• Tidak ada hasil yang ditemukan

KATA PENGANTAR. Mei Penulis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KATA PENGANTAR. Mei Penulis"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini. Semoga makalah ini dapat berguna bagi siapapun yang membacanya. Harapan kami makalah ini dapat membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah sehingga ke depannya dapat lebih baik.

Sebelumnya penyusun mengucapkan terima kasih kepada Pak Ardy dan Pak Yusuf selaku dosen pembimbing kami dalam mata kuliah Praktek Perancangan Kota yang telah memberikan bimbingan berkenaan dengan substansi dan sumber referensi data-data terkait makalah ini. Adapun makalah ini jauh dari kata sempurna, sehingga penulis sangat membutuhkan kritik serta saran dalam perbaikan tugas kami selanjutnya.

Mei 2015

(3)

iii

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN ... 1

I.1 Latar Belakang ... 1

I.2 Landasan Teori ... 1

BAB II ANALISIS DAN PEMBAHASAN ... 5

II.1 Kondisi Eksisting ... 5

II.1.1 Kriteria Terukur... 5

II.1.1.1 Ketinggian Bangunan ... 5

II.1.1.2 Kemunduran Bangunan ... 6

II.1.1.3 Jarak Bangunan ... 7

II.1.1.4 Selubung Bangunan... 7

II.1.2 Kriteria Tidak Terukur ... 9

II.1.2.1 Dimensi Sejarah ... 9

II.1.2.2 Dimensi Visual ... 11

II.1.2.3 Dimensi Fungsional... 13

II.2 Analisis ... 18

II.2.1 Kriteria Terukur... 18

II.2.1.1 Kemunduran Bangunan ... 18

II.2.2 Kriteria Tidak Terukur ... 19

II.2.2.1 Dimensi Visual ... 19

II.2.2.1 Dimensi Fungsional... 20

II.3 Usulan... 20

II.3.1 Kriteria Terukur... 20

II.3.1.1 Kemunduran Bangunan ... 20

II.3.1.2 Ketinggian Bangunan ... 21

(4)

iv

II.3.2.1 Dimensi Visual ... 21

II.3.2.2 Dimensi Fungsional... 22

II.3.2.3 Dimensi Persepsi ... 23

BAB III PENUTUP ... 26

III.1 Kesimpulan ... 26

(5)

1

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Perancangan Kota sebagai kegiatan memiliki definisi yang sangat luas, dan arti yang berbeda bagi tiap orang. Sementara sebagian orang menganggap itu sebagai suatu disiplin dalam dirinya sendiri, orang lain menganggapnya hanya sebuah 'antarmuka' antara disiplin ilmu lainnya. Namun demikian, meskipun tidak ada definisi tunggal dapat ditemukan tentang materi, salah satu konsep yang tampaknya menjadi tak terbantahkan adalah bahwa desain perkotaan adalah tentang membuat tempat untuk orang banyak.

Tidak terlepas dari Tugu Pahlawan di Surabaya, kawasan di sekitarnya juga membutuhkan adanya kegiatan perancangan kota. Kawasan Tugu Pahlawan membutuhkan adanya perancangan kota yang dapat memperkuat perannya sebagai landmark Surabaya. Tugu Pahlawan yang merupakan simbol monumental perjuangan pemuda-pemuda Surabaya dalam melawan penjajahan Belanda, perlu didukung dengan bangunan serta kegiatan yang mendukung statusnya tersebut.

Status Tugu Pahlawan yang merupakan simbol monumental tersebut kurang dirasakan oleh masyarakat Surabaya saat ini. Hal ini diakibatkan karena mulai memudarnya kesan yang ditampilkan oleh Tugu Pahlawan dan kawasan di sekitarnya. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu perancangan yang dapat membangkitkan kembali peran kawasan Tugu Pahlawan untuk menjadi simbol monumental tersebut.

I.2 Landasan Teori

Tugu Pahlawan merupakan landmark Kota Surabaya. Kota Surabaya dikenal sebagai Kota Pahlawan karena semangat perjuangan pemuda-pemudanya dalam melawan penjajah pada era penjajahan oleh Belanda. Oleh karena itu, Tugu Pahlawan hadir sebagai simbol monumental perjuangan pemuda-pemuda Surabaya tersebut.

Kawasan di sekitar Tugu pahlawan terdiri dari berbagai dimensi sebagai bentuk penampakan kegiatan dan perancangannya. Kawasan di sekitar Tugu Pahlawan mempunyai dimensi visual, dimensi temporal, dimesnsi fungsional, dimensi sosial, dimensi morfologi,

(6)

2 dimensi sejarah, dan dimensi persepsi sebagai kriteria tidak terukur. Kriteria terukur yang dibahas meliputi ketinggian bangunan, kemunduran bangunan, dan selubung bangunan.

Dimensi Temporal meninjau bagaimana kota dalam setiap siklus waktunya. Ruang dalam kota dimanfaatkan dalam waktu-waktu yang berbeda dengan hal-hal yang berubah maupun yang tetap. Dimensi waktu atau dimensi temporal dapat berkaitan juga dengan jarak tempuh dalam pemanfaatan ruang kota.

Penggunaan ruang perkotaan berbeda-beda, sesuai dengan siklus dalam satu hari, yakni siang hari, dan malam hari. Pada waktu yang berbeda dari siang hari dan malam hari, lingkungan perkotaan dirasakan dan digunakan secara berbeda dan juga pengguna berbeda sesuai dengan perubahan siklus waktu. Seorang Perancang kota harus menyadari siklus ini untuk memasok penggunaan yang efektif, dan lingkungan perkotaan yang lebih hidup. Jika tidak, ruang kota mulai akan terabaikan. Titik utama adalah menyusun 24 jam lingkungan menciptakan suasana sosial.

Perancang kota perlu memahami pola aktivitas masyarakat, bagaimana mendorong kegiatan melalui periode waktu yang berbeda dan bagaimana untuk mencapai sinergi dari kegiatan yang terjadi di ruang dan waktu. Desain jalan dapat berubah sesuai dengan waktu. Sebagai orang mengunjungi daerah untuk melihat apa yang sedang terjadi, keutamaan perkotaan lebih menarik dan ranah publik menjadi animasi dengan memiliki lebih banyak orang di jalan-jalan dan di kafe-kafe misalnya.

Dalam hal dimensi sosial, dengan membentuk lingkungan binaan, perancang kota mempengaruhi pola kegiatan manusia dan interaksi sosial. Gambaran dari semua hal yang berkaitan dengan dimensi sosial perkotaan desain menarik untuk dicatat bahwa melibatkan lima aspek utama, yakni cara orang berhubungan dengan ruang, konsep ranah publik dan kehidupan publik, pengertian lingkungan dan masyarakat, dan masalah keselamatan dan keamanan, serta hal-hal aksesibilitas (Schwartz, 2008).

Pada dimensi visual, ketika merancang penambahan lingkungan perkotaan, perancang kota harus mendekati aspek visual dari seluruh konteks di mana mereka beroperasi. "Bangunan, jalan dan ruang, lansekap dan fasilitas jalan harus dipertimbangkan bersama-sama, untuk menciptakan drama dan bunga visual dan untuk memperkuat atau meningkatkan kualitas suatu tempat." Sebagai prinsip utama keberlanjutan, yang dibangun dan alam lingkungan yang beragam bersama-sama dengan kekhawatiran pemenuhan estetika adalah

(7)

3 fitur yang sangat penting untuk mencapai desain perkotaan benar-benar berkelanjutan (Schwartz, 2008).

Dimensi fungsional Urban Design berfokus pada bagaimana tempat bekerja dan bagaimana perancang kota dapat membuat suatu tempat menjadi lebih baik. Kekhawatiran tentang penggunaan ruang publik, rancangan lingkungan dan dampaknya, campuran penggunaan, dan kepadatan pertimbangan yang beberapa aspek yang terlibat dalam dimensi ini. Keberlanjutan sangat terkait dengan analisa yang baik dari dimensi fungsional sebelum pelaksanaan proyek, karena pencampuran menggunakan, kepadatan tinggi dan mengatasi aspek lingkungan situs dan kawasan akan berdampak penggunaan energi, kualitas udara dan air atau pencemaran, dan sebagainya (Schwartz, 2008).

Dimensi morfologis membahas bagaimana bentuk dan konfigurasi ruang dalam satu kawasan. Dimensi morfologis melibatkan kenampakan bangunan, pola jalan, dan linkage suatu ruang ruang.

Kriteria terukur melipiuti jarak bangunan, kemunduran bangunan, dan sempadan bangunan. Kemunduran bangunan merupakan Garis imajiner yang menentukan jarak terluar bangunan terhadap ruas jalan, Garis Sempadan Bangunan atau building demarcation line adalah garis batas dalam mendirikan bangunan di suatu persil atau petak yang tidak boleh dilewatinya. Garis ini bisa membatasi fisik bangunan ke arah depan, belakang, ataupun samping. Lebar GSB biasanya dihitung seperempat dari lebar Daerah Milik Jalan (DMJ) dan ditarik dari batas Garis Sempadan Pagar (GSP). Selubung bangunan (building envelope) merupakan sempadan bangunan tiga dimensi yang membatasi pemunduran bangunan di bagian depan, samping, belakang, dan atas. Wujud selubung bangunan adalah ruang imajiner yang dibentuk oleh kemiringan bidang terbuka langit (Sky Exposure Plane/SEP) yang diukur dari titik tertentu pada permukaan jalan yang mengelilinginya. Secara umum, selubung bangunan diperlukan sebagai alat pengendali ketinggian bangunan. Faktor-faktor pembentuk selubung bangunan adalah:

a. Dimensi tapak

Semakin besar dimensi tapak, maka selubung bangunan pun semakin tinggi. Ada beberapa rumus yang dapat digunakan, dan di setiap kota penggunaan rumus-rumus ini berbeda-beda.

(8)

4 h = 1,5 d

h = d

h = 0,5 x 0,75 x GSB

Tinggi bangunan diklasifikasikan menjadi tiga kategori.

 Bangunan rendah : tinggi bangunan hingga 4 lantai  Bangunan tinggi I : tinggi bangunan 5-8 lantai

 Bangunan tinggi II : tinggi bangunan lebih dari 8 lantai b. Dimensi jalan

Sudut kemiringan SEP dihitung terhadap titik tertentu pada permukaan jalan. Semakin lebar ruang milik jalan, puncak selubung bangunan juga semain tinggi.

 Pada Rumija yang memiliki lebar hingga 20 meter, titik sudut SEP ditetapkan setengah lebar Rumija.

 Pada Rumija yang memiliki lebar lebih dari 20 meter, titik sudut SEP ditetapkan setengah dari Rumija yang lebarnya sama dengan 20 meter.

c. Garis Sempadan Bangunan (GSB)

Posisi GSB menentukan tinggi podium bangunan. Jika GSB semakin besar, podium akan semakin tinggi. Tinggi minimum podium terdapat pada bangunan yang memiliki arcade atau overdek trotoar dan bangunan yang memiliki GSB sebesar 0 meter.

d. Jarak antar bangunan

Cara untuk menentukan jarak antar bangunan salah satunya dengan menggunakan rumus.

D =

D = jarak antara dua bangunan (meter)

h1 = tinggi bangunan 1 (meter)

(9)

5

BAB II

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

II.1 Kondisi Eksisting

II.1.1 Kriteria Terukur

Pada kriteria terukur, yang dibahas meliputi ketinggian bangunan, jarak bangunan, kemunduran bangunan, dan selubung bangunan.

II.1.1.1 Ketinggian Bangunan

Di sepanjang koridor Jalan Tembaan, Sebagian besar bangunan merupakan pusat pertokoan berupa ruko yang memiliki ketinggian rata-rata 2 atau 3 lantai. Tidak terjadi kesenjangan ketinggian bangunan, sehingga skyline di area blok tersebut dapat terbentuk dengan baik.

Di sepanjang koridor Jalan Bubutan, ketinggian bangunan bervariasi, yaitu 1 sampai 6 lantai. Bangunan-bangunan yang memiliki ketinggian ≥ 3 lantai merupakan bangunan sekolah, bank, dan perkantoran. Sedangkan bangunan-bangunan yang memiliki ketinggian 1 atau 2 lantai merupakan kios-kios masyarakat sekitar.

Gambar 1. Ruko-ruko di Jalan Tembaan

Gambar 3. Sekolah Dasar di Jalan Bubutan

(10)

6 Di bagian Utara Tugu Pahlawan terdapat sebuah bangunan besar milik Bank Indonesia. Bangunan Bank Indonesia ini memiliki ketinggian 6 lantai.

Di sepanjang koridor Jalan Pahlawan, didominasi oleh bangunan-bangunan fasilitas umum dengan ketinggian bangunan-bangunan yang cukup bervariasi. Ketinggian bangunan di blok ini berkisar antara 2 sampai 5 lantai. Terdapat dua kantor pemerintahan, yaitu Kantor Gubernur Provinsi Jawa Timur dan Kantor Bappeprov Jawa Timur yang masing-masing memiliki ketinggian 3 lantai.

II.1.1.2 Kemunduran Bangunan

Terdapat ruko-ruko yang letaknya berada pada sisi selatan Tugu Pahlawan dengan GSB rata-rata 0 hingga 1 meter. Tugu Pahlawan serta pusat perdagangan dan jasa komersial terdapat di sisi barat Tugu Pahlawan dengan Garis Sempadan Bangunan lebih kurang 2 meter hingga 4 meter. Untuk badan layanan pemerintah seperti Bank Indonesia, PT Pelni, dan gedung Kantor Gubernur Jawa Timur dan gedung sarana di sekitar Tugu Pahlawan, memiliki

Gambar 4. Bank Indonesia

(11)

7 Garis Sempadan Bangunan lebih kurang 4 meter hingga 6 meter dari jarak pagar.

II.1.1.3 Jarak Bangunan

Tugu Pahlawan merupakan kawasan yang dikelilingi bangunan-bangunan pemerintahan, perdagangan dan jasa, serta permukiman. Pada setiap aspek memiliki jarak antar bangunan yang berbeda-beda.

Ruko-ruko yang terdapat di sepanjang Jalan Tembaan dan Jalan Bubutan tidak mempunyai jarak bangunan, atau dapt dikatakan bangunan-banguna tersebut mempunyai jarak 0 meter. Pada fasilitas umum yang ada di Jalan Bubutan jarak bangunannya sebesar 1-4 meter. Pada bangunan pemerintahan, jarak bangunan sebesar 4-8 meter bahkan ada yang lebih dari 8 meter.

II.1.1.4 Selubung Bangunan

1. Koridor Jl. Bubutan (Gedung Stella Maris, Commonwealth Bank) (Bangunan Tinggi I)

Lebar jalan 8 meter, GSB 3 meter, maka d = (8/2) + 3

= 7 h = 1,5 d = 1,5 (7) = 10,5 meter

2. Koridor Jl. Bubutan (ruko penduduk) (Bangunan Tinggi I)

Lebar jalan 8 meter, GSB 1,5 meter, maka d = (8/2) + 1,5

= 5,5 h = 1,5 d = 1,5 (5,5)

(12)

8 = 8,25 meter

3. Koridor Jl. Pahlawan (Bank Mandiri, PT PELNI, Surabaya Country) (Bangunan Tinggi I)

Lebar jalan 8 meter, GSB 4 meter, maka d = (8/2) + 4

= 8 h = 1,5 d = 1,5 (8) = 12 meter

4. Koridor Jl. Pahlawan (Kantor Gubernur Jawa Timur) (Bangunan Tinggi I)

Lebar jalan 8 meter, GSB 6 meter, maka d = (8/2) + 6

= 10 h = 1,5 d = 1,5 (10) = 15 meter

5. Koridor Jl. Pahlawan (Gedung Badan Perencana Provinsi Jawa Timur) (Bangunan Tinggi I)

Lebar jalan 8 meter, GSB 4 meter, maka d = (8/2) + 4

= 8 h = 1,5 d = 1,5 (8) = 12 meter

(13)

9 6. Koridor Jl. Tembaan (ruko masyarakat)

(Bangunan Rendah)

Lebar jalan 6 meter, GSB 1 meter, maka d = (6/2) + 1 = 4 h = 1,5d = 1,5 (4) = 6 meter 7. Bank Indonesia (Bangunan Tinggi I)

Lebar jalan 8 meter, GSB 6 meter, maka d = (8/2) + 6

= 10 h = 1,5 d = 1,5 (10) = 15 meter

II.1.2 Kriteria Tidak Terukur

Kriteria tidak terukur yang dibahas meliputi dimensi sejarah, dimensi visual, dan dimensi fungsional.

II.1.2.1 Dimensi Sejarah

Tugu Pahlawan merupakan tempat dengan sejarah besar bagi Kota Surabaya. Dahulu, ketika masa penjajahan Belanda di lokasi monumen Tugu Pahlawan, berdiri sebuah gedung bernama Raad Van Justite yang berarti sebuah tempat peradilan bagi orang-orang Belanda Saat pemerintah Belanda menyerah kepada kekuasaan Jepang, gedung ini dijadikan markas Kenpetai atau Polisi Militer Jepang pada 1 Oktober 1945. Gedung ini sempat hancur akibat terkena tembakan artileri sekutu. Kala itu Gedung Kenpetai telah

(14)

10 dikuasai Barisan Keamanan Rakyat (BKR), sebagai pusat perjuangan para pemuda. Untuk mengenang peristiwa yang terjadi pada 10 November 1945, maka di bekas reruntuhan gedung itu, didirikanlah Monumen Tugu Pahlawan.

Gambar 6. Rancangan Tugu Pahlawan

(15)

11 Area Taman Tugu Pahlawan semula merupakan area kosong. Konsep pembangunannya hanya mendirikan sebuah monumen peringatan pertempuran dan banyaknya korban di kawasan tersebut. Pengembangan Taman Tugu Pahlawan berikutnya dilakukan pada tahun 1990an dan selesai di tahun 2000. Pengembangan area Taman Tugu Pahlawan bertujuan untuk menghormati kemonumentalannya. Pengembangan Taman Tugu Pahlawan disertai dengan pembangunan museum 10 November bertujuan memberi edukasi kepada masyarakat. Konsep pengembangan adalah keheningan dengan tujuan mengajak masyarakat kota Surabaya melakukan introspeksi dan mengenang para pejuang yang telah melakukan pertempuran mempertahankan Surabaya, sebagai suatu cara menjadi bagian dari sejarah kota Surabaya.

II.1.2.2 Dimensi Visual

Pada blok Tugu Pahlawan, memiliki empat koridor yang mengelilingi blok ini, yakni pada sebelah Selatan Jalan Tembaan, sebelah Barat Jalan Bubutan, dan sebelah Timur Jalan Pahlawan. Pada Jalan Tembaan, koridor ini memiliki dua ruas jalur, masing-masing memiliki tiga lajur dan pada koridor ini, bangunan didominasi dengan bangunan perdangan jasa, yaitu rumah toko atau ruko.

Sumber: Dokumentasi Penulis Maret 2015 dan Google Street View 2015

Jika dilihat dari penggambaran seluruh bangunan pada koridor ini, tampak bangunan memiliki tinggi antara dua hingga tiga lantai, dan tidak mengganggu koridor di depannya yakni Tugu Pahlawan, karena koridor ini dipisahkan oleh median jalan. Sementara pada bagian Barat yaitu Jalan Bubutan, dimana koridor ini berdiri sarana pendidikan dan pelayanan jasa.

Gambar 8. Street View Jalan Tembaan

(16)

12 Sumber: Dokumentasi Penulis Maret 2015 dan Google Street View 2015

Jika dilihat dari penampakan keseluruhan bangunan pada koridor ini, terlihat perbedaan jumlah lantai yang sangat signifikan antara Jalan Bubutan bagian Selatan (atau pada bagian kiri gambar), dimana terlihat bangunannya antara lain, Sekolah Katolik Stella Maris yang mana jumlah lantainya yakni tiga lantai. Pada sebelah sekolah ini terdapat bangunan yang tidak terpakai lagi dengan jumlah empat lantai, serta pada bangunan pelayan jasa yakni CommonWealth Bank yang memiliki jumlah lantai enam lantai atau kurang lebih sama dengan 18 meter. Sementara pada Jalan Bubutan sebelah Utara (atau pada sebelah kanan gambar), terlihat bangunan ini didominasi dengan perdagangan dan jasa, dengan rata-rata tinggi satu hingga dua lantai. Terlihat kesenjangan antara bangunan sebelumnya, hal ini juga ditunjukkan dengan ruas jalan yang disediakan, yang mana pada Jalan Bubutan sebelah Selatan memiliki satu jalur dengan enam lajur, sementara setelah pertigaan ruas lajur menjadi empat.

Sumber: Dokumentasi Penulis Maret 2015 dan Google Street View 2015

Pada sebelah Timur dari Tugu Pahlawan, yani Jalan Pahlawan. Koridor ini, banyak berdiri bangunan pemerintahan, antara lain BAPPEKO, gedung Gubernur, gedung Graha PENLI, gedung PENLI, gedung Badan Penanaman Modal, gedung Surabaya Country, dan Bank Mandiri. Tampak gedung memiliki rata-rata tinggi yang hampir sama, dengan ruas jalan yang cukup lebar yakni sebesar lima ruas lajur.

Dari masing-masing koridor, tampak dengan jelas perbedaan jumlah lantai dari bangunan-bangunan yang ada. Namun permasalah ini juga dapat

(17)

13 dilihat dari posisi gedung Bank Indonesia yang berada tepat sebelah Utara Tugu Pahlawan. Bank Indonesia memiliki jumlah lantai yakni tujuh lantai, yang hanya berjarak 132 meter (terhitung dari sisi terpinggir Bank Indonesia ke Tugu), sehingga jika dilihat dari sebelah utara, maka Tugu Pahlawan tidak akan terlihat. Hal ini menunjukkan bahwa gedung-gedung di sekitar Tugu Pahlawan sangat berpengaruh pada estetika kawasan bersejarah ini.

Jika Monumen Tugu Pahlawan dengan bangunan-bangunan bersejarah lain di bagian bumi yang lain tampak jauh berbeda. Misalkan jika dibandingkan dengan menara Eiffel yang tinggi menjulang sementara bangunan disekitarnya memiliki rata-rata 5-7 lantai. Dapat pula dibandingkan dengan cagar budaya di Indonesia, seperti Monumen Nasional (Monas), tampak bangunan di sekitar Monas tinggi menjulang, namun karena penempatan Monas di hamparan seluas 80 hektar, dibandingkan dengan Tugu Pahlawan yang lahannya hanya 1,3 hektar. Maka tidak heran, bahwa Tugu Pahlawan tidak tampak dari sebelah Utara kawasan ini.

II.1.2.3 Dimensi Fungsional

Tugu Pahlawan merupakan landmark kota Surabaya yang terletak dipusat kota, dimana disekitarnya terdapat banyak aktivitas, antara lain aktivitas rekreasi yang berupa kawasan Tugu Pahlawan, aktivitas pemertintahan, aktivitas perdagangan dan jasa, dsb. Namun lahan yang terdapat di daerah tersebut terdominasi oleh perdagangan dan jasa, antara lain kantor Gubernur, Bank Indonesia, pertokoan, permukiman yang mengelilingi kawasan Tugu Pahlawan. Kondisi eksisting kawasan tersebut terlihat cukup padat dan ramai.

Terdapat pula ruang-ruang yang difungsikan untuk kawasan publik, salah satunya Tugu Pahlawan yang merupakan tempat wisata sejarah. Adapun beberapa ruang terbuka hijau yang untuk menyeimbangi daerah lingkungan sekitar meskipun terlihat padat.

Koridor berdasarkan pengamatan langsung di kawasan tersebut dari bagian timur Tugu pahwalahn terdapat beberapa kantor jasa, salah satunya kantor Gubernur, bagian utaranya terdapat permukiman, fasilitas pendidikan,

(18)

14 pertokoan, baratnya terdominasi pertokoan, kantor dan bagian selatannya terdominasi oleh pertokoan.

Namun apabila dilihat dari jarak kejauhan antara Tugu Pahlawan yang merupakan landmark di daerah tersebut menjadi lenyap disebabkan padatnya dan banyaknya kesibukan aktivitas sekitar, sehingga citra menjadi pusat perhatian menjadi kurang terlihat, dan kurang memiliki nilai meskipun kawasan tersebut melambangkan sejarah Indonesia. Beberapa bangunan yang menjadi dapat dikatakan bangunan yang menutupi citra Tugu Pahlawan tersebut berupa bangunan perdagangan dan jasa di sekitar koridor yang tingginya hampir setara dan bahkan melebihi Tugu Pahlawan.

Hal yang perlu dipertimbangkan dalam pengembangan wilayah adalah menetapkan fungsi lahan di sekitarnya agar tidak menutupi citra Tugu Pahlawan misalnya beberapa bangunan sekitar meskipun sudah memiliki peruntukannya masing-masing namun tingginya tidak diperbolehkan melebihi Landmark Landmark tersebut, hal itu dapat dikontrol oleh pemerintah melalui kebijakan-kebijakan tentang bagaimana mengatur dimensi bangunan dan sekitarnya.

1. Koridor Selatan (Jl.Tembaan); terdominasi oleh kegiatan perdagangan dan jasa antara lain;

Perlengkapan militer Aluminium

Perlengkapan Cake Alat listrik

Gambar 12. Penggunaan Lahan di Kawasan Tugu Pahlawan

(19)

15 Bahan bangunan

Berbagai jenis kasur Bank BCA (Jasa)

Adapun fungsi lainnya di bagian selatan Jl. Tembaan tersebut antara lain, berupa Makam Mbak Kya, yang dapat disebut juga fungsinya sebagai RTH.

Gambar 18. Makam Mbak Kya

2. Koridor Barat (Jl. Bubutan), di sekitar koridor jalan ini terdapat banyak kegiatan yang berupa fasilitas umum perdagangan dan jasa, antara lain;

Sekolah (Fasilitas umum) Bank

Toko makanan ikan

Gambar 14. Toko perlengkapan militer (Jalan Tembaan)

Gambar 13. Toko Aluminium

Gambar 15. Bank BCA Gambar 16. Toko peralatan kue

(20)

16 Toko Motor dan Sepeda

Dinas Pendidikan Central jualan Cincin

3. Koridor Timur (Jl. Pahlawan), fungsi kegiatan yang terdapat di koridor tersebut antara lain;

Kantor Gubernur Restoran

Gambar 20. SD dan SMP Katolik Stella Maris Gambar 19. Bank Commonwealth (Jasa)

Gambar 22. Toko Makanan Ikan Gambar 21. Toko Sparepart Sepeda Motor

Gambar 24. Sarana Pendidikan Gambar 23. Penjualan cincin

(21)

17 Kawasan Tugu Pahlawan dikelinlingi oleh berbagai aktivitas, hal tersebut yang menjadikan kawasan tersebut terlihat cukup padat dan ramai. Berbagai aktivitas yang ada membuat kurangnya akan citra sebagai landmark Surabaya. Sebelah Utaranya Tugu pahlawan terdapat pula Kegiatan Jasa yakni Bank Indonesia.

Terdapat pula ruang-ruang yang difungsikan untuk kawasan publik, salah satunya Tugu Pahlawan yang merupakan tempat wisata sejarah.Fungsi tugu pahlawan disini adalah sebagai icon Surabaya yang terkenal sebagai kota pahlawan. Tugu pahlawan juga memiliki sebuah museum yang berisi sejarah kota Surabaya dan perjuangan para pahlawannya. Adapun beberapa ruang terbuka hijau yang untuk menyeimbangi daerah lingkungan sekitar meskipun terlihat padat.

Gambar 28. Restoran Surabaya Country Gambar 29. Pelayanan Perizinan Terpadu

Gambar 30. Bank MANDIRI

(22)

18 Namun apabila dilihat dari jarak kejauhan antara Tugu Pahlawan yang merupakan landmark di daerah tersebut menjadi lenyap disebabkan padatnya dan banyaknya kesibukan aktivitas sekitar, sehingga citra menjadi pusat perhatian menjadi kurang terlihat, dan kurang memiliki nilai meskipun kawasan tersebut melambangkan sejarah Indonesia. Beberapa bangunan yang menjadi dapat dikatakan bangunan yang menutupi citra Tugu Pahlawan tersebut berupa bangunan perdagangan dan jasa di sekitar koridor yang tingginya hampir setara dan bahkan melebihi Tugu Pahlawan.

Melalui kondisi Eksisting yang ada di kawasan Tugu Pahlawan Seharusnya pemerintah memperhatikan hal-hal tersebut. Wilayah Tugu Pahlawan semakin indah jika bangunan-bangunan perdagangan dan jasa tersebut bisa tertata dengan baik. Agar estetika sejarah dan seni di Tugu Pahlawan semakin terlihat. Dan orang-orang yang melewati wilayah Tugu Pahlawan dapat langsung merasa bahwa Tugu Pahlawan adalah icon Kota Surabaya.

II.2 Analisis

II.2.1 Kriteria Terukur

Pada analisis kriteria terukur, yang dibahas adalah mengenai kemunduran bangunan.

II.2.1.1 Kemunduran Bangunan

Kemunduran bangunan di ruko-ruko sepanjang Jalan Bubutan mempunyai cukup banyak masalah. Kemunduran bangunan di Jalan Bubutan berjarak hanya 0-1 meter, dan kemunduran bangunan ini pun masih dipenuh dengan para PKL.

(23)

19 II.2.2 Kriteria Tidak Terukur

Kriteria tidak terukur yang dibahas meliputi dimensi visual, dimensi fungsional, dan dimensi persepsi.

II.2.2.1 Dimensi Visual

Pada aspek dimensi visual pada koridor-koridor di blok Tugu Pahlawan, yang mana dilihat dari keselarasan tiap-tiap bangunannya. Yakni pada bangunan di koridor Jl. Tembaan dimana ruko-ruko ini tampak tidak selaras antara satu dengan yang lainnya, sehingga perencana merencanakan memeratakan baik jumlah lantai dan visualisasi wajah bangunan sehingga tampak lebih serasi.

Untuk bangunan di Jl. Bubutan sebelah utara, dimana bangunan ruko-ruko kecil yang tampak kumuh, perencana merencanakan membangunan sebuah bangunan yang berfungsi sebagai lokasi perdagangan dan jasa yang memiliki jumlah lantai 2, yang selanjutnya akan dijelaskan pada dimensi fungsional.

Pada bangunan pemerintahan di Jl. Pahlawan, yang mana bangunan ini merupakan bangunan cagar budaya, yang mana tercantum dalam Sementara itu berdasarkan Undang-undang No. 11 tahun 2010 tentang cagar budaya. Maka dari itu, bangunan-bangunan ini tidak akan dilakukan perubahan baik jumlah lantai maupun visuali wajah tiap-tiap bangunan.

Sumber: Dokumen Pribadi 2015

Pada koridor Jalan Tembaan tampak adanya ketidakselarasan pada jumlah lantai bangunan. Maka dari itu perencana merencanakan dengan penambahan jumlah lantai, sehingga ketinggian tiap-tiap bangunan akan terlihat selaras.

Sumber: Dokumen Pribadi 2015

Gambar 33. Kondisi Eksisting Koridor Jalan Tembaan

(24)

20 II.2.2.1 Dimensi Fungsional

Ditinjau dari RDTRK UP Tanjung Perak peruntukan yang ada difungsikan sebagai pusat kota yang diperuntukan untuk kegiatan perdagangan dan jasa. Hal tersebut sangat terlihat pada kondisi eksisting kawasan sekitar koridor Tugu Pahlawan antara lain: koridor Jl. Pahlawan, Jl. Tembaan dan Koridor Bubutan yang menjadi sorotan dalam studi lapangan yang penulis lakukan. Namun dari ketiga koridor tersebut hanya terdapat satu koridor yang terlihat cukup padat, disebabkan banyaknya kegiatan yang terjadi di sekitar Jl. Bubutan antara lain: sol sepatu yang menggunakan trotoar hingga badan jalan, toko jualan makanan ikan, toko sepeda motor, central jualan batu akik sehingga menyebabkan badan jalan digunakan untuk parkiran dan jualan lainnya.

Dampak yang ditimbulkan pada kawasan sekitar menyebabkan kurangnya nilai monumen Tugu Pahlawan sebagai citra kota Surabaya. Dikarenakan semua kegiatan terfokus pada perdagangan dan jasa di sekitarnya.

II.3 Usulan

II.3.1 Kriteria Terukur

Pada usulan kriteria terukur, akan dibahas usulan dalam hal kemunduran bangunan dan ketinggian bangunan.

II.3.1.1 Kemunduran Bangunan

Dalam hal kemunduran bangunan, mengingat adanya masalah pada kemunduran bangunan pada bangunan-bangunan yang terdapat di Jalan Bubutan, maka sesuai dengan Perda No.7 Tahun 1992,

(25)

21 kemunduran bangunan di Jalan Bubutan ditambah menjadi 3 meter karena bangunan-bangunan di Jalan Bubutan termasuk bangunan di bawah 4 lantai.

II.3.1.2 Ketinggian Bangunan

Dalam hal ketinggian bangunan, dalam menciptakan estetika dan memperkuat citra Tugu Pahlawan sebagai landmark, maka usulan yang dapat diberikan adalah membuat bangunan di Jalan Tembaan semuanya setinggi 3 lantai.

II.3.2 Kriteria Tidak Terukur

Kriteria tidak terukur yang dibahas meliputi dimensi visual, dimensi fungsional, dan dimensi persepsi.

II.3.2.1 Dimensi Visual

Adapun usulan yang dapat diberikan pada koridor Jalan Bubutan, yakni perubahan pada bangunan-banguan kumuh pada koridor ini. Bangunan-bangunan perdagangan jasa serta permukiman kumuh yang ada direncanakan sebuah bangunan berfungsi untuk perdagangan jasa yang akan mendukung pedagang-pedagang yang telah lama berjualan disana. Adapun bangunan tersebut memiliki tinggi bangunan 2 lantai sehingga tidak terlihat berbeda jauh dengan bangunan-bangunan lain pada koridor ini.

Sementara itu berdasarkan Undang-undang No. 11 tahun 2010 tentang cagar budaya, dimana bangunan pada Jalan Pahlawan merupakan bangunan cagar budaya golongan B, yakni bangunan cagar budaya yang dapat dilakukan pemugaran dengan cara restorasi atau

Gambar 36. Rencana Bangunan Perdagangan dan Jasa di Jalan Bubutan

(26)

22 rehabilitasi, sehingga perencana merencanakan tidak ada perubahan yang dilakukan.

II.3.2.2 Dimensi Fungsional

Usulan yang akan diberikan dengan tujuan untuk mengatasi masalah-masalah yang mengurangi nilai-nilai estetika Tugu Pahlawan, maka perlu untuk mengatur kembali agar bagaimana dapat mengembalikan citra yang sebagai simbol pahlawan para pemuda Surabaya. Melihat juga dari kondisi eksisting bahwa kawasan sekitar Tugu Pahlawan terlihat padat dan menimbulkan masalah polusi, maka diusulkan juga untuk menambahkan RTH di sekitarnya supaya dapat menyeimbangi masalah terkait polusi.

Rancangan yang digagas untuk koridor Jl. Bubutan yang terlihat bermasalah, membangun sebuah bangunan yang nantinya sebagai pusat perdagangan di bagian koridor Jl. Bubutan dan sekitarnya, menggabungkan berbagai jenis perdagangan dalam satu bangunan dengan tujuan agar daerah sekitar dapat terlihat kondusif. Bangunannya sendiri terdiri dari dua fungsi;

1. Bangunan

Rancangan bangunan dalam upaya menanggulangi masalah-masalah yang telah dipaparkan diatas, dengan mengusulkan untuk membangun 2 bangunan masif yang di bagian rooftop akan ditambahkan RTH dengan tujuan menyeimbangi masalah polusi, bangunan yang fungsinya menjadi pusat perdagangan dan jasa untuk menghimpun para pedagang batu akik, sol sepatu, jual-beli sepeda motor yang berjualan di sekitar pedestrian jalan Bubutan, untuk mendukung kembali peran Tugu Pahlawan sebagai landmark Surabaya, maka dalam gedung perdagangan dan jasa tersebut ditambahkan juga usaha perdagangan souvenir khas Tugu Pahlawan, Surabaya. Bangunan ini kami rancang 2 lantai dengan luas 1084 m2. Dengan usulan ini diharapkan para pembeli juga dapat menikmati Tugu Pahlawan sebagai salah satu icon Surabaya

(27)

23 dan dapat lebih mengingat bagaimana perjuangan para pahlawan, kemudian para pedagang disana dapat lebih tertata dan mengurangi kemacetan yang ada di jalan Bubutan karena para pedagang menjadi salah satu faktor yang mengakibatkan kemacetan di jalan Bubutan. Dalam hal ini pula membantu meningkatkan para pedagang yang ada disekitar Tugu Pahlawan, dikarenakan banyaknya wisatawan yang mengunjungi monumen Tugu Pahlawan.

2. Parkiran

Selain mengusulkan 2 bangunan pusat perdagangan dan jasa, bangunan tersebut juga disediakanjasa parkir 2 lantai dengan luas 1540 m2 disebelah bangunan pusat perdagangan dan jasa. Tempat parkir ini nantinya di lantai bawah digunakan untuk parkir motor dan lantai yang atas akan digunakan untuk parkir mobil. Dengan dibangunnya tempat parkir ini diharapkan para pedagang dan juga pembeli dapat memarkirkan kendaraannya di tempat yang sudah disediakan agar di jalan bubutan terlihat lebih rapi dan tidak menyebabkan kemacetan akibat para pengendara parkir di badan jalan seperti pada kondisi eksisting.

II.3.2.3 Dimensi Persepsi

Dalam ususlan dimensi persepsi, ada dua pokok usulan yakni menambah variasi vegetasi di Tugu Pahlawan dan penggantian pagar masif

Gambar 38. Rancangan Bangunan Pusat Perdagangan dan Jasa di Jalan Bubutan

(28)

24 menjadi pagar hidup. Persepsi yang ingin ditimbulkan adalah status Tugu Pahlawan yang benar-benar simbol perjuangan pemuda Surabaya, dan dimensi persepsi ini berusaha mengembalikan Tugu Pahlawan yang menonjol di kawasan sekitarnya, seperti dahulu kala.

Gambar 39. Tugu Pahlawan Tempo Dulu

a) Penggantian Pagar Masif

Penggantian Pagar Masif menjadi pagar hidup , yakni dengan pohon Sky Pencil atau cemara setinggi 1,5 meter. Hal ini bertujuan agar Tugu Pahlawan tidak terhalang olehg pagar tinggi, memungkinkan para pejalan kaki maupun pengendara sepeda motor yang melintas di kawasan Tugu Pahlawan dapat melihat Tugu Pahlawan dengan jelas. Sehingga status landmark yang dimilki oleh Tugu Pahlawan dapat kembali ada.

(29)

25 b) Menambah Variasi Vegetasi

Sesuai dengan tujuan yang akan dibentuk, untuk mengembalikan Tugu Pahlawan seperti tempo dulu, maka ada penambahan vegetasi yang mengeliling tugu.

(30)

26

BAB III

PENUTUP

III.1 Kesimpulan

Tugu Pahlawan Surabaya dibangun tujuan simbolis untuk mengenang jasa-jasa para pahlawan, khususnya para pemuda Surabaya yang berjuang dalam melawan penjajahan Belanda. Banyaknya kegiatan perdagangan dan jasa yang tidak tertata di kawasan Tugu Pahlawan membuat status Tugu Pahlawan sebagai Landmark Surabaya berkurang. Oleh karena itu, kawasan Tugu Pahlawan membutuhkan perancangan yang dapat mengembalika citranya sebagai landmark.

Dalam upaya mengembalikan citra Tugu Pahlawan sebagai landmark, maka dapat dilakukan dengan melakukan pengaturan kembali terhadap ketinggian bangunan dan kemunduran bangunan, serta penataan kembali penggunaan lahan di sekitar Tugu Pahlawan dan juga menata kembali estetika yang ada di Kawasan Tugu Pahlawan.

(31)

27

DAFTAR PUSTAKA

Schwartz, E. E. (2008). A Contextual Analysis of Urban Design and Sustainability. Chapel Hill: University of North Carolina.

(32)

Gambar

Gambar 1. Ruko-ruko di Jalan Tembaan
Gambar 5. Jalan Pahlawan
Gambar 7. Tugu Pahlawan 1965
Gambar 8. Street View Jalan Tembaan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penghargaan berupa medali emas, perak, dan perunggu, serta hadiah bagi peringkat 1, 2, dan 3 Tingkat Nasional untuk masing-masing bidang dibebankan pada Pusat

Dalam sejarah, dimana secara sederhana Auto CAD dipublikasikan mulai dari versi yang paling sederhana versi 2.0 tahun 1984 kemampuan untuk membuat bentuk 3D Setelah itu versi

c) Berhati-hatilah dalam menggunakan produk kecantikan. Hanya menggunakan make-up, pelembab atau tabir matahari hanya yang tanpa minyak. Biasanya jika

Dalam geometri Euklid, sebuah lingkaran merupakan himpunan semua tiitik pada bidang dalam jarak tertentu, yang disebut jari-jari, dari suatu titik tertentu, yang disebut

16 Endar Sugiarto, Psikologi Pelayanan dalam Industri Jasa (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2002), hlm.. Tepat Kecepatan tanpa ketepatan dalam bekerja tidak menjamin

Peraturan Menteri Perdagangan (no. 12/2006), “Waralaba (Franchise) adalah perikatan antara Pemberi Waralaba dengan Penerima Waralaba dimana Penerima Waralaba diberikan hak

Yang dimaksud dengan “zona perdagangan dan jasa” adalah Peruntukan ruang yang merupakan bagian dari kawasan budi daya difungsikan untuk pengembangan kegiatan usaha

Metode akunting biaya yang mengumpulkan harga pokok dalam suatu kuantitas produk khas, peralatan, reparasi, atau jasa lain yang bergerak melalui proses produksi