• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. khususnya kalau informasi tersebut merupakan berita baik (good news).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. khususnya kalau informasi tersebut merupakan berita baik (good news)."

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Teori Signalling

Manajemen selalu berusaha untuk mengungkapkan informasi privat yang menurut pertimbangannya sangat diminati oleh investor dan pemegang saham, khususnya kalau informasi tersebut merupakan berita baik (good news). Manajemen juga berminat menyampaikan informasi yang dapat meningkatkan kredibilitas kesuksesan perusahaan meskipun informasi tersebut tidak diwajibkan. Tujuan dari laporan tambahan ini adalah untuk menyediakan informasi tambahan mengenai kegiatan perusahaan sekaligus sebagai sarana untuk memberikan tanda (signal) kepada para stakeholders mengenai hal-hal lain, misalnya memberikan tanda (signal) tentang kepedulian perusahaan terhadap wilayah sekitarnya, atau tanda bahwa perusahaan tidak hanya menyediakan informasi berdasarkan ketentuan peraturan tetapi menyediakan informasi yang lebih bagi para stakeholders.

Signalling theory menekankan bahwa perusahaan pelapor dapat meningkatkan profitabilitas perusahaan melalui pelaporan pengungkapannya (Maulana dan Yuyetta, 2014). Menurut Hartono (2010:392) informasi yang dipublikasikan sebagai suatu pengumuman akan memberikan sinyal bagi investor dalam pengambilan keputusan investasi. Publikasi dari pelaporan meningkatkan motivasi bagi perusahaan-perusahaan untuk menunjukan sesuatu melalui

(2)

2

laporannya, bahwa mereka lebih baik daripada perusahaan lain yang tidak melakukan pengungkapan.

Dengan demikian, signalling theory menjelaskan bahwa perusahaan akan cenderung memberikan informasi yang lebih lengkap untuk membangun reputasi yang akan terlihat lebih baik dibandingkan perusahaan-perusahaan yang tidak melakukan pengungkapkan, yang pada akhirnya akan menarik para investor. Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa semakin besar perusahaan maka semakin banyak pengungkapan tanggung jawab sosial yang disampaikan (Suwardjono, 2005). Berdasarkan uraian diatas, teori signaling lebih menunjukkan konsistensi yang besar terhadap adanya pengungkapan CSR yang luas.

2.1.2 Corporate Social Responsibility

Definisi mengenai Corporate Social Responsibility (CSR) sekarang ini sangatlah beragam. Seperti definisi CSR yang dikemukan oleh World bank (2002), sebagai berikut:

“... CSR is committment of business to contribute to sustainable economic development working with employees and their representatives, the local community and society at large to improve quality of live, in ways that are both good for business and good for development. ...”

Yang dimaksud didalam definisi adalah CSR merupakan suatu komitmen bisnis untuk berperan dalam pembangunan ekonomi yang dapat bekerja dengan karyawan dan perwakilan mereka, masyarakat sekitar dan masyarakat yang lebih luas untuk memperbaiki kualitas hidup, dengan cara yang baik bagi bisnis maupun pengembangan (Sumedi, 2010). Corporate Social Responsibility memiliki banyak

(3)

3

definisi, menurut Lord Holmes dan Richard Ward (2006) dalam Marzully Nur (2012) menyatakan Corporate Social Responsibility adalah komitmen berkelanjutan dari perusahaan yang berjalan secara etis dan memiliki kontribusi terhadap pembangunan untuk meningkatkan kualitas hidup tenaga kerja dan keluarga mereka, dan juga komunitas lokal serta masyarakat luas. Menurut Gosslimh dan Vocht (2007) dalam Lovink Angel (2013), corporate social responsibility dapat dipandang sebagai kewajiban dunia bisnis untuk menjadi akuntabel terhadap seluruh stakeholdernya bukan hanya terhadap tujuan keuangan semata.

Corporate Social Responsibility adalah mekanisme bagi suatu organisasi untuk secara sukarela mengintegrasikan perhatian terhadap lingkungan dan sosial ke dalam operasinya dan interaksinya dengan stakeholder, yang melebihi tanggung jawab organisasi di bidang hukum (Anggraini, 2006). Menurut Moon (2004) dalam Astrotamma (2009) CSR adalah konsep yang sulit diartikan. Konsep CSR seringkali tumpang-tindih dengan konsep-konsep lainnya, seperti corporate citizenship, sustainable business, dan business ethic. Perbedaan atau persamaan diantara konsep-konsep tersebut tidak menjadi subjek pembahasan dalam penelitian ini. Konsep CSR telah mengalami peningkatan dalam beberapa tahun terakhir ini. CSR merupakan sebuah konsep yang telah menarik perhatian dunia dan mendapat perhatian dalam ekonomi global. Namun demikian, konsep CSR masih belum seragam dengan pandangan yang masih beragam tentang kegunaan dan aplikabilitas potensialnya (Jamali dan Mirshak, 2006 dalam Astrotamma, 2009).

(4)

4

Anggraini (2006) menyatakan bahwa tuntutan terhadap perusahaan untuk memberikan informasi yang transparan, organisasi yang akuntabel serta tata kelola perusahaan yang semakin bagus semakin memaksa perusahaan untuk memberikan informasi mengenai aktivitas sosialnya. Masyarakat membutuhkan informasi mengenai sejauh mana perusahaan sudah melaksanakan aktivitas sosialnya sehingga hak masyarakat untuk hidup aman dan tentram, kesejahteraan karyawan, dan keamanan mengkonsumsi makanan dapat terpenuhi.

Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), yang tertuang dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No.1 Paragraf 9, yang menyatakan bahwa:

“Perusahaan dapat pula menyajikan laporan tambahan seperti laporan mengenai lingkungan hidup dan laporan nilai tambah (value added statement), khususnya bagi industri dimana faktor faktor lingkungan hidup memegang peranan penting dan bagi industri yang menganggap pegawai sebagai kelompok pengguna laporan yang memegang peranan penting”.

Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa CSR merupakan suatu bentuk tanggung jawab perusahaan terhadap lingkungan sosialnya yang turut serta merasakan dampak atas aktivitas operasional perusahaan. CSR diwujudkan agar terjaga keseimbangan diantara pelaku bisnis dan masyarakat sekitarnya agar semua pihak tidak ada yang dirugikan. Pelaksanaan CSR di Indonesia, merupakan suatu keharusan bagi suatu corporate mengingat perkembangan dan laju perekonomian bangsa Indonesia semakin pesat hal ini dapat dilihat dari banyaknya perusahaan yang didirikan, baik perusahaan nasional yang modalnya dari Negara, perusahaan swasta yang modalnya dimiliki oleh pihak swasta, perusahaan gabungan antara pihak swasta nasional dengan Negara

(5)

5

manapun, perusahaan patungan antara pihak asing dengan Negara dalam bentuk perusahaan penanaman modal asing di Indonesia.

Dauman dan Hargreaves (dalam Sulastini 2007) menyatakan bahwa tanggung jawab perusahaan dapat dibagi menjadi tiga level sebagai berikut:

1) Basic Responsibility (BR)

Pada level pertama, menghubungkan tanggung jawab yang pertama dari suatu perusahaan, yang muncul karena keberadaan perusahaan tersebut seperti; perusahaan harus membayar pajak, memenuhi hukum, memenuhi standar pekerjaan, dan memuaskan pemegang saham. Bila tanggung jawab pada level ini tidak dipenuhi akan menimbulkan dampak yang sangat serius.

2) Organization Responsibility (OR)

Pada level kedua ini, menunjukkan tanggung jawab perusahaan untuk memenuhi perubahan kebutuhan “stakeholder” seperti pekerja, pemegang saham dan masyarakat disekitarnya. Contohnya: bertanggung jawab terhadap investor untuk memaksimalkan profit dan mensejahterakan karyawan.

3) Sociental Response (SR)

Pada level ketiga ini, menunjukkan tahapan ketika interaksi antara bisnis dan kekuatan lain dalam masyarakat yang demikian kuat sehingga perusahaan dapat tumbuh dan berkembang secara berkesinambungan, terlibat dengan apa yang terjadi dalam lingkungannya secara keseluruhan. Contohnya: melakukan recruitment tenaga kerja dari masyarakat sekitar.

(6)

6

Perusahaan bukanlah entitas yang hanya beroperasi untuk kepentingannya sendiri namun harus memberikan manfaat bagi stakeholdernya (pemegang saham, kreditor, konsumen, supplier, pemerintah, masyarakat). Dengan demikian keberadaan suatu perusahaan sangat dipengaruhi oleh dukungan yang diberikan oleh stakeholder kepada perusahaan tersebut (Chariri, 2008). Selain tanggung jawab kepada pemegang saham, tanggung jawab lainnya menyangkut tanggung jawab sosial perusahaan dan atas tanggung jawab atas kelestarian lingkungan hidup (Effendi, 2009).

Hal ini sesuai dengan tiga kepentingan publik yang cenderung terabaikan oleh perusahaan yaitu:

1) Perusahaan hanya bertanggung jawab secara hukum terhadap pemegang sahamnya, sedangkan masyarakat disekitar tempat perusahaan tersebut berdomisili kurang diperhatikan.

2) Dampak negatif yang ditimbulkan oleh perusahaan semakin meningkat dan harus ditanggung oleh masyarakat sekitar. Sementara itu, sebagian besar keuntungan manfaat hanya dinikmati oleh pemegang saham perusahaan saja.

3) Masyarakat sekitar yang menjadi korban perusahaan tersebut sebagian besar mengalami kesulitan untuk menuntut ganti rugi kepada perusahaan. Hal itu dikarenakan belum adanya hukum yang mengatur secara jelas tentang akuntabilitas dan kewajiban perusahaan kepada publik.

Perusahaan memiliki kewajiban sosial terhadap apa yang terjadi di sekitar lingkungan masyarakat. Selain menggunakan dana dari pemegang saham,

(7)

7

perusahaan juga menggunakan dana dari sumber daya lain yang berasal dari masyarakat sehingga hal yang wajar jika masyarakat mempunyai harapan tertentu terhadap perusahaan.

Menurut Zhegal dan Ahmed (1990) dalam Anggraini (2006) mengidentifikasikan beberapa hal yang berkaitan dengan pelaporan CSR perusahaan, yaitu sebagai berikut:

1) Lingkungan, meliputi pengendalian terhadap polusi, pencegahan atau perbaikan terhadap kerusakan lingkungan, konservasi alam, dan pengungkapan lain yang berkaitan dengan lingkungan.

2) Energi, meliputi konservasi energi, efisiensi energi.

3) Praktik bisnis yang wajar, meliputi, pemberdayaan terhadap minoritas dan perempuan, dukungan terhadap usaha minoritas, tanggung jawab social. 4) Sumber daya manusia, meliputi aktivitas di dalam suatu komunitas, dalam

kaitan dengan pelayanan kesehatan, pendidikan dan seni. 5) Produk, meliputi keamanan, pengurangan polusi.

Tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility) adalah suatu konsep bahwa suatu organisasi khususnya (namun bukan hanya) perusahaan adalah memiliki suatu tanggung jawab terhadap konsumen, karyawan, pemegang saham, komunitas, dan lingkungan dalam aspek operasional perusahaan. CSR berhubungan erat dengan dengan “pembangunan berkelanjutan”, dimana ada argumentasi bahwa suatu perusahaan dalam melaksanakan aktivitasnya harus mendasarkan keputusannya tidak semata berdasarkan faktor keuangan, misalnya keuntungan atau dividen melainkan juga harus berdasarkan konsekuensi sosial

(8)

8

dan lingkungan untuk saat ini maupun untuk jangka panjang. Salah satu badan yang aktif mengeluarkan pedoman bagi perusahaan terkait pengungkapan lingkungan hidup adalah Global Reporting Initiative (GRI). Dalam standar GRI Indikator kinerja di bagi menjadi 3 komponen utama, yaitu ekonomi, lingkungan hidup, dan sosial yang mencakup hak azasi manusia, praktek ketenagakerjaan dan lingkungan kerja, tanggung jawab produk, dan masyarakat.

2.1.3 Pengungkapan Corporate Social Responsibility

Definisi pengungkapan, sebagaimana yang dijelaskan oleh Hendriksen (1991:203) dalam Sumedi (2010) yang menyatakan bahwa pengungkapan sebagai penyajian sejumlah informasi yang dibutuhkan untuk pengoperasian secara optimal pasar modal yang efisien. Definisi pengungkapan tersebut ditujukan pada tanggung jawab sosial perusahaan, dimana pengungkapan informasi CSR pada laporan tahunan entitas bisnis memberikan dampak positif, yaitu manfaat jangka panjang bagi perusahaan kedepannya, meskipun pengungkapan informasi CSR masih bersifat sukarela (voluntary). Pengertian pengungkapan tanggung jawab sosial adalah salah satu bentuk pengungkapan yang tidak diwajibkan (voluntary disclosure) baik oleh PSAK maupun BAPEPAM. Pengungkapan tanggung jawab sosial yang diungkapkan oleh perusahaan dalam bentuk informasi biaya maupun kegiatan lingkungan yang dijalankan oleh perusahaan digunakan untuk mengukur seberapa besar indeks pengungkapan informasi mengenai lingkungan perusahaan yang disajikan dalam annual report, baik yang berhubungan dengan bahan baku dan jenis energi yang digunakan (input process), proses produksi mulai dari pemilihan proses produksi, pengaturan tenaga kesehatan, keamanan dan

(9)

9

keselamatan karyawan. Secara teori, pengungkapan CSR dapat didefinisikan sebagai tanggung jawab moral suatu perusahaan terhadap para strategic stakeholdersnya, terutama komunitas atau masyarakat disekitar wilayah kerja dan operasinya.

Pertanggungjawaban sosial perusahaan diungkapkan di dalam laporan yang disebut Sustainability Reporting. Sustainability Reporting adalah pelaporan mengenai kebijakan ekonomi, lingkungan, dan sosial, pengaruh dan kinerja organisasi dan produknya didalam konteks pembangunan berkelanjutan (sustainable development) (Astrotamma, 2009). Sustainability reporting atau laporan berkelanjutan telah berkembang dan dipraktikan secara luas di dunia berpedoman pada guidelines yang dikeluarkan oleh Global Reporting Initiative (GRI). Pembuat laporan memerlukan pedoman atau standar yang diterima masyarakat secara luas untuk membuat sustainability reporting. Laporan berkelanjutan diimplementasikan dengan mengembangkan kriteria yang pada akhirnya akan menjadi standar pelaporan yang diterima secara umum. Lebih lanjut dinyatakan, bahwa GRI menerima dukungan aktif dari sejumlah kelompok bisnis dan organisasi nirlaba (Ballou et. al., 2006). Tujuan pengungkapan CSR menurut Securities Exchange Comission (SEC) dikategorikan menjadi dua yaitu:

1) Protective disclosure yang dimaksud sebagai upaya perlindungan terhadap investor.

2) Informative disclosure yang bertujuan memberikan informasi yang layak kepada pengguna laporan (Zuhroh dan Sukmawati, 2003).

(10)

10

Menurut Chariri dan Ghozali (2007), alasan yang mendorong praktik pengungkapan tanggung jawab sosial dan lingkungan antara lain:

1) Mematuhi persyaratan yang ada dalam undang-undang. 2) Pertimbangan rasionalitas ekonomi.

3) Mematuhi pelaporan dan proses akuntabilitas. 4) Mematuhi persyaratan peminjaman.

5) Mematuhi persyaratan harapan masyarakat. 6) Konsekuensi ancaman atas legitimasi perusahaan. 7) Mengelola kelompok stakeholder tertentu.

8) Menarik dana investasi.

9) Mematuhi persyaratan industri.

10)Memenangkan penghargaan pelaporan.

Belkaoui (2000:230), menyatakan bahwa pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan disajikan dengan beberapa asumsi, antara lain:

1) Mengasumsikan bahwa tujuan pengungkapan tanggung jawab sosial dalam laporan tahunan adalah untuk meningkatkan citra perusahaan dan memegang asumsi, biasanya secara implisit, bahwa perilaku baik secara asasi.

2) Mengasumsikan bahwa tujuan pengungkapan tanggung jawab sosial dalam laporan tahunan adalah untuk menghentikan pertanggungjawaban organisasi dengan asumsi bahwa kontrak sosial terjadi antara organisasi dengan masyarakat. Keberadaan kontrak ini membutuhkan berhentinya pertanggungjawaban sosial.

(11)

11

3) Mengasumsikan bahwa pengungkapan tanggung jawab sosial dalam laporan tahunan secara efektif dapat memperluas pelaporan keuangan tradisional dan tujuannya adalah memberikan informasi pada investor.

2.1.4 Corporate Social Responsibility dan Industry Profile

Industry profile merupakan sebuah pengelompokan perusahaan didasarkan atas tingkat sensitivitas perusahaan terhadap lingkungan. Lucyanda dan Siagan (2012) mendefinisikan industry profile adalah bidang operasi perusahaan. Industry profile umumnya dibagi menjadi dua tipe yaitu high profile dan low profile. Anggraeni (2006) berpendapat bahwa industri high profile yaitu industri yang memiliki visibilitas konsumen, risiko politis yang tinggi, atau menghadapi persaingan yang tinggi akan cenderung mengungkapkan informasi sosial yang lebih banyak dibandingkan industri low profile.

Menurut Novita Indrawati (2009), perusahaan-perusahaan high-profile pada umumnya merupakan perusahaan yang memperoleh sorotan dari masyarakat karena aktivitas operasinya memiliki potensi untuk bersinggungan dengan kepentingan luas. Sebaliknya, perusahaan low profile adalah perusahaan yang tidak terlalu memperoleh sorotan luas dari masyarakat manakala operasi yang mereka lakukan mengalami kegagalan atau kesalahan pada aspek tertentu dalam proses atau hasil produksinya.

Sembiring (2006), Roberts dalam Hasyir (2009), dan Purwanto (2011), mengklasifikasikan perusahaan yang termasuk industri high profile antara lain perusahaan perminyakan dan pertambangan lain, kimia, hutan, kertas, otomotif, penerbangan, agribisnis, tembakau dan rokok, produk makanan dan minuman,

(12)

12

media dan komunikasi, energi (listrik), engineering, kesehatan serta transportasi dan pariwisata. Kelompok industri low profile terdiri dari bangunan, keuangan dan perbankan, supplier peralatan medis, property, retailer, tekstil dan produk tekstil, produk personal, dan produk rumah tangga.

2.1.5 Profitabilitas

Profitabilitas menunjukkan seberapa besar kinerja keuangan perusahaan dalam menghasilkan atau memperoleh keuntungan. Profitabilitas merupakan faktor yang membuat manajemen menjadi bebas dan fleksibel untuk mengungkapkan pertanggungjawaban sosial kepada pemegang saham (Heinze, 1976 dalam Anggraini, 2006). Sehingga semakin tinggi tingkat profitabilitas perusahaan, semakin besar pengungkapan pertanggungjawaban sosial yang dilakukan perusahaan. Perusahaan yang memiliki tingkat profitabilitas yang tinggi akan menarik investor untuk melakukan penanaman modal dalam perusahaan tersebut. Dengan diperkirakannya arus laba dapat memberikan kontribusi pada peningkatan kinerja pasar dari saham perusahaan, dinyatakan bahwa terdapat hubungan positif dan signifikan antara kepemilikan institusional dengan profitabilitas (Graves dan Waddock, 1994; Johnson dan Greening, 1999 dalam Cox, et al., 2010). Pada penelitian ini, kemampuan perusahaan menghasilkan laba diukur dengan menggunakan rasio return on asset (ROA). ROA mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba bersih berdasarkan tingkat aktiva tertentu atau dapat dikatakan pula bahwa ROA merupakan rasio yang menggambarkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan dari setiap rupiah aktiva yang digunakan. Menurut Darsono dan Ashari (2005), dengan

(13)

13

mengetahui ROA perusahaan, dapat menilai apakah perusahaan tersebut efisien dalam memanfaatkan aktiva pada kegiatan operasional perusahaan. Lebih lanjut dijelaskan bahwa ROA memberikan ukuran yang lebih baik atas profitabilitas perusahaan karena menunjukkan efektivitas manajemen dalam menggunakan aktiva dalam upaya memperoleh pendapatan. ROA diperoleh dengan membandingkan antara laba bersih dengan total aktiva.

2.2 Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah dugaan sementara terhadap suatu masalah penelitian yang kebenarannya harus diuji secara empiris. Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

2.2.1 Pengaruh Profitabilitas Pada Corporate Social Responsibility Perusahaan High dan Low Profile

Pengungkapan CSR perusahaan memberikan informasi yang lebih dan lengkap berkaitan dengan kegiatan dan pengaruhnya terhadap kondisi sosial masyarakat dan lingkungan (Ghozali dan Chariri, 2007). Signalling theory memang bukan satu-satunya teori yang dapat menjadi acuan dalam menjelaskan motivasi perusahaan dalam pengungkapan CSR. Teori lain yang dapat menjelaskan sinyal positif yang dihasilkan dari stakeholders adalah stakeholder theory dan legitimacy theory.

Teori stakeholder menekankan bahwa seluruh stakeholder memiliki hak untuk mendapatkan informasi tentang bagaimana aktivitas organisasi mempengaruhi mereka (Deegan, 2004). Salah satu keinginan dan harapan yang muncul dari para stakeholder adalah ketika perusahaan mendapatkan hasil kinerja keuangan yang baik (profit) maka perusahaan diharapkan dapat memberikan

(14)

14

kontribusi yang positif melalui sebuah kegiatan sosial dan mengungkapkannya secara transparan dalam sebuah laporan tahunan yang perusahaan terbitkan. Melalui pengungkapan sosial yang dilakukan secara sukarela ini diharapkan dapat menjadi dialog yang baik antara perusahaan dengan para stakeholder-nya.

Pattern dalam Hadi (2011), salah satu upaya yang perlu dilakukan perusahaan dalam rangka mengelola legitimasi agar efektif adalah dengan melakukan strategi legitimasi dan pengungkapan terkait dengan CSR. Dengan adanya pengungkapan CSR yang baik maka diharapkan perusahaan akan mendapat legitimasi dari masyarakat sehingga dapat berpengaruh terhadap eksistensi perusahaan (going concern) dan perusahaan berharap dapat menciptakan keseimbangan antara aktivitas perusahaan dengan harapan masyarakat terhadap perusahaan. Hal tersebut kemudian akan membangun citra yang baik di mata masyarakat.

Ketiga teori diatas dapat menjelaskan bahwa meningkatnya profitabilitas sebagai respon dari pengungkapan CSR perusahaan karena melalui pengungkapannya perusahaan dapat melakukan ekspektasi mengenai keuntungan yang diperoleh dan mendapatkan legitimasi dari masyarakat melalui pengungkapan laporannya sehingga adanya kepercayaan external stakeholders kepada produk yang dihasilkan perusahaan (Ballou et.al, 2006).

Eka (2011) menyatakan bahwa suatu perusahaan yang memilki profit besar harus aktif melakukan CSR. Ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rizki (2012) yang menggunakan variabel profitabilitas dan menemukan hasil

(15)

15

yang positif signifikan terhadap pengungkapan pertanggungjawaban sosial perusahaan.

Theodora (2011) meneliti mengenai profitabilitas terhadap CSR dan menunjukkan bahwa profitabilitas berpengaruh terhadap pengungkapan CSR. Susilatri dan Indriani (2011) juga menemukan hubungan yang positif signifikan antara kedua variabel tersebut. Penelitian dilakukan pada perusahaan pertambangan yang listing di BEI tahun pengamatan periode 2004-2008. Semakin besar keuntungan yang diperoleh semakin besar kemampuan perusahaan untuk membayarkan dividennya.

Nurkhin (2009) meneliti mengenai profitabilitas terhadap CSR dan menemukan hasil penelitian bahwa profitabilitas berpengaruh positif terhadap CSR. Hal ini menunjukkan bahwa profitabilitas terbukti berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Penemuan ini menunjukkan bahwa perusahaan yang mempunyai tingkat profitabilitas tinggi akan mengungkapkan informasi CSR yang telah dilakukan. Hal ini mungkin dikarenakan persepsi atau anggapan bahwa aktivitas CSR bukanlah aktivitas yang merugikan dan tidak bermanfaat bagi keberlangsungan perusahaan. Melainkan aktivitas CSR merupakan langkah strategis jangka panjang yang akan memberikan efek positif bagi perusahaan.

Sari (2012) meneliti mengenai karakteristik perusahaan pada pengungkapan CSR dan menemukan hasil variabel profitabilitas memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap pengungkapan CSR. Hasil penelitian ini sejalan dengan teori agensi yang menyatakan bahwa perolehan laba yang semakin besar akan membuat

(16)

16

perusahaan mengungkapkan informasi sosial yang lebih luas. Hal tersebut dikarenakan perusahaan dengan laba yang tinggi akan menjadi sorotan, maka perusahaan akan mengeluarkan biaya yang berkaitan dengan tanggung jawab sosial.

Mengacu pada signalling theory, stakeholder theory, dan legitimacy theory mengenai sinyal positif yang dihasilkan dan ekspektasi peningkatan profit dari pengungkapan CSR perusahaan, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

H1a: Profitabilitas berpengaruh positif pada corporate social responsibility

perusahaan high profile.

H1b: Profitabilitas berpengaruh positif pada corporate social responsibility

perusahaan low profile.

2.2.2 Industry Profile, Profitabilitas dan Pengungkapan CSR

Indrawati (2009) dalam penelitiannya menemukan bahwa pengungkapan lebih banyak dilakukan pada perusahaan yang termasuk pada high profile karena perusahaan-perusahaan tersebut memperoleh sorotan dari masyarakat akibat aktivitas operasinya memiliki potensi untuk bersinggungan dengan kepentingan luas. Apabila dikaitkan dengan teori legitimasi, hal ini dilakukan perusahaan untuk melegitimasi kegiatan operasinya dan menurunkan tekanan dari para aktivis sosial dan lingkungan (Anggita, 2012).

Hasyir (2009) dalam penelitiannya menemukan bahwa tingkat pengungkapan sosial pada industri high profile secara signifikan lebih tinggi daripada tingkat pengungkapan sosial pada industri low profile. Hal ini

(17)

17

disebabkan oleh lebih tingginya dampak sosial dari sebagian besar industri high

profile yang mendorong kelompok industri ini untuk melakukan

pertanggungjawaban sosial dan pengungkapan sosial dalam taraf yang lebih tinggi daripada kelompok industri low profile.

Perusahaan yang memiliki tingkat tanggung jawab sosial yang tinggi akan direspon secara positif oleh investor melalui fluktuasi harga saham perusahaan. Lucyanda dan Siagian (2012) berpendapat bahwa perusahan high profile akan cenderung memberi pengungkapan tanggung jawab sosial yang memenuhi syarat untuk menjaga kelangsungan hidup perusahaan.

Guthrie dan Ward (2007) meneliti keguanaan legitimacy theory untuk menyelidiki pengaruh industry profile dan kaitannya dengan strategi legitimasi perusahaan menemukan bahwa perusahan high profile mengungkapkan lebih banyak informasi CSR dibandingkan perusahaan low profile. Guthrie dan Ward (2007), juga menemukan bahwa perusahaan high profile melakukan pengungkapan CSR yang proporsional lebih kepada strategi perusahaan untuk mengubah ekspektasi masyakarat, persepsi masyarakat, dan membelokkan perhatian masyarakat daripada perusahaan low profile.

Karina dan Yuyetta (2013) menemukan bahwa perusahaan-perusahaan yang high profile (visibilitas konsumen tinggi, risiko politis tinggi, atau menghadapi persaingan yang tinggi) tidak cenderung melakukan pengungkapan aktivitas atau tanggung jawab sosial perusahaan lebih tinggi atau banyak dibandingkan perusahaan-perusahaan yang low profile. Purwanto (2011) juga menemukan bahwa perusahaan yang termasuk klasifikasi high profile

(18)

18

mengungkapkan pertanggungjawaban sosial lebih baik. Hal ini ditunjukkan dengan 48 perusahaan yang termasuk kategori high profile terdapat 21 perusahaan yang mengungkapkan CSR di atas rata-rata. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan non keuangan yang terdaftar di BEI Tahun 2009.

Secara teoritis, perusahaan terkategori high profile lebih luas mengungkapkan CSR dibandingkan dengan perusahaan terkategori low profile akibat. Perusahaan high profile memiliki kegiatan operasional yang tingkat risikonya lebih besar dibandingkan dengan perusahaan low profile sehingga secara otomatis perusahaan high profile memiliki tanggung jawab lebih besar atas dampak yang ditimbulkannya pada masyarakat dan lingkungan. Hal ini menyebabkan perusahaan high profile harus mengungkapkan lebih banyak informasi mengenai CSR dibandingkan perusahaan low profile. Berdasarkan uraian diatas dapat dikembangkan hipotesis sebagai berikut.

H2a: Terdapat perbedaan profitabilitas pada perusahaan kategori high

profile dan low profile.

H2b: Terdapat perbedaan pengungkapan CSR pada perusahaan kategori

Referensi

Dokumen terkait

Tsauri berkata, “Seseorang yang duduk dengan ahlul bid’ah tidak akan selamat dari satu diantara tiga perkara: menjadi fitnah bagi yang lainnya, masuk dalam hatinya kebid’ahan

Berdasarkan latar belakang masalah, rumusan masalah, dan hasil penelitian tindakan kelas yang telah dilaksanakan melalui beberapa tindakan dari siklus I, siklus

Marantika (2012: 35), mengatakan tujuan dilakukan kegiatan ekstrakurikuler disekolah meliputi: 1) Memberi pengayaan kepada siswa yang menyangkut aspek pengetahuan,

competency yang berarti: kecakapan, kemampuan, kompetensi, wewenang (Jhon M. 2) Kompetensi adalah suatu kemampuan untuk melaksanakan suatu pekerjaan atau tugas yang

Kanker cervix atau kanker leher rahim adalah kanker yang terjadi pada cervix uterus, suatu daerah pada organ reproduksi wanita yang merupakan pintu masuk kearah rahim (uterus)

Seorang pembuat paku membuat jenis paku dari bahan yang tersedia yaitu 5,5 kg Seorang pembuat paku membuat jenis paku dari bahan yang tersedia yaitu 5,5 kg A dan 2 kg bahan B.

Isu-isu utama terkait dengan revitalisasi kawasan Baluwarti adalah perkembangan elemen-elemen pembentuk identitas kawasan Baluwarti, faktor-faktor yang menggeser identitas