87 Bab 5
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Ritual ngalap berkah adalah salah satu cara manusia untuk
mendapatkan peruntungan. Ritual ngalap berkah sebagai bukti bahwa
kepercayaan masyarakat kepada kekuatan roh-roh adikodrati masih tetap
dihayati samapai saat ini. Makam-makam para leluhur yang dianggap
memiliki kekuatan supernatural menjadi tempat keramat untuk menaikan
permohonan. Berbagai mitos yang kadang tidak masuk akal sering menjadi
panutan sebagian orang dalam melakukan praktik ritual. Seperti halnya dalam
praktik ngalap berkah di Gunung Kemukus. Kata ketidakbermoralan yang
sering disandang para pelaku ritual tidak pernah mengusik keyakinannya.
Ritual bukanlah sembarang tindakan, ritual adalah tindakan yang sakral
sehingga berhubungan intim (kelamin) dengan sesama pelaku ritual
merupakan kehendak atau perintah dari leluhur.
Harus diakui bahwa dalam sejarah budayanya masyarakat jawa tidak
dapat dipisahkan dari ritual. Berbagai keunikan ritual sebagai bentuk
pemeragaan keyakinan banyak dijumpai dalam praktik ritual. Tidak
mengherankan, keunikan ritual yang sakral telah banyak dimanfaatkan
orang untuk kepentingan ekonomi dengan mengeruk keuntungan. Akhirnya
berdampak pada pergeseran nilai teologis dari ritual, dari yang sakral
menjadi profan. Sehingga terjadi pengaburan antara batas-batas yang
88
Kemukus, semakin sulit membedakan hubungan sex sebagai tindakan ritual
atau sekedar memenuhi kepuasan birahi para pengunjung Gunung
Kemukus.
Ritual adalah salah satu unsure dalam sistem kepercayaan agama Jawa
asli. Demikian juga ritual Gunung Kemukus, merupakan bagian dari budaya
Jawa. Akan tetapi, tindakan ritual Gunung Kemukus justru bertolak
belakang, jauh bertentangan dengan pikiran dan pandangan hidup orang
Jawa yang didasarkan pada moral dan intelektual.
5.2. Saran
Sebagai akhir dari tulisan ini, maka penulis memberikan rekomendasi
berkaitan dengan ritual ngalab berkah di Gunung Kemukus.
a. Dengan terjadinya pergesaran nilai ritual maka menjadi keharusan
bagi masyarakat setempat untuk mengembalikan makna dan
kesakralan ritual.
b. Kepercayaan masyarakat terhadap mitos telah banyak
menjadikannya sebagai tuntunan ritual bahkan pandangan hidup.
Melihat praktik ritual Gunung Kemukus, satu pihak membenarkan
praktik ritual tersebut dan pihak lain menentang praktik ritual yang
tidak mungkin akan terjadi benturan sosial. Maka diperlukan
kearifan, ketajaman moral dan intelektual kedua pihak untuk
menghindari benturan kekerasan social.
c. Masyarakat, budayawan, tokoh masyarakat perlu menggali dan
89
dalam praktik ritual benar-benar sesuai dengan nilai-nilai dalam
mitos.
d. Dengan tulisan ini, semakin membuka pemahaman untuk tidak
saling menghakimi atau menyalahkan prakti-praktik ritual satu
kelompok komunitas yang mungkin berbeda dengan komunitas
yang lain.
e. Terakhir, penulis mengakui bahwa kajian ritual Gunung Kemukus
ini belum sempurn. Harapan saya, melalui penulisan ini
menggungah para pembaca dapat melengkapi karya tulis ini
dengan gagasan-gagasan yang lain sehingga pada akhirnya
benar-benar tersusun satu kajian yang komprehensif tentang fenomena