PERLINDUNGAN BAGI NASABAH
1. Unsur-unsur perlindungan hokum nasabah bagi pengguna layanan fintech (financial technology)
Perlindungan hokum diartikan sebagai pemberian perlindungan kepada kepentingan individu yang dilindungi oleh hukum137. Perlindungan yang ditujukan kepada konsumen dalam dunia bisnis yang dipandang baik secara materiil maupun formal semakin penting, mengingat semakin cepatnya pergerakan teknologi sebagai motor penggerak dari produktifitas produsen atas barang atau jasa yang akan dihasilkan dalam mencapai tujuan dari suatu usaha138
Bisnis atau jasa di bidang keuangan sudah menjadi suatu bisnis yang sangat rentan terhadap berbagai tindakan-tindakan yang merugikan oleh oknum yang tidak bertanggunjawab dengan memanfaatkan keberadaan teknologi untuk melakukan
137 Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta :Rajawali Pers, 2010), hlm. 86.
138Desak Ayu Lila Astuti, A.A Ngurah Wirasila, 2018, ―Perlindungan Hukum Terhadap Konnsumen Transaksi e-commerce Dalam Hal Terjadinya Kerugian, Kertha Semaya, Jurnal Fakultas Hukum Universitas Udayana, Denpasar,Vol. 01, No. 10, (Oktober 2013), hlm 6.
99
suatu tindakan baik itu penyelewengan atau penyalahgunaan yang mengakibatkan kerugian bagi para pengguna layanan tersebut139
Para penyelenggara layanan fintech yang sudah terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam melakukan kegiatan usahanya memiliki beberapa larangan salah satunya yaitu tidak diperbolehkan menjalankan kegiatan usaha diluar yang telah diatur dalam peraturan OJK ini, tidak diijinkan bertindak baik sebagai pemberi pinjaman ataupun sebagai penerima pinjaman tersebut, kemudian dilarang untuk memberikan informasi yang tidak sesuai dengan ketentuan yang telah berlaku, dan masih banyak larangan lainnya. Keberadaan larangan-larangan itu sendiri tujuannya adalah untu kmenciptakan suatu perlindungan hokum bagi pengguna layanan Fintech.
Para penyelenggara yang ditemukan melanggar larangan yang sudah ditetapkan maka akan dikenakan sanski administratif yang berupa:
a) Peringatan tertulis, b) denda,
c) pembatasan kegiatan dari sebuah usaha, dan d) Pencabutan izin usaha.
Transaksi elektronik khususnya layanan pinjam meminjam uang secara online terkait dengan adanya Undang Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
139 Edy Santoso, Pengaruh Era Globalisasi Terhadap Hukum Bisnis di Indonesia, (Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama, 2018), hlm. 129
100
Indonesia sebagai negara yang menegakkan supermasi hokum untuk menegakkan kebenaran dan keadilan serta tidak ada kekuasaan yang tidak dipertanggungjawabkan, sehingga Indonesia disebut sebagai negara hukum. Hal ini tertuang pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 menyebutkan bahwa ―Indonesia adalah negara hukum‖. Negara hokum adalah negara yang berdiri di atashukum yang menjamin keadilan bagi warga negaranya, maka keadilan menjadi syarat terpenting bagi terciptanya kebahagiaan hidup bagi warga negaranya dan sebagai dasar bagi keadilan itu sendiri perlu diajarkan rasa susila kepada setiap manusia agar menjadi warga negara yang baik.
Demikian pula peraturan hokum itu mencerminkan keadilan bagi pergaulan hidup antar warga negaranya.140
Ada 4 (empat) unsur-unsur perlindungan hokum yaitu141
1. Adanya perlindungan dari pemerintah kepada warganya
2. Jaminan kepastian hukum. Dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Pasal 28 D Ayat (1) menyebutkan bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di depan hukum.
3. Berkaitan dengan hak-hak kewarga negaraan.
4. Adanya sanksi bagi pihak yang melanggarnya.
Seiring dengan tumbuh pesatnya bisnis financial technology, tentu harus diimbangi juga dengan hadirnya regulasi dan pengawasan yang jelas terhadap
140Moh. Kusnadi dan Harmaily Ibrahim, Hukum Tata Negara Indonesia, (Jakarta :SinarBakti, 1998), hlm. 153.
141Hakikat Pentingnya Perlindungan dan Penegakan Hukum, diterima darihttps://www.slideshare.net/Lisastwt/hakikat-pentingnya-perlindungan-dan-penegakkan-hukumdiakses pada 24 Januari 2020, pkl 22.40 WIB
101
berjalannya bisnis tersebut. Berdasarkan Pasal 5 Undang-Undang Nomor21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang menyatakan bahwa OJK berfungsi menyelenggarakan system pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sector jasa keuangan.
Lebih jelas Pasal 6 menyatakan bahwa OJK melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap : (a) kegiatan jasa keuangan di sector Perbankan; kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal; dan (c) kegiatan jasa keuangan di sector Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya. Apabila mengacu pada kedua pasal tersebut, OJK adalah instansi yang melakukan pengaturan dan pengawasan terhadap tumbuh kembangnya industry Fintech, salah satunya layanan pinjaman uang berbasis Fintech atau Fintech P2PL yang merupakan bagian Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) yang diawasi oleh OJK.142
Perlindungan hokum terhadap debitur pada layanan pinjam uang berbasis financial technology atau bias disebut Fintech P2PL saatinimenjadisorotanseiringdenganbanyaknyaaduan di masyarakat. Pada dasarnya layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi ini diharapkan dapat membantu masyarakat dalam mengajukan pinjaman secara mudah, cepat dan praktis, serta turut membantu perekonomian dengan percepatan inklusi keuangan berbasis teknologi.
142Ernasari,dkk. ―Pengawasan Otoritas Jasa KeuanganTerhadap Financial Technology ( Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 )‖,Diponogoro law Journal Vol.6, (2017)., hal. ….
102
Dalam hal upaya perlindungan konsumen terhadap penyelenggaraan Fintech P2PL di Indonesia saat ini terdapat peraturan yang mengatur terhadap penyelenggaraan kegiatan ini, pelaku usaha atau penyelenggara Fintech P2PL wajib memperhatikan dan melaksanakan ketentuan-ketentuan pada Peraturan OJK Nomor 77/POJK.07/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi. Peraturan OJK ini meliputi kelembagaan, pendaftaran, perizinan, batasan pemberian pinjaman dana, tata kelola teknologi informasi penyelenggara, batasan kegiatan, manajemen resiko, laporan serta edukasi perlindungan konsumen
Perlindungan bagi penguna jasa merupakan salah satu isu utama dalam pengembangan bisnis Finansial Teknologi yang diatur dan diawasi oleh Bank lndonesia. Bank Indonesia telah menerbitkan PBI nomor 16/1/PBI/2014 tentang Perlindungan Konsumen penyelenggara Sistem Pembayaran yang mengatur perlindungan nasabah pengguna system pembayaran termasuk nasabah Finansial Teknologi. Nasabah pengguna Finansial Teknologi harus dilindungi agar dananya tidak hilang dibawa kabur penyelenggara. Sengketa perdata yang terjadi antara nasabah dengan pelaku usaha Finansial Teknologi juga harus dapat diselesaikan secara cepat dan mudah melalui Alternatif Penyelesaian Sengketa143
Prinsip dasar dalam perlindungan seorang pengguna Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi adalah bahwa penyelenggara wajib melakukan prinsip-prinsip dasar berupa transparansi, perlakuan yang adil, keandalan, kerahasiaan
143Lswi Hariyani, ―Perlindungan Hukum dan Penyelesaian SengketaBisnis Sistem
Pembavaran Berbasis Teknologi Finansial‖. Buletin Hukum Kebank sentralan, Volume l4. Nomor 1.
(Januari-Juni 2017), hlm. 55.
103
dan keamanan data, dan penyelesaian sengketa pengguna secara cepat, sederhana, dan biaya terjangkau.144
Penyelenggara wajib untuk memberikan informasi terkini yang akurat, jujur, jelas dan tidak menyesatkan. Jika ada penerimaan, penundaan, atau penolakan permohonan Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi penyelenggara wajib untuk menyampaikan informasi tersebut kepada pengguna.
Aspek perlindungan konsumen pada fintech yang harus menjadi perhatian baik bagi pemertintah maupun regulator di sector jasa keuangan yaitu:
a. Kelengkapan Informasi dan Transparasi Produk/Layanan
Fintech wajib menyediakan informasi secara lengkap, up-to-date, dan transparan terkait produk atau layanan yang ditawarkan kepada konsumen dan masyarakat. Karena hal sangat krusial dalam pengambilan keputusan dan untuk membangun kepercayaan konsumen. Kurangnya informasi dan kejelasan tentang produk dan layanan dapat mengakibatkan kekeliruan pemahaman konsumen dan masyarakat tentang fitur produk yang ditawarkan, seperti syarat dan ketentuan produk, manfaat, biaya, dan risiko
b. Penaganan dan Pengaduan dan Penyeselaian Sengketa Konsumen
Permasalahan dan pengaduan dari konsumen merupakan salah satu hal yang pasti akan dihadapi oleh pelaku Fintech, sehingga aspek penanganan pengaduan dan penyelesaian sengketa merupakan hal yang wajib disediakan.
Penyedialayanan Fintech setidaknya harus:
144Ibid, pasal 29
104
(1) Menyediakan jalur atau kanal kontak penerimaan pengaduan yang mudah diakses oleh konsumen, seperti telepon, e-mail, instant messaging, dan surat;
(2) Memiliki unit atau fungsi serta prosedur standar penanganan pengaduan konsumen. Prosedur tersebut harus memperhatikan pengaturan perlindungan konsumen yang ada pada POJK terkait dan diinformasikan kepada konsumen;
(3) Menyediakan dan menginformasikan kepada konsumen jika terdapat mekanisme alternative penyelesaian sengketa (alternative dispute resolution) yang dapat digunakan apabila penyelesaian pengaduan dan sengketa secara internal tidak menghasilkan kesepakatan.
c. Pencegahan Penipuan dan Keandalan Sistem Layanan
Pencegahan penipuan atau fraud melalui Fintech merupakan hal penting yang harus diperhatikan regulator seiring dengan makin berkembangnya keragaman tawaran produk/layanan Fintech. Upaya penipuan di Fintech dapat berbentuk seperti penyalahgunaan situs layanan (phising), peretasan terhadap system keamanan, dan pemasaran produk/layanan yang menipu. Peran dari regulator adalah memastikan bahwa system keamanan dan aplikasi layanan Fintech selalu dilakukan upaya perbaikan yang diperlukan dan tersertifikasi keandalannya.
d. Perlindungan Terhadap Data Pribadi
Aspek perlindungan terhadap data pribadi menjadi salah satu hal penting yang harus diperhatikan penyedia layanan dan regulator. Hal karena penyalahgunaan data pribadi (konsumen) dapat berdampak pada pencurian identitas, penyalahgunaan profil konsumen, penawaran produk kepada konsumen yang datanya tercuri, hingga berdampak pada risiko dan kerugian yang lebih besar lainnya seperti ketidak percayaan masyarakat terhada playanan Fintech.145
145Sarwin Kiko Napitupulu, 2017, Kajian Perlindungan Konsumen Pada Fintech inidisusun oleh Departemen Perlindungan Konsumen - Otoritas Jasa Keuangan
105
Dari uraian tersebut, menurut penulis bahwa perlindungan hokum terhadap layanan Fintech yang meliputi perlindungan dari pemerintah kepada warganya, jaminan kepastian hukum, perlakuan yang adil, adanya sanksi terhadap yang melanggarnya belumsepenuhnyamemberikanperlindungankepadawarganya. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya kasus-kasus layanan fintech, seperti adanya intimidasi, teror, kurang beretika oknum dalam menagih kredit dari nasabah.
2. Perlindungan hokum terhadap kegiatan fintech yang telah diatur dalam