekolah dan di rumah). Gejala yang muncul menyebabkan hambatan yang
signifikan dalam kemampuan akademik. Terdapat bukti yang jelas mengenai
akibat buruk yang penting secara klinis di tengah-tengah masyarakat, lingkungan
akademis, atau pekerjaan. Gejala-gejala ini tidak muncul secara eksklusif pada
saat mengalami gangguan perkembangan kejiwaan berat, skizofrenia, atau
gangguan kejiwaan lainnya dan lebih baik tidak digolongkan pada gangguan jiwa
lainnya, seperti gangguan perasaan (mood), khawatir atau rasa takut berlebihan,
gangguan disosiatif, atau kepribadian.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan tipe ADHD ada tiga tipe
yang pertama yaitu ADHD kurang perhatian dengan masalah utamanya adalah
kurang konsentrasi. Tipe yang kedua yaitu ADHD hiperaktif-impulsif dengan
masalah utamanya adalah hiperaktivitas-impulsivitas, dan yang ketiga ADHD
campuran di mana anak mengalami masalah konsentrasi dan
hiperaktivitas-impulsivitas. Pengembangan alat peraga dalam penelitian ini untuk anak ADHD
tipe canpuran.
3. Perbedaan Hiperaktif dengan Aktif
Anak pada usia 1-7 tahun cenderung aktif karena perkembangan kognitif dan
psikomotornya yang sangat pesat. Rasa ingin tahu pada anak sangat besar
sehingga biasanya anak menjadi cerewet, membantah, dan mencoba hal-hal baru.
Rasa ingin tahu yang tinggi menjadikan anak berbuat semaunya tanpa
memperhatihkan instruksi yang diberikan. Selain itu perkembangan psikomotor
yang sangat pesat pada anak usia pertumbuhan, seperti ketika mulai belajar
berjalan anak mengalami sensasi yang luar biasa. Meskipun sering jatuh dan
terluka anak masih dengan semangat tinggi untuk berjalan. Meskipun terus
bergerak dan sulit diajak berkomunikasi, anak normal masih merasakan lelah
sehingga ia akan beristirahat. Sedangkan untuk anak yang hiperaktif waktu
beristirahat sangat pendek dan seolah anak tidak pernah kehabisan energi untuk
bergerak.
Hermawan (dalam Zaviera, 2015:15) menjelaskan ditinjau secara psikologis,
hiperaktif adalah gangguan tingkah laku yang tidak normal, disebabkan disfungsi
neurologis dengan gejala utama tidak mampu memusatkan pethatian. Beliau juga
menjelaskan jika gangguan ini disebabkan kerusakan kecil pada sistem saraf pusat
dan otak sehingga rentang konsentrasi penderita menjadi sangat pendek dan sulit
untuk dikendalikan. Sedangkan anak yang sekadar aktif menurut Zaviera
(2014:17) pada otaknya tidak terdapat gangguan. Hanya saja energi yang dimiliki
berlimpah dan anak berkeinginan untuk selalu bergerak sehingga mobilitas lebih
Berikut tabel perbandingan antara anak aktif dan anak hiperaktif menurut
Zaviera (2014:15-18):
Tabel 2.1 Perbedaan Anak Hiperaktif dan Anak Aktif
Anak Hiperaktif Anak Aktif
Tidak fokus Fokus (perhatian kuat) Menentang Lebih penurut
Destruktif Konstruktif Tak kenal lelah Ada waktu lelah
Tanpa tujuan Ada tujuan Tidak sabar dan usil Lebih sabar Intelektualitasnya remdah Dan intelektualitas tinggi
4. Penyebab ADHD
Penyebab pasti ADHD sampai saat ini belum diketahui. Ada beberapa teori
tentang faktor yang mempengaruhi ADHD. Genetika menjadi salah satu faktor
penting dalam munculnya perilaku ADHD. Menurut Farone dkk dan Smalley dkk
satu pertiga keluarga anak ADHD memiliki gangguan (Sutardjo dan Sugiarmin,
2010:22). Jadi, jika orangtua mengidap ADHD, anak-anaknya memiliki resiko
ADHD sebesar 60% (Biederman dalam Sutardjo dan Sugiarmin, 2010:22).
Sedangkan berdasarkan penelitian, Paternotte dan Buitelaar mengungkapkan jika
faktor genetik pada anak kembar dan anak adopsi tampak bahwa faktor genetik
atau keturunan ini membawa peranan sekitar 80% (Wiyani, 2014:170). Anak
dengan dengan orangtua penyandang ADHD memiliki delapan kali kemungkinan
memiliki resiko mendapatkan anak ADHD. Namun sampai saat ini belum
diketahui gen spesifik yang membawa sifat tersebut.
Berikut Azmira dalam memaparkan teori penyebab hiperaktif (2015:32-33):
diduga mengalami abnormalitas dopamin sehingga tidak dapat fokus terhadap sesuatu dan tidak dapat memberikan respon tindakan yang sesuai dengan rangsangan. Teori lain mengatakan bahwa peningkatan dopamin selalu berbanding lurus dengan peningkatan agreivitas dan hiperaktivitas. “
Dopamin merupakan salah satu bentuk neurotransmiter (Azmira, 2015:32)
senyawa kimia yang bertugas mengangkut rangsangan/ impuls dari sel neuron ke
sel neuron berikutnya. Neurontransmiter dopamin bertugas menghantarkan impuls
yang berhubungan dengan sensasi emosi, tingkah laku, dan beberapa proses
psikologis. Selain itu hormon adrenalin juga berpengaruh terhadap tingkah laku
anak. Menurut Amira (2015:33) anak hiperaktif memiliki hormon adrenalin yang
yang berlebih sehingga tanpa disadari, dirinya ingin terus bergerak dan
menurunkan kontrol diri seorang anak. Akibatnya kegiatan yang dilakukan selalu
di luar batas dan sulit untuk berkonsentrasi.
Selain dopamin dan genetik, riwayat kehamilan juga menjadi salah satu
penyebab anak menderita ADHD. Azmira (2015:35) menjelaskan jika apa yang
dikonsumsi ibu hamil, gaya hidup yang dijalani, serta psikologis ibu sangat
berpengaruh terhadap perkembangan janin. Ia juga menjelaskan jika 80%
perkembangan otak dilakukan pada masa kehamilan, jika ibu terinfeksi suatu
penyakit pada saat hamil akan menghambat perkembangan otak pada janin. Jika
hambatan terjadi pada pembentukan neurotransmitter dopamin salah satu
kemungkinan yang terjadi adalah anak akan lahir dengan kelainan ADHD. Faktor
yang menghambat perkembangan otak pada janin antara lain jika ibu hamil
mengalami stres, mengkonsumsi kafein, terkena paparan radiasi dan rokok, serta
ADHD. Menurut Azmira (2015:38), kesalahan saat berlangsungya persalinan
dapat mengakibatkan cacat otak pada bagian frontal yang dapat menyebabkan
kelainan tertentu seperti perubahan tingkah laku. Persalinan yang buruk dapat
mengakibatkan perubahan metaboloisme otak yang berakibat fatal yang dapat
menyebabkan anak mengalami hiperaktif.
Selain penyebab yang telah dijelaskan di atas, Azmira menambahkan jika
faktor lingkungan dan faktor makanan menjadi penyebab anak mengalami ADHD
(2015:38-39). Lingkungan yang buruk seperti lingkungan perokok dipercaya
menyebabkan perubahan perilaku dan konsentrasi yang menjadi tidak terarah.
Selain rokok, kurang tidur diduga menjadi salah satu faktor kelainan hiperaktif
dan inatensi. Menurut Azmira (2015:39) makanan memang tidak memengaruhi
ADHD secara langsung. Penelitian mengenai keterlibatan makanan kurang sehat
seperti junk food, mengandung pestisida, dan bahan kimia belum menunjukkan
hasil yang tepat terhadap perubahan dopamin pada otak. Pengaruh makanan
kurang sehat terhadap perubahan perilaku merupakan asumsi yang berkaitan
pengaruh makanan tersebut terhadap kerusakan otak secara umum. Sejauh ini
seberapa banyak dan bahan makanan apa saja yang berpengaruh langsung
terhadap ADHD belum diketahui.
Dari paparan di atas dapat diketahui jika ADHD dapat disebabkan oleh faktor
kelainan genetik, dopamin, riwayat kehamilan, lingkungan dan makanan yang
2.1.1.2 Alat Peraga 1. Pengertian Alat Peraga
Alat peraga adalah alat bantu dalam pengajaran untuk memeragakan sesuatu
supaya apa yang diajarkan mudah dimengerti anak didik (Tim Redaksi Kamus
Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, 2008:37). Menurut Smaldino dkk (2011:
14-15) alat peraga adalah sarana yang digunakan pendidik untuk menyampaikan
suatu konsep pembelajaran sehingga alat peraga yang digunakan hendaknya
mewakili konsep yang ingin disampaikan oleh pendidik. Sejalan dengan
pernyataan tersebut, Anitah (2010: 4) mengatakan bahwa alat peraga merupakan
sarana yang dapat membawakan pesan dari pemberi kepada penerima. Prastowo
(2015: 297) menjelaskan bahwa alat peraga sebagai media yang menggambarkan
atau mengilustrasikan konsep atau materi yang diajarkan sehingga siswa lebih
mudah dalam mempelajari materi yang diajarkan. Pramudjono menjelaskan alat
peraga matematika adalah benda konkret yang dibuat, dihimpun atau disusun
secara sengaja digunakan untuk membantu menanamkan atau mengembangkan
konsep matematika (Sundayana, 2015: 7).
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa alat peraga matematika
adalah alat bantu dalam pengajaran matematika sebagai sarana yang digunakan
pendidik untuk memperagakan/menyampaikan konsep pembelajaran matematika
supaya apa yang diajarkan mudah dimengerti siswa.
2. Fungsi Alat Peraga
Dalam bukunya Sastradiradja (1971: 1-3) penggunaan alat peraga dalam
1) Membantu murid belajar lebih banyak
2) Membantu murid mengingat lebih lama
3) Memperlengkapi rangsangan yang efektif untuk belajar
4) Menjadikan belajar yang lebih kongkrit (nyata)
5) Membawa dunia ke dalam kelas
6) Memberikan pendekatan-pendekatan bayangan yang tajam-tajam dari satu
subyek yang sama
Fungsi alat peraga yang dikembangkan yaitu memperlengkapi rangsangan
yang efektif untuk belajar, membantu murid mengingat lebih lama, dan
menjadikan belajar lebih konkrit.
3. Kriteria Alat Peraga yang Baik
Syarat dan kriteria media alat peraga menurut Sundayana (2015: 8) antara
lain:
1. Tahan lama
2. Bentuk dan warnanya menarik
3. Sederhana dan mudah dikelola
4. Ukuran sesuai
5. Dapat menyajikan konsep matematika baik bentuk real, gambar, atau
diagram
6. Sesuai dengan konsep matematika
7. Dapat memperjelas konsep matematika dan bukan sebaliknya
8. Peragaan itu supaya menjadi dasar bagi tumbuhnya konsep abstrak bagi
9. Menjadikan belajar aktif dan mendiri dengan manipulasi alat peraga
10.Bila mungkin alat peraga tersebut bisa berfaedah lipat (banyak)
Dari sepuluh kriteria alat peraga yang baik, kriteria yang digunakan
peneliti untuk mengembangkan alat peraga yaitu tahan lama, menarik, sederhana,
sesuai dengan konsep matematika, menjadi dasar tumbuhnya konsep abstrak bagi
siswa, derta menjadikan belajar menjadi aktif dan mandiri.
4. Alat Peraga Montessori
Metode Montessori dikembangkan oleh pendidik asal Italia yaitu Maria
Montesori. Maria Montessori merupakan pendidik inovatif yang kemudian
metodenya berkembang dan digunakan dibanyak negara sampai saat ini. Metode
pendidikan Montessori didasarkan pada konsepnya tentang ilmu pengetahuan,
pada pengamatan-pengamatanya terhadap anak-anak, dan pedagogi. Dari riset dan
pengalaman, dia sampai pada serangkain “penemuan-penemuan” atau asumsi
tentang pertumbuhan, perkembangan, dan pendidikan anak-anak. Alat peraga
yang dikembangkan dalam Montessori memiliki ciri-ciri yang sudah disesuaikan
dengan tingkat perkembangan anak.
Montessori (2002:171-175) menyebutkan lima ciri alat peraga Montessori
adalah sebagai berikut:
1) Menarik
Warna dalam alat dan media montessori disesuaikan dengan
ketertarikan anak pada warna tersebut. Pemilihan warna berdasarkan hasil
penelitian yang dilakukan Montessori terhadap anak.
Menurut Montessori ada dua gradasi dalam media dan alat
peraganya yaitu gradasi umur dan gradasi rangsangan rasional. Gradasi
rangsangan rasional dapat terlihat pada penggunaan alat yang melibatkan
beberapa indera. Gradasi umur dapat dilihat dari penggunaan alat untuk
jenjang kelas sebelumnya maupun untuk jenjang kelas selanjutnya.
3) Memiliki kendali kesalahan
Dengan adanya pengendali kesalahan menjadikan siswa tahu
ketika melakukan kesalahan dalam penggunaan alat/media tanpa ada
arahan dari guru.
4) Kemandirian
Kemandirian memungkinkan siswa belajar secara mandiri dalam
menggunaan alat tersebut.
5) Kontekstual
Montessori mengisi kelas dengan bahan-bahan pembelajaran yang
dekat dengan lingkungan siswa.
Dalam penelitian ini, pengembangan alat peraga mengacu pada prinsip
pengembangan metode montessori. Peneliti mencoba untuk memasukkan lima ciri
alat peraga montessori di atas ke dalam alat peraga matematika papan
penjumlahan dan pengurangan yang akan dikembangkan. Alat peraga yang
dikembangkan haruslah menarik terutama bagi siswa. Terlebih pengembangan
alat peraga ini untuk siswa dengan ADHD, sehingga unsur menarik sangat
diperlukan. Dengan penggunaan alat peraga yang menarik, siswa dengan ADHD
pengurangan. Dalam mengembangkan alat peraga menarik, peneliti
mempertimbangkan hal-hal yang disukai anak tersebut. Pengembangan alat
peraga dengan menggunakan warna-warna cerah terutama pada kartu. Hal ini
berdasarkan hasil wawancara dengan siswa dengan ADHD yang menjadi subjek
penelitian peneliti yang mengungkapkan jika menyukai warna-warna yang cerah.
Selain itu kartu gambar dengan menggunakan karakter kartun yang disukai anak
tersebut.
Unsur selanjutnya pada alat peraga papan penjumlahan dan pengurangan
ini yaitu memiliki kendali kesalahan. Dengan adanya kendali kesalahan, baik guru
dan siswa diharapkan mampu mengetahui kesalahan saat penggunaan media.
Adanya kendali masalah juga akan memudahkan siswa dalam menggunakan alat
peraga papan penjumlahan dan pengurangan. Pengendali kesalahan dalam alat
peraga ini yaitu warna pada kartu gambar, kartu angka dan warna pada papan
penjumlahan.
Bergradasi dalam alat peraga yang dikembangkan ini yaitu dalam
penggunaannya merangsang beberapa indera pada anak. Terutama indra
penglihatan, pendengaran, sensori motor, dan juga merangsang pola pikir yang
berkelanjutan. Selain itu alat peraga ini dapat digunakan pada kelas yang berbeda,
yaitu tidak hanya dapat digunakan untuk siswa dengan ADHD kelas II, akan
tetapi juga dapat digunakan pada anak kelas I yang belajar penjumlahan dan
pengurangan dasar dan juga dapat digunakan pada anak lainnya yang tidak
Setelah belajar dari guru, kemungkinan siswa dapat belajar secara mandiri.
Setelah berlatih dengan guru cara penggunaan alat peraga, selanjutnya siswa
diberikan soal dan mencoba sendiri menghitung penjumlahan dan pengurangan
dengan menggunakan alat peraga. Alat peraga dilengkapi dengan album petunjuk
cara penggunaannya yang akan lebih mudah bagi anak untuk belajar cara
penggunaan alat peraga tersebut. Karakteristik selanjutnya yaitu kontekstual.
Pengembangan alat peraga juga mengacu pada hal yang dekat dengan siswa salah
satunya dengan penggunaan kartu gambar yang mengunakan gambar kartun yang
disukai siswa serta penggunaan warna cerah yang disukai anak-anak. Selain itu
alat peraga dapat diproduksi oleh masyarakat sekitar terutama oleh tukang kayu.
4.1.1.3 Upin dan Ipin
Upin dan Ipin adalah serial televisi animasi anak-anak yang dirilis pada tahun
2007 di Malaysia yang pada awalnya bertujuan untuk mendidik anak-anak untuk
lebih mengerti tentang Ramadhan. Serial ini juga ditayangkan di beberapa negara
salah satunya Indonesia. Upin dan Ipin merupakan sepasang kembar berusia belia
yang tinggal bersama Kak Ros dan Mak Uda (biasa dipanggil Opah) di Kampung
Durian Runtuh setelah kematian kedua orangtua mereka sewaktu masih bayi.
Upin dan Ipin bersekolah di Tadika Mesra yang terletak dalam kawasan kampung
bersama teman-teman lainnya. Teman-teman Upin dan Ipin diantaranya Mei Mei
yang imut dan berkepribadian cerdas, Jarjit Singh yang gemar membuat humor
dan membuat pantun, Ehsan yang cerewet dan suka makan, Fizi (sepupu Ehsan)
berkemampuan untuk berjualan dan pandai berhitung, dan Susanti yang
merupakan pindahan dari Jakarta, Indonesia.
Dalam penelitian pengembangan menggunakan tokoh dalam serial animasi
Upin dan Ipin sebagai gambar dalam kartu. Peneliti menggunakan gambar dalam
animasi Upin dan Ipin dikarenakan siswa dengan ADHD tertarik dengan serial
animasi tersebut. Tokoh yang digunakan di antaranya Mei Mei, Upin, Ehsan, dan
Mail.
4.1.1.4 Matematika 1. Pengertian Matematika
Matematika berasal dari kata mathea yang artinya pengetahuan dan mathein
yang artinya berpikir atau belajar. Menurut Letner dan Reys dkk dalam
Runtukahu dan Kandou (2014:28) mengatakan jika matematika tidak dapat
disamakan dengan berhitung atau aritmatika. Aritmatika atau berhitung
merupakan pengetahuan tentang bilangan dan merupakan bagian dari matematika.
Menguasai matematika tidak hanya siswa mampu untuk berhitung, akan tetapi
juga terampil dalam menyelesaikan masalah dengan tahapan-tahapan tertentu.
Hamzah dan Muhlisrarini mengatakan jika dalam menyelesaikan masalah, paling
sederhana siswa dapat menguraikan langkah-langkah menyelesaikan masalah
sekurang-kurangnya tiga langkah penyelesaian soal (2014:49). Dalam kamus
Bahasa Indonesia diartikan matematika adalah ilmu tentang bilangan hubungan
antara bilangan dan prosedur operasional yang digunakan dalam penyelesaian
masalah mengenai bilangan (Hamzah dan Muhlisrarini, 2014:48). Reys dkk
studi tentang pola dan hubungan, cara berpikir dengan strategi, analisis dan
sintesis, seni, bahasa, dan alat untuk memecahkan masalah-masalah abstrak dan
praktis.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa matematika adalah ilmu
yang berkaitan dengan bilangan yang terkait dengan strategi, analisis, sintesis,
seni bahasa dan prosedur operasional yang digunakan dalam penyelesaian
masalah. Tujuan dari pendidikan matematika adalah siswa mampu berhitung dan
juga mampu menyelesaikan masalah dengan tahap-tahapan penyelesaian. Guru
Sekolah Dasar akan dikatakan berhasil dalam mengajar matematika jika siswa
mampu menyelesaikan masalah dengan menguraikan paling sedikit tiga langkah
penyelesaian soal sesuai prosedur operasional.
2. Pembelajaran Matematika di SD
Pada dasarnya pembelajaran matematika di SD berpusat pada keterampilan
berhitung. Keterampilan berhitung pada matematika SD mencakup penjumlahan,
pengurangan, perkalian, pembagian, pecahan dan desimal. Melihat teori Piaget,
anak Sekolah Dasar pada usia 7 sampai 11 kelas masuk dalam tahap operasional
konkret. Pada tahap operasional konkret anak sudah mampu membuat operasi
logika dengan materi konkret. Piaget mendefinisikan operasi logika sebagai
kegiatan-kegiatan mental, di mana kegiatan-kegiatan dapat dikembalikan pada
kegiatan awal dan dapat diintegrasikan dengan kegiatan-kegiatan lain yang juga
memiliki sifat kebalikan (Runtukahu dan Kandou, 2014:79).
Operasi bilangan merupakan keterampilan dasar berhitung yang dibutuhkan
diantaranya ada penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian. Ketika
masuk SD anak akan mulai diajarkan penjumlahan dan pengurangan pada kelas I
berupa penjumlahan sederhana. Pada kelas II akan dilanjutkan penjumlahan dan
pengurangan sampai dengan angka ratusan. Penjumlahan dan pengurangan
merupakan dasar yang harus dikuasai siswa sebelum mempelajari operasi
bilangan selanjutnya yaitu operasi perkalian dan pembagian. Siswa yang belum
menguasai konsep penjumlahan akan kesulitan untuk belajar dalam perkalian. Hal
ini karena seperti yang kita ketahui jika perkalian merupakan penjumlahan
berulang. Menurut Runtukahu dan Kandou (2014:105) konsep penjumlahan harus
dikembangkan dari pengalaman nyata. Dengan cara ini mereka akan
memanipulasi objek-objek dan menggunakan bahasanya yang akan diasosiasikan
dengan simbol penjumlahan. Runtukahu dan Kandou juga menjelaskan setelah
anak-anak berpengalaman dengan objek-objek konkret menyangkut kegiatan
bahasa tidak formal maka simbol penjumlahan formal (+) dapat diperkenalkan.
Runtukahu dan Kandou (2014:111) menyebutkan bahwa seperti pada operasi
penjumlahan, operasi pengurangan harus diperkenalkan dengan pengalaman
konkret, model kegiatan yang menggunakan objek-objek yang dapat dimanipulasi
dan penggunaan bahasa informal baru beralih pada bahasa formal. Pengenalan
operasi pengurangan dimulai dari pengalaman konkret sampai pada simbol
matematika.
Booker dkk. (dalam Runtukahu dan Kandou, 2014:111) menganjurkan
pengajaran konsep pengurangan bagi anak-anak berkebutuhan khusus dengan tiga
1. Model “memisahkan”
Model ini memperkenalkan pengurangan dengan mengangkat
masalah konkret yang diketahui anak, kemudian berdasarkan bahasa formal
digantikan dengan bahasa matematika.
2. Model penjumlahan “dengan suku yang tidak diketahui”
Masalah konkret:
“Siti hendak berlibur. Ia menyediakan 3 baju. Jika ia hendak membawa 5
baju. Berapa baju lagi yang diperlukan siti”
Respon verbal:
“Ada tiga baju, berapa baju lagi harus ditambahkan sehingga menjadi 5
baju?” atau “3 ditambah berapa menjadi 5?”
3. Model “membandingkan”
Masalah konkret:
“Budi mempunyai 5 kelereng dan Anton mempunyai 3 kelereng. Budi
mempunyai berapa kelereng lebih dari Anton?”
Respon verbal:
“lima diambil tinggal berapa?” atau “tiga ditambah berapa menjadi 5?”
Representasi simbolik:
5 – 3 = ....
3 + ... = 5
Dalam penelitian ini, pengembangan alat peraga matematika untuk
penjumlahan dan pengurangan angka disimbolkan dengan menggunakan gambar
kedalam bahasa simbolik matematika. Pada operasi pengurangan, media ini
mengembangkan model Bruner yaitu model “memisahkan”. Pada papan
penjumlahan dan pengurangan ketika menghitung pengurangan untuk mengetahui
hasil pengurangannya yaitu dengan mengambil sejumlah gambar yang ada pada
papan. Gambar yang tersisah pada papan merupakan hasil dari pengurangan.
Operasi ini kemudian direpresentasikan simbolik di papan bagian kanan yaitu
dengan menuliskan soal dengan dengan bahasa simbolik matematika dan
jawabannya berupa angka.
3. Materi Penjumlahan dan Pengurangan di Kelas II
Menurut kurikulum KTSP 2006, matematika perlu diberikan kepada
semua peserta didik mulai dari Sekolah Dasar untuk membekali peserta didik
dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta
kemampuan bekerjasama. Di salam Standar Isi KTSP tahun 2006 dituliskan ada 5
tujuan pembelajaran matematika salah satu diantaranya adalah bertujuan agar
peserta didik memiliki sikap rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam
mempelajari matematika, serta ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Mata pelajaran matematika pada satuan pendidikan Sekolah Dasar dan
sederajat meliputi aspek-aspek bilangan, geometri dan pengukuran, dan
pengolahan data. Penelitian ini berkaitan dengan penjumlahan dan pengurangan
sampai 500 pada kelas II semester ganjil yang dalam aspek matematika masuk
dalam aspek bilangan. Materi tersebut terdapat dalam Standar Kompetensi 1
“Melakukan pejumlahan dan pengurangan sampai 500” dan Kompetensi Dasar
belajar penjumlahan dan pengurangan, anak harus terlebih dahulu memahami nilai
tempat satuan, puluhan, dan ratusan. Meskipun di kelas II penjumlahan dan
pengurangan sampai 500, akan tetapi karena siswa dengan ADHD yang menjadi
subjek dalam penelitian ini belum bisa berhitung sama sekali maka dalam
penelitian ini, siswa tersebut dapat berhitung penjumlahan dan pengurangan
sampai 50.
Meskipun demikian, peneliti dalam mengembangkan alat peraga papan
penjumlahan dan pengurangan hanya sebatas dapat digunakan untuk menghitung
penjumlahan dan pengurangan sampai 50 saja. Namun peneliti dalam
mengembangkan alat peraga ini menambah lingkup materi yang lebih luas yaitu
dapat digunakan untuk penjumlahan dan pengurangan sampai ribuan
4.1.1.5 Teori Perkembangan Anak
Perkembangan dimulai dari lahir sampai dewasa. Ada tiga teori atau
pendekatan mengenai perkembangan, yaitu pendekatan perkembangan kognitif,
belajar dan lingkungan, dan etologis. Yusuf (2009:4) mengungkapkan bahwa
pendekatan perkembangan kognitif didasarkan pada asumsi atau keyakinan bahwa
kemampuan kognitif merupakan suatu yang fundamental dan yang membimbing
tingkah laku anak. Teori kognitif yang sering digunakan saat ini adalah teori
kognitif Piaget. Piaget percaya bahwa pemikiran anak-anak berkembang menurut
tahap-tahap atau periode-periode yang terus bertambah kompleks (Desmita,
2007:46). Piaget membedakan empat tahap perkembangan kognitif pada anak
(Suparno, 2001:5). Empat tahapan tersebut adalah: (1) tahap sensori-motor yang
umur 2 sampai 7 tahun, (3) tahap operasional konkret pada umur 7 sampai 11
tahun, dan (4) tahap operasional formal setelah 11 tahun ke atas.
1. Tahap sensori-motor
Pada tahap sensori-motor, anak mengatur alamnya dengan indera (sensor)
dan tindakannya (motor). Anak tidak memiliki konsepsi object permanent. Bila
suatu benda disembunyikan, anak gagal menemukannya. Meskipun demikian,
seiring berjalannya waktu, anak menyadari bahwa benda yang disembunyikan itu
masih ada dan anak mulai mencari benda iru (Dhahar, 2011: 137).
2. Tahap praoperasional
Tahap praoperasional berlangsung antara 2-7 tahun. Selama tingkat ini anak
belum mampu melaksanakan operasi mental seperti menambah dan mengurangi.
Anak memiliki kemampuan menalar transduktif (khusus ke khusus) dan berpikir
secara irreversibel. Anak pada tahap praoperasional memiliki sifat egosentris dan
memfokuskan diri pada aspek statis pada suatu peristiwa bukan pada transformasi
dari suatu keadaan ke keadaan lain (Dhahar, 2011: 137).
3. Tahap operasional konkret
Pada tahap opersional konkret berlangsung antara usia 7-11 tahun. Anak pada
pada tahap operasional konkret sudah dapat berpikir secara rasional. Anak
memiliki operasi-operasi logis yang diterapkan pada masalah-masalah yang
konkret dan anak belum dapat berpikir secara abstrak (Dhahar, 2011: 137). Anak
menggunakan operasi mental untuk memecahkan masalah-masalah aktual, anak
mampu menggunakan kemampuan mentalnya untuk memecahkan masalah yang
ini anak sudah memperkembangkan operasi-opersi logis sehingga anak telah
mengembangkan sistem pemikiran logis yang dapat diterapkan dalam
memecahkan persoalan-persoalan konkret yang dihadapinya (2001:69).
4. Tahap operasional formal
Tahap operasional berlangsung pada usia 11 tahun ke atas. Anak pada tingkat
ini tidak lagi memerlukan bantuan dari benda-benda nyata untuk memerlukan
bantuan dari benda-benda nyata untuk memecahkan masalah. Anak sudah dapat
berpikir secara abstrak. Selain itu, pada tahap opersi formal anak berpikir dengan
cara hipotesis-deduktif, proposional, kombinatorial dan reflektif (Dhahar,
2011:139).
Berdasarkan teori di atas dapat disimpulkan menurut teori perkembangan
kognitif Jean Piaget, anak kelas II SD masuk dalam tahap operasional konkret
(7-11 tahun). Anak yang dalam tahap operasional konkret membutuhkan benda
konkret sebagai alat bantu dalam memahami suatu konsep yang abstrak.
Pengembangan alat peraga matematika dalam penelitian ini diharapkan dapat
memudahkan anak dalam memahami konsep penjumlahan dan pengurangan yang
bersifat abstrak.
4.1.1.6 Anak Berkebutuhan Khusus
Menurut Muhammad (2008:36) anak berkebutuhan khusus anak yang
berbeda dari anak biasa dalam hal ciri-ciri mental, kemampuan sensorial,
kemampuan komunikasi, tingkah laku sosial, ataupun ciri-ciri fisik. Dalam
Thompson (2014:2) dijelaskan bahwa anak-anak dikatakan berkebutuhan khusus
pendidikan khusus untuk mereka. Jannah dan Darmawanti (2004:15) menjelaskan
anak berkebutuhan khusus adalah anak yang dalam proses pertumbuhan atau
perkembangan mengalami kelainan atau penyimpangan fisik, mental-intelektual,
sosial dan atau emosional dibanding dengan anak-anak lain seusianya, sehingga
mereka memerlukan pelayanan pendidikan khusus.
Karakteristik spesifik secara umum pada anak berkebutuhan khusus
berkaitan dengan tingkat perkembangan fungsional yang meliputi tingkat
perkembangan sensorimotor, kognitif, dan kemampuan berbahasa. Perkembangan
fungsional yang berbeda dengan anak pada umumnya menjadikan anak
berkebutuhan khusus mengalami kesulitan dalam belajar.
Thompson (2014:2) menyatakan bahwa anak-anak dikatakan memiliki
kesulitan belajar jika mereka:
a. Memiliki kesulitan belajar yang jauh lebih besar dibandingkan
kebanyakan anak seusia mereka; atau
b. Memiliki ketidak mampuan yang menghambat atau menghalangi
mereka dalam menggunakan fasilitas pendidikan yang umumnya
disediakan untuk anak-anak seusia mereka di sekolah;
c. Berada dalam usia wajib belajar dan memenuhi definisi (a) atau (b) di
atas, atau akan memenuhi definisi tersebut jika ketentuan pendidikan
khusus tidak dibuat untuk mereka. Anak-anak tidak boleh dianggap
memiliki kesulitan belajar semata-mata karena bahasa atau ragam
bahasa yang mereka gunakan di rumah berbeda dari bahasa yang
Dari pengertian tentang anak berkebutuhan khusus di atas dapat
disimpulkan bahwa anak berkebutuhan khusus adalah anak yang dalam proses
pertumbuhan dan perkembangannya berbeda dari anak biasa karena mengalami
kelainan atau penyimpangan fisik, mental-intelektual, sosial, dan atau emosional
yang menjadikan anak berkesulitan belajar sehingga perlu pendidikan khusus
untuk mereka. Pembelajaran untuk anak berkebutuhan khusus memiliki pola yang
berbeda antara anak satu dengan anak yang lainnya sesuai dengan kesulitan yang
dialami anak. .
2.1.2 Penelitian yang Relevan
2.1.2.1 Penelitian tentang Pengembangan Alat Peraga Matematika
Penelitian tentang pengembangan alat peraga matematika dilakukan oleh
Rantri (2014). Penelitian yang dilakukan tentang pengembangan alat peraga
matematika untuk operasi bilangan bulat yang berbasis metode Montessori.
Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan alat peraga matematika untuk
operasi bilangan bulat berbasis metode Montessori serta kualitas alat peraga yang
dikembangkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak penggunaan
alat peraga yang dikembangkan. Hasil penelitian menunjukkan memiliki rerata
skor validasi produk 3,5 yang menunjukkan kualitas sangat baik. Alat peraga
papan bilangan bulat memiliki dampak pada proses dan hasil belajar siswa. Siswa
menjadi lebih antusias, lebih aktif, lebih berkonsentrasi, dan dapat belajar secara
mandiri selama proses pendampingan. Alat peraga yang dikembangkan mampu
meningkatkan hasil belajar siswa sebanyak 71% berdasarkan hasil pretest dan