• Tidak ada hasil yang ditemukan

Optimasi Ekstraksi Spent Bleaching Earth (Sbe) Dengan Pelarut N-Heksana Menggunakan Reaktor Ekstraksi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Optimasi Ekstraksi Spent Bleaching Earth (Sbe) Dengan Pelarut N-Heksana Menggunakan Reaktor Ekstraksi"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sejarah Kelapa Sawit

Kelapa sawit pertama kali diperkenalkan di Indonesia oleh pemerintah kolonial Belanda pada tahun 1848. Ketika itu ada empat batang bibit kelapa sawit dibawa dari Mauritius dan Amsterdam dan ditanam di Kebun Raya Bogor. Tanaman kelapa sawit mulai diusahakan dan dibudidayakan secara komersial pada tahun 1911. Perintis usaha perkebunan kelapa sawit di Indonesia adalah Adrien Hallet, seorang Belgia yang telah belajar banyak tentang kelapa sawit di Afrika. Budi daya yang dilakukannya diikuti oleh K. Schadt yang menandai lahirnya perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Sejak saat itu perkebunan kelapa sawit di Indonesia mulai berkembang. Perkebunan kelapa sawit pertama berlokasi di Pantai Timur Sumatera (Deli) dan Aceh. Luas areal perkebunannya mencapai 5.123 ha. Indonesia mulai mengekspor minyak sawit pada tahun 1919 sebesar 576 ton ke negara-negara eropa, kemudian tahun 1923 mulai mengekspor minyak inti sawit sebesar 850 ton.

Pada masa pendudukan Belanda, perkebunan kelapa sawit mengalami perkembangan yang cukup pesat. Indonesia menggeser dominasi ekspor negara Afrika pada waktu itu. Namun, kemajuan pesat yang dialami oleh Indonesia tidak diikuti dengan peningkatan perekonomian nasional. Hasil perolehan ekspor minyak sawit hanya meningkatkan perekonomian negara asing termasuk Belanda.

(2)

produksi minyak sawit Indonesia pun hanya mencapai 56.000 ton pada tahun 1948/1949. Padahal pada tahun 1940 Indonesia mengekspor 250.000 ton minyak.

Setelah Belanda dan Jepang meninggalkan Indonesia, pada tahun 1957, pemerintahan mengambil alih perkebunan dengan alasan politik dan keamanan. Pemerintah menempatkan perwira-perwira militer di setiap jenjang manajemen perkebunan yang bertujuan mengamankan jalannya produksi. Pemerintah juga membentuk BUMIL (buruh militer) yang merupakan wadah kerjasama antara buruh perkebunan dengan militer. Perubahan manajemen dalam perkebunan dan kondisi sosial politik serta keamanan dalam negeri yang tidak kondusif, menyebabkan produksi kelapa sawit mengalami penurunan. Pada periode tersebut posisi Indonesia sebagai pemasok minyak sawit dunia terbesar tergeser oleh Malaysia.

(3)

2.2.Minyak Kelapa Sawit

Tanaman kelapa sawit (Elaeis guinensis) berasal dari Guinea di pesisir Afrika Barat, kemudian diperkenalkan ke bagian Afrika lainnya, Asia Tenggara dan Amerika Latin sepanjang garis quator (antara garis lintang utara 15 odan lintang selatan 12 o). Kelapa sawit tumbuh baik pada daerah iklim tropis, dengan suhu antara 24 oC – 32 o

- Minyak sawit (CPO), yaitu yang berasal dari sabut kelapa sawit

C dengan kelembaban yang tinggi dan curah hujan 200 mm per tahun. Kelapa sawit mengamdung kurang lebih 80 % perikarp dan 20 % buah yang dilapisi kulit yang tipis. Kandungan minyak dalam perikarp sekitar 30 % - 40 %. Kelapa sawit menghasilkan dua macam minyak yang sangat berlainan sifatnya, yaitu:

- Minyak inti sawit (CPKO), yaitu minyak yang berasal dari inti kelapa sawit

Pada umumnya minyak sawit mengandung lebih banyak asam-asam palmitat, oleat dan linoleat jika dibandingkan dengan minyak inti sawit. Minyak sawit merupakan gliserida yang terdiri dari berbagai asam lemak, sehingga titik lebur dari gliserida tersebut tergantung pada kemajuan kejenuhan asam lemaknya. Semakin jenuh asam lemaknya semakin tinggi titik lebur dari minyak sawit tersebut. (Tambun, 2006)

Sebagai minyak atau lemak, minyak sawit adalah suatu trigliserida, yaitu senyawa gliserol dengan asam lemak. Sesuai dengan bentuk bangun rantai asam lemaknya, minyak sawit termasuk golongan minyak asam oleat-linoleat. Minyak sawit berwarna merah jingga karena kandungan karotenoida (terutama β-karotena), berkonsistensi setengah padat pada suhu kamar (konsistensi dan titik lebur banyak ditentukan oleh kadar ALB-nya), dan dalam keadaan segar dan kadar asam lemak bebas yang rendah, bau dan rasanya cukup enak.

(4)

lemak yang terbanyak adalah asam tak jenuh oleat dan linoleat, minyak sawit masuk golongan minyak asam oleat – linoleat. Rumus bangun minyak sawit adalah sebagai berikut. (Mangoensoekarjo dkk, 2003)

+ + 3H2

Asam Lemak

O

Gliserol Asam lemak Trigliserida Air

Gambar 2.1: Reaksi gliserol dengan asam lemak

Berikut adalah tabel komposisi asam lemak minyak sawit

Tabel 2.1 : Komposisi asam lemak minyak sawit

Jumlah Karbon

Tak Jenuh Titik Lebur,

(5)

2.3. Pengolahan Kelapa Sawit

2.3.1. Pengolahan Tandan Buah Segar (TBS)

Pengolahan TBS di pabrik bertujuan untuk memperoleh minyak sawit yang berkualitas baik. Proses tersebut berlangsung cukup panjang dan memerlukan kontrol yang cermat, dimulai dari pengangkutan TBS atau brondolan dari tempat pengumpulan hasil (TPH) ke pabrik sampai dihasilkannya minyak sawit dan hasil- hasil sampingnya.

Pada dasarnya ada dua macam hasil olahan utama pengolahan TBS di pabrik, yaitu : - Minyak sawit yang merupakan hasil pengolahan daging buah, dan

- Minyak inti sawit yang dihasilkan dari ekstraksi inti sawit.

Secara ringkas, tahap-tahap proses pengolahan TBS sampai dihasilkan minyak akan diuraikan lebih lanjut berikut ini. (Tim penulis PS, 1997)

2.3.2. Pengangkutan TBS ke Pabrik

Tandan buah segar hasil pemanenan harus segera diangkut ke pabrik untuk diolah lebih lanjut. Pada buah yang tidak segera diolah, maka kandungan ALB-nya semakin meningkat. Untuk menghindari hal tersebut, maksimal 8 jam setelah panen, TBS harus segera diolah.

Asam lemak bebas terbentuk karena adanya kegiatan enzim lipase yang terkandung di dalam buah dan berfungsi memecah lemak/minyak menjadi aktif bila struktur sel buah matang mengalami kerusakan. Untuk itu, pengangkutan TBS ke pabrik mempunyai peranan yang sangat penting.

(6)

dengan lori lebih baik daripada dengan alat angkut lain. Guncangan selama perjalanan lebih banyak terjadi pada pengangkutan dengan truk atau traktor gandengan sehingga pelukan pada buah sawit juga lebih banyak. Hal tersebut menyebabkan semakin meningkatnya kandungan ALB pada buah yang diangkut.

Sesampai TBS di pabrik, segera dilakukan penimbangan. Penimbangan penting dilakukan sebab akan diperoleh angka-angka yang terutama berkaitan dengan produksi perkebunan, pembayaran upah para pekerja, penghitungan rendemen minyak sawit, dan lain-lain. Setelah ditimbang, TBS mengalami proses selanjutnya yaitu perebusan. (Tim penulis PS, 1997)

2.3.3. Perebusan TBS

Buah beserta lorinya kemudian direbus dalam suatu tempat perebusan (sterilizer) atau dalam ketel rebus. Perebusan dilakukan dengan mengalirkan uap panas selama 1 jam atau tergantung pada besarnya tekanan uap. Pada umumnya, besarnya tekanan uap yang digunakan adalah 2,5 atmosfer dengan suhu uap 125 o

- Merusak enzim lipase yang menstimulir pembentukan ALB,

C. Perebusan yang terlalu lama dapat menurunkan kadar minyak dan pemucatan kernel. Sebaliknya, perebusan dalam waktu yang terlalu pendek menyebabkan semakin banyak buah yang tidak rontok dari tandannya. Tujuan perebusan adalah:

- Mempermudah pelepasan buah dari tandan dan inti dari cangkang,

- Memperlunak daging buah sehingga memudahkan proses pemerasan, serta

(7)

2.3.4. Perontokan dan Pelumatan Buah

Setelah perebusan lori-lori yang berisi TBS ditarik keluar dan diangkat dengan alat

Hoisting Crane yang digerakkan dengan motor. Hoisting Crane akan membalikkan TBS ke

atas mesin perontok buah ( thresher ). Dari thresher, buah-buah yang telah rontok dibawa ke mesin pelumat ( digester ). Untuk lebih memudahkan penghancuran daging buah dan pelepasan biji, selama proses pelumatan TBS dipanasi (diuapi).

Tandan buah kosong yang sudah tidak mengandung buah diangkut ke tempat pembakaran dan digunakan sebagai bahan bakar. Selain sebagai bahan bakar, tandan kosong tersebut dapat juga digunakan sebagai bahan mulsa (penutup tanah). (Tim penulis PS, 1997)

2.3.5. Pemerasan atau Ekstraksi Minyak Sawit

Untuk memisahkan biji sawit dari hasil lumatan TBS, maka perlu dilakukan pengadukan selama 25 – 30 menit. Setelah lumatan buah bersih dari biji sawit, langkah selanjutnya adalah pemerasan atau ekstraksi yang bertujuan untuk mengambil minyak dari masa adukan. Ada beberapa cara dan alat yang digunakan dalam proses ekstraksi minyak, yaitu seperti berikut:

1. Ekstraksi dengan Sentrifugasi

Alat yang dipakai berupa tabung baja silindris yang berlubang-lubang pada bagian dindingnya. Buah yang telah lumat, dimasukkan ke dalam tabung, lalu diputar. Dengan adanya gaya sentrifugasi, maka minyak akan keluar melalui lubang-lubang pada dinding tabung.

2. Ekstraksi dengan Cara Srew Press

(8)

keluar lewat lubang-lubang tabung. Besarnya tekanan alat ini dapat diatur secara elektris, dan tergantung dari volume bahan yang akan dipress. Cara ini mempunyai kelemahan yaitu pada tekanan yang terlampau kuat akan menyebabkan banyak biji yang pecah.

3. Ekstraksi dengan Bahan Pelarut

Cara ini lebih sering dipakai dalam ekstraksi minyak biji-bijian, termasuk minyak inti sawit. Sedangkan ekstraksi minyak sawit dari daging buah, belum umum digunakan dengan cara ini karena kurang efisien. Pada dasarnya, ekstraksi dengan cara ini adalah dengan menambah pelarut tertentu pada lumatan daging buah sehingga minyak akan terpisah dari partikel yang lain.

4. Ekstraksi dengan Tekanan Hidrolis

Dalam sebuah peti pemeras, bahan ditekan secara otomatis dengan tekanan hidrolisa. (Tim penulis PS, 1997)

2.3.6. Pemurnian dan Penjernihan Minyak Sawit

Minyak sawit yang keluar dari tempat pemerasan atau pengepresan masih berupa minyak sawit kasar karena masih mengandung kotoran berupa partikel-partikel dari tempurung dan serabut serta 40 – 45 % air.

(9)

dan hasil olahan lainnya. Sedangkan sisa olahan yang berupa lumpur, masih dapat dimanfaatkan dengan proses daur ulang untuk diambil minyak sawitnya. (Tim penulis PS, 1997)

2.4.Proses Pemurnian Kelapa Sawit

Tujuan utama dari proses pemurnian minyak adalah untuk menghilangkan rasa serta bau yang tidak enak, warna yang tidak menarik dan memperpanjang masa simpan minyak sebelum dikonsumsi atau digunakan sebagai bahan mentah dalam industri. (Ketaren, 1986)

Untuk memperoleh minyak yang bermutu baik, minyak dan lemak kasar harus dimurnikan dari bahan-bahan atau kotoran yang terdapat di dalamnya. Cara-cara pemurnian dilakukan dalam beberapa tahap:

2.4.1. Pengendapan (settling) dan pemisahan gumi (degumming), bertujuan menghilangkan partikel-partikel halus yang tersuspensi atau berbentuk koloidal. Pemisahan ini dilakukan dengan pemanasan uap dan adsorben, kadang-kadang dilakukan sentrifusa.

(10)

2.4.3. Pemucatan, bertujuan menghilangkan zat-zat warna dalam minyak dengan penambahan adsorbing agent seperti arang aktif, tanah liat, atau dengan reaksi-reaksi kimia. Setelah penyerapan warna, lemak disaring dalam keadaan vakum.

2.4.4. Penghilangan bau (deodorisasi) lemak, dilakukan dalam botol vakum, kemudian dipanaskan dengan mengalirkan uap panas yang akan membawa senyawa volatil. Selesai proses deodorisasi, lemak harus segera didinginkan untuk mencegah kontak dengan O2.(Winanrno, 1995)Dalam penggunaan minyak dan lemak di perusahaan pembuatan margarin dibutuhkan minyak dan lemak yang tidak mempunyai rasa dan bau. Oleh karena itu sering perlu dilakukan penghilangan bau dan cita-rasa yang ada. (Buckle dkk, 2009)

2.5. Pemucatan Minyak Kelapa Sawit

Minyak sawit mempunyai warna kuning oranye sehingga jika digunakan sebagai bahan baku untuk pangan perlu dilakukan pemucatan. Pemucatan ini dimaksudkan untuk mendapatkan warna minyak sawit yang lebih memikat dan sesuai denga kebutuhannya. Keintesifan pemucatan minyak sawit sangat ditentukan oleh kualitas minyak sawit yang bersangkutan. Semakin jelek mutunya, maka biaya pemucatan juga semakin besar. Dengan demikian, minyak sawit yang bermutu baik akan mengurangi biaya pemucatan pada pabrik konsumen. (Tim penulis PS, 1997)

Pemucatan ialah suatu tahap proses pemurnian untuk menghilangkan zat- zat warna yang tidak disukai dalam minyak.Pemucatan ini dilakukan dengan mencampur minyak dengan sejumlah kecil adsorben. Adsorben yang digunakan untuk memucatkan minyak terdiri dari tanah pemucat (bleaching earth)dan arang (bleaching carbon).

(11)

0

C, selama 1 jam. Penambahan adsorben dilakukan pada saat minyak mencapai suhu 70 – 80 0

2.6. Bleaching Earth (BE) dan Spent Bleaching Earth (SBE)

C, dan jumlah adsorben kurang lebih sebanyak 1,0 – 1,5 persen dari berat minyak. Selanjutnya minyak dipisahkan dari adsorben dengan cara penyaringan menggunakan kain tebal atau dengan cara pengepresan dengan filter press. Minyak yang hilang karena proses tersebut kurang lebih 0,2 – 0,5 persen dari berat minyak yang dihasilkan setelah proses pemucatan. (Ketaren, 1986)

Bleaching clay ( bleaching earth) : Bahan pemucat ini merupakan sejenis tanah liat dengan komposisi utama terdiri dari SiO2, Al2O3, air terikat serta ion kalsium, magnesium oksida, dan besi oksida.

Bleaching clay pertama kali ditemukan pada abad ke-19 di Inggris dan Amerika.

Dalam perdagangan bleaching clay mempunyai nama dan komposisi kimia yang berbeda. Sebagai contoh ialah bleaching clay yang berasal dari Amerika dikenal dengan nama

Floridin, sedangkan yang berasal dari Rusia, Kanada dan Jepang dikenal dengan nama

gluchower kaolin.

Jumlah adsorben yang dibutuhkan untuk menghilangkan warna minyak tergantung dari macam dan tipe warna dalam minyak dan sampai berapa jauh warna tersebut akan dihilangkan.

(12)

Tanah pemucat bekas (SBE) adalah limbah padat yang dihasilkan dari industri pemurnian minyak goreng.Proses pemurnian CPO menghasilkan tanah pemucat bekas (SBE) dalam jumlah banyak.SBE merupakan campuran antara lempung dengan senyawa hidrokarbon dari CPO. (Suryani dkk, 2015)Tanah pemucat bekas (SBE) biasanya mengandung antara 17-28 % berat minyak dengan kandungan asam lemak bebas yang tinggi, yang tidak dapat dihilangkan selama proses penyaring dengan menekan yang terakhir. (Fattah dkk, 2014)

Berikut adalah tabel komposisi dari bleaching earth.

Tabel 2.2: komposisi kimia dari bleaching earth

Komposisi Jumlah

К2О, % 0.85

Na2O, % 0.46

Fe2O3, % 3.85

SiO2, % 59.98

Al2O3, % 16.95

CaO, % 3.92

MgO, % 2.89

Kadar air 11.20

Densitas dalam jumlah besar 54.50

pH dalam suspensi encer 4.52

Sumber : Prokopov et al, 2013

2.7. Analisis Kadar Lemak Metode Ekstraksi Sokletasi

(13)

diinginkan tanpa melarutkan material lainnya. Penentuan kadar lemak dengan pelarut menghasilkan lemak kasar (crude fat). Umumnya, analisis lemak kasar ada dua macam, yaitu cara kering dan cara basah. Ekstraksi padat cair atau leaching adalah transfer difusi komponen terlarut dari padatan inert ke dalam pelarutnya. Proses ini merupakan proses yang bersifat fisik, karena komponen terlarut kemudian dikembalikan lagi ke keadaan semula yang bersifat fisik tanpa mengalami perubahan kimiawi. Ekstraksi dari bahan padat dapat dilakukan jika bahan yang diinginkan dapat larut dalam solven pengekstraksi. Ekstraksi berkelanjutan diperlukan apabila padatan hanya sedikit larut dalam pelarut. Namun, sering juga digunakan pada padatan yang larut karena efektivitasnya.

Pada cara kering, bahan dibungkus atau ditempatkan dalam thimbel, kemudian dikeringkan dalam oven untuk menghilangkan airnya. Pemanasan harus dilakukan secepatnya dan hindari suhu yang terlalu tinggi. oleh karena itu, dianjurkan menggunakan vakum oven (suhu 70 oC). Penentuan kadar lemak dengan cara ekstraksi kering dapat menggunakan alat yang dikenal dengan nama soxhlet. Ekstraksi dengan soxhlet ini dilakukan secara terputus-putus. Uap tersebut kemudian masuk ke kondensor melalui pipa kecil dan keluar dalam fase cair. Kemudian, pelarut masuk ke dalam selongsong berisi padatan. Pelarut akan membasahi sampel dan tertahan di dalam selongsong sampai tinggi pelarut dalam pipa sifon sama dengan tinggi pelarut di selongsong. Kemudian, pelarut seluruhnya akan mengalir masuk kembali ke dalam labu didih dan begitu seterusnya. Peristiwa ini disebut dengan efek sifon. (Bintang, 2010)

Soxhlet apparatusdapat juga digunakan untuk ekstraksi minyak dari sesuatu bahan

(14)

2.8. Ekstraksi minyak yang Terkandung dalam Adsorben

Cara yang sederhana untuk mengekstraksi minyak yang tertinggal dalam adsorben ialah mencampurkan adsorben tersebut dengan bahan yang akan diekstraksi minyaknya.

Umumnya ada 2 cara yang dapat digunakan untuk memperoleh kembali minyak yang tertinggal dalam adsorben, yaitu dengan : 1) menggunakan surface active agent dan 2) ekstraksi dengan pelarut organik.

2.8.1. Pemisahan Minyak dengan Menggunakan Surface Active Agent

Surface active agent yang digunakan adalah larutan alkali. Lemak dipisahkan dari adsorben dengan menggunakan larutan alkali encer yang dipanaskan pada suhu air mendidih ( kira-kira 100 0

2.8.2. Ekstraksi dengan Pelarut Organik

C) dengan tekanan 1 atmosfer.

Larutan alkali dengan tegangan permukaan yang lebih rendah dan daya pembasah yang lebih besar akan mencuci minyak yang tergabung dalam adsorben. Minyak yang diperoleh kurang lebih sebanyak 70 – 75 % dari jumlah minyak yang terdapat dalam adsorben.

Pelarut organik dapat melarutkan dan mencuci minyak yang terdapat dalam adsorben, selanjutnya pelarut organik tersebut dipisahkan dari minyak dengan cara penyulingan pada suhu titik didih pelarut organik yang digunakan.

Jika dibandingkan dengan cara pemisahan minyak menggunakan surface active agent,

(15)

dapat dihindarkan sehingga kecil kemungkinan terjadinya proses hidrolisa dan oksidasi minyak. Kontak minyak dengan oksigen udara perlu dihindarkan terutama pada minyak yang mudah mengering (drying oil), karena minyak tersebut jika dioksidasi pada suhu tinggi akan membentuk persenyawaan polimer yang berwarna gelap. (Ketaren, 1986)

2.9. Standar Mutu

Akhir-akhir ini minyak sawit berperan cukup penting dalam perdagangan dunia. Berbagai industri, baik pangan maupun nonpangan, banyak yang menggunakannya sebagai bahan baku. Berdasarkan peranan dan kegunanaan minyak sawit itu, maka mutu dan kualitasnya harus diperhatikan sebab sangat menentukan harga dan nilai komoditas ini.

Di dalam perdagangan kelapa sawit, istilah mutu sebenarnya dapat dibedakan menjadi dua arti. Yang pertama adalah mutu minyak sawit dalam arti benar-benar murni dan tidak tercampur dengan minyak nabati lain. Mutu minyak sawit dalam arti yang pertama dapat ditentukan dengan menilai sifat-sifat fisiknya, antara lain titik lebur angka penyabunan, dan bilangan yodium. Sedangkan yang kedua, yaitu mutu minyak sawit dilihat dalam arti penilaian menurut ukuran. Dalam hal ini syarat mutunya diukur berdasarkan spesifikasi stnadar mutu internasional, yang meliputi kadar asam lema bebas (ALB, FFA), air, kotoran, logam besi, logam tembaga, peroksida, dan ukuran pemucatan. Dalam dunia perdagangan, mutu minyak sawit dalam arti yang kedua lebih penting.

(16)

Industri pangan maupun nonpangan selalu menghendaki minyak sawit dalam mutu yang terbaik, yaitu minyak sawit yang dalam keadaan segar, asli, murni, dan tidak tercampur bahan tambahan lain seperti kotoran, air, logam-logam (dari alat-alat selama pemrosesan), dan lain-lain. Adanya bahan-bahan yang tidak semestinya terikut dalam minyak sawit ini akan menurunkan mutu dan harga jualnya. (Tim penulis PS, 1997)

Tabel 2.3 : Standar Mutu Minyak Sawit

Karakteristik Minyak Sawit Keterangan

Asam lemak bebas 5 % Maksimal

Kadar kotoran 0,5 % Maksimal

Kadar zat menguap 0,5 % Maksimal

Bilangan peroksida 6 meq Maksimal

Bilangan iode 44 – 58 mg/gr -

Kadar logam (Fe, Cu) 10 ppm -

Lovibond 3 – 4 R -

Kadar minyak - Maksimal

Kontaminasi - Maksimal

Kadar pecah - Maksimal

Sumber: Direktorat Jenderal Perkebunan, 1989 (dalam : Fauzi dkk, 2002)

(17)

Tabel 2.4 : Standar mutu minyak kelapa sawit kasar menurutSNI 01-2901-2006

No Parameter Keterangan

1 Warna Jingga kemerah-merahan

2 Kadar air (%) 0,5

3 Kadar kotoran (%) 0,5

4 Bilangan iod (mg/100 g) 50 – 55

5 Kadar asam lemak bebas (%) 0,5

Pengujian penentuan warna secara visual dengan kasat mata. Penetapan kadar air dapat dilakukan dengan 2 metode yaitu metode pemanasan dengan oven atau pemanasan dengan hot plate. Prinsip penghitungan persentase kandungan air adalah selisih berat contoh sebelum dan sesudah dipanaskan. Kadar kotoran dihitung sebagai bahan yang terkandung dalam minyak sawit mentah yang tidak larut dalam n-heksan atau light petroleum. Kadar asam lemak bebas dihitung sebagai presentase berat (b/b) dari asam lemak bebas yang terkandung dalam minyak sawit mentah (CPO) dimana berat molekul asam lemak bebas tersebut dianggap sebesar 256 (sebagai asam palmitat). Bilangan yodium dinyatakan sebagai gram yodium yang diserap per 100 gram minyak.

Berikut akan dibahas lima parameter uji untuk mutu minyak kelapa sawit yang ditetapkan pada SNI 01-2901-2006.

2.9.1. Warna

(18)

1. Zat Warna Alamiah (Natural Coloring Matter)

Zat warna yang termasuk golongan ini terdapat secara alamiah di dalam bahan yang mengandung minyak dan ikut terekstrak bersama minyak pada proses ekstraksi. Zat warna tersebut antara lain terdiri dari α dan β karoten, xanthofil, klorofil, dan anthosyanin. Zat warna ini menyebabkan minyak berwarna kuning, kuning kecokelatan, kehijau-hijauan dan kemerah-merahan.

Pigmen berwarna merah jingga atau kuning disebabkan oleh karotenoid yang bersifat larut dalam minyak. (Ketaren, 1986)Karoten terdiri dari 36 % alfakaroten dan 54 % betakaroten dan tersimpan dalam daging buah kelapa sawit. Warna minyak yang demikian ini kurang disukai konsumen, sehingga dalam proses di pabrik, karoten ini biasanya dibuang. Padahal sebenarnya karoten menyimpan potensi yang cukup berharga karena para peneliti berhasil membuktikan bahan tersebut dapat dimanfaatkan sebagai obat kanker paru-paru dan payudara. Kandungan karoten dalam minyak sawit mencapai 0,05 – 0,18 %. (Fauzi dkk, 2002)

2. Warna Akibat Oksidasi dan Degradasi Komponen Kimia yang Terdapat dalam

Minyak

1. Warna Gelap

Disebabkan oleh proses oksidasi terhadap tokoferol (vitamin E). Jika minyak bersumber dari tanaman hijau, maka zat khlorofil yang berwarna hijau turut terekstrak bersama minyak dan khlorofil tersebut sulit dipidahkan dari minyak.

Warna gelap ini dapat terjadi selama proses pengolahan dan penyimpaban, yang disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu:

(19)

minyak yang terdapat dalam suatu bahan, dalam keadaan panas akan mengekstraksi zat warna yang terdapat dalam bahan tersebut.

- Pengepresan bahan yang mengandung minyak dengan tekanan dan suhu yang lebih tinggi akan menghasilkan minyak dengan warna yang lebih gelap.

- Ekstraksi minyak dengan menggunakan pelarut organik tertentu misalnya campuran pelarut petroleum-benzen akan menghasilkan minyak dengan warna lebih cerah jika dibandingkan dengan minyak yang diekstraksi dengan pelarut trichlor etilen, benzol dan heksan.

- Logam seperti Fe, Cu, dan Mn akan menimbulkan warna yang tidak diingini dalam minyak.

- Oksidasi terhadap fraksi tidak tersabunkan dalam minyak, terutama oksidasi tokoferol dan chroman 5,6 quinone menghasilkan warna kecoklat-coklatan.

2. Warna Coklat

Pigmen coklat biasanya hanya terdapat pada minyak atau lemak yang berasal dari bahan yang telah busuk atau memar. Hal itu dapat pula terjadi karena reaksi molekul karbohidrat dengan gugus pereduksi seperti aldehid serta gugus amin dari molekul protein dan yang disebabkan oleh karena aktivitas phenol oxidase, polyphenol oxidase dan sebagainya.

3. Warna Kuning

(20)

2.9.2. Kadar Air atau Zat Menguap

Kadar air adalah bahan yang menguap yang terdapat dalam minyak sawit pada pemanasan 105 oC. Kadar air tinggi di atas 0,1 % membantu hidrolisis. (Mangoensoekarjo, 2003) Dengan adanya air, lemak dapat terhidrolisis menjadi gliserol dan asam lemak. Reaksi ini dipercepat oleh basa, asam, dan enzim-enzim. Hidrolisis sangat mudah terjadi dalam lemak dengan asam lemak rendah (lebih kecil dari C14

- Cara Hot Plate

) seperti pada mentega, minyak kelapa sawit, dan minyak kelapa. Hidrolisi sangat menurunkan mutu minyak goreng. Reaksi ini akan mengakibatkan ketengikan hidrolisa yang menghasilkan flavor dan bau tengik pada minyak tersebut.

Ada tiga metode yang dapat digunakan untuk menentukan kadar air yaitu cara hot plate, cara oven terbuka dan cara oven hampa udara.

Cara hot plate dapat digunakan untuk menentukan kadar air dan bahan lain yang menguap yang terdapat dalam minyak dan lemak. Cara tersebut dapat digunakan untuk semua jenis minyak dan lemak, termasuk emulsi seperti mentega dan margarin, serta minyak kelapa dengan kadar asam lemak bebas yang tinggi. Untuk

minyak yang diperoleh melalui ekstraksi dengan pelarut menguap, cara tersebut di atas tidak dapat digunakan.

Sebelum dilakukan pengujian contoh, minyak harus diaduk dengan baik, karena air cenderung untuk mengendap. Dengan pengadukan, maka penyebaran air dalam contoh akan merata.

(21)

dilihat dari air yang mengembun pada gelas arloji. Pada akhir pemanasan, suhu minyak tidak boleh lebih dari 130 o

- Cara Oven Terbuka

C. Selanjutnya contoh dimasukkan ke dalam desikator dan didinginkan sampai suhu kamar, kemudian ditimbang. Penyusutan bobot disebabkan oleh bobot dari air dan zat menguap yang terkandung dalam minyak.

Kadar air dan zat menguap % = ����� ���� ℎ����� (�)×100

����� ����� ℎ (�)

Cara oven terbuka (air oven method) digunakan untuk lemak hewani dan nabati, tetapi tidak dapat digunakan untuk minyak yang mengering (drying oils) atau setengah mengering (semi drying oils).

Contoh yang telah diaduk, selanjutnya ditimbang seberat 5 gram di dalam “cawan kadar air” (moisture dish), lalu dimasukkan ke dalam oven dan dikeringkan pada suhu 105o± 1o

- Cara Oven Hampa Udara

selama 30 menit. Contoh diangkat dari oven dan didinginkan di dalam desikator sampai suhu kamar, kemudian ditimbang. Pekerjaan ini diulang sampai kehilangan bobot selama pemanasan 30 menit tidak lebih dari 0,05 persen.

Kadar air dan zat menguap % = ����� ���� ℎ����� (�)×100

����� ����� ℎ (�)

Cara oven hampa udara (vacuum oven method) dapat digunakan untuk semua jenis minyak dan lemak kecuali minyak kelapa dan minyak yang sejenis yang tidak mengandung asam lemak bebas lebih dari satu persen.

(22)

Kadar air dan zat menguap % = ��� ������ ℎ����� (�)×100

����� ����� ℎ (�)

(Ketaren, 1986)

2.9.3. Kadar Kotoran

Kadar kotoran adalah bahan-bahan tak larut dalam minyak, yang dapat disaring setelah minyak dilarutkan dalam suatu pelarut pada kepekatan 10 %. (Mangoensoekarjo, 2003)

Bagi negara konsumen terutama negara yang telah maju, selalu menginginkan minyak sawit yang benar-benar bermutu. Permintaan tersebut cukup beralasan sebab minyak sawit tidak hanya digunakan sebagai bahan baku dalam industri nonpangansaja, tetapi banyak industri pangan yang membutuhkannya. Lagi pula, tidak semua pabrik minyak kelapa sawit mempunyai teknologi dan instalasi yang lengkap, terutama yang berkaitan dengan proses penyaringan minyak sawit. Pada umumnya, penyaringan hasil minyak sawit dilakukan dalam rangkaian proses pengendapan, yaitu minyak sawit jernih dimurnikan dengan sentrifugasi.

(23)

Meskipun kadar ALB dalam minyak sawit kecil, tetapi hal itu belum menjamin mutu minyak sawit. Kemantapan minyak sawit harus dijaga dengan cara membuang kotoran dan zat menguap. Hal ini dilakukan dengan peralatan pemurnian modern. (Tim penulis PS, 1997)

2.9.4. Asam Lemak Bebas (ALB)

Bilangan asam adalah jumlah miligram KOH yang dibutuhkan untuk menetralkan asam-asam lemak bebas dari satu gram minyak atau lemak. Bilangan asam dipergunakan untuk mengukur jumlah asam lemak bebas yang terdapat dalam minyak atau lemak. (Ketaren, 1986)Caranya yaitu dengan menimbang minyak atau lemak sebanyak 10 – 20 gram ditambah 50 ml alkohol netral 95 persen kemudian dipanaskan 10 menit dalam penangas air sambil diaduk dan ditutup pendingin bulk. Alkohol berfungsi untuk melarutkan asam lemak. Setelah didinginkan kemudian dititrasi dengan KOH 0,1 N menggunakan indikator phenolphthalein sampai tepat warna merah jambu. (Sudarmadji dkk, 1989)

Berikut adalah reaksi indikator phenolphthalein dengan KOH.

Gambar 2.2 Reaksi phenolphthalein dengan KOH

(24)

minyak turun. Beberapa faktor yang dapat menyebabkan peningkatan kadar ALB yang relatif tinggi dalam minyak sawit antara lain :

- Pemanenan buah sawit yang tidak tepat waktu,

- Keterlambatan dalam pengumpulan dan pengangkutan buah, - Penumpukan buah yang terlalu lama, dan

- Proses hidrolisa selama pemrosesan di pabrik. (Tim penulis PS, 1997)

Angka asam yang besar menunjukkan asam lemak bebas yang besar yang berasal dari hidrolisa minyak ataupun karena proses pengolahan yang kurang baik. Makin tinggi angka asam makin rendah kualitasnya. (Sudarmadji dkk, 1989)

2.9.5. Bilangan Iod

Bilangan iod adalah jumlah (gram) iod yang dapat diikat oleh 100 gram lemak. Ikatan rangkap yang terdapat pada asam lemak yang tidak jenuh akan bereaksi dengan iod atau senyawa-senyawa iod. Gliserida dengan tingkat ketidakjenuhan yang tinggi, akan mengikat iod dalam jumlah yang lebih besar.(Ketaren, 1986)Angka iod mencerminkan ketidakjenuhan asam lemak penyusun minyak dan lemak. Banyaknya iod yang diikat menunjukkan banyaknya ikatan rangkap. Penentuan angka iod dapat dilakukan dengan cara Hanus atau cara Kaufmaun dan Von Hubl, atau cara Wijs. (Sudarmadji dkk, 1989)

- Cara Hanus

(25)

natrium thiosulfat 0,1 N dengan indikator larutan pati. Titrasi untuk blanko dilakukan dengan cara yang sama. Berikut adalah reaksi iodium dengan larutan pati.

Gambar 2.3 Reaksi iodium dengan larutan pati

- Cara Kaufmann dan Von Hubl

Pada cara ini digunakan pereaksi kaufmann yang terdiri dari campuran 5,2 ml larutan brom murni di dalam 1000 ml metanol dan dijenuhkan dengan natrium bromida. Contoh yang telah ditimbang dilarutkan dalam 10 ml kloroform kemudian ditambahkan 25 ml pereaksi. Di dalam pereaksi ini natrium bromida akan mengendap. Reaksi dilakukan di tempat yang gelap. Larutan ini dititrasi dengan larutan natrium thiosulfat 0,1 N dengan indikator larutan pati. Blanko dikerjakan dengan cara yang sama.

(26)

- Cara Wijs

Gambar

Tabel 2.1 : Komposisi asam lemak minyak sawit
Tabel 2.2: komposisi kimia dari bleaching earth
Tabel 2.3 : Standar Mutu Minyak Sawit
Tabel 2.4 : Standar mutu minyak kelapa sawit kasar menurutSNI 01-2901-2006
+3

Referensi

Dokumen terkait

Bagaimana kandungan senyawa kimia pada minyak atsiri yang dihasilkan dari ekstraksi bunga krisan dengan pelarut etanol dan n-heksana?...

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pemucatan menggunakan Bleaching Earth lebih baik dibandingkan dengan pemucatan Spent Bleaching Earh. Kata Kunci : CPO ( Crude Palm

Ekstraksi Minyak Biji Intaran Menggunakan Pelarut n-Heksana. Volwne NazS203 yang dibutuhkan untuk titrasi sampel adalah

Terkait dengan permasalahan tersebut maka penelitian ini bertujuan mengetahui kondisi optimum yang dapat digunakan dalam proses ekstraksi minyak biji kopi dengan

Penelitian ini menunjukkan bahwa pengaruh perbedaan volume biji karet pada ekstraksi minyak biji karet dengan massa biji karet, temperatur ekstraksi, ukuran partikel dan waktu

Variabel operasi yang paling berpengaruh pada ekstraksi minyak biji karet dalam penelitian ini adalah ukuran partikel bubuk biji karet yang diekstraksi, yaitu pada ukuran

Ekstrak minyak hasil ekstraksi soxhlet dengan pelarut n-heksan lebih gelap dibanding dengan maserasi karena mengalami pemanasan selama beberapa hari pada temperatur

Ekstraksi sereh dengan menggunakan pelarut metanol menghasilkan yield minyak atsiri yang lebih besar dan dapat mengekstrak komponen kimia yang lebih banyak dibandingkan