• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Praktikum Salep Mata Acyclovir

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Laporan Praktikum Salep Mata Acyclovir"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PRAKTIKUM

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL

TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL

Sediaan Steril Salep Mata Acyclovir 3%

Sediaan Steril Salep Mata Acyclovir 3%

Disusun oleh: Disusun oleh:

Fitriyanti Dwi Rahayu

Fitriyanti Dwi Rahayu

P17335116016

P17335116016

Dosen Pembimbing: Dosen Pembimbing:

Siska Tri Apriyoanita, S.Farm.

Siska Tri Apriyoanita, S.Farm.

POLTEKKES KEMENKES BANDUNG

POLTEKKES KEMENKES BANDUNG

JURUSAN FARMASI

JURUSAN FARMASI

2018

2018

(2)
(3)

OTM ACYCLOVIR 0,5% OTM ACYCLOVIR 0,5%

I.

I. TUJUAN PRAKTIKUMTUJUAN PRAKTIKUM

Mahasiswa mampu membuat formulasi, melaksanakan pembuatan sediaan dan Mahasiswa mampu membuat formulasi, melaksanakan pembuatan sediaan dan melakukan evaluasi sediaan steril obat salep mata dengan bahan aktif melakukan evaluasi sediaan steril obat salep mata dengan bahan aktif Acyclovir 3%

Acyclovir 3% II.

II. PENDAHULUANPENDAHULUAN

Obat merupakan sedian atau paduan bahan-bahan yang siap digunakan Obat merupakan sedian atau paduan bahan-bahan yang siap digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan,  peningkatankesehatan,

 peningkatankesehatan, dan dan kontrasepsi. kontrasepsi. Obat Obat didefinisikan didefinisikan sebagai sebagai suatu suatu zatzat yang digunakan dalam diagnosis, mengurangi rasa sakit, mengobati atau yang digunakan dalam diagnosis, mengurangi rasa sakit, mengobati atau mencegah penyakit pada manusia atau hewan (Ansel and Allen, 2014).

mencegah penyakit pada manusia atau hewan (Ansel and Allen, 2014).

Berdasarkan cara pemberiannya, obat dapat diklasifikasikan kedalam 5 Berdasarkan cara pemberiannya, obat dapat diklasifikasikan kedalam 5  jenis yaitu

 jenis yaitu oral, perektal, oral, perektal, sublingual, parenteral sublingual, parenteral serta serta langsung ke organ langsung ke organ sepertiseperti intrakardial (Anief, 2006). Berdasarkan beberapa cara pemberian obat diatas, intrakardial (Anief, 2006). Berdasarkan beberapa cara pemberian obat diatas,  pemberian

 pemberian obat obat secara secara oral oral merupakan pilihan merupakan pilihan yang paling yang paling banyak digunakan.banyak digunakan.  Namun

 Namun pemberian pemberian obat obat secara secara oral oral juga juga memiliki memiliki beberapa beberapa kelemahan kelemahan yaituyaitu tidak dapat diberikan pada pasien yang tidak sadar dan efek yang diberikan tidak dapat diberikan pada pasien yang tidak sadar dan efek yang diberikan tidak segera karena obat harus diabsorpsi terlebih dahulu sebelum masuk ke tidak segera karena obat harus diabsorpsi terlebih dahulu sebelum masuk ke sistem sistemik, sehingga jika diberikan pada pasien dengan penanganan gawat sistem sistemik, sehingga jika diberikan pada pasien dengan penanganan gawat darurat pengobatan dengan sediaan oral tidak efektif. Oleh karena itu dibuat darurat pengobatan dengan sediaan oral tidak efektif. Oleh karena itu dibuat alternatif sediaan optalmik, dimana sediaan optalmik dapat memberikan efek alternatif sediaan optalmik, dimana sediaan optalmik dapat memberikan efek lokal karena obat langsung digunakan pada or

lokal karena obat langsung digunakan pada organ yang dikehendaki.gan yang dikehendaki.

Sediaan ophthalmic adalah bentuk sediaan khusus yang dirancang untuk Sediaan ophthalmic adalah bentuk sediaan khusus yang dirancang untuk diaplikasikan ke permukaan luar mata (topikal), diberikan di dalam diaplikasikan ke permukaan luar mata (topikal), diberikan di dalam (intraokular) atau berdekatan (periokular) ke mata, atau digunakan bersamaan (intraokular) atau berdekatan (periokular) ke mata, atau digunakan bersamaan dengan perangkat oftalmik. Persiapannya mungkin memiliki beberapa tujuan, dengan perangkat oftalmik. Persiapannya mungkin memiliki beberapa tujuan, terapeutik, profilaksis atau paliatif untuk agen yang diberikan secara topikal, terapeutik, profilaksis atau paliatif untuk agen yang diberikan secara topikal, termasuk tindakan

termasuk tindakan mekanik, mekanik, agen agen kimia dan kimia dan biokimiawi ybiokimiawi yang dang digunakanigunakan dalam perawatan peralatan okular, dan profilaksis jaringan selama atau setelah dalam perawatan peralatan okular, dan profilaksis jaringan selama atau setelah

(4)

operasi. Karena bahaya terkait dengan pemakaian tunggal maupun operasi. Karena bahaya terkait dengan pemakaian tunggal maupun berulang-ulang, sediaan intraokular dan periokular terbatas pada aplikasi terapeutik atau ulang, sediaan intraokular dan periokular terbatas pada aplikasi terapeutik atau tambahan operasi (Abate & Abel, 2006).

tambahan operasi (Abate & Abel, 2006).

Sediaan farmasi yang diaplikasikan secara topikal ke mata untuk Sediaan farmasi yang diaplikasikan secara topikal ke mata untuk merawat permukaan atau kondisi intraokular, termasuk bakteri, jamur, dan merawat permukaan atau kondisi intraokular, termasuk bakteri, jamur, dan infeksi virus pada mata atau kelopak mata; alergi atau konjungtivitis menular infeksi virus pada mata atau kelopak mata; alergi atau konjungtivitis menular atau pembengkakan; tekanan intraokular tinggi dan glaukoma; dan mata kering atau pembengkakan; tekanan intraokular tinggi dan glaukoma; dan mata kering karena produksi caran yang tidak seimbang di mata. Dalam mengobati tertentu karena produksi caran yang tidak seimbang di mata. Dalam mengobati tertentu kondisi oftalmik, seperti glaukoma, baik penggunaan obat sistemik maupun kondisi oftalmik, seperti glaukoma, baik penggunaan obat sistemik maupun  pengobatan

 pengobatan topikal topikal bisa bisa digunakan. digunakan. Volume Volume cairan cairan air air mata mata yang yang normal normal didi kantun

kantung mata manusia sekitar 7 sampai 8 g mata manusia sekitar 7 sampai 8 μL (Allen & Ansel, 2014).μL (Allen & Ansel, 2014).

Mata yang tidak berkedip bisa menampung maksimum sekitar 30 μL Mata yang tidak berkedip bisa menampung maksimum sekitar 30 μL cairan, tapi saat berkedip, hanya bisa menampung 10 μL. Karena kapasitas cairan, tapi saat berkedip, hanya bisa menampung 10 μL. Karena kapasitas mata mempertahankan sediaan cair dan semi padat terbatas, aplikasi topikal mata mempertahankan sediaan cair dan semi padat terbatas, aplikasi topikal diberikan dalam

diberikan dalam jumlah kecil, ujumlah kecil, untuk cairan ntuk cairan diberikan diberikan tetes demi tetes, dtetes demi tetes, danan untuk salep seperti pita tipis yang diaplikasikan pada garis dari kelopak mata. untuk salep seperti pita tipis yang diaplikasikan pada garis dari kelopak mata. Volume cairan yang lebih besar bisa digunakan untuk membasuh dan mencuci Volume cairan yang lebih besar bisa digunakan untuk membasuh dan mencuci mata (Allen & Ansel, 2014).

mata (Allen & Ansel, 2014).

Kategori obat utama yang diterapkan secara topikal untuk mata adalah Kategori obat utama yang diterapkan secara topikal untuk mata adalah sebagai berikut (Allen & Ansel, 2014) :

sebagai berikut (Allen & Ansel, 2014) : 1.

1. Anestetik: anestesi topikal, seperti tetrakain, kokain, danAnestetik: anestesi topikal, seperti tetrakain, kokain, dan  proparakain,

 proparakain, digunakan digunakan untuk untuk pereda pereda nyeri nyeri sebelum sebelum operasi, operasi, pascapasca operasi, untuk trauma oftalmik, dan selama pemeriksaan ophthalmic. operasi, untuk trauma oftalmik, dan selama pemeriksaan ophthalmic. 2.

2. Agen antibiotik dan antimikroba: Digunakan secara sistemik danAgen antibiotik dan antimikroba: Digunakan secara sistemik dan lokal untuk melawan infeksi oftalmik.

lokal untuk melawan infeksi oftalmik. Diantara agen yang digunakanDiantara agen yang digunakan topikal adalah azitromisin, gentamisin sulfat, natrium sulfasetamida, topikal adalah azitromisin, gentamisin sulfat, natrium sulfasetamida, siprofloksasin hidroklorida, oflooksasin, polymyxin B-bacitracin, siprofloksasin hidroklorida, oflooksasin, polymyxin B-bacitracin, dan tobramycin.

dan tobramycin. 3.

3. Agen antijamur: Diantara agen yang digunakan topikal terhadapAgen antijamur: Diantara agen yang digunakan topikal terhadap endophthalmitis jamur dan keratitis jamur adalah amfoterisin B, endophthalmitis jamur dan keratitis jamur adalah amfoterisin B, natamycin, dan flucytosine.

(5)

4. Agen anti-inflamasi: Digunakan untuk mengobati radang mata, sebagai alergi konjungtivitis. Di antara topikal anti- inflamasi agen steroid adalah fluorometholon, prednisolon, dan garam dexamethasone. Agen antiinflamasi nonsteroid adalah diklofenak, flurbiprofen, ketorolak, dan suprofen.

5. Agen antiviral: Digunakan untuk melawan infeksi virus, seperti yang disebabkan oleh virus herpes simpleks. Diantara agen antiviral yang digunakan secara topikal adalah trifluridin, gansiklovir, dan vidarabin.

6. Astringents: Digunakan dalam pengobatan konjungtivitis. Seng sulfat sering digunakan sebagai astringent dalam larutan oftalmik. 7. Agen pemblokir beta-adrenergik: Agen semacam itu seperti

 betaxolol hydrochloride, levobunolol hidroklorida, metipranolol hidroklorida, dan timolol maleat digunakan secara topikal dalam  pengobatan tekanan intraokular dan glaukoma sudut terbuka kronis. 8. Miotik dan agen glaukoma lainnya: Miotik digunakan dalam

 pengobatan glaukoma, esotropia akomodatif, dan konvergen strabismus dan untuk pengobatan lokal dari myasthenia gravis. Beberapa jenis lainnya agen digunakan dalam perawatan glaukoma, inhibitor, seperti acetazolamide (oral); beta-blocker, seperti timolol; alfaadrenergik agen, seperti apraclonidine hidroklorida; simpatomimetik.

Aciclovir aktif melawan virus herpes simplex tipe 1 dan tipe 2 dan melawan virus varicella-zoster. Aksi ini memerlukan konversi intraseluler dari asiklovir oleh viral kinase thymidine ke monofosfat dengan konversi  berikutnya oleh enzim seluler ke difosfat dan triphosphate aktif. Bentuk aktif ini menghambat sintesis DNA virus dan replikasi dengan menghambat enzim DNA polimerase herpes virus serta dimasukkan ke dalam DNA virus. Proses ini sangat selektif untuk sel yang terinfeksi. Studi pada hewan dan in vitro telah menemukan berbagai kepekaan tetapi menunjukkan bahwa virus target dihambat oleh konsentrasi asiklovir yang mudah dicapai secara klinis. Virus

(6)

herpes simplex tipe 1 tampaknya paling rentan, kemudian tipe 2, diikuti oleh virus varicella-zoster. Virus Epstein-Barr dan CMV juga rentan terhadap asiklovir pada tingkat yang lebih rendah. Namun, untuk CMV tampaknya tidak diaktifkan oleh timidin kinase dan dapat bertindak melalui mekanisme yang  berbeda. Virus Epstein-Barr mungkin telah mengurangi aktivitas timidin kinase

tetapi DNA polymerase-nya sangat sensitif terhadap penghambatan oleh aciclovir triphosphate, yang dapat menjelaskan aktivitas parsial . Aciclovir tidak memiliki aktivitas melawan virus laten, tetapi ada beberapa bukti yang menghambat herpes simplexvirus laten pada tahap awal reaktivasi

III. TINJAUAN PUSTAKA 3.1 Anatomi dan Fisiologi Mata

Karakteristik anatomi dan mekanisme fisiologis melindungi mata terhadap efek eksternal yang beracun. Mekanisme ini termasuk struktur spesifik kornea, berkedip,  baseline dan refluks lachrymation, drainase, komposisi air mata film dan

sensitivitas kornea. Kombinasi dari semua karakteristik mekanistik, anatomi dan fisiologis mempertahankan integritas mata, bersama-sama dengan sifat imunologi dan antimikroba dari cairan lachrymal.

3.1.1 Struktur Mata

Sumber : Bouwman, 2009.

(7)

Gambar 3.1 menunjukkan secara skematis struktur mata manusia. Secara rinci struktur kornea ditunjukkan. Kornea memisahkan aqueous humor dari cairan lachrymal dan melindungi struktur internal mata yang halus dari pengaruh eksternal. Kornea adalah jaringan avaskular yang jelas di mana nutrisi dan oksigen dipasok oleh cairan air mata dan aqueous humor. Ini terdiri dari lima lapisan: epitel lipofilik berlapis, membran Bowman, stroma hidrofilik, membran Descemet dan endotelium lipofilik. Sel-sel epitel erat dikemas bersama seperti trotoar, membentuk tidak hanya penghalang yang efektif untuk sebagian besar mikro-organisme, tetapi juga untuk penyerapan zat aktif. Permeabilitas rendah kornea adalah karena adanya persimpangan yang ketat antara sel-sel epitel. Sel-sel epitel kornea superfisial dieksfoliasi dari permukaan okular, kehidupan rata-rata mereka adalah 4-8 hari. Kornea sangat disarafi dengan saraf sensorik, yang melayani fungsi sensorik dan refleks penting (Bouwman, 2009).

Bola mata memiliki dinding yang terdiri dari tiga lapisan: lapisan luar atau sklera dan kornea, lapisan tengah atau mantel uveal dan lapisan bagian dalam atau retina. Kornea tidak memiliki pembuluh darah dan sklera hanya sedikit, akibatnya pasokan imunoglobulin ke jaringan-jaringan ini terbatas. Oleh karena itu pengobatan infeksi sulit. Konjungtiva adalah membran transparan tipis, yang melapisi permukaan bagian dalam kelopak mata dan direfleksikan ke dunia. Konjungtiva terdiri dari tiga bagian: bulbar pada permukaan mata (sklera), fornix atau kantung konjungtiva dan palpebra pada sisi dalam kelopak mata. Konjungtiva  bulbar terletak pada sclera dan hanya menempel pada sclera pada limbus. Strukturnya menyerupai palisade dan lebih permeabel daripada kornea (Bouwman, 2009).

3.1.2 Tear Film and Lachrymal Secretion

Kelenjar air mata mengeluarkan cairan lachrymal, yang menyebar di  bagian mata yang terbuka membentuk lapisan sobekan precorneal. Sebuah film utuh melindungi permukaan okular dari pengeringan. Hasil saring hasil dari unit fungsional lachrymal yang terdiri dari (Bouman, 2009):

 Lachrymal glands  Permukaan mata

(8)

 Saraf sensorik yang terlibat Lapisan sobek adalah campuran dari beberapa  produk ekskresi

 Fluida encer (95% air, garam, glukosa , urea, protein) disekresikan oleh kelenjar air mata

 Soluble mucins yang diproduksi oleh sel goblet yang ada di konjungtiva  Lipid dari kelenjar Meibom yang tertanam di piring tarsal kelopak mata

Komposisi lipid disimpan dalam batas fisiologis oleh androgen.

Penurunan sekresi mereka pada orang tua adalah salah satu alasan untuk  pengembangan sindrom mata kering. Pasien dengan disfungsi kelenjar Meibomian menunjukkan tingkat penguapan film air mata yang tinggi dan osmolalitas air mata yang tinggi (Bouwman, 2009).

Struktur film sobekan Menurut “tiga lapisan teori”, film sobekan terdiri dari lapisan lipid superfisial, lapisan berair sentral dan lapisan lendir bagian dalam. Tidak ada pemisahan yang jelas antara lapisan berair dan lapisan lendir karena mucin dilarutkan dalam lapisan berair. Untuk menjaga integritas film air mata adalah yang paling penting selama pemberian obat tetes mata. Peran glikokaliks sangat penting. Glikokaliks terdiri dari anionik membran-spanning atau mucins terkait-membran disekresikan oleh sel-sel epitel kornea dan konjungtiva. Karena sifatnya yang mengikat kelembaban maka ia menstabilkan film air mata. Terlebih lagi lapisan lipid superfisial mencegah penguapan lapisan berair kental sentral (Bouwman, 2009).

Sekitar 1,2 microlitres cairan lachrymal disekresi per menit. Fungsi cairan lachrymal adalah (Bouwman, 2009):

 Peningkatan atau pemeliharaan kualitas optik penglihatan (homeostasis)  Pelumasan bola mata

 Penghapusan benda asing

 Pasokan nutrisi ke permukaan okular

 Pertahanan terhadap infeksi (virus dan bakteri)  Oksigen transportasi ke epitel kornea avaskular

Larutan cairan air mata yang disekresikan menyebar ke permukaan okular oleh kelopak mata (precorneal tear film) dan didistribusikan ke kantung konjungtiva

(9)

selama berkedip. Sementara itu air mata menyapu kantus medial dan dikeringkan melalui puncta, canaliculi, kantung lachrymal dan nasolachrymal duct yang membuka ke bagian hidung inferior. Volume cairan sobekan precorneal berjumlah sekitar 7 mikroliter. Kantung konjungtiva dapat menampung sekitar 30 mikroliter, tetapi pada beberapa orang hanya 20 mikroliter atau bahkan kurang. Lapisan air mata menguap pada tingkat 6-12 mikroliter per jam (Bouwman, 2009).

Mekanisme Imunologi dan Antibakteri dari Mata Permukaan okular adalah domain dari sistem kekebalan mukosa. Sistem ini memainkan peran penting dalam memerangi infeksi dengan membunuh mikro-organisme. Ini terdiri dari kelenjar air mata, konjungtiva dan struktur terkait. Selain imunoglobulin, enzim dan komponen bakterisida hadir: IgA, lisozim, laktoferin, lipocalins, cathelicidine dan mungkin beta-defensins. Lipocalin dianggap sebagai komponen yang paling  penting dalam menghilangkan racun (phospho) lipid dan asam lemak dari  permukaan okular. Eliminasi diperlukan, jika tidak hanya hidrasi parsial dari

epitel kornea akan terjadi, yang dapat menyebabkan ulserasi (Bouwman, 2009).

3.2 Pengertian Sediaan Obat Mata

Sediaan obat mata adalah sediaan cair, semi-padat atau padat steril yang ditujukan untuk pemberian pada bola mata dan / atau ke konjungtiva atau untuk dimasukkan ke dalam kantung konjungtiva (Council of Europe, 2005). Sediaan obat mata adalah bentuk sediaan khusus yang dirancang untuk ditanamkan ke  permukaan luar mata (topikal), diberikan di dalam mata (intraokular) atau  berdekatan dengannya (periokular, misalnya, juxtascleral atau subtenon), atau digunakan bersama dengan perangkat oftalmik. Sediaan mungkin memiliki  beberapa tujuan (misalnya, terapi, profilaksis, atau paliatif untuk agen yang

diberikan secara topikal) tetapi termasuk tindakan mekanik, kimia, dan biokimia dari agen yang digunakan dalam perawatan peralatan okular dan profilaksis  jaringan selama atau setelah pembedahan. (Felton, 2013). Guttae Ophthalmicae

(obat tetes mata) adalah sediaan steril, berupa larutan jernih atau suspensi, bebas  partikela sing, digunakan untuk mata engan cara meneteskan obat pada selaput

(10)

3.3 Bentuk Sediaan Obat Mata

Obat mata tersedia dalam berbagai bentuk sediaan, beberapa diantaranya memerlukan perhatian khusus (Felton, 2013)

1. Obat tetes mata

Obat tetes mata adalah larutan atau suspensi steril berair atau suspensi dari satu atau lebih zat aktif yang ditujukan untuk berangsur-angsur ke mata. Tetes mata dapat mengandung eksipien, misalnya, untuk menyesuaikan tonisitas atau viskositas persiapan, untuk menyesuaikan atau menstabilkan  pH, untuk meningkatkan kelarutan zat aktif, atau untuk menstabilkan  persiapan. Zat-zat ini tidak mempengaruhi tindakan obat yang dimaksudkan atau, pada konsentrasi yang digunakan, menyebabkan iritasi lokal yang tidak semestinya.

2.  Eye lotion

 Eye lotion adalah larutan berair steril yang dimaksudkan untuk digunakan dalam mencuci air bekas mata untuk menghilangkan tekanan. Eye lotion mungkin mengandung eksipien, misalnya untuk menyesuaikan tonisitas atau viskositas persiapan atau untuk menyesuaikan atau menstabilkan pH. Zat-zat ini tidak mempengaruhi tindakan yang dimaksudkan atau, pada konsentrasi yang digunakan, menyebabkan iritasi lokal yang tidak semestinya. Eye lotion yang dipasok dalam wadah multidose mengandung  pengawet antimikroba yang sesuai dalam konsentrasi yang tepat kecuali  bila sediaan itu sendiri memiliki sifat antimikroba yang memadai.

3.  Porder of eyes drops and powders for eye lotions

Serbuk untuk sediaan tetes mata dan lotion mata disediakan dalam bentuk kering, steril untuk dibubarkan atau ditunda dalam kendaraan cair yang sesuai pada saat pemberian. Mereka mungkin mengandung eksipien untuk memfasilitasi pembubaran atau dispersi, untuk mencegah penggumpalan, untuk menyesuaikan tonisitas, untuk menyesuaikan atau menstabilkan pH atau untuk menstabilkan persiapan. Setelah pembubaran atau suspensi dalam cairan yang ditentukan, mereka mematuhi persyaratan untuk tetes mata atau lotion mata yang sesuai.

(11)

4. Sediaan mata semisolid

Sediaan mata semi-padat adalah salep steril, krim atau gel yang dimaksudkan untuk aplikasi ke konjungtiva. Sediaan ini mengandung satu atau lebih zat aktif yang dilarutkan atau didispersikan dalam basis yang sesuai. Sediaan ini memiliki penampilan yang homogen. Sediaan mata semi-solid memenuhi persyaratan monografi pada persiapan semi-solid untuk aplikasi kulit. Dasarnya tidak menyebabkan iritasi pada konjungtiva. Sediaan mata semi-solid dikemas dalam tabung kecil yang bisa disterilkan dan dipasang dengan kanula atau dilengkapi dengan kanula dan memiliki kandungan tidak lebih dari 5 gram persiapan. Tabung harus tertutup dengan baik untuk mencegah kontaminasi mikroba. Sediaan mata semi-solid juga dapat dikemas dalam wadah dosis tunggal yang dirancang dengan tepat. Wadah, atau nosel tabung, berbentuk seperti untuk memudahkan administrasi tanpa kontaminasi.

5. Ophthalmic insert

Ophthalmic insert   adalah preparat steril, padat atau semi-padat dengan ukuran dan bentuk yang sesuai, yang dirancang untuk dimasukkan ke dalam kantung konjungtiva, untuk menghasilkan efek okular. Sediaan ini umumnya terdiri dari reservoir zat aktif yang tertanam di amatrix atau dibatasi oleh membran pengontrol laju. Zat aktif, yang kurang lebih larut dalam cairan fisiologis, dilepaskan selama periode waktu yang ditentukan. Ophthalmic inserts  didistribusikan secara individual ke dalam wadah steril.

3.4 Biofarmasetika

Pemberian zat aktif harus mencapai jaringan target mereka. Oleh karena itu obat tetes mata harus memenuhi persyaratan tertentu. Sifat-sifat berikut ini penting (Bouwman, 2009):

 Lipofilisitas bahan aktif farmasi (zat aktif)  Konsentrasi zat aktif

 Pengenceran oleh cairan dan cairan lachrymal  Viskositas lapisan air mata

(12)

  Nilai pH dan kapasitas buffer dari sediaan   Nilai osmotik dari sediaan

3.5 Bahaya Sediaan Tidak Steril

Kemungkinan infeksi okular yang serius yang dihasilkan dari penggunaan larutan ophthalmic yang terkontaminasi telah banyak didokumentasikan dalam literatur. Solusi seperti itu telah berulang kali menjadi penyebab bisul kornea dan  bahkan kehilangan penglihatan. Larutan yang terkontaminasi telah ditemukan untuk digunakan di kantor dokter, klinik mata, dan ruang perawatan industri, dan telah ditiadakan pada resep di apotek komunitas dan rumah sakit. Mikroba yang paling sering ditemukan sebagai kontaminan adalah kelompok staphylococci. Pseudomonas aeruginosa adalah kontaminan yang kurang umum, dan larutan yang  paling sering ditemukan terkontaminasi adalah sodium fluorescein (Felton, 2013).

 Ps. aeruginosa (Bacillus pyocyaneus; Pseudomonas pyocyanea; blue pus bacillus) adalah organisme yang sangat berbahaya dan oportunistik yang tumbuh dengan baik di sebagian besar media kultur dan menghasilkan racun dan produk antibakteri yang terakhir cenderung membunuh kontaminan lain dan memungkinkan  Ps. aeruginosa  tumbuh dalam budaya murni. Bakteri Gram-negatif ini juga tumbuh dengan mudah dalam larutan mata, yang dapat menjadi sumber infeksi kornea yang sangat serius. Ini dapat menyebabkan hilangnya  penglihatan total dalam 24 hingga 48 jam. Pada konsentrasi yang ditoleransi oleh  jaringan mata, sebagian besar agen antimikroba yang dibahas pada bagian berikut

mungkin tidak efektif terhadap beberapa strain Ps. Aeruginosa (Felton, 2013). Larutan ophthalmic steril dalam wadah multi-dosis dapat terkontaminasi dengan berbagai cara kecuali tindakan pencegahan diambil. Misalnya, jika botol  penetes digunakan, ujung pipet saat keluar dari botol dapat menyentuh permukaan meja atau rak jika diletakkan, atau dapat menyentuh kelopak mata atau bulu mata  pasien selama pemberian. Jika jenis botol Drop-Tainer (Alcon) digunakan, ujung  penetes dapat menyentuh bulu mata atau topi saat dilepas untuk memungkinkan  pemberian, atau ujungnya dapat menyentuh meja atau jari, dan ujung itu dapat menyentuh ujung pipet sebagai tutup diganti. Solusinya mungkin mengandung

(13)

antimikroba yang efektif, tetapi penggunaan berikutnya dari larutan yang terkontaminasi dapat terjadi sebelum waktu yang cukup telah berlalu untuk semua organisme yang akan dibunuh, dan organisme hidup dapat menemukan jalan mereka melalui abrasi ke stroma kornea. Sekali di stroma kornea, sisa-sisa agen antimikroba residu dinetralkan oleh komponen jaringan, dan organisme menemukan media kultur yang sangat baik untuk pertumbuhan yang cepat dan diseminasi melalui kornea dan segmen anterior mata (Felton, 2013).

 Bacillus subtilis dapat menghasilkan abses yang serius ketika menginfeksi vitreous humor. Jamur patogen yang dianggap sangat penting dalam solusi mata adalah  Aspergillus fumigatus.  Jamur atau jamur lain dapat menyebabkan kerusakan dengan mempercepat kerusakan obat-obatan aktif. Berkenaan dengan virus, sebanyak 42 kasus keratokonjungtivitis epidemi disebabkan oleh satu botol larutan tetrakain yang terkontaminasi virus. Kontaminasi virus sangat sulit untuk dikendalikan, karena tidak ada pengawet yang tersedia saat ini adalah virus. Terlebih lagi, virus tidak dapat dilepas dengan penyaringan. Namun, mereka dihancurkan oleh autoclaving. Apoteker dan dokter belum cukup menyadari  bahaya penularan infeksi virus melalui solusi yang terkontaminasi. Hal ini

terutama berkaitan dengan adenovirus (tipe III dan VIII), sekarang diyakini sebagai agen penyebab konjungtivitis virus, seperti epidemi keratoconjunctivitis. Bahaya persiapan tidak steril secara eksponensial meningkat untuk produk yang ditujukan untuk injeksi di dalam bola mata. Endophthalmitis dan kehilangan  penglihatan dapat terjadi dalam waktu singkat dari onset infeksi bakteri (Felton,

2013).

3.6 Acyclovir

Aciclovir aktif melawan virus herpes simplex tipe 1 dan tipe 2 dan melawan virus varicella-zoster. Aksi ini memerlukan konversi intraseluler dari asiklovir oleh viral kinase thymidine ke monofosfat dengan konversi berikutnya oleh enzim seluler ke difosfat dan triphosphate aktif. Bentuk aktif ini menghambat sintesis DNA virus dan replikasi dengan menghambat enzim DNA polimerase herpes virus serta dimasukkan ke dalam DNA virus. Proses ini sangat selektif

(14)

untuk sel yang terinfeksi. Studi pada hewan dan in vitro telah menemukan  berbagai kepekaan tetapi menunjukkan bahwa virus target dihambat oleh konsentrasi asiklovir yang mudah dicapai secara klinis. Virus herpes simplex tipe 1 tampaknya paling rentan, kemudian tipe 2, diikuti oleh virus varicella-zoster. Virus Epstein-Barr dan CMV juga rentan terhadap asiklovir pada tingkat yang lebih rendah. Namun, untuk CMV tampaknya tidak diaktifkan oleh timidin kinase dan dapat bertindak melalui mekanisme yang berbeda. Virus Epstein-Barr mungkin telah mengurangi aktivitas timidin kinase tetapi DNA polymerase-nya sangat sensitif terhadap penghambatan oleh aciclovir triphosphate, yang dapat menjelaskan aktivitas parsial. Aciclovir tidak memiliki aktivitas melawan virus laten, tetapi ada beberapa bukti yang menghambat herpes simplexvirus laten pada tahap awal reaktivasi (Sweetman, 2009).

Aciclovir diekskresikan sebagian besar tidak berubah dalam urin, oleh filtrasi glomerulus dan beberapa sekresi tubular aktif, dengan hingga 14% muncul di urin sebagai metabolit 9-karboksimetoksimetilguanin yang tidak aktif. Pada  pasien dengan fungsi ginjal normal, waktu paruh adalah sekitar 2 hingga 3 jam. Pada pasien dengan gagal ginjal kronis, nilai ini meningkat dan bisa mencapai 19,5 jam pada pasien anurik. Selama hemodialisis, waktu paruh dilaporkan  berkurang menjadi 5,7 jam, dengan 60% dosis asiklovir dikeluarkan. Ekskresi feses dapat mencapai sekitar 2% dari dosis. Probenesid meningkatkan waktu  paruh dan area di bawah kurva konsentrasi-waktu plasma asiklovir. Aciclovir melintasi plasenta dan didistribusikan ke ASI dalam konsentrasi sekitar 3 kali lebih tinggi dibandingkan dengan serum ibu. Penyerapan asiklovir biasanya sedikit setelah aplikasi topikal untuk kulit utuh, meskipun dapat ditingkatkan dengan perubahan formulasi. Aciclovir diserap setelah aplikasi salep 3% ke mata memberikan konsentrasi yang relatif tinggi dalam aqueous humor tetapi jumlah yang dapat diabaikan dalam darah. Pada herpes simplex keratitis, salep mata 3% dapat diterapkan 5 kali sehari sampai 3 hari setelah penyembuhan.(Sweetman, 2009).

(15)

IV. FORMULASI 1. Acyclovir

Struktur

BM : 225,2

(Farmakope Indonesia, Edisi 5, hlm 173 pdf).

Pemerian Serbuk hablur; putih hingga hampir putih; melebur pada suhu lebih dari 250 disertai peruraian.

(Farmakope Indonesia, Edisi 5, hlm 173 pdf).

Kelarutan Larut dalam asam klorida encer; sukar larut dalam air; tidak larut dalam etanol.

(Farmakope Indonesia, Edisi 5, hlm 173 pdf). Stabilitas  Panas  Hidrolisis  Oksidasi   pH  log P

Suhu terjadinya dekomposisi dari Acyclovir dimulai dari >150ºC setelah titik lelehnya (±400ºC).

(dalam jurnal Thermal stability and Decomposition Kinetics Studies of Acyclovir and Zidovudine Drug Compounds)

Acyclovir lebih stabil pada larutan yang bersifat basa dibandingkan asam.

(The Pharmaceutical Codex,hlm 712)

Harus terhindar dari udara dan disimpan pada wadah yang kedap udara.

(USP 30 –  NF25)

Pada suhu 25ºC, stabilitas Acyclovir pada rentang pH 5-6 (dalam jurnal Topical Delivery of Acyclovir and  Ketoconazole)

-1,59

Inkompatibilitas Dilaporkan bahwa Acyclovir inkompatibel dengan Foscarnet. (Martindale, Edisi 36, hlm 862 pdf)

Penyimpanan Simpan di suhu kamar (25  –  300C) harus terlindung dari

cahaya

Kesimpulan :

Bentuk zat aktif yang digunakan (basa/asam/garam/ester) : base Bentuk sediaan (lar/susp/emulsi/serbuk rekonstitusi) : salep Cara sterilisasi sediaan :

Sterilisasi awal dengan metode panas kering menggunakan oven pada suhu 170⁰C selama 60 menit.

Kemasan :

(16)

Eksipien

2. Parrafin Liquid

Pemerian Berupa minyak transparan tidak berwarna; cairan viskus tanpa adanya flourosensi pada cahya. Tidak berasa dan tidak berbau ( Handbook of Pharmaceutical Excipients  Edisi 6, hlm 446,  pdf).

Kelarutan Praktis tidak larut dalam etanol 95%, gliserin dan air; larut dalam aseton, benzene, kloroform, carbon disulfide dan eter ( Handbook of Pharmaceutical Excipients  Edisi 6, hlm 446,  pdf).

Stabilitas Mudah teroksidasi dengan adanya panas dan cahaya. Oksidasi dimulai dengan terbentuknya peroksida. Oksidasi menyebabkan pembentukkan/ formasi aldehid dan asama organic, yang mana mempengaruhi rasa dan bau dari paraffin cair.

( Handbook of Pharmaceutical Excipients  Edisi 6, hlm 446,  pdf).

Kegunaan Oleagenous Vehicle

Inkompatibilitas Inkompatibel denga bahan-bahan pengoksidasi kuat

(Handbook of Pharmaceutical Exipients  Edisi 6, hlm 446,  pdf).

ara Sterilisasi Bahan Dengan menggunakan oven (sterilisasi panas kering) pada suhu 170⁰C selama 60 menit.

( Handbook of Pharmaceutical Excipients  Edisi 6, hlm 446,  pdf).

3. Vaselin Flavum

Pemerian Berwarna kuning pucat atau berwarna kuning, tembus cahaya dan lembut, tidak berbau dan tidak berasa. ( Handbook of Pharmaceutical Excipients Edisi 6, hlm 482,  pdf).

Kelarutan Praktis tidak larut dalam aseton, etanol panas atau dingin, etaol 96%, gliserin dan air; larut dalam benzene, karbon disulfida, kloroform, eter, hexane dan sebagainya.

( Handbook of Pharmaceutical Excipients Edisi 6, hlm 446,  pdf).

Stabilitas Vaselin flavum sebaiknya tidak dipanaskan pada suhu 70ºC  pada waktu yang lama karena akan berubah wujud menjadi cair. Apabila terpapar udara pada ruangan terbuka, dapat terjadi oksidasi, menyebabkan terjadinya perubahan warna dan bau dari vaselin.

( Handbook of Pharmaceutical Excipients Edisi 6, hlm 446,  pdf).

Kegunaan Basis salep hidrokarbon

( Handbook of Pharmaceutical Excipients Edisi 6, hlm 446,  pdf).

(17)

( Handbook of Pharmaceutical Excipients Edisi 6, hlm 446,  pdf). (HOPE Edisi 6, hlm 654 pdf)

Cara sterlisasi Dapat disterilkan dengan panas kering menggunakan oven  pada suhu 170ºC selama 60 menit.

4. Alpha Tocopherol

Pemerian Merupakan bahan alam yang tidak berwarna atau berwarna kuning kecoklatan, viskus atau cairan berminyak

( Handbook of Pharmaceutical Excipients  Edisi 6, hlm 32,  pdf).

Kelarutan Praktis tidak larut dalam kloroform dan eter, sangat mudah larut dalam aseton, eter, etanol dan minyak sayuran

( Handbook of Pharmaceutical Excipients  Edisi 6, hlm 32,  pdf).

Stabilitas Dapat melelh pada suhu 2,5-3,5ºC. teroksidasi pada atmosfer dan dipercepat dengan adanya garam ferrat dan  perak. Tersimpan pada wadah kedap udara dan terlindung

dari cahaya.

( Handbook of Pharmaceutical Excipients Edisi 6, hlm 32,  pdf).

Kegunaan Antioksidan

Inkompabilitas Tokoferol tidak sesuai dengan peroksida dan ion logam, terutama besi, tembaga, dan perak. Tokoferol dapat diserap ke dalam plastik.

( Handbook of Pharmaceutical Excipients Edisi 6, hlm 32,  pdf).

5. Cetosteril Alkohol

Pemerian Berwarna putih atau berwarna krim, berbentuk flakes atau granul

( Handbook of Pharmaceutical Excipients Edisi 6, hlm 150,  pdf).

Kelarutan Larut dalam etanol 95%, eter dan minyak ; praktis tidak larut dalam air

( Handbook of Pharmaceutical Excipients Edisi 6, hlm 150,  pdf).

Stabilitas Stabil pada kondisi penyimpanan normal. Harus disimpan  pada tempat tertutup rapat, kering dan sejuk.

( Handbook of Pharmaceutical Excipients  Edisi 6, hlm 150, pdf).

Kegunaan Emmolien

( Handbook of Pharmaceutical Excipients Edisi 6, hlm 150,  pdf).

Inkompabilitas Inkompatibel dengan agen pengoksidasi kuat dan garam  besi.

( Handbook of Pharmaceutical Excipients Edisi 6, hlm 150,  pdf).

(18)

V. PENDEKATAN FORMULA

No. Nama Bahan Jumlah

(%)

Kegunaan Rentang

penggunaan (%)

1. Acyclovir 3 Bahan Aktif

2 Alpha tocopherol 0,05 Antioksidan 0,001-0,05

3 Cetosteril alcohol 3 Emollient

-4. Paraffin liquid 10 Olegenous vehicle 3-60 5. Vaselin flavum Ad 100 Basis salep hidrokarbon Ad 100

VI. PERHITUNGAN TONISITAS, OSMOLARITAS, DAPAR

Kemurnian Acyclovir Salep mata mengandung tidak kurang dari 90% dan tidak lebih dari 110% Acyclovir.

Acyclovir dilebihkan 10% berdasarkan kemurniannya. Acyclovir = 3% + (10% x 3%)

= 3,3%

VII. PENIMBANGAN

Dibuat 6 vial (@ 5 gram) = 6 x 5 g = 30 g

Dilebihkan 20% = 30 g + (20% x 30 g) = 36 g ~ 50 g

Penimbangan dibuat sebanyak 50 g untuk menghindari kehilangan selama proses  produksi.

No. Nama Bahan Jumlah yang Ditimbang

1. Acyclovir 3,3% 3,3 gram

1 ml   50  =1,65 gram 2. Alpha tocopherol 0,05% , gram

1 ml  50 gram = 0,025 gram 3. Cetosteril Alkohol 2,5% 3 gram

1 ml  50 gram = 1,25 gram 4. Parrafin liquid 10% 1 gram1 ml  50 gram = 5 gram

5. Vaselin flavum ad 100% 100% - (3,3% + 0,05% + 10% + 2,5%) = 84,15% 84,1 gram 1 ml  50 gram = 42,075 gram VIII. STERILISASI a. Alat

(19)

Beaker glass 1000 ml Panas kering, Oven 170oC, 60 menit 1 Beaker glass 50 ml Panas kering, Oven 170oC, 60 menit 2

Gelas ukur 250 ml

Panas lembab.

Autoklaf 121oC, 15 menit, 15 psi 1

Gelas ukur 10 ml

Panas lembab.

Autoklaf 121oC, 15 menit, 15 psi 1 Batang pengaduk Panas kering, Oven 170oC, 60 menit 2 Corong kaca Panas kering, Oven 170oC, 60 menit 1 Kaca arloji Panas kering, Oven 170oC, 60 menit 5 Spatel Panas kering, Oven 170oC, 60 menit 4 Buret Panas kering, Oven 170oC, 60 menit 1

Labu erlenmeyer 500 ml

Panas lembab.

Autoklaf 121oC, 15 menit, 15 psi 1

Pipet tetes

Panas lembab.

Autoklaf 121oC, 15 menit, 15 psi 3 Tutup karet pipet tetes Desinfeksi Direndam alkohol 70%, 24 jam 3 Cawan penguap Panas kering, Oven 170oC, 60 menit 1 Mortir dan stamper Panas kering, Oven 170oC, 60 menit 1

 b. Wadah

No. Nama wadah Jumlah Cara sterilisasi (lengkap)

1.

Wadah salep mata

(polipropilen) 6 Desinfeksi, direndam alkohol 70%, 24 jam

2.

Tutup wadah salep mata

(Polipropilen) 6 Desinfeksi, direndam alkohol 70%, 24 jam

IX. PROSEDUR PEMBUATAN

RUANG PROSEDUR

Semua pengerjaan pembuatan sediaan dilakukan di bawah LAF (Grade A Background B)

Grey Area (Sterilisasi alat)

1. Semua alat dan wadah dicuci bersih, dibilas dengan aquadest dan dikeringkan

2. Semua alat dan bahan disterilisasi dengan cara sterilisasi yang sesuai.

3. Setelah sterilisasi, semua alat dimasukkan ke dalam  pass box untuk dipindahkan ke white area.

(20)

White Area (Ruang Penimbangan)

Bahan-bahan yang dibutuhkan dalam pembuatan infus ditimbang menggunakan timbangan analitik yag sudah dikalibrasi :

1. Acyclovir diayak terlebih dahulu menggunakan mesh no. 100 kemudian ditimbang sebanyak 1,65 gram dengan kertas perkamen, diberi nama dan jumlah bahan.

2. Alpha tocopherol ditimbang sebanyak 0,025 gram dengan kaca arloji steril, ditutup dengan kertas perkamen, diberi nama dan  jumlah bahan.

3. Cetosteril alkohol ditimbang sebanyak 1,25 gram dengan kertas  perkamen, diberi nama dan jumlah bahan.

4. Paraffin cair ditimbang sebanyak 5 gram dengan cawan uap  porselen, ditutup dengan kertas perkamen, diberi nama dan jumlah  bahan.

5. Vaselin flavum ditimbang sebanyak 42,075 gram dengan cawan uap porselen, ditutup dengan kertas perkamen, diberi nama dan  jumlah bahan.

6. Setelah itu, bahan-bahan dimasukkan ke dalam  passbox  yang  berada di grey area yang kemudian akan diambil di white area.

White Area Grade  A background B

(Ruang Pencampuran)

1. Bahan-bahan diambil dari passbox.

2. Meja kerja dibagi menjai 3 area, yaitu area bersih, area kerja dan area kotor. Bersihkan meja kerja dengan alkohol 70%.

Pencampuran bahan :

1. Acyclovir , vaselin flavum, cetosteril alcohol, alfa tokoferol dan  paraffin cair disatuakn ke dalam cawan uap porselen untuk dipanaskan  pada suhu 60-65ºC.

2. Mortir dan stamper steril disiapkan.

3. Setelah campuran pada cawan uap porselen mencair, maka campuran tersebut dituangkan ke dalam mortir, kemudian diaduk ad terbentuk salep.

4. Biarkan salep mendingin

5. Setelah mendingin, maka salep dimasukkan ke dalam transfer box untuk dilakukan proses filling.

Grade A  Background B (Ruang Filling )

1. Sediaan salep diambil dari transfer box.

2. Tubekosong steril ditimbang bobot kosongnya.

3. Salep ditimbang sebanyak 5 gram menggunakan kertas perkamen. Kemudian kertas perkamen digulung menutupi sediaan salep.

4. Gulungan kertas perkamen berisi salep kemudian dimasukkan ke dalam spuit yang digunakan untuk membantu memasukkan salep ke dalamtube.

5. Tubeditutup untuk menghindari kontaminasi

6. Sediaan yang sudah ditutup dimasukkan ke dalam transfer box untuk dimasukkan ke ruang evaluasi.

White Area (Ruang Evaluasi)

1. Lakukan evaluasi sediaan

2. Sediaan diberi etiket dan brosur kemudian dikemas dalam wadah sekunder

(21)

X. DATA PENGAMATAN EVALUASI Evaluasi Fisika

1. a. Jenis evaluasi : Uji Penetapan Isi Minimum

 b. Prinsip evaluasi : Menghitung selisih antara tube kosong dan tube yang  berisi sediaan.

(Farmakope Indonesia Edisi V, hlm 1519). c. Prosedur evaluasi :

1) Diambil 10 wadah, hilangkan semua etiket yang dapat mempengaruhi bobot.

2) Bersihakan dan keringkan dengan sempurna bagian luar wadah dengan cara yang sesuai satu per satu.

3) Timbang bobot wadah berisi sediaan, catat bobotnya.

4) Keluarkan isi sediaan secara kuantitatif dari masing-masing wadah,  potong ujung wadah.

5) Timban kembali wadah kosong yang isi sediaannya telah dikeluarkan, catat bobotnya.

6) Perbedaan antara kedua penimbangan adalah bobot bersih isi wadah.

d. Jumlah sampel : 1 wadah

e. Persyaratan : volume bersih masing-masing wadah tidak kurang dari 90% untuk sediaan yang tertera pada eriket 60 gram/mL atau kurang. Jika persyaratan tidak dipenuhi, tetapkan isi bersih dari 20 wadah tambahan. Rata-rata dari 30 wadah tidak kurang dari 90%.

f. Hasil pengamatan :

Isi minimum

Tube 1 = 9,3469 g –  5,775 g

Bobot tube isi (gram) Bobot tube kosong (gram)

9,3469 5,775

(22)

= 3,5712 g

Tube 2 = 9,8286 g –  5,6994 g = 4,1292 g

Rat-rata isi minimum :3,712+4,1292

2  = 3,8502 gram g. Kesimpulan : tidak memenuhi syarat.

2. a. Jenis evaluasi : Uji Kebocoran Tube

 b. Prinsip evaluasi : dengan cara menempatkan tube secara horizontal  pada kertas penyerap kemudian dioven pada suhu

dan waktu yang telah ditentukan

(Farmakope Indonesia Edisi V, hlm 1613). a. Prosedur evaluasi :

1) Ambil 10 wadah salep mata dengan segel yag dipersyaratkan. 2) Bersihkan dan keringkan permukaan luar wadah.

3) Letakka wadah dengan posisi horizontal pada kertas penyerap dan dioven pada suhu 60º ± 3ºC selama 8 jam.

 b. Jumlah sampel : 1 tube

c. Persyaratan : tidak boleh ada kebocoran yang berarti selama atau setelah pengujian selesai. Jika terjadi kebocoran ulangi pengujian dengan 20 wadah salep selanjutnya.

d. Hasil pengamatan : tidak terdapat kebocoran e. Kesimpulan : memenuhi syarat

3. a. Jenis evaluasi : Uji Homogenitas

 b. Prinsip evaluasi :  Menentukan berdasarkan jumlah partikel maupun distribusi ukuran partikelnya dengan pengambilan sampel pada berbagai tempat yang ditentukan secara visual.

c. Prosedur evaluasi :

(23)

2) Sejumlah sediaa yang diambil dari beberapa bagian salep digunakan untuk pengujian.

3) Setiap salep tersebut dioleskan pada kaca transparan untuk dilihat  partikel sediaan salep tersebut

d. Jumlah sampel : 1 wadah

e. Persyaratan : tidak terdapat partikel pada sediaan f. Hasil pengamatan : tidak terdapat partikel pada sediaan g. Kesimpulan : memenuhi syarat

4. a. Jenis evaluasi : Penetapan Logam dalam Salep Mata

 b. Prinsip evaluasi :menentukan jumlah partikel logam pada sediaan salep mata dengan cara memanaskan sediaan salpe dan dilihat jumlah partiket logam yang akan berada  pada bagian dasar salep setelah mengeras.

(Farmakope Indonesia Edisi V, hlm 1563). c. Prosedur evaluasi :

1) Keluarkan sesempurna mungkin isi dari 10 tube.

2) Masukkan masing-masing ke dalam cawan petri yang terpisah ukuran 60 mm, alas datar, jernih dan bebas goresan.

3) Tutup cawan kemudian panaskan pada suhu 85ºC selama 2 jam. Jika perlu naikkan suhu sedikit lebih tinggi hingga salep mencair. 4) Dengan menjaga kemungkinan terjadinya gangguan terhadap massa

yang meleleh, biarkan masing-masingmencapai suhu kamar dan membeku.

5) Angkat tutup, kemudian balikkan cawan petri dan tempatkan pada mikroskop yang sesuai untuk pembesaran 30 kali yang dilengkapi dengan mikrometer pengukur dan dikalibrasi pada pembesaran yang digunakan.

6) Selain sumber cahaya biasa, arahkan illuminator dari atas salep dengan sudut 45º.

(24)

8) Hitung jumlah partikel yang ukurannya 50µm atau lebih. d. Jumlah sampel :

-e. Persyaratan : jika jumlah partikel dari 10 tube tidak lebih dari 50  partikel dan jika tidak lebih dari 1 tube

mengandung 8 partikel f. Hasil pengamatan : tidak dilakukan

g. Kesimpulan :

-5. a. Jenis evaluasi : Penetapan kekentalan sediaan

 b. Prinsip evaluasi : dilakukan dengan menggunakan viscometer cup dan bob

(Farmakope Indonesia Edisi V, hlm 1562). c. Prosedur evaluasi :

1) Isi wadah viscometer dengan sejumlah sediaan 2) Rakit alat viscometer

3) Spindle dipasangkan dan pastikan mengenai sediaa 4) Viskositas sediaan akan tertera pada alat

d. Jumlah sampel :

-e. Persyaratan : 10-15 mPa.s f. Hasil pengamatan :

-g. Kesimpulan : -Evaluasi Biologi

6. a. Jenis evaluasi : Uji sterilisasi

 b. Prinsip evaluasi : Menguji suatu bahan dengan teknik inokulasi langsung atau filtrasi langsung untuk melihat ada tidaknya pertumbuhan mikroba, menggunakan media tioglikonat cair dan soybean casein digest. (Farmakope Indonesia Edisi V, hlm 1359).

(25)

Metode penyaringan/filtrasi membran

1) Membran penyaring yang digunakan memiliki porositas 0,45 µm. 2) Peralatan filtrasi disterilkan terlebih dahulu dengan cara yang

sesuai.

3) Larutan uji kemudian disaring menggunakan membran dalam kondisi aseptic.

4) Kemudian, membran dipindahkan secara aseptic ke dalam media. 5) Lakukan inkubasi.

Metode inokulasi langsung

1) Sejumlah sediaan dimasukkan ke dalam media. 2) Kemudian, ditambahkan sejumlah kecil inoculum.

3) Pada kedua cara digunakan mikroba yang sama seperti tertera pada uji fertilitas untuk anaerob, aerob dan kapang.

4) Uji fertilitas dilakukan sebagai control positif. 5) Semua wadah diinkubasi.

d. Jumlah sampel : tidak dilakukan pengujian

e. Persyaratan : media yang berisi sedian tidak ditumbuhi mikroorganisme.

f. Hasil pengamatan : -g. Kesimpulan :

-7. a. Jenis evaluasi : Uji endotoksin bakteri

 b. Prinsip evaluasi : Dilakukan menggunakan Limulus amebocyte lysate (LAL). Teknik pengujian menggunakan jendal gel dan fotometrik.

(Farmakope Indonesia Edisi V, hlm 1359). c. Prosedur evaluasi :

(26)

1) Siapkan sampel 1 dalam 10 volume pengenceran dimana tidak lebih dari 1 gram sediaan diuji.

2) Gunakan 10 mL atau jumlah yang sesuai dengan 1 g atau 1 mL, inokulasi ke dalam media soybean-casein digest broth dengan jumlah yang sesuai.

3) Campur dan inkubasi pada suhu 30-35ºC selama 18-24 jam.

d. Jumlah sampel : tidak dilakukan pengujian

e. Persyaratan : jika koloni yang tumbuh tidak seperti yang dijelaskan  pada hasil uji konformasi identifikasi negative. Untuk bakteri S. aureus tidak ditumbuhi koloni  bakteri berwarna kuning atau putih dikelilingi

zona kuning. f. Hasil pengamatan :

-g. Kesimpulan :

-XI. PEMBAHASAN

Dalam praktikum ini, dilakukan pembuat sediaan salep mata dengan bahan aktif Acyclovir 3% yang diberikan secara topikal optalmik. Sediaan obat mata adalah sediaan cair, semi-padat atau padat steril yang ditujukan untuk pemberian  pada bola mata dan / atau ke konjungtiva atau untuk dimasukkan ke dalam kantung konjungtiva (Council of Europe, 2005). Sediaan mata semi-padat adalah salep steril, krim atau gel yang dimaksudkan untuk aplikasi ke konjungtiva (Bouwman, 2009).

Salep mata Sediaan ini mengandung satu atau lebih zat aktif yang dilarutkan atau didispersikan dalam basis yang sesuai. Sediaan ini memiliki  penampilan yang homogen. Zat-zat ini tidak mempengaruhi tindakan obat yang dimaksudkan atau, pada konsentrasi yang digunakan, menyebabkan iritasi lokal yang tidak semestinya (Felton, 2013).

Pembuatan sediaan salep mata Acyclovir ini ditujukan untuk pegobatan infeksi virus herpes simpleks keratitis yang terjadi pada mata. Aciclovir aktif

(27)

melawan virus herpes simplex tipe 1 dan tipe 2 dan melawan virus varicella-zoster. Aksi ini memerlukan konversi intraseluler dari asiklovir oleh viral kinase thymidine ke monofosfat dengan konversi berikutnya oleh enzim seluler ke difosfat dan triphosphate aktif. Bentuk aktif ini menghambat sintesis DNA virus dan replikasi dengan menghambat enzim DNA polimerase herpes virus serta dimasukkan ke dalam DNA virus. Proses ini sangat selektif untuk sel yang terinfeksi. Studi pada hewan dan in vitro telah menemukan berbagai kepekaan tetapi menunjukkan bahwa virus target dihambat oleh konsentrasi asiklovir yang mudah dicapai secara klinis. Virus herpes simplex tipe 1 tampaknya paling rentan, kemudian tipe 2, diikuti oleh virus varicella-zoster. Virus Epstein-Barr dan CMV juga rentan terhadap asiklovir pada tingkat yang lebih rendah. Namun, untuk CMV tampaknya tidak diaktifkan oleh timidin kinase dan dapat bertindak melalui mekanisme yang berbeda. Virus Epstein-Barr mungkin telah mengurangi aktivitas timidin kinase tetapi DNA polymerase-nya sangat sensitif terhadap penghambatan oleh aciclovir triphosphate, yang dapat menjelaskan aktivitas parsial. Aciclovir tidak memiliki aktivitas melawan virus laten, tetapi ada beberapa bukti yang menghambat herpes simplexvirus laten pada tahap awal reaktivasi (Sweetman, 2009).

Proses pembuatan salep mata Acyclovir harus dikerjakan pada kondisi yang bebas mikroorganisme viabel untuk menghindari bahaya infeksi atau keadaan ini disebut sebagai steril. Untuk mendapatkan sediaan yang steril maka semua proses, alat dan bahan yang digunakan adalah steril. Alat-alat harus disterilkan terlebih dahulu dengan menggunakanm metode sterilisasi yang sesuai. Untuk alat yang terbuat dari kaca maka metode sterilisasi yang sesuai dan  biasa digunakan adalah metode panas kering dengan menggunakan oven pada

suhu 170⁰C selama 1 jam, sedangk an untuk alat yang terbuat dari membrane  berpori dapat dilakukan sterilisasi dengan menggunakan metode panas lembab menggunakan autoklaf pada suhu 121⁰C selama 15 menit. Bahan yang digunakan pada formula harus dilakukan sterilisasi dengan metode sterilisasi yang sudah tercantum dalam monografi masing-masing bahan. Ruangan tempat dilakukannya proses pembuatan juga memiliki kelas yang dikelompokan

(28)

 berdasarkan kebersihan, jumlah partikel dan mikroorganisme yang terdapat pada masing-masing kelas. Pada saat proses sterilisasi alat dilakukan di ruang Grey  Area, sedangkan White Area  digunakan untuk proses pencampuran sampai

dengan penutupan (Aultons dan Taylor, 2013).

Sediaan salep Acyclovir tidak dapat dilakukan sterilisasi akhir. Hal tersebut akan menyebabkan perubahan konsistensi dari salep yang dibuat. Maka,  bahan-bahan yang digunakan pada saat proses pembuatan perlu dilakukan sterilisasi awal sesuai dengan karekteristik dari masing-masing bahan (Aulton dan Taylor, 2013).

Acyclovir digunakan untuk pengobatan infeksi harpes simpleks keratitis yang terjadi di mata. Selain itu, bioavailibilitas acyclovir secara sistemik sangat  buruk, hanya bersisa 14% (Sweetman, 2009). Oleh karena itu, Acyclovir dibuat dalam bentuk seduaan topical optalmik sesuai dengan tujuan pengobatannya. Jenis topical optalmik yang dibuat adalah salep mata. Salep mata akan lebih lama kontak dengan mata yang terinfeksi sehingga efek terapi akan lebih cepat dicapai (Felton, 2013).

 pH stabilitas Acyclovir adalah 5-6. pH bahan aktif tersebut sesuai dengan rentang pH toleransi untuk sediann optalmik (Bouwman, 2009). Akan tetapi,  pada sediaan salep tidak ada pengujian pH sediaan karena dalam sediaan salep

tidak mengandung air melainkan hanhya mengandung basis salep hidrokarbon sebagai tempat dispersi bahan aktif.

Acyclovir merupakan bahan yang dibuat untuk sediaan optalmik yang merupakan sediaan dalam dosis ganda (multiple dose) berdasarkan pemberian dosisnya. Sediaan multiple dose memungkinkan terjadinya kontaminasi karena  penggunaan obat yang berulang kali. Sehingga, pada formulasi sediaan injeksi

multiple dose dapat ditambahkana pengawet (Aulton dan Taylor, 2013). Namun, dalam sediaan tidak perlu ditambahkan pengawet karena, pada sediaan tidak mengandung air yang merupakan tempat mikroba untuk hidup.

Bentuk sediaan yang dibuat adalah salep yang merupakan sediaan semi-solid. Dimana sediaan semi-solid membutuhkan basis sebagai tempat dispersinya bahan aktif. Basis salep yang digunakan adalah basis salep

(29)

hidrokarbon, yaitu Vaselin dan Parrafin liquid. Jenis vaselin yang digunakan adalah Vaselin Flavum karena pada Vaselin Album masih mengandung H2SO4 yang akan mengiritasi mata (Rowe dkk, 2009). Basis yang digunakan pada sediaan ini merupakan basis semi-solid dan cair. Kedua basis tersebut akan membentuk salep dengan konsistensi yang terlalu lunak dan dapat menyebabkan salep mudah keluar dari mata karena adanya system klirens pada mata dan efek terapi sulit dicapai. Untuk meningkatkan konsistensi dari salep perlu ditmabhakan basis padat. Basis padat yang ditambahkan adalah Cetosteril Alkohol dengan kadar 2,5% untuk memperbaiki konsistensi dari sediaan (Bouwman, 2009).

Basis salep Vaselin dan Parrafin liquid tidak stabil apabila terdapat udara (Rowe dkk, 2009). Dalam formulasi perlu ditambahakan antoksidan untuk mengurangi atau menghambat laju oksidasi yang disebabkan adanya oksigen tersebut. Bahan antioksidan yang digunakan adalah Alfa Tokoferol 0,05% (Rowe dkk, 2009).

Salep mata Acyclovir mengandung Acyclovir yang tidak boleh kurang dari 90% dan tidak boleh lebih dari 110% (Kemenkes RI, 2014). Pada saat proses  pembuatan dapat terjadi kehilangan bahan. Berdasarkan kemurniannya, maka  pada formula ditambahkan 10% untuk mencegah terjadinya kehilangan bahan  pada saat proses pembuatan. Pada proses pembuatan, bahan aktif tahan terhadap  pemanasan, maka metode pembuatan yang digunakan adalah fusi dengan menambahkan 20% perhitungan bahan untuk menghindari kehilangan pada saat  proses pemanasan.

Hasil evaluasi yang didapatkan dari sediaan salep mata Acyclovir 3% tidak semua memenuhi syarat. Uji kebocoran dilakukan dengan menggunakan 1 wadah dengan cara dibalikkan, tidak ditemukan adanya tanda kebocoran pada sediaan obat tetes mata, hal ini dikarenakan kemasan yang digunakan adalah kemasan yang tidak rusak dan memenuhi persyaratan yang terdapat pada masing-masing monografi. Uji penetapan isi minimum dilakukan menggunakan 2 wadah, masing-masing wadah memiliki bobot 5 gram. Hasil dari penetapan isi minimum tidak memenuhi syarat bahwa sediaan tidak kurang dari 90% bobot

(30)

yang tertera pada etiket. Hal tersebut terjadi karena metode untuk filling tidak efektif dilakukan. Sehingga, total bobot sediaan yang dimasukkan bukan 5 gram sehingga hal tersebut mempengaruhi isi minimum dari sediaan. Untuk uji homogenitas dapat dilihat bahwa sediaan homogeny dengan indikasi bahwa tidak ada partikel yang terlihat saat dioleskan pada kaca transparan.

XII. KESIMPULAN

Formulasi yang tepat untuk sediaan obat tetes mata adala h sebagai berikut. No. Nama Bahan Jumlah

(%)

Kegunaan

1. Acyclovir 3,3 Bahan Aktif

2 Alpha tocopherol 0,05 Antioksidan

3 Cetosteril alcohol 3 Emollient

4. Paraffin liquid 10 Olegenous vehicle

5. Vaselin flavum Ad 100 Basis salep hidrokarbon

Jenis sterilisasi yang digunakan dalam pembuatan obat salep mata Acyclovir 3% adalah sterilisasi awal bahan-bahan yang digunakan sesuai dengan cara sterilisasinya masing-masing dan pembuatan dengan teknik aseptic. Dari evaluasi didapatkan bahwa sediaan injeksi yang dibuat adalah Acyclovir 3% memenuhi syarat (berdasarkan hasil evaluasi).

(31)

XIII. DAFTAR PUSTAKA

Abate, M. and Abel, S. K. 2006.  Remington: The Science and Practice of  Pharmacy 21st Edition. Philadelphia : University of The Sciences

Anief, Moh. (2006). Ilmu Meracik Obat , Jakarta : Universitas Gadjah Mada Press Ansel, H.C dan Allen. (2014). Pengantar Bentuk sediaan Farmasi. Edisi 4. UI

Press. Jakarta

Aulton, M.E., dan Taylor K.M.G., (2013),  Aulton’s Pharmaceutics: The Design and Manufacture of Medicines, Fourth Edition, Churcihill Livingstone Elsevier

Bouwman, Yvonne dakk. (2009).  Phactical Pharmateutic An Iternational Guideline for The Preparation Care and Use of Medical Products. New York : Springer International Publishing

British Pharmacopeia Commision. (2009). Brtitsh Pharmacopeia. Volume I & 2. London: Medianes and Health Care Product Regulatory Agency (MHRA). Council of Europe., European Pharmacopoeia Commission. & European

Directorate for the Quality of Medicines & Healthcare. (2004).  European pharmacopoeia 5.0. Strasbourg: Council Of Europe

Felton, L.A. (2013).  Remington Essentials of Pharmaceutics. USA: Pharmaceutical Press

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2014). Farmakope Indonesiaedisi V , Jakarta: Departemen Kesehatan.

Rowe, Raymond C, dkk. (2009).  Handbook of Pharmaceutical Excipients 6 th edition. London: Pharmaceutal Press.

Sweetman, Sean. C. (2009). Martindale The Complete Drug Reference 36 th ed. London: The Pharmaceutical Press.

U.S. Pharmacopeia.(2007).  The United States Pharmacopeia, USP 30/The  National Formulary, NF 25. Rockville, MD: U.S. Pharmacopeial

(32)

XIV. LAMPIRAN

Etiket

(33)

Brosur

FITCLOVIR

Salep Mata Steril

Tiap gram mengandung:

Acyclovir ... 33 mg INDIKASI

Acyclovir digunakan untuk pengobatan infeksi akibat virus harpes simpleks pada mata akibat.

KONTRA INDIKASI

Reaksi hipersensitifitas (reaksi alergi berlebihan) terhadap komponen Fitclovir Salep Mata

EFEK SAMPING

1. Rasa menyengat sementara 2. Mata merah

3. Blefaritis (peradangan pada tepi kelopak mata yang menyebabkan bagian tersebut jadi terlihat bengkak dan merah)

Bila efek samping menetap bahkan memburuk, segera hentikan penggunaan Zovirax Salep Mata dan konsultasikan ke Dokter.

DOSIS

1. Oleskan Zovirax Salep Mata pada daerah sekitar mata 5 kali sehari dengan selang waktu 4 jam. 2. Lanjutkan penggunaan Zovirax Salep Mata minimal 3 hari setelah sembuh.

KEMASAN

Isi 1 tube @ 5 gram

PENYIMPANAN

Simpan pada suhu kamar (25OC

 –  30OC), terlindung dari cahaya matahari langsung.

HARUS DENGAN RESEP DOKTER Dibuat oleh:

PT Pharamecia

Gambar

Gambar 3.1 Struktur Mata

Referensi

Dokumen terkait

Jika proses disolusi untuk suatu partikel obat tertentu adalah cepat atau jika obat diberikan sebagai suatu larutan dan tetap ada dalam tubuh seperti itu, laju obat yang terabsorbsi

Pengusaha obat harus dengan jelas menunjukkan bahwa bentuk obat atau sediaan yang dihasilkannya cukup stabil sehingga dapat disimpan dalam jangka waktu yang cukup lama dimana obat

S$%&' (unguents) $$%$ '*&'$*$+ ,&+&-.$ '$$+ /-+/ '&$$$- %/$* 3$-. $,/$- /-+/ '&$$$- '$$ $+$ 4/$+ /,/, $- ,&4/+ salep mata.

Deskripsi Mata Kuliah : Membahas teknik sterilisasi alat dan bahan dengan metode aseptis dan non aseptis, menggunakan instrumen khusus untuk pembuatan sediaan steril serta

Sediaan Biofarmaka bentuk sediaan infusa untuk obat luar (cuci mata) yang dapat digunakan untuk pengobatan penyakit mata pada kambing bisa menggunakan beberapa campuran bahan

Oleh karena itu penting bagi seorang praktian farmasi untuk mengetahui dan mempelajari farmakokinetik dari suatu sediaan obat, agar dapat mengetahui proses awal

Obat topikal yang diberikan pada pasien antara lain Timolol 0,5 % ed 2 dd gtt 1 dan Cendo carpine 2 % ed 6 dd gtt 1, yang fungsinya untuk menurunkan tekanan

pembuatan sediaan emulsi dengan suatu formula