• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ADIKSI, KONTROL DIRI DAN TIPE KEPRIBADIAN TERHADAP PERILAKU CYBERSEX PADA REMAJA SEKOLAH LANJUT TINGKAT ATAS DI KUBU RAYA - Repository UM Pontianak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "HUBUNGAN ADIKSI, KONTROL DIRI DAN TIPE KEPRIBADIAN TERHADAP PERILAKU CYBERSEX PADA REMAJA SEKOLAH LANJUT TINGKAT ATAS DI KUBU RAYA - Repository UM Pontianak"

Copied!
186
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ADIKSI, KONTROL DIRI DAN TIPE KEPRIBADIAN

TERHADAP PERILAKU

CYBERSEX

PADA REMAJA

SEKOLAH LANJUT TINGKAT ATAS

DI KUBU RAYA

SKRIPSI

OLEH :

VALENA DILA KARSINTA

NPM : 141510225

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS

MUHAMMADIYAH PONTIANAK

TAHUN

(2)

HUBUNGAN ADIKSI, KONTROL DIRI DAN TIPE KEPRIBADIAN

TERHADAP PERILAKU

CYBERSEX

PADA REMAJA

SEKOLAH LANJUT TINGKAT ATAS

DI KUBU RAYA

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Sebagian Persyaratan Menjadi

Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)

Oleh :

Valena Dila Karsinta

NPM : 141510225

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS

MUHAMMADIYAH PONTIANAK

TAHUN

(3)
(4)
(5)

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya

yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan

Tinggi dan sepanjang pengatahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat

yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu

dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Segala prosedur dalam

penyusunan skripsi saya jalankan melalui prosedur dan kaidah yang benar serta

didukung dengan data-data yang dapat dipertanggungjawabkan keabsahannya.

Jika dikemudian hari ditemukan kecurangan, maka saya bersedia untuk

menerima saksi berupa pencabutan hak terhadap ijasah dan gelar yang saya

terima.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.

Pontianak, 04 September 2017

(6)

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Motto :

“DON’T LOSE THE FAITH, KEEP PRAYING, KEEP TRYING”

“Jangan kehilangan iman, tetap berdoa, tetap mencoba”

Persembahan :

Dengan tidak melupakan ucapan Pujisyukur kepada Tuhan Yang

Maha Esa yang telah memberikan berkat danra hmat-Nya, karya

ini ku persembahkan kepada :

Kedua orangtuaku tercinta Bapak Yulius Kurniawan dan Ibu

Putriana Lidia

Adik-adikku tersayang Felisia Carissa Novela dan Angela

Atira Yulda

Sahabat seperjuanganku Donatila Naria Mieke, Desi Angreani,

Purwa Indra Santoso dan Yunik Septawati

(7)

BIODATA

BIODATA PENULIS

Nama : Valena Dila Karsinta

Tempat, Tanggal lahir : Pontianak , 23Mei 1993

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Khatolik

Nama Orang Tua

Ayah : Yulius Kurniawan

Ibu : Putriana Lidia

Alamat : Jl. Adi Sucipto Gg. Ikhlas No. 3 Kubu Raya

JENJANG PENDIDIKAN

SD : SD St. Monika (1999-2004)

SMP : Kristen Immanuel II (2005-2007)

SMA : Gembala Baik (2008-2010)

D-III : Akademi Kebidanan St. Benedicta (2010-2013)

S1 (SKM) : Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus atas segala rahmat

Tuhan Yesus yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, serta diberikan

kesehatan sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hubungan

Adiksi, Kontrol Diri dan Tipe Kepribadian Terhadap Perilaku Cybersex pada

Remaja Sekolah Lanjut Tingkat Atas di Kubu Raya”.

Penyusunan skripsi ini penulis mendapatkan bimbingan, arahan serta

bantuan dari berbagai pihak. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tanpa

dukungan dan bantuan dari semua pihak, skripsi ini tidak akan terwujud, untuk itu

perkenankan penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak H. Helman Fachri, SE.,M.M selaku Rektor Universitas

Muhammadiyah Pontianak.

2. Ibu Linda Suwarni, S.K.M., M.Kes selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Pontianak

3. Bapak M. Taufik, S.K.M., MKM selaku dosen Pembimbing I yang dengan

penuh kesabaran hati telah bersedia meluangkan waktu dalam memberikan

bimbingan dan pengarahan pada penyusunan skripsi penelitian ini.

4. Iskandar Arfan, S.K.M., M.Kes (Epid) selaku Dosen Pembimbing II yang

telah memberikan saran-saran yang berkaitan dengan penyusunan skripsi

penelitian ini.

5. Seluruh Dosen dan Staf yang telah membantu kelancaran dan penyelesaian

proses pendidikan di Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah

Pontianak.

6. Kedua orang tua serta keluarga yang telah memberi doa restu, motivasi,

semangat, nasehat dan dukungan materi kepada penulis.

7. Rekan-rekan seangkatan yang tidak dapat saya sebutkan namanya satu

persatu dan telah banyak membantu dalam penyusunan skripsi penelitian ini.

8. Seluruh keluarga yang telah memberikan dorongan, bantuan dan semangat

(9)

Mudah-mudahan penulisan skripsi penelitian ini bermanfaat bagi kita

semua dan semoga segala usaha yang telah dilaksanakan kiranya mendapat berkat

dari Tuhan Yesus.

Pontianak, 04 September 2017

(10)

ABSTRAK

FAKULTAS ILMU KESEHATAN SKRIPSI, SEPTEMBER 2017 VALENA DILA KARSINTA

HUBUNGAN ADIKSI, KONTROL DIRI DAN TIPE KEPRIBADIAN

TERHADAP PERILAKU CYBERSEX PADA REMAJA SEKOLAH LANJUT

TINGKAT ATAS DI KUBU RAYA

xvi + 117 halaman + 25 tabel +1 gambar + 4 lampiran

Latar belakang: Pengakses situs porno di Indonesia peringkat enam Tahun 2013,

peringkat ketiga Tahun 2014 dan peringkat kedua Tahun 2015. Remaja merupakan salah satu umur yang mudah untuk terpengaruh pornografi. Hasil

survey terhadap 50 orang siswa di SMA dan SMK mengalami adiksi cybersex

60%, kontrol diri rendah 20%, tipe kepribadian introvet 4% dan berperilaku

cybersex 14%. Tujuan penelitian ini mengetahui hubungan adiksi, kontrol diri dan

tipe kepribadian terhadap perilaku cybersex pada remaja di Sekolah Lanjut

Tingkat Atas di Kubu Raya.

Metode: Populasi di 4 sekolah yaitu SMA Negeri, SMA Swasta, SMA Islam dan

SMA Kristen dengan sampel sebanyak 158 orang siswa/i menggunakan desain

analitik dengan pendekatan cross sectional. Teknik pengambilan sampel

menggunakan simple random sampling menggunakan uji chi-square dengan

kepercayaan 95%.

Hasil: Penelitian menunjukkan bahwa adiksi berpengaruh signifikan secara

individu terhadap perilaku Cybersex dengan p value 0,038 dan PR 1,412, kontrol

diri berpengaruh signifikan secara individu terhadap perilaku Cybersex dengan p

value 0,000 dan PR 10,446, tipe keperibadian berpengaruh signifikan secara

individu terhadap perilaku Cybersex dengan p value 0,029 dan PR 1,480.

Saran: Orang tua hendaknya memberikan kontrol terhadap penggunaan Hp yang

belebihan dengan teguran, nasihat dan melakukan pengecekan terhadap Hp yang

digunakan anaknya untuk menghindari perilaku cybersex.

Kata Kunci : Adiksi, Kontrol Diri, Tipe Kepribadian, Perilaku Cybersex

(11)

ABSTRACT

FACULTY OF HEALTH SCIENCES THESIS, SEPTEMBER 2017

VALENA DILA KARSINTA

CORRELATION OF ADDICTION, SELF-CONTROL, PERSONALITY, AND CYBERSEX BEHAVIOR AMONG STUDENTS OF SENIOR HIGH SCHOOLS IN KUBU RAYA

xvi + 117 pages + 25 tables + 1 figure + 4 appendices

Background : People of Indonesia have been exposed to cybersex for years. In

2013, it ranked sixth, in 2014, it ranked third, and in 2015, it ranked fifth. The dominant cybersex users are adolescents, as their curiosity to porn sites is high. A survey conducted to 50 students of senior high and vocational schools shows that 60% of them are addicted to porn sites, 20% of them have low self-control, 4% of them are introvert, and 14% of them have cybersex behavior. This study aimed at finding out the correlation of addiction, self-control, personality, cybersex behavior among students of senior high schools in Kubu Raya.

Method: The samples were 158 students selected from 4 schools (public, private,

Islamic, and Catholic schools). The designs of the study were analytic and cross sectional. The data analysis was chi square test.

Results: The study shows significant correlations of addiction (p value=0,038 PR

1,412), self-control (p value=0,000 PR 10,446), personality (p value=0,029 PR 1,480), and cybersex behavior .

Suggestion: To avoid the adolescents from cybersex behavior, parents need to

control of their kid‟s device by giving advice, and routinely checking the device.

Keywords: addiction, self-control, personality, cybersex behavior

(12)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSETUJUAN . ... iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v

BIODATA ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

ABSTRAK ... x

ABSTRACT ... xi

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah.. ... 11

1.3. Tujuan Penelitian... 12

1.4. Manfaat Penelitian... 12

1.5. Orisinalitas Peneliti ... 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 17

2.1. Remaja ... 17

2.2. Cybersex ... 27

2.3. Adiksi ... 30

2.4. Kontrol Diri ... 33

2.5. Tipe Kepribadian ... 43

2.6. Teori perilaku Lawrence Green ... 56

(13)

BAB III KERANGKA KONSEP ... 59

3.1. Kerangka Konsep ... 59

3.2. Variabel Penelitian ... 59

3.3. Definisi Operasional ... 60

3.4. Hipotesis Penelitian ... 61

BAB IV METODE PENELITIAN ... 63

4.1. Desain Penelitian ... 63

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian ... 63

4.3. Populasi dan Sampel ... 63

4.4. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data ... 67

4.5. Teknik Pengolahan dan Penyajian Data ... 68

4.6. Teknik Analisa Data ... 68

4.7. Teknik Penyajian Data ... 69

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 71

5.1. Hasil Penelitian ... 71

5.2. Pembahasan ... 88

5.3. Keterbatasan Penelitian ... 106

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 109

6.1. Kesimpulan... 109

6.2. Saran ... 110

DAFTAR PUSTAKA ... 112

(14)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Orisinilitas Penelitian ... 14

Tabel III.1 Definisi Operasional Penelitian ... 59

Tabel IV.1 Jumlah Sampel ... 65

Tabel IV.2 Proporsi Sampel ... 65

Tabel V.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Umur Di SMA Kabupaten Kubu Raya ... 75

Tabel V.2 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Di SMA Kabupaten Kubu Raya ... 75

Tabel V.3 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Kelas Di SMA Kabupaten Kubu Raya ... 76

Tabel V.4 Adiksi ... 76

Tabel V.5 Distribusi Jawaban per Item Pertanyaan Berdasarkan Kuesioner Tentang Adiksi ... 77

Tabel V.6 Kontrol Diri ... 78

Tabel V.7 Distribusi Jawaban per Item Pertanyaan Berdasarkan Kuesioner Tentang Kontrol Diri ... 79

Tabel V.8 Tipe Kepribadian ... 80

Tabel V.9 Distribusi Jawaban per Item Pertanyaan Berdasarkan Kuesioner Tentang Tipe Kepribadian ... 80

Tabel V.10 Cybersex ... 83

Tabel V.11 Distribusi Jawaban per Item Pertanyaan Berdasarkan Kuesioner Tentang Perilaku Cybersex ... 83

Tabel V.12 Hubungan antara Adiksi dengan Perilaku Cybersex pada Remaja Di Sekolah Lanjut Tingkat Atas di Kubu Raya ... 84

Tabel V.13 Hubungan antara Kontrol Diri dengan Perilaku Cybersex Pada Remaja di Sekolah Lanjut Tingkat Atas di Kubu Raya ... 85

(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar III.1 Kerangka Konsep Penelitian ... 58

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran1 Surat Pernyataan Ketersediaan Sebagai Informan

Lampiran 2 Kuesioner Penelitian

Lampiran 3 Izin Penelitian

Lampiran 4 Output SPSS

(17)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Kesehatan masyarakat merupakan salah satu modal pokok dalam

rangka pertumbuhan dan kehidupan bangsa dapat diwujudkan secara optimal

melalui penyelenggaraan upaya kesehatan. Upaya kesehatan adalah setiap

kegiatan untuk memelihara, meningkatkan kesehatan dan tempat yang

digunakan untuk menyelenggarakannya disebut sarana kesehatan. Sarana

kesehatan berfungsi untuk melakukan upaya kesehatan dasar, rujukan dan

atau upaya kesehatan penunjang. Selain itu, sarana kesehatan dapat juga

dipergunakan untuk kepentingan pendidikan dan pelatihan serta penelitian,

pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan (Aslam,

2013).

Kesehatan reproduksi sangat diperlukan oleh masyarakat, khususnya

remaja. Berdasarkan laporan dari World Health Organization (WHO) 2012,

kelompok usia remaja (10-19 tahun) pada tahun 2010 menempati seperlima

jumlah penduduk dunia, dan 83% di antaranya hidup di negara-negara

berkembang. Usia remaja merupakan usia yang paling rawan mengalami

masalah kesehatan reproduksi seperti kehamilan dan melahirkan usia dini,

aborsi yang tidak aman, Infeksi Menular Seksual (IMS) termasuk Human

Immunodeficiency Virus (HIV), pelecehan seksual dan perkosaan.

Menurut United Nations High Commisioner for Refugees atau UNHCR

(18)

Pada saat ini, sekitar 1,3 miliar komposisi penduduk dunia tergolong usia

remaja (UNFPA, 2007). Sedangkan di Indonesia, komposisi penduduk

berusia remaja mencapai 45 juta jiwa atau sekitar seperlima dari estimasi total

jumlah penduduk Indonesia (Kemenkes RI, 2012). Kelompok remaja ini

dapat menjadi modal bagi pembangunan bangsa apabila memiliki kualitas

yang memadai. Sebaliknya, kelompok remaja dapat menjadi beban dalam

pembangunan suatu bangsa bila tidak memiliki kualitas yang diharapkan.

Sampai saat ini dilaporkan banyak permasalahan yang menyangkut

remaja, mulai dari putus sekolah, kenakalan remaja hingga hal-hal yang

berhubungan dengan paparan penyakit yang berdampak terhadap angka

kesakitan dan kematian remaja. Suroso (2015), melaporkan bahwa tingkat

kecelakaan dan luka yang disengaja paling tinggi pada kelompok remaja.

Selain itu, kelompok remaja juga mengalami peningkatan jumlah sebagai

penderita HIV dan AIDS, penggunaan tembakau, obat terlarang, kekerasan,

kenakalan, pelecehan seksual, dan aborsi (Suroso, 2015). Angka kematian

remaja diprediksi akan mengalami peningkatan sehubungan dengan

bertambahnya kejadian kehamilan remaja yang mencapai rata-rata 20%.

Remaja sebagai penerus generasi bangsa adalah aset yang harus dijaga

dan jamin dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Remaja yang sehat

akan menjamin kelangsungan pembangunan bangsa di masa yang akan

datang. Dengan demikian status kesehatan remaja adalah suatu hal yang perlu

(19)

dapat menciptakan generasi muda yang sehat, tangguh dan produktif serta

mempunyai daya saing di era globalisasi sekarang ini (Depkes RI, 2009).

Remaja merupakan periode transisi antara masa anak-anak ke masa

dewasa (Sarwono, 2012). Banyak yang menyebut masa remaja adalah masa

pencarian jati diri ataupun masa rentan. Karena remaja mudah terpengaruh

oleh teman, lingkungan dan tidak jarang pula menjerumuskan pada hal-hal

yang negatif. Salah satunya menggunakan media internet untuk mengakses

situs-situs porno atau yang biasa disebut cybersex (Erawati, 2012).

Sajian situs porno di internet selain memperlihatkan gambar-gambar

wanita telanjang, ternyata juga menayangkan video hubungan seksual,

paedophilia (foto telanjang anak-anak), hebephilia (foto telanjang remaja)

dan paraphilia (materi seks “menyimpang”); termasuk di antaranya gambar

-gambar sadomasochism (perilaku seks dengan siksaan fisik), perilaku

sodomi, urinasi (perilaku seks dengan urin), defekasi (perilaku seks dengan

feses) dan perilaku seks dengan hewan (Rahmawati, 2012).

Ketertarikan remaja terhadap materi porno di internet berkaitan dengan

masa transisi yang sedang dialami remaja, masa transisi tersebut ditandai

dengan berubahnya fisik, seksual, emosional, religi, moral, sosial, maupun

intelektual. Aspek seksual ditunjukkan remaja dengan memiliki rasa ingin

tahu yang besar mengenai misteri seks, mereka bertanya-tanya, apakah

mereka memiliki daya tarik seksual, bagaimana caranya berperilaku sexy

(20)

Kematangan-kematangan organ-organ seksual dan perubahan

hormonal, mengakibatkan munculnya dorongan seksual dalam diri remaja

(Desminta, 2012). Hurlock (2013) juga menyatakan bahwa remaja yang

mengalami perubahan seksual akan meningkatkan dorongan seksual yang

ditandai dengan keingin tahuan yang besar terhadap hal-hal yang berkaitan

dengan seks dan berusaha mencari lebih banyak informasi mengenai seks,

termasuk informasi tentang seks melalui akses internet.

Jumlah pengguna internet di Indonesia, 50% di antaranya tidak bisa

menahan diri untuk tidak membuka situs porno, hampir 60% telah mengambil

peran dalam online sex atau melakukan aktivitas seksual dengan seseorang

yang bukan pasangannya (Sari, 2012). Hasil survei yang dilakukan Komisi

Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) terhadap 4.500 pelajar SMP dan SMA

di 12 kota besar Indonesia menunjukkan hasil yang cukup mencengangkan.

Sebanyak 97 persen responden mengaku telah mengakses situs berkonten

pornografi dan juga menonton video porno melalui internet (Wahyudi, 2015).

Perilaku seksual remaja di Kalimantan Barat (Kalbar) sebagian besar

terpaparan media pornografi (57,3%) (Suwarni, 2015). Pontianak Post, (2016)

merilis bahwa Kota Pontianak merupakan tertinggi pengaduan kejahatan

seksual yaitu 12 (dua belas) kasus, Kubu Raya 3 (tiga) kasus, Sanggau 2

(dua) kasus, Singkawang, Bengkayang, Ketapang, masing-masing 1 (satu)

kasus. Laporan pengaduan kejahatan terhadap anak tersebut, karena

seseorang sering mengunggah situs porno atau menonton film porno

(21)

Studi yang dilakukan melalui Cyber Compare.net Tahun 2014

kebiasaan penggunaan Internet di Inggris. Penelitian berfokus pada aktivitas

sehari-hari yang dilakukan orang-orang menggunakan teknologi serta gadget.

Dari total 1.612 pria dan wanita berusia lebih dari 18 tahun yang rutin

melakukan aktivitas seksual, yaitu: sexting sebanyak 37%, video seks pada

posisi kedua dengan 30% dan webcam sex sebanyak 26% pada posisi ketiga

(Editor: Kuba, 2014). Jumlah pengguna internet di Indonesia mencapai angka

83,7 juta orang pada tahun 2014. Dengan angka tersebut menempatkan

Indonesia sebagai negara terbesar dengan jumlah pengguna internet terbesar

ke-6 di dunia. Sedangkan pengakses situs porno di Indonesia setiap tahunnya

mengalami peningkatan, Tahun 2013 Indonesia berada diperingkat enam,

Tahun 2014 meningkat menjadi peringkat ketiga dan 2015 peringkat kedua di

Dunia (Tribune, 2016).

Aisyah (2005) menunjukkan bahwa: “media informasi seperti website atau situs-situs di internet yang berisi gambar-gambar, video atau tulisan yang

berbau pornografi atau mengumbar seksualitas menjadi salah satu faktor

determinan yang mempengaruhi prilaku seksual bebas pada remaja”. Hal ini

didukung oleh sebuah penelitian yang di lakukan Pusat Studi Hukum

Universitas Islam Indonesia menyebutkan sekitar 15% dari 202 remaja

berumur 15-25 tahun pernah melakukan hubungan seks karena terpengaruh

oleh tayangan pornografi melalui internet, VCD, televisi dan bacaan

pornografi. Selain itu, terungkap 93,5% remaja telah menyaksikan VCD

(22)

Pria remaja berusia 12 hingga 17 tahun yang secara teratur melihat situs

porno cenderung melakukan hubungan seks pada usia dini, mereka cenderung

berani mencoba seks oral dan meniru apa yang di lihatnya di internet (Jones,

2015). Menurut Ermida (dalam Aprilia, 2009) hampir 80% gambar di internet

adalah gambar porno. Internet juga merupakan sarana bercengkrama yang

bertopik fantasi dan komunikasi fantasi lain yang dierotiskan maupun tidak

dierotiskan diantara penggunanya, salah satunya adalah cybersex (Sari, 2012).

Cybersex, saat ini telah menjadi sebuah fenomenal sexsual yang

bertumbuh cukup pesat, terutama dikota-kota besar di mana internet semakin

mudah diakses. Apalagi ditambah pula semakin menjamurnya situs porno,

fasilitas chatting yang menawarkan webcam dan internet phone. Hal ini

tentunya menjadi penyebab semakin tingginya cybersex.

Menurut Aram (2001) gambar/situs porno dapat meningkatkan

neurotrasmitter ketika terjadi rangsangan seksual yang menghasilkan efek

menyenangkan bagi tubuh sehingga cenderung diulang dan secara psikologis

dapat menimbulkan adiksi. Hal ini sesuai dengan pendapatnya Rahmawati,

(2002) internet dapat menciptakan kecanduan cybersex.

Kecanduan situs porno internet (cyber-sexual addiction), yaitu

seseorang yang melakukan penelusuran dalam situs situs porno atau cybersex

secara kompulsif. Individu yang mengalami kecanduan cybersex atau

pornografi melalui internet ditandai dengan ketergantungan melihat,

(23)

memperdagangkan pornografi secara online atau melakukan percakapan

tentang fantasi seksual melalui chat rooms (Basri, 2014).

Pecandu akan terus meminta sesuatu yang lebih dan lebih. Pada kasus

adiksi terhadap pornografi, ditandai dengan ketergantungan melihat,

menemukan, menelusuri, mendownload, dan berlangganan serta

memperdagangkan pornografi secara online atau melakukan percakapan

tentang fantasi seksual melalui chat rooms (Basri, 2014).

Pecandu cybersex, perlu diberikan pemahaman agama yang baik agar

dapat dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga pecandu cybersex

dapat mengontrol dirinya, karena seseorang yang melakukan praktek agama

dengan baik, yang tujuannya adalah semata-mata hanya untuk menyembah

tuhan, maka dengan hal ini seseorang dapat mengontrol perilakunya atau

dengan kata lain meningkatkan kontrol dirinya. Goldfried dan Merbaum

dalam Ghufran (dalam Khairunnisa, 2013) mendefinisikan kontrol diri

sebagai suatu kemampuan menyusun, membimbing, mengatur dan

mengarahkan bentuk perilaku yang dapat membawa individu ke arah

konsekuensi positif. Rahmawati (2002) menyebutkan ada hubungan antara

religiusitas dengan kecenderungan mengakses situs porno pada remaja.

Makin tinggi tingkat religiusitas remaja, makin rendah kecenderungannya

untuk mengakses situs porno, sebaliknya semakin rendah religiusitasnya

semakin tinggi kecenderungannya untuk mengakses situs porno.

Banyak faktor yang mempengaruhi timbulnya masalah perilaku seks di

(24)

(2015) juga menyebutkan bahwa faktor yang mempengaruhi kecanduan seks

remaja adalah tipe kepribadian yang terdiri dari kepribadian introvert dan tipe

kepribadian extrovert. Bila sudah menjadi kecanduan, cybersex ini menjadi

kombinasi adiksi, yaitu adiksi seks dan adiksi internet, di mana seseorang

secara berulang menggunakan fasilitas internet guna pemuasan hasrat

seksualnya (Pravi, 2010).

Orang dengan tipe kepribadian introvert cenderung memiliki tingkat

kecanduan yang lebih besar dari orang bertipe kepribadian extrovert dalam

mengunjungi situs porno atau cybersex Meskipun secara implicit,

nampak pada saat seseorang menghadapi situasi dilema sampai dengan ia

melakukan sesuatu pastilah ia sudah melakukan pengambilan keputusan

(Purnomosidi, 2015). Ada hubungan antara tipe kepribadian dengan perilaku

seksual berisiko remaja (Candra, 2014).

Carners, Delmonico, dan Griffin (2011) mengkategorikan beberapa

bentuk perilaku cybersex, yang pertama adalah mengakses pornografi di

internet (seperti gambar, video, cerita teks, majalah, film, dan game). Real

time dengan pasangan fantasi atau chatting yang memuat obrolan erotis

dengan teman chat di ruang mengobrol juga banyak diperbincangkan saat ini,

bahkan beberapa orang sampai menggunakan kamera web untuk melihat

pasangan mereka di ruang ngobrol (Carvalheira & Gomes, 2012).

Emmylia (2014) menyebutkan sex di dunia cyber melaui jaringan

Internet yang sebagaian besar perilaku cybersex adalah para remaja yang

(25)

Daneback, Cooper, & Mansson, 2005) mengatakan bahwa pada beberapa

kasus, mereka saling tukar menukar gambar mereka sendiri atau

gambar-gambar erotis dan gambar-gambar-gambar-gambar bergerak yang mereka dapat dari web

internet.

Penelitian yang dilakukan Sultoni (2012) menyebutkan dampak media

internet terhadap perilaku seks bebas di kalangan mahasiswa yaitu mahasiswa

yang melakukan perilaku seks bebas dalam kategori ringan ada 5 orang atau

(33,33%) dikarenakan mahasiswa tersebut berkencan berpelukan,

berpegangan tangan dan ciuman bibir.

Saat ini dengan teknologi internet, semakin mudah bagi remaja untuk

mendapatkan berbagai bentuk sajian seks online (cybersex) tanpa filter. Hal

ini secara langsung maupun tidak langsung akan berdampak negatif bagi

remaja, sehingga dalam waktu dekat atau malah saat ini jenis-jenis pornografi

ini akan menjadi persoalan serius yang menyangkut masalah moral. Pada

tataran aksi dampak cybersex bisa berwujud kekerasan seksual. yang bersifat

kriminal, sedangkan dalam tataran ideologis akan melahirkan berbagai

perilaku seks yang menyimpang (Gunawan, 2014).

Hasil survey terhadap 50 orang siswa yaitu SMK Santa Monika, SMA

Adisucipto, SMA Widya Pratama, SMK Pertukangan Santo Yusuf dan SMK

Immanuel II Kubu Raya diketahui bahwa siswa SMK Santa Monika sebagian

besar mengalami adiksi cybersex 8 orang atau 80%, 10 orang atau 100%

(26)

Pratama mengalami adiksi cybersex dan 7 orang atau 70% siswa SMK

Immanuel II Kubu Raya mengalami adiksi cybersex.

Adiksi cybersex yang dilakukan berupa mengakses dan menonton

adegan-adegan seksual di internet, mendownload video seks, siswa juga

kurang melakukan kontrol diri dengan tidak memikirkan akibat dari

perbuatannya dan siswa memiliki tipe kepribadian tertutup untuk hal yang

berkaitan dengan pornografi yang dilakukannya, tidak mendengarkan nasehat

teman lain dan kurang mengamalkan ajaran agama, bahkan ada sebagian

siswa yang suka membicarakan tentang seksual secara terbuka, ikut-ikutan

teman yang suka berperilaku negatif seperti mengajak membuka situs

pornografi melalui Hp dari hal tersebut ada siswa yang berkeinginan

melakukan onani, bahkan mengaku pernah melakukan ciuman, pelukan dan

bahkan senggama dengan pasangannya (pacar) (Wawancara, 21 Januari

2016).

Selain itu, berdasarkan kuesioner yang diberikan kepada 10 orang siswa

menunjukkan perilaku adiksi, di mana sebanyak 4 orang siswa mengatakan

gelisah apabila dalam seminggu tidak melakukan cybersex dan 3 orang siswa

yang mengatakan melakukan cybersex karena ingin menghindari masalah,

kemudian 3 orang siswa lupa waktu kalau sedang melakukan cybersex.

Sebanyak 5 orang siswa menabung agar paket internet terus aktif dan

sebanyak 5 orang siswa mengaku sering menyendiri apabila melakukan

(27)

karena aman dari penyakit, biayanya murah dan tidak seorang kawanpun

yang tahu perilakunya.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti merasa perlu adanya suatu

penelitian tentang “Hubungan Adiksi, Kontrol Diri dan Tipe Kepribadian

Terhadap Perilaku Cybersex pada Remaja di Sekolah Lanjut Tingkat Atas di

Kubu Raya”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan

permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana gambaran adiksi remaja Sekolah Lanjut Tingkat Atas di

Kubu Raya?

2. Bagaimana gambaran kontrol diri remaja Sekolah Lanjut Tingkat Atas di

Kubu Raya?

3. Bagaimana gambaran tipe kepribadian remaja Sekolah Lanjut Tingkat

Atas di Kubu Raya?

4. Apakah adiksi berhubungan dengan perilaku cybersex pada remaja

Sekolah Lanjut Tingkat Atas di Kubu Raya?

5. Apakah kontrol diri berhubungan dengan perilaku cybersex pada remaja

Sekolah Lanjut Tingkat Atas di Kubu Raya?

6. Apakah tipe kepribadian berhubungan dengan perilaku cybersex pada

(28)

1.3 Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui “Hubungan adiksi,

kontrol diri dan tipe kepribadian terhadap perilaku cybersex pada remaja

di Sekolah Lanjut Tingkat Atas di Kubu Raya”.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui gambaran adiksi remaja Sekolah Lanjut Tingkat

Atas di Kubu Raya.

b. Untuk mengetahui gambaran kontrol diri remaja Sekolah Lanjut

Tingkat Atas di Kubu Raya.

c. Untuk mengetahui gambaran tipe kperibadian remaja Sekolah Lanjut

Tingkat Atas di Kubu Raya.

d. Untuk mengetahui hubungan adiksi dengan perilaku cybersex pada

remaja Sekolah Lanjut Tingkat Atas di Kubu Raya.

e. Untuk mengetahui hubungan kontrol diri dengan perilaku cybersex

pada remaja Sekolah Lanjut Tingkat Atas di Kubu Raya.

f. Untuk mengetahui hubungan tipe kepribadian dengan perilaku

cybersex pada remaja Sekolah Lanjut Tingkat Atas di Kubu Raya.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini, yaitu:

1. Bagi Sekolah

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan

(29)

mempengaruhi pandangan dan perilaku seksual mereka serta bagaiman

seks yang sehat.

2. Bagi Dinas Pendidikan

Dapat dijadikan bahan informasi atau masukan agar dinas

pendidikan mengadakan edukasi cybersex terhadap sekolah-sekolah yang

berada di dalam lingkungan kerjanya.

3. Bagi Orangtua

Diharapkan orangtua dapat memahami perilaku remaja dalam

proses perkembangannya terutama memberikan bimbingan dan informasi

yang tepat mengenai seksualitas.

4. Bagi peneliti selanjutnya

Sebagai bahan pertimbangan dan bahan masukan atau acuan bagi

peneliti selanjutnya yang tertarik dengan masalah yang sama.

1.5 Orisilinitas Penelitian

Terdapat beberapa penelitian yang pernah dilakukan berkaitan dengan

cybersex sebagaimana tabel berikut:

Tabel 1.1 Orisinalitas Peneliti

NO Nama Penulis Judul Metodologi Variabel yang

(30)

NO Nama Penulis Judul Metodologi Variabel yang

Orisinalitas peneliti dilihat dari variabel bebas, variabel terikat, subjek

peneliti, metodologi, tempat dan waktu penelitian. Persamaan antara

penelitian yang pernah dilakukan adalah tentang perilaku cybersex. Adapun

perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah:

1. Variabel

a. Variabel bebas : Peneliti menambah variabel bebas yang lain

adiksi sebagai variabel sebab terhadap perilaku

cybersex.

b. Variabel terikat : Beberapa penelitian lain terhadap perilaku

cybersex sebagai variabel bebas dan variabel

(31)

cybersex dijadikan variabel terikat untuk dicari

penyebabnya.

2. Metode

Peneliti sebelumnya tentang perilaku cybersex menggunakan

metode penelitian korelasional, sedangkan pada penelitian ini

menggunakan metode kausalitas untuk mengetahui pengaruh perilaku

cybersex. metodologi yang digunakan yaitu Cross Sectional.

3. Waktu dan Tempat

Waktu penelitian dilaksanakan selama ± 2 minggu dari tanggal 19

Mei sampai 30 Mei 2017, dimulai dari:

a. Tanggal 22 Mei 2017 dengan turun ke SMA Katolik Talino dari

pukul 09:00-02:00 WIB, memperkenalkan diri dan menyampaikan

maksud serta tujuan kepada responden, selanjutnya memberikan

lembar persetujuan beserta kuesioner kepada responden sesuai

perhitungan sampel tiap kelas, cara memilihnya dengan

menggunakan sistem kocok arisan dan total absensi ditulis namanya

dalam kertas dan dikocok sebanyak perhitungan sampel perkelas

b. Tanggal 23 Mei 2017 pukul 08:00-selesai turun ke SMA Al-Fityan

dengan melakukan hal yang sama, setelah itu pada hari yang sama

turun ke SMA Pancasila yang kebetulan masuk siang dan jam belajar

(32)

c. Tanggal 30 Mei 2017 melakukan penelitian di SMA Negeri 01

Rasau Jaya setelah mendapat rekomendasi dari Dinas Pendidikan,

penyebaran angket sama seperti penyebaran pada SMA Lainnya.

d. Tanggal 12 Juni 2017 mengambil surat balasan dari masing-masing

sekolah yaitu SMA SMA Katolik Talino, SMA Al-Fityan dan SMA

(33)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.8.Remaja

2.8.1. Pengertian Remaja

Masa remaja adalah masa transisi dalam rentang kehidupan

manusia, menghubungkan masa kanak-kanak dan masa dewasa

(Santrock, 2003). Masa remaja disebut pula sebagai masa penghubung

atau masa peralihan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa.

Pada periode ini terjadi perubahan-perubahan besar dan esensial

mengenai kematangan fungsi-fungsi rohaniah dan jasmaniah, terutama

fungsi seksual (Kartono, 2015). Dengan demikian, Remaja adalah

waktu manusia berumur belasan tahun. Pada masa remaja manusia

tidak dapat disebut sudah dewasa tetapi tidak dapat pula disebut

anak-anak. Masa remaja adalah masa peralihan manusia dari anak-anak

menuju dewasa.

Remaja, yang dalam bahasa aslinya disebut adolescence, berasal

dari bahasa Latin adolescare yang artinya “tumbuh atau tumbuh untuk

mencapai kematangan”. Bangsa primitif dan orang-orang purbakala memandang masa puber dan masa remaja tidak berbeda dengan

periode lain dalam rentang kehidupan. Anak dianggap sudah dewasa

apabila sudah mampu mengadakan reproduksi (Ali & Asrori, 2006).

Menurut Rice (dalam Gunarsa, 2004), masa remaja adalah masa

(34)

individu yang memiliki kematangan. Pada masa tersebut, ada dua hal

penting menyebabkan remaja melakukan pengendalian diri. Dua hal

tersebut adalah, pertama, hal yang bersifat eksternal, yaitu adanya

perubahan lingkungan, dan kedua adalah hal yang bersifat internal,

yaitu karakteristik di dalam diri remaja yang membuat remaja relatif

lebih bergejolak dibandingkan dengan masa perkembangan lainnya

(storm and stress period).

Masa remaja adalah masa transisi yang ditandai oleh adanya

perubahan fisik, emosi dan psikis. Masa remaja, yakni antara usia

10-19 tahun, adalah suatu periode masa pematangan organ reproduksi

manusia, dan sering disebut masa pubertas. Masa remaja adalah

periode peralihan dari masa anak ke masa dewasa (Widyastuti,

Rahmawati, Purnamaningrum; 2009). Remaja merupakan masa

peralihan antara masa anak dan masa dewasa yang berjalan antara

umur 10 tahun sampai 19 tahun.

Remaja adalah suatu masa di mana: 1) Individu berkembang

dari saat pertama kali ia menunjukkan tandatanda seksual sekundernya

sampai saat ia mencapai kematangan seksual. 2) Individu mengalami

perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari kanak-kanak

menjadi dewasa. 3) Terjadi peralihan dari ketergantungan

sosial-ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri

(35)

Dalam tahapan perkembangan remaja menempati posisi setelah

masa anak dan sebelum masa dewasa. Adanya perubahan besar dalam

tahap perkembangan remaja baik perubahan fisik maupun perubahan

psikis (pada perempuan setelah mengalami menarche dan pada

laki-laki setelah mengalami mimpi basah) menyebabkan masa remaja

relatif bergejolak dibandingkan dengan masa perkembangan lainnya.

Hal ini menyebabkan masa remaja menjadi penting untuk

diperhatikan.

Dengan demikian, remaja merupakan masa transisi dari masa

kanak-kanak ke masa remaja. Pada masa ini banyak

perubahan-perubahan yang terjadi baik dari fisik maupun psikis dari seorang

yang sudah memasuki masa remaja ini. Perubahan fisik yang terjadi di

diri seorang yang remaja yaitu pertumbuhan tubuh (badan menjadi

semakin panjang dan tinggi). Selanjutnya, mulai berfungsinya alat-alat

reproduksi (ditandai dengan haid pada wanita dan mimpi basah pada

laki-laki) dan tanda-tanda seksual sekunder yang tumbuh. Selain dari

pada itu dari segi psikisnya juga mulai berkembang baik dari

perkembangan kognitif, emosi, sosial, moral, kepribadian, dan

kesadaran agamanya. Dari perkembangan tersebut, remaja menjadi

diri yang akan membawanya ke masa remaja.

2.8.2. Batasan Usia Remaja

Berdasarkan tahapan perkembangan individu dari masa bayi

(36)

tiga tahapan yakni masa remaja awal, masa remaja pertengahan, dan

masa remaja akhir. Adapun kriteria usia masa remaja awal pada

perempuan yaitu 13-15 tahun dan pada laki-laki yaitu 15-17 tahun.

Kriteria usia masa remaja pertengahan pada perempuan yaitu 15-18

tahun dan pada laki-laki yaitu 17-19 tahun. Sedangkan kriteria masa

remaja akhir pada perempuan yaitu 18-21 tahun dan pada laki-laki

19-21 tahun (Thalib, 2010).

Menurut Papalia & Olds (dalam Jahja, 2012), masa remaja

adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan

dewasa yang pada umumnya dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan

berakhir pada usia akhir belasan tahun atau awal dua puluhan tahun.

Jahja (2012) menambahkan, karena laki-laki lebih lambat matang

daripada anak perempuan, maka laki-laki mengalami periode awal

masa remaja yang lebih singkat, meskipun pada usia 18 tahun ia telah

dianggap dewasa, seperti halnya anak perempuan. Akibatnya,

seringkali laki-laki tampak kurang untuk usianya dibandingkan

dengan perempuan. Namun adanya status yang lebih matang, sangat

berbeda dengan perilaku remaja yang lebih muda.

Menurut Mappiare masa remaja berlangsung antara umur 12

tahun sampai dengan 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai

dengan 22 tahun bagi pria. Rentang usia remaja ini dapat dibagi

(37)

tahun adalah remaja awal, dan usia 17/18 tahun sampai dengan 21/22

tahun adalah remaja akhir (Ali & Asrori, 2006).

Menurut hukum di Amerika Serikat saat ini, individu dianggap

telah dewasa apabila telah mencapai usia 18 tahun, dan bukan 21

tahun seperti pada ketentuan sebelumnya. Pada usia ini, umumnya

anak sedang duduk di bangku sekolah menengah (Hurlock, 2013).

Masa remaja dimulai pada usia 11 atau 12 sampai masa remaja

akhir atau awal usia dua puluhan, dan masa tersebut membawa

perubahan besar saling bertautan dalam semua ranah perkembangan

(Papalia, dkk., 2008). Batasan usia remaja menurut WHO adalah 12

sampai 24 tahun. Menurut Depkes RI adalah antara 10 samapi 19

tahun dan belum kawin. Menurut BKKBN adalah 10 sampai 19 tahun

(Widyastuti dkk., 2009).

Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa usia remaja

pada perempuan relatif lebih muda dibandingkan dengan usia remaja

pada laki-laki. Hal ini menjadikan perempuan memiliki masa remaja

yang lebih panjang dibandingkan dengan laki-laki. Batas usia remaja

dibagi menjadi dua, pertama remaja awal usia 12/13 tahun sampai

dengan 17/18 tahun dan kedua usia 17/18 tahun sampai dengan 21/22

tahun adalah remaja akhir.

2.8.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Seksualitas Remaja

Beberapa faktor seorang remaja terlibat dalam seksualitas

(38)

(1999) dalam Santrock (2003), Wong (2008), Hurlock (2003), dan

Hawari (2006) yaitu sebagai berikut:

1. Budaya

Seksualitas diatur oleh budaya. Misalnya, budaya

mempengaruhi sifat seksual, aturan tentang pernikahan, harapan

peran perilaku, dan tanggung jawab sosial, dan praktik seks

tertentu. Sikap masyarakat sangat bervariasi. Sikap tentang masa

anak-anak dan remaja bermain seksual dengan diri sendiri atau

dari jenis kelamin yang sama atau lawan jenisnya mungkin akan

dibatasi. Koitus atau hubungan alat kelamin sebelum dan

dilakukan di luar nikah serta menyukai sesame jenis

(homoseksual) mungkin tidak dapat diterima atau ditoleransi

dalam masyarakat.

2. Nilai Agama

Agama mempengaruhi remaja dalam mengekspresikan

seksual. Hal ini dapat memberikan pedoman bagi remaja untuk

mengontrol perilaku seksual dan perilaku tersebut dapat diterima,

serta perilaku seksual yang dilarang dan menerima akibat dari

melanggar aturan seksual. Aturan tentang perilaku seksual dibuat

secara rinci, tegas dan meluas. Sebagai contoh, beberapa agama

melihat bentuk ekspresi seksual hubungan laki-laki dan

perempuan sebagai keperawanan yang alami dan tidak melakukan

(39)

bertentangan dengan nilai-nilai yang ada di masyarakat yang telah

berkembang selama beberapa dekade terakhir, seperti penerimaan

seks pra nikah, ibu tidak menikah, homoseksualitas, dan aborsi.

Konflik -konflik ini menyebabkan kecemasan dan penyimpangan

seksual yang terjadi pada beberapa remaja.

3. Etika

Meskipun etika merupakan bagian tak terpisahkan dari

agama, pemikiran etis dan pendekatan etis tetapi seksualitas dapat

dilihat secara terpisah dari agama. Banyak individu dan kelompok

telah mengembangkan kode etik baik tertulis maupun tidak

tertulis berdasarkan berdasarkan prinsip-prinsip etika. Masyarakat

berpandangan bahwa masturbasi, hubungan oral atau anal,

hubungan seks di luar nikah sebagai suatu yang aneh,

menyimpang atau salah. Masyarakat menerima ungkapan seksual

adalah bentuk hubungan yang dilakukan orang dewasa yang

dilakukan secara pribadi dan tidak berbahaya bagi pasangan

tersebut. Pasangan perlu mencari dan berkomunikasi tentang

berbagai cara mengekspresikan seksual untuk mencegah

pengambilan keputusan seksual dari salah satu pasangan. Hal ini

untuk menghindari adanya pemaksaan dari pasangan dalam

(40)

4. Tekanan Teman Pergaulan

Teman pergaulan atau sering juga disebut teman bermain.

Pada awalnya, teman bermain dimaksudkan sebagai kelompok

yang bersifat rekreatif, namun dapat pula memberikan pengaruh

dalam proses sosialisasi setelah keluarga. Puncak pengaruh teman

bermain adalah pada masa remaja. Dalam pergaulan dengan

teman sebaya tentunya jika ingin diterima di lingkungan

pergaulan, remaja akan mengikuti apa yang dilakukan di

lingkungan pergaulannya tersebut. Pengaruh teman pergaulan

yang sangat bermacam-macam, mulai dari suka dengan hal yang

pornografi dan seksualitas, membicarakan pornografi dan seks,

mengajak teman melihat video porno, mengajak ke tempat

prostitusi, menyuruh melakukan hubungan seks, dikucilkan,

dikritik dan dikatakan kuno. Jika remaja tidak bisa

mengendalikan diri maka remaja sangat mudah mengikuti

lingkungan di sekitarnya. Apalagi didorong dengan rasa ingin

tahu tentang seks yang besar dari diri remaja.

5. Tekanan Pacar

Pacar adalah kekasih atau teman lawan jenis yang tetap dan

mempunyai hubungan berdasarkan cinta kasih. Karena kebutuhan

seorang untuk mencintai dan dicintai, seorang harus rela

melakukan apa saja terhadap pasangannya, seperti mengajak

(41)

pranikah, tanpa memikirkan risiko yang nanti dihadapinya. Dalam

hal ini yang berperan bukan saja nafsu mereka, melainkan juga

karena sikap memberontak terhadap orang tuanya. Remaja lebih

membutuhkan suatu bentuk hubungan, penerimaan, rasa aman,

dan harga diri sebagai layaknya manusia dewasa. Jika di dalam

lingkungan keluarga tidak dapat membicarakan masalah yang

dihadapinya, remaja tersebut akan mencari solusinya di luar

rumah.

Adanya perhatian yang cukup dari orang tuanya dan

anggota keluarga terdekatnya memudahkan remaja tersebut

memasuki masa pubertas. Dengan demikian, dia dapat melawan

tekanan yang datang dari lingkungan pergaulan dan pasangannya.

Selain itu, kemampuan dan kepercayaan diri untuk memegang

teguh prinsip hidupnya sangat penting. Pandangan ini tidak

sebatas masa lah seksual, tetapi juga dalam segala hal, baik

tentang apa yang seharuanya dilakukan maupun tentang apa yang

seharusnya tidak boleh dilakukan.

6. Rasa penasaran

Rasa penasaran atau rasa ingin tahu merupakan salah satu

ciri dari manusia. Manusia mempunyai kemampuan untuk

berpikir dan dengan akal pikiran tersebut maka dapat memuaskan

rasa ingin tahunya. Rasa ingin tahu di dorong dengan kebutuhan

(42)

manusia akan berpikir dan memulai mencari jawaban yang

sebanyak-banyaknya (Yuanita, 2011). Perilaku penyimpangan

seksualitas terhadap remaja di usia 15-24 tahun kebanyakan

dilandasi oleh rasa penasaran.

7. Lingkungan Keluarga

Bagi seorang remaja, mungkin aturan yang diterapkan oleh

kedua orang tuanya tidak dibuat berdasarkan kepentingan kedua

pihak (orang tua dan anak). Akibatnya, remaja tersebut merasa

tertekan, sehingga ingin membebaskan diri dengan menunjukkan

sikap sebagai pemberontak, yang salah satunya dalam masalah

seksual. Remaja akan mulai tertarik dengan seksualitas.

8. Media informasi

Media informasi adalah suatu instrument perantara

informasi. Jaman sekarang media informasi sangat berkembang.

Berkembangnya media informasi dikarenakan adanya pengaruh

pertumbuhan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat.

Media informasi kini dengan mudah dapat diakses oleh remaja di

seluruh dunia seperti televisi, radio, internet, bahkan telepon

genggam pun telah masuk ke dalam bagian media informasi.

Perkembangan media informasi juga memudahkan remaja untuk

mengakses materi pornografi.

Media informasi yang berkaitan dengan seksual sekarang

(43)

remaja. Media informasi tersebut antara lain media elektronik

yang meliputi televisi, radio, handpone, internet, vcd, film dan

media cetak seperti koran, majalah, buku cerita, komik, serta dari

orang lain pun juga bisa menjadi media informasi misalnya dari

teman, keluarga, guru, dan pacar.

2.9.Cybersex

2.9.1. Pengertian Cybersex

Cybersex didefinisikan sebagai penggunaan internet untuk

terlibat dalam aktivitas kesenangan seksual, seperti melihat

gambar-gambar erotis, berpartisipasi dalam chatting tentang seks, saling tukar

menukar gambar atau email tentang seks, dan lain sebagainya, yang

terkadang diikuti oleh masturbasi (Cooper, dalam Erawati, 2013).

Menurut Aprilia dalam Rahmawati (2011) Cybersex adalah

aktivitas seksual, tayangan seksual atau perbincangan yang mengarah

pada hal-hal berbau seksual yang menggunakan media komputer

khususnya internet. Cybersex sebagai penggunaan internet untuk

terlibat dalam aktivitas kesenangan seksual seperti melihat

gambar-gambar erotis, chatting tentang seks, saling tukar menukar gambar

atau imail tentang seks dan lain sebagainya yang terkadang diikuti

oleh masturbasi (Gratia, 2014).

Berdasarkan beberapa defenisi di atas maka peneliti

(44)

untuk kesenangan seksual di mana komputer atau internet digunakan

untuk melihat gambar-gambar erotis, chatting erotis, bahkan sampai

pada tukar menukar gambar atau email tentang seks, yang terkadang

diikuti oleh masturbasi.

2.9.2. Bentuk-Bentuk Perilaku Cybersex

Carners, Delmonico dan Griffin (2001) mengatakan bahwa

terdapat tiga kategori umum perilaku cybersex, yaitu:

1. Mengakses pornografi di internet

Berbagai macam pornografi yang tersedia di internet

bervariasi secara luas. Ini dapat ditemukan dalam berbagai

bentuk, yang meliputi gambar, majalah, cerita video, film dan

game. Ini sangat bervariasi dan mudah diakses. Materi porno

dapat ditemukan pada halaman web pribadi atau komersial, hanya

dengan cara mengklik mouse.

2. Terlibat dalam real time dengan pasangan online

Chatting real time dapat disamakan dengan versi

komputerisasi “Citizen Band (CB) radio. Internet chat room mirip dengan CB, di saluran yang mereka tawarkan bervariasi, sejumlah

orang berkesempatan untuk mendengarkan dan membahas topik

tertentu. Setelah meninjau area topik ruangan chat, tidak sulit

untuk memahami bagaimana seseorang dapat terlibat dalam

percakapan seksual dengan orang lain secara online. Teknologi

(45)

file online saat percakapan berlangsung. Teknologi saat ini juga

memungkinkan untuk pertukaran suara dan gambar video melalui

internet. Dengan hanya memberikan nomor kartu kredit, anda

dapat memanfaatkan kamera video langsung yang menangkap

dan mengirimkan gambar-gambar laki-laki atau perempuan yang

terlibat dalam segala hal dari kegiatan seksual. Namun, beberapa

situs juga dapat diakses secara gratis. Beberapa situs video

langsung menerima permintaan untuk perilaku seksual tertentu

dari pengguna online, sehingga memungkinkan seorang individu

untuk membuat dan memenuhi fantasi personalnya.

3. Multimedia software (tidak harus online)

Berdasarkan penemuan dari sistem multimedia modern,

individu bisa memainkan film, terlibat dalam permainan seksual,

atau melihat isu-isu terbaru di majalah erotika dari komputer

desktop atau laptop. Teknologi Compact disc read-only memory

(CD-ROM) memungkinkan perusahaan untuk menciptakan

software dengan suara dan video klip. Produksi multimedia juga

dapat mencakup informasi erotis.

2.9.3. Penyebab Perilaku Cybersex

Cooper (2008) mengemukakan ada 3 komponen yang

menyebabkan individu melakukan cybersex yang disebut dengan

(46)

1. Accessibility yaitu individu dapat mengakses materi seksual

melalui internet selama 24 jam sehari dan 7 hari seminggu

2. Anonimity yaitu individu tidak merasa takut akan dikenali orang

lain ketika mengakses materi seksual, mendiskusikan masalah

seksual, dan saling membandingkan kegiatan yang sama.

3. Affordability yaitu individu menemukan bahwa dengan

mengakses melalui internet biaya cukup murah dan banyak materi

seksual yang didapatkan melalui situs diinternet dengan gratis

Carners, Delmolnico, dan Griffin (2001) menambahakan 2

komponen yang menyebabkan individu melakukan cybersex, yaitu:

1. Isolation yaitu individu memiliki kesempatan untuk memisahkan

dirinya dengan orang lain dan terlibat dalam fantasi apapun yang

dipilih tanpa resiko seperti infeksi secara seksual atau gangguan

dari dunia nyata.

2. Fantasy adalah individu mendapatkan kesempatan untuk

mengembangkan fantasi seksual tanpa takut akan ditolak.

2.10. Adiksi

2.10.1.Pengertian Adiksi

Adiksi merupakan suatu kondisi ketergantungan fisik dan

mental terhadap hal-hal tertentu yang menimbulkan perubahan

perilaku bagi orang yang mengalaminya. Adiksi merupakan

kecanduan atau ketergantungan secara fisik dan mental terhadap suatu

(47)

Adiksi merupakan suatu pola perilaku yang dapat meningkatkan

resiko penyakit dan masalah personal serta masalah sosial. Perilaku

adiktif biasanya dialami secara subjektif sebagai “loss of control” di

mana perilaku terus muncul meskipun telah adanya usaha untuk

menghentikan perilaku tersebut (Amanda, 2013).

Ivan, (2007) menyebutkan addiction merupakan suatu hubungan

emosional dengan suatu objek atau kejadian, dimana individu yang

mengalaminya mencoba untuk menemukan kebutuhannnya terhadap

intimasi. Addiction (pada tingkat yang paling dasar) adalah sebuah

usaha untuk mengontrol dan memenuhi keinginan untuk mendapatkan

kebahagiaan

Berdasarkan definisi di atas addiction berarti tidak hanya

terhadap zat saja tetapi juga terhadap aktivitas tertentu yang dilakukan

secara berulang-ulang dan menimbulkan dampak negatif. Masih

menurut Hovart, contoh kecanduan bisa bermacam-macam, di

antaranya karena zat atau aktivitas tertentu seperti sexual activity,

gambling, overspending, shoplifting, dan sebagainya.

Addiction tidak selalu menjadi kuat seiring dengan berjalannya

waktu. Jika kenyamanan yang diperoleh dari addiction merupakan

reduksi dari mood yang negatif maka addiction dapat menjadi coping

stress. Addiction yang kuat akan menyebabkan perilaku adiktif

(48)

2.10.2.Tahap-tahap Addiction

Tashman (2006) mengungkapkan addiction terdiri dari 3

tahapan. Ketiga tahapan tersebut yaitu:

1. Tahap pertama disebut dengan internal change (perubahan

internal) Tahap ini ditandai dengan individu yang mulai

menyadari perubahan mood yang dialaminya ketika individu

tersebut terlibat dengan sumber addiction. Perasaan menjadi

mudah marah, dan pada umumnya, menarik diri dan menjauhkan

dirinya dari masalah-masalah dan perasaan yang tidak

menyenangkan. Individu akan makin merasa addict dengan

sumber addiction ketika merasakan stress. Mulai tahap ini,

individu mulai merasa addict dengan sumber addiction. Individu

akan menjauh dari orang lain dan mengalami pengalaman

kecanduan. Dengan demikian, internal change (perubahan

internal) berkaitan dengan cybersex adalah Penggunaan Hp,

menghabiskan waktu luang, kecanduan cybersex, mengakses

cybersex setiap harinya, belum bisa menahan diri, melupakan

masalah dan menghilangkan stress.

2. Tahap kedua disebut dengan life style change (perubahan gaya

hidup). Pada tahap ini, individu membangun kehidupannya

disekitar sumber addiction. Saat ini individu berapa pada tingkat

tidak dapat mengontrol tingkah lakunya. Individu akan berupaya

(49)

individu tersebut tidak berhubungan langsung dengan sumber

addiction, maka individu akan terus-menerus memikirkannya.

Kaitannya dengan cybersex berupa: Tidak merugikan orang lain,

tidak ingat waktu, mengurangi waktu, kacau pikiran / murung,

suka marah, menjadi stress, bertengkar dan tidak perduli.

3. Tahap ketiga disebut dengan life breakdown (rusaknya

kehidupan) Pada tahap ini, individu menganggap semua yang

dilakukan benar, menurut dirinya. Tidak ada yang salah atau

gagal. Individu menjadi sulit mengendalikan perasaannya dan

sangat sulit berdiskusi mengenai masalah dalam kehidupannya.

2.11. Kontrol Diri

2.11.1.Pengertian Kontrol Diri

Menurut Chaplin (2008) kontrol diri adalah kemampuan untuk

membimbing tingkah laku sendiri, kemampuan untuk menekan atau

merintangi impuls-impuls atau tingkah laku impulsif. Kontrol diri

menyangkut seberapa kuat seseorang memegang nilai dan

kepercayaan untuk dijadikan acuan ketika ia bertindak atau

mengambil suatu keputusan.

Calhoun dan Acocella (dalam Ghufron dan Risnawati, 2012)

mendefinisikan kontrol diri sebagai pengaturan proses-proses fisik,

psikologis, dan perilaku seseorang, dengan kata lain serangkaian

proses yang membentuk dirinya sendiri. Glodfried dan Merbaum

(50)

diri sebagai suatu kemampuan untuk menyusun, membimbing,

mengatur, dan mengarahkan bentuk perilaku yang dapat membawa

individu kearah konsekuensi positif. kontrol diri juga menggambarkan

keputusan individu yang melalui pertimbangan kognitif untuk

menyatukan perilaku yang telah disusun untuk meningkatkan hasil

dan tujuan tertentu seperti yang diinginkan (Ghufron dan Risnawati,

2012).

Berk (dalam Sriyanti, 2012) mengemukakan bahwa kontrol diri

adalah kemampuan individu untuk menahan keinginan dan dorongan

sesaat yang bertentangan dengan tingkah laku yang tidak sesuai

dengan norma sosial. Hirschi dan Gottfredson (dalam Vazsonyi,

Pickering, Junger & Hessing 2001) menjelaskan kontrol diri dalam

ranah kriminologi sebagai berikut:

“Rendahnya kontrol diri menyebabkan individu mengabaikan konsekuensi negatif jangka panjang dari tindakan yang telah dilakukannya, (misalnya, konsekuensi kesehatan dari penggunaan narkoba), dari lingkungan dan keluarga (misalnya, reaksi pasangan terhadap perselingkuhan), atau dari negara (misalnya, respon pidana

terhadap perampokan). Tindakan tersebut menggambarkan

rendahnya kontrol diri, karena individu cenderung terlibat dalam kesenangan semu tanpa memikirkan konsekuensi negatif jangka panjang.”

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kontrol diri adalah

suatu aktivitas dalam mengendalikan tingkah laku, pola pikir, sebelum

melakukan suatu tindakan. Pengendalian tingkah laku mengandung

makna, yaitu melakukan pertimbangan-pertimbangan terlebih dahulu

(51)

diri seseorang, maka akan semakin intens pengendalian tersebut

terhadap tingkah laku. kontrol diri yang rendah akan menyebabkan

seseorang semakin rentan terhadap perilaku yang impulsif, ketidak

pekaan, suka mengambil resiko dan memiliki kecenderungan yang

cukup besar.

2.11.2.Faktor-Faktor Kontrol Diri

Grasmick dkk (dalam Vazsonyi, 2011) mengembangkan faktor-

faktor kontrol diri yang rendah menjadi eman faktor, diantaranya:

1. Impulsif (impulsiveness)

Impulsif adalah bertindak secara mendadak tanpa

memikirkan konsekuensi yang akan dihadapinya dimasa yang

akan datang, individu tersebut tidak memikirkan masa depannya

karena lebih cenderung peduli dengan keadaannya sekarang

dibandingkan dengan keadaannnya di masa yang akan datang.

2. Tugas Sederhana (Simple Task)

Individu dengan simple task yang tinggi, ia akan lebih suka

untuk melakukan hal-hal yang mudah dan membuatnya bahagia,

tetapi ia akan menghindari hal-hal yang menurutnya sulit, karena

ia mudah menyerah.

3. Mencari Resiko (Risk Seeking)

Seseorang dengan kontrol diri yang rendah, mereka tidak

segan-segan untuk melakukan suatu tindakan yang beresiko

(52)

tertarik untuk melakukan hal-hal yang akan membuatnya dalam

masalah, karena menurutnya semangat dan petualangan lebih

penting dari pada keamanan.

4. Aktifitas Fisik (Physical Activity)

Individu akan cenderung suka melakukan kegiatan yang

berhubungan dengan fisik dibandingkan dengan aktivitas mental,

lebih suka untuk melakukan sesuatu secara langsung dari pada

memikirkanya, individu tersebut juga cenderung merasa paling

kuat diantara orang yang seumuran dengannya.

5. Mementingkan Diri Sendiri (self Centerendness)

Individu cenderung tidak peduli dengan keadaan orang lain,

bahkan saat orang lain mendapatkan masalah yang telah

ditimbulkannya, karena ia beranggapan urusan yang ia lakukan

lebih penting dari pada urusan orang lain, dan ia akan berusaha

untuk mendapatkan apa yang ia inginkan walaupun ada orang lain

yang lebih membutuhkannya.

6. Pemarah (Temper)

Individu mudah marah hanya karena masalah kecil, jika

individu tersebut marah ia akan meledak-ledak, sulit untuk

berbicara dengan tenang bahkan ia akan cenderung menyakiti

orang lain. Pada penelitian ini, pengukuran kontrol diri sesuai

dengan aspek yang dikemukakan oleh Grasmick dkk (dalam

(53)

mencari resiko, aktifitas fisik, mementingkan diri sendiri dan

pemarah.

2.11.3.Indikator Kontrol Diri

Averill (dalam Acep, 2013) mengungkapkan beberapa aspek

yang terdapat dalam kontrol diri seseorang, antara lain:

1. Aspek kontrol perilaku (behavioral control)

Kemampuan mengontrol perilaku merupakan kesiapan

respons yang dapat secara langsung mempengaruhi atau

memodifikasi keadaan yang tidak menyenangkan. Kaitannya

dengan cybersex berupa: Melakukan sesuatu perbuatan seperti

cybersex dan memikirkan akibatnya, mempertimbangkan

pemikiran banyak orang terhadap tindakan yang akan dilakukan,

memikirkan perasaan orang lain sebelum melakukan suatu

tindakan, saran dari orang lain dijadikan bahan pertimbangan

sebelum melakukan tindakan dan selalu memikirkan akibat dari

kegiatan yang dilakukan.

2. Aspek kontrol stimulus (cognitive control)

Kemampuan mengontrol stimulus ialah kemampuan untuk

menggunakan proses dan strategi yang sudah dipikirkan untuk

mengubah pengaruh stressor. Kaitannya dengan cybersex berupa:

Perbuatan cybersex di larang, mampu menahan diri dari perilaku

(54)

3. Aspek kontrol peristiwa (informational control)

Kemampuan menantisipasi peristiwa adalah kemampuan

untuk mendapatkan informasi mengenai kejadian yang tidak

dikehendaki, alasan peristiwa tersebut terjadi, perkiraan peristiwa

selanjutnya yang akan terjadi, konsekuensi yang akan diterima

terkait dengan kejadian tersebut. Kaitannya dengan cybersex

berupa: Membedakan teman yang berpengaruh positif dan

negatif, cybersex sangat membuang-buang waktu dan

mengingatkan teman yang melakukan cybersex.

4. Aspek kontrol retrospektif (retrospection control)

Kemampuan menilai peristiwa dari segi positif adalah

keyakinan tentang apa dan siapa yang akan menyebabkan

peristiwa yang penuh dengan stress setelah hal itu terjadi,

kemampuan individu untuk mengolah informasi yang tidak

diinginkan dengan cara menginterpretasi, menilai atau

menggabungkan suatu kejadian dalam suatu kerangka kognitif

sebagai adaptasi psikologis untuk mengurangi tekanan.

5. Aspek kontrol keputusan (decision control)

Kemampuan mengambil keputusan adalah kemampuan

individu untuk memilih hasil berdasarkan keyakinannya.

Selain itu, Menurut J.P. Chaplin (dalam Ginintasasi, 2011)

(55)

1. Mengendalikan emosi berarti mampu memahami atau mengenali

serta mengelola emosi. Menurut Daniel Goleman, emosi merujuk

pada suatu perasaan dan pikiran-pikiran khasnya, suatu keadaan

biologis dan psikologis, dan serangkaian kecenderungan untuk

bertindak. Senada dengan hal ini, Anthony Robbins menyebutkan

bahwa emosi merupakan sinyal untuk melakukan tindakan.

Menurutnya emosi bukan akibat atau sekedar respon tetapi justru

sinyal untuk melakukan sesuatu.

2. Disiplin sebagai suatu pilihan dalam memperoleh apa yang kita

inginkan dengan tidak melakukan apa yang tidak kita inginkan

sekarang.

Dua hal yang sulit dilakukan seseorang:

1. Melakukan hal-hal berdasarkan urutan kepentingannya

(menetapkan prioritas).

2. Secara terus menerus melakukan hal-hal tersebut berdasarkan

kepentingan dengan disiplin.

2.11.4.Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kontrol Diri

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kontrol diri, antara

lain:

1. Religiusitas

Religiusitas memiliki hubungan yang positif dengan kontrol

diri, karena seseorang yang memiliki tingkat religius yang tinggi

(56)

diawasi oleh Tuhan, sehingga mereka cenderung memiliki self

monitoring yang tinggi dan pada akhirnya memunculkan kontrol

diri dalam dirinya (Carter, Mc Cullough & Carver, 2012).

Religiusitas menurut Glock dan Stark memiliki lima

dimensi (Djamaludin, 2005), yaitu.

a. Keyakinan (ideologis).

Dimensi ideologis menunjuk pada tingkat keyakinan

atau keimanan seseorang terhadap kebenaran ajaran agama,

terutama terhadap ajaran-ajaran agama yang bersifat

fundamental dan dogmatik. Walaupun demikian, isi dan

ruang lingkup keyakinan itu bervariasi tidak hanya di antara

agama-agama, tetapi juga seringkali juga di antara

tradisi-tradisi dalam agama yang sama.

b. Dimensi praktik agama (ritualistik).

Dimensi ritualistik ini menunjuk pada seberapa tingkat

kepatuhan seseorang dalam mengerjakan kegiatan-kegiatan

ritual yang diperintahkan oleh agamanya. Kepatuhan ini

ditunjukkan dengan meyakini dan melaksanakan

kewajiban-kewajiban secara konsisten. Apabila jarang dilakukan maka

Gambar

Tabel 1.1 Orisinalitas Peneliti
Gambar 3.1
Tabel III.1  Definisi Operasional Penelitian
Tabel IV.1
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kesimpulan, meniup peluit (whistle-blowing) adalah seseorang secara sukarela menyiarkan/menyampaikan informasi yang sebenarnya tidak diketahui oleh umum, sebagai protes

Pada triwulan II tahun 2015, kategori ekonomi yang memiliki peranan terbesar terhadap perekonomian Papua adalah kategori pertambangan dan penggalian yaitu

Populasi penelitian ini adalah ruang luar bangunan hunian yang menghadap ruas jalan kelas II, fungsi jalan lokal. Sampel pengukuran tingkat kebisingan

Sehingga dengan arsitektur seperti ini memori program mikrokontroler menjadi lebih terlindungi dari spike tegangan dan faktor lingkungan lain yang dapat merusak kode

This study was conducted to provide answers to two research questions: (a) how Content-based Instruction principles are implemented in the international class of SMAN 3 Yogyakarta,

Hiperglikemia, hiperglikemia, atau gula darah tinggi adalah suatu kondisi di mana jumlah yang berlebihan glukosa beredar dalam plasma darahm. Namun, tingkat kronis

umumnya HRSG yang terpasang tidak dilengkapi dengan burner karena penerapan HRSG pada PLTGU tujuan utamanya adalah memanfaatkan panas gas buang dari PLTG yang

Jika Memorandum Hukum memuat Tabel, Gambar atau Lampiran, maka dibuatkan halaman tersendiri yang memuat daftar tersebut. Secara keseluruhan, bab ini berisi materi