• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II lap. magang (2003)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "BAB II lap. magang (2003)"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Beberapa Pengertian Pokok 2.1.1 Pengertian Pajak

Salah satu wujud dari kemandirian bangsa dalam pembiayaan pembangunan adalah dengan menggali sumber dana yang bersumber dari dalam negeri, salah satunya adalah pajak. Berikut ini pengertian pajak menurut beberapa ahli :

Menurut Supramono dan Theresia Woro Damayanti (2015 : 2), pajak didefinisikan :

“Sebagai iuran kepada kas Negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran-pengeluaran umum”.

Definisi pajak menurut Undang-undang No.16 Tahun 2009 tentang ketentuan dan tata cara perpajakan (Direktorat Jendral Pajak, 2013 : 15), pajak adalah : “Kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.

Definisi pajak menurut Pandiangan (2014 : 4), pajak adalah :

“Pembayaran atau pengalihan sebagian penghasilan atau harta kekayaan yang dimiliki oleh masyarakat kepada Negara yang dapat dipaksakan berdasarkan undang-undang sebagai bentuk keikutsertaan dan partisipasi masyarakat dalam Negara, namun pembayarannya tidak mendapatkan suatu balas jasa secara langsung, yang digunakan untuk membiayai tugas Negara demi meningkatkan kualitas dan kesejahteraan masyarakat”.

(2)

balas jasa yang diberikan secara langsung kepada pembayar pajak, dan pajak digunakan untuk membiayai pengeluaran Negara.

2.1.2 Pengertian Prosedur

Prosedur penting dimiliki bagi suatu organisasi agar segala sesuatu dapat dilakukan secara seragam. Pada akhirnya prosedur akan menjadi pedoman bagi suatu organisasi dalam menentukan aktivitas apa saja yang harus dilakukan untuk menjalankan suatu fungsi tertentu. Untuk lebih jelasnya mengenai pengertian prosedur menurut beberapa para ahli :

Menurut Mulyadi (2013 : 5), prosedur adalah :

“Prosedur merupakan suatu urutan kegiatan klerikal, biasanya melibatkan beberapa orang dalam suatu Departemen atau lebih, yang dibuat untuk menjamin penanganan secara seragam transaksi perusahaan yang terjadi berulang-ulang”. Menurut Zaki Baridwan (2009 : 30), prosedur adalah :

“Suatu urutan-urutan pekerjaan klerikal (clerical), biasanya melibatkan beberapa orang dalam satu bagian atau lebih, untuk menjamin perlakuan yang seragam terhadap transaksi-transaksi perusahaan yang terjadi”.

Menurut Irra Crisyanti Dewi (2011 : 43), prosedur adalah :

“Tata cara kerja yaitu rangkaian tindakan, langkah atau perbuatan yang harus dilakukan oleh seseorang dan merupakan cara yang tetap untuk dapat mencapai tahap tertentu dalam hubungan mencapai tujuan akhir”.

(3)

tercapainya tujuan yang diharapkan secara efektif dan efisien, serta dapat dengan mudah menyelesaikan suatu masalah serta terperinci menurut jangka waktu yang telah ditentukan.

2.1.3 Pengertian Surat Ketetapan Pajak

Menurut Supramono dan Theresia Woro Damayanti (2015 : 30), Surat Ketetapan Pajak adalah :

“Selisih antara pajak terutang dan pajak yang telah dibayar, akan diberikan Surat Ketetapan Pajak (SKP) yang berupa Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar. Sedangkan jika tidak terdapat selisih antara pajak terutang dan pajak yang dibayar, maka diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Nihil”.

Menurut Siti Resmi (2014 : 48), Surat Ketetapan Pajak adalah :

“Surat ketetapan yang meliputi Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB), Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN). Wajib Pajak wajib membayar pajak terutang tanpa menggantungkan diri terhadap keberadaan SKP”.

Menurut Pohan (2017 : 126), Surat Ketetapan Pajak adalah :

“Produk dari pemeriksaan pajak yang dilakukan oleh fiskus terhadap Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Wajib Pajak yang meliputi Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Nihil, atau Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar”.

(4)

2.1.4 Pengertian Keberatan

Keberatan merupakan langkah awal yang harus ditempuh Wajib Pajak jika terjadi sengketa pajak. Pengajuan keberatan merupakan salah satu hak yang diberikan UU Perpajakan (KUP) kepada Wajib Pajak dalam mencari keadilan atas hasil pengawasan dan pemeriksaan pajak serta penagihan pajak dalam hal tidak menyetujui hasil pemeriksaan pajak yang dilakukan Fiskus. Berikut pengertian keberatan menurut beberapa ahli :

Menurut Chairil Anwar (2017 : 136), keberatan adalah :

”Tindakan yang ditempuh oleh Wajib Pajak jika merasa tidak/kurang puas atas suatu ketetapan pajak yang dikenakan kepadanya atau atas pemotongan/pemungutan oleh pihak ketiga, dengan cara menyampaikan surat keberatan hanya kepada Direktur Jenderal Pajak”.

Menurut Wirawan B. Ilyas dan Richard Burton (2013 : 141), keberatan adalah:

“Ketika Wajib Pajak memperoleh suatu Surat Ketetapan Pajak dan merasa tidak puas atas ketetapan pajak dimaksud, maka Wajib Pajak dapat mengajukan upaya hukum dengan nama keberatan. Sesuai ketentuan Pasal 25 UU KUP, upaya hukum keberatan diajukan ke Direktorat Jendral Pajak, yaitu ke Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (KPP/KPPBB) tempat dimana Wajib Pajak terdaftar”.

Menurut Pandiangan (2014 : 209), keberatan adalah :

“Suatu upaya yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang diperkenankan ketentuan perundang-undangan perpajakan sehubungan dengan penetapan pajak oleh Direktorat Jendral Pajak, atau pemotongan/pemungutan pajak yang dilakukan pihak lain, yang menurut pendapat Wajib Pajak tidak sesuai sebagaimana mestinya”.

(5)

penerapan dan penafsiran suatu ketentuan materil perpajakan antara Wajib Pajak (WP) dengan Direktur Jendral Pajak (DJP). Upaya keberatan yaitu upaya WP untuk menguji kebenaran penetapan pajak yang telah ditetapkan oleh DJP (KPP). Keberatan yang diajukan yaitu mengenai material atau isi dari ketetapan pajak. 2.1.5 Pengertian Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Menurut Supramono dan Theresia Woro Damayanti (2015 : 187), Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah :

“Pajak yang dikenakan atas konsumsi di dalam negeri (daerah pabean), baik konsumsi Barang Kena Pajak (BKP) atau konsumsi Jasa Kena Pajak (JKP). Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas setiap tambahan nilai dari suatu produk atau jasa yang dihasilkan oleh pengusaha kena pajak. Pajak Pertambahan Nilai dikenakan pada setiap rantai produksi maupun distribusi, baik pabrikan, agen utama, maupun distributor utama”.

Menurut Diaz Priantara (2016 : 419), Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah : “Pajak tidak langsung atas konsumsi di daerah pabean, artinya beban pajak tersebut dapat dialihkan kepada pihak lain, sepanjang pihak yang mengalihkan pajak tersebut memenuhi syarat sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP). Oleh karena itu, PPN harus selalu dilekatkan atau dipungut pada setiap transaksi penjualan atau yang dikenal sebagai transaksi penyerahan kena pajak. Demikian juga pada saat PKP melakukan perolehan barang atau JKP dari PKP yang lain, ia pasti akan dipungut PPN”.

Menurut Erly Suandy (2014 : 56), Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah : “Pajak yang dikenakan terhadap penyerahan atau impor Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak, dan dapat dikenakan berkali-kali setiap ada pertambahan nilai dan dapat dikreditkan”.

(6)

artinya pihak yang dibebani untuk membayar PPN adalah konsumen sebagai pihak yang melakukan konsumsi barang atau jasa tersebut.

2.2 Kajian Pustaka 2.2.1 Fungsi Pajak

Menurut Abdul Halim, dkk (2014 : 4), ada dua fungsi pajak, yaitu :

1. Fungsi Budgetair

Pajak memberikan sumbangan terbesar dalam penerimaan Negara. Oleh karena itu, pajak merupakan salah satu sumber penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeluaran baik rutin maupun pembangunan.

Contoh : penerimaan pajak sebagai salah satu sumber penerimaan APBN. 2. Fungsi mengatur (Regulerend)

Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi.

Contoh :

1) Memberikan insentif pajak (tax holiday) untuk mendorong peningkatan investasi di dalam negeri.

2) Pengenaan pajak yang tinggi terhadap minuman beralkohol untuk menekan penjualan minuman beralkohol.

3) Pengenaan tarif pajak 0% atas ekspor untuk mendorong peningkatan ekspor produk dalam negeri.

2.2.2 Jenis-jenis Pajak

Menurut Supramono dan Theresia Woro Damayanti (2015 : 10-11), mengelompokkan jenis-jenis pajak sebagai berikut :

(7)

1) Pajak Langsung

Pajak yang pembebanannya tidak dapat dilimpahkan kepada pihak lain, tetapi harus menjadi beban langsung Wajib Pajak yang bersangkutan. Contoh : Pajak Penghasilan (PPh) merupakan pajak langsung karena pengenaan pajaknya adalah langsung kepada Wajib Pajak yang menerima penghasilan, tidak dapat dilimpahkan kepada Wajib Pajak lain.

2) Pajak Tidak Langsung

Pajak yang pembebanannya dapat dilimpahkan ke pihak lain.

Contoh : Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak tidak langsung sebab yang menjadi Wajib Pajak PPN seharusnya adalah penjualnya, tetapi pengenaan PPN dapat digeser kepada pembeli (pihak lain).

2. Menurut Sifat 1) Pajak Subjektif

Pajak yang didasarkan memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak yang selanjutnya dicari syarat objektifnya (memperhatikan keadaan subjeknya). Contohnya yaitu Pajak Penghasilan (PPh).

2) Pajak Objektif

Pajak yang berpangkal pada objeknya tanpa memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. Contohnya yaitu PPN dan Pajak Bumi dan Bangunan.

3. Menurut Lembaga Pemungut 1) Pajak Pusat (Negara)

(8)

Contoh : PPh, PPN dan PPnBM, dan Bea Materai 2) Pajak Daerah

Pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah dan digunakan untuk membiayai pengeluaran daerah. Pajak daerah terdiri atas :

(1) Pajak Provinsi, Contoh : Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaran Bermotor, Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan. (2) Pajak Kabupaten, Contoh : pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan,

pajak reklame, pajak penerangan jalan, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). 2.2.3 Tata Cara Pemungutan Pajak

2.2.3.1 Stelsel Pajak

Menurut Abdul Halim, dkk (2014 : 6), Stelsel Pajak merupakan tata cara atas pemungutan pajak. Pemungutan pajak dapat dilakukan dengan tiga stelsel, yaitu : 1. Stelsel Nyata (Riil)

Menurut stelsel nyata, pengenaan pajak didasarkan pada objek atau penghasilan yang sesungguhnya diperoleh, sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak, yakni setelah penghasilan yang sesungguhnya diketahui.

2. Stelsel Anggapan (fiktif)

(9)

3. Stelsel Campuran

Stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel anggapan. Pada awal tahun, besarnya pajak dihitung menggunakan stelsel anggapan, kemudian pada akhir tahun, besarnya pajak disesuaikan kembali berdasarkan stelsel nyata. Apabila jumlah pajak menurut stelsel nyata lebih besar daripada pajak menurut stelsel anggapan, maka Wajib Pajak harus menambah. Sebaliknya, jumlah pajak menurut stelsel nyata lebih kecil daripada menurut stelsel anggapan, maka kelebihannya dapat diminta kembali (restitusi) atau dikompensasi pada periode berikutnya.

2.2.3.2 Asas Pemungutan Pajak

Menurut Abdul Halim, dkk (2014 : 6-7), ada tiga asas yang digunakan dalam pemungutan pajak, yaitu:

1. Asas domisili (asas tempat tinggal)

Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan Wajib Pajak berdasarkan domisili atau yang bertempat tinggal di wilayahnya. Wajib Pajak yang domisili atau yang bertempat tinggal di Indonesia dikenakan pajak atas seluruh penghasilan yang diperolehnya baik penghasilan yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri.

2. Asas Sumber

(10)

3. Asas Kebangsaan

Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu Negara. Pengenaan pajak diberlakukan kepada setiap orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia.

2.2.3.3 Sistem Pemungutan Pajak

Menurut Abdul Halim, dkk (2014 : 7), sistem pemungutan pajak dibagi dalam tiga bagian berikut ini :

1. Official Assessment System,

Sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada aparatur perpajakan (fiskus) untuk menentukan/menghitung besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak menurut perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

2. Self Assessment System,

Sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada Wajib Pajak dalam menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang. Wajib Pajak menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar. Fiskus tidak turut campur dalam perhitungan besarnya pajak terhutang kecuali jika Wajib Pajak menyalahi aturan.

3. With Holding System,

Sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.

2.2.4 Karakteristik Prosedur

(11)

1. Prosedur menunjang tercapainya tujuan organisasi.

2. Prosedur mampu menciptakan adanya pengawasan yang baik dan menggunakan biaya yang seminimal mungkin.

3. Prosedur menunjukan urutan-urutan yang logis dan sederhana.

4. Prosedur menunjukan adanya penetapan keputusan dan tanggung jawab. 5. Prosedur menunjukan tidak adanya keterlambatan atau hambatan. 2.2.5 Manfaat Prosedur

Menurut Mulyadi (2013 : 15), suatu prosedur dapat memberikan beberapa manfaat di antaranya :

1. Lebih memudahkan dalam langkah-langkah kegiatan yang akan datang. 2. Mengubah pekerjaan yang berulang-ulang menjadi rutin dan terbatas,

sehingga menyederhanakan pelaksanaan dan untuk selanjutnya mengerjakan yang perlunya saja.

3. Adanya suatu petunjuk atau program kerja yang jelas dan harus dipenuhi oleh seluruh pelaksana.

4. Membantu dalam usaha meningkatkan produktifitas kerja yang efektif dan efisien.

5. Mencegah terjadinya penyimpangan dan memudahkan dalam pengawasan, bila terjadi penyimpangan akan dapat segera diadakan perbaikan-perbaikan sepanjang dalam tugas dan fungsinya masing-masing.

2.2.6 Fungsi Surat Ketetapan Pajak

(12)

1. Sarana untuk melakukan koreksi jumlah pajak yang terhitung menurut SPT Wajib Pajak yang nyata-nyata atau berdasarkan hasil pemeriksaan tidak memenuhi kewajiban formal dan atau kewajiban materil dalam memenuhi ketentuan perpajakan.

2. Sarana untuk mengenakan sanksi administrasi perpajakan. 3. Sarana administrasi untuk melakukan penagihan pajak.

4. Sarana untuk mengembalikan kelebihan pajak dalam hal lebih bayar. 5. Sarana untuk memberitahukan jumlah pajak yang terhutang.

2.2.7 Jenis-jenis Surat Ketetapan Pajak

Menurut Thomas Sumarsan (2013 : 56), jenis-jenis Surat Ketetapan Pajak (SKP) adalah sebagai berikut :

1. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB).

Adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah yang masih harus dibayar.

2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT).

Adalah surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan sebelumnya.

3. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB).

Adalah surat ketatapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau tidak seharusnya terutang.

(13)

Adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terhutang dan tidak ada kredit pajak.

2.2.8 Pembetulan Surat Ketetapan Pajak

Menurut Thomas Sumarsan (2013 : 60-61), Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan kepada Direktur Jendral Pajak melalui KPP tempat Wajib Pajak terdaftar, jika terdapat kesalahan atau kekeliruan dalam ketetapan pajak yang tidak mengandung persengketaan Antara fiskus dan Wajib Pajak, dan dapat dibetulkan oleh Direktur Jendral Pajak secara jabatan.

Kesalahan atau kekeliruan dalam ketetapan pajak yang dapat dibetulkan adalah :

1. Kesalahan tulis, kesalahan penulisan nama, alamat, NPWP, nomor surat ketetapan pajak, Jenis Pajak, Masa atau Tahun Pajak dan tanggal jatuh tempo; 2. Kesalahan hitung, yang berasal dari penjumlahan dan atau pengurangan dan

atau perkalian suatu bilangan;

3. Kekeliruan dalam penerapan tarif, penerapan persentase Norma Perhitungan Penghasilan Neto, penerapan sanksi administrasi, Penghasilan Tidak Kena Pajak, penghitungan PPh dalam tahun berjalan, dan pengkreditan pajak. Ketetapan pajak yang dapat dibetulkan karena kesalahan atau kekeliruan, antara lain :

1. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB);

(14)

4. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN); 5. Surat Tagihan Pajak (STP);

6. Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak; 7. Surat Keputusan Keberatan;

8. Surat Keputusan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi;

9. Surat Keputusan Pengurangan atau Pembatalan Ketetapan Pajak yang tidak benar.

2.2.9 Sebab Diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)

Menurut Abdul Halim, dkk (2014 : 31), dalam jangka waktu 5 (lima) tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirannya masa pajak, bagian tahun pajak, atau tahun pajak, Direktorat Jendral Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, yaitu apabila :

1. Berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang terutang tidak atau kurang bayar.

2. Surat Pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) Undang-undang KUP dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran.

(15)

4. Kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 atau Pasal 29 UU KUP mengenai pembukuan dan pemeriksaan tidak dipenuhi sehingga tidak dapat diketahui besarnya pajak yang terutang.

5. Kepada Wajib Pajak diterbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak secara jabatan.

Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar sebagaimana dimaksud di atas ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga 2% perbulan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, dihitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar.

Jumlah pajak dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar pada angka 2, 3, dan 4 ditambah dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN) barang dan jasa, dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) yang tidak atau kurang bayar.

2.2.10 Tata Cara Pengajuan Keberatan

2.2.10.1 Hal-hal yang Dapat Diajukan Keberatan

Menurut Erly Suandy (2014 : 81), Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan atas suatu :

1. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB).

2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT). 3. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB).

4. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN).

(16)

Pihak yang dapat mengajukan keberatan adalah sebagai berikut : 1. Bagi WP Badan oleh Pengurus.

2. Bagi WP Orang Pribadi oleh WP yang bersangkutan. 3. Pihak yang dipotong/dipungut oleh pihak ketiga.

4. Kuasa yang ditunjuk oleh mereka pada butir 1 s.d 3 diatas dengan surat kuasa khusus untuk pengajuan keberatan.

2.2.10.2 Ketentuan Pengajuan Keberatan

Menurut Anastasia Diana dan Lilis Setiawati (2014 : 49), Wajib Pajak menyampaikan Surat Keberatan ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat Wajib Pajak terdaftar dan/atau tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan dengan cara : 1. Menyampaikan secara langsung, dengan menerima bukti penerimaan surat. 2. Melalui pos dengan bukti pengiriman surat.

3. Melalui perusahaan jasa ekspedisi/jasa kurir dengan bukti pengiriman surat. 4. E-filing, dengan menerima bukti penerimaan elektronik.

Bukti penerimaan surat, bukti pengiriman surat, dan bukti penerimaan elektronik, merupakan tanda bukti penerimaan Surat Keberatan. Tanggal yang tercantum dalam bukti penerimaan Surat Keberatan merupakan tanggal Surat Keberatan diterima. Direktur Jendral Pajak dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal Surat Keberatan diterima harus memberikan keputusan atas keberatan yang diajukan.

Untuk dapat mengajukan upaya hukum keberatan, menurut Abdul Halim, dkk (2014 : 40-41), Wajib Pajak harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

(17)

2. Mengemukakan jumlah pajak yang terutang atau jumlah pajak yang dipotong atau dipungut atau jumlah rugi menurut penghitungan Wajib Pajak dengan disertai alasan-alasan yang menjadi dasar penghitungan.

3. 1 (satu) surat keberatan diajukan hanya untuk 1 (satu) surat ketetapan pajak, untuk satu pemotongan pajak atau untuk satu pemungutan pajak.

4. Wajib Pajak telah melunasi pajak yang masih harus dibayar paling sedikit sejumlah yang telah disetujui Wajib Pajak dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan.

5. Diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal dikirim surat ketetapan pajak atau sejak tanggal pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga kecuali Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaan Wajib Pajak. 6. Surat keberatan ditandatangani oleh Wajib Pajak, dan dalam hal surat

keberatan ditandatangani oleh bukan Wajib Pajak, surat keberatan tersebut harus dilampiri dengan surat kuasa khusus.

Surat keberatan yang memenuhi persyaratan akan diproses lebih lanjut oleh Direktorat Jendral Pajak. Sebelum Direktorat Jendral Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan Untuk Hadir, hal-hal yang dapat dilakukan dalam proses penyelesaian keberatan adalah :

1. Direktorat Jendral Pajak meminta keterangan, data, dan/atau informasi tambahan dari Wajib Pajak.

(18)

memenuhi permintaan Direktur Jendral Pajak sebagaimana dimaksud pada poin 1 di atas.

3. Direktur Jendral Pajak melakukan pemeriksaan untuk tujuan lain dalam rangka keberatan untuk mendapatkan data dan/atau informasi yang objektif yang dapat dijadikan dasar dalam mempertimbangkan keputusan keberatan. Menurut Erly Suandy (2014 : 82), hal yang dapat dimintakan oleh Wajib Pajak dalam hal pengajuan keberatan adalah untuk keperluan pengajuan keberatan, Wajib Pajak dapat meminta penjelasan/keterangan tambahan dan Kepala KPP wajib memberikan penjelasan secara tertulis hal-hal yang menjadi dasar pengenaan pajak, penghitungan rugi, atau pemotongan, atau pemungutan pajak.

Menurut Pandiangan (2014 : 211), satu hal penting dalam pengajuan keberatan adalah bahwa Wajib Pajak harus mengemukakan alasan-alasan mengapa terjadi perbedaan dalam penghitungan pajak yang menimbulkan keberatan, yang juga muncul ketika dilakukan pemeriksaan hingga pembahasan akhir hasil pemeriksa.

(19)

dalam rangka memberikan pelayanan yang baik kepada Wajib Pajak, karena bisa saja Wajib Pajak tidak memahami betul ketentuan undang-undang pajak.

2.2.10.3 Jangka Waktu Pengajuan Keberatan

Menurut Thomas Sumarsan (2013 : 73), keberatan harus diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal SKPKB, SKPKBT, SKPLB, SKPN atau sejak tanggal dilakukan pemotongan/pemungutan oleh pihak ketiga.

1. Untuk surat keberatan yang disampaikan langsung ke Kantor Pelayanan Pajak, maka jangka waktu 3 (tiga) bulan dihitung sejak tanggal SKPKB, SKPKBT, SKPLB, SKPN atau sejak dilakukan pemotongan/pemungutan oleh pihak ketiga sampai saat keberatan diterima oleh Kantor Pelayanan Pajak. 2. Untuk surat keberatan yang disampaikan melalui pos (harus dengan pos

tercatat), maka jangka waktu 3 (tiga) bulan dihitung sejak tanggal SKPKB, SKPKBT, SKPLB, SKPN atau sejak dilakukan pemotongan/pemungutan oleh pihak ketiga sampai dengan tanggal tanda bukti pengiriman melalui Kantor Pos dan Giro.

2.2.10.4 Keputusan Atas Surat Keberatan

Menurut Wirawan B. Ilyas dan Richard Burton (2013 : 143-144), setelah kantor pajak melakukan proses pemeriksaan, sesuai Pasal 26 ayat (3) UU KUP, ada 4 (empat) kemungkinan keputusan yang dapat diterbitkan atau dikeluarkan oleh Direktur Jendral Pajak. Keempat keputusan tersebut adalah :

1. Ditolak.

2. Diterima sebagian. 3. Diterima seluruhnya. 4. Menambah ketetapan pajak.

(20)

Pajak akan mengeluarkan keputusan menolak keberatan Wajib Pajak. Jika terjadi keputusan demikian, konsekuensinya hanya ada dua, yaitu pertama, Wajib Pajak harus tetap melunasi utang pajak sebesar yang tercantum dalam keputusan keberatan. Kedua, Wajib Pajak dapat melakukan upaya hukum lebih lanjut, yaitu melakukan banding ke Pengadilan Pajak.

Selanjutnya, apabila surat keberatan Wajib Pajak setelah dilakukan pemeriksaan ternyata hanya sebagian alasan dan bukti yang mendukung untuk dikuranginya jumlah pajak yang tercantum dalam ketetapan pajak, maka Direktur Jendral Pajak akan mengeluarkan keputusan menerima sebagian.

Menurut Thomas Sumarsan (2013 : 74), dalam hal pengajuan keberatan Wajib Pajak ditolak atau dikabulkan sebagian atau menambah besarnya jumlah pajak yang masih harus dibayar, Wajib Pajak dikenai sanksi admnisitrasi berupa denda 50% dari jumlah pajak berdasarkan keputusan keberatan dengan pajak yang telah dibayar sebelum saat mengajukan keberatan.

Direktur Jendral Pajak dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal surat keberatan diterima, harus memberikan keputusan atas keberatan yang diajukan. Jika melebihi jangka waktu 12 (dua belas) bulan DJP tidak memberi suatu keputusan, keberatan yang diajukan tersebut dianggap dikabulkan.

2.2.11 Karakteristik PPN

Menurut Diaz Priantara (2016 : 419), karakteristik Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah sebagai berikut :

(21)

Artinya beban PPN dapat dialihkan kepada pihak lain selaku pembeli Barang atau penerima Jasa tersebut. Berbeda dengan PPh yang beban pajaknya ditanggung oleh Wajib Pajak secara langsung.

2. Pajak objektif

Artinya timbulnya kewajiban membayar PPN sangat ditentukan oleh adanya objek pajaknya. Kondisi subjektif tidak dipertimbangkan. Berbeda dengan PPh yang pengenaannya dan pembebanannya dikenakan dan dirasakan langsung oleh atau melekat kepada subjek pajaknya,

3. Multi-stage tax

PPN dikenakan secara bertahap di setiap dan di seluruh rantai produksi dan distribusi.

4. Non-kumulatif

Meskipun PPN adalah multi-stage tax tetapi PPN tidak bersifat kumulatif karena PPN mengenal adanya mekanisme pengkreditan pajak masukan. 5. Tarif tunggal

Tarif PPN sangat sederhana karena hanya ada tarif 10% untuk transaksi penyerahan barang atau jasa di dalam negeri atau 0% atas transaksi ekspor. 6. Credit Method

Ini artinya PPN terutang adalah selisih PPN yang harus dipungut untuk transaksi penyerahan barang atau jasa di dalam negeri yang harus dikenakan PPN (Pajak Keluaran) dengan PPN yang telah dipungut sehubungan pembelian atau perolehan barang atau penerimaan jasa (Pajak Masukan). Atau, pajak masukan yang memenuhi syarat dapat dikreditkan dengan pajak keluaran untuk menghitung pajak yang harus disetor ke Negara.

7. Konsumsi dalam negeri

(22)

2.2.12 Penghitungan PPN

Menurut Abdul Halim, dkk (2014 : 362), Pajak Pertambahan Nilai yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif PPN dengan Dasar Pengenaan Pajak (DPP) yang meliputi Harga Jual, Penggantian, Nilai Impor atau nilai lain. Penghitungan ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

PPN = Tarif PPN x Dasar Pengenaan Pajak (DPP)

Menurut Diaz Priantara (2016 : 449-450), tarif PPN pada umumnya adalah 10%. Namun, tarif PPN sebesar 0% dapat diterapkan atas :

1. Ekspor Barang Kena Pajak (BKP) berwujud. 2. Ekspor BKP tidak berwujud.

3. Ekspor Jasa Kena Pajak (JKP).

Pengenaan tarif 0% (nol persen) tidak berarti pembebasan dari pengenaan PPN. Dengan demikian, tarif PPN dapat diubah menjadi paling rendah 5% dan paling tinggi 15% yang perubahan tarifnya diatur dengan Peraturan Pemerintah. 2.2.13 Mekanisme Pengenaan PPN

(23)

Pajak Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak karena perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak. Sedangkan Pajak Keluaran adalah Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak. Jika Pajak Masukan lebih kecil dari Pajak Keluaran maka akan timbul pajak kurang bayar (hutang PPN) sedangkan jika pajak masukan lebih besar dari pajak keluaran maka akan timbul pajak lebih bayar (piutang PPN).

Referensi

Dokumen terkait

Adapun judul tugas akhir kami “Sintesis dan Karakterisasi Keramik Struktural Alumina pada Sintering Temperatur Rendah untuk Aplikasi Armor Facing ”.. Pada Kesempatan ini

PBL memberikan kondisi belajar aktif pada siswa untuk mengkonstruksi konsep- konsep yang dipelajarinya, dan mengembangkan kemampuannya sebagai pembelajar dengan menerapkan metode

The objective of this model is to determine the optimal time length, the promotional effort and the replenishment quantity with fixed ordering cost so that the

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a perlu menetapkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral tentang Pelimpahan Sebagian Urusan Departemen

Barisan bilangan adalah rangakaian bilangan yang disusun menurut aturan (pola) tertentu. Rumus suku ke-n barisan

Judul Skripsi : Efektivitas Penggunaan Media Software RoboMind pada Pembelajaran Pemrograman Dasar terhadap Peningkatan Kemampuan Kognitif Siswa Kelas X Paket Keahlian

Untuk dapat “mengikat” komitmen para pihak dalam melaksanakan kesepakatan yang telah dituangkan dalam perencanaan pengelolaan DAS terpadu yang dilaksanakan secara

Uji hipotesis dengan One Way – ANOVA dari minitab 16, membuktikan bahwa bulan dan hari terjadinya kecelakaan lalu lintas memberikan hasil yang sama identic, tidak