• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Pengawasan Kesetan dan Kesehatan Kerja dengan Kinerja Kesetan Pekerja Bagian Tragi GI PT. PLN (Persero) P3B UPT Medan Tahun 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Pengawasan Kesetan dan Kesehatan Kerja dengan Kinerja Kesetan Pekerja Bagian Tragi GI PT. PLN (Persero) P3B UPT Medan Tahun 2016"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

2.1 Kinerja Keselamatan

2.1.1 Pengertian Kinerja

Arti kinerja sebenarnya berasal dari kata-kata job performance dan disebut juga actual performance atau prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang telah dicapai oleh seseorang karyawan. Kesuksesan seseorang dalam bekerja atau dapat

dikatakan berkinerja lebih baik dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik dari dalam dirinya sendiri (internal) maupun dari luar (eksternal). Namun, banyak terjadi di tempat pekerjaan, seseorang mempunyai kemampuan spesifik dan profesional,

tetapi belum tentu orang tersebut dapat bekerja atau mempunyai kinerja lebih baik. Kompetensi seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain :

1. Bakat bawaan; bakat yang sudah ada dan melekat sejak mereka lahir. 2. Motivasi kerja yang tinggi.

3. Sikap, motif, dan cara pandang.

4. Pengetahuan yang dimiliki; baik dari pendidikan formal maupun nonformal (pelatihan, kursus, panel, dan lain-lain).

5. Keterampilan atau keahlian yang dimililki.

6. Lingkungan hidup dari kehidupan mereka sehari-hari.

Fungsi sumber daya manusia dikatakan sukses apabila bermanfaaat dan dapat membantu individu atau orang lain dan organisasi untuk mencapai kinerja yang lebih baik dari sebelumnya, tetapi kesuksesan tersebut tentunya tetap harus

(2)

Kinerja dapat diketahui dan diukur jika individu atau sekelompok karyawan telah mempunyai kriteria atau standart keberhasilan tolok ukur yang

ditetapkan oleh organisasi. Sebenaranya, karyawan dapat mengetahui seberapa besar kinerja mereka melalui sarana informasi, seperti komentar atau penilaian

yang baik atau buruk dari atasan, mitra kerja, bahkan bawahan, tetapi seharusnya penilaian kinerja juga harus diukur melalui penilaian formal dan terstruktur (Moeheriono, 2009).

2.1.2 Kinerja Keselamatan

Kinerja keselamatan adalah konsep perilaku kerja yang dikemukakan oleh Griffin dan Neal (2000). Definisi kinerja sendiri menurut Griffin & Neal adalah

perilaku aktual individu di tempat kerja. Griffin dan Neal menyatakan bahwa perilaku keselamatan (safety performance) adalah perilaku kerja yang relevan

dengan keselamatan yang dapat dikonseptualisasikan sama dengan perilaku-perilaku kerja lain yang merupakan hasil kerja. Komponen kinerja

menggambarkan perilaku aktual yang dilakukan individu di tempat kerja. Komponen tersebut terdiri dari:

1. Safety compliance atau kepatuhan keselamatan, menjelaskan aktivitas-aktivitas keselamatan yang perlu dilakukan oleh individu untuk menjaga keselamatan kerja. Perilaku ini seperti mengikuti peraturan dan prosedur yang

benar serta memakai peralatan keselamatan atau alat pelindung diri.

2. Safety participation atau partisipasi keselamatan, menggambarkan perilaku yang mungkin tidak berkontribusi secara langsung terhadap keselamatan

(3)

organisasi yang lebih luas yaitu membantu mengembangkan lingkungan yang mendukung keselamatan. Perilaku ini meliputi kegiatan seperti berpartisipasi

dalam kegiatan keselamatan secara sukarela serta membantu rekan kerja mengenai hal-hal yang terkait dengan keselamatan. Kepatuhan dan partisipasi

keselamatan telah ditemukan memiliki efek terhadap kecelakaan kerja yang terjadi (Neal dan Griffin, 2002).

Para manajer senior mendorong manajer lain memperhatikan publikasi

yang relevan dengan keselamatan. Manajer senior bersama dengan Regulasi mendorong pekerja peka terhadap usulan yang diambil. Para manajer menampung

usulan dari pekerja tentang bagaimana meningkatkan keselamatan. Keterbukaan individu pada hal ini akan memberikan dampak yang sangat besar. Kadang kala melaporkan kesalahan yang dilakukan sendiri sangat sukar dilakukan. Sementara

pemantauan atas pelaksanaan prosedur, memerlukan perhatian yang intensif. Keselamatan tetap harus menjadi tanggungjawab manajemen. Berikut akan

diberikan beberapa hal pengalaman praktis pada ketiga tingkatan: 1. Tingkatan Pertama:

a) Manajer senior harus bertekat untuk meningkatkan kinerja keselamatan dan

setuju dengan visi keselamatan yang telah ditetapkan.

b) Para manajer senior memeriksa dan merumuskan keselamatan dan

mengkomunikasikannya kepada pekerja.

c) Para manajer harus memeriksa pelatihan keselamatan dan kemudian mengembangkan partisipasi pekerja dengan meminta pekerja mengidentifikasi

(4)

d) Para manajer menetapkan ukuran kinerja keselamatan dan menganalisis secam statistik untuk mengetahui kecenderungannya. Mereka dapat saling tukar

informasi dengan pekerja. 2) Tingkatan Kedua :

a) Para manajer senior mendorong manajer untuk sadar bahwa nilai, sikap, dan perilaku pekerja merupakan faktor yang penting dalam mencapai kinerja keselamatan yang baik dan membantu pekerja untuk ambil bagian dalam

meningkatan kinerja keselamatan.

b) Para manajer didorong untuk menggunakan indikator positif saat memberikan

informasi pada pekerja tentang kecenderungan kinerja keselamatan.

c) Para manajer mendorong pekerja peka terhadap organisasi lain yang telah sukses dalam meningkatkan kinerja keselamatan untuk menunjukkan bahwa

hal tersebut dapat dicapai. Oleh sebab itu, para pekerja diperkenalkan pada ide luar yang mungkin baik untuk diambil.

d) Para manajer senior mendorong keterlibatan aktif pekerja dalam meningkatkan keselamatan.

e) Para manajer senior mendorong para pekerja peka terhadap faktor manusia

dan memperkenalkan analisis akar sebab.

f) Para manajer senior memperkenalkan ukuran kinerja keselamatan yang

positif.

(5)

h) Para manajer mendorong kesadaran para manajer bahwa kinerja keselamatan yang baik adalah baik untuk bisnis.

3. Tingkatan Ketiga

a) Para manajer senior tetap terbuka terhadap kemungkinan belajar dan

organisasi lain dan membangun sistem untuk melakukan itu. Mereka memperkenalkan akibat proses terhadap hasil keselamatan.

b) Para manajer memeriksa target dan sasaran keselamatan mereka dan tetap

terbuka terhadap potensi peningkatan keselamatan.

c) Para manajer kerja sama dengan pekerja untuk meningkatkan kinerja

keselamatan.

d) Para manajer memperkenalkan indikator budaya organisasi (misalnya: standar pemeliharaan atau laporan penyimpangan/kegagalan) yang memiliki

hubungan dengan kinerja keselamatan.

e) Para manajer senior membuat perbandingan dengan organisaasi eksternal yang

dipilih sebagai model.

f) Para manajer senior mengkomunikasikan isu keselamatan dengan publik. g) Para manajer mendorong peka membantu dalam peningkatan lebih lanjut

proses yang ada. Apapun tingkatan yang telah dicapai oleh suatu organisasi, satu persyaratan dasar yang perlu yaitu komitmen yang nyata dan jelas dari

manajemen puncak organisasi untuk meningkatkan keselamatan. Manajemen puncak seharusnya memiliki pengetahuan tentang isu budaya keselamatan sehingga mereka dapat berperan memimpin pembuatan dan komunikasi visi

(6)

hanya tahu bagaimana memotivasi tim tetapi juga harus mampu mencegah

hilangnya motivasi itu.

2.1.3 Perilaku Keselamatan (Safety Behavior)

Perilaku diterjemahkan dari kata bahasa Inggris “behavior” dan perilaku

juga sering diartikan sebagai tindakan atau kegiatan yang ditampilkan seseorang dalam hubungannya dengan orang lain dan lingkungan disekitarnya, atau bagaimana manusia beradaptasi terhadap lingkungannya. Perilaku pada

hakekatnya adalah aktifitas atau kegiatan nyata yang ditampikan seseorang yang dapat teramati secara langsung maupun tidak langsung. Perilaku keselamatan

adalah tindakan atau kegiatan yang berhubungan dengan faktor-faktor keselamatan kerja. Menurut Zhou et al (2007) dalam Health Safety Protection (2011) ada empat faktor yang paling efektif untuk meningkatkan perilaku

keselamatan, yaitu: 1. Safety attitudes.

2. Employee’s involvement.

3. Safety management systems and procedures. 4. Safety knowledge.

Faktor iklim keselamatan lebih berpengaruh terhadap perilaku keselamatan jika dibandingkan dengan pengalaman pekerja. Diperlukan strategi gabungan antara

(7)

Paul P.S. dan Maiti J. (2007) dalam Health Safety Protection (2011) mempelajari peranan perilaku keselamatan pekerja terhadap terjadinya kecelakaan

pada perusahaan tambang. Dari studi yang dilakukan diperoleh struktural model yang menunjukkan hubungan work injury secara signifikan dipengaruhi oleh:

1. Pengaruh negatif. 2. Pengambilan resiko. 3. Ketidakpuasan kerja.

4. Umur.

5. Kinerja keselamatan.

Menurut Mullen J. (2004) dalam Health Safety Protection (2011) ada beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku keselamatan individu pekerja, yaitu:

1. Faktor organisasi yaitu: beban kerja yang berlebih, persepsi kinerja

keselamatan, pengaruh sosialisasi, sikap keselamatan, dan persepsi terhadap resiko.

2. Faktor personal image yaitu: mampu untuk menghindari konsekuensi negatif, misalnya diejek atau diremehkan rekan kerja dan ketakutan kehilangan posisi (Health Safety Protection, 2011).

Menentukan target yang tepat, supervisor kemudian mengidentifikasi keahlian dan kemampuan serta perilaku yang paling dibutuhkan yang dapat

mengarah kebudaya keselamatan yang positif, kinerja keselamatan dapat diperbaiki dan dimaksimalkan. Hal ini menunjukkan pentingnya peran pimpinan dalam merubah budaya organisasi dan keselamatan. Pendekatan budaya

(8)

approach), sementara pendekatan perilaku keselamatan dimulai dari level bawah ke level atas (bottom-up approach).

Salah satu program yang paling banyak digunakan untuk memperbaiki perilaku pekerja adalah behavior-based safety. Behavior-based safety atau lebih dikenal dengan singkatan BBS adalah suatu pendekatan yang bersifat proaktif dalam meningkatkan kinerja K3, dan sistem ini juga memberikan peringatan dini terhadap potensi bahaya kecelakaan serta dapat mengukur perilaku aman dan

tidak aman di tempat kerja. Sistem ini juga memberikan kesempatan kepada setiap individu untuk berbagi informasi mengenai kinerja K3 dan umpan balik terhadap

rekan-rekan kerja mereka, mendorong keterlibatan pekerja dalam semua aktifitas K3, meningkatkan kesadaran pribadi akan K3, memperbaiki presepsi terhadap resiko dan mengarahkan konsep berpikir pada pencegahan kecelakaan (IET, 2007)

dalam Health Safety Protection (2011).

Program BBS adalah merupakan program perbaikan berkelanjutan yang

melibatkan manajemen dan pekerja. Ada lima program yang harus dijalan secara berkelanjutan dalam BBS, yaitu :

1. Observasi, diskusi dan umpan balik dari pekerja di lingkungan kerja. Program

ini dilakukan untuk mendapatkan informasi sebanyak-banyaknya guna mengetahui perilaku aman dan tidak aman dari pekerja.

2. Melakukan komunikasi dengan semua pekerja sebagai bentuk pembelajaran berdasarkan informasi yang diperoleh dari program pertama.

3. Membuat program perencanaan implementasi BBS berdasarkan masukan dan

(9)

4. Implementasi perbaikan dan berbagi pembelajaran antar organisasi.

5. Training dan pembinaan untuk meningkatkan kesadaran akan keselamatan dan

presepsi terhadap resiko, membina individu untuk melakukan pekerjaan sesuai dengan standar dan menguji dampak perilaku (Health Safety Protection, 2011)

2.2 Pengawasan Keselamatan dan Kesehatan Kerja

2.2.1 Keselamatan Kerja

2.2.1.1 Undang-undang K3 yang terkait

Undang-undang RI No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja

mencakup syarat-syarat mengenai keselamatan dan kesehatan kerja, pelaporan kecelakaan, kewajiban dan hak tenaga kerja, kewajiban memasuki tempat kerja, dan pengurus perusahaan. Keselamatan kerja diartikan sebagai kondisi yang bebas

dari risiko kecelakaan, kerusakaan atau kondisi dengan risiko yang relatif sangat kecil di bawah tingkat tertentu. Kondisi selamat memerlukan dukungan sarana dan

prasarana keselamatan berupa peralatan keselamatan, alat pelindungan diri dan rambu-rambu. Alat-alat yang tergolong sebagai penunjang keselamatan kerja antara lain adalah helm, sarung tangan, masker, jaket pelindung, peralatan

kebakaran, dan pelindung kaki. Keselamatan kerja bertujuan untuk menjaga keselamatan tenaga kerja dalam melaksanakan tugasnya, juga menjaga

keselamatan setiap orang yang berada di tempat kerja. Pelaksanaan keselamatan dan kesehatan Kerja harus perpedoman pada Undang-undang RI No. 1 tahun 1970. Dalam hal ini diperlukan upaya pengawasan untuk menilai pelaksanaan

(10)

merupakan bentuk dari sumber bahaya yang perlu dikendalikan sebagaimana diamanatkan dalam ruang lingkup obyek pengawasan K3 listrik. Ruang lingkup

obyek pengawasan K3 listrik tersirat dalam pasal 2 ayat 2, yaitu tertulis: disetiap tempat dimana dibangkitkan, diubah, dikumpulkan disimpan, dibagi-bagikan atau

disalurkan listrik, gas, minyak atau air. Ketentuan tersebut dapat digambarkan ruang lingkup K3 listrik, yaitu mulai dari pembangkitan, jaringan transmisi Tegangan Ekstra Tinggi (TET), Tegangan Tinggi (TT), Tegangan Menengah

(TM) dan jaringan distribusi Tegangan Rendah (TR) sampai dengan setiap tempat pemanfaatannya, khususnya tempat kerja. Memperhatikan pasal 3 ayat 1 tertulis :

dengan peraturan perundangan ditetapkan syarat-syarat K3 untuk mencegah terkena aliran listrik berbahaya.

Sistem Manajemen K3 (SMK3) PP No. 50 tahun 2012 adalah bagian dari

sistem manajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan, tanggung jawab pelaksanaan, prosedur dan sumber daya yang

dibutuhkan bagi pengembangan, penerapan, pencapaian, pengkajian, pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang

aman efesien dan produktif. Sistem Manajemen K3 merupakan konsep pengelolahan K3 secara sistematis dan komprehensif dalam suatu sistem

manajemen yang utuh melalui proses perencanaan, penerapan dan pengukuran pengawasan. Audit keselamatan dan kesehatan Kerja diartikan sebagai suatu pengujian yang kritis dan sistematis terhadap seluruh kegiatan operasi dan fasilitas

(11)

perangkat keras, untuk menentukan kelemahan sistem, dan langkah perbaikannya sebelum timbul kerugiaan/kecelakaan. Audit K3 yang dilaksanakan dengan baik

dan terencana akan memberikan manfaat sebagai berikut :

1. Mengetahui kelemahan sistem pengelolahan K3 secara dini, sehingga dapat

mengambil langkah yang tepat untuk pelaksanaan tindakan pencegahan agar kehandalan operasi fasilitas dapat dipertahankan dan ditingkatkan.

2. Meningkatkan kepedulian pimpinan fasilitas tentang pelaksanaan kegiatan

terhadap kebijakan dan tanggung jawab terhadap keselamatan kesehatan kerja.

3. Memperoleh gambaran yang jelas tentang bagaimana tingkat kesadaran K3 pada saat ini dan menentukan langkah perbaikan efektif untuk mencapai sasaran yang akan datang.

4. Menghindari adanya kerugian finansial yang diakibatkan oleh pengelolahan K3 yang tidak efektif dan efesien.

5. Mencegah tekanan saksi hukum terhadap perusahaan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

6. Menyediakan informasi yang memadai bagi keperluan pengembangan usaha

dan keperluan instalansi lainnya yang terkait.

7. Meningkatkan citra perusahaan serta menjamin kehandalan dan kelangsungan

(12)

Organisasi perlu mendefenisikan kebijakan K3 serta menjamin komitmennya terhadap SMK3. Menjalankan K3 disini yang terjadi dan perlu diperhatikan yaitu:

1. Kepemimpian dan komitmen

Yang perlu diperhatikan adalah pentingnya komitmen untuk menerapkan

SMK3 di tempat kerja dari seluruh pihak yang ada di tempat kerja, terutama pihak pengurus dan tenaga kerja dan peran serta pihak-pihak lain dalam penerapan ini. Perusahaan perlu mengambil langkah-langkah:

a. Membentuk organisasi-organisasi tempat kerja unuk mendukung terciptanya SMK3.

b. Menyediakan angkatan dan personel. c. Melakukan perencanaan K3.

d. Melakukan penilaian atas kinerja K3.

2. Tinjauan Awal K3

Tempat kerja harus melakukan peninjauan awal K3 dengan cara :

a. Mengidentifikasi sumber bahaya.

b. Menetapkan pemenuhan pengetahuan dan peraturan perundangan. c. Membandingkan penerapan.

d. Meninjau sebab akibat dari kejadian yang membahayakan. e. Menilai efisiensi dan efektivitas sumber daya.

3. Kebijakan K3

Kebijakan K3 dari suau organisasi merupakan pernyataan yang disebarluaskan kepada umum dan ditandatangani oleh manajemen senior sebagai

(13)

K3. Kebijakan ini dimaksud untuk menjelaskan kepada karyawan, pemasok dan pelanggan bahwa K3 adalah bagian yang tidak terpisahkan dari seluruh operasi.

Partisipasi tenaga kerja merupakan syarat utama yang diperlukan untuk pencapaian suatu tujuan perusahaan. Meskipun sudah dilakukan pengawasan

terhadap teknologi serta fasilitas kerja, namun semua tidak akan tercapai secara optimal bila tenaga kerja tidak dikutsertakan dalam partisipasi penuh sebagai salah satu unsur dalam manajemen keselamatan kerja (Hadipoetra, 2014).

2.2.1.2 Alat Pelindung Diri

Banyak orang berpendapat bahwa keselamatan kerja hanya diartikan

sebagai dipakainya Alat Pelindung Diri (APD) seperti topi keselamatan, sarung tangan, dan masker dalam bekerja. APD adalah aksesoris yang didesain guna menciptakan batas dengan hazard lingkungan. APD digunakan dalam bekerja

merupakan pilihan terakhir setelah berbagai usaha untuk melindungi diri dari bahaya tidak berhasil. Faktor keberhasilan pemakaian APD tidak lepas dari

komunikasi manajemen dan pekerja. APD digunakan setelah berbagai cara, meliputi kontrol engineering, kontrol administrasi, dan subsitusi tidak berhasil mengeliminasi hazard lingkungan. Proses penggunaaan APD harus memenuhi

kriteria: hazard telah diidentifikasi, APD yang dipakai sesuai dengan hazard yang dituju, adanya bukti bahwa APD dipatuhi penggunanya.

Pada hampir semua lokasi cedera akibat benda-benda yang jatuh dan resiko cedera kaki. Resiko tersebut diminimalkan dengan menyediakan penghalang yang sesuai, dan papan penahan kaki atau peralatan lain pada

(14)

komitmen perusahaan dalam melindungi pekerja dan orang lain yang mungkin terkena dampak dari aktivitas operasi perusahaan, maka dibuatkan ketentuan

tentang jenis dan penggunaan dari APD. Penggunaan APD di berbagai area, khususnya di lapangaan operasi adalah suatu keharusan. Bila pemaparan bahan

berbahaya tidak cukup dikontrol dengan menggunakan cara yang sudah disebut diatas, maka perlu juga digunakan alat pelindung diri antara lain jenis:

1. Respirator yang melindungi terhadap debu, uap dan gas. Pastikan bahwa

jenis respirator benar untuk pekerjaannya; masker debu tidak akan melindungi terhadap uap atau sejenisnya.

2. Pakaian pelindung, seperti coverall, helm, sepatu boot, sarung tangan, diperlukan terhadap adanya bahan-bahan korosif.

3. Perlindungan mata, seperti goggles, kacamata, atau pelindung muka. Perlindungan mata adalah penting, melindungi terhadap percikan bahan cair korosif dan benda-benda berterbangan. Perlindungan muka untuk

melindungi seluruh muka (Boedirijanto, 2010).

Pemakaian rutin alat pelindungan diri dilakukan sesuai dengan intruksi yang benar dan melalui masa percobaan dan pelatihan. Perlu diperhatikan hal-hal

berikut:

1. Informasikan kepada setiap pekerja tentang;

1) Mengapa diperlukan penggunaan alat pelindung diri. 2) Bila dan dimana alat pelindungan diri.

3) Bagaimana alat tersebut digunakan.

(15)

2. Pekerja berlatih tentang cara menggunakan dan memelihara alat pelindungan diri.

3. Timbulkan minat pekerja untuk menggunakan alat pelindung diri dalam masa percobaan dan adaptasikan dalam memakai alat pelindung, dan selama waktu

percobaan dibawah pengawasan sekurangnya beberapa minggu.

4. Awasi dan periksa secara teratur penggunaan dan pemeliharaan alat pelindung diri.

5. Sediakan suku cadang dan fasilitas pemeliharaan di tempat kerja untuk penggantian bagian yang rusak secara cepat.

6. Pastikan semua orang menggunakan alat pelindung diri sesuai indikasi pekerjaan, berikan tanda peringatan di tempat kerja yang wajib menggunakan alat pelindung diri dan untuk itu dilakukan:

1) Identifikasi daerah tempat kerja yang membutuhkan alat pelindung diri. 2) Sediakan alat pelindung diri sesuai indikasi dan jumlah pekerja.

3) Pada setiap tempat kerja, pasang tanda peringatan dengan gambar yang menjelaskan jenis alat pelindung diri yang diperlukan di daerah tersebut. 4) Awasi dan periksa penggunaan alat pelindung diri yang benar dan lakukan

pemeriksaan secara teratur.

7. Berikan dukungan untuk pembersihan dan pemeliharaaan alat pelindung diri

secara rutin dengan itu melakukan:

(16)

2) Identifikasi cara penyimpanan, pembersihan, pemeliharaan, dan sosialisasikan kepada seluruh pekerja yang memakai alat pelindung

tersebut.

3) Sediakan fasilitas pemeliharaan yang diperlukan.

4) Pastikan semua suku cadang selalu tersedia setiap saat.

8. Pastikan bahwa alat pelindung diri dapat diterima oleh pekerja, maka:

1) Lengkapi setiap pekerja dengan alat pelindung diri yang baik, tepat, dan

nyaman dipakai.

2) Lengkapi pemakaian alat pelindung diri dengan informasi yang cukup

tentang faktor risiko di tempat kerja dan manfaat peralatan untuk melindungi diri.

3) Pastikan bahwa setiap orang (pengawas, pekerja, pengunjung dan lain-

lain) menggunakan peralatan pelindung diri yang ditetapkan.

Setiap perusahaan memerlukan cara melakukan pekerjaan dengan cara

yang sama. Sebaiknya para pekerja diberikan kesempatan untuk melakukan pekerjaan dengan cara terbaik. Namun selalu terdapat keadaaan dimana perlu terlebih dahulu memiliki suatu metode yang seragam dan sama dalam

melaksanakan pekerjaan tertentu.

2.2.1.3 Prosedur Keselamatan Kerja

A. Prosedur Kerja

Prosedur adalah suatu metode untuk melaksanakan pekerjaan tertentu. Menetapkan prosedur adalah tugas manajemen yang dilakukan dengan

(17)

melaksanakan pekerjaan tertentu untuk memproduksi barang bermutu tinggi dan dalam jumlah besar dengan biaya efesien serta aman dan sehat, maka perlu suatu

prosedur kerja yang standar terlebih dahulu. Namun prosedur kerja tidak akan berarti apabila tidak ditaati pekerja. Diperlukan kerjasama dan pengawasan

prosedur kerja tersebut. Tujuan prosedur kerja adalah untuk mengeliminasi potensi bahaya. Prosedur kerja memuat hal-hal yang sangat mendasar untuk pelaksanaan kerja dengan benar. Mengikuti prosedur kerja, maka potensi bahaya

dapat ditekan sekecil mungkin. Juga berguna dalam penyederhanaan pelatihan dengan membagi langkah-langkah dan melatih orang untuk bekerja efektif.

Karena prosedur adalah metode baku untuk melaksanakan pekerjaan, maka prosedur tersebut akan menjamin bahwa pekerjaan yang sama dilakukan oleh berbagai orang dalam perusahaan dengan pola yang sama. Ada beberapa

persyaratan yang diperlukan di dalam menjalani prosedur kerja yaitu :

1. Meningkatkan fasilitas saran produksi dan lingkungan kerja dan prosedur

dapat dijalankan dengan baik bila memenuhi persyaratan pokok produksi yang tepat dan keadaan tempat kerja yang aman serta bersih.

2. Mempertimbangkan metode operasi. Prosedur kerja dimaksudkan untuk

menyerderhanakan pekerjaan/tugas dan peningkatan spesialisasinya.

3. Syarat yang dipandu harus sesuai dengan pekerjaan yang bersangkutan suatu

modul yang dibuat oleh organisasi K3 kadang tidak begitu saja dapat dipakai sebagai prosedur kerja. Modul tersebut dipakai sebagai bahan pertimbangan dan perlu dikembangkan untuk menjadi prosedur kerja yang tepat. Prosedur

(18)

memperhatikan hal-hal lain, namun sebenarnya prosedur yang dibuat telah mengakomodasikan faktor-faktor keselamatan dalam menjalani prosedur

tersebut.

B. Analisis tugas keselamatan

Analisis tugas keselamatan atau task/job analysis adalah pengujian yang sistematik dari suatu kerja untuk identifikasi suatu kerugian yang berhubungan dengan kerja. Perusahaan menganggap bahwa JSA (Job Safety Analysis) adalah

suatu hal penting, bagi K3 maupun bagi kelangsungan hidup perusahaan. Suatu prosedur yang mengakomodasikan masalah K3 dibuat melalui JSA yang

dilakukan melalui pendekatan kualitas dan efesiensi secara integral karena JSA ini memerlukan input dari pekerjaan.

Pendekatan task analysis dan prosedur dilakukan melalui 11 tahap, yaitu:

a) Indentifikasi jenis pekerjaan (inventory occupational). b) Indentifikasi jenis kerja/ task dalam seiap pekerjaan

c) Indentifikasi tugas kritis. d) Analisis tugas kristis.

e) Membagi tugas dalam langkah.

f) Teliti tingkat kerugian. g) Lakukan check efesien.

h) Kembangkan pengendalian. i) Tulis prosedur.

j) Praktekkan di tempat kerja.

(19)

2.2.1.4 Rambu-rambu K3

Rambu-rambu keselamatan adalah peralatan yang bermanfaat untuk

membantu melindungi kesehatan dan keselamatan para karyawan dan pengunjung yang sedang berada di tempat kerja. Rambu-rambu keselamatan berguna untuk:

1. Menarik perhatian terhadap adanya bahaya kesehatan dan keselamatan kerja. 2. Menunjukkan adanya potensi bahaya yang mungkin tidak terlihat.

3. Menyediakan informasi umum dan memberikan pengarahan.

4. Mengingatkan para karyawan dimana harus menggunakan peralatan perlindungan diri.

5. Mengindikasikan dimana peralatan darurat keselamatan berada.

6. Memberikan peringatan waspada terhadap beberapa tindakan yang atau perilaku yang tidak diperbolehkan.

Kelompok rambu-rambu dibagi kedalam tiga bagian : 1.Perintah

2.Waspada 3.Informasi

Setelah menetapkan kebutuhan rambu di tempat kerja, pastikan bahwa

rambu-rambu diterapkan secara konsisten di tempat kerja. Dalam menjaga kesehatan dan keselamatan kerja karyawan, supervisor harus menyediakan

informasi yang cukup bagi setiap orang. Terutama rambu-rambu yang menandakan bahaya seperti:

1. Menarik perhatian orang.

(20)

3. Menjelaskan tindakan segera yang perlu dilakukan untuk perlindungan

keselamatan.

4. Ditempatkan di tempat yang menyediakan waktu cukup bagi setiap orang

untuk membaca dan mengambil tindakan.

5. Dikenali dan dipahami oleh semua karyawan.

6. Memenuhi kebutuhan orang-orang yang buta warna, penglihatan terbatas

karena usia, atau bahasa Indonesia.

7. Memiliki ukuran yang sesuai dengan pentingnya isi pesan.

Posisi Rambu :

1. Rambu-rambu harus terlihat jelas, ditempatkan pada jarak pandang dan tidak tertutup atau tersembunyi.

2. Kondisikan rambu-rambu dengan penerangan yang baik. Siapapun yang

berada di area kerja harus bisa membaca rambu dengan mudah dan mengenali warna keselamatannya.

3. Pencahayaan juga harus cukup membuat bahaya yang akan ditonjolkan menjadi terlihat dengan jelas.

4. Posisikan rambu dalam jarak pandang yang tepat sehingga bahaya bisa terlihat

jelas.

5. Siapapun yang berada di area kerja harus memiliki waktu yang cukup untuk

membaca pesan yang disampaikan dan melakukan tindakan yang diperlukan untuk menjaga keselamatan.

6. Posisikan rambu-rambu yang berhubungan bersebelahan, tetapi jangan

(21)

7. Pisahkan rambu-rambu yang tidak berhubungan.

8. Pastikan bahwa rambu-rambu pengarah terlihat dari semua arah. Termasuk

arah panah pada rambu keluar di saat arah tidak jelas atau membingungkan. Rambu arah harus ditempatkan secara berurutan sehingga jalan yang dilalui

selalu jelas.

9. Rambu-rambu yang digantung di atap harus berjarak 2.2 meter dari lantai. Para karyawan dan tamu supaya segera dapat memahami rambu-rambu

dengan menggunakan bahasa Indonesia baku dan simbol yang dapat dipelajari atau dikenali dengan mudah. Buatlah simbol sesederhana mungkin, kurangi

perincian yang dapat membuat pesan menjadi tidak jelas. Hindari penggunaan rambu yang berisi pesan-pesan hanya dengan tulisan karena ini paling jarang ditaati. Informasikan kepada seluruh karyawan bahwa rambu-rambu yang

diterapkan di area kerja adalah untuk kesehatan dan keselamatan mereka. Maka dibutuhkan kerjasama dan perlunya umpan balik dari mereka agar sistem rambu

berjalan dengan efektif. Tidak semua orang menyadari bahwa disana ada maksud dari penggunaan bentuk dan warna serta arti dari rambu-rambu keselamatan atau pewarnaan di peralatan kerja maupun mesin, sekeliling tempat kerja yang

mengindikasikan adanya bahaya. Melatih seluruh karyawan sehingga mereka memahami :

1. Arti dari berbagai bentuk, simbol-simbol, jenis rambu, dan warna-warna yang digunakan.

2. Isi dari pipa berdasarkan warnanya, label identifikasi atau metode

(22)

3. Adanya bahaya atau resiko berbahaya.

4. Tindakan keselamatan untuk menghindari bahaya.

5. Keselamatan dan prosedur darurat sehubungan adanya bahaya. 6. Penggunaan peralatan darurat keselamatan kerja (Candra, 2009).

2.2.1.5 Aturan Pekerjaan Listrik

Arus listrik adalah aliran elektron-elektron yang merupakan energi yang tidak terlihat dan mengalir melalui penghantar. Berdasarkan tegangannya energi

listrik dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu: 1. Tegangan tinggi > 650 volt

2. Tegangan rendah 32-650 volt

3. Tegangan sangat rendah < 32 volt

Ketika tubuh kita menjadi penghubung antara dua tempat yang berbeda

tegangan biasanya antara sumber tegangan dan groud, maka arus listrik mengalir di dalam tubuh kita. Hal ini disebut sebagai kesetrum atau tersengant listrik.

Tingkat sengatan listrik dapat bervariasi dari sekedar kejutan kecil sampai kepada yang terpapar dan menyebabkan kematian. Reaksi tubuh manusia bila dialiri arus listrik sebagai berikut :

1. 0,5 mA (mili ampere)  kejutan ringan

2. 6 mA  kontraksi otot

3. 20 mA  kontraksi paru-paru

4. 50 mA  kontraksi jantung

(23)

Pemeliharaan dan perbaikan komponen listrik merupakan pekerjaan teknis listrik. Hanya para teknisi listrik yang diberi wewenang oleh peruasahaan yang dapat

melakukannya. Namun demikian bagi pekerja, mungkin harus menggunakan peralatan-peralatan berhubungan dengan listrik. Demi keselamatan diri ataupun

peralatan sekitar, hal-hal berikut harus seantiasa dipatuhi :

1. Jangan menyentuh bagian-bagian yang terbuka, seperti kabel terkelupas, ujung sekring dan lain-lain.

2. Pastikan alat listrik memiliki label listrik yang masih berlaku. Label yang masih berlaku ini menunjukkan bahwa seorang teknisi listrik yang

berkompeten telah memeriksa alat listrik tersebut. Namun demikian, kerusakan bisa saja terjadi sejak tanggal tersebut.

3. Sebelum mengoperasikan sakelar lisrik, pastikan tidak ada seorangpun dalam

bahaya.

4. Semua stop kontak dalam keadaan umum atau bisa harus dikendalikan dengan

sistem kebocoran tanah atau Earth Leakage Circuit Breaker (ELCB). Fungsi sistem kebocoran tanah adalah melindungi orang dari sengatan listrik dan membatasi orang dari kerusakaan peralatan dengan memutuskan daya listrik

secara otomatis.

5. Semua stop kontak untuk keperluaan umum 220 volt dan 380 volt harus

dilindungi dengan unit kebocoran tanah atau ELCB yang direkomendasikan atau tripping time maksimal 0,2 detik. ELCB harus dites setiap dua belas bulan. Stop kontak yang sudah ditest oleh pihak yang berwenang diberi stiker.

(24)

6. Pemakaian harus rutin memeriksa extesion cabel fleksibel terhadap kerusakan seperti terpotong, terbakar atau sambungan yang kendor pada stacker. Kalau

ragu-ragu jangan pakai dan buatlah inspeksi resmi yang dilakukan oleh teknisi resmi yang berwenang.

7. Jangan menggunakan extesion cable yang tersambung.

8. Ketika menyambung suplai listrik untuk sebuah alat atau mesin, mulailah dari alat atau mesin itu. Pastikan sakelar diposisi off dan kerjakan kearah sumber

listrik.

9. Ketika melepas sumber lisrik pada sebuah alat dan mesin, mulailah dari

sumber listrik. Matikan sakelar, lepas sambungan stacker, dan bekerja mundur menuju alat atau mesin.

10.Pastikan semua perlindungan terpasang dan berfungsi baik sebelum

pengoperasian peralatan listrik.

11.Jangan mengoperasikan peralatan listrik dalam kondisi dimana ada risiko

peralatan atau sambungan yang terkena kelembaban dan termasuk juga tidak menggunakannya saat hujan atau tidak meletakkan segala alat listrik, kabel atau sambungan pada permukaan yang lembab.

12.Pakailah APD yang sesuai.

13.Perlengkapan listrik disimpan dengan rapi.

(25)

Selain dengan ELCB, instalansi listrik harus dilengkapi dengan loading sistem yang baik. Sistem ini digunakan untu menyalurkan muatan listrik ke tanah,

sehingga dapat melindungi manusia jika terjadi kebocoran arus listrik. Terminal grounding pada stop kontak akan dihubungkan dengan elektoda grounding melalui kabel berwarna loreng, hijau kuning atau hijau. Elektroda grounding adalah sebuah plat logam atau batang yang dipasang dalam tanah yang berfungsi untuk memisahkan muatan listrik ke tanah (Hadipoetra, 2014).

2.2.2 Kesehatan Kerja

Kesehatan kerja adalah suatu kondisi yang bebas dari gangguan fisik,

mental, emosi, atau rasa sakit yang disebabkan lingkungan kerja. Kesehatan kerja merupakan bagian dari kesehatan masyarakat yang berkaitan dengan semua pekerjaan yang berhubungan dengan faktor potensial yang

mempengaruhi kesehatan kerja. Kesehatan masyarakat kerja pelu diperhatikan, karena selain dapat mengganggu tingkat produktivitas, kesehatan kerja dapat

timbul akibat pekerjaannya. Tujuan Kesehatan Kerja

1. Memelihara dan meningkatkan setinggi-tingginya derajat kesehatan

pekerja di semua lapangan pekerjaan, baik kesehatan fisik, mental maupun sosial.

(26)

3. Memberi pelindungan bagi pekerja dari kemungkinan bahaya yang disebabkan oleh faktor-fakor yang membahayakan kesehatan dalam

pekerjaannya.

4. Menempatkan dan memelihara pekerja di suatu lingkungan pekerjaan yang

sesuai dengan kemampuan fisik dan psikis mereka (Mangkunegara, 2009).

2.2.3 Pengawasan

Pengawasan merupakan salah satu tugas yang mutlak diselenggarakan

oleh semua orang yang menduduki jabatan manajerial, mulai dari manajer puncak hingga para manajer rendah yang secara langsung mengendalikan kegiatan–

kegiatan teknis yang diselenggarakan oleh semua petugas operasional. Pengawasan berkaitan dengan tujuan yang ingin dicapai, dilaksanakan berdasarkan strategi dasar organisasi yang telah dirumuskan dan diteteapkan.

2.2.3.1 Ciri-ciri pengawasan yang efektif

Pelaksanaan pengawasan yang efektif merupakan salah satu refleksi dari

efektivitas manajerial seorang pemimpin. Pengawasan akan berlangsung dengan efektif apabila memiliki berbagai ciri yang dibahas berikut ini :

1. Pengawasan harus merefleksikan sifat dari berbagai kegiatan yang

diselenggarakan bahwa teknik pengawasan harus sesuai dengan kegiatan yang akan menjadi sasaran pengawasan tersebut.

(27)

kenyataan. Usaha deteksi seperti itu harus dilakukan sedini mungkin dan informasi tentang hasil deteksi itu harus segera tiba di tangan manajer secara

fungsional bertanggungjawab agar ia segera dapat mengambil tindakan pencegahan. Keterlambatan menerima informasi tentang hasil deteksi tersebut

biasanya berakibat pada terjadinya deviasi atau penyimpangan dan makin lama deviasi itu tidak diketahui oleh manajerial, dampaknya yang bersifat negatif pun akan semakin kuat sehingga tindakan perbaikannya biasanya

menjadi sukar.

3. Pengawasan harus menunjukkan pengecualian pada titik-titik stragis tertentu.

Manajer yang efektif adalah seorang manajer yang hanya terlibat langsung dalam pelaksanaan kegiatan tertentu apabila memang keadaan dan sifat tugas itu menuntut keterlibatan secara langsung.

4. Objektivitas dalam melakukan pengawasan. Standar demikian harus jelas terlihat bukan saja dalam prosedur dan mekanisme kerja, tetapi juga dalam

rangkaian kriteria yang menggambarkan persyaratan kuantitatif dan kualitatif dan sedapat mungkin dinyatakan secara tertulis. Kriteria demikian lebih bermakna lagi apabila para pelaksana mengetahui, memahami, dan menerima

kriteria tersebut.

5. Salah ciri rencana yang baik ialah flesibilitas sehingga jika terjadi desakan

untuk melakukan perubahan-perubahan pada pelaksanaan, perubahan itu dapat dilakukan tanpa harus menggantikan pola dasar kebijaksanaan dan rencana organisasi. Salah satu konsekuensi rencana yang fleksibel ialah bahwa

(28)

bahwa pelaksanaan pengawasan harus tetap bisa berlangsung meskipun organisasi menghadapi perubahan karena timbul keadaan yang tidak diduga

sebelumnya atau bahkan juga apabila terjadi kegagalan.

6. Pengawasan harus memperhitungkan pola dasar organisasi. Telah dimaklumi

bahwa pola dasar dan tipe organisasi tertentu ditetapkan dalam bebagai hal seperti pembagian tugas, pendelegasian wewenang, pola pertanggungjawaban, jalur komunikasi, dan jaringan informasi. Kesemuanya ini harus diperhatikan

dalam melakukan pengawasan.

7. Pengawasan dilakukan supaya keseluruhan organisasi bekerja dengan tingkat

efisiensi yang semakin tinggi. Hal ini perlu mendapat perhatian dalam penyelenggaraan pengawasan yang efisien ialah kesesuaian dengan kebutuhan organisasi.

8. Pemahaman sistem pengawasan oleh semua pihak yang terlibat. Para manajer selaku pelaksana kegiatan pengawasan harus dapat menentukan teknik

pengawasan sebagaimana yang dibutuhkan, dan alat bantu apa pula yang perlu dikuasai dan dimiliki.

9. Pengawasan mencari apa yang tidak beres. Pengawasan yang baik harus

menentukan siapa yang salah dan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kesalahan tersebut. Jika faktor-faktor penyebabnya bersifat teknis administatif,

(29)

10. Pengawasan harus bersifat membimbing. Jika telah ditemukan apa yang tidak beres dan siapa yang salah serta diketahui pula faktor-faktor penyebabnya,

seorang manajer harus berani mengambil tindakan yang dipandang paling tepat sehingga kesalahan yang dibuat oleh para bawahan tidak terulang

kembali meskipun kecenderungan berbuat kesalahan yang lain mungkin tidak dapat dihilangkan sama sekali mengingat sifat manusia yang tidak sempurna (Siagian, 2007).

2.2.3.2 Partisipasi Tenaga Kerja dan Fungsi Pimpinan

Pemimpin dalam perusahaan mempunyai skala luas mulai dari pimpinan

skala kecil (mandor, supervisor, sampai CEO) memiliki peranan penting sendiri. Kecelakaan menimbulkan kerugian besar, lebih besar dari perkiraan umumnya dari pimpinan perusahaan. Banyaknya korban manusia dan kerugian lain seperti

dibawah ini :

1. Besarnya hari yang hilang karena kecelakaan.

2. Besarnya biaya pengobatan. 3. Besarnya biaya kompensasi.

4. Kerugian yang diakibatkan mesin stop produksi.

5. Biaya personil pengganti sewaktu korban tidak dapat bekerja.

6. Waktu yang hilang untuk investigasi kecelakaan dan membuat laporan.

(30)

kiat-kiat bilamana dan bagaimana pengusaha harus bertanggungjawab, serta bagaimana cara dan usaha-usaha pencegahan harus dilakukan.

Tanggung jawab keselamatan di perusahaan terletak pada pimpinan perusahaan, sehingga terjadinya kecelakaan merupakan gagalnya sistem dari

manajemen K3 di perusahaan. Tanggung jawab berada di pudak TOP manajemen meskipun sebenarnya manajemen pelaksanaannya ada di setiap lapisan organisasi sampai ke lapisan paling bawah. Keselamatan Kerja di perusahaan bersifat

dikendalikan sehingga menangani harus sesuai dengan norma manajemen K3. Keberhasilan program K3 diukur dari top manajemen yang dapat menggerakkan

semua lapisan organisasi untuk melaksanaakan program K3, dengan kata lain K3 di perusahaan adalah tanggung jawab semua lapisan organisasi sesuai dengan kewenangannya dalam menyukseskan program K3. Beberapa Indikator untuk

keberhasilan K3:

1) Menurunnya angka kecelakaan.

2) Menurunnya angka kesakitan.

3) Menurunnya nilai kerusakan barang perusahaan akibat kecelakaan. 4) Naiknya produktivitas dan profil.

5) Meningkatnya job satisfaction. 6) Meningkatnya house keeping.

Manajemen bertanggung jawab dan memastikan bahwa kebijakan perusahaan dalam aspek K3 di tempat kerja dijalankan dan terintegrasi dengan kepentingan operasi. Manajemen yang bertanggungjawab terhadap operasi, tidak

(31)

tempat kerjanya. Manajemen harus paham terhadap pengertian keselamatan, keterampilan, dan autorisasi yang cukup untuk mencapai tujuan kebijakan di

bidang K3. Implementasi dan kesinambungan kebijakan K3 memerlukan kerjasama semua lapisan organisasi di tempat kerja, dari level manajemen,

supervisor, dan pekerja baik dalam keadaaan darurat atau normal. Implementasi dan kesinambungan K3 memerlukan kerjasama semua lapisan organisasi terutama komitmen pemimpin perusahaan. Komitmen tersebut kemudian dijabarkan dalam

kebijakan perusahaan dibidang K3 yang biasanya dikenal sebagai bentuk kebijakan tertulis.

Strategi pelaksanaan kebijakan K3 diawali rencana kerja yang efektif dengan tujuan dan sasaran jelas yang dapat diukur dan terdapat indikator kinerja. Perlu dipertimbangkan indentifikasi bahaya, penilaian dan pengendalian risiko

dari kegiatan operasi. Mencapai tingkat safety performance yang baik diperlukan peralatan dan tempat kerja yang aman, supervisor yang berkompeten dan

keterampilan yang handal. Disamping itu, persyaratan keselamatan kerja yang dibuat, diterapkan, dan dipelihara sesuai dengan norma keselamatan kerja. Sedangkan kinerja keselamatan kerja dilaporkan kepada pemimpin perusahaan

untuk dikaji (Hadipoetra, 2014).

3.2.3.3 Peran Supervisor

Supervisor adalah personel yang terlibat langsung dan berinteraksi dengan pekerjaan di lapangan, termasuk masalah yang berkaitan dengan K3. Dari data statistik K3 perusahaan masih ditemukan juga terjadinya kecelakaan kerja yang

(32)

supervisor. Dari sebuah penelitian persepsi keselamatan pada supervisor banyak difokuskan area berikut: kepemimpinan (perilaku, tanggung jawab, dll),

komunikasi (meeting, pengakuan/recognition, penghargaan/reward), masalah (perilaku tidak aman, identifikasi masalah), alat pelindung diri (jumlah, penggunaan, kesesuaian standard), prosedur (peraturan, kebijaksanaan, standard,

petunjuk), pelatihan (modul, jatah pelatihan, pengakuan), dan personel pekerja (asesmen, penghasilan). Pada The Occupational Safety and Health Administration (OSHA 1989) dalam Hadiopetra (2014), mengidentifikasi “4 elemen utama

program K3 yang efektif, yaitu:

1. Komitmen manajemen dan keterlibatan pekerja. 2. Analisa lingkungan kerja.

3. Pengawasan dan pencegahan bahaya (hazard pevention & control), dan

pelatihan K3.

Menurut OSHA keempat elemen ini saling melingkupi. Perubahan prilaku

kelompok sangat dipengaruhi oleh yang memimpin kelompok sehingga anggotanya bersungguh-sungguh untuk mencapai kepuasan yang sebesar-besarnya. Kelompok yang telah memiliki tujuan bekerja dengan selamat tetapi

karena mendapat tekanan dari dalam, aspek K3nya akan mengalami kemunduran sehingga terjadi banyak kecelakaan. Disini peran supervisor untuk dapat menjaga

kekompakan bekerja sehingga tujuan perusahaan tercapai.

(33)

jauh peran supervisor dalam mengendalikan pekerja dan lingkungan kerjanya. Banyak perusahaan besar tidak menganggap vital posisi supervisor. Pada

kenyataan dimana pada seleksi seorang supervisor dan dalam pembinaannya kurang memahami keterampilan praktis dan pengalaman. Seleksi memang

penting, tetapi keterampilan praktis dan pengalaman membutuhkan suatu proses yang lama. Sebagai alternatif untuk mendapatkan keterampilan praktis dan pengalaman tersebut, dapat diperoleh melalui pendidikan. Beberapa petunjuk

untuk supervisor :

1. Selalu beranggapan bahwa pekerja itu manusia bukan mesin.

2. Memimpin bukan menekan atau mendikte.

3. Buat pekerja untuk menyukai dan menghormati supervisor, ciptakan loyalitas, semangat bekerjasama, tumbuhkan kepercayaan diri, tumbuhkan moral, dan

buat pekerja merasa sebagai bagian dari kelompok kerja. 4. Dengarkan keluhan.

5. Berikan penghargaan.

6. Dapat memberikan antisipasi perubahan. 7. Berikan perintah dengan jelas dan tepat.

8. Tanyakan pendapat dan saran.

9. Bersikap sabar, netral, konsisten, ramah, dan santun.

10.Tunjukkan kepedulian terhadap masalah pribadi pekerja.

(34)

13.Cari tahu karakter pribadi, kesenangan, ketidaksenangan, harapan, kelebihan, kelemahan, dan hal-hal yang memotivasi, elemen dasar dari para bawahan.

14.Lakukan hal diatas khusus untuk pimpinan agar memudahkan berhubungan dengannya.

15.Kenali tanggung jawab, baik manajemen maupun operasional. 16.Jalankan kelompok kerja seperti suatu bisnis.

17.Cari tahu apa yang paling diinginkan oleh bawahan.

18.Simpan riwayat pribadi dari masing-masing bawahan.

19.Ciptakan semangat bekerja sama dan kompetisi sehat di tempat kerja.

20.Belajar mengenali suatu gejala-gejala sebagai masalah.

21.Koreksi kesalahan bawahan hanya setelah orang bersangkutan tenang.

22.Antisipasi masalah dengan membuat rencana dan mengorganisir jalan

keluarnya.

23.Evaluasi kualiatas produksi bawahan.

24.Ciptakan suasana sehat dan harmonis.

Kemampuan dan sikap seorang supervisor dipengaruhi oleh ada tidaknya hal –hal sebagai berikut :

1.Inteligensia 2.Inisiatif

3.Prilaku terbuka 4.Antusiasme

5.Simpati dan empati

(35)

Kemampuan menggunakan pengetahuan K3 untuk menghasilkan suatu keadaan selamat. Kemampuan dan sifat merupakan dasar pertimbangan untuk

membuat silabus pelatihan . Hasil yang diharapkan adalah : 1. Mampu melakukan pengenalan kecelakaan.

2. Menjembatani kebijakan manajemen untuk bekerja. 3. Orientasi K3 bagi pekerja baru.

4. Melakukan JSA bagi tiap jabatan yang ada dalam tanggungjawabnya.

Supervisor adalah bagian tim manajemen yang berada di strata bawah dimana manajemen hanya 20% sedangkan 80% tugasnya adalah bidang operasi.

Tidak mengherankan bahwa supervisor sebagian waktunya berada di lokasi kerja dengan berada dilokasi kerja, seorang supervisor mengenal baik para pekerja yang berada dibawah pengawasannya. Kaitannya dalam aspek K3, adanya supervisor

merupakan keuntungan perusahaan karena supervisor mengenal sifat dan kemampuan pekerja dibawahnya. Supervisor paling tahu pelatihan apa yang

diperlukan bagi pekerja dibawahnya bilamana saat tersebut pekerja kebetulan mendapat supervisor yang ideal, dia akan melakukan suatu kinerja yang baik. Karena itu peran supervisor dapat disebut sebagi ujung tombak pembinaan para

pekerja.

Fungsi pengawasan sebenarnya sudah dimulai dari saat tranning pekerja.

Di tempat kerja, situasi kerja tidak konstan selamanya. Perubahan lingkungan kerja dapat terjadi sewaktu-waktu. Tugas supervisor adalah melakukan tindakan penyesuaian atas perubahan misalnya terjadi kerusakan mesin produksi tertentu,

(36)

pengawasan ekstra operasi mesin tersebut dan mengawasi sarana produksi, suasana tempat kerja dan metode kerja. Demikian tugas supervisi yang dilakukan

sebagai pengawas dapat dikatakan kunci keberhasilakn keselamatan kerja.

2.2.3.4 Supervisor Ideal

Seorang supervisor dikatakan ideal bilamana dapat mengintegrasikan pekerjaan dan tugas bawahannya dalam suatu unit kerja dengan baik. Beberapa ciri supervisor ideal adalah sebagai berikut :

1. Sanggup mengantisipasi terhadap segala potensi kecelakaan.

Potensi kecelakaan walaupun sangat kecil, tidak boleh diabaikan karena

apabila tidak dikendalikan, hal tersebut dapat menimbulkan kecelakaan yang lebih besar. Diperlukan displin yang lebih tinggi dalam mengantisipasi faktor-faktor terjadinya kecelakaan yang dicerminkan melalui ketaatan terhadap

peraturan dan undang-undang. Disiplin disini diartikan bahwa supervisor tersebut akan mengambil alih permasalahan dan mempertanggungjawabkan,

terutama tentang masalah keselamatan bawahannya. Walaupun tidak ada kecelakaan yang terjadi, tidak berarti bahwa tugas supervisor sudah berjalan dengan baik. Supervisor harus waspada dan mengantisipasi potensi bahaya

yang mengancam bawahan maupun proses keamanan produksi. 2. Mendeteksi

Sebagai pemimpin kelompok kerja harus memperhatikan dan mendeteksi kemampuan anggotanya. Karena itu, supervisor harus menilai hasil kerja bawahnya bilamana prestasi perlu mendapat penghargaan, jangan ragu untuk

(37)

kelompok dengan demikian supervisor harus memberikan lingkungan kerja yang aman.

3. Kerjasama sebagai tim

Sudah menjadi kuadarat manusia mempunyai kemampuan yang berbeda satu

sama lain, namun dengan menggabungkan kemampuan masing-masing yang bersifat perorangan tersebut maka kemampuan kelompok akan menjadi kuat. 4. Keteladanan

Keteladanan seorang supervisor akan memberikan dampak motivasi yang positif bagi kelompok kerja. Keteladanan dapat dilaksanakan dalam jam kerja

maupaun di luar jam kerja

5. Memperhatikan kesehatan pekerja

Jika suatu saat anggota kelompok ada yang jatuh sakit. Supervisor sebagai

ketua kelompok mentaati saran dokter perusahaan, misalnya ditentukan kerja ringan sesuai ajuran dokter. Disamping itu perlu memperhatikan efek

kesehatan bila salah satu anggota sakit yang dapat memberikan dampak kesehatan bagi anggota kelompok lain (Hadipoetra, 2014).

2.2.3.6 Pengawasan K3 listrik

Listrik adalah salah satu bentuk sumber daya atau energi potensial yang banyak memberikan manfaat, ideal, praktis dan dapat dimanfaatkan

sebagai tenaga penggerak mekanik, pemanas, pencahayaan, dll. Disisi lain listrik dapat menimbulkan bahaya atau bencana yang merugikan baik manusia, harta benda/materi, apabila pemanfaatan tidak mengikuti kaidah-kaidah teknik

(38)

listrik diperlukan pengamanan yang memadai guna melindungi peralatan itu sendiri dan bagi operatornya.

A. Pengertian Listrik

1. Instalasi listrik adalah jaringan yang tersusun secara terkoordinasi mulai

dari sumber pembangkit atau titik sambungan suplai daya listrik sampai titik beban akhir sesuai maksud dan tujuan penggunaanya.

2. Besaran listrik yang harus dipahami adalah tegangan (Volt), arus (Ampere),

frekuensi (Hertz), daya (Watt), resistansi (Ohm). Suplai daya pelanggan setiap suplai kepada pelanggan dicatum dengan jumlah daya tertentu

dengan dipasang pembatas arus (Circuit Breaker) yang tidak dapat dilampaui.

3. Bahaya sentuhan listrik adalah sentuhan yang dapat membahayakan

manusia. Nilai tegangan dan arus listrik yang dapat mengakibatkan kematian.

4. Bahaya sentuh langsung adalah menyentuh pada bagian konduktif yang secara normal bertegangan.

5. Bahaya sentuh tidak langsung adalah menyentuh bagian konduktor yang

secara normal tidak bertegangan dan menjadi bertegangan karena kebocoran isolasi.

6. Bahaya sambaran petir adalah bahaya pada manusia dan objek lainnya karena dilalui oleh arus petir baik langsung maupun tidak langsung.

7. Pengawasan K3 listrik, lift, dan sistem proteksi petir adalah pengawasan

(39)

sesuai peraturan dan standar yang berlaku untuk menjamin kehandalan dan keamanan operasi instalasi dan peralatan listrik, termasuk lift dan proteksi

bahaya petir. B. Dasar Hukum

Listrik selain bermanfaat juga mengandung bahaya yang harus dikendalikan sesuai amanat Undang-undang No.1 Tahun 1970. Standar teknik perencanaan, pemasangan, pengoperasian, pemeliharaan dan

pemeriksaan/pengujian instalasi listrik, adalah mengikuti perkembangan penerbitan Peraturan Umum Instalasi Listrik (PUIL) edisi terakhir dari PUIL yaitu

tahun 2000 ditetapkan dengan Kepmenakertrans No. Kep 75/Men/2002. PUIL berdiri sendiri atau bersifat netral, sebagai panduan yang tidak mengikat secara hokum biasanya standar digunakan sebagai rujukan dalam suatu kontrak kerja,

antara kontraktor/instalatir dengan pemberi kerja oleh karena itu PUIL telah ditetapkan dan diberlakukan secara utuh dengan Peraturan dan Keputusan

Menteri, maka semua persyaratan teknis maupun administratif, menjadi bersifat wajib. PUIL juga memuat persyaratan khusus instalasi listrik untuk lift dan instalasi proteksi bahaya sambaran petir yang kemudian diatur secara lebih teknis

melalui peraturan:

1. Permenaker No. Per 02/Men/1989 mengenai Persyaratan Instalasi Penyalur

Petir

2. Permenaker No. Per 03/Men.1999 mengatur Persyaratan Lift

3. Kepmenaker No Kep 407/M/BW/1999 mengatur lebih lanjut tentang

(40)

4. Keputusan Dirjen Binawas No Kep 311/BW/2002 mengatur lebih lanjut mengenai Sertifikasi Kompetensi K3 bagi Teknisi Listrik.

2.3 Kerangka Konsep

Kerangka konsep pada penelitian ini sebagai berikut:

Gambar 2.1 Kerangka Konsep Pengawasan

Keselamatan dan Kesehatan Kerja : 1. APD

2. Rambu-rambu K3

3. Prosedur Keselamatan Kerja 4. Pengawas

Referensi

Dokumen terkait

E. ATURAN-ATURAN PERMAINAN EKONOMI ISLAM.. Dalam menjalankan kehidupan ekonomi, Allah SWT telah menetapkan aturan-aturan dan batasan-batasan tertentu terhadap prilaku manusia

I find that the sizable earnings advantage U.S.-born Mexican Americans enjoy over Mexican immigrants arises not just from intergenerational improvements in years of schooling

[r]

Arium Core Finance merupakan solusi dengan itur yang lengkap serta menyeluruh dan dapat mencakup berbagai jenis bisnis pembiayaan, seperti Pembiayaan Konsumen (KPR, KKB,

[r]

Layanan perbankan modern yang menyeluruh, yang memungkinkan BPR, BPRS, Koperasi dan BMT menangani akun tabungan, deposito berjangka, pinjaman, akuntansi, pelaporan operasional

[r]

For banks requiring a secure web-based Internet Banking system to increase and expand customer loyalty, provide banking services to retail and corporate customers anywhere