• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH DEMOKRATIS DAN ASERTIVITAS PADA REMAJA AKHIR PUTRI YANG TINGGAL DI ASRAMA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH DEMOKRATIS DAN ASERTIVITAS PADA REMAJA AKHIR PUTRI YANG TINGGAL DI ASRAMA"

Copied!
110
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH DEMOKRATIS DAN ASERTIVITAS PADA REMAJA AKHIR PUTRI YANG TINGGAL

DI ASRAMA

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana (S. Psi.)

Program Studi psikologi

Oleh :

Clara Febrinanda Sudarto NIM : 079114074

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2011

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(2)

i

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH DEMOKRATIS DAN ASERTIVITAS PADA REMAJA AKHIR PUTRI YANG TINGGAL

DI ASRAMA

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana (S. Psi.)

Program Studi psikologi

Oleh :

Clara Febrinanda Sudarto NIM : 079114074

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2011

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(3)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(4)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(5)

iv

HALAMAN MOTTO

Jika anda merasa tertekan oleh sesuatu yang ada di luar, penderitaan itu bukan

disebabkan oleh tekanan itu sendiri tetapi oleh anggapan anda tentang tekanan

itu, dan setiap saat anda mampu menyingkirkan anggapan tersebut.

(Marcus Aurelius)

Bertekadlah bahwa suatu hal itu dapat dan akan

terselesaikan dan kita akan menemukan jalan

keluarnya (Abraham Lincoln)

Setialah pada perkara-perkara kecil maka suatu saat anda akan sukses

juga dalam perkara yang besar

Doa paling mencerahkan bukanlah ‘Oh Tuhan,

munculkanlah seseorang yang istimewa ‘, melainkan ‘Oh,

Tuhan bantulah aku untuk menyadari bahwa aku adalah

orang yang istimewa’ (Marianne Williamson)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(6)

v

…. Aku Persembahkan karya ini Untuk…

Tuhan Yesus Kristus

Papa dan Mama

Adik-Adikku

Saudara

Sahabat-Sahabatku

Semua Orang yang Telah bersedia Membantuku

dalam Menyelesaikan Skripsi ini

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(7)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(8)

vii

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH DEMOKRATIS DAN ASERTIVITAS PADA REMAJA AKHIR

Clara Febrinanda Sudarto

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah ada hubungan antara pola asuh demokratis dan asertivitas pada remaja akhir putri yang tinggal di asrama. Hipotesis dari penelitian ini adalah ada hubungan positif antara pola asuh demokratis dan asertivitas pada remaja akhir putri yang tinggal di asrama. Semakin tinggi pola asuh demokratis yang diterima seorang remaja putrid maka semakin tinggi perilaku asertifnya begitu pula sebaliknya. Subjek pada penelitian ini adalah remaja akhir putri yang berumur 18-21 tahun yang tinggal di asrama. Alat pengumpulan data pada penelitian ini terdiri dari 2 alat ukur yaitu skala pola asuh demokratis dan skala asertivitas. Skala asertivitas telah melalui seleksi item dengan try out sehingga diperoleh 27 item dengan koefisien realiabilitas sebesar 0,892. Berdasarkan hasil analisis data, diperoleh koefisien korelasi sebesar 0, 334 dengan signifikansi 0,001. Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang positif dan signifikan antara pola asuh demokratis dan asertivitas. Selain itu, hasil tersebut juga menunjukkan bahwa hipotesis awal penelitian ini diterima yaitu ada hubungan positif antara pola asuh demokratis dan asertivitas pada remaja akhir putri yang tinggal di asrama.

Kata kunci : Pola Asuh Demokratis, Asertivitas

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(9)

viii

RELATIONSHIP BETWEEN THE DEMOCRATIC AND ASERTIVITY FOSTER PATTERNS IN LATE ADOLESCENT FEMALE OF STAY IN

DORMITORY

Clara Febrinanda Sudarto ABSTRACT

The study aimed to examine whether there is a relationship between democratic upbringing and asertivity in late adolescence female who lives in the dormitory. The hypothesis of this research is that there is a positive relationship between democratic upbringing and asertivity in late adolescence female who lives in the dormitory. The higher the democratic parenting a adolescent female who received the higher asertivity behavior and conversely. The subjects in this study is the late adolescent 18-21 years-old female who lives in the dormitory. Data collection tool in this study consisted of 2 scales measuring instrument that is democratic and parenting asertivity scale. The asertivity scale has been through a selection of items to try out in order to obtain realibility 27 items with a coefficient of 0.892. Based on the analysis of data, obtained a correlation coefficient of 0, 334 with a significance of 0.001. This indicates that there is a positive and significant relationship between parenting and asertivity democratic. In addition, these results also indicated that the initial hypothesis of this study accepted that there is a positive relationship between democratic upbringing and asertivitas in late adolescence daughter who lives in the dormitory.

Keywords: Democratic Parenting, Asertivity

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(10)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(11)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(12)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(13)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(14)

xiii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR GAMBAR ...xvii

DAFTAR LAMPIRAN ...xviii

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Manfaat Penelitian ... 9

BAB II : LANDASAN TEORI ... 10

A. Remaja ... 10

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(15)

xiv

1. Pengertian ... 10

2. Penggolongan usia Remaja ... 10

3. Tugas Perkembangan Remaja ... 10

4. Perubahan-perubahan pada remaja ... 11

5. Remaja Putri dan Pekerjaan ... 15

6. Remaja Putri dalam Asrama ... 16

B. Asertivitas ... 17

1. Pengertian ... 17

2. Ciri-Ciri ... 18

3. Faktor yang Mempengaruhi Asertivitas ... 20

4. Tipe-tipe Asertivitas ... 22

5. Hasil Penelitian Asertivitas ... 24

C. Pola Asuh Demokratis ... 26

1. Pengertian ... 26

2. Aspek- Aspek ... 27

3. Faktor yang mempengaruhi Pola asuh Demokratis ... 28

4. Pola Asuh Demokratis pada Remaja ... 29

D. ASRAMA ... 30

1. Pengertian ... 30

2. Jenis Asrama ... 30

E. Teori Pembelajaran Sosial ... 34

F. Dinamika Hubungan Pola Asuh Demokratis dan Asertivitas ... 34

G. Hipotesis ... 39

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(16)

xv

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN ... 40

A. Jenis Penelitian ... 40

B. Variabel Penelitian ... 40

C. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 40

D. Subjek penelitian ... 42

E. Sampling ... 43

F. Metode dan Alat Pengumpul Data ... 43

1. Skala Pola Asuh Demokratis ... 43

2. Skala Asertivitas ... 45

G. Kredibilitas Alat Ukur ... 47

1. Estimasi Validitas ... 47

2. Seleksi Item ... 47

3. Estimasi Reliabilitas ... 50

H. Metode Analisis Data ... 51

1. Uji Asumsi ... 51

2. Uji Hipotesis ... 52

BAB 1V : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 53

A. Pelaksanaan penelitian ... 53

B. Data Demografi Subjek Penelitian ... 53

C. Uji Asumsi ... 54

a. Uji Normalitas ... 54

b. Uji Linieritas ... 54

D. Hasil Penelitian ... 54

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(17)

xvi

1. Uji Hipotesis ... 54

2. Uji Tambahan ... 55

E. Pembahasan ... 56

Bab V : Penutup ... 60

A. Kesimpulan ... 60

B. Saran ... 60

DAFTAR PUSTAKA ... 62

LAMPIRAN ... 66

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(18)

xvii

DAFTAR TABEL

1. Tabel Skor Jawaban Subyek pada Skala Pola Asuh Demokratis ……….. 44

2. Tabel Spesifikasi Item-item Skala Asertivitas ……… 45

3. Tabel Skor Jawaban Subyek pada Skala Asertivitas ………. 45

4. Tabel Spesifikasi Asertivitas sebelum dan sesudah Try Out ……… 49

5. Tabel Spesifikasi Skala Asertivitas Sesudah Try Out ……….. 50

6. Tabel Data Usia Subjek Penelitian ………. 53

7. Data Teoritis dan Empiris Skala Pola Asuh Demokratis dan Skala Asertivitas ……….. 55

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(19)

xviii

DAFTAR GAMBAR

1. Hubungan antara Pola Asuh Demokratis dan Asertivitas ... 38

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(20)

xix

DAFTAR LAMPIRAN

1. Estimasi Reliabilitas dan Uji Daya Beda Item Skala Asertivitas ... 66

1.1 Reliabilitas Skala Asertivitas ... 67

1.2 Uji Daya Beda Skala Asertivitas ... 68

2. Uji Normalitas, Uji Linearitas, dan Uji Korelasi ... 72

2.1 Statistik Deskriptif ... 73

2.1.a Statistik Deskriptif Pola Asuh Demokratis ... 73

2.1.b Statistik Deskriptif Asertivitas ... 74

2.2 Uji Normalitas ... 74

2.3 Uji Linieritas ... 75

2.4 Uji Korelasi ... 75

3. Skala penelitian ... 76

3.1 Skala Penelitian Pola Asuh Demokratis ... 81

3.2 Skala Penelitian Asertivitas ... 88

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(21)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia adalah makhluk sosial yang dalam kehidupannya tidak terlepas dari orang lain sehingga mereka berusaha menjalin relasi dengan orang lain dan hidup bermasyarakat (Rahman, 2010). Banyak orang yang berusaha menjalin relasi dengan berbagai cara antara lain menjalin relasi melalui jejaring sosial, aktif dalam organisasi dan kegiatan-kegiatan sosial. Hal ini dilakukan oleh banyak orang salah satunya adalah seorang remaja. Kegiatan menjalin relasi dengan teman sebaya tersebut banyak dilakukan oleh remaja. Hal itu sesuai dengan tugas perkembangan remaja yaitu remaja mulai mencapai hubungan yang baru dengan teman sebaya baik laki-laki maupun perempuan. Hal tersebut juga didukung dengan karakteristik remaja pada masa ini yaitu remaja menganggap teman sebaya merupakan prioritas pertama bagi remaja dibandingkan keluarga. Dalam menjalin relasi dengan teman sebaya terdapat proses komunikasi (Riswandi, 2009).

Komunikasi yang terjadi dalam relasi dengan teman sebaya terdiri dari dua yaitu komunikasi yang positif dan komunikasi yang negatif. Salah satu bentuk komunikasi yang positif adalah asertivitas. Menurut Perlman dan Cozby, asertivitas adalah kemampuan seseorang dalam mengungkapkan perasaan dan mempertahankan hak-haknya (dalam Rakos, 1991). Di sisi lain, bentuk komunikasi yang negatif adalah komunikasi yang pasif dan agresif.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(22)

2

Komunikasi pasif terjadi ketika seseorang tidak menyatakan haknya dalam segala situasi dan mereka mengijinkan orang lain untuk melanggarnya. Sementara itu, komunikasi agresif terjadi ketika seorang individu dalam berkomunikasi menyatakan haknya namun dia mengorbankan hak orang lain. Mereka tidak peduli dengan hak orang lain (Townend,1991).

Seorang remaja dapat memilih ingin melakukan komunikasi pasif, agresif atau asertif. Menurut Willis dan Daisley, asertif bukan suatu sifat bawaan tetapi asertif dapat dipelajari dan dikembangkan oleh seseorang (dalam Marini dan Andriani, 2005). Menurut Cawood (1988) seorang remaja yang bersikap asertif akan mampu menciptakan hubungan yang baik dengan orang lain serta mereka mempunyai kepercayaan diri dan harga diri yang tinggi. Selain itu mereka mampu mengatasi dan memecahkan masalah secara nyata sehingga mereka tidak akan mudah terbawa arus dan jatuh ke dalam pengaruh negatif dari teman-teman disekitarnya.

Remaja yang memilih untuk berkomunikasi secara pasif daripada asertif adalah remaja yang mudah melakukan konformitas dengan kelompok tertentu. Hal ini terjadi karena remaja menganggap bahwa penyesuaian diri mereka dengan standar kelompok jauh lebih penting daripada nilai individualistiknya (Hurlock, 1980). Remaja pada masa ini takut berbeda dengan anggota kelompok lain karena hal tersebut membuat seorang remaja tidak mendapatkan pengakuan dan identitas dari kelompok mereka. Salah satu contoh konformitas yang negatif antara lain remaja menggunakan bahasa yang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(23)

3

jorok, mencuri, merusak, minum-minuman keras, kebut-kebutan, berjudi, penggunaan narkoba, dan perilaku seksual yang tidak sehat (Santrock, 2007).

Komunikasi yang asertif, pasif maupun agresif dapat terjadi di berbagai konteks salah satu di asrama. Komunikasi tersebut lebih sering terjadi pada remaja yang tinggal di asrama karena mereka selama beberapa waktu tinggal bersama. Hal tersebut juga bisa terjadi di asrama yang homogen termasuk asrama yang dihuni oleh remaja putri. Dalam asrama, komunikasi tersebut tampak dalam berbagai kegiatan yang dilakukan secara bersama-sama antara lain ketika makan, belajar dan bermain. Dalam asrama, remaja putri melakukan komunikasi yang khas dengan teman sebayanya. Contohnya antara lain mereka menggunakan kata-kata yang umum untuk menjelaskan kata-kata yang khusus karena mereka malu untuk mengungkapkan sesuatu yang sensitif seperti seorang remaja yang sedang menstruasi mengatakan kepada temannya dia sedang dapet atau remaja yang hamil di luar niah mengatakan hal tersebut dengan kata kecelakaan (Rukiah, 2010).

Menurut David Clarke hal yang biasa diperbincangkan oleh remaja putri adalah hal-hal yang sedang mereka rasakan, pikirkan, dialami dan dikuatirkan. Mereka lebih baik jika bisa membicarakan masalah mereka ketika berkomunikasi dengan teman sebaya (dalam Tri, 2007). Tidak hanya itu, mereka lebih banyak menggunakan perasaan ketika menanggapi suatu masalah sehingga ketika memberikan umpan balik dalam berkomunikasi mereka lebih menjaga perasaan lawan bicara mereka (Guntar, 2008). Di sisi lain, komunikasi yang negatif juga dapat terjadi di asrama. Komunikasi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(24)

4

negatif di sini diartikan remaja putri kurang mampu mengungkapkan pikiran, pendapat dan perasaannya kepada teman sebaya. Ketika remaja putri melakukan hal tersebut maka remaja putri tersebut cenderung mengikuti keinginan teman sebaya atau melakukan konformitas yang dapat menimbulkan efek negatif. Remaja putri cenderung mudah melakukan konformitas karena mereka kurang mempunyai peluang untuk mengungkapkan pendapatnya (Cynthia, 2007).

Remaja yang berkomunikasi secara pasif adalah remaja yang cenderung tidak mampu mengungkapkan pikiran dan perasaannya. Salah satu bentuk dari komunikasi pasif adalah konformitas karena remaja putri cenderung hanya mengikuti keinginan dari teman sebaya. Konformitas menimbulkan berbagai masalah salah satunya adalah perilaku seks bebas. Remaja yang melakukan seks bebas banyak mendapatkan dampak negatif dari hal itu yaitu tertularnya virus HIV/AIDS dan semakin meningkatnya aborsi di kalangan remaja. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Annisa foundation pada Juli-Desember 2006 di kawasan Cianjur-Cipanas Jawa Barat yang melibatkan sekitar 412 responden ditemukan hasil bahwa sekitar 42,3% pelajar perempuan telah melakukan hubungan seks pra-nikah. Menurut Laila Sukmadevi, Direktur Annisa Foundation kecenderungan pelajar Cianjur berhubungan seks bebas karena tuntutan pergaulan (dalam Korban Tayangan Televisi: Banyak pelajar Berzina dan Terkena AIDS, 2009). Selain itu, berdasarkan data BKKBN (Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional) November 2010 sebanyak 51% remaja telah melakukan seks bebas artinya

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(25)

5

dari 100 remaja, 51 remaja sudah tidak perawan ujar Sugiri Syarif, kepala BKKBN. Perilaku seks bebas tidak hanya terjadi di Jakarta tetapi di Surabaya sebanyak 54%, Medan 52% dan Bandung sebesar 47% yang melakukan seks bebas. Perilaku seks bebas juga menyebabkan kehamilan dan meningkatnya aborsi pada remaja. Hal ini terlihat sebanyak 37% mengalami kehamilan di luar nikah dari 1.160 mahasiswa dan 800 ribu remaja melakukan aborsi berdasarkan data BKKBN. Berdasarkan perilaku di atas, Rita Damayanti dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia menyatakan bahwa banyaknya remaja melakukan hubungan seksualitas karena pengaruh teman sebaya yang negatif (dalam Pardosi, 2011).

Perempuan juga rentan terhadap kekerasan yang dilakukan pasangannya ketika berpacaran yang dikemukakan oleh salah satu korban kekerasan. Dia berbicara bahwa dia mendapat kekerasan dari pasangannya ketika ada hal atau keinginan yang tidak dituruti oleh korban. Hal tersebut terlihat ketika terjadi

misscommunication antara korban dan pasangannya. Ketika korban datang ke

kost pasangannya, dia langsung mendapat tamparan dari dari pasangannya. Hal tersebut terjadi karena korban tidak mau mengungkapkan perasaannya dan berat untuk memutuskan pasangannya (dalam I Hurt in My Relationship, What

Should I Do Then, 2011).

Adanya fenomena tersebut di dukung dengan hasil penelitian yang dilakukan di Family dan Consumer di Ohio, AS (dalam Marini dan Andriani, 2005) yang menjelaskan bahwa kebiasaan merokok, penggunaan alkohol, napza, dan hubungan seksualitas terjadi karena remaja kurang mampu

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(26)

6

bersikap asertivitas. Hal ini juga didukung hasil penelitian bahwa remaja yang kurang asertif dalam hubungan heteroseksual akan melakukan hubungan seks pranikah (Prastuti, 2004). Menurut Stein (dalam Orpinas dan Horne, 2006) seseorang yang pasif akan lebih mudah mengalami kekerasan dan tindakan agresif dari teman sebaya. Hal ini didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Rifka Anisa-WCC yang menyatakan bahwa perempuan yang tidak asertif memiliki peluang yang besar untuk menjadi korban kekerasan (dalam Ardiyanti, 2010).

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi asertivitas antara lain pola asuh, umur, kebudayaan dan jenis kelamin (Santosa, 1999). Pola asuh menjadi hal yang penting untuk membentuk perilaku asertif seorang anak. Menurut Townend (1991), asertivitas pada awalnya harus dipelajari di rumah karena keluarga merupakan lingkungan sosial pertama yang dikenal seorang anak. Hal tersebut juga diperkuat dengan pernyataan Harris (dalam Marini dan Andriani, 2005) yang menyatakan bahwa kualitas asertivitas dipengaruhi oleh pengalaman masa kkanak. Pengalaman tersebut adalah interaksi anak-anak dengan orang tua melalui pola pengasuhan yang ada dalam keluarga tersebut. Berdasarkan hal itu, maka pola asuh orang tua sangat mungkin menentukan tingkat asertivitas seorang anak di kemudian hari.

Menurut Baumrind pola asuh orang tua adalah segala bentuk dan interaksi yang terjadi antara anak dan orang tua yang merupakan pola pengasuhan tertentu dalam keluarga yang akan memberikan pengaruh terhadap perkembangan kepribadian anak (dalam Marini dan Andriani, 2005).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(27)

7

Setiap orang tua memiliki pola pengasuhan yang berbeda-beda. Menurut Baumrind (dalam Santrock,2002) setiap keluarga menerapkan pola pengasuhan dengan mengkombinasikan berbagai macam pola tetapi ada satu pola pengasuhan tertentu yang lebih dominan yang diterapkan oleh orang tua kepada anaknya. Menurut Baumrind, pola pengasuhan orang tua terbagi menjadi 3 yaitu pola pengasuhan otoriter, demokratis dan permisif. Terdapat beberapa penelitian yang menunjukkan pengaruh pola asuh demokratis dalam kehidupan seorang anak antara lain pola asuh memiliki hubungan positif dengan kemandirian remaja (Anastasia dan Heni, 2008).

Pola asuh orang tua yang memberikan pengaruh pada asertivitas seorang remaja adalah pola asuh demokratis. Pola asuh demokratis menurut Baumrind adalah adanya tuntutan dari orang tua namun tetap ada komunikasi yang terbuka antara orang tua dan anak serta adanya kehangatan dari orang tua pada anak (dalam Santrock, 2002). Berk (dalam Marini dan Andriani, 2005) juga menegaskan bahwa orang tua yang menerapkan pola asuh demokratis juga berperilaku asertif terhadap keinginan anak-anaknya sehingga dengan sendirinya orang tua memberikan model terhadap pertumbuhan perilaku asertivitas.

Pola asuh demokratis dapat memberikan pengaruh terhadap asertivitas seorang remaja putri, namun pola asuh demokratis belum tentu memberi pengaruh pada perkembangan asertivitas seorang remaja putri ketika mereka tinggal di asrama. Remaja putri yang tinggal di asrama berarti mereka tinggal dan melakukan kegiatan secara bersama-sama selama 24 jam dengan teman

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(28)

8

sebaya misalnya bermain, belajar atau melakukan piket bersama. Ketika mereka tinggal di asrama, remaja putri menganggap teman sebaya merupakan orang yang penting saat itu. Pada saat mereka menganggap teman sebaya penting, pengaruh positif maupun negatif yang diberikan teman sebaya dapat dengan mudah mereka terima meskipun pada saat mereka tinggal di rumah, mereka mendapatkan pola asuh demokratis.

Pada saat tinggal di rumah, remaja putri mendapat kesempatan dari orang tua mengungkapkan pendapatnya meskipun berbeda tetapi bisa jadi di asrama remaja putri tersebut tidak mampu mengungkapkan pedapatnya. Hal tersebut bisa terjadi karena mereka ingin teman-teman menyukainya dan mendapatkan teman banyak. Mereka dapat menyingkirkan pendapatnya dan mengikuti perilaku teman sebayanya meskipun tidak sesuai dengan dirinya karena mereka ingin teman-temannya menyukainya dan tidak menjauhinya.

Berdasarkan hal tersebut maka peneliti ingin mengadakan penelitian apakah ada hubungan antara pola asuh demokratis dan asertivitas pada remaja putri yang tinggal di asrama.

B. Rumusan Masalah

Apakah ada hubungan antara pola asuh demokratis dan asertivitas yang dimiliki oleh seorang remaja putri dalam asrama?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pola asuh demokratis dan kemampuan asertivitas yang dimiliki oleh seorang remaja putri yang bertempat tinggal di asrama.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(29)

9

D. Manfaat Penelitian

1. Teoritis

a. Hasil penelitian ini diharapkan mampu menambah penelitian mengenai pola asuh demokratis dan perilaku asertif pada remaja putri yang bertempat tinggal di asrama.

2. Praktis

a. Bagi orang tua

Hasil penelitian ini diharapkan mampu mendorong orang tua untuk merefleksikan pola asuh yang diterapkan pada anak selama ini. Jika selama ini masih menerapkan pola asuh non-demokratis maka selanjutnya dapat mendorong orang tua menerapkan pola asuh demokratis.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(30)

10

BAB II

LANDASAN TEORI

A. REMAJA

1. Pengertian

Adolescence berarti ‘tumbuh’ atau ‘tumbuh menjadi dewasa’. Masa

remaja adalah masa transisi anak-anak menjadi dewasa yang ditandai dengan adanya perubahan aspek fisik, psikis dan psikososial. Secara kronologis yang tergolong remaja ini berkisar antara usia 12 atau 13- 21 tahun. Menurut Erickson, remaja akan melalui masa krisis dimana remaja berusaha mencari identitas diri untuk menjadi orang dewasa (dalam Dariyo, 2004).

2. Penggolongan usia remaja

Menurut Thornburg (dalam Dariyo, 2004), penggolongan usia remaja terbagi menjadi 3 tahap yaitu :

a. Remaja awal : 13-14 tahun b. Remaja tengah : 15-17 tahun c. Remaja akhir : 18-21 tahun 3. Tugas Perkembangan remaja

Tugas perkembangan menurut Havinghurst adalah tugas yang muncul pada satu periode tertentu dari kehidupan individu dan jika berhasil akan menimbulkan fase bahagia dan membawa keberhasilan dalam melaksanakan tugas-tugas berikutnya (dalam Hurlock, 1980).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(31)

11

Tugas perkembangan remaja menurut Havinghurst (dalam Hurlock, 1980) antara lain:

1. Mencapai hubungan baru yang lebih matang dengan teman sebaya pria.

2. Mencapai peran sosial wanita.

3. Menerima keadaan fisiknya dan menggunakannya secara efektif 4. Mencari kemandirian emosional dari orang tua dan orang-orang

dewasa lainnya

5. Mencapai jaminan kebebasan ekonomi

6. Memilih dan menyiapkan lapangan pekerjaan 7. Persiapan memasuki kehidupan rumah tangga

8. Mengembangkan ketrampilan intelektual dan konsep yang penting untuk kompetensi kewarganegaraan

9. Mencapai dan mengharapkan tingkah laku sosial yang bertanggung jawab

10. Memperoleh suatu himpunan nilai-nilai dan sistem etika sebagai pedoman tingkah laku.

4. Perubahan-perubahan pada remaja

Pada masa remaja terdapat beberapa perubahan yang dialami setiap remaja antara lain (Hurlock, 1980):

a) Perubahan Fisik

Pada saat remaja, remaja putri mengalami beberapa perubahan fisik. Perubahan yang terjadi antara lain tumbuhnya

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(32)

12

payudara, rambut kemaluan, pertumbuhan tubuh, menstruasi dan munculnya rambut ketiak. Selain itu, remaja putrid juga mengalami perubahan suara, perubahan kondisi kulit, perkembangan otot dan meningkatnya lebar dan kedalaman pinggul.

b) Perubahan Emosi

Masa remaja dianggap sebagai periode ‘badai dan tekanan’ suatu masa dimana ketegangan emosi meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik dan kelenjar, namun hal ini kurang menjadi penyebab emosi remaja meninggi. Penyebab yang lain adalah keadaan sosial yang mengelilingi remaja. Remaja mengalami tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru sedangkan pada masa kanak-kanak mereka tidak mempersiapkan diri untuk menghadapi keadaan tersebut. Pada saat ini hal yang bisa merangsang emosi remaja adalah perlakuan sebagai ‘anak kecil’ atau perlakuan ‘tidak adil.

c) Perubahan Sosial

Pada saat ini remaja harus menyesuaikan diri dengan lawan jenis dalam hubungan sebelumnya belum pernah ada dan harus menyesuaikan dengan orang dewasa di luar lingkungan keluarga dan sekolah. Setiap remaja berusaha untuk mencapai tujuan dari pola sosialisasi dewasa. Salah satu penyesuaian diri yang tersulit adalah meningkatnya pengaruh teman sebaya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(33)

13

Pada saat ini, remaja lebih banyak berada di luar bermain dengan teman-teman sebaya sebagai kelompok sehingga pengauh teman teman sebaya pada sikap, pembicaraan, minat, penampilan dan perilaku lebih besar daripada pengaruh keluarga. Contohnya seorang remaja yang memakai baju yang sama dengan anggota kelompok tertentu. Pengaruh teman sebaya paling kuat di saat remaja awal yaitu pada usia 12-13 tahun serta menurun selama masa remaja pertengahan dan akhir seiring dengan membaiknya hubungan remaja dengan orang tua.

Selain remaja mengalami perubahan fisik, emosi dan sosial, remaja juga mengalami perubahan dalam otonomi dan adanya keterikatan dengan orang tua. Kedua hal tersebut penting dalam keberhasilan adaptasi remaja (santrock, 2003).

1. Otonomi

Pada masa remaja kebebasan untuk berkembang semakin bertambah yang mengakibatkan banyak remaja dianggap sebagai pemberontak oleh orang tua. Pada remaja akhir, otonomi semakin meningkat karena mereka mulai meninggalkan rumah dan mulai keluar dari rumah. Seorang remaja mulai mengurus keperluannya sendiri, mengatur keuangan dan bangun pagi (santrock, 2003). Keluarga yang sehat secara psikologis akan menyesuaikan diri dengan desakan remaja untuk kebebasan dengan memperlakukan remaja secara lebih dewasa dan mengikutsertakan mereka dalam

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(34)

14

mengambil keputusan keluarga. Orang tua yang bijak akan melepaskan kendali di bidang dimana seorang remaja dapat membuat keputusan yang pantas dan terus mendampingi remaja pada bidang dimana pengetahuan remaja lebih terbatas. Dalam hal ini untuk mengembangkan otonomi seorang remaja, orang tua menerapkan pola asuh demokratis. Menurut Masrun (dalam Nashori, 1999) seorang remaja yang mandiri akan mampu mempengaruhi lingkungan. Seorang remaja tidak hanya mengikuti keinginan lingkungan tetapi dapat menentukan sikap dan perbuatan terhadap lingkungannya.

2. Kelekatan/attachment

Menurut John Bowbly attachment yang aman pada masa bayi adalah pokok bagi perkembangan kecakapan sosial (dalam santrock,2003). Secure attachment adalah pola yang terbentuk dari interaksi antara ibu dan anak. Anak merasa percaya terhadap ibu sebagai figur yang selalu siap mendampingi, sensitif dan responsif, penuh cinta dan kasih sayang ketika anak mencari perlindungan atau kenyamanan dan selalu menolong atau membantunya dalam menghadapi situasi yang mengancam dan menakutkan. Anak yang mempunyai pola ini percaya adanya responsivitas dan kesediaan ibu bagi mereka. Menurut Wuffel seorang anak yang memiliki keterikatan aman akan tumbuh menjadi seorang remaja yang memiliki rasa aman dan percaya pada orang lain sehingga remaja

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(35)

15

dapat mengungkapkan pikiran dengan jelas tanpa merugikan orang lain, memperhatikan kepentingan orang lain, dan dapat menyesuaikan diri dan mengikuti aturan bertingkah laku (dalam Yessy, 2003).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hazer dan Shaver (dalam santrock, 2003) mahasiswa yang memiliki secure

attachment dengan orang tuanya pada saat kecil maka mereka lebih

cenderung memiliki hubungan yang terikat lebih aman dengan teman, pacar dan pasangan dibanding mahasiswa yang tidak terikat aman. Selain itu seorang remaja cenderung mengalami kecemasan dan perasaan tertekan yang rendah (dalam santrock, 2003) ketika remaja tersebut mengalami secure attachment. Penelitian lain menunjukkan bahwa remaja yang lebih tua yang memiliki sejarah kelekatan yang ambigu dengan orang tuanya lebih menunjukkan kecemburuan, konflik dan ketergantungan bersamaan dengan kepuasan yang kurang dalam hubungan merek dengan sahabat karib dibanding teman-teman yang memiliki kelekatan aman (dalam santrock, 2003).

5. Remaja Putri dan pekerjaan

Salah satu tugas perkembangan remaja adalah mempersiapkan diri memasuki dunia kerja. Menurut Ginzberg, remaja putri akhir memasuki periode peralihan dari periode tentatif ke periode realistis. Dalam periode tentatif terdapat konfrontasi antara berbagai macam

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(36)

16

perhatian, penilaian kecakapan sendiri dan pendapat akan nilai-nilai dari orang lain. Pada periode realistis mulai timbul kompromi antara pendekatan subjektif yang timbul pada periode tentatif dengan kemungkinan praktisnya. Menurut Super, pada masa ini, remaja putri memasuki masa peninjauan atau eksplorasi mengenai berbagai macam pekerjaan dan ibu memiliki pengaruh yang kuat dalam pemilihan pekerjaan (dalam Monks, 1987).

6. Remaja putri dalam asrama

Pada masa remaja terutama remaja putri lebih banyak menghabiskan waktunya bersama teman sebaya dan melakukan kegiatan yang bersifat sosial dan berhubungan dengan suatu kelompok. Remaja putri yang tinggal di asrama akan mempunyai waktu yang banyak untuk menghabiskan waktu dengan teman sebaya karena mereka tinggal bersama. Menurut Levita (dalam Eko,2005) kehidupan asrama dapat dikatakan sebagai ‘sekolah hidup’ karena setiap penghuni asrama dapat belajar hidup bersama dengan orang lain yang berbeda budaya, latar belakang keluarga, sifat dan watak.

Dalam asrama, seorang remaja putri tinggal dengan berbagai remaja dari latar belakang budaya yang bermacam-macam sehingga kebiasaan dalam komunikasi juga berbeda. Hal ini misalnya terlihat ketika ada salah satu penghuni asrama yang berasal dari budaya jawa. Dalam budaya jawa basa- basi adalah suatu yang wajar dalam komunikasi sedangkan penghuni asrama yang memiliki budaya

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(37)

17

berbeda menganggap lebih baik jika berbicara terus terang. Mereka tidak mempermasalahkan tetapi mereka saling menghargai dan memahami kebiasaan yang terbentuk karena budaya tertentu (caritas et

sapientia, 2002).

Di sisi lain, dalam asrama juga dapat berpotensi menimbulkan ketegangan antar penghuni asrama ketika maksud satu pihak dengan pihak lain berbeda. Hal ini terjadi karena remaja putri yang tinggal di asrama memiliki karakter yang berbeda. Ketika seorang remaja putri mengalami ketegangan, ada suatu mekanisme penyelesaian masalah. Salah satu contohnya adalah dengan mengungkapkan segala pikiran maupun perasaan dengan terbuka ketika mengalami suatu masalah. Dalam pengungkapkan pikiran dan perasaan, mereka juga akan memberikan saran ataupun kritik terhadap teman sebaya sehingga pertumbuhan pribadi seseorang dapat terjadi meskipun pada awalnya akan terasa sakit menerima hal tersebut (caritas et sapientia, 2002).

B. ASERTIVITAS

1. Pengertian

Menurut Perlman dan Cozby (dalam Rakos, 1991) asertivitas adalah kemampuan dan kesediaan individu untuk mengungkapkan perasaan-perasaan secara jelas. Lange dan Jakubowski’s (dalam Christina, 2008) menambahkan perilaku asertif mencakup membela hak-hak individu dan mengekspresikan pikiran dan

kepercayaan-PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(38)

18

kepercayaan tertentu secara langsung, jujur dan tepat tanpa melanggar hak orang lain.

Pengertian lain asertivitas menurut Lazarus (dalam Iriana, 2009), adalah suatu tingkah laku yang penuh ketegasan dalam menyatakan hak-hak pribadi dan berbuat sesuatu untuk mendapatkan hak tersebut yang timbul karena adanya kebebasan emosi. Salah satu contoh kemampuan asertif menurut Calhoun dan Acocella (dalam Rakos, 1991) adalah kemampuan untuk meminta orang lain melakukan sesuatu yang diinginkan atau menolak untuk melakukan hal yang tidak diinginkan. Alberti dan Emmons (dalam Iriana, 2009) menambahkan orang yang memiliki asertivitas adalah mereka yang memiliki kepercayaan diri yang kuat.

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan pengertian asertivitas adalah kemampuan dan kesediaan individu untuk mengungkapkan perasaan, pikiran, dan kepercayaan secara langsung, jujur dan tepat dimana seseorang mampu menolak ataupun menyetujui hal yang diungkapkan orang lain dan mampu mempertahankan hak-haknya secara tegas. Hal ini terjadi karena seseorang mengalami kebebasan emosi.

2. Ciri-ciri

Menurut Lazarus (dalam Rakos, 1991) ciri-ciri asertivitas antara lain:

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(39)

19

a. Kemampuan untuk mengatakan ‘tidak’

b. Kemampuan untuk meminta pertolongan kepada orang lain c. Kemampuan untuk mengekspresikan perasaan positif dan negatif d. Kemampuan untuk memulai, melanjutkan dan mengakhiri

percakapan.

Menurut Galassi dan Galassi (dalam Rakos, 1991) ciri-ciri asertivitas antara lain :

a. Memberikan dan menerima pujian b. Membuat permintaan kepada orang lain

c. Memiliki inisiatif dan mempertahankan percakapan d. Memperjuangkan hak individu

e. Menolak permintaan

f. Mengekspresikan pendapat pribadi g. Mengekspresikan ketidaksukaan h. Mengekspresikan kemarahan i. Mengekspresikan perasaan positif

Menurut Kanfer dan Goldstain (dalam Santoso,1999) menjelaskan bahwa ciri-ciri perilaku asertif yaitu :

a. Dapat menguasai diri sesuai dengan situasi yang ada

b. Dapat memberikan respon dengan wajar pada hal-hal yang sangat disukai

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(40)

20

c. Dapat menyatakan kasih sayang dan cintanya kepada seseorang secara terus terang dan wajar.

Berdasarkan ciri-ciri yang telah disebutkan dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri asertivitas antara lain kemampuan menolak permintaan dengan cara berkata ‘tidak’, kemampuan untuk meminta pertolongan, kemampuan untuk memulai , melanjutkan dan mengakhiri percakapan, kemampuan untuk menguasai diri sesuai situasi yang ada seperti kemampuan memberikan respon yang wajar pada hal-hal yang sangat disukai dan kemampuan untuk mengekspresikan perasaan positif dan negatif. Hal tersebut terlihat ketika seseorang mampu memberi dan menerima pujian, mengekspresikan ketidaksukaan, kemarahan, serta mampu menyatakan kasih sayang dan cintanya secara wajar dan terus terang.

3. Faktor yang mempengaruhi asertivitas

Faktor yang mempengaruhi asertivitas (Santoso,1999) antara lain : a. Pola Asuh orang tua

Pola asuh orang tua sangat mempengaruhi seorang remaja dalam bersikap asertif. Orang tua yang menerapkan pola asuh demokratis membuat seorang anak mempunyai kepercayaan diri yang besar, mempunyai pengertian yang benar tentang apa yang menjadi hak mereka, dapat mengkomunikasikan segala keinginannya secara

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(41)

21

wajar dan tidak memaksakan kehendak mereka dengan cara menindas hak-hak orang lain.

b. Kebudayaan

Rakos memandang bahwa kebudayaan mempunyai peran yang besar dalam mendidik perilaku asertif, biasanya ini berhubungan dengan norma-norma yang salah.

c. Usia

Pada anak kecil, perilaku asertif ini belum terbentuk karena struktur kognitif yang ada belum memungkinkan mereka untuk menyatakan apa yang diinginkan dengan bahasa verbal yang baik dan jelas. Pada masa remaja dan dewasa, perilaku asertif menjadi lebih berkembang sedangkan pada usia tua tidak begitu jelas perkembangan atau penurunannya.

d. Jenis Kelamin

Menurut Sarumpaet (1975), seorang wanita biasanya lebih pemalu daripada seorang pria, tidak suka berkonfrontasi, kurang senang berterus terang jika ada masalah, menyerah kepada nasib dan mudah memaafkan. Ditambahkan oleh Massong, Dickson, Ritzler (1982) dan Rakos (1991) yang mengatakan bahwa pria lebih asertif dibandingkan dengan wanita karena adanya tuntutan masyarakat yang menjadikan pria lebih agresif mandiri dan kompetitif sedangkan wanita pada umumnya pasif dan tergantung.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(42)

22

e. Strategi Coping

Menurut Massong (1982) strategi coping yang digunakan oleh remaja mempengaruhi tingginya tingkat asertivitas mereka. Remaja yang menggunakan mekanisme coping yang efektif dan adaptif dalam menyelesaikan suatu permasalahan akan lebih asertif dibanding remaja yang menggunakan mekanisme coping seperti penyangkalan dan proyeksi.

4. Tipe-tipe asertivitas

Menurut Lange dan Jakubowski (dalam Maharani dan Retnaningsih, 2007) tipe asertif terdiri dari 5 yaitu :

a. Basic Assertion

Hal ini mengacu pada ekspresi penghargaan secara sederhana terhadap hak, keyakinan, perasaan atau opini individu tanpa melibatkan keterampilan sosial laini seperti empati, konfrontasi atau persuasi. Selain itu, basic assertion juga melibatkan pengekspresian perasaan dan penghargaan terhadap orang lain.

b. Emphatic Assertion

Bentuk ini dilakukan ketika seseorang tidak hanya ingin mengekspresikan perasaan tetapi individu tersebut menyampaikan pernyataan yang menunjukkan adanya pemahaman akan situasi dan diikuti dengan pernyataan lain yang menunjukkan usaha mempertahankan hak pribadi yang bersangkutan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(43)

23

c. Escalating Assertion

Menurut Rimm dan Masters, escalating assertion dimulai dengan respon asertif minimal yang biasanya dapat mencapai tujuan dengan emosi negatif dan usaha minimum. Ketika orang lain tidak merespon maka secara bertahap tingkah laku asertifnya meningkat tanpa agresif. Bentuk asertif ini dapat berupa permintaan sampai tuntutan, mulai dari mencoba memilih sampai langsung menolak, atau mulai dari emphatic assertion sampai

basic assertion yang tegas.

d. Confrontative Assertion

Bentuk ini digunakan ketika kata-kata seseorang bersifat kontradiktif dengan perbuatannya. Tipe ini meliputi penggambaran secara objektif mengenai apa yang telah dikatakan seseorang, apa yang telah dilakukan dan apa yang diinginkan.

e. I Language Assertion

Tipe ini berguna untuk mengekspresikan perasaan-perasaan negatif yang dapat membantu seseorang dalam mempelajari dan menentukan perasaannya.

Menurut L’Abate dan Milan (dalam Maharani dan Retnaningsih, 2007), juga terdapat tiga tipe perilaku asertif yaitu :

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(44)

24

a. Asertif untuk menolak

Perilaku asertif ini digunakan ketika seseorng berusaha mengungkapkan ketidaksetujuannya ataupun menolak dan menghindari campur tangan orang lain dalam kehidupannya. b. Asertif untuk memuji

Hal ini terjadi ketika seseorang mengungkapkan dan menunjukkan ekspresi serta perasaan positif seperti penghargaan dan apresiasi. Dalam hal ini terlihat kemampuan seseorang dalam memuji orang lain secara hangat, tulus dan bersahabat.

c. Asertif untuk meminta

Perilaku asertif jenis ini terjadi ketika seseorang meminta orang lain untuk membantunya mencapai tujuan atau memenuhi kebutuhannya. Hal ini sering dipadukan dengan penolakan, dalam situasi menolak permintaan orang lain dan meminta perubahan tingkah laku peminta.

5. Hasil penelitian mengenai asertivitas

Penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa Universitas Surabaya pada remaja dilandasi oleh adanya fenomena banyaknya siswa yang kurang berperilaku asertif antara lain siswa kelas 1 kurang berani mengungkapkan pendapat di depan kelas, perlu adanya figur otoritas untuk mendikte siswa dalam melakukan sesuatu, kurangnya keaktifan dan inisiatif dalam kegiatan ekstrakulikuler. Berdasarkan hal ini, maka

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(45)

25

peneliti mengadakan pelatihan asertivitas. Hasil dari pelatihan tersebut adalah peserta yang mengikuti pelatihan menunjukkan peningkatan perilaku asertif. Selain itu, hasil analisis kualitatif dari peserta pelatihan menunjukkan bahwa individu yang mengalami peningkatan skor perilaku asertif yang pesat adalah individu yang memiliki orang tua dengan pola asuh yang lebih demokratis (Setiono dan Pramadi, 2005).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada remaja di Medan mengenai perbedaan asertivitas berdasarkan pola asuh terbukti bahwa pola asuh demokratis memiliki peranan yang penting dalam mengembangkan asertivitas (Marini dan Andriani,2005). Namun, penelitian ini mengandung kelemahan yaitu perilaku non verbal seperti kontak mata, ekspresi muka, dan sikap badan diukur menggunakan angket padahal cara mengukur perilaku non verbal yang efektif menggunakan observasi.

Penelitian dilakukan pada remaja di daerah jawa timur mengenai perilaku seksual sebelum menikah dan hubungannya dengan asertivitas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 99,9% seorang remaja yang melakukan seks pranikah karena kurang memiliki perilaku asertif untuk menolak keinginan pasangan sedangkan sebanyak 0,1% memberikan ketegasan terhadap keinginan pasangan (Prastuti, 2004).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(46)

26

Penelitian lain juga dilakukan pada karyawan mengenai hubungan harga diri dan asertivitas. Hasilnya menunjukkan bahwa perilaku asertif memberikan sumbangan yang signifikan terhadap harga diri karyawan. Sumbangan yang diberikan sebesar 34% sedangkan 66% dipengaruhi oleh faktor lain (Maharani dan Retnaningsih, 2007).

C. POLA ASUH DEMOKRATIS

1. Pengertian

Pola asuh demokratis menurut Baumrind (dalam santrock,2003) adalah pola asuh yang mendorong remaja untuk bebas tetapi tetap memberikan batasan dan mengendalikan tindakan-tindakan mereka, adanya komunikasi verbal timbal balik yang berlangsung secara bebas dan sikap orang tua yang hangat dan bersifat membesarkan hati remaja.

Hurlock (1980) mengatakan pola asuh demokratis ditandai dengan sikap orang tua yang menerima, responsif, anak memiliki keleluasaan untuk menyampaikan masalahnya tanpa rasa takut dan keleluasaan yang diberikan orang tua tidak bersifat mutlak tetap ada kontrol dan pembatasan-pembatasan secara normal.

Berdasarkan pengertian di atas, pola asuh demokratis ditandai dengan sikap orang tua yang memberikan kebebasan kepada remaja namun tetap ada kontrol dan batasan-batasan secara normal. Selain itu, orang tua juga melakukan komunikasi verbal timbal balik sehingga

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(47)

27

anak bisa menyampaikan masalahnya tanpa rasa takut dan orang tua hangat serta mampu membesarkan hati anak ketika berinteraksi dengan anak.

2. Aspek-aspek

Menurut Santrock (2007), aspek-aspek pola asuh demokratis antara lain:

a. Aspek keseimbangan antara kendali dan otonomi yang diberikan oleh orang tua

1) Anak dilibatkan dalam pengambilan keputusan

2) Orang tua memberikan motivasi dan kebebasan yang terarah kepada anak.

3) Orang tua menerapkan peraturan berdasarkan kesepakatan bersama

b. Aspek komunikasi antara anak dan orang tua (memberi dan menerima secara verbal)

1) Orang tua memberikan kesempatan pada anak untuk menyampaikan ide atau pendapatnya.

c. Aspek kehangatan dan keterlibatan orang tua terhadap perkembangan anak.

1) Orang tua mampu memberikan teladan perilaku kepada anak. 2) Orang tua mampu mengikuti perkembangan anak.

3) Orang tua peka terhadap kebutuhan anak

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(48)

28

3. Faktor yang mempengaruhi Pola asuh (Hurlock,1980) a. Pendidikan orang tua

Orang tua yang mendapat pendidikan yang baik, cenderung menetapkan pola asuh yang lebih demokratis ataupun permisif dibandingkan dengan orang tua yang pendidikannya terbatas. Pendidikan membantu orang tua untuk lebih memahami kebutuhan anak.

b. Kelas Sosial

Orang tua yang berasal dari kelas sosial menengah lebih permisif daripada orang tua yang berasal dari kelas sosial bawah. c. Konsep tentang peran orang tua

Tiap orang tua memiliki konsep yang berbeda-beda bagaimana seharusnya orang tua berperan. Orang tua dengan konsep tradisional cenderung memilih pola asuh yang ketat dibanding orang tua dengan konsep non tradisional.

d. Kepribadian orang tua

Pemilihan pola asuh dipengaruhi oleh kepribadian orang tua. Orang tua yang berkepribadian tertutup dan konservatif cenderung akan memperlakukan anak dengan ketat dan otoriter.

e. Kepribadian anak

Tidak hanya kepribadian orang tua saja yang mempengaruhi pemilihan pola asuh tetapi juga kepribadian anak. Anak yang ekstrovert akan bersifat lebih terbuka terhadap

rangsangan-PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(49)

29

rangsangan yang datang pada dirinya dibandingkan dengan anak yang introvert.

4. Pola Asuh Demokratis pada Remaja

Menurut Baumrind (dalam santrock, 2003), pola asuh terbentuk dari adanya demandingness yang menggambarkan bagaimana standar yang diterapkan orang tua bagi anak berkaitan dengan kontrol perilaku dari orang tua dan responsiveness yang menggambarkan respon orang tua terhadap anak berkaitan dengan kehangatan dan dukungan dari orang tua. Berdasarkan hal tersebut, pola asuh terbagi menjadi 3 yaitu pola asuh otoriter, pola asuh demokratis, pola asuh permisif.

Pola asuh demokratis menurut Baumrind adalah pola asuh yang mendorong remaja untuk bebas tetapi tetap memberikan batasan dan mengendalikan tindakan-tindakan mereka, adanya komunikasi verbal timbal balik yang berlangsung secara bebas dan sikap orang tua yang hangat dan bersifat membesarkan hati remaja. Anak yang mendapatkan pola asuh dari orang tua yang cenderung demokratis akan menjadi anak yang lebih ceria, bisa mengendalikan diri dan mandiri, dan berorientasi pada prestasi. Selain itu, mereka juga cenderung untuk mempertahankan hubungan yang ramah dengan teman sebaya, bekerja sama dengan orang dewasa dan bisa mengatasi stress dengan baik.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(50)

30

D. ASRAMA

1. Pengertian

Menurut Ensiklopedia, asrama adalah tempat tinggal bagi sekelompok individu dalam jangka waktu tertentu karena dituntut oleh kebutuhan belajar atau bekerja. Di dalam asrama, remaja secara langsung berinteraksi dengan orang lain dalam berbagai kegiatan seperti makan, tidur, belajar, bermain. Berdasarkan hal itu, kehidupan di asrama menjadi wahana pengembangan sosial remaja. Slameto (dalam Eko, 2005) menambahkan, asrama adalah rumah pondokan yang besar yang sering berhubungan dengan sekolah atau yayasan tertentu dan memiliki tujuan.

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan asrama adalah rumah pondokan besar yang terdiri atas sejumlah kamar yang ditinggali oleh sekelompok individu dalam jangka waktu tertentu karena dituntut oleh kebutuhan bekerja atau belajar. Di dalam asrama, remaja secara langsung berinteraksi dengan orang lain dalam berbagai kegiatan seperti makan, tidur, belajar, bermain. Asrama bisa menjadi sarana bagi pengembangan kehidupan sosial seseorang.

2. Jenis Asrama

Menurut Rm. Paul Suparno,SJ (dalam caritas et sapientia, 2002), jenis asrama terdiri dari dua yaitu :

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(51)

31

a. Asrama Serumpun

Asrama ini adalah asrama dengan penghuninya sama, sekelompok dengan sifat tertentu misalnya se universitas, sedaerah, seagama, sehobi. Asrama seperti ini jelas eksklusif karena hanya diperuntukkan bagi orang-orang tertentu. Contohnya adalah asrama seminari yang hanya diperuntukkan bagi mahasiswa katolik dan laki-laki. Asrama ini hanya diperuntukkan bagi mahasiswa yang ingin menjadi imam.

Asrama ini karena tujuannya yang khusus, biasanya menekankan tujuan tertentu saja dan cenderung tertutup namun dalam pendidikan dan programnya dapat juga dibuat lebih terbuka. Contohnya adalah adanya pertandingan olahraga, diskusi maupun kunjungan dengan asrama lain sehingga mereka juga dapat dibantu untuk lebih mengerti orang lain yang berbeda bahkan bekerja sama dengan kelompok lain.

b. Asrama Prularis

Asrama ini adalah asrama yang penghuninya terdiri dari bermacam-macam orang dari berbagai suku, agama, kelompok. Dalam hal ini, yang dapat masuk justru yang beraneka bukan hanya dari satu kelompok. Pengaturan kamar dicampur sehingga setiap orang akan bergaul dan hidup bersama dengan orang yang berbeda. Pengalaman hidup berbeda ini akan sangat membantu mengerti dan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(52)

32

memahami orang lain serta menumbuhkan semangat rela hidup bersama dengan orang lain yang berbeda.

Asrama pluralis yang baik bukan hanya orang yang tinggal bermacam-macam tetapi adanya kegiatan yang membangun persaudaraan antar mereka, antar lain :

1. Pengaturan kamar yang bervariasi

Setiap semester atau tahun penghuni kamar diganti sehinggga setiap orang akan mempunyai pengalaman hidup bersama orang lain yang berbeda suku, agama maupun kelompok keyakinan. Pengalaman hidup bersama dengan teman kamar diharapkan mereka dapat saling mengerti kekhasan masing-masing dan menghargai agama, suku, maupun keyakinan masing-masing.

2. Latihan kerjasama

Dalam asrama diadakan program latihan kerjasama. Program kerjasama dibagi di dalam kelompok-kelompok yang berbeda. Latihan tersebut diharapkan mereka sempat saling mengerti temannya dan semakin terpacu untuk rela hidup bersama saling menghargai.

3. Acara main bersama

Acara olahraga, bermain musik, maupun pentas seni bersama sangat membantu dalam kerjasama dan menghargai orang lain. Hal ini terjadi karena dalam setiap permainan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(53)

33

masing-masing peran dihargai dan semuanya ikut andil. Olahraga membantu menumbuhkan sikap saling mengerti dan sportif bagi anggota asrama.

4. Latihan Debat/diskusi

Kesempatan unutk berdebat ataupun diskusi tentang topic kemasyarakatan dapat juga membantu anggota mengenal satu sama lain terlebih gagasan yang berbeda. Kejadian dalam masyarakat dapat dikritisi bersama sehingga tidak mudah ikut arus. Kegiatan ini juga membantu mereka unutk lebih rasional dalam menanggapi persoalan masyarakat yang ada.

5. Belajar tentang budaya lain

Asrama perlu memberi peluang anggota unutk saling belajar budaya berbeda dengan berbagai cara antara lain dengan cara menjelaskan, mempresentasikan maupun mementaskan seni budaya lain. diskusi tentang kebudayaan dan perbedaan kiranya perlu dipacu sehingga mereka dapat saling menghargai budaya dan latar belakang masing-masing.

6. Proyek live in

Proyek live in membantu anggota asrama untuk mengenal budaya, nilai masyarakat itu. Hal ini memberikan pengalaman kepada anggota asrama mengenai penerimaan masyarakat kepada mereka sehingga mereka terbuka matanya bahwa semua orang bersaudara.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(54)

34

E. Teori Pembelajaran Sosial

Teori ini dikembangkan oleh Albert Bandura. Teori ini menjelaskan bahwa untuk memahami orang belajar dari orang lain, teori ini menggunakan penjelasan-penjelasan reinforcement eksternal dan penjelasan-penjelasan kognitif. Inti dari pembelajaran sosial adalah modeling. Modeling disini adalah individu belajar sesuatu dengan meniru tingkah laku dari orang lain yang dijadikan individu tersebut sebagai model bagi dirinya. Ciri-ciri dari teori ini adalah :

1. Unsur utama dari pembelajaran adalah meniru dan memperhatikan 2. Tingkah laku model dipelajari melalui bahasa, teladan, dan nilai

3. Individu meniru suatu kemampuan dan kecakapan yang didemonstrasikan oleh seseorang yang dijadikan model oleh individu tersebut

4. Individu memperoleh kemampuan jika individu tersebut emmperoleh kepuasan dan penguatan yang positif

5. Proses pembelajaran meliputi perhatian, mengingat, meniru dengan tingkah laku timbal balik yang sesuai dan diakhiri dengan penguatan yang positif.

F. Dinamika Hubungan Pola Asuh Demokratis Dan Asertivitas

Seorang anak pertama kali belajar berinteraksi dengan orang lain dan mengenal segala sesuatu yang berada di sekitarnya dari keluarga terutama orang tua. Dalam mendidik anak, orang tua memiliki gaya tersendiri dalam berinteraksi dengan anak. Proses interaksi yang terjadi antara anak dan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(55)

35

orang tua di sebut pola asuh. Dalam pola asuh yang diterapkan orang tua terdapat nilai-nilai, sikap dan kepercayaan orang tua terhadap anak. Hal-hal tersebut yang akan mempengaruhi seorang anak dalam merespon lingkungannya. Nilai-nilai dan sikap yang diperlihatkan orang tua terhadap anaknya secara tidak langsung memberi contoh kepada anak untuk berperilaku seperti itu. Pada pola asuh demokratis, terdapat nilai-nilai dan sikap orang tua terhadap anaknya antara lain orang tua meluangkan waktunya unutk berkomunikasi dengan anak, adanya kehangatan dan keterlibatan dari orang tua dan ada keseimbangan antara otonomi dan kendali yang diberikan orang tua kepada anak. Hal-hal tersebut mempengaruhi seorang anak dalam mengembangkan asertivitas.

Dalam berkomunikasi, anak diberi kesempatan untuk mengungkapkan hal yang mereka rasakan, pikirkan dan pendapat mereka mengenai suatu hal yang terkadang berbeda dengan orang lain. Ketika seorang remaja diberikan kesempatan untuk mengungkapkan perasaan dan pikirannya maka dia juga akan menjadi terbiasa mengungkapkan perasaannya baik yang positif maupun yang negatif dalam kehidupan sehari-hari dan pergaulannya. Hal ini sesuai dengan teori bandura yang mengatakan bahwa orang tua sebagai model dalam hal ini orang tua memberikan contoh dengan mengungkapkan pikiran, pendapat dan perasaan dengan anak sehingga anak juga akan terbuka mengungkapkan pendapat, pikiran dan perasaannya. Seorang anak yang sudah terbiasa dengan perbedaan pendapat ketika berkomunikasi dalam keluarga dan tidak merasa takut

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(56)

36

akan dijauhi oleh teman ketika mempunyai perbedaan pendapat yang berbeda maka anak berani untuk berbeda dan mampu berkata tidak ketika orang lain memintanya melakukan sesuatu yang tidak ia suka dengan alasan.

Selain berkomunikasi dengan anak, orang tua juga memberikan kehangatan dan ikut terlibat dalam kehidupan anak. Dalam hal ini, orang tua memberikan bimbingan dan perhatian kepada anak sehingga anak merasa ditemani oleh orang tuanya. Selain itu, orang tua juga menerima kelebihan dan kelemahan anak yang mengakibatkan anak merasa dirinya diterima apa adanya. Menurut Wuffel (dalam Yessy, 2003), ketika orang tua melakukan kedua hal tersebut maka anak memiliki keamanan emosi. Anak yang aman secara emosi akan mampu mengutarakan pikiran dengan jelas tanpa merugikan orang lain dan mampu menyesuaikan diri dan mengikuti aturan bertingkah laku. Hal ini membuat seorang remaja mampu berbeda dengan lingkungannya meskipun lingkungan tidak mendukungnya.

Seorang anak yang mendapatkan pola asuh demokratis juga mendapatkan otonomi atau kebebasan dari orang tuanya meskipun tetap ada kendali dari orang tua. Ketika anak mendapatkan otonomi dari orang tua maka anak akan lebih mandiri dalam hidupnya karena anak diberi kesempatan untuk mengeksplorasi lingkungan. Anak yang bisa mandiri dalam hidupnya tidak akan mengikuti keinginan lingkungan saja tetapi juga mempertimbangkan kepentingannya. Hal ini sesuai dengan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(57)

37

pernyataan Masrun (dalam Nashori, 1999) yang mengatakan bahwa orang yang mandiri tidak akan menerima pengaruh dan dikuasai oleh lingkungan namun akan lebih banyak memberi pengaruh dan menguasai lingkungan. Selain itu, seorang remaja yang mandiri akan mampu menyesuaikan keinginan sendiri dan mempengaruhi lingkungan atau emmperhatikan nora yang berlaku dalam rangka penyelesaian problem yang dihadapi.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(58)

38

Bagan Dinamika Pola Asuh Demokratis dan Asertivitas pada Remaja Akhir Putri yang Tinggal di Asrama

Anak diberi anak mampu mengungkapkan

kesempatan untuk perasaan baik perasaan postif Adanya komunikasi mengungkapkan atau perasaan negatifnya

antara orang tua perasaannya dengan anak

orang tua menerima anak belajar bahwa dia anak mampu perbedaan pendapat boleh mempunyai berkata “tidak” atau pemikiran pendapat yang berbeda ketika sesuatu

tidak sesuai dengan dirinya

asertifitas

orang tua menerima anak merasa anak tinggi

kelebihan dan dirinya diterima kelemahan

adanya kehangatan anak memiliki

dan keterlibatan keamanan

dari orang tua orang tua memberi anak merasa emosi Perhatian dan dirinya ditemani

Bimbingan oleh orang tua

Anak mampu

Adanya otonimi berbeda dengan

dan kendali yang anak akan anak tidak hanya lingkungannya seimbang dari mandiri mengikuti keinginan

orang tua lingkungan Pola asuh

demokratis

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(59)

39

G. HIPOTESIS

Ada hubungan antara pola asuh demokratis dan asertivitas pada remaja. Remaja yang mendapatkan pola asuh demokratis akan memiliki asertivitas yang tinggi. Begitu pula sebaliknya, seorang remaja yang tidak mendapatkan pola asuh dari orang tuanya tidak memiliki asertivitas.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(60)

40

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan pendekatan korelasional. Tujuannya untuk melihat hubungan pola asuh demokratis orang tua dan asertivitas pada remaja putri akhir yang tinggal di asrama.

B. Variabel Penelitian

Variable tergantung/dependen/terikat/criterion : Asertivitas

Variable bebas/independen/tidak terikat/predictor : Pola Asuh Demokratis

C. Definisi Operasional

a) Asertivitas

Variabel tergantung pada penelitian ini adalah asertivitas. Asertivitas menurut Lazarus adalah suatu tingkah laku yang penuh ketegasan dalam menyatakan hak-hak pribadi dan berbuat sesuatu untuk mendapatkan hak tersebut yang timbul karena adanya kebebasan emosi (dalam Iriana, 2009)

Asertivitas di dalam penelitian ini diukur dengan skala asertivitas yang disusun berdasarkan ciri-ciri yang dipaparkan oleh Lazarus (dalam Rakos,1991) yaitu :

1. Kemampuan untuk berkata ‘tidak’

2. Kemampuan untuk meminta pertolongan

3. Kemampuan untuk mengekspresikan prasaan positif dan negatif 4. Kemampuan untuk memulai, melanjutkan dan mengakhiri percakapan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(61)

41

Peneliti memilih menggunakan teori dari Lazarus dibandingkan teori dari Galassi karena teori dari tokoh Lazarus lebih ringkas, sederhana dan menurut peneliti lebih mudah dijabarkan dalam item-item sedangkan teori dari tokoh Gallasi mengenai ciri-ciri asertivitas cenderung tumpang tindih misalnya ciri memperjuangkan hak individu tumpang tindih dengan ciri mengekspresikan pendapat pribadi, menolak permintaan, dan mengekspresikan ketidaksukaan.

Skor tinggi pada skala ini menunjukkan remaja cenderung memiliki asertivitas yang tinggi sedangkan skor rendah pada skala ini menunjukkan remaja cenderung memiliki asertivitas yang rendah dalam hidupnya. b) Pola Asuh Demokratis

Variabel bebas pada penelitian ini adalah Pola asuh demokratis. Menurut Santrock (2007), ciri-ciri pola asuh demokratis antara lain orang tua menjadikan dirinya sebagai model panutan bagi remaja, orang tua hangat dan berupaya membimbing remaja, orang tua melibatkan remaja dalam membuat keputusan, orang tua berwenang untuk mengambil keputusan akhir dalam keluarga dan orang tua menghargai disiplin remaja.

Pola asuh demokratis dalam penelitian ini diukur dengan skala pola asuh demokratis yang disusun oleh Wahyuningtyas (2010). Pola asuh demokratis diketahui dari persepsi seorang remaja terhadap pola asuh demokratis yang diberikan orang tua. Pola asuh demokratis disusun berdasarkan aspek-aspek yang dikemukakan oleh Santrock (2007), antara lain:

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(62)

42

a. Aspek keseimbangan antara kendali dan otonomi yang diberikan oleh orang tua

1. Anak dilibatkan dalam pengambilan keputusan

2. Orang tua memberikan motivasi dan kebebasan yang terarah kepada anak.

3. Orang tua menerapkan peraturan berdasarkan kesepakatan bersama b. Aspek komunikasi antara anak dan orang tua (memberi dan menerima

secara verbal)

1. Orang tua memberikan kesempatan pada anak untuk menyampaikan ide atau pendapatnya.

c. Aspek kehangatan dan keterlibatan orang tua terhadap perkembangan anak.

1. Orang tua mampu memberikan teladan perilaku kepada anak. 2. Orang tua mampu mengikuti perkembangan anak.

3. Anak diakui keberadaannya oleh orang tua

Skor tinggi pada skala ini menunjukkan remaja cenderung mendapatkan pola asuh demokratis yang tinggi sedangkan skor rendah pada skala ini menunjukkan remaja cenderung mendapatkan pola asuh demokratis yang rendah dalam hidupnya.

D. Subjek Penelitian

Karakter subjek penelitian ini adalah a. Jenis kelamin perempuan

b. Remaja yang berusia 18-21 tahun

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(63)

43

c. Remaja yang tinggal di asrama

E. Sampling

Metode sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode purposive sampling. Metode ini menunjukkan bahwa sampling penelitian sudah di tentukan sebelumnya.

F. Metode dan Alat Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode summated rating, yang disusun dengan menggunakan metode penskalaan model likert. Skala yang digunakan dalam penelitian ini ada dua, yaitu skala pola asuh demokratis dan skala asertivitas pada remaja.

Adapun skala untuk masing-masing variabel penelitian ini adalah: 1. Skala Pola asuh Demokratis

Pengukuran pola asuh demokratis menggunakan skala pola asuh demokratis yang disusun oleh Wahyuningtyas (2010). Pada skala pola asuh demokratis ini, peneliti sebelumnya menggunakan validitas isi. Validitas isi diselidiki melalui analisis rasional terhadap isi atau

professional judgement (Azwar, 1999).

Peneliti sebelumnya melakukan seleksi item dan terdapat 72 item yang baik dari 90 item yang diujikan. Koefisien korelasi yang paling kecil sebesar 0.331 dengan jumlah item yang digunakan sebanyak 60 item. Reliabilitas yang dihasilkan dari perhitungan skala ini sebesar 0,963 dengan subjek remaja akhir. Skala pola asuh ini tidak di tryoutkan lagi karena reliabilitas skala ini sudah cukup baik dan subjek penelitian yang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(64)

44

digunakan sebelumnya sesuai dengan subjek pada penelitian ini yaitu remaja akhir.

Skala pola asuh demokratis disajikan dalam pernyataan favorable dan

unfavorable. Subjek diminta untuk memilih salah satu jawaban dari empat

alternatif jawaban yaitu Sangat Setuju, Setuju, Tidak Setuju dan Sangat Tidak Setuju. Hadi (2004) menjelaskan modifikasi skala Likert menjadi 4 memiliki alasan tersendiri yaitu untuk menghilangkan kecenderungan subjek memilih jawaban netral karena alternatif jawaban ini menandakan subjek ragu-ragu atau belum dapat memutuskan. Subjek bebas memilih salah satu dari empat alternatif jawaban yang sesuai dengan diri subjek. Penilaian subyek untuk pernyataan positif (favorable), yaitu:

Tabel 1

Skor Butir-butir Favorable Skala Pola Asuh Demokratis

Respon Skor

Sangat Setuju (SS) 4

Setuju (S) 3

Gambar

Skor Butir-butir Tabel 1 Favorable Skala Pola Asuh Demokratis
Tabel 4 Tabel Spesifikasi Asertivitas sebelum dan sesudah Try Out
Tabel Spesifikasi Skala Asertivitas Sesudah Try Out
Tabel 6 Data Usia Subjek Penelitian
+2

Referensi

Dokumen terkait

Di dalam sistem ini, pemain dapat melihat hasil kerjanya dalam permainan ini yang berupa Trophy yang diperoleh dari pencapaiannya di Story Mode dan juga High Score yang

Awalnya saya mau daftar haji ONH pemerintah lalu bertemu teman yang sudah bergabung dengan Armina lebih dulu,.. kemudian dia menawarkan pada saya bisnis

Namun demikian struktur tabel database Siomon ha- rus sinkron dengan struktur tabel pada data- base sistem data pribadi mahasiswa atau myunnes agar hasil monitoring

2. Dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam pembelajaran matematika pada pokok bahasan rumus-rumus trigonometri, hasil belajar yang diperoleh siswa

Tabel V.12 Hubungan antara Adiksi dengan Perilaku Cybersex pada Remaja Di Sekolah Lanjut Tingkat Atas di Kubu Raya

Tetapi perlu kita teliti lebih lanjut, apakah penurunan jumlah pengguna jasa DHL GF Semarang mungkin terjadi karena adanya faktor lain terutama yang berkaitan

Berdasarkan 17 (tujuh belas) data kasus yang digunakan untuk pengujian, sistem menghasilkan 5 (lima) data kasus yang memiliki urutan nilai akhir terbesar

Filsafat dimulai dengan ragu-ragu akan sesuatu dan rasa ingin tahu akan sesuatu ( kebenaran/kepastian). Pengertian filsafat secara garis besar adalah ilmu yang mendasari suatu