• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PENGULANGAN PENGGORENGAN TERHADAP KANDUNGAN ASAM LEMAK BEBAS DAN VISKOSITAS MINYAK HASIL PENGGORENGAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH PENGULANGAN PENGGORENGAN TERHADAP KANDUNGAN ASAM LEMAK BEBAS DAN VISKOSITAS MINYAK HASIL PENGGORENGAN"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal Ecosystem Volume 16 Nomor 3, Oktober – Desember 2016 PENGARUH PENGULANGAN PENGGORENGAN TERHADAP

KANDUNGAN ASAM LEMAK BEBAS DAN VISKOSITAS MINYAK HASIL PENGGORENGAN

Effect of Repeated Frying Against Free Fatty Acid Content and Viscosity Oil Frying Repeatedly

Saiman Sutanto1) 3), Rahmawati Rahman2) dan Andi Abriana1) 1) Dosen Fakultas Pertanian Universitas Bosowa Makassar

2) Dosen Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik

Universitas Bosowa Makassar

3)e-mail: Saiman_mks@yahoo.co.uk ABSTRACT

Changes that occur chemically and physically on cooking oil used to fry during which in turn will affect the quality of the product is fried. The chemical changes that occur such as free fatty acid, thiobarbituric acid, peroxide; whereas physical changes such as: color, smoke point, viscosity, smell and taste. The resulting chemical changes, namely an increase in free fatty acids and physically namely oil colors become darker, the increase in viscosity and a decrease in smoke point. This study aims to determine the free fatty acid content and viscosity of the oil that has been used repeatedly. The results of this study are expected to produce information about the quality of frying oil that has been used repeatedly, so that it can be seen up to frying how many times the result of frying oil can still be used. Repetition frying can lead to increased free fatty acids in the oil frying and getting repeatedly used the free fatty acid content further increased. Repetition of frying oil used more and the quality has gone downhill since free fatty acid content is higher. The content of free fatty acids in the oil was frying chicken giving a very real difference to the result of frying oil bananas. Repetition pan many times can increase the viscosity of the oil. The viscosity of the oil was frying bananas providea very real difference to the chicken frying oil.

Keywords: Frying repeatedly, Free Fatty Acid, Viscosity

A. PENDAHULUAN

Mengolah bahan makanan paling sering digunakan proses menggoreng karena dalam proses ini suhu minyak diatas suhu 180oC dengan adanya udara

dalam jangka waktu lama, akan menyebabkan terjadinya degradasi pada minyak, dan terbentuk komponen volatil dan nonvolatil. Penyebab degradasi adalah reaksi oksidasi dan reaksi interaksi secara

langsung antara minyak dan makanan pada suhu tinggi (Baixauli et al., 2002).

Orthoefer dan Gary (2007) menyebutkan untuk cepat dan mudah menghasilkan makanan gorengan yang kering maka teknik penggorengan deep frying merupakan teknik penyiapan pangan yang populer di restoran. Ini menghasilkan penampakan tidak berlemak dan rasa yang enak Dalam proses penggorengan deep frying, bahan

(2)

Jurnal Ecosystem Volume 16 Nomor 3, Oktober – Desember 2016 makanan terendam dalam minyak panas

dalam jumlah yang besar dan digunakan berulang kali. Produk makanan yang dihasilkan dari proses penggorengan deep fryingdengan karateristik sensori seperti citarasa makanan gorengan, warna coklat keemasan dan tekstur yang renyah.

Tipe minyak dan jenis makanan yang digoreng turut menentkan kualitas makanan yang dihasilkan dari proses penggorengan, ini berarti tidak hanya tergantung pada kondisi penggorengan,seperti: suhu minyak, waktu penggorengan, berat makanan yang digoreng dan volume minyak goring.

Suhu tinggi yang digunakan selama penggorengan deep frying dengan adanya oksigen dan air akan terjadi serangkaian reaksi kimia yang kompleks pada minyak seperti: oksidasi, polimerisasi, hidrolisis, siklisasi dan isomerisasi. Berbagai reaksi ini menghasilkan senyawa volatil dan non-volatil yang berpengaruh terhadap karakteristik sensori dan kualitas nilai gizi minyak goreng.Selama penggorengan terjadi dehidrasi bahan pangan dan penetrasi minyak kedalam bahan pangan, sehingga bahan pangan yang digoreng secara signifikan akan mengandung minyak. Minyak dengan kandungan asam lemak jenuh yang tinggi akan mempengaruhi kestabilan bahan pangan yang digoreng selama

penggorengan (Bastida dan Sanchez, 2001; Tan et al., 2010; Gasal et al., 2010). Komponen yang terdapat dalam bahan makanan seperti protein, gula, lemak dan kadar air memberikan kontribusi yang heterogen terhadap terjadinya degradasi pada produk dalam minyak yang sudah digunakan untuk penggorengan (Bhat dan Sakina, 2008).

Perubahan yang dihasilkan secara kimia, yaitu peningkatan asam lemak bebas, dan secara fisik yaitu warna minyak menjadi gelap, peningkatan viskositas dan penurunan titik asap. Ini penyebab terjadi perubahan secara kimia dan fisik pada minyak goring.Perubahan kimia yang terjadi seperti: asam lemak bebas, asam thiobarbiturat, bilangan peroksida; sedangkan perubahan fisik seperti: warna, titik asap, viskositas, bau dan citarasa.

Reaksi kimia yang dapat terjadi pada minyak goreng selama penggorengan

deep frying adalah hidrolisis, oksidasi dan polimerisasi yang menghasilkan komponen volatile dan non volatile. Komponen volatile akan menguap ke udara selama penggorengan dan sebagian lagi terserap kedalam makanan gorengan. Komponen volatile akan menyebabkan terjadinya perubahan secara fisik dan kimia pada minyak goreng dan makanan gorengan. Komponen volatile

(3)

Jurnal Ecosystem Volume 16 Nomor 3, Oktober – Desember 2016 inilah yang mempengaruhi kestabilan dan

mutu, citarasa dan tekstur makanan gorengan selama penyimpanan. Komponen volatile sangat penting karena menentukan citarasa minyak goreng dan makanan gorengan. Kandungan total volatile akan mengalami dekomposisi selama penggorengan deep frying

sehingga menghasilkan minyak goreng yang off flavor (Choe dan Min, 2007).

Asam lemak bebas dan komponen oksidasi menghasilkan produk off-flavor

dan membuat minyak tidak dapat digunakan untuk penggorengan deep frying. Terbentuknya asam lemak bebas dalam emulsi minyak dalam air karena adanya kemampuan prooksidan. Air yang terdapat dalam bahan makanan akan masuk kedalam minyak goreng sehingga terjadilah reaksi hidrolisis dan direduksi oleh prooksidan. Aktivitas prooksidan tidak hanya tergantung pada konsentrasi tetapi juga pada struktur molekul asam lemak.Pengaruh prooksidan yang dihasilkan oleh asam lemak bebas tergantung dari kualitas pemurnian minyak dan komposisi asam lemak. Penambahan asam oleat dalam emulsi minyak dalam air meningkatkan hidroperoksida lemak dan bentuk heksanal pada konsentrasi asam lemak bebas lebih rendah dari 0,1 % lemak (Varela dan Fiszman, 2011).

Viskositas minyak akan mengalami kenaikan sangat nyata dengan semakin meningkatnya lama waktu penggorengan. Peningkatan viskositas minyak merupakan salah satu indikasi dari peningkatan kerusakan minyak. Minyak yang telah mengalami proses pemanasan dan oksidasi akan mengalami peningkatan viskositas yang disebabkan oleh terbentuknya senyawa polimer di dalam minyak (Andarwulan dkk., 1997). Minyak goreng dengan viskositas tinggi akan menghasilkan produk akhir yang berminyak karena minyak goreng tertahan di dalam produk (Blumenthal, 1996).Viskositas minyak goreng mengalami peningkatan dengan adanya pengental polisakarida.Viskositas minyak tergantung dari konsentrasi pengental polisakarida yang digunakan (Aken et al., 2011). Selama penggorengan deep frying, terjadi peningkatan viskositas pada minyak disebabkan oleh peningkatan reaksi oksidasi dan polimerisasi dan viskositas akan makin meningkat pada pengulangan penggorengan (Man et al., 2003).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan asam lemak bebas dan viskositas pada minyak goreng yang telah digunakan berulang kali.Hasil penelitian ini diharapkan menghasilkan informasi tentang kualitas minyak hasil

(4)

Jurnal Ecosystem Volume 16 Nomor 3, Oktober – Desember 2016 penggorengan yang telah digunakan

berulang kali, sehingga dapat diketahui hingga penggorengan berapa kali minyak hasil penggorengan tersebut masih dapat digunakan.

B. METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan selama 3 (tiga) bulan pada Laboratorium Teknologi Pangan Universitas Bosowa Makassar dan Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Hasanuddin Makassar. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pisang kepok, ayam broiler (ras), minyak goreng, tepung terigu, tepung bumbu, alkoholnetral 95%, phenolphthalein (pp), NaOH 0,1 N, dan aquades.Peralatan yang digunakan adalah ketel penggorengan elektrik, pisau, talenan, timbangan elektrik, erlenmeyer, gelas kimia, pemanas listrik, dan “Brookfield DV-Viscometer.

Prosedur Penelitian

Metode penggorengan yang digunakan adalah metode penggorengan

deep frying dengan menggunakan ketel penggorengan elektrik yang dilengkapi dengan pengatur suhu dan waktu. Proses menggoreng dimulai dengan memasukkan minyak goreng segar ke dalam ketel penggorengan sebanyak 3,5 liter, kemudian ketel dipanaskan hingga suhu 180oC. Bahan makanan digoreng hingga

matang dengan waktu 10 menit dan

diupayakan sejarang mungkin melakukan pengadukan untuk mengurangi aliran konveksi dalam minyak dan reaksi oksidasi akibat terjadinya proses aerasi.Minyak yang digunakan untuk pengulangan penggorengan adalah minyak yang sama (tidak diganti dan tidak dilakukan penambahan volume minyak segar). Pengulangan penggorengan dilakukan sebanyak lima kali dengan suhu dan waktu penggorengan yang sama. Pengambilan sampel dilakukan pada setiap tahap penggorengan, untuk penggorengan pisang, yaitu: penggorengan pertama (sampel A1), penggorengan kedua(sampel A2), penggorengan ketiga (sampel A3), penggorengan keempat (sampel A4) dan penggorengan kelima (sampel A5). Penggorengan ayam juga dilakukan dengan suhu dan waktu yang sama dengan penggorengan pisang dan pengambilan sampel juga dilakukan pada setiap tahap penggorengan, yaitu: penggorengan pertama (sampel B1), penggorengan kedua(sampel B2), penggorengan ketiga (sampel B3), penggorengan keempat (sampel B4), dan penggorengan kelima (B5). Setelah semua sampel diperoleh, selanjutnya dilakukan analisis kandungan asam lemak bebas dan viskositas.Tiap perlakuan (penggorengan pisang dan penggorengan ayam ) terdiri dari lima

(5)

Jurnal Ecosystem Volume 16 Nomor 3, Oktober – Desember 2016 kali pengulangan penggorengan dan tiap

pengulangan penggorengan dilakukan pengulangan perlakuan sebanyak tiga kali. Sampel minyak goreng diambil langsung setelah proses penggorengan sebanyak 200 ml, kemudian minyak dalam ketel didiamkan hingga dingin dan dilanjutkan penggorengan berikutnya.Diagram alir penelitian seperti terlihat pada Gambar 1. Asam Lemak Bebas (AOAC, 1990)

Sampel ditimbang sebanyak 10 gram dan dimasukkan kedalam Erlenmeyer 250 ml lalu ditambahkan 50 ml alkohol netral95% lalu dipanaskan hingga mendidih pada suhu 40oC.Setelahsampeldingin, ditambahkan 2

ml indikatorphenolphthalein (pp).Titrasi dengan larutan 0,1 N NaOH yang telah distandarisasi sampai warna merah jambu tercapai dan tidak hilang selama 30 detik.

ml NaOH x N NaOH x BM Asam Palmitat % FFA = x 100

Berat contoh (g) x 1000

Viskositas (AOAC, 1990)

Pengukuran viskositas dilakukan dengan menggunakan “Brookfield DV-Viscometer” dengan cara memasukkan sampel sebanyak 100 ml ke dalam gelas kimia dan ditempatkan pada spindle rotasi 02 kecepatan 100 rpm hingga dicapai kestabilan pengukuran pada display

dengan suhu sampel sekitar 30C (suhu ruang).

Analisa Data

Data hasil penelitian diolah dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan membandingkan perubahan relatif dari setiap perlakuan penelitian dengan menggunakan model matematika: Yijk = U + Ai + Bj + (AB)ij – (E)ijk

(6)

Jurnal Ecosystem Volume 16 Nomor 3, Oktober – Desember 2016 Gambar 1. Diagram Alir Penelitian

C. HASIL DAN PEMBAHASAN Asam Lemak Bebas

Asam lemak bebas dapat mempengaruhi cita rasa dan bau dari minyak goreng. Asam lemak bebas dengan kadar lebih dari 0,2 % dari berat minyak mengakibatkan rasa tidak lezat, flavor yang tidak disukai dan meracuni tubuh.Analisa asam lemak bebas minyak goreng dilakukan dengan metode titrasi asam basa. Asam lemak bebas dalam minyak dapat diketahui jumlahnya dengan

dengan cara melarutkan asam lemak bebas dalam minyak dengan etanol. Sejumlah minyak yang bersifat nonpolar dilarutkan dalam etanol, kemudian dipanaskan agar larut sempurna sehingga asam lemak bebas yang bersifat nonpolar dalam minyak juga ikut terlarut dengan etanol yang lebih larut dengan air. Kemudian ditambahkan indikator pp yang tidak menunjukkan warna dalam larutan dengan pH netral, dan dititrasi dengan NaOH yang bersifat polar sampai

Penggorengan Bahan Pangan Suhu 180 oC selama 10 menit

Sampel Minyak Goreng

Pengukuran Viskositas

- Pengulangan penggorengan 1,2,3,4 dan 5

Pengukuran Asam Lemak Bebas

- Pengolahan data - Pembahasan

- Pengupasan, pemotongan, pencucian dan penambahan tepung

Bahan Makanan

- Pisang kepok (Nabati)

- Ayam potong (Hewani)

Data Hasil Penelitian

Kesimpulan

(7)

Jurnal Ecosystem Volume 16 Nomor 3, Oktober – Desember 2016 terbentuk warna merah jambu yang tidak

hilang selama 30 detik. Terbentuknya warna merah jambu setelah dititrasi dengan sejumlah NaOH menunjukkan NaOH telah bereaksi sempurna dengan asam lemak bebas.

Hasil analisis asam lemak bebas pada minyak segar (minyak sebelum digunakan untuk penggorengan) sebagai kontrol memberikan hasil sebesar 0,043 % dan mengalami peningkatan pada penggorengan ke-1 sebesar 0,176 %, selanjutnya makin mengalam peningkatan hingga penggorengan ke-5 sebesar 0,218 % untuk minyak hasil penggorengan pisang; sedangkan untuk minyak hasil pengorengan ayam juga mengalami peningkatan pada penggorengan ke-1 sebesar 0,194 % dan makin mengalami peningkatan hingga penggorengan ke-5 sebesar 0,233 % (Tabel 1). Hal ini menunjukkan bahwa pengulangan penggorengan dapat menyebabkan meningkatnya asam lemak bebas pada

minyak hasil penggorengan dan semakin berulang kali digunakan maka kandungan asam lemak bebas makin mengalami peningkatan. Uji statistik memberikan hasil yang signifikan (P>0,05).

Asam lemak bebas (FFA) merupakan produk dari reaksi hidrolisis trigliserida dan reaksi dekomposisi hidroperoksida. Reaksi ini akan mengakibatkan ketengikan hidrolisa yang menghasilkan flavor dan bau tengik pada minyak, sehingga kadar FFA dalam minyak sering digunakan sebagai salah satu indikator kerusakan minyak goreng bekas. Hidrolisis pada minyak nabati mengalami peningkatan dengan meningkatnya suhu dan dengan adanya air dalam lemak makin cepat mengalami peningkatan pada suhu dan tekanan tinggi. Asam lemak bebas dalam berbagai tingkatan disebabkan karena kehilangan asam lemak bebas selama penguapan dan netralisasi asam lemak bebas oleh adanya makanan yang digoreng.

Tabel 1. Hasil Analisis Asam Lemak Bebas Minyak Hasil Penggorengan Pisang dan Ayam

Perlakuan Pengulangan Penggorengan Minyak Hasil Penggorengan Pisang (%) Minyak Hasil Penggorengan Ayam (%) Kontrol Penggorengan ke-1 Penggorengan ke-2 Penggorengan ke-3 Penggorengan ke-4 Penggorengan ke-5 0,043 0,176 0,180 0,193 0,207 0,218 0,043 0,194 0,208 0,218 0,220 0,233

(8)

Jurnal Ecosystem Volume 16 Nomor 3, Oktober – Desember 2016 Peningkatan persentase asam lemak

bebas ini disebabkan adanya pertukaran komponen air pada bahan pangan yang digoreng dengan minyak yang dijadikan media penggorengan. Hal ini sesuai dengan Sartika (2009), bahwa kerusakan yang terjadi pada minyak goreng yang digunakan berulang kali dalam proses penggorengan disebabkan adanya reaksi kompleks yang terjadi pada saat bahan pangan digoreng dan dengan penggunaan suhu yang tinggi. Adanya kandungan air dan udara pada bahan pangan semakin meningkatkan kerusakan yang terjadi pada minyak yang dapat dianalisa dengan menghitung kadar asam lemak bebas dari minyak tersebut. Semakin lama penggunaan minyak untuk menggoreng semakin tinggi pula kandungan asam lemak bebas yang terbentuk. Data hasil analisis asam lemak bebas pada tabel diatas, memperlihatkan kadar asam lemak bebas yang tertinggi mencapai 0,218 % untuk minyak hasil penggorengan pisang dan 0,233 % untuk minyak hasil penggorengan ayam, berarti belum melewati ambang batas persentase asam lemak bebas yang ditetapkan oleh SNI 7709-2012bahwa syarat kandungan asam lemak bebas maksimal 0,30%.Hal ini menunjukkan bahwa minyak hasil penggorengan pisang dan ayam hingga penggorengan ke-5 masih layak untuk

digunakan.Hal ini berarti bahwa minyak hasil pengulangan penggorengan makin lama digunakan kualitasnya sudah menurun karena kandungan asam lemak bebasnya makin ting gi.

Jika dibandingkan antara minyak hasil penggorengan pisang dan minyak hasil penggorengan ayam terlihat bahwa kandungan asam lemak bebas pada minyak hasil penggorengan ayam lebih tinggi daripada minyak hasil penggorengan pisang (Gambar 2). Kadar asam lemak bebas yang relatif lebih tinggi pada minyak hasil penggorengan ayam, disebabkan oleh tingginya kandungan air pada ayam sehingga banyak yang mengalami hidrolisis, sedangkan pada pisang kandungan airnya lebih rendah sehingga kurang yang mengalami hidrolisis. Air yang terdapat dalam bahan makanan dengan mudah akan membuat ikatan asam lemak menjadi pendek dengan hidrolisis. Berbagai variasi tingkatan asam lemak bebas dipengaruhi oleh menguapnya dan netralisasi asam lemak bebas dari makanan gorengan.Asam lemak bebas terdapat dalam minyak goreng yang sudah digunakan untuk penggorengan dan makin sering digunakan maka makin tinggi kandungan asam lemak bebasnya. Uji statistik memberikan hasil yang sangat signifikan (P>0,05).

(9)

Jurnal Ecosystem Volume 16 Nomor 3, Oktober – Desember 2016 Gambar 2. Kandungan Asam Lemak Bebas Pada Minyak Hasil Penggorengan

Pisang dan Ayam

Asam lemak bebas pada minyak hasil penggorengan pisang dan ayam karena terjadi proses hidrolisis selama penggorengan dengan adanya perlakuan panas. Menurut Choe dan Min (2007) dan Gasal et al. (2010) bahwa, hidrolisis terjadi karena adanya reaksi kimia antara air, uap dan oksigen dalam minyak goreng dan makanan. Ketika bahan makanan dimasukkan kedalam minyak yang panas, air yang terdapat didalam bahan makanan keluar dan minyak masuk kedalam bahan makanan yang digoreng, memutuskan ikatan ester triasilgliserol dan menghasilkan di dan monoasilgliserol, gliserol dan asam lemak bebas. Kandungan asam lemak bebas dalam minyak goreng mengalami peningkatan seiring dengan pengulangan

penggorengan dan nilai asam lemak bebas menunjukkan kualitas minyak goreng.

Komponen asam lemak terdapat dalam minyak kelapa sawit dan minyak nabati selama proses penggorengan. Selama penggorengan secara terus menerus komponen asam lemak asam palmitat, asam oleat, dan asam stearat yang terdapat dalan minyak nabati serta asam linoleat, asam oleat dan asam stearat dalam minyak kelapa sawit mengalami peningkatan. Asam lemak poliunsaturated (PUFA) total dalam minyak kelapa sawit mengalami peningkatan. Selama penggorengan deep frying terjadi penurunan kualitas minyak karena terjadi oksidasi lemak.Peningkatan asam lemak bebas terjadi seiring dengan lamanya penggorengan.Kandungan asam lemak bebas diindikasikan bahwa minyak 0.000 0.050 0.100 0.150 0.200 0.250 0.300 0 1 2 3 4 5 Asa m lem a k beba s (%) Penggorengan ke-M-Pisang M-Ayam

(10)

Jurnal Ecosystem Volume 16 Nomor 3, Oktober – Desember 2016 goreng sudah tidak baik lagi untuk

digunakan dalam penggorengan bahan makanan.Menurut Choe dan Min (2007) bahwa, penggorengan deep frying

menyebabkan terjadinya penurunan asam lemak tak jenuh pada minyak dan peningkatan busa, warna, viskositas, kepadatan, panas spesifik dan kandungan asam lemak bebas, material polar dan komponen polimer.

Peningkatan asam lemak bebas dalam minyak disebabkan karena penyerapan oleh makanan gorengan dan minyak goreng akan kehilangan kesegarannya karena mengandung asam lemak bebas. Hasil penelitian ini memperlihatkan kandungan asam lemak bebas mengalami peningkatan dari 0,043 – 0,218 % (minyak hasil penggorengan pisang) dan 0,043 – 0,233 % (minyak hasil penggorengan ayam). Komposisi asam lemak yang terbentuk dalam makanan gorengan sama dengan komposisi asam lemak yang terbentuk dalam minyak goreng selama penggorengan deep frying.

Hasil uji statistik menggunakan uji Contras (Lampiran 1b ) memberikan hasil yaitu: minyak hasil penggorengan pisang berbeda sangat nyata dengan minyak hasil penggorengan ayam. Untuk minyak hasil penggorengan pisang memberikan hasil yaitu: minyak yang belum digunakan

untuk penggorengan (minyak segar atau kontrol) berbeda sangat nyata dengan minyak yang sudah digunakan untuk penggorengan ke-1 hingga ke-5. Selanjutnya minyak hasil penggorengan ke-1 dan ke-2 berbeda sangat nyata dengan minyak hasil penggorengan ke-3, ke-4 dan ke-5. Minyak hasil penggorengan ke-1 tidak berbeda nyata dengan minyak hasil penggorengan ke-2 dan minyak hasil penggorengan ke-3 berbeda sangat nyata dengan minyak hasil penggorengan ke-4 dan ke-5; sedangkan minyak hasil penggorengan ke-4 dan ke-5 berbeda nyata. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan asam lemak bebas minyak hasil penggorengan ke-1 dan ke-2 tidak ada perbedaan yang nyata, sedangkan kandungan asam lemak bebas pada minyak hasil penggorengan 3, ke-4, dan ke-5 menunjukkan adanya perbedaan yang nyata. Hal ini berarti minyak hasil penggorengan ke-1 dan ke-2 memiliki kandungan asam lemak bebas yang sama-sama masih rendah; sedangkan untuk minyak hasil penggorengan ayam memberikan hasil yang berbeda sangat nyata pada penggorengan ke-1 dan ke-2 dengan minyak hasil penggorengan ke-3, ke-4 dan ke-5.Minyak hasil penggorengan ke-3 berbeda nyata dengan minyak hasil penggorengan k-4 dan ke-5 dan minyak hasil penggorengan ke-4

(11)

Jurnal Ecosystem Volume 16 Nomor 3, Oktober – Desember 2016 berbeda sangat nyata dengan minyak hasil

penggorengan ke-5. Hasil uji Contras memperlihatkan bahwa kandungan asam lemak bebas pada minyak hasil penggorengan ayam memberikan perbedaan yang sangat nyata dengan minyak hasil penggorengan pisang.

Kualitas makanan gorengan dipengaruhi oleh minyak yang digunakan dan pengaruh dari bahan makanan yang digoreng. Terjadi perpindahan lemak dari makanan kedalam minyak goreng selama proses penggorengan. Kolesterol dari lemak hewani ditemukan dalam minyak goreng nabati dan dapat meningkatkan lemak dalam makanan yang tidak mengandung lemak selama proses pengggorengan. Lemak yang terdapat dalam ayam akan berpindah kedalam minyak goreng sehingga kandungan lemak lebih tinggi setelah penggorengan dibandingkan sebelum penggorengan.

Dari hasil analisa dapat diketahui bahwa komposisi asam lemak pada minyak sesudah penggorengan lebih tinggi pada setiap tahap pengulangan penggorengan (Dobargenes et al., 2000).

Asam lemak bebas erat kaitannya dalam mengukur kualitas minyak goreng.Asam lemak bebas merupakan hasil perombakan yang terjadi pada asam lemak yang disebabkan adanya reaksi kompleks pada minyak.Semakin tinggi kandungan asam lemak bebas pada minyak menandakan semakin menurunnya mutu dari minyak goreng tersebut. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ketaren (2008), bahwa reaksi hidrolisa yang terjadi pada minyak akan mengakibatkan kerusakan minyak karena terdapat sejumlah air dalam minyak tersebut dan menyebabkan terbentuknya asam lemak bebas dan beberapa gliserol.

Gambar 3.Hasil Analisis Regresi Kandungan Asam Lemak Bebas Pada Minyak Hasil Penggorengan Pisang dan Ayam

y = 0,015x + 0,145 r² = 0,896 y = 0,017x + 0,157 r² = 0,759 0.000 0.050 0.100 0.150 0.200 0.250 0.300 0 1 2 3 4 5 Asa m lem a k beba s (%) Penggorengan ke-M-Pisang M-Ayam Linear (M-Pisang) Linear (M-Ayam)

(12)

Jurnal Ecosystem Volume 16 Nomor 3, Oktober – Desember 2016 Viskositas

Viskositas minyak hasil penggorengan pisang dan ayam mengalami peningkatan. Viskositas minyak segar sebesar 370,6 cp dan viskositas minyak setelah dipakai untuk menggoreng pisang mengalami peningkatan dari penggorengan ke-1 (349,8 cp) hingga penggorengan ke-5 (392,0 cp). Viskositas minyak setelah dipakai untuk menggoreng ayam juga mengalami peningkatan dari penggorengan ke-1 (349,8 cp) hingga penggorengan ke-5 (392,0 cp) (Tabel 2).Uji statistik memberikan hasil yang tidak signifikan (P<0,05). Hal ini sesuaidengan pernyataan Blumenthal

(1996), bahwa viskositas minyak goreng mengalami peningkatan yang sangat nyata seiring dengan pemakaiannya dalam proses penggorengan.Peningkatan viskositas ini terbentuk akibat minyak mengalami pembentukan senyawa polimer akibat proses pemanasan dan oksidasi.Hal ini berarti bahwa pengulangan penggorengan yang berkali-kali dapat meningkatkan viskositas minyak.Perlakuan panas merupakan salah proses yang dapat meningkatkan viskositas minyak. Peningkatan viskositas minyak merupakan salah satu indikasi dari peningkatan kerusakan minyak (Andarwulan dkk (1997).

Tabel 2. Hasil Pengukuran Viskositas Minyak Hasil Penggorengan Pisang dan Ayam

Perlakuan Pengulangan Penggorengan Minyak Hasil Penggorengan Pisang (cp) Minyak Hasil Penggorengan Ayam (cp) Kontrol Penggorengan ke-1 Penggorengan ke-2 Penggorengan ke-3 Penggorengan ke-4 Penggorengan ke-5 370,6 349,8 363,7 370,6 370,6 392,0 370,6 349,8 370,6 377,7 392,0 392,0 Hasil analisis viskositas yang

dilakukan pada minyak hasil penggorengan pisang dan ayam dalam pemakaian minyak yang berulang kali dapat dilihat pada Gambar 4. Pada gambar tersebut dapat dilihat relatif terjadi peningkatan seiring

penggunaannya pada penggorengan hingga 5 (lima) kali pemakaian. Jika diamati pada setiap durasi penggorengan, viskositas yang tertinggi relatif terdapat pada perlakuan penggorengan ke - 5 baik pada minyak hasil penggorengan pisang maupun minyak hasil

(13)

Jurnal Ecosystem Volume 16 Nomor 3, Oktober – Desember 2016 penggorengan ayam. Jika dibandingkan

antara minyak hasil penggorengan pisang dan minyak hasil penggorengan ayam terlihat bahwa viskositas pada minyak hasil penggorengan ayam lebih tinggi daripada minyak hasil penggorengan pisang.Uji statistik memberikan hasil yang signifikan (P>0,05). Ini disebabkan adanya perbedaan komponen dari kedua jenis bahan makanan tersebut dan menurut Rani et al (2010) bahwa, viskositas minyak akan mengalami peningkatan disebabkan oleh degradasi produk makanan yang digoreng menghasilkan bentuk dimers, trimers, polimers, epoksida, alkoholdan hidrokarbon. Hal ini sesuai juga dengan Man et al. (2003) bahwa, viskositas akan

mengalami peningkatan seiring peningkatan pengulangan penggorengan dan selama penggorengan terjadi peningkatan oksidasi dan polimerisasi.

Viskositas minyak nabati akan mengalami peningkatan karena terjadi degradasi selama pemanasan, sehingga viskositas minyak hasil penggorengan terlihat mengalami peningkatan.Minyak yang telah mengalami proses pemanasan dan oksidasi akan mengalami peningkatan viskositas yang disebabkan oleh terbentuknya senyawa polimer di dalam minyak, sedangkan oksidasi yang terjadi pada minyak disebabkan adanya pertukaran air pada produk makanan yang digoreng dengan minyak.

Gambar 4. Viskositas Minyak Hasil Penggorengan Pisang dan Ayam Dalam penggorengan deep frying,

terjadinya perubahan viskositas minyak dipengaruhi oleh suhu dan waktu penggorengan. Peningkatan viskositas

minyak tergantung pada tingkat dan laju hidrogenasi minyak. Minyak yang telah mengalami proses pemanasan dan oksidasi akan mengalami peningkatan

345.0 350.0 355.0 360.0 365.0 370.0 375.0 380.0 385.0 390.0 395.0 400.0 0 1 2 3 4 5 V isk o sit a s (Cp) Penggorengan ke-M-Pisang M-Ayam

(14)

Jurnal Ecosystem Volume 16 Nomor 3, Oktober – Desember 2016 viskositas yang disebabkan oleh

terbentuknya senyawa polimer di dalam minyak (Rani et al, 2010). Senyawa polimer yang terbentuk yaitu asam lemak trans yang dapat mempengaruhi viskositas minyak. Selama penggorengan terjadi pemanasan dan minyak akan mengalami peningkatan asam lemak trans karena terjadi degradasi selama pemanasan, sehingga viskositas minyak hasil penggorengan juga terlihat mengalami peningkatan seiring dengan meningkatnya kadar asam lemak trans.Hal ini juga sesuai dengan Sartika (2009), bahwa reaksi oksidasi yang terjadi pada asam oleat (bentuk cis) menyebabkan terbentuknya isomer asam elaidat (bentuk

trans).

Hasil uji statistik menggunakan uji Contras (Lampiran 2b ) memberikan hasil yaitu: minyak hasil penggorengan pisang berbeda sangat nyata dengan minyak hasil penggorengan ayam. Untuk minyak hasil penggorengan pisang memberikan hasil yaitu: minyak yang belum digunakan untuk penggorengan (minyak segar atau kontrol) tidak berbeda nyata dengan minyak yang sudah digunakan untuk penggorengan ke-1 hingga ke-5. Selanjutnya minyak hasil penggorengan ke-1 dan ke-2 berbeda sangat nyata dengan minyak hasil penggorengan ke-3, ke-4 dan ke-5.

Minyak hasil penggorengan ke-1 berbeda sangat nyata dengan minyak hasil penggorengan ke-2 dan minyak hasil penggorengan ke-3 berbeda sangat nyata dengan minyak hasil penggorengan ke-4 dan ke-5; begitu juga dengan minyak hasil penggorengan ke-4 dan ke-5 berbeda sangat nyata. Hal ini menunjukkan bahwa viskositas minyak hasil penggorengan ke-1,ke-2, ke-3, ke-4 dan ke-5 ada perbedaan yang sangat nyata. Viskositas pada minyak hasil penggorengan ayam pada penggorengan ke-1 dan ke-2 menunjukkan adanya perbedaan yang sangat nyata dengan minyak hasil penggorengan ke-3, ke-4 dan ke-5. Minyak hasil penggorengan ke-3 berbeda sangat nyata dengan minyak hasil penggorengan k-4 dan ke-5 dan minyak hasil penggorengan ke-4 berbeda tidak nyata dengan minyak hasil penggorengan ke-5. Hal ini berarti bahwa viskositas minyak hasil penggorengan ke-1, ke-2, ke-3, ke-4 dan ke-5 memperlihatan perbedaan yang sangat nyata. Hasil uji Contras memperlihatkan bahwa viskositas pada minyak hasil penggorengan pisang memberikan perbedaan yang sangat nyata dengan minyak hasil penggorengan ayam.

Viskositas minyak goreng menunjukkan tingkat kerusakan yang terjadi pada minyak goreng. Viskositas dan warna merupakan parameter fisik

(15)

Jurnal Ecosystem Volume 16 Nomor 3, Oktober – Desember 2016 yang digunakan untuk menguji tingkat

kerusakan minyak goreng pada penggorengan secara komersial dan rumah tangga. Selama penggorengan pada suhu 180oC terjadi reduksi oksidatif dan panas yang mempengaruhi kestabilan minyak goreng.Menurut Choe dan Min (2007) bahwa, penggorengan deep frying

menyebabkan terjadinya penurunan asam lemak tak jenuh pada minyak dan peningkatan busa, warna, viskositas, kepadatan, panas spesifik dan kandungan asam lemak bebas, material polar dan komponen polimer.

Perubahan yang terjadi selama penggorengan disebabkan oleh berbagai reaksi kimia yang menghasilkan peningkatan viskositas minyak, warna minyak menjadi gelap dan peningkatan busa serta penurunan titik asap minyak goreng. Laju reaksi kimia tergantung pada komposisi minyak, suhu dan waktu penggorengan, penggorengan berlanjut atau terputus, jenis bahan makanan yang digoreng dan kesegaran minyak goreng yang ditambahkan selama penggorengan (Rani et al., 2010).

Gambar 5.Hasil Analisis Regresi Viskositas Minyak Hasil Penggorengan Pisang dan Ayam

D. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Pengulangan penggorengan dapat menyebabkan meningkatnya asam lemak bebas pada minyak hasil penggorengan dan semakin berulang kali digunakan

maka kandungan asam lemak bebas makin mengalami peningkatan.Minyak hasil pengulangan penggorengan makin lama digunakan kualitasnya sudah menurun karena kandungan asam lemak bebasnya makin tinggi.Kandungan asam

y = 5,038x + 356,9 r² = 0,476 y = 6,878x + 358,2 r² = 0,658 345.0 350.0 355.0 360.0 365.0 370.0 375.0 380.0 385.0 390.0 395.0 0 1 2 3 4 5 6 Vis k o sit a s (CP ) Penggorengan ke-M-Pisang M-Ayam Linear (M-Pisang) Linear (M-Ayam)

(16)

Jurnal Ecosystem Volume 16 Nomor 3, Oktober – Desember 2016 lemak bebas pada minyak hasil

penggorengan ayam memberikan perbedaan yang sangat nyata dengan minyak hasil penggorengan pisang. Pengulangan penggorengan yang berkali-kali dapat meningkatkan viskositas minyak. Viskositas pada minyak hasil penggorengan pisang memberikan perbedaan yang sangat nyata dengan minyak hasil penggorengan ayam.

Saran

Penggunaan minyak hasil pengulangan penggorengan sebaiknya jangan terlalu sering dilakukan.Minyak hasil pengulangan penggorengan sebaiknya digunakan jika minyak hasil pengulangan penggorengan tidak kental (viskositas tinggi).

DAFTAR PUSTAKA

Aken, George A.van, Monique H.Vingerhoeds and Rene A. De Wijk. 2011. Textural Perception of Liquid Emulsions: Role of Oil Content, Oil Viscosity and Emulsion Viscosity. Food Hiydrocolloids (25): 789-796.

Andarwulan, Nuri., Feri Kusnandar dan Dian Herawati. 2011. Analisis Pangan. Cetakan pertama.PT. Dian Rakyat, Jakarta.

AOAC. 1990. Official Methods of Analysis of The Association of Official Analytical Chemists. AOAC Inc, Washington, D.C..

Baixauli, R., A. Salvador, S.M. Fiszman and C. Calvo. 2002. “Effect of Oil Degradation During Frying on The Color of Fried”, Battered Squid Rings. JAOCS Vol.79, No.11.

Bastida, S and F.J. Sanchez-Muniz. 2001. “Thermal Oxidation of Olive Oil, Sunflower Oil and a Mix of Both Oils during Forty Discontinous Domestic Frying of Different Foods”. Journal of Food Science Technology Int. 7 (1):15 – 21.

Bhat, K.K and Sakina Khatoon. 2008. “Studies on Quality of Coconut Oil Blends After Frying Potato Chips”.

Journal American Oil Society

(85):1165-1172. Springer AOCS. Blumenthal, M.M. 1996. Frying

Technology. Di dalam: Bailey’s

Industrial Oil andFat Technology; Edible Oil and Fat Product: Product and ApplicationTechnology (4th ed., Vol 3). Wiley-Interscience Publication, New York.pp.429-482. Casal, S., Ricardo M, Artur S, Beatriz P.P.

O and Jose A. P. 2010. “Olive Oil Stability Under Deep-Frying Conditions”. Food and Chemical Toxicology Journal (48):2972-2979. Choe, E and D.B. Min. 2007. “Chemistry

of Deep-Fat Frying Oils”. Journal of Food Science.Vol. 72.Nr. 5. Institute of Food Technologists.

Dobargenes, M. Carmen and Gloria Marquez-Rulz. 2007. Formation and Analysis of Oxidized Monomeric, Dimeric, and Higher Oligomeric Triglycerides.In: Erickson, Michael D. 2007. Deep Frying: Chemistry, Nutrition, and Practical Application. AOCS Press, Urbana, Illinois.

(17)

Jurnal Ecosystem Volume 16 Nomor 3, Oktober – Desember 2016 Erickson, David R. 2007. Production and

Composition of Frying Fats. In: Erickson, M.D. (ed.). Deep Frying: Chemistry, Nutrition, and Practical Application. AOCS Press, Urbana, Illinois. pp. 3-13.

Jana. Pinto Sunetaa, Patel Komal and Chaudary Apurva. 2011.”Choosing The Vegetable Oil For Frying of Food – A Review”. Journal of Advances in Developmental Research Vol. 2 No. 2:213-220. Ketaren, S. 2005. Pengantar Teknologi

Minyak dan Lemak

Pangan.Ed.1.Cet. 1.Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press). Jakarta.

Man, Yaakob B. C., Wanna A, Russly A.R and Salmah Yusof. 2003. “Quality Characteristics of Refined, Bleached and Deodorized Palm Olein and Banana Chips after Depp-Fat Frying”. Journal of The Science of Food and Agriculture. Society of Chemical Industry.

Muchtadi dan Sugiyono. 1992. Petunjuk Laboratorium : Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. PAU Pangan dan Gizi, IPB Bogor.

Muchtadi, D. 2009. Pengantar Ilmu Gizi.

Penerbit Alfabeta, Bandung.

Orthoefer, Frank T and Gary R. List. 2007. Dynamics of Frying. In: Erickson, M.D. (ed.). Deep Frying: Chemistry, Nutrition, and Practical Application. AOCS Press, Urbana, Illinois. pp. 253-262.

Perkins, Edward G. 2007. Volatile Odor and Flavor Components Formed in Deep Frying. In:Erickson, M.D. (ed.). Deep Frying: Chemistry,

Nutrition, and Practical Application. AOCS Press, Urbana, Illinois. pp. 51-55.

Poedjiadi, A. 1994. Dasar-dasar Biokimia.Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press). Jakarta.

Rani, Andrali K.S., Sunkireddy Y.R and Ramakrishna C. 2010. Quality Changes in Trans and Trans Free Fat/Oils and Products During Frying. European Food Research Technology Journal (230):803-811. Sartika, Ratu A.D. 2009. “Pengaruh Suhu

dan Lama Proses Menggoreng (Deep Frying) Terhadap Pembentukan Asam Lemak Trans”.

Jurnal Makara, Sains, Volume 13 No. 1: 23 - 28.

Tan, Alireza S,.C.P. Hamed M and Che Man Y.B. 2010. “Effect of Frying Process on Fatty Acids Composition and Iodine Value of Selected Vegetable Oil and Their Blends”.

International Food Research Journal (17): 295-302.

Gambar

Tabel 1.   Hasil Analisis Asam Lemak Bebas  Minyak Hasil                                      Penggorengan Pisang dan Ayam
Gambar  3.Hasil  Analisis  Regresi  Kandungan  Asam  Lemak  Bebas  Pada  Minyak  Hasil Penggorengan Pisang dan Ayam
Tabel 2.  Hasil Pengukuran Viskositas Minyak Hasil Penggorengan                              Pisang dan Ayam
Gambar 4.  Viskositas Minyak Hasil Penggorengan Pisang dan Ayam  Dalam  penggorengan  deep  frying,
+2

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik limbah cair laboratorium kimia yang meliputi COD, pH, kekeruhan ( turbidity ) dan logam berat (Pb, Hg,

Latar belakang penelitian ini berdasrkan pada keadaan di Indonesia saat ini yang masih krisis moral dan sikap karena masih kurangnya akan pendidikan sikap dan sikap dalam

The difference in species richness of poles was not significant between the sites (p= 0.984).The species richness of the trees was highest in the lightly degraded forest (38

Penyelesaian sengketa Internasional antara Indonesia dengan Myanmar dalam kasus penyadapan gedung diplomatik dapat ditempuh dalam berbagai cara diantaranya melalui

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas segala rahmat dan karunia-Nya, akhirnya penulis dapat menyelasaikan pembuatan karya ilmiah dalam bentuk

C18-OP-193 Effects of Dietary Tryptophan, Vitamin B 6 and Niacin Supplementation on Feed Intake and Growth Performance of Weaning Pigs Fed Low Crude Protein DietS.

Tabel Post Hoc Kadar Vitamin C Dipengaruhi oleh Konsentrasi dan Lama Perendaman dalam Larutan Madu serta Pretreatment Blanching dan Nonblanching.. Tabel Post Hoc Aktivitas

Program Lumbung Pangan Masyarakat telah diimplementasikan di Sulawesi Selatan sejak pertama kali program ini dicanangkan secara nasional pada tahun 2009 yang