INTERAKSI SOSIAL
(studi penafsiran Wahbah al-Zuhaili dalam surah al-Mumtahanah ayat 8-9)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag)
Oleh:
Aditia
NIM: 11150340000137
PROGRAM ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1442 H/2020 M
INTERAKSI SOSIAL
(studi penafsiran Wahbah al-Zuhaili dalam surah al-Mumtahanah ayat 8-9)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag)
Oleh:
Aditia
NIM: 11150340000137
Pembimbing
Drs. Ahmad Rifqi Muchtar, MA NIP. 19690822 199703 1 002
PROGRAM ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1442 H/2020 M
Skripsi yang berjudul HUBUNGAN MUSLIM DAN NON- MUSLIM DALAM INTERAKSI SOSIAL (Studi Penafsiran Wahbah al-Zuhaili dalam Surah al-Mumtahanah ayat 8-9) telah diujikan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 3 November 2020. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Agama (S.Ag) pada Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir.
Jakarta, 13 Januari 2021 Sidang Munaqasyah
Ketua Merangkap Anggota, Sekretaris Merangkap Anggota,
D
r. Eva Nugraha, MA
c F ahrizal Mahdi, Lc., MIRKH NIP. 19710217 199803 1 002 NIP. 19820816 201503 1 004
Anggota,
Penguji I, Penguji II,
K
usmana, Ph.D NIP. 19650424 199503 1 001
Pembimbing,
D
rs. Ahmad Rifqi Muchtar, MA NIP. 19690822 199703 1 002
P
rof. Dr. Media Zainul Bahri, MA NIP. 19751019 200312 1 003
Yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Aditia
NIM : 11150340000137
Judul Skripsi : HUBUNGAN MUSLIM DAN NON-MUSLIM DALAM INTERAKSI SOSIAL (studi penafsiran Wahbah al-Zuhaili dalam surah al-Mumtahanah ayat 8-9)
Dengan ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Setara 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penelitian ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya, saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tangerang, 3 November 2020
Aditia
i ABSTRAK
Aditia
HUBUNGAN MUSLIM DAN NON-MUSLIM DALAM INTERAKSI SOSIAL (studi penafsiran Wahbah al-Zuhaili dalam surah al-
Mumtahanah ayat 8-9)
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui secara mendalam penafsiran dan sudut pandang Wahbah al-Zuhaili tentang interaksi muslim dengan non-muslim dalam Q.S al-Mumtahanah (60): 8-9. Dalam penafsirannya Wahbah al-Zuhaili menggunakan beberapa pendekatan, yakni pendekatan linguistik, munasabah ayat, pendekatan tematik, dan pendekatan hukum. Bila dalam satu ayat terdapat sabab al-Nuzul, maka ia menampilkannya.
Jenis penelitian yang penulis gunakan adalah keperpustakaan (library research), yang masuk dalam sebuah penelitian kualitatif.
Mengingat adanya data yang penulis gunakan adalah literatur tafsir, maka dalam hal ini data primer yang penulis gunakan adalah kitab tafsīr al- Munīr karya Wahbah bin Musthafa al-Zuhaili. Adapun data skundernya adalah berbagai kitab, buku-buku, dan artikel yang membahas tentang hubungan muslim dan non-muslim. Dalam penelitian ini digunakan metode analisis data yakni menggali keaslian teks atau melakukan pengumpulan data dan informasi untuk mengetahui kelengkapan atau keaslian teks tersebut.
Setelah melakukan penelitian ini, penulis berkesimpulan bahwa penafsiran Wahbah al-Zuhaili dalam surat al-Mumtahanah (60): 8-9, memperbolehkan bahkan menganjurkan agar umat Islam menjalin interaksi harmonis yang penuh dengan toleransi dengan non-muslim saling bahu-membahu dan tolong-menolong dalam hal-hal yang tidak berkaitan dengan akidah. Adapun batasan pergaulan, ia melarang berteman dekat dengan non-muslim yang memerangi, mengusir, dan menzalimi orang muslim.
Kata kunci : Wahbah al-Zuhaili, Al-Munīr, Interaksi Sosial
ii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT, atas segala nikmat iman, jasmani dan rohani. Tiada henti kepada-Nya penulis meminta agar selalu diberi kesehatan, kemudahan, kesabaran dan kekuatan dalam menyelesaikan skripsi ini. Berkat kasih sayang, petunjuk dan rahmat-Nya penulis dapat mengolah data menjadi kata, menjadi kalimat dan menjadi paragraf-paragraf yang berisi ide, kemudian dari kumpulan menjadi bab- bab dan akhirnya jadilah skripsi ini.
Shalawat dan salam seiring kecintaan, akan senantiasa tercurah limpahkan kepada baginda Rasulullah, yakni Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga dan para sahabatnya. Sesungguhnya ia dan merekalah yang sangat berjasa dalam menyampaikan pesan itu sampai kepada kita semua saat ini.
Dalam perjalanan penelitian ini, penulis menyadari bahwa skripsi yang berjudul HUBUNGAN MUSLIM DAN NON-MUSLIM DALAM INTERAKSI SOSIAL (studi penafsiran Wahbah al-Zuhaili dalam surah al-Mumtahanah ayat 8-9)
ini tidak akan selesai dengan daya dan upaya penulis dari berbagai pihak yang secara langsung maupun tidak langsung telah banyak membantu penulis, sehingga akhirnya tulisan ini selesai. Maka, pada kesempatan ini penulis ingin mengungkapkan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya, yaitu kepada:
1. Kepada Yth Prof Dr, Amany Burhanudin Lubis, Lc., MA., selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Dr. Yusuf Rahman, MA., selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
iii
3. Dr. Eva Nugraha, M.Ag., selaku ketua jurusan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir dan Fahrizal Mahdi, Lc., MIRKH., selaku Sekertaris Jurusan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, serta Civitas Akademik Fakultas Ushuluddin
4. Dosen Penasihan Akademik, Dr. Masykur Hakim, MA., yang banyak memberi masukan kepada penulis selama studi di kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
5. Bapak Drs. Ahmad Rifqi Muchtar, MA., selaku pembimbing skripsi yang dengan ikhlas dan sabar dalam membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
6. Seluruh dosen Fakultas Ushuluddin Khususnya Dosen Jurusan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir yang dengan sabar dan ikhlas telah mengerjakan dan memberikan berbagai wawasan, ilmu serta pengalaman kepada penulis selama studi di kampus tercinta ini.
7. Teruntuk kedua orang tua penulis yang terkasih dan tersayang.
Terimakasih Ayahanda Nurdalih dan Ibunda Lani yang tidak pernah lelah memberi dukungan, do’a, semangat penuh, cinta dan kasih sayangnya kepada penulis tanpa henti.
8. Kepada Nanda Larasinta yang telah memberikan dukungan dan do’a yang terbaik, semoga Allah selalu memberikan yang terbaik untuknya.
9. Kepada sahabat penulis, Imam Munawir Hamami, Kukuh Aji Prayoga, Umam Nasiruddin, dan M.Ihsanul Kamil yang sudah menemani penulis dalam belajar, berjuang dan bergurau bersama.
10. Kepada teman pondok penulis, Diki Ramdhani yang memberi dukungan, motivasi, dan menemani penulis saat suka maupun
iv
duka hingga studi penulis selesai di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
11. Kepada teman-teman KKN Tenjolaya, Ibrahim Risyad, Indra, Ali, Suci, Ragda, Mita, Zhia yang telah menyemangati penulis untuk segera menyelesaikan studi ini.
12. Teman-teman seperjuangan angkatan 2015 Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu- persatu semoga Allah membalas kebaikan kalian semua, Amin.
Terakhir, semoga skripsi ini bermanfaat dan dapat menambah khazanah keilmuan bagi siapapun yang membacanya.
Tangerang, 3 November 2020
Aditia
v DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... v
PEDOMAN TRANSLITERASI ... vii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi dan Batasan Masalah ... 5
C. Rumusan Masalah ... 5
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 5
E. Tinjauan Pustaka ... 6
F. Metodologi Penelitian ... 11
G. Sistematika Penulisan ... 14
BAB II SEPUTAR INTERAKSI SOSIAL A. Definisi Interaksi Sosial ... 15
B. Syarat-syarat Interaksi Sosial ... 15
C. Konflik Dalam Interaksi Sosial ... 17
D. Interaksi Sosial Dalam Islam ... 19
BAB III BIOGRAFI WAHBAH AL-ZUHAILI DAN TAFSĪR AL-MUNĪR A. Biografi Wahbah al-Zuhaili ... 25
vi
1. Kelahiran dan Pendidikannya ... 25
2. Guru dan Murid ... 27
3. Karya-karya ... 28
B. Tafsīr al-Munīr ... 31
1. Latar Belakang Penulisan ... 31
2. Metode dan Sistematika Penulisan ... 33
3. Corak Penafsiran ... 35
4. Sumber-sumber Penafsiran ... 36
BAB IV ANALISIS PENAFSIRAN WAHBAH AL-ZUHAILI DALAM Q.S AL-MUMTAHANAH [60]: 8-9 DAN RELEVANSI PENAFSIRANNYA DALAM WACARA TOLERANSI A. Pendekatan Linguistik ... 39
B. Sebab Turunnya Ayat ... 41
C. Munasabah Ayat ... 44
D. Pendekatan Tematik ... 47
E. Pendekatan Hukum... 50
F. Relevansi Penafsiran Wahbah al-Zuhaili Dalam Wacana Toleransi secara umum ... 53
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 57
B. Saran ... 58
DAFTAR PUSTAKA ... 60
vii
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN Keputusan bersama Menteri Agama dan Menteri P dan K
Nomor: 158 Tahun 1987-Nomor: 054 b/u 198 No Huruf
Arab
Huruf Latin
Keterangan
1. ا Tidak dilambangkan
2. ب B Be
3. ت T Te
4. ث Ṡ Es dengan titik atas
5. ج J Je
6. ح Ḥ h dengan titik bawah
7. خ Kh ka dan ha
8. د D De
9. ذ Ż Z dengan titik atas
10. ر R Er
11. ز Z Zet
12. س S Es
13. ش Sy es dan ya
14. ص Ṣ es dengan titik di bawah
15. ض Ḍ de dengan titik di bawah
16. ط Ṭ te dengan titik di bawah
17 ظ Ż zet dengan titik di atas
18. ع ‘ koma terbalik di atas hadap kanan
19. غ G Ge
20. ف F Ef
21. ق Q Qi
22. ك K Ka
viii
23. ل L El
24. م M Em
25. ن N En
26. و W We
27. ه H Ha
28. ء ` Apostrof
29. ي Y Ye
2. Vokal
Vokal adalah bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri dari vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk vokal tunggal, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
َ A Fatḥah
َ I Kasrah
َ U Ḍammah
Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya ada sebagai berikut:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
ي ا Ai Fatḥah dan ya
و ا Au Fatḥah dan wau
3. Vokal Panjang
ix
Ketentuan alih aksara vokal panjang (mad), yang dalam bahasa dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
اب Ā a dengan garis di atas
ي ب Ī i dengan garis di atas
و ب Ū u dengan garis di atas
1. Kata Sandang
Kata sandang, yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan huruf, yaitu dialihaksarakan menjadi huruf /1/, baik diikuti huruf syamsiah maupun huruf kamariah. Contoh: al-rijāl, al-dīwān, bukan ad-dāwān.
2. Syaddah (Tasydid)
Syaddah atau tasydid yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan sebuah tanda tasydid ( َ) dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal ini tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata sandang yang diikuti oleh huruf- huruf syamsiyah. Misalnya, kata ( رورررضلا) tidak ditulis ad-ḏarūrah melainkan al-ḏarūrah, demikian seterusnya.
3. Ta Marbutah
Berkaitan dengan alih aksara ini, jika huruf ta marbūṯah terdapat pada kata yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /h/ (lihat contoh di bawah). Hal yang sama juga berlaku jika ta marbūṯah tersebut diikuti oleh kata sifat (na’t) (lihat contoh 2). Namun,
x
jika huruf ta marbūṯah tersebut diikuti kata benda (ism), maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /t/ (lihat contoh 3).
No Kata Arab Alih Aksara
1 ةقيرط Ṯarīqah
2 ةيملاسلإا ةيعماجلا al- Jāmi’ah al-Islāmiyyah
3 دوجولا دحو Waẖdat al-wujūd
4. Huruf Kapital
Meskipun dalam sistem tulisan Arab huruf tidak dikenal, dalam alih aksara ini huruf kapital tersebut juga digunakan, dengan mengikuti ketentuan yang berlaku dalam Ejaan Bahasa Arab (EBI), antara lain untuk menuliskan permulaan kalimat, huruf awal nama tempat, nama bulan, nama diri, dan lain-lain. Jika nama diri didahului oleh kata sandang, maka yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal atau kata sandangnya. Contoh: Abū Hāmid al-Ghazālī bukan Abū Hamid al-Ghazālī , Al- al-Kindi bukan Al-Kindi.
Beberapa ketentuan lain dalam EBI sebetulnya juga dapat diterapkan dalam alih aksara ini, misalnya ketentuan mengenai huruf cetak miring (italic) atau cetak tebal (bold). Jika menurut EBI, judul buku itu ditulis dengan cetak miring, maka demikian halnya dalam alih aksaranya, demikian seterusnya.
Berkaitan denga penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang berasal dari dunia Nusantara sendiri, disarankan tidak dialihaksarakan meskipun akar katanya berasal dari bahasa Arab. Misalnya ditulis Abdussamad al-Palimbani, tidak ‘Abd al-Samad al-Palimbani: Nuruddin al-Raniri, tidak Nūr al-Dīn al-Rānīrī.
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Islam datang ke dunia ini sebagai rahmat bagi alam semesta dan membawa keberkahan bagi semua manusia. Islam mengatur seluruh sendi kehidupan, mulai tata cara ibadah kepada Allah dan cara bermu’amalah.
Islam mengajak umat untuk beribadah kepada Allah swt, tanpa memaksa mereka untuk mengikuti ajaran yang dibawa Rasulullah saw.
Selain mengajak untuk beribadah, beliau juga paling pandai dalam melakukan interaksi dan kerjasama dalam hal sosial.
Manusia sebagai makhluk sosial selalu berinteraksi. Interaksi dilakukan antara sesama agama ataupun berbeda agama. Interaksi akan mempengaruhi tindakan seseorang. Apabila interaksi yang dilakukan baik, akan terjadi tindakan yang baik, sebaliknya apabila interaksi yang dilakukan tidak baik, maka dampak yang terjadi menjadi tidak baik.
Sebagai manusia tentu menginginkan hal yang baik dari kehidupan.
Rasulullah saw Sebagai seorang manusia selalu melakukan interaksi kepada setiap orang dan menjadi contoh bagi setiap umat manusia secara umum dan umat Islam secara khusus. Interaksi yang dilakukan oleh Rasulullah menghasilkan pergaulan yang baik dan kerjasama. Ini adalah dasar dari proses sebagai makhluk sosial. Tanpa adanya pergaulan tidak mungkin akan terjadi interaksi. Interaksi yang dilakukan kepada setiap orang tanpa melihat kepada jenis kelamin, bangsa, suku, agama, warna kulit dan sebagainya, sebagaimana yang tertera di dalam Al-Qur’an surat al-Hujurāt (49): 13:
ن ق ل خ اَّن ا ساَّنلا ا هُّي آي ن ا َّو ٍر ك ذ ن م م ك
ع ج و ى ث ش م ك ن ل لِٕىۤا ب ق َّو اًب و ع َّن ا ۚ ا و ف را ع ت ل
ل ع هاللّٰ َّن اۗ م كى ق ت ا هاللّٰ د ن ع م ك م ر ك ا م ي
ي ب خ ر
“Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal.
Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti”
(QS. al-Hujurāt [49]: 13).
Penjelasan ayat mengatakan bahwa manusia tercipta dari satu lalu Allah Menciptakan dari-Nya Istrinya, mereka berdua adalah Adam dan Hawa, kemudian dari keduanya terciptalah berbangsa-bangsa dan bersuku- suku kemudian menjadi beberapa keluarga. Mereka mengetahui garis keturunannya, pertalian shilaturahmi antar sesama manusia.1
Keanekaragaman bangsa, suku, budaya, dan agama adalah bentuk dari kekuasaan Allah terhadap hamba-hamba-Nya. Hal ini diciptakan agar manusia dapat mengambil hikmah dari semua ini, manusia dapat hidup berdampingan dengan damai dan dapat hidup saling menghargai kepada semua makhluk demi terciptanya keharmonisan dalam berinteraksi.
Sekarang ini sering terjadi konflik antar masyarakat yang berbeda suku, ras, bahasa, bahkan sampai pada urusan agama. Ini dikarenakan belum banyaknya masyarakat yang masih belum mengerti akan etika dalam bermasyarakat.
Hubungan tidak harmonis antar muslim dan non-muslim telah melahirkan sejumlah salah pengertian. Islam dituduh dengan agama teroris. Padahal Islam adalah agama pembaawa rahmat dan berwatak toleran. Islam sangat mendambakan saling mengenal dan memahami serta keadilan dan kedamaian.
1 Ibn Katsir, Tafsir al-Qur’an al-Azīm, Jilid 8, cet. II (Qahirah: Dᾱr Tayyibah Li an-Nasyr wa al-Tauzi’, 1999), 385-386.
Islam diartikan agama teroris bagi non-muslim. Tapi perlu digaris bawahi di sini, bahwa Islam yang demikian adalah mereka (orang-orang Islam) yang tidak bertanggung jawab atas apa yang telah diajaran oleh agamanya. Sehingga hal tersebut memicu perselisihan antar kelompok/golongan. Namun, tidak melulu perselisihan itu terjadi atas karya orang muslim yang tidak bertanggung jawab atas ajaran agamanya saja, Non-muslim pun sering kali tidak suka terhadap orang muslim, yang kemudian menjadi pemicu terjadinya perselisihan/ketidak harmonisan antar agama.
Etika dalam bermasyarakat menjadi salah satu hal terpenting dalam hubungan antar masyarakat. Dalam Islam etika ini sangat diperhatikan dan diutamakan. Sebagaimana Allah berfirman:
ن ا م ك را ي د ن م م ك و ج ر خ ي م ل و ن ي دلا ى ف م ك و ل تا ق ي م ل ن ي ذَّلا ن ع هاللّٰ م كى ه ن ي لَ
س ق ت و م ه و ُّر ب ت ن ي ذَّلا ن ع هاللّٰ م كى ه ن ي ا مَّن ا ن ي ط س ق م لا ُّب ح ي هاللّٰ َّن ا ۗ م ه ي ل ا ا ٓ و ط
ن ا م ك جا ر خ ا ىٓ ل ع ا و ر ها ظ و م ك را ي د ن م م ك و ج ر خ ا و ن ي دلا ى ف م ك و ل تا ق ه كِٕى ۤ لو ا ف م هَّل و تَّي ن م و ۚ م ه وَّل و ت ن و م لهظلا م
“Allah tidak melarang kamu (menjalin hubungan baik) terhadap orang-orang yang tidak memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. (dan Allah tidak juga melarang kamu) berbuat baik kepada mereka dan berlaku adil terhadap mereka.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.
Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu, dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, (teman-teman akrab), Maka mereka itulah orang-orang yang zalim” (QS. al-Mumtahanah [60] : 8-9).
Perintah untuk melarang menjadikan kaum kafir (non-muslim) sebagai teman dekat yang dijelaskan ayat-ayat yang sebelumnya boleh jadi menimbulkan kesan bahwa semua orang-orang kafir (non-muslim) harus dimusuhi. Untuk menghilangkan kesan yang keliru ini, ayat-ayat di atas
yakni al-Qur’an surat al-Mumtahanah ayat 8-9. Mengajarkan prinsip dasar hubungan interaksi sosial antara kaum muslimin dan non-muslim.2 Dan ayat-ayat di atas juga mengajarkan sebaiknya harus dipisahkan antara perbedaan kepercayaan atau keyakinan (agama) dengan interaksi sosial kita sehari-hari. Maka, jika kita berbeda agama lalu hubungan sosialnya menjadi jauh atau tidak harmonis adalah sebuah pengingkaran dari perintah Allah di atas. Pengertian adil juga harus diberlakukan ketika kita harus bersikap bijak dalam memilih teman atau golongan dalam bermasyarakat.
Akar permasalahan perselisihan antara umat beragama dari awal adalah sikap saling mencurigai, menyalahkan, dan pengklaiman bahwa agama merekalah yang paling benar, sedangkan agama orang lain itu salah. Padahal, kita tidak saja diminta untuk bersama-sama mengoreksi citra dan kesan keliru yang ada di dalam pikiran masing-masing, akan tetapi kita harus memberi contoh dalam upaya menjalin kerjasama itu bisa berupa pengentasan kebodohan, kemiskinan, kemerosotan moral, penjagaan keamanan, dan lain sebagainya.3
Untuk itu penulis merasa tertarik untuk mengkaji, dan selanjutnya penulis merumuskan tema penelitian dalam sebuah judul “HUBUNGAN
MUSLIM DAN NON-MUSLIM DALAM INTERAKSI SOSIAL (studi penafsiran Wahbah al-Zuhaili dalam surah al-Mumtahanah ayat 8- 9)”.
B. Identifikasi dan Batasan Masalah
2 M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Quran, Jilid 13, Cet. II (Jakarta: Lentera Hati, 2006), 596.
3 Tarmizi Taher, Membumikan Ajaran Ketuhanan, Agama Dalam Transformasi Bangsa, (Jakarta Selatan: Penebit Hikmah, 2003), 45-46.
Dari uraian latar belakang di atas, dapat diidentifikasi masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana interaksi sosial dalam Islam?
2. Bagaimana karakteristik kitab Tafsīr al-Munīr?
3. Bagaimana penafsiran Wahbah al-Zuhaili dalam Q.S al- Mumtahanah {60}: 8-9?
4. Apa relevansi penafsiran Wahbah al-Zuhaili dalam perkembangan wacana toleransi secara umum?
Dari penjelasan latar belakang di atas, banyak persoalan yang terkait dengan penelitian ini. Karena keterbatasan waktu dan pengalaman menulis sehingga penulis merasa perlu membatasi dalam penulisan skripsi ini.
Batasan masalah penelitian ini berfokus pada: penafsiran Wahbah al- Zuhaili dalam Q.S Al-Mumtahanah (60): 8-9 dan apa relevansi penafsiran- Nya dalam wacana toleransi secara umum?
C. Rumusan Masalah
Dari identifikasi penelitian di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu:
1. Bagaimana Wahbah al-Zuhaili dalam menafsirkan surah al- Mumtahanah (60): 8-9 ?
2. Apa relevansi penafsiran Wahbah al-Zuhaili tersebut dalam perkembangan wacana toleransi secara umum?
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian
Berdasarakan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini yaitu:
a. mengetahui bagaimana penafsiran wahbah al-Zuhaili dalam surah al-Mumtahanah (60): 8-9.
b. Mengetahui apa relevansi penafsiran Wahbah al-Zuhaili dalam perkembangan toleransi secara umum.
2. Manfaat Penelitian
a. secara teoritis, penulisan ini ditunjukan untuk memperkaya khazanah keilmuan dalam bidang penafsiran ayat-ayat yang terkait dengan hubungan muslim dan non-muslim dalam interaksi sosial.
b. Secara praktis, hasil dari penulisan ini diharapkan mampu memberikan kontribusi dan pemahaman terkait hubungan muslim dan non-muslim dalam interaksi sosial sebagaimana metodologi penafsiran yang dilakukan oleh Wahbah Al- Zuhaili sebagai ulama tafsir kontemporer terhadap al-Qur’an surah al-Mumtahanah (60): 8-9.
E. Tinjauan Pustaka
Berdasarkan penelusuran penulis, banyak penelitian yang mengangkat tema tentang Hubungan Muslim dan non-Muslim. Namun dari semua penelitian tersebut belum ada yang membahas secara khusus mengenai pemahaman Hubungan Muslim dan Non- Muslim dalam Interaksi Sosial (Studi Analisi Wahbah Al-Zuhaili dalam Kitab Tafsīr al-Munīr).
1. Skripsi Any Rahmawati NIM (083411001) “Interaksi Sosial Keagamaan antara Umat Islam dan Umat Tri Darma (Studi kasus di desa penyangkringan Kecamatan Weleri Kabupaten Kendal) 2012. Di dalam skripsi ini yang digunakan adalah metode kuantitatif, yaitu penelitiannya berdasarkan kejadian di tempat
atau lokasi itu saja, baik faktor internal seperti (keimanan, cara keagamaan, rasa tanggung jawab, dan pengetahuan individu).
Sedangkan faktor eksternalnya adalah lingkungan masyarakat sekitarnya saja.4
2. Tesis, Hadi Hajar Widagdo (NIM : 09213633) UIN Sunan Klai Jaga Yogyakarta, 2011, yang berjudul “Interaksi Sosial Musim dengan Non-Muslim dalam perspektif Hadist” dalam tesisi ini temanya sama yaitu berbicara hubungan Muslim dan Non-Muslim dalam interaksi sosial, namun berbeda dalam perspektifnya.5 3. Skripsi Aminati, (NIM : 0942140) IAIN Walisongo Semarang
2013 yang berjudul “Pengangkatan Pemimpin Dari non-Muslim (studi Muqaran Kitab Tafsīr Al-Manār Dengan Kitab Tafsīr Fī Dziāl Al-Qur’an) “Al-Drirrāsah Al-Muqāranah Baina Al-Tafsīr Al-Manār, Wa Fī dilāl Al-Qur’an Fī Ayati Al-Nahyi Anittakhidil Auliyā’ Min Dūnil Mu’minīna”. Dalam skripsi ini penulis menjelaskan tentang hubungan muslim dan non-muslim dari sisi pengangkatan pemimpin non-muslim baik dari aspek sosial, pendidikan, politik, dengan ayat-ayat wali. sedangkan yang penulis teliti yakni ayat-ayat interaksi sosial.6
4. Skripsi Dirun (NIM : 114211065) UIN Walisongo Semarang 2015 yang berjudul “Hubungan Muslim Non-Muslim Dalam Interaksi Sosial (Studi Analisis Penafsiran Thabathabai dalam Kitāb Tafsīr al-Mizān)” dalam skripsi ini tema yang dibahas sama yaitu
4 Any Rahmawati, “Interaksi Sosial Keagamaan Antar Umat Islam dan Umat Tri Dharma, (Studi Kasus di Desa Penyangkringan Kec, Weleri, Kendal)”,(Skripsi: IAIN Walisongo Semarang, 2012)
5 Hadi Hajar Widagdo, “Interaksi Sosial Muslim Dengan Non-Muslim Dalam Prespektif Hadits”, (Skripsi: UIN Sunan Kali Jaga, Yogyakarta 2011).
6 Aminati, “Pengangkatan Pemimpin dari non Muslim studi Muqaran Kitab Tafsīr Al-Manār Dengan Kitab Tafsīr Fī Dzilāl al-Qur’ān”, (Skripsi: IAIN Walisongo, Semarang 2013).
membicarakan tentang hubungan muslim dan non-muslim dalam interaksi sosial, akan tetapi berbeda dalam perspektifnya.7
5. Jurnal Sukandi, “Interaksi Politik Antara Muslim dan Non- Muslim Menurut Ibnu Qoyyim dan Fahmi Huwaidi” dalam jurnal ini penulis menjelaskan tentang apa yang harus kita lakukan sebagai orang muslim ketika berpolitik dengan orang-orang non- muslim menurut Ibnu Qoyyim dan Fahmi Huwaidi.8
6. Jurnal Rulyjanto Podungge, “Hubungan Muslim dan Non-Muslim Dalam Kerangka Inklusivisme” dalam jurnal ini penulis membahas tentang apa hubungan muslim dan non-muslim dalam kerangka Inklusivisme (Yesus Kristus adalah satu-satunya jalan keselamatan tapi itu tidak berarti bahwa orang-orang beragama lain tidak selamat. Jadi akan ada orang-orang yang beragama lain yang akan selamat tapi bukan oleh agama mereka itu sendiri melainkan Kristus yang menyelamatkan mereka dalam agama mereka).9
7. Jurnal Muhammad Yusuf, “Hubungan Muslim Dengan Non- Muslim Perspektif Ulama Bugis” dalam jurnal ini penulis membahas tentang apa Hubungan Muslim dan non-Muslim Dalam Perspektif Ulama Bugis secara khususnya.10
8. Jurnal Sri Ulfa Rahayu, “Kerja sama Rasulullah Dengan Non- Muslim Membangun Kesejahtraan Ummat” dalam jurnal ini
7 Dirun, “Hubungan Musim non Muslim dalam Interaksi Sosial (Studi Analisis Penafsiran Thabathabai dalam Kitab Tafsīr al-Mizān)”,(Skripsi: UIN Walisogo,Semarang 2015).
8 Sukandi, “Interaksi Politik Antara Muslim dan Non-Muslim Menurut Ibnu Qoyyim dan Fahmi Huwaidi”, Jurnal Lisan Al-Hal, Vol-12, No. 1, Juni 2018.
9 Rulyjanto Podungge, “Hubungan Muslim dan non-Muslim Dalam Kerangka Inklusivisme” (IAIN Sultan Amai Gorontalo, Indonesia) Teosofi: Jurnal Tasauf Dan Pemikiran Islam, Vol-8, No.2, Desember 2018.
10 Muhammad Yusuf, “Hubungan Muslim Dengan Non-Muslim Perspektif Ulama Bugis”, Jurnal At-Tahrir, Vol.14, No. 2 Mei 2014.
penulis menjelaskan tentang kerjasama Rasulullah dengan Non- Muslim Untuk kesejahtraan ummat, jadi kesejahtraan itu tidak hanya didapatkan oleh orang-orang muslim saja melaikan non- muslim juga.11
9. Skripsi Zhalalluddin (NIM : 14421026) Universitas Islam Indonesia 2018 yang berjudul “Konsep Kerjasama Seorang Muslim Dengan Pemerintahan Non-Muslim Dalam Tafsīr Ibnu Katsīr dan Tafsīr Al-Misbāh” dalam skripsi ini penulis menjelaskan bagaimana cara kita untuk bekerjasama dengan Non- Muslim dalam soal kepemerintahan dalam Tafsīr Ibnu Katsīr dan Tafsīr Al-Misbāh.12
10. Skripsi Triyanah (NIM: 21513014) IAIN Salatiga 2017 yang berjudul “Hubungan Muslim Dengan Non-Muslim Dalam Al- Qur’an Perspektif Metode Tafsir Kontekstual Abdullah Saeed”
dalam skripsi ini penulis menjelaskan tentang hubungan muslim dengan non-muslim prespektif Abdullah Saeed secara kontekstual.13
11. Skripsi ini ditulis oleh Laili Fitriani, yang berjudul Toleransi Beragama Perspektif Sayyid Qutb (Analisa terhadap Qs Al- Mumtahanah: 8-9 dalam Tafsir Fi Zilalil al-Qur’an). Ia hanya menjelaskan pandangan Sayyid Qutb tentang toleransi dalam tafsirnya yaitu Tafsir Fi Zilalil al-Qur’an terutama pada surah Al-
11 Sri Ulfa Rahayu, “Kerjasama Rasulullah Dengan Non Muslim Membangun Kesejahtraan Ummat”, Jurnal Al-Tahrir, Vol. 14 No. 2 Mei 2014.
12 Zhalalluddin, ”Konsep Kerjasama Seorang Muslim Dengan Pemerintahan Non-Muslim Dalam Tafsir Ibnu Katsīr dan Tafsīr Al-Misbāh”,(Skripsi: Universitas Islam Indonesia: Yogyakarta, 2018).
13 Triyanah, “Hubungan Muslim Dengan Non-Muslim Dalam Al-Qur’an Perspektif Metode Tafsir Kontekstual Abdullah Saeed”, (Skripsi: IAIN Salatiga 2017)
Mumtahanah: 8-9. Ia menerangkan bahwa Sayyid Qutb memiliki batasan dalam memahami toleransi.14
12. Skripsi ini ditulis oleh Mahar Dhika, yang berjudul Pengaruh Prasangka Dan Tipe Kepribadian Big Five Terhadap Toleransi Beragama Pada Anggota Front Pembela Islam (FPI).Dalam skripsi ini ia hanya menjelaskan pengaruh prasangka dan tipe kepribadian FPI dalam toleransi dengan menggunakan pendekatan kualitatif, agar menurutnya pandangan yang diluncurkan kepada FPI tentang toleransi bisa berkaca pada obyektif.15
13. Skripsi ini di tulis oleh Nur Lu’lu’il Maknunah, yang berjudul Konsep Toleransi Beragama Dalam Al-Qur’an (Studi komparatif atas Tafsir Al-Azhar dan Tafsir Al-Nūr). Dalam skripsi ini ia menerangkan bahwa berangkat dari banyaknya ketimpangan dalam hubungan umat beragama terutama dalam toleransi, ia berusaha memformulasikan kembali ajaran toleransi dengan merujuk kepada dua tafsir, yaitu Tafsir al-Azhar Buya Hamka dan Tafsir al-Nūr Hasbi Ash-Shiddiqie.16
14. Jurnal ini ditulis oleh Fanny Tanuwijaya, yang berjudul Radikalisme Sebagai Pelangaran Secara Serius Terhadap Hak Toleransi. Ia menerangkan bahwa radikalisme adalah salah satu jenis kekerasan yang sangat memprihatinkan. Ia menambahkan
14 Laili Fitriani, Toleransi Beragama Perspektif Sayyid Qutb (Ananlisis terhadap QS Al-Mumtahanah [60] :8-9 dalam Tafsīr Fī Zilālil al-Qur’an). Fakultas Ushuluddin, UIN Jakarta. 2019.
15 Mahar Dhika, Pengaruh Prasangka Dan Tipe Kepribadian Big Five Terhadap Toleransi Beragama Pada Anggota Front Pembela Islam (FPI). Fakultas Psikologi, UIN Jakarta. 2015.
16 Nur Lu’lu’il Maknunah, Konsep Toleransi Beragama Dalam Al-Qur’an (Studi komparatif atas Tafsir Al-Azhar dan Tafsir An-Nur). Fakultas Ushuluddin, UIN
Yogyakarta. 2016.
bahwa hal tersebut identik dengan menempatkan sesamanya sebagai objek yang dicabut hak toleransinya.17
15. Jurnal ini ditulis oleh Diky Setiawan DKK, yang berjudul Penguatan Nilai-nilai Toleransi Oleh Majlis Tafsir Al-Qur’an (MTA) Pusat Sebagai Upaya Menjaga Kerukunan Antar Umat Beragama Di Kota Surakarta. Dalam jurnal ini hanya diterangkan adanya upaya Majlis Tafsir Al-Qur’an (MTA) lebih lanjut terkait toleransi terutama kegiatan yang membahas toleransi terhadap masyarakat sekitar.18
F. Metode Penelitian
Dalam menyelesaikan skripsi ini, dibutuhkan sebuah metode tertentu.
Tanpa metode suatu penulisan akan sulit untuk dilakukan. Adapun fungsi dari metode ini yaitu untuk mengkaji secara rasional, sistematis dan terarah demi mendapatkan hasil yang optimal. Dalam metode penulisan, ada beberapa metode yang penulis gunakan yakni:
1. Jenis Penelitian
Kegiatan penelitian ini bersifat studi keperpustakaan (Library Research), sehingga data yang diperoleh adalah berasal dari kejadian teks atau buku-buku yang relevan dengan pokok atau rumusan masalah di atas.19 Sementara jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian deskriptif analisis. Yang merupakan sebuah penelitian yang menggambarkan seoptimal mungkin mengenai suatu masalah, individu,
17Fanny Tanuwijaya, Radikalisme Sebagai Pelangaran Secara Serius Terhadap Hak Toleransi. Pendidikan Multikultural, Vol. 2, no. 1 (Februari 2018).
18 Diky Setiawan, Dkk, Penguatan Nilai-nilai Toleransi Oleh Majlis Tafsir Al- Qur’an (MTA) Pusat Sebagai Upaya Menjaga Kerukunan Antar Umat Beragama Di Kota Surakarta. PKn Progresif, Vol. 14, no. 1 (Juni 2019).
19 Sutrisno Hadi, Metodologi Research (Yogyakarta: Andi Offset. 1995), 9.
keadaan, gejala, dan kelompok tertentu.20 Penelitian ini berusaha memaparkan data yang telah dianalisis sehingga membuahkan hasil penelitian yang dapat mendeskripsikan secara komprehensif, sistematis, dan objektif tentang permasalahan seputar tema atau judul yang sedang dikaji.
2. Sumber Data
Beragam data-data dari buku-buku, jurnal, dan artikel yang berkaitan dengan judul yang dibahas, teknik pengumpulan data ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah kitab tafsir Wahbah al-Zuhaili yaitu kitab tafsīr al-Munīr.
Sedangkan data sekundernya adalah data pendukung, khususnya yang memberikan informasi tambahan, baik berasal dari pemikiran atau tulisan Wahbah al-Zuhaili maupun berasal dari literatur tafsir yang lain yang mana masih mempunyai kaitannya dengan tema pembahasan seputar topik yang dikaji.
3. Metode Pengumpulan Data
Dalam metode pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan ini yaitu penelitian kualitatif, maka dalam hal ini yang penulis lakukan adalah dengan menggunakan studi dokumentasi, atau catatan-catatan yang membantu penelitian yang sedang dilakukan, kemudian dari data-data tersebut diolah secara optimal sehingga bisa menampilkan pembahasan yang komprehensif.21 Untuk mengumpulkan data-data tersebut, penelitian ini menggunakan sumber data sebagai berikut:
a. Sumber Data Primer
20 Kartono, Pengantar Metodologi Riset Sosial, (Bandung: Mandar Maju, 1996), 33.
21 Mardalis, Metode Penelitian, (Suatu Pendekatan Proposal) (Jakarta: Bumi Aksara, 2007), 74.
Sumber data primer yang penulis gunakan adalah dari kitab al-Munīr, karya Wahbah bin Mustafa al-Zuhaili.
b. Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder yang penulis gunakan di sini adalah buku- buku, artikel, jurnal, karya tulis dan kitab tafsir lainnya sebagai support atau pendukung dan masih memiliki pembahasan yang sama terkait judul ini.
4. Metode Analisis Data
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analisis data. Dalam deskriptif analisis ini penulis menggunakan pendekatan interpretasi.
Dalam artian bahwa penulis menyelami lebih dalam pemikiran Wahbah al-Zuhaili, terhadap ayat-ayat yang berkaitan dengan hubungan muslim dan non-muslim dalam interaksi sosial.
Adapun mengenai langkah-langkah penelitian yang akan dilakukan penulis adalah sebagai berikut:
Pertama, menghimpun catatan-catatan yang berisi konsep Wahbah al- Zuhaili terkait hubungan muslim dan non-muslim dalam interaksi sosial.
Kedua, menghimpun ayat-ayat tertentu yang berkaitan dengan hubungan muslim dan non-muslim dalam interaksi sosial. Dalam hal ini diupayakan mengkomparasikan dari satu ayat ke ayat yang lain terkait Hubungan Muslim dan Non-Muslim Dalam Interaksi Sosial. Dan selanjutnya secara keseluruhan, ayat-ayat yang digunakan nantinya akan dapat menyimpulkan karakteristik penafsiran Wahbah Al-Zuhaili atas ayat-ayat yang berkenaan dengan hubungan muslim dan non-muslim dalam interaksi sosial.
G. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan di sini yaitu dimaksudkan sebagai gambaran atas suatu pokok bahasan dalam penulisan skripsi, sehingga dapat memudahkan dalam memahami dan mencerna masalah-masalah yang mana akan dibahas. Adapun sistematika penulisan tersebut adalah sebagai berikut:
Bab pertama, merupakan pendahuluan yang terdiri dari beberapa sub bab yaitu: latarbelakang masalah, permasalahan yang terisi dari identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab kedua, merupakan landasan teori, yakni dalam bab ini, penulis mengemukakan tentang penjelasan mengenai interaksi sosial, meliputi definisi interaksi sosial, syarat-syarat dalam interaksi sosial, konflik yang terjadi dalam interaksi sosial, serta interaksi sosial dalam Islam.
Bab ketiga, dalam bab ini penulis akan mengemukakan tentang biografi Wahbah al-Zuhaili beserta guru-guru, murid-murid dan karya- karyanya dan Tafsīr al-Munīr yang berisi mengenai latar belakang penulisan, metode dan corak penafsirannya.
Bab keempat, dalam bab ini akan dipaparkan mengenai analisis penafsiran Wahbah al-Zuhaili terkait al-Qur’an surah al-Mumtahanah [60]: 8-9. Dan relevansi penafsiran Wahbah al-Zuhaili terhadap perkembangan wacana toleransi secara umum.
Bab kelima, merupakan bab penutup, yang isinya terdiri dari kesimpulan sebagai jawaban dari permasalahan penelitian ini. Kritik dan saran sebagai rekomendasi untuk penelitian selanjutnya.
15 BAB II
SEPUTAR INTERAKSI SOSIAL
A. Definisi Interaksi Sosial
Interaksi adalah suatu jenis tindakan yang terjadi ketika dua atau lebih dari objek yang mempengaruhi atau memiliki efek satu sama lain. Dan kata sosial di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah merupakan adanya sebuah hal-hal yang telah berhubungan dengan suatu komunitas atau karakteristik sosial dan yang mempertimbangkan dalam kepentingan publik.
Jadi Interaksi sosial dapat diartikan sebagai hubungan-hubungan sosial yang dinamis. Hubungan sosial yang dimaksud dapat berupa hubungan antar individu yang satu dengan individu yang lainnya, antara kelompok yang satu dengan kelompok lainnya, maupun antara kelompok dengan individu dalam rangka mencapai tujuan tertentu.22
B. Syarat-Syarat Interaksi Sosial
Seperti yang telah dijelaskan di atas, bahwa interaksi sosial, merupakan aspek dinamis dari kehidupan masyarakat. Di mana di dalamnya terdapat suatu hubungan antar manusia satu dengan yang lainnya. Hubungan tersebut berupa antara interaksi sosial yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari secara terus-menerus. Interaksi sosial yang dimaksudkan di sini sebagai pengaruh timbal balik antara dua belah pihak, yaitu antara individu satu dengan individu atau kelompok lainnya dalam rangka mencapai tujuan tertentu.
22 Yesmil Anwar, Adan g, Sosiologi Untuk Universitas (Bandung: Refika Aditama, 2013), 194.
Dalam proses sosial, baru dapat dikatakan terjadi interaksi sosial, apabila telah memenuhi persyaratan sebagai aspek kehidupan bersama, yaitu adanya kontak sosial dan komunikasi sosial.
1. Kontak sosial
Kontak sosial adalah hubungan antara satu orang atau lebih, melalui percakapan dengan saling mengerti tentang maksud dan tujuan masing- masing dalam kehidupan masyarakat. Kontak sosial dapat terjadi secara langsung ataupun tidak langsung atara satu pihak dengan pihak yang lainnya. Kontak sosial tidak langsung adalah kontak sosial yang menggunakan alat, sebagai perantara misalnya; melalui telepon, radio, surat, dan lain-lain. Sedangkan kontak sosial secara langsung, adalah kontak sosial melalui suatu pertemuan dengan bertatap muka dan berdialog diantara kedua belah pihak tersebut. Yang paling penting dalam interaksi sosial tersebut adalah saling mengerti antara kedua belah pihak, sedangkan kontak badaniah bukan lagi merupakan syarat utama dalam kontak sosial, oleh karena hubungan demikian belum tentu terdapat saling pengertian. Kontak sosial tidak terjadi semata-mata oleh karena adanya aksi belaka, akan tetapi harus memenuhi syarat pokok kontak sosial, yaitu reaksi (tanggapan) dari pihak lain sebagai lawan kontak sosial.
Dalam kontak sosial, dapat terjadi hubungan positif dan hubungan negatif. Kontak sosial positif terjadi oleh karena hubungan antara kedua belah pihak terdapat saling pengertian, di samping menguntungkan masing-masing pihak tersebut, sehingga biasanya hubungan dapat berlangsung lebih lama, atau mungkin dapat berulang-ulang dan dapat mengarah pada satu tujuan yang sama. Sedangkan kontak negatif terjadi oleh karena hubungan antara kedua belah pihak tidak melahirkan saling
pengertian, mungkin merugikan masing-masing atau salah satu, sehingga mengakibatkan suatu pertentangan atau perselisihan.23
2. Komunikasi Sosial
Komunikasi sosial adalah syarat pokok lain dari pada proses sosial.
Komunikasi sosial mengandung pengertian persamaan pandangan antara orang-orang yang berinteraksi terhadap sesuatu. Menurut Soerjono Soekanto, komunikasi adalah bahwa seseorang memberikan tafsiran pada prikelakuan orang lain (yang berwujud pembicaraan, gerak-gerak badaniah atau sikap) perasaan-perasaan apa yang ingin disampaikan oleh orang tersebut. Orang yang bersangkutan kemudian memberikan reaksi terhadap perasaan yang ingin disampaikan oleh orang tersebut. Dengan adanya komunikasi, maka sikap dan perasaan di satu pihak orang atau sekelompok orang lain. Hal ini berarti, apabila suatu hubungan sosial tidak terjadi komunikasi atau tidak saling mengetahui dan tidak saling memahami maksud masing-masing pihak, maka dalam keadaan demikian tidak terjadi kontak sosial. Dalam komunikasi dapat terjadi banyak sekali penafsiran terhadap prilaku dan sikap masing-masing orang yang sedang berhubungan; misalnya jabatan tangan dapat diartikan sebagai kesopanan, persahabatan, kerinduan, sikap kebanggaan dan lain-lain.24
C. Konflik Dalam Interaksi Sosial
Manusia adalah makhluk konfliktis, yaitu makhluk yang selalu terlibat dalam perbedaan, pertentangan, dan persaingan baik sukarela
23 Abdulsyani, Sosiologi Skematika, Teori, dan Terapan (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), 153-154.
24 Abdulsyani, Sosiologi Skematika, Teori, dan Terapa, 155.
maupun terpaksa. Secara etimologi, konflik (conflict) berasal dari kata kerja bahasa lain, configere yang berarti saling memukul.25
Konflik pada umumnya dikenal sebagai suatu bentuk pertentangan atau perbedaaan ide, pendapat, paham atau juga kepentingan yang terjadi di antara dua pihak atau lebih. Pertentangan sendiri bisa muncul ke dalam bentuk pertentangan ide maupun fisik antara dua belah pihak yang berbeda. Konflik juga bisa muncul pada skala yang berbeda seperti konflik antar orang (interpersonal conflict), konflik antar kelompok (intergroup conflict), konflik antara kelompok dengan negara (vertical conflict), dan konflik antar negara (interstate conflict).26
1. Jenis-jenis Konflik
Ada dua macam jenis konflik, sebagaimana yang dijelaskan oleh Asyari Suadi yaitu:
a. Konflik vertikal atau konflik atas. Konflik ini disebut juga konflik antara elit dan massa. Elit mencangkup para pengambil kebijakan ditingkat pusat, kelompok bisnis, atau aparat militer. Hal yang menonjol dalam konflik ini adalah digunakannya instrumen kekerasan negara sehingga timbul korban di kalangan massa (rakyat).
b. Konflik horizontal. Konflik yang terjadi dikalangan massa (rakyat) itu sendiri. Ada dua jenis konflik horizontal yang sangat besar pengaruhnya, yaitu konflik antar agama dan konflik antar suku.
25 Adon Nasrullah Jamaludin, Agama & Konflik Sosial, Studi Kerukunan Umat Beragama, Radikalisme dan Konflik Antarumat Beragama, (Bandung, CV Pustaka Setia, 2015), 33.
26 Novri Susan, Sosiologi Konflik Dan Isu-isu Konflik Kontemporer (Jakarta:
Kencana, 2009), 4-5.
2. Faktor Penyebab Timbulnya Konflik
Konflik tidak muncul begitu saja. Ada faktor yang turut berperan timbulnya konflik dalam masyarakat. Para sosiolog menyebutkan bahwa latar belakang timbulnya konflik adalah perebutan atas sumber-sumber kepemilikan, status sosial, dan kekuasaan yang jumlahnya sangat terbatas.
Kemudian secara terperinci ia menjelaskan bahwa penyebab konflik, yaitu perbedaan antar individu, benturan antar-kepentingan, perubahan sosial, dan perbedaan kebudayaan.27
D. Interaksi Sosial Dalam Islam
1. Interaksi Sosial Sesama Muslim
Analisis sejarah Islam menunjukan bahwa, Islam datang sebagai agama revolusioner yang berkesinambungan. Dalam konteks sejarah, kaum muslimin telah mencapai tingkat solidaritas sosial yang tinggi dalam kehidupan bermasyarakat. Hubungan antara sesama muslim digambarkan sebagai hubungan yang tidak bisa dipisahkan seperti halnya anggota dalam satu tubuh, apabila satu anggota tubuh sakit maka semua anggota tubuh ikut merasakannya. Karena satu anggota tubuh itu saling berhubungan dengan anggota tubuh lainnya.28 Ukhuwah Islamiyah atau persaudaraan dalam Islam itu lahir karena adanya persamaan-persamaan, semakin banyak persamaan semakin kuat persaudaraan itu, persamaan Ukhuwah Islamiyah di sini dalam arti persamaan pada persoalan yang paling mendasar yaitu akidah.
Allah berfirman:
27 Adon Nasrullah Jamaludin, Agama & Konflik Sosial, Studi Kerukunan Umat Beragama, Radikalisme dan Konflik Antarumat Beragama, 37-40.
28 A. Toto Suryana, Pendidikan Agama Islam (Bandung: Tiga Mutiara, 1996), 163.
ن و م ح ر ت م كَّل ع ل هاللّٰ او قَّتا و م ك ي و خ ا ن ي ب ا و ح ل ص ا ف و خ ا ن و ن م ؤ م لا ا مَّن ا
“Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu (yang berselisih) dan bertakwalah kepada Allah agar kalian mendapat rahmat” (QS. al-Hujurāt {49}: 10).
Saling memberikan Kasih sayang dalam Ukhuwah Islamiyah akan membentuk hubungan yang harmonis. Yaitu saling mengasihi, saling menyayangi dan saling memperdulikan. Dan pada akhirnya umat Islam akan membentuk suatu kelompok masyarakat yang penuh dengan kasih sayang dan saling mengingatkan dalam hal kebenaran dan kesabaran.
Allah berfirman di dalam al-Qur’an:
ا و صا و ت و ۙە ق ح لا ب ا و صا و ت و ت ح لهصلا او ل م ع و ا و ن م ا ن ي ذَّلا َّلَ ا ر بَّصلا ب
“kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran”
(QS. al-‘Aṣhr [103]: 3).
Kata (
ا و صا و ت
) tawāṣau terambil dari kata (ىصو
) Waṣhā yang secara umum diartikan sebagai menyuruh secara baik. Sedangkan kata (قحلا
) al-haq berarti sesuatu yang mantap, tidak berubah. Apapun yang terjadi, Allah swt, adalah puncak dari segala haq, karena dia tidak mengalami perubahan. Nilai-nilai agama juga haq, karena nilai-nilai tersebut harus selalu mantap tidak dapat diubah-ubah. Sesuatu yang tidak berubah, sifatnya pasti, dan sesuatu yang pasti menjadi benar, dari sisi bahwa ia tidak mengalami perubahan.Sementara ulama memahami kata al-Haq pada ayat ini dalam arti Allah, yakni manusia hendaknya saling ingat-mengingatkan tentang wujud, kuasa dan keesaan Allah swt. Serta sifat-sifat-Nya yang lain. Ada
juga yang berpendapat bahwa haq yang dimaksud adalah al-Qur’an. Ini berdasarkan riwayat yang disandarkan kepada Nabi Muhammad saw.
Fakhruddīn ar-Razi memahami kata al-haq disini sebagai “sesuatu yang mantap (tidak berubah) baik berupa ajaran agama yang benar, petunjuk akal yang pasti maupun pandangan mata yang mantap.
Al-haq tentunya tidak secara mudah diketahui atau diperoleh. Ia juga beraneka ragam, karena itu harus dicari dan dipelajari. Pandangan mata dan fikiran harus diarahkan kepada sumber-sumber ajaran agama, sebagaimana harus pula diarahkan juga kepada objek-objek yang diduga keras dapat menginformasikan haq (kebenaran) itu, dalam hal ini alam raya beserta makhluk yang menghuninya. Dari penjelasan di atas terlihat bahwa kata al-haq dapat mengandung arti pengetahuan. Memang menurut sementara ulama, mencari kebenaran menghasilkan ilmu dan mencari keindahan menghasilkan seni, mencari kebaikan akan menghasilkan etika.
Saling menyuruh kepada kebenaran dengan secara baik yang diperintahkan ini mengandung makna bahwa seseorang berkewajiban untuk mendengarkan kebenaran dari orang lain serta mengajarkannya kepada orang lain. Seseorang belum lagi terbebaskan dari kerugian bila sekedar beriman, beramal saleh dan mengetahui kebenaran itu untuk dirinya, tetapi ia berkewajiban pula untuk mengajarkannya kepada orang lain. Selanjutnya sekaligus syarat yang dapat membebaskan manusia dari kerugian total adalah saling wasiat-mewasiati menyangkut kesabaran.
Sabar adalah menahan kehendak nafsu demi mencapai sesuatu yang baik atau lebih baik. Secara umum kesabaran dapat dibagi dalam dua bagian pokok: yaitu sabar jasmani dan sabar rohani. Yang pertama adalah kesabaran dalam menerima dan melaksanakan perintah-perintah keagamaan yang melibatkan anggota tubuh, seperti sabar dalam melaksanakan ibadah haji yang mengakibatkan keletihan atau sabar dalam
peperangan membela kebenaran, termasuk pula dalam bagian ini sabar dalam menerima cobaan-cobaan yang menimpah jasmani seperti penyakit, penganiayaan dan semacamnya. Sedangkan sabar rohani menyangkut kemampuan kehendak nafsu yang mengantarkan kepada keburukan, seperti sabar menahan amarah, atau menahan nafsu seksual yang bukan tempatnya.29
2. Interaksi Antar Umat Beragama
Agama Islam diturunkan untuk manusia dengan segala keberagamannya. Islam diturunkan bukan hanya untuk menjalankan syariat saja akan tetapi Islam mengajarkan juga bagaimana cara bermu’amalah dengan sesama manusia, oleh karena itu ajaran Islam tidak melarang umatnya untuk berinteraksi sosial dengan agama lain. Islam mengajarkan umatnya untuk senantiasa berpihak kepada kebenaran dan keadilan dalam segala hal termasuk berinteraksi dengan non-muslim.
Dalam masyarakat seperti sekarang ini hubungan antara para pemeluk agama yang berbeda-beda tidak bisa dihindarkan baik dalam bidang sosial, ekonomi, politik dan budaya. Bagi umat Islam hubungan ini tidak menjadi halangan selama dalam kaitan kemanusiaan (Mu’amalah).
Bahkan dalam berhubungan dengan mereka (non-muslim) umat Islam dituntun untuk menampilkan perilaku yang baik, sehingga dapat menarik mereka untuk mengetahui tentang Islam.30
Allah swt berfirman di dalam al-Qur’an:
َّن ا ۚ ا و ف را ع ت ل لِٕىۤا ب ق َّو اًب و ع ش م ك ن ل ع ج و ى ث ن ا َّو ٍر ك ذ ن م م ك ن ق ل خ اَّن ا ساَّنلا ا هُّي آي ن ع م ك م ر ك ا ر ي ب خ م ي ل ع هاللّٰ َّن اۗ م كى ق ت ا هاللّٰ د
29 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbāh, jilid 15, cet, I. Jakarta: Lentera Hati, 2002, 503-504.
30 A. Toto Suryana, Pendidikan Agama Islam, 166-167.
“Wahai manusia! Sesumgguhnya, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal.
Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui, Mahateliti” (QS. al-Hujurāt [49]: 13).
Wahai manusia! Wahai makhaluk yang berbeda-beda ras dan warna kulit, yang terpisah-pisah menjadi bangsa-bangsa dan suku-suku, sesungguhnya kalian berasal dari asal yang sama, maka janganlah kalian berselisih, berpecah belah, bersengketa, dan berpisah-pisah.
Wahai manusia yang memanggil kalian ini adalah tuhan yang menciptakan kalian. Wahai manusia, laki-laki dan perempuan! Dia memberitahumu tujuan dijadikannya kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku. Tujuannya bukan saling memusuhi, melainkan untuk saling mengenal dan hidup yang harmonis. Perbedaan bahasa, warna kulit, watak, akhlak, potensi, dan keyakinan merupakan perbedaan yang tidak mesti berujung kepada perselisihan dan perpecahan. Sebaliknya ia menuntut kerjasama untuk memikul semua tugas dan memenuhi semua kehidupan.31
Kata (
ا و ف را ع ت ل
) terambil dari kata (فرع
) ‘arafa yang berarti mengenal, maksud arti dari kata ini mengandung makna timbal balik.Dengan demikian, ia berarti saling mengenal.
Semakin kuat pengenalan satu pihak pada lainnya, semakin terbuka peluang untuk memberi manfaat. Karena itu, ayat di atas menekankan perlunya saling mengenal. Perkenalan itu dibutuhkan untuk saling menarik pelajaran dan pengalaman pihak lain guna meningkatkan ketakwaan kepada Allah swt. Yang dampaknya tercermin pada kedamaian
31Sayyid Quthub, Fi Zhilalil Qur’an, Terj. Aunur Rafiq Shaleh Tmhid, (Jakarta:
Robbani Press, 2008), 288.
dan kesejahtraan hidup duniawi dan ukhrawi. Anda tidak dapat menarik pelajaran, tidak dapat saling melengkapi dan menarik manfaat, bahkan tidak dapat bekerja sama tanpa saling mengenal.32
32Quraish Shihab, al-Misbāh, 617-618.
25 BAB III
BIOGRAFI WAHBAH AL-ZUHAILI DAN KITAB TAFSĪR AL- MUNĪR
A. Biografi Wahbah al-Zuhaili 1. kelahiran dan pendidikannya
Nama lengkapnya adalah Wahbah bin Mustafā al-Zuhaili, anak pasangan dari Mustafā al-Zuhaili, seorang petani, dan Hajjah Fātimah binti Musṭafā Sa’ādah. Wahbah al-Zuhaili merupakan ulama atau salah satu tokoh kebanggan di negara kelahirannya yaitu Syiria. Ia lahir pada tanggal 06 maret 1932 M/ 1351 H, bertempatan di Dair ‘Atiyyah di kecamatan Faiha, Propinsi Damaskus, Syiria.33
Di bawah bimbingan dan didikan orang tuanya, Syaikh Wahbah al- Zuhaili mengeyam pendidikan dasar-dasar ajaran agama Islam. Setelah itu, ia bersekolah di madrasah Ibtidā’iyyah di kampung halamannya, sampai kepada jejang pendidikan moral berikutnya. Gelar sarjana diraihnya pada tahun 1952 M, di Fakultas Syariah Universitas Damaskus, dan juga pendidikan Islam di Universiti al-Azhār, di mana ia sekali lagi menyelesaikan pendidikannya dengan cemerlang pada tahun 1956 M.
Selanjutnya ia melanjutkan program magisternya di Universitas Kairo dan berhasil menyelesaikan pendidikannya pada tahun 1959 M, dan meraih gelar doktor dalam bimbingan Syarī’ah dari Universitas al-Azhar, Kairo pada tahun 1963 M.
Kemudian Syaikh Wahbah al-Zuhaili mengabdikan dirinya sebagai seorang dosen di almamaternya, yaitu di Fakultas Syari’ah Universitas
33 Saiful Amin Ghofur, Profil Para Mufasir al-Qur’an (Yogyakarta: Pustaka Insan Madani, 2008), 174.
Damaskus, pada tahun 1963 M. Karir akademiknya terus meningkat, tak berapa lama kemudian, ia diangkat menjadi pembantu dekan pada Fakultas yang sama. Jabatannya adalah sebagai Dekan sekaligus ketua jurusan Fiqh al-Isāmī dan di jalaninya dalam waktu relatif singkat dari masa pengangkatannya sebagai pembantu dekan. Selanjutnya, ia dilantik sebagai guru besar dalam disiplin hukum Islam pada salah satu Universitas di Syiria.
Wahbah al-Zuhaili yang terkenal dengan ahli dalam bidang Fiqh dan Tafsir, serta berbagai disiplin ilmu lainnya, ia merupakan salah satu tokoh paling terkemuka di abad ke-20 M. Ia adalah Ulama yang sejajar dengan tokoh-tokoh lainnya, seperti Tāhir Ibn Asyur, Sa’īd Hawwā, Syyid Qutb, Muhammad Abu Zahrah, Mahmud Syaltut dan lain-lain.
Ia sendiri tinggal dan dibesarkan di lingkungan yang mana terdapat ulama-ulama Mazhab Hanafi, dan dengan itu terbentuklah pemikirannya dalam bermazhab fiqh. yaitu bermazhab Hanafi, akan tetapi dalam pengembangan dakwahnya ia tidak mengedepankan mazhabnya atau aliran yang dianutnya, ia tetap bersikap netral dan propesional, dan selalu menghargai dan menghormati pendapat-pendapat mazhab lain. Mengenai hal ini, dapat dilihat dari bentuk penafsirannya ketika menafsirkan ayat- ayat yang berkaitan dengan fiqh.34 Di dalam perkembangannya, ia tampil sebagai salah satu pakar perbandingan mazhab (Muqāranāt al-Madzāhib).
dan Salah satu karya-nya, al-Fiqh al-Islāmī wa Adillatuhu, merupakan salah satu karya fiqih komparatif yang popular pada masa sekarang ini.
Jumat, 14 Agustus 2015, puluhan ribu umat Islam ibukota di Masjid Istiqlal dan masjid-masjid lain, melakukan shalat gaib untuk mendoakan ulama papan atas masa kini yaitu, Prof. Dr. Syaikh Wahbah Mushthafa al-
34 Muhamma ‘Ali ‘Iyāzi, Al-Mufasirun Hayātuhum wa Manahajuhum (Teheran:
Wizarah al-Tsaqāfah wa al-Insya’ al-Islām, 1993), 684.
Zuhaili, wafat di Damaskus, Suriah, pada usia 83 tahun di malam sabtu 8 Agustus 2015 . Dunia Islam berduka cita karena kehilangan seorang ulama kontemporer panutan dunia.35
2. Guru dan Murid
Wahbah al-Zuhaili Selaku ulama besar tentu memiliki banyak guru dan murid, oleh karena itu guru dan murid merupakan hal keniscayaaan yang tidak bisa dihindarkan. Diantara guru-guru Syaikh Wahbah al- Zuhaili dalam bidang ilmu Fiqih, ia belajar kepada ‘Abd al-Razzāq al- Humassī (w. 1969 M), dan Muhammad Hāsyim al-Khatīb al-Syāfi’ī (w.
1958 M), dalam bidang Ilmu Hadis, ia belajar kepada Mahmud Yassin (w.
1948 M), dalam bidang Tafsir dan ilmu-ilmu Tafsir, ia belajar kepada Syaikh Hasan Jankah dan Syaikh Sādiq Jankahal-Maidānī dan dalam bidang Ilmu Kebahasaan ia belajar kepada Muhammad Sālih Fartur (w.
1986 M).
Sewaktu ia di Mesir, ia belajar kepada Mahmud Syaltut (w. 1963 M)
‘Abdul Rahmān Tāj, dan ‘Isā Manun yang merupakan gurunya dalam bidang Ilmu Fiqh Muqāran (perbandingan), dalam bidang ‘Ilmu Uṣhul al- Fiqh, ia belajar kepada Mustafā ‘Abdul Khāliq beserta anaknya ‘Abdul Ghani, dan masih banyak lagi guru-gurnya yang tidak bisa kami sebutkan satu persatu.
Adapun di antara murid-muridnya yaitu Muhammad Fāruq Hamdan, Muhammad Na’īm Yasin, ‘Abdul al-Satār Abū Ghādah, ‘Abd al-Latīf, Muhammad Abū Lail, dan termasuk putranya sendiri Muhammad al- Zuhaili yang berguru juga ke padanya, dan masih banyak lagi murid-
35 Ali Mustafa Yaqub, Teror di Tanah Suci, (Tangerang Selatan: Maktabah Darus-Sunnah, 2016), 151.
murid yang belajar kepadanya ketika ia menjadi seorang dosen di Fakultas Syari’ah dan perguruan tinggi lainnnya.36
3. Karya-karya
Wahbah al-Zuhaili sangat bersungguh-sungguh dalam belajar dan mengajarkan dalam berbagai macam keilmuan, baik dalam perkuliahan, berdakwah di berbagai tempat dalam sebuah pengajian, berdiskusi, termasuk juga melalui media massa. Sebagai hasil dari aktivitas akademisnya yang sangat produktif, tidak kurang dari 40 buku dan karya ensiklopedi dalam berbagai ilmu tentang keislaman ditulisnya.37 Adapun hasil dari karya- karyanya yaitu:
a. A1-Fiqh a1-Islāmī wa Adillatuhu, (1997) dalam 9 jilid. Ini adalah sebuah karya fikihnya yang sangat popular.
b. Ushūl a1-Fiqh al-Islāmi, dihimpun dalam 2 jilid besar.
c. A1-Wasīt fī Ushūl a1-Fiqh, Universitas Damaskus, 1966.
d. A1-Fiqh a1-Islāmī fī Uslūb a1-Jadīd, Maktabah a1-Haditsah, Damaskus, 1966.
e. Fiqh a1-Mawāris fī al-Syari’āt al-Islāmiyyah, Dār al-Fikr, Damaskus, 1987.
f. Al-Qur’an al-Karīm; Bunyātuhu al-Tasyrī’iyyah au Khaṣā’isuhu al-Hasāriyyah, Dār al-Fikr, Damaskus, 1993.
g. Al-Asās wa al-Maṣādir al-Ijtihād al-Musyrikah Bayna al- Sunnah wa al-Syi’ah, Dār al-Maktabi, Damaskus, 1996.
h. Tafsīr al-Munīr fī al-‘Aqīdah wa al-Syarī’ah wa al- Manhaj, terhimpun dalam 16 jilid. Dār al-Fikr, Damaskus, 1991.
36 Baihaki, “Studi Kitab Tafsir al-Munīr Karya Wahbah l-Zuhaili dan Contoh Penafsirnnya Tentang Pernikahan Beda Agama”, Analisis, vol. 16, no.1 (Juni 2016), 130- 131.
37 Muhsin Mahfudz, “Kontruksi Tafsir Abad 20 M/14 H; Kasus Tafsīr al-Munīr Karya Wahbah al-Zuhaili”, al-Fikr, vol. 14, no. 1 (2010), 34.
i. Tafsīr al-Wajīz merupakan ringkasan dari Tafsīr al-Munīr.
j. Tafsīr al-Wasīth terhimpun dalam 3 jilid besar, dan karya- karya lainnya yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
Ketiga karya tafsir terakhir ini, yaitu: Tafsīr al-Munīr, Tafsīr al-Wajīz, dan Tafsīr al-Wasīth, masing-masing memiliki karakteristik tersendiri.
Ketiganya menggunakan metode penafsiran yang berbeda dan latar belakang yang berbeda juga. Mungkin sebagian orang mempertanyakan sisi persamaan dan perbedaan antara ke-tiga tafsir tersebut. Berikut ini penjelasannya:
Ketiga tafsir tersebut sama dalam menjelaskan kandungan ayat secara terperinci dan menyeluruh, serta dengan gaya bahasa sederhana dan mudah dipahami. Sama dalam menjabarkan sebab turunnya ayat yang shahih dan terpercaya. Sama dalam mengutip ayat-ayat lain dan hadits- hadits shahih yang sesuai dengan tema dan kandungan ayat yang dimaksud. Sama dalam menghindari cerita dan riwayat Israiliyat yang tidak ada tafsir klasik yang terbesar darinya. Sama dalam berkomitmen terhadap prinsip-prinsip tafsir bi al-ma’tsur dan tafsir bi al-ra’yi sekaligus.
Serta sama dalam berpedoman dengan kitab-kitab induk tafsir dengan berbagai manhaj-Nya.
Tafsīr al-Munīr yang mencangkup aspek akidah dan syariah (16 jilid) ini, dikhususkan untuk para ahli atau kalangan atas. Sedangkan Tafsīr al- Wajīz, dikhususkan untuk kebanyakan orang-orang umum. Adapun Tafsīr al-Wasīt, dikhususkan untuk orang yang tingkat pengetahuannya menengah. Sedangkan persamaannya adalah bahwa ketiga tafsir tersebut berupaya untuk menerangkan atau menjelaskan dan mengungkap makna- makna yang terdapat di dalam al-Qur’an agar mudah dipahami dan