• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hepatitis Kronik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Hepatitis Kronik"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

Definisi : adalah hepatitis yang berlangsung lebih dari 6 bulan Definisi : adalah hepatitis yang berlangsung lebih dari 6 bulan

 Artinya dalam kurun waktu 6 bulan kelainan fisik

 Artinya dalam kurun waktu 6 bulan kelainan fisik dandan biokimiawi belum kembali normal.

biokimiawi belum kembali normal.

Diagnosis : diagnosis pasti Hepatitis Kronik (HK) hanya dapat Diagnosis : diagnosis pasti Hepatitis Kronik (HK) hanya dapat ditegak-kan dengan pemeriksaan histopatologi. Namun adanya hepatitis kronik kan dengan pemeriksaan histopatologi. Namun adanya hepatitis kronik dapat dikenali secara klinik. Anamnestik keluhan utamanya adalah

dapat dikenali secara klinik. Anamnestik keluhan utamanya adalah lemah

lemah badan, mual, nbadan, mual, nafsu makan menafsu makan menurun, rasa tidak urun, rasa tidak enak pada enak pada perutperut kanan atas. Banyak penderita yang tidak

kanan atas. Banyak penderita yang tidak menunjukkan keluhanmenunjukkan keluhan (asimptomatis).

(asimptomatis).

Kelainan fisik dapat berupa

Kelainan fisik dapat berupa hepatomegali, splenomegali (jarang),hepatomegali, splenomegali (jarang), icterus.

icterus.

Pada pemeriksaan laboratorik kelainan yang sering adalah kenaikan Pada pemeriksaan laboratorik kelainan yang sering adalah kenaikan enzim transaminase . Disamping itu sering dijumpai sero-marker virus enzim transaminase . Disamping itu sering dijumpai sero-marker virus hepatitis misalnya HBsAg atau anti HCV. Pemeriksaan USG dapat

hepatitis misalnya HBsAg atau anti HCV. Pemeriksaan USG dapat membantu diagnosis yaitu dengan gambaran sonografi penyakit

membantu diagnosis yaitu dengan gambaran sonografi penyakit hatihati kronik. T

kronik. Tetapi etapi tidak jarang didatidak jarang didapatkan kasus HK sepatkan kasus HK secara histologikcara histologik meskipun tidak didapatkan kelainan USG yang khas.

meskipun tidak didapatkan kelainan USG yang khas.

HEPATITIS KRONIK 

HEPATITIS KRONIK 

(2)

Klasifikasi Hepatitis Kronik berdasarkan pemeriksaan histopatologi. Klasifikasi Hepatitis Kronik berdasarkan pemeriksaan histopatologi. Pembagian secara klasik dibagi menjadi :

Pembagian secara klasik dibagi menjadi : I

I . H. Hepatitis epatitis Kronik Kronik Persisten Persisten (HKP)(HKP) II .

II . Hepatitis Kronik Aktif (HKA)Hepatitis Kronik Aktif (HKA) Pembagian

Pembagian terbaru ditambterbaru ditambahkan ahkan III. Hepatitis III. Hepatitis Kronik LKronik Lobular (Hobular (HKL).KL). Hepatitis Kroni

Hepatitis Kronik k Persisten (HKP) Persisten (HKP) ditandai aditandai adanya peraddanya peradangan yangangan yang terbatas di daerah segi tiga portal tanpa adanya peradangan periportal terbatas di daerah segi tiga portal tanpa adanya peradangan periportal maupun nekrosis.

maupun nekrosis.

Hepatitis kronik Aktif (HKA) ditandai dengan adanya peradangan, Hepatitis kronik Aktif (HKA) ditandai dengan adanya peradangan, nekrosis dan fibrosis

nekrosis dan fibrosis

Hepatitis Kronik Lobularis (HKL) ditandai adanya nekrosis dan Hepatitis Kronik Lobularis (HKL) ditandai adanya nekrosis dan peradangan minimal diluar segi tiga portal yang

peradangan minimal diluar segi tiga portal yang bersifat fokal.bersifat fokal.

HKP mempunyai prognosis yang baik, sedang HKA cenderung untuk HKP mempunyai prognosis yang baik, sedang HKA cenderung untuk menjadi cirrhosis hepatis.

menjadi cirrhosis hepatis.

Pembagian HK menjadi tiga kelompok lebih sesuai untuk evaluasi Pembagian HK menjadi tiga kelompok lebih sesuai untuk evaluasi penderita dengan penyakit hati auto imun,

penderita dengan penyakit hati auto imun, dan pembagian HK secaradan pembagian HK secara klasik lebih sesuai untuk evaluasi penderita Hepatitis Kronik akibat klasik lebih sesuai untuk evaluasi penderita Hepatitis Kronik akibat Hepatitis virus B dan Hepatitis virus C.

(3)

Infeksi Virus Hepatitis B Kronik

Definisi : bila pada seorang individu didapatkan HBsAg positif selama 6 bulan maka dikatakan individu tersebut menderita infeksi virus hepatitis B kronik. Definisi ini didasarkan atas fakta bahwa pada Hepatitis B akut HBsAg paling lama positif selama 6 bulan (Nielson, 1971)

Faktor resiko terpenting untuk terjadinya infeksi HBV kronik adalah umur penderita pada waktu terkena infeksi. Bila infeksi terjadi pada

waktu neonatus maka 90% bayi tersebut akan mengalami infeksi kronik. Bila infeksi terjadi pada umur 1-5 tahun maka infeksi kronik akan terjadi pada 25-50%. Sedangkan kronisitas hanya terjadi pada 5-10% individu yang terkena infeksi pada usia dewasa (Mc Mahon, 1985).

(4)

Gambaran histologi :

Gambaran histologi hepatitis B kronik sama dengan

hepatitis kronik pada umumnya. Untuk menilai derajad

keparahan penyakit harus dilihat tingkat replikasi virus.

Secara histologik tingkat replikasi HBV dapat dilihat dari

banyaknya partikel HBcAg dalam jaringan hati. Karena

itu pengecatan immunohistokimia untuk melihat HBcAg

dalam jaringan hati penting artinya. HBcAg dapat dilihat

dalam inti sel hati.

(5)

HBsAg Healthy Carrier = Pengidap HBsAg Sehat.

Definisi : adalah individu yang HBsAg positif yang tidak menunjukkan keluhan dan gejala penyakit hati, serta test fungsi liver yang normal. Sebagian dari pengidap HBsAg sehat pada biopsi hati menunjukkan kelainan hati (Sherlock dan Dooley,1997). Gambaran histologik

pengidap HBsAg sehat tampak adanya jaringan hati yang relatif sehat dengan kerusakan minimal, dan sering tampak sel2 dengan gambaran

“ground glass” (Hadziyannis et.al, 1973). Sel2 tersebut ternyata banyak mengandung partikel HBsAg dalam sitoplasmanya. Partikel HBsAg

tersebut dapat dilihat dengan pengecatan ORCEIN atau VICTORIA –

(6)

EPIDEMIOLOGI.

Infeksi hepatitis B kronik sedikitnya diderita oleh 300 juta orang

diseluruh dunia. Di Amerika dan Eropa 15-25% dari penderita infeksi hepatitis B kronik akan meninggal karena sirosis atau hepatoma.

Penelitian di Taiwan pria Cina dengan HBsAg positif antara 40-50% ( Beasley, 1982)

WHO membagi daerah menurut tingginya prevalensi infeksi HBV, men- jadi 3 kelompok : daerah dengan prevalensi tinggi, sedang dan rendah (

Kane et al,1990).

Daerah dengan endemisitas tinggi : penularan utama terjadi pada masa perinatal dan masa anak2. Batas terendah frekwensi HBsAg 10-15%. Daerah2 tersebut : Afrika, Asia timur, India, Cina, pulau2 dilautan Pacifik lembah Amazone, pesisir artik, sebagian negara2 timur tengah dan Asia kecil serta kepulauan Karibia.

(7)

Daerah endemis sedang : penularan pada masa

perinatal dan masa anak2 jarang. Frekwensi HBsAg

dalam populasi 2-10%. Daerah2 tersebut antara lain :

Eropa Selatan, Eropa Timur, sebagian Rusia, sebagian

negara Timur Tengah, Asia Barat sampai India, Jepang,

 Amerika Tengah dan Amerika Selatan.

Daerah endemisitas rendah :

Frekwensi HBsAg dalam populasi kurang dari 2%.

Penularan utama terjadi pada masa dewasa, penularan

pada masa perinatal dan masa anak2 sangat jarang.

Daerah-daerah endemisitas tersebut : Amerika Utara,

Eropa Barat, sebagian Rusia, Amerika Selatan, Australia

dan Selandia Baru.

(8)

Cara Penularan Infeksi HBV :

- penularan melalui kulit : melalui tusukan yang jelas misalnya : sunti-kan, transfusi darah atau produk dari darah, tatoo dll.

: melalui kulit tanpa tusukan yang jelas, mi – salnya melalui goresan atau abrasi kulit, peradangan kulit dll.

- penularan melalui selaput lendir : selaput lendir mulut, mata, hidung saluran makan bagian bawah dan selaput lendir genitalia.

penularan perinatal : dari ibu hamil yang mengidap infeksi HBV ke -pada bayi yang dilahirkannya.

- penularan infeksi HBV vertikal : dari ibu hamil HBsAg positif kepada bayi yang dikandungnya, dapat terjadi sebelum kelahiran atau prena tal (in utero), selama persalinan (perinatal) atau setelah persalinan (post natal)

(9)

Gejala dan perjalanan klinik (Natural History) infeksi HBV

kronik.

Sebagian besar penderita infeksi HBV kronik tidak 

mengalami keluhan, keluhan2 yang kadang2 ada misalnya

lemah, lelah, anoreksia.

 Ada tiga fase perjalanan klinik infeksi HBV kronik, yaitu :

1. Fase immune tolerance

2. Fase immune clearance

3. Fase residual HBV integration

(10)

1. Pada fase immune tolerance replikasi virus masih tinggi yang tampak dari tingginya titer HBsAg, HBeAg yang positif dan HBV DNA dalam

titer yang tinggi, dengan parameter biokimia yang normal. Perubahan histologik minimal atau dalam bentuk Hepatitis Kronik Persisten.

2. Pada fase immune clearance replikasi virus menurun, titer HBsAg rendah HBeAg masih positif dan anti HBe bisa sudah positif atau

masih negatif. Pemeriksaan biokimia menunjukkan gejala hepatitis, sedang histologik menunjukkan tanda2 Hepatitis Kronik Aktif.

3. Pada fase residual HBV integration sudah tidak ada tanda2

replikasi HBV. HBsAg positif titer rendah, HBeAg negatif, anti HBe positif. Biokimia normal atau bila ada berupa kadar albumin yang rendah. Histologik perubahan minimal atau sirosis. Bisa didapatkan hepatoma.

(11)

PENATALAKSANAAN INFEKSI HBV KRONIK.

Tujuan terapi :

1. Mengurangi kemungkinan penularan HBV

2. Eradikasi HBV.

3. Mencegah sirosis dan hepatoma.

(12)

Titik akhir yang ideal dalam eradikasi HBV adalah negatifnya HBV-DNA dengan pemeriksaan yang paling peka yaitu dengan PCR. Namun

tujuan ini seringkali sulit dicapai, oleh karena itu titik akhir yang lebih realistis yaitu negatifnya HBV-DNA dengan metode hibridisasi.

Hilangnya HBsAg secara spontan pada infeksi HBV akut menunjukkan kesembuhan dan prognosa yang baik. Tetapi hilangnya HBsAg secara spontan pada infeksi HBV kronik tidak selalu menunjukkan prognosa yang baik. Ini disebabkan pada penderita infeksi HBV kronik, dimana HBsAg sudah negatif masih mungkin masih ada viremia. Dan individu2 tersebut masih mungkin mengalami komplikasi. Untuk mereka masih diperlukan monitoring alfa fetoprotein dan USG untuk deteksi dini

hepatoma (Huo et.al.1998; McMahon, 1998).

Penatalaksanaan carrier HBV sehat : dilakukan follow-up setiap 6 bulan atau setiap tahun untuk memeriksa test fungsi hati. Bila kadar 

transaminase normal dilakukan kontrol 6 bulan lagi. Untuk diagnosis dini timbulnya hepatoma dianjurkan pemeriksaan alfa fetoprotein setiap

(13)

Beberapa pertimbangan pada pengelolaan HKB

1.

Nilai HBV-DNA serum 10

5

copies/ml atau kira-kira

20.000 IU/ml merupakan batas terendah untuk 

permulaan terapi. Pertimbangannya adalah HBV-DNA 

di bawah nilai tersebut tidak berkorelasi dengan

progresifitas penyakit atau batas aman untuk tidak 

berlanjut menjadi penyakit hati berat. Yang harus

diperhatikan adalah HKB dengan anti HBe positif 

sering mempunyai nilai HBV-DNA yang berfluktuasi.

2.

Nilai ALT sebaiknya dua kali atau lebih di atas nilai

normal.

Bila ALT normal sedangkan HBV-DNA dan HBeAg

positif, bisa kemungkinan :

a. Masih berada pada fase imunotoleran sehingga

tidak memerlukan terapi antivirus segera

b. Berada pada fase imunoaktif, sehingga terapi anti

viral harus diberikan.

(14)

Penatalaksanaan infeksi hepatitis B kronik.

 Ada tiga macam bentuk pengobatan terhadap infeksi HBV kronik :

1. Penggunaan obat2 yang mencegah proses replikasi virus, misalnya : interferon, acyclovir, ribavirin, phosponoformic acid (PFA), intercala-ting agent (quinacrine), adenine arabinoside, lamivudine

Dari golongan ini yang digunakan interferon dan adenine arabinoside (Scullard GH et al, 1981, Smith CL et al, 1983) dan lamivudine.

2. Penggunaan obat2 immunomodulator, misalnya : plasmaparesis, hepatitis immune RNA, levamisole, Bacillus Calmette Guerrin,

immunosupresif.

Dari golongan ini yang digunakan dan berkhasiat baik : immune RNA immuno supresif (Hoffnagle JH, 1985)

3. Biological Response Modifiers : misalnya Thymosin alfa. INTERFERON (IFN).

Interferon adalah suatu kelompok protein intraseluler yang normal ada dalam tubuh dan diproduksi oleh beberapa macam sel. IFN Alfa

diproduksi oleh limfosit-B, IFN Beta diproduksi oleh monosit fibroepitelial dan IFN gamma diproduksi oleh sel limfosit- T. Produksi interferon

(15)

Khasiat Interferon :

- anti viral - immunomodulator  - anti fibrotik - antiproliferatif.

IFN tidak memiliki khasiat antiviral langsung, tetapi merangsang terben-tuknya berbagai macam protein efektor yang mempunyai khasiat anti viral.

Tujuan utama terapi interferon pada hepatitis kronis adalah menekan se cara permanen replikasi virus atau membasminya sehingga dapat men-capai keadaan remisi penyakitnya. Indikasi pemberian IFN umumnya diberikan pada stadium replikasi dari perjalanan hepatitis B kronik, yang ditandai dengan kenaikan transaminase, HBeAg dan HBV DNA serum yang positif selama observasi 6 bulan (Perillo RP, 1989)

(16)

Beberapa faktor yang dapat memperkirakan keberhasilan

terapi hepatitis B kronik dengan IFN alfa :

- kadar transaminase yang tinggi (> 100 IU/L)

- kadar HBV DNA yang rendah (< 100 pg/ml)

- penyakit belum lama

- anamnestik pernah mengalami hepatitis akut

- wanita

- etnik non Asia

- tak ada penyakit lain yang berat (gagal ginjal,

(17)

Efek Immunomodulasi dari IFN.

IFN mempunyai efek mengekspresikan molekul HLA kelas I pada

membran hepatosit yang sangat diperlukan agar sel T sitotoksik dapat mengenali sel2 hepatosit yang terkena infeksi HBV yang biasanya juga mengekspresikan antigen sasaran (target antigen) dari HBV pada mem-bran hepatosit.

Side efek IFN : lemah, lesu, demam (sering menggigil), rambut rontok, depresi atau gangguan emosi. Sedangkan efek anti proliferatif dari IFN dapat menimbulkan lekopenia dan thrombocytopenia (Maddrey,1993). Pengobatan dihentikan/diturunkan dosisnya bila lekosit < 1000/mm3 dan

(18)

Dosis dan lama pemberian IFN : untuk Hepatitis B kronik 

IFN diberikan dengan dosis 5-10 juta Unit 3 kali

seminggu selama 3-6 bulan. Keberhasilan terapi

ditunjukkan dengan adanya ALT yang normal dan

hilangnya HBeAg dan HBV-DNA.

Hasil terapi IFN untuk Hepatitis B kronik masih jauh dari

memuaskan. Diperkirakan bahwa hilangnya HBeAg

dan HBV-DNA hanya sekitar 30-40% kasus yang

diterapi, dan diperkirakan 10-15% responder akan

mengalami reaktifasi. Pada penderita yang tidak diterapi

penyembuhan spontan sekitar 10-15% (Liaw,1997).

(19)

Respon penderita hepatitis B kronik terhadap terapi IFN alfa. Berbagai macam respon hepatitis B kronik terhadap IFN alfa :

a. Respon komplit : replikasi HBV ditekan, HBsAg menghilang, dan umumnya muncul anti-HBs.

b. Respon tidak komplit : replikasi HBV berhasil ditekan, HBV-DNA ne gatif, HBeAg negatif, anti HBe positif tetapi HBsAg tetap positif. Hal ini terjadi pada kasus dimana telah terjadi integrasi HBVDNA da -lam DNA hepatosit.

c. Tidak ada respon. Replikasi HBV tidak berhasil ditekan. Baik HBV-DNA maupun HBeAg tetap positif.

(20)

Kelainan extrahepatik pada terapi hepatitis kronik B dengan IFN : dapat menyebabkan glomerulonephritis membranosa dan poliarteritis nodosa Kontraindikasi pemberian IFN : pada sirosis dekompensata, depresi. Pemberian IFN dapat mencegah hepatoma. Pada penelitian dengan

pemberian IFN dosis 3 juta Unit setiap hari selama 10 hari, yang diulang dengan interval 12 minggu dapat mencegah hepatoma pada penderita sirosis dengan HBsAg positif. (Oon, 1997).

Untuk meningkatkan angka keberhasilan terapi hepatitis B kronik

dengan IFN, yaitu dengan meningkatkan lamanya pemberian IFN. Misal nya dari pemberian 10 juta unit 3 kali seminggu selama 16 minggu men

(21)

THYMOSIN ALFA I :

Thymosin adalah suatu jenis sitokin yang dalam keadaan

alami ada dalam ekstrak thymus. Sekarang sudah

tersedia sediaan peroral dan parenteral. Efek obat ini

dapat merangsang fungsi sel limfosit. Pemberian obat ini

pada penderita hepatitis B kronik dapat menurunkan

replikasi HBV dan menurunkan kadar atau

menghilangkan HBV-DNA. Keunggulan obat ini

dibandingkan dengan IFN tidak adanya efek samping

seperti pada IFN. Kombinasi dengan IFN akan

meningkatkan efektifitas interferon

(22)

 ANALOG NUKLEOSID :

Nukleosid diperlukan untuk pembentukan RNA dalam proses replikasi virus. Analog nukleosid adalah suatu zat yang sangat mirip dengan nukleosid, sehingga kalau diberikan maka akan terjadi persaingan dengan nukleosid dengan akibat replikasi virus yang bersangkutan terganggu. Analog nukleosid yang diketahui dapat menghambat replikasi HBV adalah Lamivudin, Famciclovir dan Ganciclovir. Terapi Lamivudin pada hepatitis B kronik :

Lamivudin adalah suatu enantiomer (-) dari 3’ thiacytidine yang merupa -kan suatu analog nukleosid. Nukleosid berfungsi dalam pembentu-kan pregenom, sehingga analog nukleosid akan bersaing dengan nukleosid sesungguhnya.

(23)

Lamivudin berkhasiat menghambat enzim reverse

transkriptase yang berfungsi dalam transkripsi balik dari

RNA menjadi DNA yang terjadi dalam siklus replikasi

HBV.

Lamivudin mencegah adanya infeksi hepatosit yang

belum terinfeksi, tetapi tidak mempengaruhi sel2 yang

telah terinfeksi karena pada sel2 yang telah terinfeksi

DNA ada dalam keadaan covalent closed circular

(cccDNA). Karena itu setelah obat dihentikan maka titer

HBV-DNA akan kembali lagi seperti semula karena sel2

yang telah terinfeksi akhirnya memproduksi virus lagi.

(24)

Efek farmakologis Lamivudin pada penderita hepatitis B kronik : - menurunkan kadar HBV-DNA

- menurunkan kadar HBeAg dan HBsAg

- serokonversi HBeAg menjadi anti-HBe (8%)

- perbaikan gambaran klinis (terutama penderita dengan sirosis), penurunan kadar SGPT, kenaikan kadar albumin dan penurunan ascites dan oedem.

- perbaikan gambaran histologi.

Penderita hepatitis B kronik yang diberikan pengobatan dengan Lamivu-din perlu dilakukan monitoring setelah pengobatan dihentikan karena

(25)

Infeksi virus hepatitis C kronik

Epidemiologi infeksi hepatitis C :

Menurut WHO kira2 1% penduduk dunia terinfeksi virus hepatitis C. Pre valensi dari antibodi terhadap virus hepatitis C (VHC) pada donor darah bervariasi dari sekitar 0.2% di Eropa utara sampai 1.5% di Jepang dan Eropa selatan. Prevalensi 17.5% di Kamerun dan 6% di Afrika.

Prevalensi VHC pada penderita haemofilia dan penyalahgunaan obat terlarang dapat mencapai 90%. Resiko terinfeksi VHC melalui

hubungan seksual rendah. Transmisi secara horisontal memegang peranan penting dibandingkan dengan transmisi secara vertical. Prevalensi infeksi VHC pada anak2 rendah. Transmisi infeksi VHC adalah secara parenteral dan perkutan.

Infeksi hepatitis C 50-70% menjadi kronis. Kejadian sirosis hati dan hepatoma pada penderita yang terinfeksi virus hepatitis C banyak dilaporkan. Resiko kumulatif pertahun terhadap timbulnya hepatoma kira kira sekitar 1% pada penderita tanpa sirosis dan 3-10% pada penderita sirosis hati.

(26)

Pengobatan Hepatitis C kronik :

Digunakan interferon alfa dan beta serta

kombinasi dengan Ribavirin. Keberhasilan

pengobatan dengan interferon bervariasi. Pada

umumnya 50% dari kasus ALT dapat menjadi

normal selama pengobatan. Setelah

pengobatan dihentikan, kurang lebih hanya

15-25% yang berhasil. Keberhasilan terapi

dipengaruhi genotip virus, derajat viremia, umur

pejamu status immunologi serta adanya sirosis.

(27)

Pengobatan standar yang dianjurkan pada

penderita HCK adalah :

Kombinasi Peg-IFN + RBV kecuali khusus

genotipe 2 dan 3 dapat digunakan kombinasi

IFN standar + RBV.

Tujuan pengobatan pada penderita HCK :

1. Tujuan primer (sembuh): eradikasi virus,

proses nekroinflamasi dan fibrosis berhenti, dan

keluhan/gejala hilang.

2. Tujuan sekunder: menghambat/mencegah

progresifitas penyakit, yaitu fibrosis sirosis,

sirosis hati dekompensata, karsinoma hati.

(28)

Ukuran keberhasilan pengobatan adalah :

Tercapainya respon virologik menetap, yaitu HCV-RNA 

tidak terdeteksi dalam darah penderita setelah 6 bulan

berakhirnya terapi anti viral, perbaikan temuan

histopatologi (nekroinflamasi berhenti dan regresi

fibrosis hati), dan kualitas hidup penderita meningkat.

Syarat terapi anti viral :

1.

Bersedia mematuhi program terapi

2.

Hati kompensata

3.

Tidak ada kontra indikasi obat

4.

Tidak ada penyakit penyerta yang berat

5.

Tidak hamil (bersedia tidak hamil selama terapi)

6.

Berhenti minum alkohol dan narkoba

7.

Usia 18-70 tahun (relatif)

8.

Nilai ALT abnormal atau normal dengan pertimbangan

(29)

Obat anti viral

Rekomendasi terapi HCK adalah kombinasi suntik 

interferon (IFN) standar atau pegylated interferon

dengan ribavirin (RBV).

Dosis yang dianjurkan :

1. Dosis IFN standar 3-5 juta unit, suntik seminggu 3 kali

2. Dosis Peg-IFN alfa-2a dosis 180

g (satu dosis);

alfa-2b 1,5

g/kgBB/kali suntik seminggu sekali

3. Dosis RBV berdasarkan berat badan (diberikan tiap

hari dengan dosis dua kali sehari):

BB < 55 kg : 800 mg/hari

BB 56-75 kg : 1000 mg/hari

BB > 75 kg : 1200 mg/hari

4. Jangka terapi: pada genotipe 1 & 4 selama 48

minggu; genotipe 2 & 3 : 24 minggu.

Referensi

Dokumen terkait

Jadi penerapan mesin absensi sidik jari (fingerprint) sangat efektif dalam penggunaannya karena hanya menggunakan sidik jari pegawai dan tidak merepotkan penggunanya,

Tahapan pembibitan di Kebun Teluk Bakau menggunakan sistem dua tahap (double stage), yang terdiri dari pembibitan awal (pre-nursery) selama kurang lebih 3 bulan pada

Bahan organik tanah selain sebagai sumber hara tanah, juga merupakan salah satu bahan pembentuk agregat tanah yang berperan sebagai bahan perekat antar partikel tanah untuk

Nilai Ekonomi Sampah Kertas di Kota Medan Nilai ekonomi dari pengumpulan dan penjualan kertas bekas yang tertinggi dari kelompok pengumpul kertas bekas adalah nilai

Direct Obstetric deaths, yaitu kematian ibu yang langsung disebabkan oleh komplikasi obstetric pada masa hamil, bersalin dan nifas atau kematian yang disebabkan oleh

Hal ini menunjukkan bahwa responden yang peneliti temui memang setuju jika Elna Cake &amp; Bakery memiliki kualitas kesesuaian dimana menjadikan produk tersebut mencapai

Kegiatan yang dilakukannya adalah tahap verifikasi dan registrasi pasien, menerima pasien, dan tindakan medis rumah sakit, rekomendasi rujuk rawat inap atau rujuk ke instalasi

Työn tavoitteena oli laskea energia- ja kasvihuonekaasutaseet ja vältetyn CO 2 -ekvivalenttitonnin hinta ver- tailupolttoaineisiin nähden liikenteen biopolttoaineiden tuotannolle