• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBERIAN DAN PENGELOLAAN JAMINAN SOSIAL BAGI PEKERJA BERDASARKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PEMBERIAN DAN PENGELOLAAN JAMINAN SOSIAL BAGI PEKERJA BERDASARKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN SKRIPSI"

Copied!
140
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBERIAN DAN PENGELOLAAN JAMINAN SOSIAL BAGI PEKERJA BERDASARKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Hukum

OLEH :

MUHAMMAD DAUD DALIMUNTHE NIM : 160200286

DEPARTEMEN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2021

(2)

2

(3)

3

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT

Saya yang bertandatangan di bawah ini :

NAMA : MUHAMMAD DAUD DALIMUNTHE

NIM : 160200286

DEPARTEMEN : HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

JUDUL SKRIPSI : PEMBERIAN DAN PENGELOLAAN JAMINAN SOSIAL BAGI PEKERJA BERDASARKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Dengan ini menyatakan:

1. Bahwa skripsi yang saya tulis dengan judul di atas merupakan hasil karya sendiri dan bebas dari plagiat.

2. Apabila pernyataan ini terbukti tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Demikian surat pernyataan ini dibuat sebagai bentuk pertanggungjawaban penulis tanpa ada paksaan ataupun tekanan dari pihak manapun.

Medan, Februari 2021

Muhammad Daud Dalimunthe NIM.16020028

(4)

i ABSTRAK

PEMBERIAN DAN PENGELOLAAN JAMINAN SOSIAL BAGI PEKERJA BERDASARKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Mhd Daud Dalimunthe*) Suria Ningsih, SH.,M.Hum**) Dr. Agusmidah, SH.,M.Hum***)

Jaminan sosial merupakan hak setiap warga negara Indonesia yang diatur dengan UU No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional jo UU No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, menjadi peraturan perundang-undang yang bersifat lex specialis dalam mengatur tentang sistem pemberian dan pengelolaan jaminan sosial. Namun, dalam prakteknya karena adanya pemberian kewenangan kepada lembaga/badan pemerintahan dalam pembuatan peraturan perundang-undangan, membuat banyaknya peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan oleh pemerintah tentang jaminan sosial yang bertentangan dengan kedua undang-undang tersebut. Adapun rumusan masalah dalam skripsi ini yaitu 1) Bagaimana sistem pemberian dan pengelolaan jaminan sosial bagi pekerja menurut UU No. 40 Tahun 2004 dan UU No. 24 Tahun 2011; 2) Apakah peraturan-peraturan yang membahas tentang jaminan sosial pekerja telah sesuai dengan UU No. 40 Tahun 2004 dan UU No. 24 Tahun 2011;

3) Bagaimana wewenang BPJS Ketenagakerjaan dalam menentukan sistem pemberian dan pengelolaan jaminan sosial bagi pekerja berdasarkan peraturan perundang-undangan. Metode penelitian yang dipakai dalam penulisan skripsi ini adalah metode yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder sebagai data utama. Studi kepustakaan dipilih menjadi teknik pengumpulan data untuk kemudian menganalisa bahan hukum yang terkumpul secara sistematis. BPJS sebagai badan yang secara ekslusif dibentuk oleh undang-undang untuk menyelenggarakan program jaminan sosial, yang artinya BPJS memiliki kewenangan khusus dalam menentukan kebijakan dalam menyelenggarakan jaminan sosial. Pemerintah dalam rangka menjamin kesejahteraan masyarakat haruslah aktif mencari tahu bagaimana kebutuhan masyarakat akan jaminan sosial.

Peraturan-peraturan turunan maupun peraturan lainnya yang membahas tentang jaminan sosial, harus diperhatikan lagi oleh pemerintah agar tidak adanya disharmonisasi antar peraturan perundang-undangan. Selain itu, setiap lembaga atau badan pemerintahan haruslah mengetahui hak dan wewenangnya masing- masing agar tidak mengambil hak dan wewenang dari lembaga lainnya dalam hal jaminan sosial adalah hak dan wewenang dari BPJS.

Kata Kunci: Jaminan Sosial, lex specialis, BPJS

*) Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

**) Dosen Pembimbing I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

***)Dosen Pembimbing II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

(5)

ii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah Puji dan syukur kehadirat Allah Subhanahu wata’ala Tuhan Yang Maha Esa atas berkat rahmat dan hidayah-Nya yang telah diberikan, sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi yang berjudul : Pemberian dan Pengelolaan Jaminan Sosial Bagi Pekerja Berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan.

Skripsi ini ditujukan untuk memenuhi tugas-tugas dan memenuhi persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum (S.H) di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna, dan banyak kekurangan baik dalam metode penulisan maupun dalam pembahasan materi. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar- besarnya kepada seluruh pihak yang secara langsung ataupun tidak langsung telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini hingga selesai, Khususnya kepada:

1. Dr. Muryanto Amin, S.Sos., M.Si selaku Rektor Unversitas Sumatera Utara Medan;

2. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH., M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

3. Prof. Dr. Saidin, SH., M.Hum selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara sekaligus Dosen Penasehat akademik;

4. Ibu Puspa Melati Hasibuan, SH., M.Hum selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

(6)

iii

5. Bapak Dr. Jelly Leviza, SH., M.Hum selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

6. Ibu Dr. Agusmidah, SH., M.Hum selaku Ketua Departemen Hukum Administrasi Negara sekaligus Dosen Pembimbing II sekaligus mentor penulis yang telah memberikan saran dan petunjuk dalam pengerjaan skripsi ini;

7. Ibu Suria Ningsih, SH., M.Hum selaku Dosen Pembimbing I penulis yang telah membimbing dan memotivasi penulis hingga skripsi ini selesai;

8. Ibu Erna Herlinda, SH., M.Hum Selaku Sekretaris Departemen Hukum Administrasi Negara yang telah membimbing dan memotivasi penulis;

9. Seluruh Staf Dosen pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

10. Seluruh pegawai Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan pelayanan administrasi yang baik selama proses akademi penulis;

11. Teristimewa kepada kedua Orang Tua penulis Khaidir Dalimunthe, S.P dan Marmah Pinta Malem Br. Sembiring yang selalu mendoakan, memberikan motivasi dan pengorbanannya baik dari segi moril dan materil kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, serta saudara penulis yaitu Nita Khairunnisa Dalimunthe, S.E beserta suami Anggi Kurniawan, S.T dan Tiya Maharani Dalimunthe, S.Km beserta suami Muhammad Prayugi, S.T yang selalu memberikan semangat dan motivasi;

12. Seluruh teman-teman Stambuk 2016, Group C dan teman-teman Ikatan Departemen Hukum Administrasi Negara (IMAHARA) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah banyak membantu dan memotivasi selama ini.

(7)

iv

13. Kedua teman seperjuangan penulis di Departemen Hukum Administrasi Negara (IMAHARA) pengkhususan Hukum Perburuhan Ahmad Erizal, S.H dan Awil Riafi Zalukhu, S.H yang telah membantu penulis menyelesaikan skripsi ini.

14. Sahabat penulis dalam trio RDD yaitu Rajudin dan Doni Suhadi yang selalu menjadi orang membantu dan memotivasi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Akhir kata Penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada semua pihak dan apabila ada yang tidak tersebutkan. Penulis mohon maaf, dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu hukum di negara Republik Indonesia.

Medan, Februari 2021

Muhammad Daud Dalimunthe 160200286

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

(8)

v

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR TABEL ... x

BAB I : PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 10

C. Tujuan Penelitian ... 10

D. Manfaat Penelitian ... 10

E. Metode Penelitian ... 11

F. Keaslian Penulisan ... 12

G. Tinjauan Kepustakaan ... 14

H. Sistematika Penulisan ... 18

BAB II : SISTEM PEMBERIAN DAN PENGELOLAAN JAMINAN SOSIAL BAGI PEKERJA MENURUT UU NO. 40 TAHUN 2004 DAN UU NO. 24 TAHUN 2011 ... 16

A. Sejarah Jaminan Sosial Ketenagakerjaan di Indonesia ... 16

1. Sejarah Munculnya Terminologi Jaminan Sosial ... 16

2. Perkembangan Jaminan Sosial di Indonesia ... 17

B. Jenis-Jenis Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Menurut UU SJSN dan UU BPJS ... 24

(9)

vi

1. Jaminan Kecelakaan Kerja ... 25

2. Jaminan Hari Tua ... 32

3. Jaminan Pensiun... 35

4. Jaminan Kematian ... 40

C. Prinsip Pemberian dan Pengelolaan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan di Indonesia menurut Undang-Undang ... 42

D. Jaminan Sosial bagi Pekerja di Beberapa Negara ... 46

1. Program Jaminan Sosial di Jepang ... 48

2. Program Jaminan Sosial di Chili... 54

BAB III : KESESUAIAN PERATURAN-PERATURAN TENTANG JAMINAN SOSIAL KETENAGAKERJAAN DENGAN UU NO. 40 TAHUN 2004 DAN UU NO. 24 TAHUN 2011 ... 58

A. Kedudukan Hukum UU SJSN dan UU BPJS Berdasarkan Asas Peraturan Perundang-Undangan ... 58

1. Asas-Asas Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan .... 60

2. Kedudukan UU SJSN dan UU BPJS Berdasarkan Asas-Asas Peraturan Perundang-Undangan ... 69

B. Peraturan-Peraturan Lain yang Mengatur tentang Jaminan Sosial Ketenagakerjaan ... 77

1. UU No. 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam ... 78 2. PP No. 70 Tahun 2015 jo PP 66 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2015 tentang Jaminan

(10)

vii

Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian Bagi Pegawai Aparatur

Sipil Negara ... 82

C. Keserasian antara Peraturan yang Mengatur tentang Jaminan Sosial Ketenagakerjaan ... 86

1. UU SJSN dan UU BPJS dengan UU No. 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam ... 87

2. UU SJSN dan UU BPJS dengan PP No. 70 Tahun 2015 jo PP 66 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2015 tentang tentang Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian Bagi Pegawai Aparatur Sipil Negara ... 92

BAB IV : WEWENANG BPJS KETENAGAKERJAAN DALAM MENENTUKAN SISTIM PEMBERIAN DAN PENGELOLAAN JAMINAN SOSIAL BAGI PEKERJA ... 96

A. Kedudukan Hukum BPJS sebagai Pengelola Jaminan Sosial di Indonesia ... 96

B. Fungsi, Tugas, dan Tanggung Jawab BPJS Ketenagakerjaan ... 102

C. Wewenang BPJS Ketenagakerjaan dalam Menentukan Sistem Pemberian dan Pengelolaan Jaminan Sosial Bagi Pekerja ... 105

1. Wewenang BPJS Ketenagakerjaan ... 107

2. Hak BPJS Ketenagakerjaan ... 108

BAB IV : SIMPULAN DAN SARAN ... 110

A. Simpulan ... 110

(11)

viii

B. Saran ... 111 DAFTAR PUSTAKA ... 112

DAFTAR BAGAN

Bagan Asas-Asas Hukum di Indonesia ... 62

(12)

ix

DAFTAR TABEL

(13)

x

Tabel 1. Daftar Penitian yang Serupa ... 13 Tabel 2. Iuran Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) ... 89

(14)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Negara Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang dengan jumlah penduduk terbanyak dengan jumlah sekitar 271,34 juta jiwa1 menjadikan negara Indonesia menempati urutan ke empat dunia dibawah Amerika, India dan China. Dengan jumlah penduduk yang besar tersebut membuat Indonesia sebagai suatu negara memiliki tanggung jawab yang besar untuk menjamin kelangsungan hidup rakyatnya. Memajukan kesejahteraan umum merupakan salah satu tanggung jawab terbesar sekaligus menjadi cita-cita dari negara Indonesia, hal ini tertuang dalam alinea keempat Undang-Undang Negara Republik Indonesia tahun 1945 (UUD NRI 1945). Salah satu tugas dari suatu negara untuk menjamin adanya kesejahteraan adalah dari segi ketenagakerjaannya, yaitu menjamin adanya perlindungan hak dari tenaga kerja Indonesia.

Pasal 1 angka satu UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang menyatakan bahwa tenaga kerja adalah “setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun masyarakat”.2 Sebagai salah satu faktor pendukung peningkatan ekonomi suatu negara, sudah seharusnya negara melalui pemerintah menjamin kesejahteraan dari tenaga kerjanya. Salah satu diantara kesejahteraan tersebut adalah dengan menjamin terhadap perlindungan hak akan jaminan sosial bagi para pekerja. Sebagai salah satu hak yang harus diterima oleh setiap warga negara sesuai dengan yang dikatakan didalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 dikatakan bahwa “Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat”.3

1 Muhammad Idris, Jumlah Penduduk Indonesia Terkini Mencapai 271,34 Juta, diakses dari https://money.kompas.com/read/2021/01/22/090554926/jumlah-penduduk-indonesia-terkini- mencapai-27134-juta, diakses pada februari 2021, pukul 05.52

2 Pasal 1 angka 1 UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

3 Pasal 28H UUD NRI 1945

(15)

2

Jaminan sosial adalah salah satu bentuk perlindugan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak.4 Di Indonesia, falsafah dan dasar negara Pancasila terutama sila ke-5 juga mengakui hak asasi warga atas kesehatan. Hak ini juga termaktub dalam UUD NRI 1945 pasal 28H dan pasal 34, dan diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 yang kemudian diganti dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Dalam Undang-Undang 36 Tahun 2009 ditegaskan bahwa setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atas sumber daya di bidang kesehatan dan memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau. Sebaliknya, setiap orang juga mempunyai kewajiban turut serta dalam program jaminan kesehatan sosial.5

Penyelenggaraan program jaminan sosial merupakan salah satu tanggung jawab dan kewajiban negara untuk memberikan perlindungan sosial ekonomi kepada masyarakat. Oleh karena itu, negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai martabat kemanusian berupa sistem jaminan sosial nasional yang salah satu tujuannya adalah memberikan perlindungan kepada tenaga kerja.6 Program jaminan sosial merupakan program perlindungan yang bersifat dasar bagi tenaga kerja yang bertujuan untuk menjamin adanya keamanan dan kepastian terhadap risiko-risiko sosial ekonomi, dan merupakan sarana penjamin arus penerimaan penghasilan bagi tenaga kerja dan keluarganya akibat dari terjadinya risiko-risiko sosial dengan pembiayaan yang terjangkau oleh pengusaha dan tenaga kerja.7

Jaminan sosial sebagai bentuk perwujudan dari suatu tanggung jawab dari negara dilaksanakan berdasarkan 9 asas yang diantaranya adalah berdasarkan asas kegotong-royongan dan juga berdasarkan asas nirlaba,8 artinya program ini

4 Pasal 1 angka 1 UU No. 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional

5 Penjelasan Umum Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

6 Chazali H. Situmorang. Reformasi Jaminan Sosial Di Indonesia Transformasi BPJS :

”Indahnya Harapan Pahitnya Kegagalan”. Cinta Indonesia. Depok. 2013. Hal 7

7 Agusmidah, Dinamika Hukum Ketenagakerjaan Indonesia (Medan : USU Press, 2010), hlm. 115

8 Dalam pasal 4 huruf a dan b UU No. 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional

(16)

3

dijalankan dengan sistem gotong-royong yang dimana setiap peserta saling tolong- menolong satu sama lain, yang kaya menolong yang miskin, yang muda menolong yang tua dan begitu juga sebaliknya yang miskin menolong yang kaya, yang tua menolong yang muda dan hal itu dilakukan melalui iuran-iuran yang harus dibayarkan oleh setiap peserta.

Jaminan sosial tidak hanya menjadi tanggung jawab pekerja itu sendiri, tetapi juga ada pengusaha atau pemberi kerja yang juga memiliki tanggung jawab untuk membayar uang iuran bagi pekerjanya. Karena bagi pemberi kerja wajib setara bertahap mendaftarkan dirinya dan juga pekerjanya sebagai peserta kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, sesuai dengan program jaminan sosial yang diikutinya,9 yaitu BPJS Ketenagakerjaan. Pengusaha yang mempekerjakan tenaga kerja sebanyak 10 (sepuluh) orang atau lebih, atau membayar upah paling sedikit Rp 1.000.000, (satu juta rupiah), wajib mengikutsertakan tenaga kerjanya dalam program jaminan sosial ketenagakerjaan,10 artinya pemberi kerja mempunyai suatu kewajiban untuk mendaftarkan para pekerjanya ke dalam program jaminan sosial ketenagakerjaan, baik itu pemberi kerja dari penyelenggara negara maupun pemberi kerja selain penyelenggara negara sama-sama memiliki kewajiban untuk mendaftarkan pekerjanya ke dalam program jaminan sosial ketenagakerjaan, dan hal ini telah diatur dalam bab kelima bagian kesatu dari UU No 24 Tahun 2011.

Pemerintah selaku pihak yang berwenang untuk mengelola iuran dana jaminan sosial tersebut, memiliki tanggung jawab untuk melakukan pengelolaan secara baik dan memikirkan kepentingan para pekerja tanpa mengambil keuntungan didalamnya sesuai dengan asas nirlaba yang diatur dalam undang-undang tentang jaminan sosial tersebut. Salah satunya adalah dengan membuat suatu kebijakan- kebijakan yang dapat dituangkan didalam suatu peraturan. Peraturan-peraturan tersebut dibuat berdasarkan kepentingan dan kebutuhan mengenai jaminan sosial bagi rakyatnya terkhusus bagi tenaga kerja Indonesia, yang secara hakekatnya merupakan hasil intelerasi sistem sosial-politik yang terkait dalam rantai sejarah, nilai-nilai dalam masyarakat, pelaku elit kekuasaan serta pengaruh nilai-nilai dari

9 Pasal 13 ayat 1 UU Nomor 40 tahun 2004

10 Pasal 2 ayat (3) PP 84 tahun 2013

(17)

4

luar wilayah kekuasaan.11 Peraturan yang dibentuk dengan mengacu kepada konstitusi (UUD NRI 1945) sehingga dapat menciptakan suatu tata hukum, yang menjadi bingkai norma-norma hukum agar saling terkait dan tersusun menjadi sebuah sistem,12 yang akan mengatur bagaimana nantinya pengaturan dan pengelolaan jaminan sosial tersebut. Oleh karena itu, sudah seharusnya sistem hukum yang mengatur tentang jaminan sosial bagi pekerja ini tersusun dalam tata norma hukum secara hirarkis dan tidak boleh saling bertentangan diantara norma- norma hukumnya baik secara vertical maupun horizontal.13

Tahun 2004 dikeluarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 ini mengamanatkan bahwa jaminan sosial wajib bagi seluruh penduduk termasuk Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) melalui suatu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS),14 undang-undang ini berhubungan dengan pasal 34 ayat (2) UUD 1945, yang berbunyi: “Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan”, artinya undang-undang ini merupakan peraturan khusus yang dibuat langsung berdasarkan amanat daripada Pasal 34 ayat (2) UUD 1945 tersebut. Amiroeddin syarif, pernah menerapkan 5 (lima) asas peraturan perundang-undangan yang salah satunya adalah asas lex specialis derogate lex generalis (undang-undang yang bersifat khusus mengesampingkan undang – undang yang bersifat umum),15 asas ini memberikan makna bahwa jika ada produk undang – undang lain yang mengatur tentang jaminan sosial harus dikesampingkan dan merujuk kepada Undang – Undang SJSN ini.16

11 Andi Mattalatta, “Politik Hukum Perundang – Undangan”, Jurnal Legislasi Indonesia Vol. 6 No. 4, Desember 2009, hal. 576

12 Ibid, hal. 579

13 Terdapat dalam pasal 5 UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang – Undangan yang telah diubah dengan UU Nomor 15 Tahun 2019

14 Suharsin, “Fungsi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Yang Di Atur Oleh Undang- Undang Nomor 24 Tahun 2011 Dalam Memberikan Jaminan Kesehatan Serta Perlindungan Hukum Terhadap Ketenagkerjaan”, Jurnal Mimbar Hukum, hal. 2

15 Amiroeddin Syarif, dalam Armansyah, “Pengantar Ilmu Pengetahuan Perundang – undangan” (Medan : USU Press,2012), hal. 30

16 Chazali H. Situmorang, Tiga Persoalan Besar “Menghantam” BPJS TK, diakses dari https://indopos.co.id/read/2017/06/17/101818/tiga-persoalan-besar-menghantam-bpjs-tk/, pada febuari 2020 pukul 11:22.

(18)

5

Undang-Undang SJSN ini mengamanatkan bahwa jaminan sosial dilaksanakan melalui suatu lembaga yang dibentuk dengan suatu undang-undang,17 maka dari itu terbentuklah Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, yang sesuai dengan amanat undang-undang tanggal 1 Januri 2014 PT Jamsostek akan berubah menjadi Badan Hukum Publik. Sebagai suatu lembaga yang dibentuk langsung dengan undang-undang yang sesuai dengan amanat undang-undang BPJS memiliki payung hukum dan status sebagai Badan Hukum Publik yang sama dengan Kementrian dan Pemerintah Daerah.

Ketentuan umum kedua undang-undang tersebut, tidak ada satu kementrianpun yang diperkenankan untuk mengatur dan menyelenggarakan SJSN dan BPJS. Undang-Undang BPJS dengan tegas mengamanatkan (mandatori) kepada BPJS untuk menyelenggarakan program jaminan sosial dan BPJS TK menyelerenggarakan Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Pensiun (JP), dan Jaminan Kematian (JKm). Oleh karena itu tidak perlu ada penafsiran lain, bahwa jika ada lembaga pemerintah yang menerbitkan regulasi tentang program JKK,JHT, JP, dan JKm tidak merujuk pada undang – undang SJSN dan undang – undang BPJS sebagai lex specialis, harus dikesampingkan demi hukum.18

Kenyataannya, tetap ada saja peraturan perundang-undangan yang membahas tentang jaminan sosial ketenagakerjaan tetapi tidak merujuk kepada undang-undangan SJSN maupun undang-undang BPJS sebagai lex specialis dalam membahas jaminan sosial tersebut. Bahkan ada beberapa diantaranya yang merupakan peraturan pelaksana dari undang-undang tersebut namun isinya tidak merujuk kepada undang-undang tersebut.

Peraturan – peraturan tersebut diantaranya adalah PP No. 70 Tahun 2015 tentang Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian bagi Pegawai Aparatur

17 Pasal 5 ayat (1) UU No. 40 tahun 2004

18 Chazali H. Situmorang, Tiga Persoalan Besar “Menghantam” BPJS TK, diakses dari https://indopos.co.id/read/2017/06/17/101818/tiga-persoalan-besar-menghantam-bpjs-tk/, pada Febuari 2020 pukul 11:22.

(19)

6

Sipil Negara yang telah dirubah dengan PP No. 66 Tahun 2017 , yang didalam pasal 7 telah menunjuk PT TASPEN (Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri) sebagai lembaga yang mengelola JKK dan JKM daripada ASN,19 ada juga PP No. 60 Tahun 2015 merupakan perubahan atas PP 46 Tahun 2015 dan PERMENAKER No. 19 Tahun 2015 yang didalamnya terdapat inkonsistensi dengan UU SJSN diantaranya tentang wewenang dan delegasi kepada Kementrian Tenaga Kerja (KEMENAKER) untuk menerbitkan peraturan tentang tata cara dan persyaratan pembayaran manfaat JHT yang tidak ada didalam UU SJSN dan juga tentang syarat usia pensiun yang ditiadakan oleh PERMENAKER tersebut sedangkan didalam UU SJSN jelas ditentukan yaitu 10 tahun usia kerja.20 Ada pula UU No. 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Petambak Garam yang dalam pasal 30,31 dan 32 mengatakan bahwa para pekerja dibidang tersebut akan mendapatkan asuransi jaminan kecelakaan kerja dan jaminan kematian dengan bantuan premi dari pemerintah, namun jaminan berupa premi tersebut dikelola oleh BUMN atau BUMD lainnya yang jelas sudah bertentangan dengan UU SJSN dan UU BPJS.21

Pemberian wewenang kepada lembaga atau badan lain jelas akan memberikan dampak yang sangat besar bagi sistem pengelolaan jaminan sosial bagi pengelolaan dan pemberian jaminan sosial untuk para pekerja, bagaimana tidak?

dana yang seharusnya bisa dimanfatkan seutuhnya untuk kesejahteraaan para pekerja tanpa mengambil keuntungan didalamnya berdasarkan asas nirlaba dari UU SJSN dan UU BPJS malah harus diambil sebagai keuntungan dari sisa premi yang diberikan untuk badan yang di tunjuk. Walaupun, BUMN atau BUMD merupakan lembaga negara yang keuntungannya untuk pembangunan negara, namun dana yang seharusnya diberikan kepada para pekerja sepenuhnya untuk kesejahteraan

19 Pasal 7 PP 70 Tahun 2015 mengatakan bahwa “Peserta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 merupakan peserta JKK dan JKM yang dikelola oleh PT Dana Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri (Persero)

20 Chazali H.Situmorang, The Nation’s Commitment In Old Age Insurance For Workes, Jurnal Institut BPJS Ketenagakerjaan Vol. 1, 2016, hal. 9

21 Chazali H. Situmorang, Tiga Persoalan Besar “Menghantam” BPJS TK, diakses dari https://indopos.co.id/read/2017/06/17/101818/tiga-persoalan-besar-menghantam-bpjs-tk/, pada Febuari 2020 pukul 11:22.

(20)

7

mereka dalam hal jaminan sosial mereka malah harus terbagi dan kembali kepada negara.

Inkonsistensi peraturan yang terjadi dalam mengatur persyaratan dan proses pemberian jaminan sosial tersebut juga akan memberikan dampak kepada para tenaga kerja dan juga negara. Karena dengan adanya peraturan yang tidak sejalan dan tidak konsiten akan menimbulkan kebingungan bagi para pekerja dalam memperoleh jaminan sosialnya dan juga akan menimbulkan keresahan bagi keuangan negara dalam membagi dana untuk memenuhi jaminan sosial bagi pekerja tersebut dan bahkan bisa sampai mengganggu perekonomian nasional.22

Peraturan-peraturan baru baik itu undang-undang maupun peraturan pelaksana yang mengatur tentang jaminan sosial ketenagakerjaan yang dikeluarkan tidak merujuk kepada undang-undang SJSN dan undang-undang BPJS tersebut, maka terjadilah tumpang tindih dan juga multitafsir peraturan perundang-undangan yang membahas tentang jaminan sosial ketenagakerjaan tersebut. Hal ini dapat mengakibatkan terjadinya dualisme sistem pengelolaan dan pemberian jaminan sosial ketenagakerjaan yang akan menimbulkan keresahan bagi para pekerja untuk memperoleh jaminan sosisal bagi dirinya, ini dikarenakan para pekerja nantinya bingung harus memilih mengikuti peraturan yang mana untuk bisa menjamin hak jaminan sosialnya.

Adanya dualisme peraturan tersebut juga akan berdampak sangat besar bagi BPJS sendiri selaku badan yang dipercaya untuk mengelola iuran jaminan sosial tersebut terkhususnya jaminan sosial ketenagakerjaan. Sebuah badan yang dibentuk berdasarkan undang – undang ini seharusnya menjadi badan yang bekuasa penuh untuk mengatur tentang jalannya pengelolaan jaminan sosial baik kesehatan maupun ketenagakerjaan, dan segala kebijakan mengenai jaminan sosial sudah seharusnya diserahkan kepada mereka. Namun, dengan adanya dualisme peraturan

22 Siprianus Edi Hardum, “Menaker: Yang tak Setuju dengan PP 60/2015 Tentang JHT

Silahkan Uji Materi ke MA”, diakses dari

https://www.google.com/amp/s/amp.beritasatu.com/ekonomi/384276-menaker-yang-tak-setuju- dengan-pp-60-2015-tentang-jht-silahkan-uji-materi-ke-ma, pada tanggal Maret 2020, pukul 12:19.

(21)

8

yang artinya juga dualisme sistem ini akan memberikan kesempatan bagi perusahaan asuransi lainnya untuk mengelola jaminan sosial tersebut.

Adanya dualisme peraturan tersebut juga akan berdampak sangat besar bagi BPJS sendiri selaku badan yang dipercaya untuk mengelola iuran jaminan sosial tersebut terkhususnya jaminan sosial ketenagakerjaan. Sebuah badan yang dibentuk berdasarkan undang – undang ini seharusnya menjadi badan yang bekuasa penuh untuk mengatur tentang jalannya pengelolaan jaminan sosial baik kesehatan maupun ketenagakerjaan, dan segala kebijakan mengenai jaminan sosial sudah seharusnya diserahkan kepada mereka. Namun, dengan adanya dualisme peraturan yang artinya juga dualisme sistem ini akan memberikan kesempatan bagi perusahaan asuransi lainnya untuk mengelola jaminan sosial tersebut.

BPJS sebagai badan yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden tanpa melalui perantara manapun23 dan diberikan delegasi kewenangan untuk membuat aturan,24 secara hakikatnya BPJS telah memiliki kedudukan yang cukup tinggi atau dapat dikatakan setara Kementrian maupun Pemerintah Daerah. Sudah sepantasnya BPJS memiliki wewenang yang setara dengan lembaga tersebut dalam hal mengatur tugas dan kewajiban mereka pengelolaan jaminan sosial nasional.

Badan yang dibentuk dengan Undang-Undang dan jelas pembubarannyapun harus dengan Undang-Undang jelas memiliki kekuasaan yang kuat untuk mengatur tentang jaminan sosial nasional, tidak boleh ada badan atau lembaga negara yang lain ikut mengatur tentang jaminan sosial tersebut tanpa adanya koordinasi dengan BPJS. Bukan hanya sebagai badan yang mengelola tetapi seharusnya BPJS berani untuk mengambil keputusan untuk melaksanakan wewenang mereka, serta BPJS juga sudah seharusnya harus berani mengajukan ke Presiden keberatan atau bahkan pembatalan atas suatu peraturan tentang jaminan sosial tetapi tidak sesuai dengan UU SJSN atau UU BPJS.

23 Pasal 7 ayat (2) UU No. 24 Tahun 2011 mengatakan bahwa “ BPJS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab kepada Presiden.

24 Dikatakan tersirat dalam Pasal 48 ayat (3) UU No. 24 Tahun 2011 yang mengatakan bahwa “ketentuan mengenai unit pengendali mutu dan penanganan pengaduan Peserta sebagaimana dimaksud ayat (1) diatur dalam Peraturan BPJS”

(22)

9

Pemerintah dalam hal ini sudah seharusnya memikirkan secara matang- matang tentang kebijakan yang akan diambilnya. Sebagai birokrat yang harus memikirkan kepentingan masyarakatnya, harusnya setiap kebijakan yang dibuat tentu harus memperhatikan apakah kebijakan tersebut nantinya dapat diterapkan dalam masyarakat, sehingga setiap kebijakan yang ada tidak akan sia-sia belaka.

Pemerintah bertanggung jawab penuh untuk mengelola wilayah dan rakyatnya untuk mencapai tujuan dalam bernegara. Bagi Indonesia sendiri, pernyataan tujuan bernegara sudah dinyatakan dengan tegas oleh para pendiri negara. Memang, dalam teori pemisahan kekuasaan cabang kekuasaan negara mengenai penegakan hukum dipisahkan dalam lembaga yudikatif. Namun, lembaga eksekutif tetap mempunyai tanggung jawab karena adanya irisan kewenangan dengan yudikatif serta legislatif dalam konteks checks and balances; dan kebutuhan pelaksanaan aturan hukum dalam pelaksanaan wewenang pemerintahan sehari-hari. Tidak hanya tanggung jawab, pemerintah pun mempunyai kepentingan langsung untuk menciptakan situasi kondusif dalam menjalankan pemerintahannya.25

Pembuatan produk hukum yang mebahas tentang jaminan sosial bagi pekerja sudah seharusnya negara melalui pemerintah memikirkan matang – matang tentang nasib dari para pekerja tersebut, tidak seharusnya produk yang dihasilkan malah menimbulkan multitafsir apalagi sampai menimbulkan keresahan bagi para pekerja akan nasibnya tersebut. Selain itu, dalam pembuatan suatu peraturan perundang-undangan yang membahas tentang jaminan sosial bagi pekerja seharusnya pemerintah harus menjalin komunikasi yang baik dengan BPJS Ketenagakerjaan selaku badan yang oleh undang-undang ditunjuk sebagai badan yang berwenang atas jaminan sosial bagi pekerja, agar tidak adanya dualisme sitem pemberian dan pengelolaan jaminan sosial bagi pekerja

Maka dari itu, adanya dualisme peraturan perundang – undangan yang membahas tentang jaminan sosial ini, peneliti tertarik untuk mengkaji dan melakukan penelitian dengan judul “PEMBERIAN DAN PENGELOLAAN

25 Rustam Akili, Implementasi Pembentukan Kebijakan Hukum Melalui Proses Legislasi Dalam Rangka Pembangunan Hukum, Jurnal Mimbar Hukum, hal. 3

(23)

10

JAMINAN SOSIAL BAGI PEKERJA BERDASARKAN PERATURAN PERUNDANG – UNDANGAN”.

B. Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang di atas, maka peneliti merumuskan beberapa permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini, yaitu :

1. Bagaimana sistem pemberian dan pengelolaan jaminan sosial bagi pekerja menurut UU No. 40 Tahun 2004 dan UU No. 24 Tahun 2011 ?

2. Apakah peraturan-peraturan yang membahas tentang jaminan sosial pekerja telah sesuai dengan UU No. 40 Tahun 2004 dan UU No. 24 Tahun 2011?

3. Bagaiamana wewenang BPJS Ketenagakerjaan dalam menentukan sistem pemberian dan pengelolaan jaminan sosial bagi pekerja berdasarkan peraturan perundang-undangan?

C. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui sistem pemberian dan pengelolaan jaminan sosial bagi para tenaga kerja Indonesia.

2. Untuk mengetahui keserasian peraturan perundang – undangan yang mengatur tentang jaminan sosial ketenagakerjaan dalam hal sistem pemberian dan pengelolaannya.

3. Untuk mengetahui sejauh mana wewenang BPJS Ketenagakerjaan dalam menentukan sistem pemberian dan pengelolaan jaminan sosial bagi pekerja.

D. Manfaat Penulisan

Semua bentuk penelitian pasti mendatangkan sebuah manfaat. Dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk peneliti sendiri ataupun untuk masyarakat, adapun manfaatnya sebagai berikut :

1. Manfaat Teoritis

a. Penelitian ini diharapkan mampu menjadi pengetahuan baru, yang tentunya terkhusus dalam pengetahuan hukum pada aspek sistem pemberian dan pengelolaan jaminan sosial bagi pekerja.

(24)

11

b. Penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk peneliti maupun masyarakat tentang bagaimana keserasian peraturan perundang – undangan tentang jaminan sosial ketenagakerjaan dalam sistem pemberian dan pengelolaan jaminan sosial bagi pekerja.

c. Diharapkan dapat menjadi pengetahuan baru bagi peneliti maupun masyarakat tentang bagaimana sebenarnya wewenang BPJS Ketenagakerjaan dalam menentukan sistem pemberian dan pengelolaan jaminan sosial bagi pekerja.

2. Manfaat Praktis

a. Dapat mengetahui jaminan sosial ketenagakerjaan dan sistem pemberian dan pengelolaannya bagi pekerja.

b. Dapat menjadi sumbangsih pengetahuan bagi masyarakat dalam kaitannya dengan pengaturan sistem pemberian dan pengelolaan jaminan sosial bagi pekerja.

E. Metode Penelitian

Penelitian hukum pada dasarnya merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisanya, kecuali itu, maka diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum tersebut untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan – permasalahan yang timbul di dalam gejala bersangkutan.26

Untuk membahas penelitian ini, penulis memakai metode sebagai berikut ini :

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode penelitian hukum normatif. Metode penelitian normatif ditujukan pada peraturan – peraturan tertulis dan erat hubungannya dengan meneliti

26 Jonaedi Efendi & Johny Ibrahim, Metode Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, Prenadamedia Group, Depok, 2018, hlm. 16

(25)

12

bahan bahan kepustakaan yang mengacu pada norma – norma hukum dimana data tersebut bersifat sekunder.

2. Sumber Data

Metode hukum normatif menitik beratkan pada data sekunder yang diperoleh melalui bahan kepustakaan, skripsi ini memuat data sekunder berupa bahan hukum yang meliputi :

a) Bahan Hukum Primer, yang meliputi peraturan perundang – undangan terkait sistem pemberian dan pengelolaan jaminan sosial bagi pekerja, undang-undang terkait pembentukan peraturan perundang-undangan, undang-undang tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam, peraturan pemerintah tentang jaminan kecelakaan kerja dan jaminan kematian bagi pegawai aparatur sipil negara, dan lain-lain.

b) Bahan Hukum Sekunder, yang meliputi buku – buku tentang masalah pemberian dan pengelolaan jaminan sosial bagi pekerja di Indonesia dan beberapa negara lainnya.

c) Bahan Hukum Tersier, yang meliputi bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder antara lain kamus hukum dan ensiklopedia.

3. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh suatu kebenaran ilmiah dalam penulisan skripsi ini, maka digunakan teknik pengumpulan data dengan cara studi kepustakaan atau library research yaitu teknik pengumpulan data yang berwujud sumber data tertulis atau gambar. Sumber data tertulis atau gambar berbentuk dokumen resmi, buku, majalah, arsip, dokumen resmi terkait permasalahan penelitian.27 Hal ini dilakukan untuk mendapatkan

27 Sudarto, Metodologi Penelitian Filsafat, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), hlm. 71

(26)

13

landasan dalam menganalisis data-data yang diperoleh dari berbagai sumber yang dapat dipercaya, langsung maupun tidak langsung (internet). Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan ini adalah studi dokumen terkait topik penulisan. Dengan demikian akan diperoleh suatu kesimpulan yang lebih terarah dari pokok bahasan 4. Analisis Data

Seluruh data yang berhasil dikumpulkan, selanjutnya diinventarisasi, diklasifikasi, dan dianalisis dengan menggunakan analisis kualitatif yang didukung oleh logika berpikir secara deduktif sebagai berikut:28

a. Menentukan konsep-konsep yang terkandung dalam bahan-bahan hukum (konseptualisasi) yang dilakukan dengan cara memberikan interpretasi terhadap bahan-bahan hukum tersebut.

b. Mengelompokkan konsep-konsep atau peraturan-peraturan yang sejenis dan berkaitan.

c. Menentukan hubungan diantara berbagai kategori atau peraturan yang kemudian diolah.

d. Menjelaskan dan menguraikan hubungan diantara berbagai kategori atau peraturan perundang-undangan, kemudian dianalisis secara deskriptif kualitatif, sehingga mengungkapkan hasil yang diharapkan sebagai kesimpulan atau permasalahan.

28 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Grafindo, 2006), hlm. 225

(27)

14

Dalam Penelitian ini penulis menginventarisasikan data-data yang berkaitan tentang “Pengelolaan dan Pemberian Jaminan Sosial bagi Pekerja Berdasarkan Peraturan Perundang-undangan” yang berupa:

a. Peraturan Perundang-undangan, yang berkaitan tentang sistem pengelolaan dan pemberian jaminan sosial bagi pekerja (UU No.

40 Tahun 2004, UU No. 24 Tahun 2011, UU No. 7 Tahun 206, PP No. 70 Tahun 2015 jo PP No. 66 Tahun 2017 dan yang lainnya), yang berkaitan tentang pembentukan peraturan perundang- undangan (UU No. 12 Tahun 2011 jo UU No. 15 Tahun 2019, dan lain sebagainya).

b. Buku-buku yang membahas tentang pengelolaan dan pemberian jaminan sosial bagi pekerja berdasarkan peraturan perundang- undangan di Indonesia.

c. Jurnal, Artikel, Makalah Ilmiah yang mampu menjelaskan tentang makna dan maksud dari peraturan perundang-undangan dan buku- buku yang terkait dengan pengelolaan dan pemberian jaminan sosial bagi pekerja di Indonesia

Data-data tersebut dianalisis menggunakan analisis kualitatif untuk menyeslesaikan adanya ketidaksesuaian peraturan perundang- undangan terkait dengan pemberian dan pengelolaan jaminan sosial bagi pekerja di Indonesia. Sehingga akan didapatkan hasil yang nantinya akan diuraikan dalam bentuk narasi didalam penelitian skripsi ini.

(28)

15 F. Keaslian Penulisan

Penulis telah menelusuri seluruh daftar skripsi di perpustakaan Universitas Sumatera Utara, Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan arsip yang ada di Departemen Hukum Administrasi Negara. Penulis menemukan penelitian yang mirip dengan judul ini diantaranya adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Daftar Penelitian yang Serupa29

No Judul penelitian Nama Penulis Tahun

1

Implementasi Kebijakan Undang- Undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (Studi Pada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan Kantor Cabang Binjai

Umi Sri Wahyuningsih 2015

2

Analisa Yuridis Mengenai Perubahan Sistem Asuransi Jiwa PT. Jamsostek (Persero) Menjadi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan (Studi BPJS Ketenagakerjaan Cabang Binjai)

Ernanda Ihutan 2015

3

Perbedaan Perlindungan Hukum Tenaga Kerja Melalui Asuransi JAMSOSTEK Dengan Program BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) Berdasarkan Undang-Undang No. 24 Tahun 2011 Studi Pada PT.

JAMSOSTEK Cabang Medan

Nurul Dwi Oktari STP 2014

29 http://repository.usu.ac.id, diakses pada Febuari 2021

(29)

16

Namu, penulis tidak menemukan adanya kesamaan judul ataupun permasalahan dengan judul yang diangkat oleh penulis yaitu tentang “Pemberian dan Pengelolaan Jaminan Sosial Bagi Pekerja Berdasarkan Peraturan Perundang - Undangan”. Oleh karena itu tulisan ini merupakan buah karya asli penulis yang disusun berdasarkan asas-asas keilmuan yang jujur, rasional dan ilmiah.

Penulis dapat menyatakan bahwa skripsi ini merupakan karya asli penulis dan tidak meniru dari kepunyaan orang lain. Secara substansi penulis berani bertanggung jawab apabila ditemukan adanya kesamaan skripsi penulis dengan skripsi sebelumnya yang terdapat di perpustakaan Departemen Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum USU.

G. Tinjauan Kepustakaan

Bagian ini penulis akan melakukan pembatasan atau memberikan definisi terhadap pembahasan yang akan dibahas dan menjadi fokus utama penelitian, yaitu sebagai berikut:

1. Jaminan Sosial

Dalam pengertiannya yang luas jaminan sosial ini meliputi berbagai usaha yang dapat dilakukan oleh masyarakat dan/atau pemerintah. Usaha-usaha tersebut dikelompokkan dalam empat kegiatan usaha utama, yaitu :

a) Usaha-usaha yang berupa pencegahan dan pengembangan, yaitu usaha-usaha di bidang kesehatan, keagamaan, keluarga berencana, pendidikan, bantuan hukum,dan lain-lain yang dapat dikelompokkan dalam pelayanan sosial (Social Service).

b) Usaha-usaha yang berupa pemulihan dan penyembuhan, seperti bantuan untuk bencana alam, lanjut usia, yatim piatu, penderita cacat, dan berbagai ketunaan yang dapat disebut sebagai bantuan sosial (Social Assistance).

(30)

17

c) Usaha-usaha yang berupa pembinaan, dalam bentuk perbaikan gizi, perumahan, transmigrasi, koperasi, dan yang lain-lain dapat dikategorikan sebagai sarana sosial (Social Infrastructure).

d) Usaha-usaha di bidang perlindungan ketenagakerjaan yang khusus ditujukan untuk masyarakat tenaga kerja yang merupakan inti pembangunan dan selalu menghadapi risiko-risiko sosial ekonomis, digolongkan dalam Asuransi Sosial (Social Insurance).30

Menurut Undang-Undang No. 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial pada Pasal 1 ayat (2) menyebutkan Bahwa Jaminan Sosial adalah salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak.

Menurut Imam Soepomo, Jaminan Sosial adalah pembayaran yang diterima oleh para pihak buruh di luar kesalahannya tidak melakukan pekerjaan, jadi menjamin kepastian pendapatan (income security) dalam hal buruh kehilangan upahnya karena alasan diluar kehendaknya.31

2. Peraturan Perundang-Undangan

Untuk mewujudkan Indonesia sebagai negara hukum, negara berkewajiban melaksanakan pembangunan hukum nasional yang dilakukan secara terencana, terpadu, dan berkelanjutan dalam sistem hukum nasional yang menjamin pelindungan hak dan kewajiban segenap rakyat Indonesia berdasarkan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pembangunan hukum nasional tersebut dilakukan melalui pembentukan peraturan perundang-undangan.

30 Zaeni Asyhadie, Hukum Kerja : Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Kerja, Rajawali Pers, Jakarta, 2015, Hal. 118-119

31 Imam Soepomo, Pengantar Hukum Perburuhan, Djambatan, Jakarta, 1981, Hal. 136

(31)

18

Pembentukan peraturan perundang-undangan adalah pembuatan peraturan perundang-undangan yang mencakup tahapan perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan. Sedangkan peraturan perundang-undangan sendiri adalah peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.

Sehubungan dengan banyaknya Lembaga Negara yang mempunyai kewenangan untuk membentuk peraturan perundang-undangan, maka tidak jarang terjadi ketidakselarasan dan ketidakserasian antara satu norma hukum dengan norma hukum yang lain. Oleh karena itu Lembaga Negara yang mempunyai kewenangan membentuk peraturan perundang-undangan juga mempunyai kewajiban untuk melakukan harmonisasi dan sinkronisasi hukum.

3. Badan Jaminan Sosial Nasional (BPJS)

Badan Hukum dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) adalah Badan Hukum Hibrid, karena lembaga tersebut menjalankan dua fungsi sekaligus. Selain sebagai badan hukum publik, BPJS Kesehatan juga dapat dilihat sebagai lembaga pemerintahan yang menjalankan fungsi pemerintahan (governing function) di bidang pelayanan umum (public services), serta berfungsi sebagai self regulary organ dan bertindak sebagai operator organ. Perspektif BPJS merupakan badan hukum hybrid adalah sebagai berikut:

1) BPJS bertindak sebagai badan publik, yang melaksanakan fungsi pelayanan umum, juga melaksanakan fungsi Badan Hukum Private yakni pengembangan dana dari masyarakat melalui iuran kepesertaan;

2) BPJS diperiksa oleh akuntan publik dan mengunakan standard akuntansi keuangan komersil yakni PSAK 45 tentang Pelaporan untuk Organisasi nirlaba - bukan standard akuntansi pemerintahan;

3) BPJS diawasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dimana Jaminan Sosial ini bukan merupakan asuransi

(32)

19

sosal – sedangkan BPK mengawasi melalui hasil pemeriksaan dari Kantor Akuntans Publik Pasal 37 ayat (1) UU No. 40 Tahun 2004;

4) BPJS tidak tidak masuk kedalam lingkup keuangan negara walaupun mendapatkan dana dari APBN – jika BPJS mengalami kesulitan keuangan akibat kebijakan fiskal, walupun salah satu prinsipnya adalah nirlaba dimana hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial Nasional, berupa deviden dari pemegang saham yang dikembalikan untuk kepentingan perserta jaminan sosial;

5) BPJS bertindak layaknya Badan Layanan Umum (BLU), karena bersifat nirlaba dan tidak perlu menyetor dividen, aturan BLU itu termaktub dalam Peraturan Menteri Kuangan Nomor 07/PMK.02/2006 tentang Persyaratan Administratif dalam rangka Pengusulan dan Penetapan Satuan Kerja Instansi Pemerintah Untuk Menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (BLU) pasal 1, “Badan Layanan Umum, yang selanjutnya disebut BLU, adalah instansi di lingkungan Pemerintah Pusat yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.”;

6) BPJS bertindak layaknya Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Walaupun prinsip nirlaba, hal ini dengan adanya organ Dewan Pengawas dan Dewan Direksi - karena memiliki direksi dan pengawas, gaji dan fasilitas standar BUMN, memberikan pelayanan ke masyarakat dengan menyaratkan pembayaran iuran, serta mudah mendapat suntikan dana dari pemerintah dalam bentuk Penyertaan Modal Negara (PMN) atau subsidi jika kondisi BPJS dalam keadaan Krisis keuangan dan solvabilitasnya terganggu karena kebijakan fiskal dan Moneter.(Pasal 56 Undang Undang 24 tahun 2011);

7) BPJS berdasarkan Undang-Undang No. 24 tahun 2011 mirip dengan lembaga negara karena memiliki kewenangan membuat peraturan perundang-undangan yang mengikat umum, bertanggung jawab langsung kepada presiden, serta tidak dapat dipailitkan dan dibubarkan hanya melalui Undang-Undang (Pasal 46 dan 47);

(33)

20 H. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan penulis dalam skripsi ini, maka diperlukan adanya sistematika penulisan yang teratur yang saling berkaitan satu sama lain. Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Pendahuluan merupakan pengantar, dimana didalamnya dibahas mengenai gambaran umum tentang latar belakang masalah yang diteliti, adanya rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, keaslian penulisan, metode penulisan serta sistematika penulisan.

BAB II : SISTEM PEMBERIAN DAN PENGELOLAAN JAMINAN SOSIAL BAGI PEKERJA MENURUT UU NO. 40 TAHUN 2004 DAN UU NO. 24 TAHUN 2011

Dalam bab ini penulis menguraikan tentang sistem pemberian dan pengelolaan jaminan sosial bagi pekerja yang diatur dalam UU No.

40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan UU No.

24 tahun 2011 Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Penulis memulai dengan membahas tentang sejarah jaminan sosial di Indonesia, jenis – jenis jaminan sosial ketenagakerjaan dan terakhir sistem pemberian dan pengelolaan jaminan sosial bagi pekerja.

BAB III : KESESUAIAN PERATURAN – PERATURAN TENTANG JAMINAN SOSIAL KETENAGAKERJAAN DENGAN UU NO.

40 TAHUN 2004 DAN UU NO. 24 TAHUN 2011

Dalam bab ini, penulis menguraikan tentang bagaimana kesesuaian antara peraturan-peraturan tentang jaminan sosial ketenagakerjaan dengan UU No. 40 tahun 2004 dan UU No. 24 tahun 2011. Penulis memulai dengan membahas tentang hakikat dan kedudukan UU SJSN dan UU BPJS berdasarkan asas peraturan perundang- undangan, peraturan – peraturan yang mengatur tentang jaminan sosial ketenagakerjaan dan kesesuaian antara peraturan-peraturan yang mengatur tentang jaminan sosial ketenagakerjaan dengan UU SJSN dan UU BPJS.

(34)

21

BAB IV : WEWENANG BPJS KETENAGAKERJAAN DALAM MENENTUKAN SISTEM PEMBERIAN DAN PENGELOLAAN JAMINAN SOSIAL BAGI PEKERJA

Dalam bab ini, dibahas tentang bagaimana wewenang dari BPJS Ketenagakerjaan dalam menentukan sistem pemberian dan pengelolaan jaminan sosial bagi pekerja. Pembahasan ini dimulai dengan dasar asal muasal dibentuknya BPJS, fungsi tugas dan tanggung jawab dan wewenang BPJS Ketenagakerjaan dalam menentukan sistem pemberian dan pengelolaan jaminan sosial bagi pekerja.

BAB V : PENUTUP

Bab ini merupakan bagian terakhir dari penulisan skripsi ini. Bab ini berisikan kesimpulan dari permasalahan pokok dari keseluruhan isi dan saran yang merupakan upaya yang diusulkan agar hal-hal yang dikemukakan dalam pembahasan permasalahan dapat lebih berhasil dilaksanakan.

BAB II

SISTEM PEMBERIAN DAN PENGELOLAAN JAMINAN SOSIAL BAGI PEKRJA MENURUT UU NO. 40 TAHUN 2004 DAN UU NO. 24 TAHUN

2011

A. Sejarah Jaminan Sosial Tenaga Kerja di Indonesia

(35)

22

Penyelenggaraan program jaminan sosial merupakan salah satu tanggung jawab dan kewajiban Negara - untuk memberikan perlindungan sosial ekonomi kepada masyarakat. Sesuai dengan kondisi kemampuan keuangan Negara.

Indonesia seperti halnya negara berkembang lainnya, mengembangkan program jaminan sosial berdasarkan funded social security, yaitu jaminan sosial yang didanai oleh peserta dan masih terbatas pada masyarakat pekerja di sektor formal.

Adanya kesenjangan ekonomi bagi para pekerja akan menimbulkan masalah-masalah baru dalam kehidupan mereka, kemiskinan dan ketimpangan sosial yang menjadi masalah multi dimensional bagi setiap negara menjadi salah satu diantaranya.32 Untuk mengatasi masalah tersebut perlu adanya strategi atau cara yang harus dilakukan oleh negara, dan menjamin adanya jaminan sosial merupakan jawabannya. Terjaminnya jaminan sosial bagi para tenaga kerja akan memberikan tingkat produktivitas dalam bekerja dapat semakin meningkat, karena dengan adanya jaminan dalam menghadapi resiko-resiko saat bekerja akan memberikan sikap tenang dan aman dalam bekerja karena ada jaminan sosial yang menjaminnya dalam menghadapi resiko-resiko tersebut.

1. Sejarah munculnya terminologi jaminan sosial

Sistem jaminan sosial yang bersifat meluas pertama kali diciptakan oleh pemerintah Jerman dibawah Kanselir Bismarck, yang pada tahapan pertamanya dengan menciptakan asuransi sakit pada tahun 1883 yang kemudian diikuti dengan asuransi kecelakaan kerja di tahun 1884, asuransi cacat, dan asuransi hari tua pada tahun 1889. Berbagai asuransi tersebut diwajibkan terhadap para pekerja pencari upah, dan dibiayai dengan iuran dari para pekerja sendiri dan pemberi kerjanya.33

Istilah jaminan sosial secara resmi muncul dan dipergunakan pertama kali di Amerika Serikat dalam The Social Security Act atau undang-undang jaminan sosial tahun 1935. Undang-undang ini dipergunakan untuk melindungi dan mengatasi masalah pengangguran, manula, orang-orang sakit dan anak-anak akibat

32 Mudiyono, “Jaminan Sosial di Indonesia: Relevansi Pendekatan Informal”, Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Volume 6, Nomor 1, Juli 2002, hlm. 67

33 Kertonegoro (1982), dalam Daniel Perwira,dkk. “Perlindungan Tenaga Kerja Melalui Sistem Jaminan Sosial: Pengalaman Indonesia”, dari kertas kerja Lembaga Penelitian SMERU, Juni 2003, hlm. 6

(36)

23

depresi ekonomi serta untuk memulai program-program untuk menanggulangi resiko hari tua, kematian, dan cacata, serta kemudian juga memberikan asuransi kesehatan.34

Selanjutnya, yang menjadi tonggak sejarah jaminan sosial adalah laporan Beveridge dari Inggris yang ditulis pada tahun 1942. Laporan ini menyatukan pengertian umum mengenai jaminan sosial yang semakin berkembang dalam bentuk yang logis. Laporan tersebut menekankan bahwa penghasilan harus menjamin standar hidup individu. Kemudian Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) melangkah satu tahap lagi dengan secara sistematis mengabadikan prinsip- prinsip jaminan sosial modern dalam konvensi ILO No. 102 Tahun 1952 mengenai Standar Minimum Jaminan Sosial. Konvensi ini tidak hanya melatakkan prinsip- prinsip dasar umum dan definisi jaminan sosial, tetapi juga menetapkan standar minimum untuk jaminan dalam Sembilan bidang: pemeliharaan medis, jaminan sakit, jaminan pengangguran, jaminan hari tua, jaminan kecelakaan kerja, jaminan keluarga, jaminan kehamilan, jaminan cacat, dan jaminan ahli waris.35

2. Perkembangan jaminan sosial di Indonesia

Jaminan Sosial merupakan suatu perlindungan sosial yang menjadi tanggung jawab dari pemerintah untuk melindungi hak dari seluruh rakyat untuk dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya. Hal ini terutama bagi para tenaga kerja yang menjadi pemeran penting dalam pembangunan suatu negara.

Hak para tenaga kerja atas jaminan sosial merupakan suatu hal yang muncul karena telah menjadi kodratnya sebagai manusia yang memiliki kehidupan yang tidak menentu karena hidupnya digantungkannya kepada pemerintah dan para pemberi kerja. Jaminan sosial bagi para pekerja ini muncul akibat dari tidak adanya resiko yang diterima oleh para pekerja dalam menjalankan pekerjaannya.

Kecelakaan saat bekerja, lingkungan kerja yang berbahaya sampai pekerjaan yang bisa kapan saja merenggut nyawa merupakan resiko-resiko yang muncul saat bekerja. Belum lagi bagi mereka yang sudah memiliki anak dan istri ataupun yang menjadi tulang punggung dalam keluarganya, apabila mereka mengalami resiko-

34 Mudiyono, Op.Cit., 68

35 AJSI (1995), dalam Daniel Perwira, dkk. Loc. Cit.

(37)

24

resiko tersebut sudah pasti akan berdampak besar bagi anak, istri dan keluarganya karena saat para pekerja tersebut mengalami resiko tersebut maka tidak akan ada yang mencari nafkah untuk mereka.

Perkembangan jaminan sosial di Indonesia sangatlah cepat, adanya resiko- resiko yang bisa menimpa para pekerja menjadi faktor pesatnya perkembangan jaminan sosial tersebut.

d. Sebelum Kemerdekaan

Era sebelum kemerdekaan mengenai para tenaga kerja dikelompokkan ke dalam 2 golongan, yaitu

a. Tenaga kerja golongan bumiputra yang bekerja pada pengusaha golongan eropa dan melakukan pekerjaan yang biasa dilakukan oleh pekerja/buruh eropa b. Tenaga kerja golongan eropa yang dipekerjakan oleh pengusaha dari golongan

bumiputra

Hal tersebut dijelaskan dalam Bab 7A Buku III yang mulai berlaku di Indonesia sejak 1 Januari 1926 berdasrkan stb. 1926 Nomor 336 yang merupakan Hukum (Perburuhan) Antar-Golongan juga, tepatnya pada pasal 1601 a sampai dengan pasal 1603 z KUH Perdata.36

Ketentuan mengenai jaminan sosial dalam ketentuan tersebut secara tersirat dijelaskan dalam pasal 1602 w ayat (2), yang berbunyi “Jika kewajiban-kewajiban itu tidak dipenuhi, si majikan diwajibkan mengganti kerugian yang karenanya menimpa si buruh dalam menjalankan pekerjaannya, kecuali apabila ia dapat membuktikan bahwa tidak dipenuhinya kewajiban-kewajiban itu disebabkan karena keadaan memaksa atau bahwa kerugian tersebut sebagian besar juga disebabkan oleh kesalahan kasar dari si buruh sendiri”.37 Ketentuan tersebut menjelaskan bahwa ganti rugi akan diberikan apabila ada unsur kesalahan dari pengusaha atau pemberi kerja yang tidak memenuhi kewajibannya untuk

36 H. Zaeni Asyhadie & Rahmawati Kusuma, “Hukum Ketenagakerjaan Dalam Teori dan Praktik di Indonesia”, Prenadamedia Group, Jakarta Timur, 2019, hlm. 152

37 Ibid, hlm. 153

(38)

25

memelihara alat-alat kerja yang dipakai oleh para pekerja untuk menjalankan pekerjaannya.

Pemberian ganti rugi apabila dilihat dari segi manfaat yang diberikan kepada para pekerja untuk dapat mengurangi risiko ekonomis (akibat kecelakaan kerja) maka dapat dikatakan sebagai jaminan sosial bagi para pekerja. Selanjutnya dalam ayat (3) pasal 1602 w juga memberikan sedikit pengaturan mengenai pemberian ganti rugi kepada para pekerjanya oleh majikannya juga diterima apabila pekerja meninggal dunia saat melaksanakan pekerjaannya melalui ahli warisnya.38

Selain itu ada pula satu peraturan lagi yang membahas tentang jaminan sosial atau yang pada saat itu dinamakan sebagai ganti rugi oleh majikan kepada pekerja/buruh, peraturan tersebut adalah peraturan kecelakaan atau Ongevellenregeling Stb. 1939 Nomor 256. Namun, ketentuan dalam peraturan ini mengatakan hal yang berbeda dengan yang disampaikan dala pasal 1602 w ayat (2) tersebut, hal tersebut berkaitan dengan siapa yang harus membuktikan penyebab terjadinya kecelakaan saat bekerja tersebut.39

Pasal 1602 w ayat (2) KUH Perdata mengatakan bahwa yang harus membuktikan adalah majikan atau pemberi kerja kalau kecelakaan tersebut akibat dari keadaan yang memaksa ataupun dari kesalahan pekerja itu sendiri, sedangkan dalam Stb. 1939 Nomor 256 mengatakan bahwa yang harus melakukan pembuktian adalah pekerja itu sendiri atau ahli warisnya (jika pekerja tersebut meninggal dunia) dengan membuktikan bahwa kecelakaan tersebut bukan kesalahan dari pekerja melainkan kelalaian dari majikan tersebut yang tidak memenuhi kewajiban- kewajibannya. FX. Djumialdji mengatakan bahwa:40 “Untuk memperoleh penggantian kerugian, buruh bersangkutan atau ahli warisnya harus mengajukan recescivil di pengadilan negeri setempat dengan dasar hukum Pasal 1365 KUH Perdata mengenai perbuatan melawan hukum (onrechtmatigedaad), disana buruh

38 Pasal 1602 w ayat (3) Bab 7A buku III KUH Perdata yang berbunyi bahwa

“Penggantian kerugian oleh pengusaha dapat juga berupa ganti rugi karena meninggalnya buruh kepada ahli warisnya”

39 Op.Cit, H.Zaeni Asyhadie & Rahmawati Kusuma, hlm. 154

40 FX. Djumialdji, “Perjanjian Kerja”, Bina Aksara, Jakarta, 1997, hlm. 47

(39)

26

atau ahli waris yang bersangkutan harus dapat membuktikan kesalahan majikan, disini unsur kesalahan memegang peranan penting”.

Pengaturan mengenai jaminan sosial sebelum kemerdekaan sangat memperhatinkan bahkan dapat dikatakan bahwa mereka bekerja dengan risiko yang besar dalam menjalankan pekerjaannya, namun tidak memiliki jaminan yang jelas atas kesejahteraannya terutama bagi para ahli warisnya mereka tidak memiliki jaminan yang jelas jika pekerja yang menjadi keluarga mereka itu meninggal dunia.

Sebaliknya, jaminan yang diberikan hanya sekedar ganti rugi dan itupun harus mereka dapatkan dengan proses yang sangat panjang dan cukup mempersulit merekauntuk mendapatkannya.

e. Sesudah Kemerdekaan

Setelah Indonesia mendeklarasikan kemerdekaannya pada tanggal 17 agustus 1945, jelas sudah banyak permasalahan yang harus diselesaikan oleh sebuah negara yang baru saja merdeka. Pasca kemerdekaan Indonesia negara melalui pemerintahannya saat itu sangat memperhatikan kehidupan masyarakat yang sudah sangat lama menderita, terutama bagi para tenaga kerja yang sudah sangat lama dipaksa untuk bekerja dalam penderitaan dan penyiksaan tanpa adanya kesejahteraan dalam hidupnya. Kesejahteraan yang dimaksud adalah tentang bagimana para pekerja memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari dan termasuklah didalamnya jaminan sosial untuk dirinya dan keluarganya yang harus dilindungi oleh negara.

Pada 18 Oktober 1947 pemerintah yang masih berbentuk negara serikat membentuk Undang-Undang No. 33 Tahun 1947 tentang kecelakaan kerja yang pada saat itu hanya berlaku di Republik Indonesia dengan Yogyakarta sebagai ibu kotanya. Kemudian setelah kembali kedalam bentuk Negara Kesatuan barulah peraturan tersebut diberlakukan diseluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan didampingi oleh Undang-Undang No. 2 Tahun 1951 pada tanggal 6 Januari 1951 melalui Lembaran Negaera 1952 Nomor 3.41 Peraturan tersebut menjelaskan bahwa pengusaha/majikan harus menanggung biaya atas kecelakaan

41 Op.Cit, H.Zaeni Asyhadie & Rahmawati Kusuma, hlm. 156

(40)

27

kerja yang dialami para pekerja saat bekerja, namun dalam peraturan tersebut tidak diatur mengenai cara pengalihan tanggung jawab pengusaha/majikan apakah dilakukan dengan sistem asuransi atau yang lainnya.

Setelah peraturan tersebut berlaku, pemerintah mulai mengeluarkan peraturan-peraturan lainnya seperti Peraturan Menteri Perburuhan (PMP) No.48 tahun 1952 jo PMP No.8 tahun 1956 tentang pengaturan bantuan untuk usaha penyelenggaraan kesehatan buruh, PMP No.15 tahun 1957 tentang pembentukan Yayasan Sosial Buruh, PMP No.5 tahun 1964 tentang pembentukan Yayasan Dana Jaminan Sosial (YDJS) yang beberapa peraturan tersebut menjadi peraturan pelaksananya.42

Pada tahun 1956 pemerintahan yang pada saat itu dipimpin oleh Presiden Soekarno sudah memulai program jaminan hari tua yang pada saat itu masih dibatasi pemberiannya hanya untuk Pegawai Negeri Sipil (PNS) saja yang pengaturannya diaturan dalam UU No.11 tahun 1956 tentang Pembelanjaan Pensiun. Kemudian pada tahun 1963 melalui PP No.9 tahun 1963 tentang Pembelanjaan Pegawai Negeri jo. PP No.10 tahun 1963 tentang pembentukan Tabungan Asuransi dan Pegawai Negeri (PN TASPEN) mulailah diberlakukan program jaminan sosial yang lebih komprehensif. Walaupun telah diperbaharui dan diperbesar skala yang diberikan tetap saja program ini masih hanya diberlakukan untuk kalangan PNS yang juga termasuk didalamnya prajurit TNI dan POLRI.43

Selain peraturan-peraturan yang pengaturannya hanya mengatur secara umum dan keseluruhan tanpa melihat jenis kelamin dari pekerjanya, ada pula peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah yang membahas secara khusus tentang perempuan yang sedang hamil dan bersalin atau yang pada saat itu dikenal dengan Pertanggungan Sakit, Hamil dan Bersalin (PERSA). Peraturan Menteri Perburuhan No.3 tahun 1964 ini diundangkan pada tanggal 3 November 1964 dan mulai belaku secara efektif sejak tanggal diundangkannya PMP No.3 tahun 1964 jo. PMP No.5 tahun 1964 dikarenakan adanya aktifitas Partai Komuni Indonesia saat itu.

42 Op.Cit, Agusmidah, hlm. 116

43 Fathimah Fildzah Izzati & Robie Kholilurrahman, “Sejarah Singkat Perlindungan Sosial di Indonesia”, diakses dari https://www.prp-indonesia.org/2015/sejarah-singkat-perlindungan- sosial-di-indonesia, pada Agustus 2020

Gambar

Tabel 1. Daftar Penelitian yang Serupa 29

Referensi

Dokumen terkait

Tulisan NOVUS ORDO SECLORUM adalah berarti Orde Baru Abad ini atau Tatanan Dunia Baru atau Tatanan Zaman Baru (Satu pemerintahan dunia). Enam hal tersebut

(1) how lexical density progresses among and within the selected English textbooks, (2) how lexical variation progresses among and within the selected English

Untuk mengatasi kesulitan-kesulit- an menerjemahkan teks, perhatian yang cukup harus diberikan pada teori mener- jemahkan yang memang merupakan kajian yang sangat tua (Nababan,

Prinsip- prinsip etika lingkungan merupakan sikap- sikap yang harus dijaga dan juga dilakukan oleh manusia dalam kaitannya berperilaku terhadap alam.. Prinsip-

Dengan sub-sub masalah: (1) Bagaimanakah kemampuan guru dalam merencanakan pembelajaran ilmu pengetahuan sosial menggunakan model kooperatif make a match di kelas

Menurut saya produk makanan dan minuman yang ditawarkan foodcourt Kampung Kuliner Binjai mengalami perkembangan dari... Variabel

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) hubungan prestasi praktik kerja industri dengan minat berwirausaha; (2) hubungan hasil belajar praktik kelistrikan otomotif

Peluang emprik merupakan rasio dari hasil yang dimaksud dengan semua hasil yang mungkin pada suatu eksprimen lebih dari satu.Dalam suatu percobaan dimana setiap hasil memunyai