• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - 8. BAB I REVISI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - 8. BAB I REVISI"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Permasalahan going concern seharusnya diberikan oleh auditor dan dimasukkan dalam opini auditnya pada saat opini audit itu diterbitkan jika terdapat indikasi kebangkrutan yang sangat kuat pada perusahaan. Auditor bertanggung jawab mengevaluasi apakah terdapat kesangsian besar terhadap kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam periode waktu pantas (Rudyawan dan Badera, 2008). Auditor mempunyai peranan penting dalam menjembatani antara kepentingan investor sebagai pengguna laporan keuangan dan kepentingan perusahaan sebagai penyedia laporan keuangan. Evaluasi auditor berdasarkan atas pengetahuan tentang kondisi dan peristiwa pada entitas yang telah terjadi, sebelum pekerjaan lapangan selesai. Informasi tentang kondisi dan peristiwa diperoleh auditor dari penerapan prosedur audit yang direncanakan dan dilaksanakan untuk mencapai tujuan audit yang bersangkutan dengan asersi manajemen yang terkandung dalam laporan keuangan yang sedang diaudit (Pernyataan Standar Auditing 2001, No.30).

(2)

2008) . Auditor juga bertanggung jawab untuk menilai apakah terdapat kesangsian besar terhadap kemampuan perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya (going concern) dalam periode waktu tidak lebih dari satu tahun sejak tanggal laporan audit (SPAP seksi 341, 2001).

Mutchler (1985) dalam Indira (2008) mengemukakan kriteria perusahaan akan menerima opini going concern apabila mempunyai masalah pada pendapatan, reorganisasi, ketidak mampuan dalam membayar bunga, menerima opini going concern tahun sebelumnya, dalam proses likuidasi, modal yang negative, arus kas negative, pendapatan operasi negative, modal kerja negative, 2 s/d 3 tahun berturut-turut rugi, laba ditahan negative.

(3)

faktor-faktor tersebut harus diuji agar dalam keadaan ekonomi yang fluktuatif, status going concern tetap dapat diprediksi. Opini audit going concernmerupakan opini yang dikeluarkakan auditor untuk memastikan apakah perusahaan dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya (SPAP,2001). Kelangsungan hidup usaha selalu dihubungkan dengan kemampuan manajemen dalam mengelola perusahaan agar bertahan hidup.

Pemberian opini modifikasi (going concern) oleh auditor merupakan dampak keraguan perusahaan untuk dapat melakukan kelangsungan usahanya. Reputasi sebuah kantor akuntan publik dipertaruhkan ketika opini yang diberikan ternyata tidak sesuai dengan kondisi perusahaan yang sesungguhnya (Rudyawan dan Badera, 2008). Auditor memiliki kewajiban untuk mengungkapkan permasalahan mengenai kelangsungan hidup (going concern) perusahaan klien jika terdapat indikasi kebangkrutan yang sangat kuat pada perusahaan.

Dalam hubungannya dengan likuiditas makin kecil likuiditas, perusahaan kurang likuidiitas sehingga tidak dapat membayar para krediturnya maka auditor kemungkinan memberikan opini audit dengan going concern. Tidak jarang perusahaan yang secara konsisten mengalami kerugian operasi mempunyai working capital yang sangat kecil bila dibandingkan dengan total assets (Altman, 1968) dalam Komalasari (2004).

(4)

Dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Setyarno dkk (2006) telah memberikan bukti empiris bahwa variabel kondisi keuangan perusahaan dan opini audit tahun sebelumnya berpengaruh signifikan terhadap penerimaan opini audit going concern. Untuk variabel kualitas audit dan pertumbuhan perusahaan tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap penerimaan opini audit going concern.Pengeluaran opinigoing concernyang tidak diharapkan oleh perusahaan, karena berdampak pada kemunduran harga saham, kesulitan dalam meningkatkan modal pinjaman, ketidak percayaan investor, kreditur, pelanggan, dan karyawan terhadap manajemen perusahaan. Hilangnya kepercayaan publik terhadap citra perusahaan dan manajemen perusahaan tersebut akan memberi imbas yang sangat signifikan terhadap keberlanjutan bisnis perusahaan kedepan.

Pertumbuhan perusahaan mengindikasikan kemampuan perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan usahanya. Pertumbuhan perusahaan dapat diukur dengan rasio pertumbuhan penjualan. Sebuah perusahaan dengan pertumbuhan penjualan yang positif mempunyai kecenderungan untuk dapat mempertahankan kelangsungan usahanya (Eko dkk., 2006).

(5)

dalam Petronela (2004) mengemukakan bahwa perusahaan dengan negative growth mengindikasikan kecenderungan yang lebih besar ke arah kebangkrutan sehingga perusahaan yang laba tidak akan mengalami kebangkrutan. Karena kebangkrutan merupakan salah satu dasar bagi auditor untuk memberikan opini audit going concern, maka perusahaan yang mengalami pertumbuhan perusahaan yang negatif akan makin tinggi kecenderungan untuk menerima opini going concern.

Rasio pertumbuhan penjualan yang positif menunjukkan kemampuan perusahaan dalam mempertahankan posisi ekonominya sehingga memberikan peluang kepada perusahaan dalam meningkatkan laba dan mempertahankan kelangsungan hidup usahanya. Dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Donny (2007), Yunia (2009), dan Widya (2010) telah memberikan bukti empiris bahwa pertumbuhan perusahaan berpengaruh pada pengungkapan opini audit going concern.

(6)

Menurut Mckeown et.al. (1991) dalam Andi Kartika (2012) menyatakan bahwa semakin kondisi perusahaan terganggu atau memburuk maka akan semakin besar kemungkinan perusahaan menerima opini audit going concern. Sebaliknya pada perusahaan yang tidak pernah mengalami kesulitan keuangan, auditor tidak pernah mengeluarkan opini auditgoing concern.

Masalah yang sering timbul adalah bahwa sangat sulit untuk memprediksi kelangsungan hidup sebuah perusahaan, sehingga banyak auditor yang mengalami dilema antara moral dan etika dalam memberikan opinigoing concern.

Mutchler (1985) dalam Indira (2008) mengemukakan kriteria perusahaan akan menerima opini going concern apabila mempunyai masalah pada pendapatan, reorganisasi, ketidakmampuan dalam membayar bunga, menerima opini going concern tahun sebelumnya, dalam proses likuidasi, modal yang negative, arus kas negative, pendapatan operasi negative, modal kerja negative, 2 s/d 3 tahun berturut-turut rugi, laba ditahan negative. Ashton, Willingham dan Elliott (1987), Dodd.et al (1984), Elliot (1984) dalam Indira (2009) menyatakan bahwa perusahaan yang menerima opinigoing concernmembutuhkan waktu audit (audit delay) yang lebih lama dibandingkan perusahaan yang menerima opini tanpa kualifikasi. namun demikian, opini going concern harus diungkapkan dengan harapan dapat segera mempercepat usaha penyelamatan perusahaan yang bermasalah.

(7)

1. Trend negatif, misalnya kerugian operasi yang berulang kali, kekurangan modal kerja, arus kas negatif, dan rasio keuangan penting yang jelek.

2. Petunjuk lain tentang kemungkinan kesulitan keuangan, misalnya kegagalan dalam memenuhi kewajiban utangnya atau perjanjian serupa, penunggakan pembayaran dividen, serta penjualan sebagian besar aset.

3. Masalah internal, misalnya pemogokan kerja, ketergantungan besar atas suksesnya suatu proyek.

4. Masalah eksternal, misalnya pengaduan gugatan pengadilan, keluarnya undang-undang yang mengancam keberadaan perusahaan, kehilangan franchise (hak kelola), lisensi atau paten yang penting, bencana yang tidak diasuransikan, dan kehilangan pelanggan atau pemasok utama.

Menurut Santosa dan Wedari (2007) menyatakan bahwa semakin kondisi perusahaan terganggu atau memburuk maka akan semakin besar kemungkinan perusahaan menerima opini audit going concern. Sebaliknya pada perusahaan yang tidak pernah mengalami kesulitan keuangan auditor tidak pernah mengeluarkan opini auditgoing concern.

(8)

selanjutnya dan pertimbangan keputusan yang tepat untuk mempertahankan kelangsungan hidup usahanya sehingga terhindar dari kebangkrutan.

Haron et al. (2009) dalam penelitian Junaidi dan Hartono (2010), menyatakan bahwa pengungkapan laporan keuangan berdampak signifikan terhadap opini going concern.Disclosurelaporan keuangan merupakan informasi yang sangat dibutuhkan bagi auditor, misalnya, pengungkapan informasi keuangan mengenai konsistensi penggunaan metode akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan, kebijakan-kebijakan perusahaan, kerjasama perusahaan dengan pihak yang mempunyai hubungan istimewa perusahaan, serta kejadian setelah tanggal neraca dalam hal pemberian opinigoing concern.

Pentingnya informasi tentang opini going concern mendorong peneliti untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang memepengaruhi pemberian opini ini. Faktor-faktor yang akan diuji meliputi Rasio Keuangan dan Pertumbuhan Perusahaan .

1.2. Rumusan Masalah

Pemasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Apakah Rasio Likuditas tidak berpengaruh terhadap pemberian opini audit going concern.

2. Apakah Rasio Profitabilitas tidak berpengaruh terhadap pemberian opini audit going concern.

(9)

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan bukti empiris bahwa:

1. Pengaruh Rasio Likuditas terhadap penerimaan opini auditgoing concern ; 2. Pengaruh Rasio Profitabilitas terhadap penerimaan opini auditgoing concern ; 3. Pengaruh pertumbuhan perusahaan terhadap penerimaan opini audit going

concern ;

1.4. Manfaat Penelitian.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan sebagai berikut : 1. Manfaat Teoritis

Diharapkan dapat menambah literatur dalam bidang akuntansi serta dapat memberikan sumbangan pikiran terhadap pengembangan ilmu pengetahuan mengenai Pengaruh Rasio Keuangan Dan Pertumbuhan Perusahaan Terhadap Penerimaan Opini AuditGoing Concern .

2. Manfaat Praktis

1. Pemberi Pinjaman (Kreditur)

Memberikan informasi yang bermanfaat untuk mengambil keputusan siapa yang akan diberi pinjaman dan kemudian bermanfaat untuk kebijakan memonitor pinjaman yang ada.

2. Investor

(10)

3. Akuntan

Akuntan mempunyai kepentingan terhadap informasi kelangsungan usaha perusahaan karena akuntan akan melihat kemampuan going concernsuatu perusahaan.

4. Manajemen

Dengan adanya pengungkapan atas going concern perusahaan yang dinyatakan dalam bentuk opini audit, maka pihak manajemen akan berusaha untuk mempertahankan kelangsungan hidup perusahaannya serta berupaya untuk meningkatkan kinerja perusahaan.

1.5. Kontribusi Penelitian

(11)

Bambang Suryono (2015) menunjukkan bahwa variabel yang mempengaruhi pemberian opini audit going concern secara signifikan adalah profitabilitas dan leverage. Kedua variabel ini disimpulkan mempunyai pengaruh yang negatif terhadap opini audit going concern, sedangkan pertumbuhan perusahaan dan likuiditas merupakan variabel yang tidak berpengaruh signifikan.

Penelitian Setyarno (2006) menguji bagaimana pengaruh rasio-rasio keuangan auditee (rasio likuiditas, rasio profitabilitas, rasio aktifitas, rasio leverage dan rasio pertumbuhan penjualan), ukuran auditee, skala auditor dan opini audit tahun sebelumnya terhadap opini audit going concern. Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa rasio likuiditas dan opini audit tahun sebelumnya secara signifikan berpengaruh terhadap opini going concern. Sebaliknya, Sussanto dan Aquariza (2012) dalam penelitiannya pada perusahaan consumer goods industry menemukan bahwa profitabilitas dan likuiditas tidak berpengaruh signifikan terhadap pemberian opini audit going concern.

Referensi

Dokumen terkait

realis lisme me yan yang g mem memanda andang ng bah! bah!a a rea realit litas as mem memang ang ada ada dal dalam am keny kenyataa ataan n ses sesuai uai dengan

Suhu rata-rata tahunan merupakan data mengenai suhu yang dikumpulkan perhari dan dikumpulkan perbulan, hasil dari tiap bulan itu dikumpulkan dan di rata-ratakan sehingga

Tinea pedis adalah infeksi dermatofita pada kaki terutama mengenai sela jari kaki dan telapak kaki, dengan lesi terdiri dari beberapa tipe, bervariasi dari ringan, kronis

algoritma kompresi LZW akan membentuk dictionary selama proses kompresinya belangsung kemudian setelah selesai maka dictionary tersebut tidak ikut disimpan dalam file yang

Hasil refleksi siklus II sudah meningkat dari nila i KKM 65. Para siswa mendapatkan nila i rata-rata 7,96, sudah meningkat dibandingkan dengan siklus I dengan nilai

Kebutuhan sekunder adalah kebutuhan yang pemenuhannya setelah kebutuhan primer terpenuhi, namun tetap harus dipenuhi, agar kehidupan manusia berjalan dengan baik. Contoh: pariwisata

Rencana Kerja (Renja) Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Tahun 2018 merupakan rencana kerja tahunan penjabaran dari pelaksanaan pembangunan yang telah

Keputusan konsumen dalam melakukan pembelian merupakan suatu kajian dari individu yang secara langsung terlibat dalam usaha memperoleh, menggunakan dan menentukan