PERLINDUNGAN BAGI NASABAH
3. Hubungan hokum dalam layanan fintech
Hubungan hokum ialah hubungan yang terhadapnya hokum meletakkan ―hak‖
pada satu pihak dan meletakan ―kewajiban‖ pada pihak lainnya.163Mengenai hubungan hukum para piha kdalam pelaksanaan P2P Lending yang terbangun dalam sebuah perjanjian atau kontrak elektronik, telah diatur pada Pasal 18 POJK P2PL, yang menyatakan bahwa perjanjian tersebut terbagi menjadi:
a. Perjanjian antara penyelenggara dengan pemberi pinjaman; dan b. Perjanjian antara pemberi pinjaman dengan penerima pinjaman
Ada beberapa hubungan hukum yang terbentuk dalam berpraktiknya ayanan fintech, antara lain:
a. Hubungan Hukum antara Pemberi Pinjaman dan Penerima Pinjaman
Walaupun antara pemberi pinjaman dan penerima pinjaman dalam sistem peer to peer lending tidak saling bertemu secara langsung, hal mana disebabkan penerima pinjaman untuk mendapatkan pinjaman dimaksud cukup membuka aplikasi pinjaman online dan mengisi formulir pinjaman online, hubungan pinjam meminjam yang terjadi adalah antara pemberi pinjaman dan penerima pinjaman.
Perjanjian pinjam meminjam tadi tidak terjadi antara penerima pinjaman dan penyelenggara. Hal ini harus dijaga agar konstruksi hubungan hokum antara para
163Titik Triwulan Tutik, Pengantar Hukum Perdata di Indonesia , (Jakarta : Prestasi Pustaka Publisher, 2006), hlm 221
119
pihak dalam system peer to peer lending berbeda dengan konstruksi hubungan hokum antara para pihak dalam perbankan.164
Dalam perbankan, bank menyalurkan dana kepada masyarakat melalui perjanjian kredit atau pembiayaan. Pengertian kredit sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 11 UU Perbankan yaitu:‖
―Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga‖.
Pasal 1 angka 12 UU Perbankan, pengertian Pembiayaan adalah:
―Pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tabungan setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil‖
Oleh karenaitu, dalam system peer to peer lending, penyaluran pinjaman kepada penerima pinjaman haruslah bukan antara penyelenggara dan penerima pinjaman melainkan antara pemberi pinjaman dan penerima pinjaman. Untuk mewujudkan hal ini, pemberi pinjaman harus memberikan kuasa dengan tegas kepada penyelenggara untuk menyalurkan dananya kepada penerima pinjaman melalui escrow account dan virtual account. Penerima pinjaman yang akan melunasi pinjamannya dalam hal ini seharusnya dapat langsung membayarkannya melalui escrow account penyelenggara untuk diteruskan ke virtual account milik
164Ratna H., Juliyani PR, Op. Cit, hlm.334
120
pemberi pinjaman mengingat hubungan hokum atas perjanjian pinjam meminjam terjadi antara pemberi pinjaman dan penerima pinjaman.
Pasal 1754 KUHPerdata menentukan bahwa pinjam meminjam adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang menghabis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang terakhir ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari jenis dan mutu yang sama pula. Dalam istilah ―verbruik-lening‖ yaitu nama dalam bahasa Belanda untuk perjanjian pinjam meminjam ini, perkataan
―verbruik‖ berasaldari ―verbruiken‖ yang berarti menghabiskan165
b. Hubungan Hukum antara Penyelenggara dan Bank
Hubungan hokum antara penyelenggara dan bank lahir atas adanya perjanjian penggunaan virtual account dan escrow account sebagaimana diamanatkan Pasal 24 POJK No. 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam BerbasisTeknologi Informasi. Diharapkan dengan skema online ini, yakni pengiriman informasi tagihan (collection) dapat secara online, penyediaaninformasi status pinjamankepada para pihak juga secaraonline, dan penyediaanescrow account dan virtual account di perbankankepada para pihak
165R. Subekti, Aneka Perjanjian, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1995), hlm. 126
121
sehingga seluruh pelaksanaan pembayaran dana berlangsung dalam system perbankan.166
Ketentuan tersebut di atas memberikan kemudahan sekaligus kepastian hokum bagi para pihakya itu antara penyelenggara peer to peer lending dan bank.
Pelibatan pihak bank dalam skema peer to peer lending sebagai pihak penyedia virtual account dan escrow account ini menunjukkan bahwa system pembukuan yang harus dijalankan oleh penyelenggara peer to peer lending harus berjalan seefisien mungkin dan tetap dapat dipertanggungjawabkan
c. Hubungan Hukum antara Penyelenggara dan OJK
Hubungan hokum antara penyelenggara dan OJK lahir atas dasar ketentuan peraturan perundang-undangan dalam hal ini POJK No. 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Berbasis Teknologi Informasi. Berdasarkan ketentuan POJK ini, penyelenggara yang bermaksud menjalankan penyelenggaraan system peer to peer harusmendapatkanizindari OJK167 dan setelahmenjalankansistempeerto peer lending harus memberikan laporan berkalake OJK168
Berdasarkan ketentuan ersebut, jelas penyelenggaraan peer to peer lending harus seizin dan dibawah pengawasan OJK. Hubungan hokum antara penyelenggara peer to peer lending dan OJK adalah hubungan hukum yang
16616 Hal yang Wajib Dipenuhi Pemain Peer to Peer Lending dalam Fintech‖
http://m.hukumonline.com/index.php/berita/baca/lt586e1f6a2e0a2/16-hal-yang-wajib-dipenuhi-pemain-peerto-peer-lending-dalam-fintech diakses 20 Juni 2020, pkl 15.48 WIB
167Pasal 7 POJK No. 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Berbasis Teknologi Informasi
168 Pasal 9 POJK No. 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Berbasis Teknologi Informasi
122
lahirdariketentuanperaturanperundangundanganbukanatasdasarperjanjian. OJK sebagai lembaga indepen dengan dibentuk berdasar undang-undang memiliki kapasitas sebagai pengawas kegiatan usaha yang dijalankan oleh Lembaga Jasa Keuangan (LJK). Hal ini ditujukan untuk mewujudkan kepastian hukum dan perlindungan hokum bagi para pihak
Landasan Hukum Perlindungan Konsumen 1. Perlindungan Nasabah Fintech
Nasabah dalam suatu bank sering disebut juga sebagai konsumen dari bank tersebut. Mereka adalah pihak yang menggunakan jasa dari bank. Hal ini sesuai denganapa yang dirumuskan dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, Pasal 1 butir 16 memberi rumusan pengertian nasabah yaitu sebagai pihak yang menggunakan jasa bank. Peraturan Bank Indonesia mengenai transparansi informasi produk bank dan penggunaan data pribadi nasabah, mendefinisikan nasabah sebagai pihak yang menggunakan jasa bank, termasuk pihak yang tidak memiliki rekening namun memanfaatkan jasa bank untuk melakukan transaksi keuangan (walk-in customer)169
Perlindungan bagi penguna jasa merupakan salah satu isu utama dalam pengembangan bisnis Finansial Teknologi yang diatur dan diawasi oleh Bank lndonesia. Bank Indonesia telah menerbitkan PBI nomor 16/1/PBI/2014 tentang
169 Bank Indonesia, Peraturan Bank Indonesia tentang Transparansi Informasi Produk Bank Dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah, PBI No. 7/6/2005, Ps. 1 butir 3
123
Perlindungan Konsumen Penyelenggara Sistem Pembayaran yang mengatur perlindungan nasabah pengguna sistem pembayaran termasuk nasbah Finansial Teknologi.
Kegiatan bisinis online dan transaksi eletronik termasuk financial teknologi juga terkait dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Masyarakat Konsumen yang membeli produk atau melakukan transaksi pembayaran via internet harus mendapatkan perlindungan hukum agar mereka tidak dirugikan oleh pelaku usaha. Masyarakat juga harus dilindungi dari praktik penipuan dan kejahatan yang marak terjadi dalam bisnis online dan transaksi elektronik. Tindak pidana penipuan yang terjadi dalam bisnis online dan transaksi elektronik perlu ditangani melalui penerapan pasal penipuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)170 Dalam penanganan tindak pidana penipuan, pihak konsumen dapat melaporkan kepada Kepolisian, sedangkan penyelesaian sengketa konsumen dengan pelaku usaha dapat diselesaikan melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK).
Memperhatikan makin maraknya Fintech di Indonesia, maka OJK telah membentuk Tim Pengembangan Inovasi Digital Ekonomi dan Keuangan atau disingkat PIDEK yang terdiri dari gabungan sejumlah satuan kerja di OJK yang mengkaji dan mempelajari perkembangan Fintech dan menyiapkan peraturan serta strategi pengembangannya. Selanjutnya, sehubungan dengan meningkatnya
170Cita Yustisia Serfiyani, 2013, Buku PintarBisnis Online dan Transaksi Elektronik.
(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,2013) hlm.121
124
permohonan pendaftaran dan perizinan perusahaan start-up Fintech, kebutuhan akan pengawasan Fintech, dan semakin berjamurnya Fintech di sector jasa keuangan, OJK menilai bahwa pengembangan internal organisasi yang menangani Fintech sangatlah dibutuhkan. Oleh karenanya, OJK membentuk dua satuan kerja baru terkait Fintech, yaitu Grup Inovasi Keuangan Digital dan Keuangan Mikro dan Direktorat Pengaturan, Perizinan dan Pengawasan Fintech.171
Terkait dengan perlindungan nasabah fintech, terdapat beberapa aturan yang mengatur, diantaranya:
a. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2013 Tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan.
Peraturan tentang Perlindungan Konsumen yang menurut penulis terkait adalah POJK PKSJK. Pada peraturan otoritas jasa keuangan tersebut perlindungan konsumen sector jasa keuangan ini sebenarnya belum mengatur adanya aturan tentang fintech didalamnya. Akan tetapi dapat didefinisikan layanan P2P Lending kedalam produk lembaga pembiayaan. Dalam pasal 1 angka 15 dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan ―Lembaga Pembiayaan adalah suatu badan usaha yang melakukan kegiatan dalam bentuk pembiayaan dengan bentuk penyediaan dana atau barang modal sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan mengenai Lembaga pembiayaan.172 Prinsip dasar dalam perlindungan konsumen sector jasa keuangan menurut POJK ini adalah ―menerapkan prinsip-prinsip‖
171Sarwin Kiko N, Op.Cit.,hlm 48.
172Peraturan Otoritas Jasa Keuangan, tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan, Nomor 1/POJK.07/2013, Pasal 1 angka 15.
125 1. Transparansi;
2. perlakuan yang adil;
3. keandalan;
4. kerahasiaan dan keamanan data/informasi Konsumen;
5. penanganan pengaduan dan penyelesaian sengketa untuk konsumen secara sederhana, lalu dengan cepat, dan biaya terjangkau.
Perlindungan konsumen yang diatur dalam POJK PKSJK juga mengatur terkait bentuk pengawasan ada 2 cara bentuk pengawasanya itu dari Pengawasan Pengendalian Internal yang dijelaskan dalam pasal 47 sampai dengan pasal 50 dan Pengawasan Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan dari pasal 51 sampai dengan 52. Sanksi yang diberikan atas pelanggaran kewajiban dan larangan dalam peraturan OJK, OJK berwenang untuk menganakan sanksi administratif, berupa:
peringatan tertulis, denda dengan membayar sejumlah uang tertentu, pembatasan kegiatanusaha, pembekuan kegiatan usaha, dan juga akan adanya pencabutan izin kegiatan usaha.
b. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 77/ POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi
Sebagai langkah awal, OJK telah mengeluarkan POJK No. 77/ POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang BerbasisTeknologi Informasi (POJK P2P Lending) ini mengatur mengenai salah satu jenis Fintech yang berkembang di Indonesia saat ini yaitu Peer-to-Peer Lending (P2P Lending) Hal tersebut dikarenakan OJK melihat urgensi hadirnya ketentuan yang mengatur Fintech pinjam-meminjam, memperhatikan masih kuatnya budaya pinjam meminjam (utang) di masyarakat Indonesia. Selain itu, perusahaan Fintech dengan skema Peer-to-Peer Lending
126
merupakan lingkup kewenangan OJK dikarenakan perusahaan tersebut memberikan pelayanan jasa keuangan. Namun perusahaan tersebut belum memiliki landasan hokum kelembagaan dalam menjalankan kegiatan usahanya.
Peraturan perundang-undangan tersebut poin-poin perlindungan didalamnya meliputi Mitigasi Risiko, Tata Kelola Sistem Teknologi Informasi Penyelenggaran Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi, Edukasi dan Perlindungan Pengguna Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi, Prinsip dan Teknis Pengenalan Nasabah, Larangan dalam Penyelenggaran Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi dan Laporan Berkala kepada Otoritas Jasa Keuangan.
Dalam POJK ini mengatur juga terkait kerahasiaan data yaitu pasal 26 huruf a bahwa penyelenggara wajib―menjaga kerahasiaan keutuhan dan data keuangan yang dikelolahnya sejak data itu di peroleh hingga data tersebut di musnahkan‖kemudian dalam pasal 26 huruf c mengatakan bahwa penyelenggara wajib‖menjamin perolehan, penggunaan, pemanfaatan, dan pengungkapan data pribadi, data transaksi, dan data keuangan yang diperoleh oleh Penyelenggara berdasarkan persetujuan pemilik data pribadi, data transaksi, dan data keuangan, kecuali ditentukan lain oleh ketentuan peraturan perundang undangan.
Kemudian terkait perlindungan penggunaan layanan pinjam meminjam uang berbasis Teknologi Informasi pasal 29 menyatakan bahwa Penyelenggara wajib menerapkan prinsip dasar dari perlindungan Pengguna yaitu tranparasi, perlakuan yang adil, keandalan, kerahasiaan dan keamanan data dan penyelesaian sengketa
127
pengguna secara sederhana cepat, dan biaya terjangkau.
Pasal 30 ayat (1) Penyelenggara wajib menyediakan dan/atau menyampaikan