PERLINDUNGAN TERHADAP NASABAH DALAM PENGAMANAN FINANCIAL TECHNOLOGY
PEER TO PEER LENDING
TESIS
OLEH:
SURTAN HARISTA MUDA HASIBUAN NIM : 167005181/HK
PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2020
1
PERLINDUNGAN TERHADAP NASABAH DALAM PENGAMANAN FINANCIAL TECHNOLOGY
PEER TOPEER LENDING
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Hukum Dalam Program Studi Magister Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara
OLEH :
SURTAN HARISTA MUDA HASIBUAN NIM : 167005181/HK
PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2020
2
3
Telah diuji pada
Tanggal : 28 Agustus 2020
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Bismar Nasution., S.H., M.H Anggota : 1. Prof. Dr. Sunarmi., S.H., M. Hum
2. Dr. Mahmul Siregar, S.H., M. Hum
3. Prof. Dr. Rosnidar Sembiring., S.H., M. Hum
4. Dr. Chairul Bariah.,S.H., M. Hum
4
SURAT PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : SURTAN HARISTA MUDA HASIBUAN
Nim : 167005181/HK
Program Studi : Magister Ilmu Hukum
Judul Tesis : PERLINDUNGAN TERHADAP NASABAH DALAM PENGAMANAN FINACIAL TECHNOLOGY PEER TO PEER LENDING
Dengan ini menyatakan bahwa tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri bukan plagiat, apabila dikemudian hari diketahui tesis saya tersebut plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas perbuatan saya tersebut.
Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan sehat.
Medan,
Yang membuat pernyataan
SURTAN HARISTA MUDA HASIBUAN
5 ABSTRAK
PERLINDUNGAN TERHADAP NASABAH DALAM PENGAMANAN FINANCIAL TECHNOLOGY PEER TO PEER LENDING
Keberadaan pinjaman online di Indonesia bukan didasarkan pada undang- undang akan tetapi Bank Indonesia dan OJK hanya menerbitkan bersifat Peraturan dan Surat Edaran BI dan OJK sehingga kurang memberikan kepastian hukum karena sifat sanksi yang diberikan kepada pihak yang terkait pinjaman online jika terjadi pelanggaran tidak maksimal. Banyaknya permasalahan yang terjadi pada nasabah fintech membuat penulis tertarik melakukan penelitan dengan judul‖ Perlindungan Terhadap Nasabah Dalam Pengamanan Financial Technology Peer To Peer Lending‖.
Perumusan masalah dalam penelitian in iadalah (1) Bagaimana pengaturan hokum financial technology peer to peer lendingdi Indonesia (2) Apakah peraturan perundang-undangan di Indonesia yang berkaitan dengan praktik financial technologypeer to peer lending telah memberikan keamanan dan perlindungan terhadap nasabah; (3) Bagaimana pengaturan financial technologypeer to peer lending yang lebih memberikan keamanan dan perlindungan terhadap nasabah ?
Penelitian ini bersifatnormatif dan deskriptif analisis.Teorihukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah Teori Perlindungan Hukum dan Teori Kepastian Hukum. Data yang digunakan adalah data sekunder dapat terdiri atas bahan hukum primer,bahan hukum sekunder, dan bahan hokum tersier. Teknik pengumpulan data adalah library research(penelitian kepustakaan).Analisis data adalah kulitatif.
Hasil penelitianadalah: (1) Pengaturan hokum financial technology peer to peer lendingdi Indonesia saat ini terdapat2 (dua) lembaga yang berwenang mengatur industry fintech yaitu Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Kedua lembaga tersebut dalam mengeluarkan regulasi fintech. Masih berbentuk Peraturan dan Surat Edaran OJK dan Bank Indonesia. Belum ada yang sejajar dengan Undang-Undang (2) Peraturan perundang-undangan di Indonesia yang berkaitan dengan praktik financial technology peer to peer lending belum memberikan keamanan dan perlindungan kepada nasabah yang masih menggunakan POJK Nomor 1 tahun 2013 tentang perlindungan sector jasa keuangan (3) Perlindungan hokum bagi nasabah Fintech berbasis Peer toPeer Lending dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu perlindungan secara preventif dan perlindungan hokum secara represif. Perlindungan hokum agar lebih memberikan rasa aman bagi nasabah fintech adalah perlindungan hokum preventif
Saran: (1)Agar perkembangan perusahaan berbasis fintech dapat berkembang dengan pesat di Indonesia sebaiknya regulasi yang memberikan perlindungan hokum lebih kepada nasabah, sebaiknya OJK dan BI didorong agar menerbitkan Undang-Undang Perlindungan Fintech (2)Perlindunganhukumterhadapnasabahfintechmenggunakan POJK Nomor 1 tahun 2013 tentang perlindungan sector jasa keuangan belum dapat memberikan perlindungan lebih kepada nasabah fintech. Perlu dibuat aturan
6
berbentuk Undang-Undang Perlindungan Fintech (3) Agar terhindar dari sengketa yang timbul akibat layanan fintech, sebagaiknya kepada kepada nasabah dijelaskan sedetail mungkin tentang risiko yang akan terjadi dalam fintech. Perlindungan hokum dalam fintech yang memberi rasa aman harus mengandung setidaknya prinsip transparasi, perlakuan yang adil, perlakuan yang adil, keandalan, kerahasaian dan keamanan data. Bila perlu dibuat satu undang-undang yang khusus tentang mitigasi risiko dalam fintech
Kata kunci : Fintech, Perlindungan Hukum, Nasabah
7 ABSTRACT
PROTECTION OF CUSTOMERS IN SECURITY OF FINANCIAL TECHNOLOGY PEER TO PEER LENDING
The existence of online loans in Indonesia has not been regulated by law.
Such loans are regulated only by regulations and circular letters of Bank Indonesia (BI) and Indonesia Financial Services Authority (OJK). Since the nature of sanctions given to parties related to online loans is not to the maximum if violations occur, the regulations and circular letter of BI and OJK do not provide legal certainty. The many problems experienced by fintech customers make the writer interested in doing research with the title "Protection of Customers in Safeguarding Financial Technology Peer To Peer Lending". There are three research questions in this study, namely, (1) What is the legal regulation of financial technology peer to peer lending in Indonesia (2) Does the legislation in Indonesia relating to the practice of peer to peer lending financial technology have provided security and protection for customers; (3) How should the arrangements of financial technology peer to peer lending better provide security and protection for customers?
This research is a normative and descriptive analysis. The legal theories used in this study are the Theory of Legal Protection and Theory of Legal Certainty.
The data used are secondary data consisting of primary legal materials, secondary legal materials, and tertiary legal materials. The data collection technique is library research. The data were analyzed using qualitative data analysis.
The results of the study are: (1) The current legal regulation of financial technology peer to peer lending in Indonesia is regulated by two institutions, namely, Bank Indonesia (BI) and the Financial Services Authority (OJK). The two institutions issued regulations and circular letter that have not been equivalent to law. (2) The legislation in Indonesia relating to the practice of financial technology peer to peer lending has not provided security and protection to customers that still depend on the regulation of OJK (POJK) No. 1 Year 2013 concerning protection of the financial services sector (3) Legal protection for Peer to Peer Lending-based Fintech customers can be divided into two types, namely preventive protection and repressive legal protection. Legal protection to better provide security for fintech customers is preventive legal protection.
Suggestions: (1) In order for the rapid development of fintech-based companies in Indonesia, regulations should provide more legal protection to customers. In this case, OJK and BI should be encouraged to issue Fintech Protection Law (2) Legal protection for fintech customers using POJK No. 1 year 2013 concerning the protection of the financial services sector has not been able to provide more protection to fintech customers. Therefore, regulations need to be made in the form of the Fintech Protection Act (3) In order to avoid disputes arising from fintech services, it is better to explain to customers as much detail as possible about
8
the risks that will occur in fintech. Legal protection in fintech that gives a sense of security must contain at least the principles of transparency, fair treatment, reliability, concern and data security. If necessary, a special law about risk mitigation in fintech can be issued.
Keywords: Fintech, Legal Protection, Customer
9
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala limpahan karunia, kekuatan, kesehatan, dan kemudahan yang diberikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penelitian tesis ini sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan studi di program Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara, yang berjudul “PERLINDUNGAN TERHADAP NASABAH DALAM PENGAMANAN FINACIAL TECHNOLOGY PEER TO PEER LENDING
Terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Prof.Dr.
BismarNasution, S.H.,M.H, selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah memberikan ilmu, meluangkan waktu untuk memberikan masukan, bimbingan kepada penulis hingga tesis ini dapat diselesaikan dengan baik. Terima kasih kepada Ibu Prof.Dr.Sunarmi, S.H.,M.Hum, selaku dosen Pembimbing kedua yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan tesis ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Dr. MahmulSiregar, S.H.,M.Hum, selaku pembimbing ketiga yang dengan sabar membimbing, mengarahkan, mengoreksi tulisan penulis, menyediakan waktu berdiskusi dalam penulisan tesis ini. Semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas segala kebaikan Bapak Dosen dalam bimbingan dan ilmu yang telah diberikan.
Penuls juga mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi- tingginya kepada :
10
1. Bapak Prof. Dr.Runtung, S.H.,M.Hum, selaku Rektor Univeritas Sumatera Utara.
2. Bapak Prof.Dr.Budiman Ginting, S.H.,M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
3. Ibu Prof.Dr.Sunarmi, S.H.,M.Hum, selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Dr. Mahmul Siregar, S.H.,M.Hum, selaku Sekretaris Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara.
5. IbuProf. Dr. RosnidarSembiring, S.H.,M.Hum, selaku Dosen Penguji yang telah memberikan masukan dan saran yang membangun dalam penyusunan tesis ini.
6. Ibu Dr. ChairulBariah,S.H.,M.Hum, selaku Dosen Penguji kedua yang telah memberikan masukan dan saran yang membangun dalam penyusunan tesis ini.
7. Seluruh Dosen, Staf Tata Usaha, Tenaga Pendukung Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah melancarkan segala urusan yang berkenaan dengan administrasi dan informasi selama studi berlangsung dan juga pada saat dilakukan penelitian ini.
8. Pimpinan PT. xxx, tempat penulis bekerja, yang telah mendukung dan memberikan izin kepada penulis untuk menempuh pendidikan Program Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara.
11
9. Rekan-rekan seperjuangan stambuk 2016 Kelas Khusus Ekonomi Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara.
Tesis ini penulis dedikasikan kepada kedua orang tua tercinta, Bapak Angku Muda Hasibuan, SH dan Ibu Suwenta Surbakti SKM yang telah melahirkan, mendidik dan mendoakan,memotivasi penulis.
Penulisan tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dari segi teknik penulisan maupun dari segi pembahasannya, karena itu kritik dan saran dari berbagai pihak yang membangun sangat diharapkan untuk kesempurnaan pada masa yang akan datang. Semoga tesis ini bermmanfaat bagi dunia pendidikan dan masyarakat luas.
Medan, Penulis
SURTAN HARISTA MUDA HASIBUAN
12
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
1. Data Pribadi
Nama : Surtan Harista Muda Hasibuan
Tempat,tanggal lahir : Medan, 21 Juni 1990 Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Status : Belum Menikah
Alamat : Jl. Setia Budi, Tanjung Sari Pasar 2 No. 5A
2. Keluarga
Ayah : Angku Muda Hasibuan, SH
Ibu : Suwenta Surbakti, SKM
3. Pendidikan
a. SD Al-Azhar (1996-2002) b. SMP Al-Azhar (2002-2005)
c. SMAN 12 Bandar Lampung (2005-2008)
d. Strata Satu (S1) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (2008- 2012)
e. Strata Dua (S2) Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara ( 2016-2020)
4. Pekerjaan : : Wiraswasta
13
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... v
DAFTA RIWAYAT HIDUP ... viii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 14
C. Tujuan Penelitian ... 14
D. Manfaat Penelitian ... 15
E. Keaslian Penelitian ... 16
F. Kerangka Teori dan Kerangka Konsepsional ... 19
G. Metode Penelitian ... 31
BAB II PENGATURAN HUKUM FINANCIAL TECNOLOGY PEER TO PEER LENDING DI INDONESIA ... 37
A. Pengertian dan Jenis Financial Technology ... 37
B. Dasar Hukum Financial Technology ... 78
C. Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi ... 91
D. Aspek HukumPerjanjian Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi ... 97
14
BAB III PERLINDUNGAN HUKUM DALAM PRAKTEK FINANCIAL TECHNOLOGY PEER TO PEER LENDING UNTUK
MEMBERIKAN KEAMANAN DAN PERLINDUNGAN BAGI
NASABAH ... 98 A. Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Pada Layanan Pinja
Man Uang Berbasis Financial Technology ... 98 B. Landasan Hukum Perlindungan Konsumen ... 122 C. Praktek Financial Technology Peer To Peer Lending Dalam
Pinjam Meminjam Uang Secara Online ... 129 D. Resiko Dalam Peer To Peer Lending ... 132 E. Analisis Terhadap Peraturan Perundang undangan Yang Telah
Ada Yang Mengatur Tentang Finteck Terkait Perlindungan
Nasabah ... 134 BAB IV PENGATURAN FINANCIAL TECHNOLOGY PEER TO
PEER YANG LEBIH MEMBERIKAN KEAMANAN DAN PER
LINDUNGAN TERHADAP NASABAH ... 137 A. Aspek Hukum Perlindungan Financial Technology Peer To Peer
Yang Lebih Memberikan Keamanan dan Perlindungan Terhadap
Nasabah ... 137 B. Perusahaan Penyedia Jasa Layanan Pinjam Meminjam Uang Ber
Basis Teknologi Informasi( Peer To Peer Lending) ... 159 C. Perlindungan Hukum Bagi Nasabah Layanan Pinjam Meminjam
15
Uang Berbasis Tehnologi Informasi Agar Lebih Memberikan Rasa
Aman Dalam Praktek Di Indonesia ... 174
D. Keberadaan Debt Collector Dalam Penagihan Hutang ... 180
E. Contoh Kasus Dalam Perjanjian Meminjam Uang Financial Technology ... 185
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 194
A. Kesimpulan ... 194
B. Saran ... 196
DAFTAR PUSTAKA ... 199
16
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Pinjaman Oline Yang Terdaftar Di OJK ... 5
17
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perputaran roda perekonomian tidak dapa tdilepaskan dari proses pendanaan.
Setiap orang atau badan usaha yang berusaha meningkatkan kebutuhan konsumtif dan produktif sangat memerlukan pendanaan, dimana salah satunya dalam bentuk kredi tmengingat modal yang dimiliki perusahaan atau perorangan biasanya tidak mampu mencukupi dalam mendukung peningkatan usahanya.1Kredit atau pinjam meminjam adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang habis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang terakhir ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari jenis dan mutu yang sama pula.2 Pinjam meminjam tersebut tentunya dilakukan berdasarkan kesepakatan antara peminjam dengan pemberi pinjaman atau antara kreditur dengan debitur. Artinya, dalam proses pinjam meminjam tidak dapat dilepaskan daria spek perjanjian yang diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata).
Dalam hal pinjam–meminjam uang atau pembiayaan mungkin selama ini yang masih menjadi andalan utama adalah lembaga keuangan pada umumnya. Tidak heran bahwa sebagian besarmasyarakat, baik itu perorangan maupun badan usaha masih
1Subekti, Jaminan-Jaminan Untuk Pemberian Kredit Menurut Hukum Indonesia, (Bandung:
Alumni, 1982), hlm. 42
2Pasal 1754 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
18
mempercayai lembaga keuangan sebagai sumber pembiayaannya. Lembaga Keuangan secara garis besar dapat diklasifikasikan menjad itiga kelompok besar yaitu, Lembaga Keuangan Bank, lalu Lembaga KeuanganBukan Bank dan Lembaga Pembiayaan3.
Lembaga keuangan memiliki peranan yang sangat signifikan dan penting dalam perekonomian suatu negara. Sejalan dengan pesatnya dunia usaha dewasa ini, maka fungsi dari lembaga keuangan juga semakin meningkat. Melalui peran lembaga keuangan, maka interaksi antara pelaku ekonomi baik dalam sector rumah tangga dan perusahaan kecil dan menengah akan semakin dalam.
Lembaga Keuangan Bukan Bank menjadi salah satu solusi inovasi perkembangan perekonomian saat ini. Inovasi yang disebut-sebut akan menjadi solusi perkembangan perekonomian di dunia tersebut adalah layanan teknologi financial atau financial technology (fintech). Fintech di Indonesia dapat dikategorikan sebagai Lembaga Keuangan Bukan Bank.
Lembaga jasa keuangan berbasis teknologi (fintech) muncul seiring dengan perkembangan di dunia keuangan. Keberadaan fintech memiliki tujuan untuk membuat masyarakat lebih mudah dan efisien dalam mengakses produk-produk
3 Abdulkadir Muhammad &Rilda Murniati, Lembaga Keuangan dan Pembiayaan, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2004), hlm. 17
19
keuangan, lalu mempermudah transaksi keuangan dan juga meningkatkan literasi keuangan.4
Layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi atau biasa disebut peer to peer lending (P2P Lending) adalah salah satu produk dari fintech yang mempertemukan pemilik dana (lender) atau yang biasa disebut investor dengan peminjam dana atau kreditur (borrower) ataubisa juga disebut peminjam dengan melalui system elektronik atau teknologi informasi. Cara yang dilakukan inilah yang menghilangkan fungsi intermediasi yang selama ini dilakukan oleh perbankan. P2P Lending membuat platform online untuk menyediakan fasilitas bagipemilik dana untuk memberikan pinjaman secaralangsung kepada peminjam dengan return lebih tinggi, sedangkan peminjam dapat mengajukan kredit secara langsung kepada pemilik dana melalui penyelenggara secara online dengan syarat yang relative lebih mudah dan proses lebih cepat. Keuntungan lainnya adalah lebih mudah dibandingkan dengan lembaga keuangan konvensional. 5
Perihal fintech yang berkembang pesat di Indonesia, ada kekhawatiran mengenai perlindungan hukum para penggunanya karena belum ada undang-undang yang jelas dalam mengatur perihal fintech. Baik itu masalah perlindungan privasi maupun data pribadi pengguna yang mendaftarkan dirinya di platform online. Namun
4 Max Manroe, ―Mengenal Fintech, Inovasi Sistem Keuangan di Era Digital‖, diakses dari https://www.maxmanroe.com/mengenal-fintech-inovasi-sistem-keuangan-di-era-digital.html pada tanggal 4 Mei 2018 pukul 19.10 WIB.
5 Investree.id, ―Peer to Peer Lending VS Pinjaman Bank”, diaksesdari https://www.investree.id/blog/business/peer-to-peer-lending-vs-pinjaman-bank pada tanggal 24 Januari 2020 pukul 06.20 WIB
20
pada sisi lain, Indonesia sebagaianggota APEC, telah mengikuti Kerangka Privasi APEC 2004 (APEC Privacy Framework) yang dengan jelas menyebutkan di dalamnya yaitu potensi perdagan ganelektronik tidak dapat diwujudkan tanpa kerjasama pemerintah dan pelaku bisnis untuk mengembangkan dan menerapkan teknologi dan kebijakan yang membahas isu-isu termasuk privasi. Oleh karenaitu, masalah perlindungan privasi dan data privasi telah menjadi agenda mendesak.
Berbagai negara telah membuat ketentuan tentang privasi dan perlindungan data privasi, namun tidak dengan Indonesia.6
Dari aspek hukum, praktik fintech di Indonesia belum sepenuhnya memenuhi standar keamanan bagi pengguna layanan fintech. Ketidak pastian huku minim mendorong pemerintah membuat regulasi yang mengatur tentang P2P Lending untuk meminimalisir risiko dan dapat menjadi paying hokum bagi pengguna layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi.
Peluang dan perkembangan fintech di Indonesia sanga tpesat karena berbagai perusahaan fintech terus berkemban gseiring dengan pemenuhan kebutuhan konsumen. Data statistik Bank Indonesia mencatat total transaksi fintech di Indonesia pada tahun 2017 mencapai US$ 15,02 miliaratau Rp. 202,77 triliun. Jumlah tersebut meningkat 24,6% dibandingkan pada tahun 2016. Selain itu, BI juga mencatat pelaku usaha industry tersebut meningkat dari 140 perusahaan pada tahun 2017 menjadi 188
6Sinta Dewi Rosadi, Cyber Law :Aspek Data Privasi Menurut Hukum Internasional, Regional, dan Nasional, (Bandung: PT Refika Aditama, 2015), hlm. 91 -92.
21
perusahaan.7Hingga November 2017, OJK mencatat dana fintech peer to peer lending (P2P lending) mencapai Rp. 1,9 triliun atau menunjukkan tren pertumbuhan 20%
setiap bulannya. Hingga Januari 2018 telah terdaftar 33 perusahaan fintech P2P di OJK, termasu kfintech syariah, serta terdapat 119 perusahaan yang masuk dalam daftar tunggu (pipeline). Sedangkan jumlah peminjam di perusahaan fintech hingga Januari 2018 mencapai 260.000 orang dengan nilai pinjaman sebesar Rp. 2,56 triliun8
Di Indonesia terdapat beberapa pinjaman online yang dikenal atau telah terdaftar resmi di Otoritas Jasa Keuangan (OJK), antara lain:
Tabel 1 Pinjaman Online Yang Terdaftar Di OJK
No Platform Perusahaan Website
1 Danamas PT Pasar Dana Pinjaman danamas.co.id
2 Investree PT Investree Radhika Jaya investree.id
3 Amartha PT AmarthaMikroFintek amartha.com
4 DompetKilat PT Indo Fin Tek dompetkilat.co.id
5 KIMO PT Creative Mobile Adventure kimo.co.id 6 Tokomodal PT Toko Modal Mitra Usaha tokomodal.co.id 7 UangTeman PT Digital Alpha Indonesia uangteman.com 8 Koinworks PT Lunaria AnnuaTeknologi koinworks.com 9 Modalku PT Mitrausaha Indonesia Grup modalku.co.id
7Prinsip-Prinsipini Wajib Diterapkan dalam Industri Fintech, diakses melalui www.hukum online.com pada tanggal 30 Desember 2019 pukul 21.00 WIB
8Transparansi Fintech, Gerbang Perlindungan bagi Konsumen, diakses melalui www.hukum online.com pada tanggal 30 Desember 2019, pukul 21.05 WIB.
22
10 KTA Kilat PT PendanaanTeknologi Nusa pendanaan.com 11 AwanTunai PT SimplefiTeknologi Indonesia awantunai.com
12 KlikACC PT Aman CermatCepat klikacc.com
13 CROWDO PT Mediator Komunitas Indonesia crowdo.co.id 14 Akseleran PT Akseleran Keuangan Inklusif Indonesia akseleran.com 15 Taralite PT Indonusa Bara Sejahtera taralite.com
Sumber:https://www.moneysmart.id/aplikasi-dana-pinjaman-online-yang-terdaftar-ojk/, diakses 17 Agustus 2019
Keberadaan pinjaman online di atas dapat dipahami tidak mungkin terlepas dari perjanjian dalam pengikatan hubungan hukumnya. Dimana perjanjian tersebut tentunya bersifat elektronik tidak lagi konvensional. Perjanjian elektronik atau dikenal dengan kontrak elektronik adalah perjanjian para pihak yang dibuat melalui Sistem Elektronik sedangkan perjanjian konvensional mengacu pada Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) ialah perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.9Namun, jika dipahami secara seksama pejanjian elektronik maupun konvensional tidak jauh berbeda secara definisihanya media yang dilibatkan dalam perjanjian tersebut yang membuat keduanya berbeda dimana media dalam perjanjian
9Pasal 1 angka 17 Undang-Undang No. 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang- Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik dan J. Satrio, Hukum Perjanjian(Perjanjian Pada Umumnya), (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1992), hal. 17
23
konvensional ialah kertas sedangkan perjanjian elektronik media yang digunakan ialah system elektronik.10
Keberadaan pinjaman online di Indonesia bukan didasarkan pada undang- undang akan tetapi pada peraturan perundang-undangan jenis lain yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia dan OJK, yaitu:
1. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi (LPMUBTI).
2. Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 18/40/PBI/2016 tentang Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran (PTP).
3. Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 19/12/PBI/2017 Tentang Penyelenggaraan Teknologi Finansial.
Pengaturan yang tidak bersifat undang-undang atau peraturan perundang- undangan jenis lain di atas tentunya kurang memberikan kepastian hukum karena sifat sanksi yang diberikan kepada pihak yang terkait pinjaman online jika terjadi pelanggaran tidak maksimal. Aturan yang kurang memberikan kepastian hukum tersebut menyebabkan masih banyak masyarakat yang ternyata menjadi korban dari cara penagihan yang tidak wajar atau tingginya bunga dari fintech P2P lending.
Selanjutnya, dengan aturan yang tidak memberikan kepastian hukum tersebut
10Sistem Elektronik adalah serangkaian perangkat dan prosedur elektronik yang berfungsi mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan, menampilkan, mengumumkan, mengirimkan, dan/atau menyebarkan Informasi Elektronik. Pasal 1 angka 5 Undang-Undang No. 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik
24
menyebabkan sering pula terjadi di masyarakat beberapa tindakan dari pihak pinjaman online yang kecenderungannya sangat menggangu, yaitu:11
1. Penagihan dengan berbagai cara mempermalukan, memaki, mengancam, memfitnah, bahkan dalam bentuk pelecehan seksual;
2. Penagihan dilakukan kepada seluruh nomor kontak yang ada di ponsel konsumen/peminjam (keatasan kerja, mertua, teman SD, dan lain-lain);Bunga pinjaman yang sangat tinggi dan tidak terbatas;
3. Pengambilan data pribadi (kontak, sms, panggilan, kartu memori, dan lain- lain) di telepon seluler (ponsel) konsumen/peminjam;
4. Penagihan baik belum waktunya dan tanpa kenal waktu; Nomor pengaduan pihak penyelenggara pinjaman online yang tidak selaluter sedia;
5. Alamat kantor perusahaan penyelenggara pinjaman online yang tidakjelas;
6. Aplikasi pinjaman online yang bergantinama tanpa pemberitahuan kepada konsumen/peminjam selama berhari-hari namun bunga pinjaman selama proses perubahan nama tersebut terus berjalan.
Banyak terjadi kasus yang dialami oleh nasabah terhadap praktek pinjam meminjam uang secara online, diantaranya adalah kasu sRupiah Plus dan PT. Vega Data dan Barracuda Fintech. Salah satu contoh terbaru terdapat kasus dari platform Rupiah Plus yang menggegerkan dunia maya karena terdapat pengguna jasa yang mengalami keterlambatan pembayaran sehingga penyelenggara jasa menyewa collector untuk menagih utang dari pengguna jasa. Namun, saat melakukan penagihan collector.tidak hanya menghubungi yang bersangkutan saja tetapi nomor- nomor telepon lainnya yang tertera dalam kontak Smartphone pengguna jasa yang tidak dicantumkan di dalam konta darurat membuat malu pengguna jasa akan kejadian tersebut. Penagihan ini juga menggunakan kekerasan serta ancaman yang membuat ketakutan orang lain. Meskipun sudah dibayar namun collector tersebut
11https://www.liputan6.com/tekno/read/3686308/dampak-buruk-pinjaman-online-bikin- konsumen-trauma-hingga-ingin-bunuh-diri, diakses 17 Agustus 2019
25
tetap saja menghubungi dan mengancam akan menyebarluaskan foto dan data diripeminjam apa bila tidak segera melunasi hutangnya12
Kejadian tersebut langsung membuat ketakutan banyak orang yang ingin melakukan pinjaman online ataupun yang sedang melakukan pinjaman online. Hal yang dilakukan oleh oknum tersebut membuat citra buruk dari perusahaan penyelenggara layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi tersebut.
Serta banyak yang menanyakan terkait prosedur dari platform Rupiah Plus terkait keterlambatan pembayaran pinjaman tersebut. Kejadian diatas membuat Otoritas Jasa Keuangan dan penyelenggara layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi giat memberikan edukasi dan perlindungan kepada pengguna jasa layanan Peer to Peer Lending dalam industri finan Sial teknologi.
13
Lain halnya dengan PT. Vega Data dan Barracuda Fintech yang digrebek polisi karena pinjaman online illegal memfitnah korbannya apabila terlambat bayar. Fitnah disampaikan oleh sipenagih kepada keluarga dan teman korban. Dalam perjanjian itu (pinjaman) perusahaan fintech P2P lending membolehkan pihak mereka mengambil data pribadi milik nasabah yang ada di handphone nasabah.
Ternyata di samping adanya fintech yang legal masih ada juga yang bersifat illegal adalah tidak sah menurut hukum, dalam hal ini melanggar hukum, gelap, liar, ataupun tidak ada izin dari pihak yang bersangkutan. Sehingga akan membahayakan
12Dea Chadiza Syafina, 2018, “Kasus Rupiah Plus, Saat Urusan Utang Meneror Data Pribadi”, diakses dari https://tirto.id/kasus-rupiah plus-saat-urusan-utang-meneror-data-pribadi-cNVl, pada tanggal 24 Januari 2020, pukul 21.00 WIB.
13ibid
26
masyarakat dan berisiko tinggi jika meminjam di perusahaan yang ilegal. Artinya, fintech P2P lending yang telah diatur didalam peraturan di atas tidak memberikan perlindungan hukum kepada nasabah sehingga pada akhirnya justru mencerminkan ketidak pastian hukum. Akibatnya, fintech P2P lending jika tidak diciptakan peraturan yang memberikan perlindungan hukum yang tegas kepada nasabah maka akan ditinggalkan oleh nasabah atau masyarakat di masa yang akan datang.
Kondisi tersebut di satu sisi memberikan keuntungan kepada konsumen, karena konsumen mendapatkan peluang yang lebih luas untuk mengakses jasa yang diinginkan. Namun, di sisi lain kondisi ini juga memberikan kemungkinan yang negative untuk penegakan hokum perlindungan konsumen14.
Perkembangan perusahaan berbasis fintech beberapa tahun terakhir secara pesat di Indonesia sudah memiliki beberapa regulasi, namun regulasi-regulasi tersebut masih dianggap masih kurang dalam mengakomodir segala resiko dan kemungkinan dari perkembangan perusahaan fintech itu sendiri. Saat ini, di Indonesia terdapat 2 (dua) lembaga yang berwenang mengatur industry fintech yaitu Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
Bank Indonesia hingga saat ini setidaknya telah membuat sejumlah regulasi terkait fintechini, yaitu: (1) Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/40/PBI/2016 tentang Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran; (2) Peraturan Bank Indonesia Nomor 19/12/PBI/2017 tentang Penyelenggaraan Teknologi Finansial; (3) Peraturan
14 Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo. Hukum Perlindungan Konsumen. (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004). hlm. 11
27
Anggota Dewan Gubernur Nomor 19/14/PADG/2017 tentang Ruang Uji Coba Terbatas (Regulatory Sandbox) Teknologi Finansial; (4) Peraturan Anggota Dewan Gubernur Nomor 19/15/PADG/2017 tentang Tata Cara Pendaftaran, Penyampaian Informasi, dan Pemantauan Penyelenggara Teknologi Finansial.
Otoritas Jasa Keuangan sudah mengeluarkan beberapa peraturan yang berkaitan dengan Peer to Peer Lending, diantaranya: Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/ POJK.01/2016 tentang Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi dan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 18/
SEJOK.01/2017 tentang Tata Kelola dan Manajemen Risiko Teknologi Informasi pada Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi, Peraturan Nomor 13 /Pojk.02/2018 Tentang Inovasi Keuangan Digital Di Sektor Jasa Keuangan.
Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Peraturan Bank Indonesia Nomor 19/12/PBI/2017 tentang Penyelenggaraan Teknologi Finansial (selanjutnya disebut PBI 19/2017), teknologi financial diartikan sebagai berikut:
―Teknologi Finansial adalah penggunaan teknologi dalam system keuangan yang menghasilkan produk, layanan, teknologi, dan/atau model bisnis baru serta dapat berdampak pada stabilitas moneter, stabilitas system keuangan, dan/atau efisiensi, kelancaran, keamanan, dan keandalan system pembayaran.‖
Adapun kategori penyelenggaraan fintech ini diatur dalam Pasal 3 ayat 1 PBI 19/2017, yaitu: (1) system pembayaran; (2) pendukung pasar; (3) manajemen investasi dan manajemen resiko; (4) pinjaman, pembiayaan, dan penyediaan modal;
dan (5) jasa financial lainnya. Adapun criteria fintech diatur dalam Pasal 3 ayat 2 PBI
28
19/2017 tersebut, yaitu: (1) bersifat inovatif; (2) dapat berdampak pada produk, layanan, teknologi, dan/atau model bisnis finansial yang telah eksis; (3) dapat memberikan manfaat bagi masyarakat; (4) dapat digunakan secara luas; (4) kriteria lain yang ditetapkan oleh bank indonesia.
Adapun terkait dengan otoritas yang berwenang melakukan pengawasan terhadap perusahaan berbasis fintech adalah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Republik Indonesia. Hal ini berdasarkan Pasal 5 UU Undang-UndangNomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (UU OJK) yang berbunyi: ―OJK berfungsi menyelenggarakan system pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sector jasa keuangan.‖
Kehadiran perusahaan berbasis fintech di satu sisi membawa kemudahan bagi konsumen untuk lebih leluasa memilih produk yang sesuai dengan keinginan, akan tetapi di sisi lain membawa dampak negatif, dimana konsumen dapat menjadi objek aktivitas bisnis untuk mendapatkan keuntungan setinggi-tingginya dari pelaku usaha.
Fenomena ini menyebabkan kedudukan konsumen tidak seimbang dengan pelaku usaha, dan berada pada posisi yang lemah15
Perlindungan konsumen merupakan bagian tak terpisahkan dari kegiatan bisnis yang sehat. Dalam kegiatan bisnis yang sehat terdapat keseimbangan perlindungan hokum antara konsumen dengan produsen. Tidak adanya perlindungan
15Indosentius Samsul, Perlindungan Konsumen, Kemungkinan Penerapan Tanggung Jawab Mutlak. (Jakarta: Universitas Indonesia, 2004, hlm 2.
29
yang seimbang menyebabkan konsumen berada pada posisi yang lemah.16 Kondisi konsumen yang lemah dan banyak dirugikan, memerlukan peningkatan upaya untuk melindungi, sehingga hak-hak konsumen dapat ditegakkan. Namun sebaliknya, perlu diperhatikan bahwa dalam memberikan perlindungan kepada konsumen, tidak boleh justru mematikan usaha pelaku usaha, karena keberadaan pelaku usaha merupakan sesuatu yang esensial dalam perekonomian negara. Oleh karena itu, ketentuan yang memberikan perlindungan kepada konsumen juga harus diimbangi dengan Ketentuan yang memberikan perlindungan kepada pelaku usaha, sehingga perlindungan konsumen tidak justru membalik kedudukan konsumen dari kedudukan yang lemah menjadi lebih kuat, dan sebaliknya pelakuusaha yang menjadi lebih emah17
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dirumuskan dengan mengacu pada filosofi pembangunan nasional dalam rangka membangun manusia Indonesia seutuhnya yang berlandaskan pada falsafah kenegaraan Republik Indonesia yaitu dasar negara Pancasila dan konstitusi negara.
Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen ini merupakan payung yang mengintegrasikan dan memperkuat penegakan hukum di bidang perlindungan konsumen18 serta tidak menafikan masih terbuka kemungkinan terbentuknya undang- undang baru yang pada dasarnya memuat ketentuan-ketentuan yang melindungi konsumen. Dengan konsumen. Oleh sebab itu, konsumen sangat memerlukan bantuan
16Zulham, Hukum Perlindungan Konsumen. (Jakarta: Kencana, 2013), hlm 3.
17Ibid,hlm 8
18Penjelasan Umumatas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
30
advokasi, perlindungan, serta upaya penyelesaian sengketa secara patut atas hak-hak konsumen19
Berdasarkanlatarbelakangtersebut, penelitiandenganjudul
―PerlindunganTerhadapNasabahDalamPengamananFinancial Technology Peer To Peer Lending”, pentinguntukdilakukan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang telah dibahas dalam latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini dibatasi pada hal-hal sebagai berikut :
1. Bagaimana pengaturan hokum financial technology peer to peer lending di Indonesia?
2. Apakah peraturan perundang-undangan di Indonesia yang berkaitan dengan praktik financial technologypeer to peer lending telah memberikan keamanan dan perlindungan terhadap nasabah?
3. Bagaimana pengaturan financial technologypeer to peer lending yang lebih memberikan keamanan dan perlindungan terhadap nasabah ?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian latar belakang dan pokok-pokok permasalahan seperti yang dikemukakan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah :
19Holijah. ―Pengintegrasian Urgensi dan Eksistensi Tanggung Jawab Mutlak Produ Barang Cacat Tersembunyi Pelaku Usaha dalam ndang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen di Era Globalisasi‖, Jurnal Dinamika Hukum, Vol. 14 N0. 1, (2014). hlm. 177.
31
1. Untuk menganalisis pengaturan hokum financial technology peer to peer lendingdi Indonesia.
2. Untuk menganalisis peraturan perundang-undangan di Indonesia yang berkaitan dengan praktik financial technologypeer to peer lending dalam memberikan keamanan dan perlindungan terhadap nasabah.
3. Untuk menganalisis pengaturan financial technology peer to peer lending yang lebih memberikan keamanan dan perlindungan terhadap nasabah.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkandapat memberi manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan pada umumnya serta memiliki kegunaan praktis pada khususnya, sehingga penelitian ini bermanfaat secara teoritis dan praktis.
1. Dari segi teoritis
a. Penelitian ini diharapakan dapat menjadi bahan informasi hokum bagi para akademisi dan masyarakat berkaitan dengan financial technology peer to peer lending di Indonesia.
b. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan dasar bagi bahan penelitian selanjutnya pada bidang yang sama.
2. Dari segi praktis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan secara praktis bagi pelaku usaha, masyrakat, aparat penegak hukum, seperti: polisi,
32
hakim, dan jaksa, sehingga dengan demikian peneliitan ini dapat bernanfaa tuntuk mengetahui financial technologypeer lending di Indonesia.
b. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi, referensi atau bahan tambahan bacaan bagi mahasiswa Fakultas Hukum dan masyarakat luas.
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan informasi dan penelusuran yang telah penulis lakukan melalalui media internet , penelitian berjudul ―Perlindungan Terhadap Nasabah Dalam Pengamanan Financial Technology Peer To Peer Lending , belum pernah ada yang meneliti. Ada penelitian tesis yang masih terkait dengan aspek hukum financial technologi (fintech) yang dilakukan oleh mahasiwa Fakultas Hukum Program Magister KenotariatanUniversitas Indonesia, MahasiswaFakultas Hukum Program Studi Magister Hukum Universitas Sriwijaya, Fakultas Hukum Program Magister Kenotariatan Universitas Airlanggad dengan judul dan perumusan masalah tesis sebagai berikut:
1. William Alexander Tosin; NIM: 1406657506, mahasiswa Fakultas Hukum Program Magister Kenotariatan Universitas Indonesia. Judul tesis‖ Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaku Usaha Fintech (Financial Technology) Yang Menawarkan Pinjaman Dana Berbasis Teknologi Informasi Kepada Masyarakat. Perumusan Masalah tesis ini:
33
a. Bagaimanakah kewajiban dan tanggungjawab hokum dari pelaku usaha fintech yang menawarkan pinjaman dana berbasis teknolog iinformasi kepada masyarakat ?
b. Bagaimanakah pengaturan yang ideal bagi pelaku usaha fintech bersangkutan agar sesuai dengan kaidah hokum pembiayaan yang berlaku?
Penelitian tesis ini menyimpulkan bahwa kegiatan usahanya menawarkan pinjaman dana kepada masyarakat, pelaku usaha fintech memiliki tanggungjawab hokum berdasarkan pasal 15 UU ITE untuk dianggap selalu bertanggungjawab dalam penyelenggaraan system elektroniknya (presumption of liability principle). Pasca diaturnya POJK No. 77/POJK.01/2016 yang diundangkan pada tanggal 29 Desember 2016, peraturan tersebut sebagian besar mengatur mengenai
Penyelenggaraan atas Layanan Pinjam Meminjam Berbasis Teknologi Informasi.
Peraturan OJK dimaksud mengatur kedudukan Penyelenggara dimana fungsi dan fungsi dan wewenangnya adalah sebagai perantara (intermediasi) yang mempertemukan Pemberi Pinjaman dan Penerima Pinjaman.
2. Amanda Lanisya; NIM 02012681721059, mahasiswa Fakultas Hukum Program Studi Magister Hukum Universitas Sriwijaya. Judul esis‖
Perlindungan Hukum Yang Berbasis Asas Proporsional Terhadap Debitur Dan Kreditur Dalam Perjanjian Pinjam Meminjam Berbasis Teknologi Finansial (Fintech) Perumusan Masalah tesis ini adalah:
34
a. Bagaimana bentuk pelaksanaan perjanjian pinjam meminjam berbasis teknologi finansial (Fintech) ?
b. Bagaimana bentuk dan proses perlindungan hokum berbasis asas proporsional terhadap debitur dan kreditur dalam perjanjian pinjam meminjam berbasis teknologi finansial (Fintech) ?
c. Bagaimana pengaturan pengawasan OJK terhadap pelaksanaan perjanjian pinjam meminjam berbasis teknologi finansial (Fintech)?
Penelitian tesis ini menyimpulkan Fintech berberbentuk aplikasi (platform) yang mana debitur dan kreditur dipertemukan oleh penyelenggara fintech sebagai market place secara online mencakup perjanjian antara kreditur denga npenyelenggara dan perjanjian antrara penyelenggara dengan dengand ebitur. Bentuk dan proses perlindungan hukum yang adil atau proporsional terhadap debitur dan kreditur adalah: bagi debitur pengenaan bunga inggi apabila tidak diperjanjikan, dapat melaporkan penyelenggara ke OJK untuk dikenakan sanksi administratif. Penagihan intimidatif dan penyalah gunaan data pribadi oleh debt collector, maka ketentuan pidana dalam KUHP dan UU ITE berlaku tetapi tidak menggugurkan hutang debitur.
3. Salsa Wirabuana Dewi; NIM 031724253060, mahasiswa Fakultas Hukum Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Airlangga dengan judul tesis:‖ Tanggung Guga tPengguna Dompet Digital Atas Pinjaman Tanpa Agunan Dalam Aplikasi Dompet Digital (E-Wallet) Ovo Pada Fitur Ovo Paylater‖. Perumusan masalah tesis ini adalah:
35
a. Apa karakteristi kperjanjian pinjam meminjam pada fitur OVO Paylater?
b. Apa tanggung-gugat pengguna fitur OVO Paylater jika tidak memenuhi kewajibannya?
Penelitian tesis ini menyimpulkan bahwa karakteristik perjanjian pinjam meminjam pada fitur OVO Paylater bahwa pada fasilitas OVO Paylater (Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi) terdapat sebuah hubungan hokum perjanjian pinjaman melalui perusahaan peer to peer landing dalam sebuah aplikasi dompet digital OVO, dimana terdapat 3 (tiga) pihak yang terlibat yaitu: OVO/PT.
Visionet Internasional selaku Pemberi Pinjaman/Kreditor, Pengguna OVO selaku Penerima Pinjaman /Debitor, dan OVO Paylater/Taralite selaku Penyelenggara sekaligus Penerima Kuasa & Wewenang dari Pemberi Pinjaman. Tanggung-gugat pengguna fitur OVO Paylater jika tidak memenuhi kewajibannya adalah ketika Pengguna OVO telah wanprestasi dengan melewati tenggat waktu yang telah disepakati bersama (1238 BW), sehingga melanggar ketentuan yang secara khusus telah disepakati sebelumnya dalam Dokumen Elektronik Perjanjian Pinjaman.
Berdasarkan uraian di atas dapat dilihat bahwa perumusan masalah yang diteliti oleh penulis berbeda dengan penulis sebelumnya. Sehingga penelitian ini dapat dikategorikan sebagai penelitian yang asli dan dapat dipertanggung jawabkan secara akademis dam ilmiah sesuai dengan asas-asas keilmuwan yang jujur,rasional dan
36
objektif dalam menemukan kebenaran. Hal ini merupakan implikasi etis dari proses menemukan kebenaran ilmiah.
F. Kerangka Teori dan Kerangka Konsepsional 1. Kerangka Teori
Kerangka teori adalah bagian penting dalam penelitian. Artinya, teori hukum harus dijadikan dasar dalam memberikan deskripsi atau penilaian apa yang seharusnya menurut hukum. Teori juga bisa digunakan untuk menjelaskan fakta dan peristiwa hukum yang terjadi. Teori hukum dalam penelitian berguna sebagai pisau analisis pembahasan tentang peristiwa atau fakta hukum yang diajukan dalam masalah penelitian.20 Kontinuitas perkembangan ilmu hukum, selain tergantung pada metodologi, aktivitas penelitian dan imajinasi sosial sangat ditentukan oleh teori.21 Landasan teori pada suatu penelitian adalah merupakan dasar-dasar operasional penelitian. Landasan teori dalam suatu penelitian adalah bersifat strategis artinya memberikan realisasi pelaksanaan penelitian.22:
Kerangka teoritis bagi suatu penelitian mempunyai kegunaan sebagai berikut:
23
20Mukti Fajar NurDewata dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif Dan Empiris, (Yogyakarta: PustakaPelajar, 2010), hlm. 146
21Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Universitas Indonesia, 2005), hlm. 6
22Kaelan MS., Metode Penelitian Kualitatif Bidang Filsafat (Paradigma Bagi Pengembangan Penelitian Interdisipliner Bidang Filsafat, Budaya, Sosial, Semiotika, Sastra, Hukum, Dan Seni), (Yogyakarta: Paradigma, 2005), hlm. 239
23Soerjono Soekanto, Op.Cit, hlm. 121
37
a. Teori tersebut berguna untuk lebih mempertajam atau lebih mengkhususkan fakta yang hendak diselidiki atau diuji kebenarannya;
b. Teori sangat berguna dalam mengembangkan sistem klasifikasi fakta, membina struktur konsep-konsep serta memperkembangkan definisi-definisi;
c. Teori biasanya merupakan suatu ikhtisar dari pada hal-hal yang diteliti.
d. Teori memberikan kemungkinan pada prediksi fakta mendatang, oleh karena telah diketahui sebab-sebab terjadinya fakta tersebut dan mungkin faktor- faktor tersebut akan timbul lagi pada masa-masa mendatang.
Teori yang dipergunakan sebagai alat untuk melakukan analisis di dalam penelitian ini ialah Teori Perlindungan Hukum dan TeoriKepastian Hukum.
a. Teori Perlindungan Hukum
Perlindungan hukum bersumber dari teori hokum alamat atau aliran hokum alam.
Aliran ini dipelopori oleh Plato, Aristoteles (murid Plato), dan Zeno (pendiri aliran Stoic). Menurut aliran hokum alam, hokum itu bersumber dari Tuhan yang bersifat universal dan abadi, serta antara hukum dan moral tidak boleh dipisahkan. Para penganut aliran ini memandang, hukum dan moral merupakan cerminan dan aturan secara internal dan eksternal dari kehidupan manusia yang diwujudkan melalui hukum dan moral.24 Perlindungan hukum memiliki pemaknaan sebagai tindakan memberikan pengayoman terhadap hak asasi manusia (HAM) yang dirugikan orang lain dan perlindungan itu diberikan kepada masyarakat agar dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum.25 rtinya, perlindungan hokum harus dapat
24Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2000), hlm. 53
25Ibid
38
didifungsikan untuk mewujudkan perlindungan yang sifatnya tidaks sekedar adaptif dan fleksibel, melainkan juga predektif dan antipatif.26
R. La Porta dalam Jurnal of Financial Economics, bentuk perlindungan hukum yang diberikan oleh suatu negara memiliki 2(dua) sifat, yaitu bersifat pencegahan (prohibited) dan bersifat hukuman (sanction).27 Artinya, keberadaan perlindungan hokum dapatd ikatakan bersifat preventif dan represif. Berikut diuraikan bentuk Perlindungan Hukum Preventif dan Perlindungan Hukum Represif.
1. Perlindungan hokum preventif
Perlindungan hokum preventif ini merupakan perlindungan yang memiliki sifat yaitu pencegahan, dimana sebelum seseorang itu dan/atau kelompok melakukan suatu kegiatan atau tindakan yang bersifat negative atau melakukan suatu kejahatan yang diniatkan di dalamnya sehingga akan dapat menghindarkan atau meniadakan kejadian perbuatan yang konkrit28.
Dalam perlindungan hokum secara preventif pada layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi, OJK telah menerbitkan beberapa peraturan terkait P2P Lending yaitu POJK LPMUBTI dan SEOJK Tata Kelola LPMUBTI. Selain dua aturan tersebut, terdapat juga perlindungan konsumen sector jasa keuangan yang tercantum dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2013 tentang
26Lili Rasjidi dan I.B Wysa Putra, Hukum Sebagai Suatu Sistem, (Bandung :Remaja Rusdakarya, 1993), hlm. 118
27http://repository.uma.ac.id/bitstream/123456789/1816/5/138400101_file5.pdf, diakses 18 Agustus 2019
28Philipus M. Hadjon, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, (Yogyakarta: Gajah Mada Uneversity Press, 2011) hlm.10
39
Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan (selanjutnya disebut sebagai POJK PKSJK). Peraturan perundang-undangan tersebut poin-poin perlindungan didalamnya meliputi mitigasi risiko, tata kelola system teknologi informasi penyelenggaran layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi, edukasi dan perlindungan pengguna layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi, prinsip dan teknis pengenalan nasabah, larangan dalam penyelenggaran layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi dan laporan berkala kepada Otoritas Jasa Keuangan.
Dengan demikian, perlindungan hukum merupakan kegiatan untuk menjaga atau memelihara masyarakat demi mencapai keadilan dimana perlindungan hokum dikonstruksikan sebagai bentuk pelayanan, dan subjek yang dilindungi.29
Penggunaan teori perlindungan hukum di atas digunakan untuk mengetahui dan menganalisis pengaturan hokum financial technology peer to peer lending di Indonesia, peraturan perundang-undangan di Indonesia yang berkaitan dengan praktik financial technologypeer to peer lending telah memberikan keamanan dan perlindungan terhadap nasabah dan pengaturan financial technologypeer to peer lending yang lebih memberikan keamanan dan perlindungan terhadap nasabah.
Artinya, dengan melihat keberlakuan sebuah peraturan yang berisi peraturan maka sudah seharusnya peraturan yang ada tidak hanya mengatur perbuatan yang dibolehkan secara hokum maka berdasarkan teori perlindungan hokum setiap
29 Salim HS dan Erlies Septiana Nurbaini, Penerapan Teori Hukum pada Penelitian Tesis dan Disertasi, (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2013), hlm. 261
40
peraturan yang dibuat harus juga memuat sanksi sebagai bentuk perlindungan bagi subjek hukum yang melanggar hak subjek hokum lainnya.
Tindakan preventif (pencegahan) dilakukan manusia, baik secara pribadi maupun berkelompok untuk melindungi diri mereka dari hal buruk yang mungkin terjadi. Hubungannya adalah perlindungan hokum secara preventif diharapkan dapat mewujudkan salah satu tujuan hokum yaitu kepastian hokum baik bagi konsumen, pemberi pinjaman dan penyelenggara perusahaan fintech secara peer to peer lending.
Dengan begitu mengurangi kemungkinan terjadinya hal yang tak diinginkan, maka umumnya tindak anpreventif biayanya lebih murah ketimbang biaya penanggulangan atau mengurangi dampak dari suatu peristiwa buruk yang sudah terjadi.
2. Perlindungan hokum represif
Perlindungan hokum represif berfungsi untuk menyelesaikan suatu jalan keluara pabila tela hterjadis engketa. Di Indonesia dikenal terdapat berbagai badan hukum yang secara partial menangani suatu perlindungan hokum untuk masyarakat.30 Perlindungan hokum secara represif adalah perlindungan hukum yang tujuannya untuk menyelesaikan sengketa. Perlindungan hokum ini baru bias dilakukan setelah timbulnya sengketa terlebih dahulu. Sengketa dalam penyelenggaraan fintech berbasis peer to peer lending bias terjadi antara Pengguna dengan Pengguna lainnya maupun dengan antara Pengguna dengan Penyelenggara. Jika sengketa tersebu tbenar terjadi maka ada mekanisme tertentu untuk dapa tmenyelesaikan masalah tersebut.
30Philipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat di Indonesia Sebuah Studi Tentang Prinsip-Prinsipnya, Penanganannya Oleh Pengadilan Dalam Lingkungan Peradilan Umum dan Pemberontakan Peradilan Administrasi, (Surabaya:Peradaban, 1987), hlm.3
41
Pihak yang merasa dirugikan dapat mengajukan pengaduan agar sengketa yang terjadi dapat segera terselesaikan. Dengan adanya tindakan pengaduan dari Penggunalayanan fintech berbasispeer to peer lending kepada Penyelenggara platform fintech, hal tersebut membuat Penyelenggara harus segera meninndak lanjutinya.
Pasal 38 POJK Nomor 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan menyebutkan bahwa pelaku jasa keuangan dalam hal ini adalah Penyelenggara layanan Fintech berbasispeer to peer lending wajib melakukan:
a. Pemeriksaan internal atas pengaduan secara kompeten, benar, dan obyektif;
b. Melakukan analisis untuk memastikan kebenaran pengaduan;
c. Menyampaiakan pernyataan maaf dan menawarkan ganti rugi (redress/remedy) atau perbaikan produk dan atau ayanan, jika pengaduan konsumenbenar.
Berdasarkanketentuan POJK tersebut, apabila dikemudian hari terjadi tindakan gagal bayar oleh Penerima injaman dan gagal bayar tersebut terbukti akibat kesalahan atau kelalain dari Penyelenggara, maka Penyelenggara wajib membrikan ganti rugi atas perbuatannya tersebut. Pemberi Pinjaman selaku pihak yang dirugikan berhak menerima ganti rugi dari Pihak Penyelenggara. Namun, apabila dalam hal pengaduan tidak mencapai suatu kesepakatan, maka Pemberi Pinjaman dapat melakukan penyelesaian sengketa tersebut diluar maupun didalam pengadilan.
42
Pasal 39 Ayat (1) POJK Nomor 1/POJK.07/2013 Tahun 2013 Tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan bahwa penyelesaian sengketa diluar pengadilan dapat dilakukan melalui lembaga alternative penyelesaian sengketa atau dapat menyampaikan permohonannya kepada Otoritas Jasa Keuangan untuk memfasilitasi penyelesian pengaduan konsumen (pengguna layanan Fintech berbasis peer to peer lending) yang dirugikan oleh pelaku jasa keuangan yaitu Penyelenggara layanan fintech.
Pasal 5 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan menyatakan bahwa OJK berfungsi menyelenggarakan system pengaturan dan pengawasan yang berintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sector jasa keuangan. Tugas OJK adalah melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan di sector perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya.31 Berdasarkan peraturan tersebut, juga memberikan perlindungan hokum bagi Pemberi Pinjaman dimana layanan fintech berbasis peer to peer merupakan bentuk sumber pendanaan terbaru yang temasuk dalam kategori lembaga jasa keuangan lainnya.
Konsep darila yanan finetch berbasis peer to peer lending menyalurkan dana dari Pemberi Pinjaman kepada Penerima Pinjaman dalam suatu platform yang disedikan oleh Penyelenggara layanan fintech untuk menciptakan suatu peminjaman yang memadai yang dibutuhkan oleh penggunanya. Kegiatan pinjam meminjam uang berbasi speer to peer lending merupakan wewenang dari OJK
31Pasal 6 huruf c Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan
43
untuk mengatur dan mengawasi terhadap seluruh kegiatan dalam sector jasa keuangan. Sehingga dengan demikian OJK harus siap dengan mekanis mepenyelesaian masalah yang akan timbul dikemudian hari apabila terjadi gagal bayar oleh Penerima Pinjaman sehingga menyebabkan kerugian bagi Pemberi Pinjaman dalam mekanisme layanan fintech berbasis peer to peer lending.
b. Teori Kepastian Hukum
Gustaf Radbruch, dalamkonsep ―Ajaran Prioritas Baku‖ mengemukakan ada tiga ide dasar hokum atau tiga tujuan hokum adalah keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum. Keadilan merupakan hal yang utama dari ketiga hal itu tetapi tidak berarti dua unsur yang lain dapat dengan serta merta diabaikan. Hukum yang baik adalah hukum yang mampu mensinergikan ketiga unsur tersebut demi kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat. Menurut Radbruch, ―kepastian hokum dimaknai dengan kondisi di mana hokum dapat berfungsi sebagai peraturan yang harus ditaati‖.32
Menurut Kelsen, hokum adalah sebuah system norma. Norma adalah pernyataan yang menekankan aspek ―seharusnya‖ atau das sollen, dengan menyertakan beberapa peraturan tentang apa yang harus dilakukan. Norma norma adalah produk dan aksimanusia yang deliberatif. Undang-Undang yang berisi aturan-aturan yang bersifat umum menjadi pedoman bagi individu bertingkah laku dalam bermasyarakat, baik dalam hubungan dengan sesame individu maupun dalam hubungannya dengan masyarakat. Aturan-aturan itu menjadi Batasan bagi masyarakat dalam membebani
32 Theo Huijbers, Filsafat Hukum DalamLintasan Sejarah, (Jakarta: Kanisius, 1982), hlm.
162.
44
atau melakukan tindakan terhadap individu. Adanya aturan itu dan pelaksanaan aturan tersebut menimbulkan kepastian hukum.33
Secara gramatikal kepastian berasal dari kata pasti yang artinya sudah tetap, mesti dan tentu. Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian kepastian yaitu perihal (keadaan), pasti (sudah tetap), ketentuan, ketetapan sedangkan pengertian hokum adalah perangkat hokum suatu negara yang mampu menjamin hak dan kewajiban setiap warga negara, jadi kepastian hukuma dalah ketentuan atau ketetapan yang dibuat oleh perangkat hokum suatu negara yang mampu memberikan jaminan atas hak dan kewajiban setiap warga Negara.34
Dari uraian para ahli diatas dapat disimpulkan bahwasannya kepastian hokum merupakan salah satu tujuan dari pada hukum, dimana membuat para pihak dalam fintech mengetahui perbuatanapa yang boleh atau tidak boleh dilakukan, dan memberikan keamanan hokum bagi konsumen dari kesewenangan penyelenggara karena dengan adanya aturan yang bersifat umum itu komsumen dapat mengetahui apa saja yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh penyelenggara perusahaan financial technology terhadap konsumen serta mengetahui apa saja upaya yang dapat dilakukan konsumen apabila terjadi sengketa.
2. Kerangka Konsep
Penggunaan konsep dalam suatu penelitian adalah untuk menghindari penafsiran yang berbeda terhadap kerangka konsep yang dipergunakan dalam
33 Peter Mahmud Marzuki, PengantarIlmu Hukum, (Jakarta: Kencana, 2008), hlm.158
34Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1997), hlm. 735.
45
merumuskan konsep dengan menggunakan model definisi operasional.35 Adapun definisi operasional yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu:
a. Perlindungan hukum adalah memberikan pengayoman kepada hak asasi manusia yang dirugikan orang lain dan perlindungan tersebut diberikan kepada masyarakat agar mereka dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukumataudengan kata lain perlindungan hokum adalah berbagai upaya hukum yang harus diberikan oleh aparat penegak hokum untuk memberikan rasa aman, baik secara pikiran maupun fisik dari gangguan dan berbagai ancaman dari pihak manapun.36
b. Nasabah adalah pihak yang menggunakan jasa bank37atau nasabah adalah pihak yang menggunakan jasa lembaga keuangan non bank, termasuk tetapi tidak terbatas pada: pemegang polis dan/atau tertanggung pada perusahaan asuransi kerugian dan perusahaan asuransi jiwa; klien pada perusahaan pialang asuransi; peserta dan/atau pihak yang berhak atas manfaat pensiun pada Dana Pensiun; klien atau penjual piutang pada kegiatan anjak piutang;
konsumen pada kegiatan pembiayaan konsumen; lessee atau penyewa guna usaha pada kegiatan leasing atau sewa guna usaha; pemegang kartu kredit
35Magister Ilmu Hukum USU, Pedoman Penulisan Tesis Magister Ilmu Hukum, (Medan: Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 2018), hlm. 7
36http://digilib.unila.ac.id/6225/13/BAB%20II.pdf, diakses 18 Agustu 2019
37Pasal 1 angka 16 Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang- Undang No. 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan. Didalam Pasal 1 angka 2 Undang- Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, istilah nasabah dikenal dengan konsumen, yakni setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat,baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan