• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambar 12. Diagram Alir Pengolahan Gambir Rakyat (Gumbira-Sa id et al., 2009)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Gambar 12. Diagram Alir Pengolahan Gambir Rakyat (Gumbira-Sa id et al., 2009)"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

55 V. ANALISIS TEKNIS DAN TEKNOLOGI

A. BAHAN BAKU

1. Spesifikasi Bahan Baku

Bahan baku yang digunakan dalam industri katekin dan tanin adalah gambir asalan. Gambir merupakan produk tanaman gambir (Uncaria gambir (Hunt.) Roxb) yang berasal dari getah daun gambir dengan mengalami tahapan pengolahan tertentu. Gambir asalan merupakan gambir hasil pengolahan melalui tahapan perebusan daun dan ranting muda gambir, pengecilan ukuran yang dilakukan dengan perajangan, perebusan kembali, pemerasan daun rebus dan pengeringan cairan hasil ekstraksi dengan penjemuran di bawah sinar matahari. Untuk mempercepat penguapan, cairan tersebut ditempatkan dalam wadah yang memiliki penampang besar sehingga lapisan cairan menjadi tipis dan permukaannya besar. Diagram alir pengolahan gambir asalan dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12. Diagram Alir Pengolahan Gambir Rakyat (Gumbira-Sa’id et al., 2009)

(2)

56 Gambir asalan banyak diproduksi di daerah Sumatera Barat. Karakteristik bahan baku gambir asalan yang sudah diolah memiliki daya tahan yang lebih lama dibanding tanaman gambir yang masih berupa daun maupun ranting yang rentan rusak. Gambir yang digunakan sebagai bahan baku industri katekin dan tanin adalah gambir asalan bukan gambir yang masih segar, karena jarak antara sumber bahan baku dengan lokasi industri yang jauh.

Gambir asalan yang digunakan diperoleh langsung dari beberapa produsen gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota Propinsi Sumatera Barat. Kemungkinan jarak antara sumber bahan baku dan lokasi industri yang berjauhan akan mengakibatkan biaya transportasi pengangkutan bahan baku menjadi faktor yang sangat perlu untuk diperhitungkan dalam hal pembiayaan. Selain itu, jarak antara sumber bahan baku dengan pabrik yang jauh berpengaruh terhadap penyediaan bahan baku yang harus direncanakan dengan baik untuk meminimumkan biaya pengangkutan bahan baku dan kerusakannya.

Berdasarkan perbedaan bentuknya, gambir yang dijadikan bahan baku produksi katekin dan tanin terdiri dari empat jenis yaitu gambir bootch, lumpang, dan coin.

a. Gambir Bootch

Gambir bootch berbentuk tabung silinder, namun karena perubahan bentuk akibat proses pengeringan, maka gambir bootch kering tidak memiliki bentuk silinder yang merata. Rata-rata ukuran gambir bootch adalah tinggi sekitar 3.2 cm dan diameter sekitar 3.6 cm.

b. Gambir Lumpang

Gambir lumpang menyerupai gambir bootch yang berbentuk silinder. Walaupun demikian gambir lumpang memiliki perbedaan berupa adanya cekungan seperti lumpang pada salah satu ujung silinder. Akibat pengaruh proses pengeringan, bentuk produk akhir gambir lumpang juga tidak terlalu berbentuk silinder yang rata.

c. Gambir Coin

Gambir coin menyerupai gambir bootch yang berbentuk silinder, namun gambir coin memiliki ukuran tinggi yang lebih kecil, sehingga tampak seperti coin (Gumbira-Sa’id et al., 2009).

(3)

57 Bahan baku gambir yang digunakan dalam industri harus memenuhi standar mutu agar didapatkan produk dengan kualitas yang baik. Standar mutu gambir asalan yang digunakan sebagai bahan baku mengacu pada SNI 031-3391-2000 yang disajikan pada Tabel 12.

Tabel 12. Standar Mutu Gambir Asalan Menurut SNI 031-3391-2000

No Jenis Uji Satuan Persyaratan

Mutu I Mutu II

1. a. Bentuk - Utuh Utuh

b. Warna - Kuning

kecoklatan

Kuning kecoklatan

c. Bau - Khas Khas

2. Kadar Air b/b (%) Maks. 14 Maks. 16

3. Kadar Abu b/b (%) Maks. 5 Maks. 5

4. Kadar Katekin b/b (%) Maks. 60 Maks. 50

5. a. Kadar bahan tidak larut dalam air

b/b (%) Maks. 7 Maks. 10 b. Kadar bahan tidak

larut dalam alkohol

b/b (%) Maks. 12 Maks. 16 Sumber : Badan Standarisasi Nasional, 2000

Bahan baku gambir asalan yang digunakan berasal dari petani dan pedagang perantara dengan tujuan meminimalkan biaya pembelian bahan baku. Pedagang perantara dan petani membedakan mutu gambir asalan atas beberapa kategori, seperti diperluhatkan pada Tabel 13.

Tabel 13. Standar Mutu Gambir pada Pedagang Perantara dan Eksportir Menurut Warna, Bentuk Cetakan, dan Berat

Jenis Mutu Warna Bentuk Berat (buah/kg)

Super Kuning Merata 250-300

Spesial Kekuning-kuningan Tidak merata 200-250 Kualitas 5A Kuning-kehitaman Kurang sempurna 180-200

Kualitas 4A Hitam Lebih tidak

merata

<180 Kualitas 3A Hitam hangus Cetakan banyak

rusak

Swiping Hitam hangus Gambir pecahan (Dinas perindustrian Sumatera Barat, 2003)

Bahan baku penunjang yang digunakan adalah air demineralisasi dan pelarut isopropanol. Pelarut yang digunakan adalah isopropanol. Alasan

(4)

58 pemilihan isopropanol sebagai pelarut berdasarkan penelitian terdahulu adalah karena kemampuan mengekstrak katekin dan tanin dari gambir yang relatif lebih tinggi dibanding jenis lain, waktu proses pengeringan yang relatif lebih pendek, dan pertimbangan keamanan proses. Spesifikasi bahan penunjang tersebut disesuaikan dengan spesifikasi yang terdapat di pasaran untuk menjamin kelancaran produksi.

Air demineralisasi yang digunakan pada proses produksi berasal dari air tanah yang diproses terlebih dahulu menggunakan peralatan pengolahan air (water treatment), hal ini bertujuan untuk mengurangi biaya produksi dibandingkan jika membeli air demineralisasi. Penggunaan air pada pabrik katekin dan tanin ini adalah untuk mendukung beberapa sistem operasi yang membutuhkan air dalam proses kerjanya, antara lain sistem proses (air proses) yang melalui proses terlebih dahulu, sedangkan air untuk sistem pembangkit uap, kebutuhan air domestik, dan sistem pemadam kebakaran menggunakan air tanah tanpa melalui proses pengolahan terlebih dahulu. Penetapan kualitas air untuk masing-masing sistem pemanfaatan air tersebut adalah berbeda-beda tergantung pada tujuan pemanfaatannya.

2. Ketersediaan Bahan Baku

Sumatera Barat, Sumatera Utara, Riau, dan Sumatera Selatan merupakan propinsi sentra produksi gambir di Indonesia. Dari keempat propinsi tersebut, Sumatera Barat merupakan daerah penghasil gambir terbesar yang menguasai sekitar 80% produksi gambir Indonesia (Henny L . et al., 2007) . Menurut data dari Dinas Perkebunan Tk. I Sumatera Barat tahun 2008, total produksi gambir di Sumatera Barat yang tercatat adalah sebanyak 13.948 ton. Produktivitas yang tinggi ini didukung oleh luas areal perkebunan gambir yang luas dibanding dengan propinsi lain, disusul oleh Sumatera Utara, Riau, dan Sumatera selatan .

Di Sumatera Barat sendiri ada dua sentra utama penghasil gambir yaitu sentra utara yang meliputi wilayah Kabupaten Lima Puluh Kota seperti Kecamatan Mahat, Sungai Sembilan, Pangkalan Koto Baru, dan Kapur IX, sedangkan sentra selatan yaitu wilayah Kabupaten Pesisir Selatan dan Sawahlunto Sijunjung. Selain dua sentra tersebut ada beberapa wilayah yang memproduksi

(5)

59 gambir di Sumatera Barat tetapi volume produksinya tidak sebesar kedua sentra tersebut.

Bahan baku gambir asalan yang digunakan pada industri katekin dan tanin berasal dari Kabupaten Lima Puluh Kota Propinsi Sumatera Barat. Hal ini didasarkan pada pertimbangan kebutuhan bahan baku untuk produksi akan terpenuhi dengan jumlah produksi pada daerah tersebut.

Gambir asalan merupakan hasil olahan dari daun dan ranting tanaman gambir. Oleh karena itu untuk mengetahui tingkat keamanan ketersediaan gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota perlu diketahui data produksi gambir di wilayah tersebut. Selama lima tahun antara tahun 2003 - 2007, rata-rata produksi gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota berturut-turut adalah sebesar 16.705 ton, 7.643 ton, 8.166,4 ton, 9.682,5 ton, dan 10.073,5 ton. (BPS Kabupaten Lima Puluh Kota, 2008). Produksi gambir asalan di Indonesia yang menjadi bahan baku produksi katekin dan tanin tersedia dalam jumlah yang memadai. Petani gambir melakukan pemanenan gambir dua hingga empat kali dalam setahun dan setiap minggu ada pasar gambir yang berisi transaksi antara petani pengolah gambir dengan pengumpul sehingga gambir asalan selalu tersedia setiap bulannya. Perkiraan ini didukung pula dengan data ekspor bulanan tahun 2009 yang menunjukkan bahwa produksi gambir untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri relatif stabil. Bahan baku yang dibutuhkan oleh industri katekin dan tanin hanya sebesar 72 ton per tahun, hal ini hanya 0.39% dari total ketersediaan bahan baku sehingga kebutuhan bahan baku setiap saat akan terpenuhi. Data ekspor gambir tahun 2009 yang diperoleh dari Badan Pusat Statistika dapat dilihat pada Lampiran 6.

Air yang digunakan oleh industri katekin dan tanin dikelompokkan menjadi air untuk produksi dan untuk sanitasi yang berasal dari air tanah. Air yang digunakan untuk produksi diproses terlebih dahulu dengan menggunakan peralatan water treatment sehingga layak untuk dijadikan bahan pembantu proses pemurnian gambir menjadi katekin dan tanin. Bahan penunjang lain yang digunakan adalah pelarut isopropanol yang tersedia di pasaran.

(6)

60 B. PERENCANAAN KAPASITAS PRODUKSI

Kapasitas produksi adalah volume atau jumlah satuan produk yang dihasilkan selama satuan waktu tertentu dan dinyatakan dalam bentuk keluaran (output) per satuan waktu. Penentuan kapasitas produksi dapat ditentukan dari berbagai faktor. Namun untuk industri katekin dan tanin terdapat empat faktor yang perlu dipertimbangkan, yaitu kemampuan pasar menyerap produk, ketersediaan bahan baku, jumlah investasi, dan kemampuan teknis.

Potensi pasar katekin dan tanin cukup besar karena kedua produk tersebut dibutuhkan oleh banyak industri hilir yang akan menggunakan katekin dan tanin dalam produk turunan yang diproduksi. Berdasarkan kajian kebutuhan potensial katekin pada beberapa produk ekspor yaitu 10,9 ton per tahun, sedangkan kebutuhan potensial tanin adalah sekitar 24,51 ton per tahun. Hingga saat ini kebutuhan akan katekin dan tanin masih mengandalkan pasokan impor dan belum ada industri katekin dan tanin di Indonesia, sehingga daya serap pasar masih sangat terbuka bagi industri katekin dan tanin.

Selain berdasar pada pertimbangan ketersediaan bahan baku, kemampuan investasi menjadi faktor yang mempengaruhi penentuan kapasitas produksi. Sejauh mana investasi mampu memenuhi target kapasitas produksi yang akan ditetapkan. Faktor berikutnya yang harus dipertimbangkan adalah kemampuan teknis peralatan dan tenaga kerja manusia yang akan menangani proses produksi. Kapasitas produksi harus berdasar pada kemampuan peralatan yang tersedia yang diimbangi dengan kemampuan sumberdaya manusia yang dimiliki.

Berdasarkan pertimbangan daya serap pasar, ketersediaaan bahan baku, kemampuan investasi, dan kemampuan teknis tersebut, maka kapasitas produksi yang dipilih adalah mengambil 1 % dari pasar potensial yang diperkirakan yaitu sebesar 10,9 ton katekin dan 24,51 ton tanin per tahun, atau setara dengan penggunaan bahan baku gambir asalan sebanyak 71,63 ton per tahun. Selain itu, penentuan pasar yang diambil sebesar 1 % karena katekin dan tanin tergolong produk baru yang berada pada siklus produk tahap pengenalan, sehingga diperlukan pengenalan dan pencarian pasar. Nilai 1 % dianggap cukup optimis untuk membuka pasar. Apabila mengambil pasar di atas 1 % dikhawatirkan pasar yang mampu diraih kurang, namun apabila di bawah 1 % terlalu pesimis untuk

(7)

61 memulai meraih pasar produk katekin dan tanin yang cukup potensial. Dengan kapasitas produksi di atas, diperkirakan kebutuhan bahan baku masih dapat dipenuhi dengan mudah yang diimbangi dengan investasi yang memadai.

C. TEKNOLOGI PROSES PRODUKSI 1. Proses Produksi

Teknologi proses produksi yang terlibat pada industri yang didirikan secara umum terbagi menjadi dua proses, yaitu ekstraksi katekin dan ekstraksi tanin dari gambir asalan. Proses ekstraksi kedua komponen tersebut terjadi secara paralel yaitu sekaligus dalam waktu produksi yang sama. Pada dasarnya, proses pemisahan dilakukan dengan memanfaatkan prinsip kelarutan dalam berbagai pelarut. Pada setiap tahapan proses, senyawa-senyawa yang tidak larut akan mengendap dan dapat dipisahkan. Pada tahap akhir, untuk memisahkan bahan padat yang terlarut, dilakukan pengeringan dengan menggunakan spray dryer (Gumbira Sa’id, et al, 2009).

Katekin dan tanin yang diproduksi menggunakan bahan baku gambir asalan. Gambir yang digunakan harus memenuhi standar mutu gambir. SNI yang digunakan adalah SNI No 01-3391-2000. Standar tersebut merupakan revisi dari SNI 01-3391-1994 dengan judul gambir bukan untuk obat. Pada standar yang lama ini beberapa parameter penting yang disyaratkan adalah kadar air, kadar abu, bahan tak larut dalam air, bahan tak larut dalam alkohol serta kandungan tanin. Senyawa tanin yang terkandung dalam gambir dibatasi sehingga mutu IV maksimum yang diperbolehkan adalah sebesar 40% untuk mutu III sebesar maksimum 38%, untuk mutu II sebesar maksimum 36% sedang mutu I sebesar maksimum 34%. Tanin yang dihitung adalah sebagai asam katechu tanat.

Dalam perdagangan gambir saat ini persyaratan tersebut tidak diperlukan lagi atau tidak dipersyaratkan pembatasan kandungan tanin. Persyaratan penting yang diminta pembeli di luar negeri selain kadar air, kadar abu, bahan tidak larut air dan alkohol adalah kandungan katekin, sehingga pada standar gambir saat ini (SNI 01-3391-2000) persyaratan mutu dibatasi atas dua kelas yaitu mutu I dan mutu II. Kandungan katekin yang dipersyaratkan adalah sebesar minimum 60% untuk mutu I dan minimum 40% untuk mutu II.

(8)

62 Asumsi-asumsi proses yang digunakan pada penelitian ini adalah rendemen katekin yang ingin didapat yaitu 15% dan rendemen tanin adalah 40%, jumlah bahan baku gambir asalan yang digunakan adalah 252 Kg per hari, pelarut yang digunakan adalah air dan isopropanol dimana perbandingan gambir asalan dengan air adalah 1:10 (b/v), sedangkan perbandingan gambir asalan dengan etanol adalah 1:2 (v/v).

Proses produksi katekin dan tanin terdiri dari beberapa tahapan proses, mulai dari persiapan bahan hingga menjadi katekin dan tanin. Proses produksi katekin dan tanin tersebut disusun berdasarkan kajian yang dilakukan oleh Gumbira-Sa’id et al. (2009). Pada Gambar 13 diperlihatkan skema metode pemurnian katekin dan tanin dari gambir asalan.

(9)

63 Gambar 13. Teknologi Proses untuk Pemurnian Katekin dan Tanin

(10)

64 1. Pengecilan ukuran

Bahan baku gambir asalan yang akan diproses terlebih dahulu diberi perlakuan awal berupa pengecilan ukuran. Proses pengecilan ukuran dilakukan dengan menggunakan hammer mill. Gambir asalan yang berbentuk silinder digiling untuk mendapatkan ukuran yang lebih kecil. Hal ini bertujuan agar proses pelarutan gambir dalam pelarut yang digunakan menjadi lebih cepat, sehingga terjadi efisiensi waktu produksi.

2. Pelarutan

Proses pengambilan tanin dan katekin dari gambir asalan yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan air. Tanin dapat larut dalam air dan kelarutannya semakin besar jika dilarutkan pada suhu tinggi (Browning, 1966). Suhu air yang digunakan yaitu 80°C, karena mengacu pada penelitian terdahulu penggunaan suhu 80°C jumlah katekin dan tanin yang dapat diekstrak lebih banyak dibanding perlakuan suhu lainnya. Penggunaan air panas dilakukan agar tanin dan katekin dalam gambir asalan dapat terekstrak, sesuai dengan sifat katekin yang larut pada air panas sedangkan katekin dapat larut dalam air dingin dan air panas. Pada proses pemanasan suhu optimum yang digunakan adalah 80°C, jika melebihi suhu 110°C katekin akan berubah menjadi tanin sedangkan pada industri ini yang menjadi produk utama yang diambil adalah katekin dengan rendemen 15% dan tanin dengan rendemen 33,8%. Rendemen tersebut diperoleh dengan perlakuan terbaik pada proses pembuatan katekin dan tanin skala laboratorium. Namun nilai rendemen ini tidak selalu tetap tergantung dari perlakuan dan kondisi bahan baku. Jika suhu melebihi 110°C katekin akan berubah menjadi tanin. Gambir dengan kandungan tinggi juga dapat disebabkan oleh adanya proses penundaan waktu olah daun gambir atau daun yang sudah tua sebelum dijadikan gambir asalan. Dimana pada kondisi ini terjadi penurunan kandungan katekin tapi diimbangi dengan peningkatan kandungan tanin (Risfaheri dan Yanti, 1993).

Pelarut berupa air yang digunakan pada proses produksi katekin dan tanin adalah 12 bagian dari gambir yang dilarutkan. Berdasarkan penelitian terdahulu diperoleh hasil bahwa semakin banyak jumlah pelarut yang digunakan hingga batas tertentu, maka semakin banyak tanin dan katekin yang tersekstrak.

(11)

65 Perbandingan antara jumlah gambir asalan dan pelarut 1:12 adalah perbandingan yang menghasilkan kadar katekin optimal.

Gambir asalan yang yang telah dihancurkan dengan hammer mill kemudian dilarutkan pada air panas hingga suhu air mencapai 80°C dengan perbandingan pelarut dan bahan 12:1. Pemanasan dilakukan hingga semua gambir larut dalam air. Proses pelarutan ini disertai dengan pengadukan menggunakan impeller dengan kecepatan tinggi yakni 450 rpm. Pengadukan bertujuan untuk mempercepat proses kelarutan gambir dalam air panas, dengan adanya proses pengadukan waktu proses akan menjadi lebih efisien.

3. Penyaringan

Larutan gambir yang telah dipanaskan disaring untuk memisahkan kotoran yang tidak larut dalam air panas, misalnya ranting, kerikil, daun, atau kotoran lain yang terbawa dalam bahan. Proses penyaringan ini dilakukan dengan menggunakan saringan (screener). Ukuran saringan yang digunakan adalah 300 mesh (Yeni, 2007). Ukuran saringan yang digunakan harus relatif besar agar bahan tidak ikut tersaring, saringan ini hanya bertujuan menyaring kotoran yang terbawa dalam bahan tanpa mengurangi rendemen produk.

4. Pendinginan dan pengendapan

Setelah gambir asalan dilarutkan ke dalam air panas, tahapan berikutnya adalah pendinginan sekaligus pengenapan. Larutan gambir yang diperoleh dari proses penyaringan kemudian didinginkan dengan cara didiamkan selama 12 jam untuk mengendapkan katekin yang terdapat dalam gambir. Komponen terbanyak dalam gambir adalah katekin dan tanin dengan komposisi masing-masing 7% - 22% dan 30%-55% (Thorpe & Whiteley,1921). Kelarutan antara katekin dan tanin tersebut hampir sama, maka proses pemisahan dengan cara pengendapan ini sangat perlu untuk dilakukan.

Setelah dilakukan proses pengendapan, akan diperoleh dua fraksi yaitu komponen larut dan komponen tidak larut. Komponen larut dalam air dingin adalah tanin dan komponen yang tidak larut dalam air dingin merupakan katekin. Katekin memiliki sifat dapat larut dalam air panas, alkohol, asetat glasial, aseton dan sukar larut dalam air dingin. Tanin memiliki sifat dapat larut dalam alkohol dan air dingin. Dengan proses pengendapan, katekin yang sukar larut dalam air

(12)

66 dingin akan mengendap dan dapat dipisahkan dengan tanin yang masih terlarut dalam air. Pemisahan antara katekin yang mengendap dengan tanin yang masih terlarut dalam air dilakukan dengan pemisahan dengan menggunakan tangki sentrifus.

5. Pemerasan/penyaringan kembali

Endapan hasil pengendapan yang berupa fraksi tidak larut air dingin kemungkinan masih mengandung komponen tanin. Oleh karena itu, endapan kemudian diperas dan disaring untuk mendapatkan larutan tanin dan katekin. 6. Pencucian berulang

Setelah melalui tahapan penyaringan diperoleh dua komponen berupa katekin dan tanin yang akan terpisah menjadi dua proses yang berbeda. Untuk fraksi tanin akan melalui tahapan akhir yaitu tahapan pengeringan dengan menggunakan spray dryer, sedangkan katekin masih membutuhkan proses kembali sebelum masuk ke tahap pengeringan. Untuk memperoleh katekin murni yang sesuai dengan persyaratan mutu maka perlu diperhatikan proses perlakuan secara keseluruhan termasuk tahap pencucian berulang. Agar diperoleh katekin yang murni, maka pasta hasil pemerasan tadi dicuci kembali dengan air dingin dan diperoleh pasta katekin. Air dingin yang digunakan dalam proses pencucian berulang adalah sebanyak empat kali dari pasta katekin yang didapat pada proses sebelumnya.

7. Pelarutan dengan isopropanol

Pasta yang telah dicuci di atas dilarutkan di dalam isopropanol untuk memperoleh katekin murni, karena katekin memiliki sifat larut dalam isopropanol. Melalui proses pelarutan dalam isopropanol akan diperoleh dua fraksi berupa larutan katekin murni yang siap dikeringkan dan fraksi lainnya berupa senyawa non katekin dalam jumlah relatif kecil. Isopropanol yang digunakan berjumlah dua kali lipat dari pasta katekin yang didapat dari proses sebelumnya yaitu pasta katekin yang telah mengalami proses pencucian berulang. 8. Pengeringan

Pasta katekin dan filtrat tanin yang didapat dari beberapa tahapan proses sebelumnya akan masuk pada tahapan pengeringan dengan menggunakan alat

(13)

67 spray dryer. Produk yang dihasilkan berupa katekin dan tanin bubuk dengan kadar air 3 - 5%.

9. Isopropanolrecovery

Pada tahapan pengeringan tadi pelarut yang diuapkan oleh spray dryer ditampung pada kolom destilasi untuk dikondensasikan oleh kondensor menjadi larutan isopropanol sehingga dapat digunakan kembali pada proses produksi selanjutnya.

10. Pengemasan

Katekin dan tanin yang dihasilkan perlu dikemas dengan baik, sebab sifat katekin dan tanin yang rentan kondisi lembab. Produk yang dihasilkan perlu dipertahankan kadar airnya agar produk tetap dalam kondisi baik, melindungi dari kontaminasi luar, memudahkan pengangkutan, serta sebagai sarana pemasaran. Produk katekin dikemas dalam kemasan rimer berupa alumunium foil, kemasan sekunder berupa kaleng dengan kapasitas 5 kg tiap kalengnya dan kemasan tersier berupa dus. Kemudian kemasan ditutup serta disegel dan dijamin tidak ada kebocoran ketika produk diluncurkan ke pasar.

2. Mesin dan peralatan

Pada proses produksi katekin dan tanin dari gambir di atas diperlukan beberapa mesin dan peralatan yang mendukung proses produksi. Alat-alat yang digunakan pada proses produksi pembuatan katekin dan tanin adalah hammer mills, tangki pencampuran, screener (saringan), sentrifuse, tangki penyimpan, tangki pencucian, pengering semprot (Spray dryer), boiler, pompa air, water treatment, instalasi pengolahan air limbah, exhaust fan dan generator set.

1. Hammer Mills

Bahan baku berupa gambir asalan yang akan diproses diberi perlakuan pengecilan ukuran terlebih dahulu yaitu dengan cara digiling. Alat yang digunakan untuk menggiling gambir adalah hammer mills. Mesin penggiling tipe ini memiliki rotor kecepatan tinggi yang berputar di dalam rumahan berbentuk silinder dengan sumbu putar yang biasanya mendatar (horizontal).

Hammer mills secara umum memiliki prinsip mengalirkan umpan menuju penggilingan, kemudian produk dipukul-pukul dengan menggunakan martil

(14)

68 khusus yang bergabung dengan beater rotor dimana akan memperkecil ukuran partikel sampai dengan ukuran yang diinginkan. Ukurannya dapat mencapai 0.8 mm sampai 20 mm. Spesifikasi hammer mills yang digunakan pada industri ini dapat dilihat pada Tabel 14 dan penampakan hammer mills dapat dilihat pada Gambar 14.

Tabel 14. Spesifikasi Hammer Mills Secara Umum Hammer Mills

Fungsi untuk pengecilan ukuran gambir

Bahan konstruksi Baja

Ukuran umpan masuk (mm) 5-30

Ukuran produk (mm) 0.01-0.1

Rasio pengecilan 300

Kapasitas (Kg/Jam) 50

Konsumsi daya 10

Kebutuhan energi listrik 5 Hp

Motor 2 PK

Dimensi (mm) Panjang 730 , Lebar 500 , tinggi 1.240

Efisiensi 75 %

Sumber : www.fao.org

Sumber : www.perkakasku.com

Gambar 14. Hammer Mills untuk Mengecilkan Ukuran Gambir Asalan 2. Tangki Pencampuran Gambir Asalan dengan Air

Tangki pencampuran adalah tangki yang digunakan untuk melarutkan gambir asalan yang sudah digiling dengan air demineralisasi secara batch. Tujuan operasi pencampuran adalah bergabungnya bahan menjadi suatu campuran yang

(15)

69 sedapat mungkin memiliki kesamaan penyebaran yang sempurna. Tangki yang digunakan berupa tangki berpengaduk yang dilengkapi dengan mantel yang berfungsi sebagai pemanas karena pada proses pencampuran gambir ke dalam air panas atau dipanaskan hingga suhu 60°C. Panas yang dihasilkan berasal dari steam dari boiler yang digunakan. Tangki yang digunakan memiliki konstruksi bagian atas berpenutup. Dasar tangki dibuat cekung yang bertujuan meenghindari adanya sudut atau bagian yang tidak bisa dipenetrasi oleh aliran fluida. Sebuah pengaduk (impeller) terakit pada sumbu yang menggantung ke atas. Tangki ini dilengkapi dengan alat pengukur dan pengendali untuk mengendalikan proses agar berjalan dengan aman dan benar, seperti thermogauge, pressure gauge, dan safety valve. Spesifikasi dari tangki pencampuran dapat dilihat pada Tabel 15 dan penampakan tangki pencampuran diperlihatkan pada Gambar 15.

Tabel 15. Spesifikasi Tangki Pencampuran Gambir Asalan Cacah dengan Air Demineralisasi

Tangki pencampuran

Fungsi Tempat pelarutan gambir dalam air

Bahan konstruksi Stainless steel 316

Waktu tinggal bahan 1 jam

Diameter 0.77 m

Tinggi tangki 1.54 m

Volume tangki 200 l

Working volume tangki 60%

Tebal dinding 2 mm Jenis impeller 200 rpm Kecepatan impeller 200 rpm Diameter impeller 0.23 m Daya impeller 1 kW Sumber : Djati (2007)

(16)

70 Sumber: PT. Mitra Niaga Indonesia

Gambar 15. Tangki Pencampuran Gambir Asalan dengan Air Panas 3. Saringan (Screener)

Sebelum masuk ke dalam tahapan proses berikutnya, yaitu proses pendinginan dan pengendapan, larutan gambir disaring terlebih dahulu dengan menggunakan saringan yang terbuat dari baja dengan ukuran 300 mesh. Proses penyaringan bertujuan untuk menahan kotoran yang terbawa dalam bahan baku.

Penyaringan adalah pemisahan bahan padat dari bahan cair dengan mengalirkan campuran bahan menembus pori-pori yang cukup halus untuk menahan padat akan tetapi dapat melalukan bahan cair. Pori-pori yang dibutuhkan untuk penyaringan diperoleh dari kain penyaring dan lubang-lubang saringan plastik atau logam atau tumpukan partikel-partikel padat (Idrial, 1987).

Operasi penyaringan biasanya dilakukan bila jumlah bahan padat relatif kecil jika dibandingkan dengan bahan cair. Penyaringan juga dilakukan selama proses pengendapan tidak berhasil memisahkan bahan padat dengan bahan cair akibat perbedaan berat jenisnya sangat kecil. Penyaringan merupakan proses yang lambat, karena kemampuan bahan untuk menembus pori-pori saringan relatif kecil. Untuk mempercepat penyaringan, terutama untuk bahan padat yang halus dalam cairan maka sering digunakan tekanan. Dalam pengolahan hasil pertanian, tujuan penyaringan adalah untuk menjernihkan atau memurnikan bahan yang diolah dan untuk mendapatkan bahan cair (Idrial, 1987). Penampakan saringan dapat dilihat pada Gambar 16.

(17)

71 Sumber : PT Mitra Niaga Indonesia

Gambar 16. Penyaring (Screener) yang Digunakan untuk Menyaring Kotoran pada Larutan Gambir

4. Sentrifuse

Sentrifuse adalah alat pemisahan yang digunakan untuk memisahkan sistem padatan cairan yang menggunakan prinsip pengendapan dengan gaya sentrifugal. Spesifikasi Sentrifuse dapat dilihat pada Tabel 16 dan penampakan sentrifuse diperlihatkan pada Gambar 17.

Tabel 16. Spesifikasi Sentrifuse Pemisah Komponen Katekin dan Tanin Sentrifus

Fungsi Tempat pengendapan dan pemisahan

komponen larut dan tidak larut

Bahan konstruksi Stainless steel 316

Waktu tinggal bahan 1 jam

Diameter 0.77 m

Tinggi tangki 1.54 m

Volume tangki 200 l

Working volume tangki 60%

Tebal dinding 2 mm

Sumber : Djati (2007)

Gambar 17 a (Tampak samping) Gambar 17 b (Tampak atas) Sumber : PT Mitra Niaga Indonesia

(18)

72 5. Tangki penyimpan

Tangki penyimpan berfungsi sebagai penampungan sementara larutan katekin dan larutan tanin sebelum menuju ke proses selanjutnya. Komponen larut atau filtrat tanin tidak memperoleh perlakuan kembali sebelum masuk pada proses pengeringan, sedangkan komponen tidak larut atau katekin masih melalui beberapa tahapan proses pemurnian sehingga perlu dilakukan penyimpanan komponen tanin, sebab proses pengeringan dilakukan pada waktu yang bersamaan meskipun dengan menggunakan peralatan terpisah. Spesifikasi tangki penyimpan dapat dilihat pada Tabel 17 dan penampakan tangki penyimpan diperlihatkan pada Gambar 18.

Tabel 17. Spesifikasi Tangki penyimpan bahan yang akan dikeringkan Tangki penyimpan

Fungsi Tempat pengendapan dan pemisahan

komponen larut dan tidak larut

Bahan konstruksi Stainless steel 316

Waktu tinggal bahan 5 jam

Diameter 0.77 m

Tinggi tangki 1.54 m

Volume tangki 200 l

Working volume tangki 60%

Tebal dinding 2 mm

Sumber : Djati (2007)

Sumber : PT. Mitra Niaga Indonesia

(19)

73 6. Tangki pencucian

Tangki pencucian digunakan untuk mencuci kembali pasta katekin dengan menggunakan air agar diperoleh katekin yang murni. Pencucian ini dilakukan dengan menggunakan pelarut isopropanol. Tangki pencucian yang digunakan memiliki spesifikasi yang sama dengan tangki pencampuran sebelumnya yang digunakan untuk melarutkan gambir dengan air panas. Spesifikasi tangki pencucian dapat dilihat pada Tabel 18 dan penampakan tangki pencucian diperlihatkan pada Gambar 19.

Tabel 18. Spesifikasi Tangki Pencucian Pasta Katekin Tangki pencucian

Fungsi Tempat pelarutan gambir dalam isopropanol

Bahan konstruksi Stainless steel 316 Waktu tinggal bahan 1 jam

Diameter 0.77 m

Tinggi tangki 1.54 m

Volume tangki 200 l

Working volume tangki 60%

Tebal dinding 2 mm Jenis impeller 200 rpm Kecepatan impeller 200 rpm Diameter impeller 0.23 m Daya impeller 1 kW Sumber : Djati (2007)

Sumber : PT. Mitra Niaga Indonesia

(20)

74 7. Tangki Pelarutan Pasta Katekin dengan Pelarut

Tangki pelarutan pasta katekin dengan pelarut memiliki spesifikasi yang sama dengan tangki pelarutan gambir asalan dengan tangki pelarutan gambir asalan dengan air panas. Tangki ini digunakan untuk melarutkan kembali pasta katekin yang telah dicuci dalam larutan isopropanol sehingga diperoleh katekin yang murni.

8. Pengering semprot (Spray dryer)

Pengering semprot (Spray dryer) berfungsi mengeringkan larutan sampai didapatkan produk dengan kadar air yang diinginkan. Prinsip kerja alat adalah mengatomisasi aliran larutan bahan yang masuk dalam aliran udara panas Pada pengering semprot, atomisasi ukuran bahan yang masuk membuat permukaan penguapan menjadi luas, sehingga pemanasan dapat berlangsung dalam waktu yang singkat yang bertujuan untuk menghindari terjadinya kerusakan produk. Waktu konrak antara droplet bahan dengan udara panas dalam ruangan pengering berlangsung hanya beberapa detik sehingga kecil kemungkinan nutrisi terdegradasi akibat panas (Master, 1979). Produk yang dihasilkan adalah berupa serbuk yang cocok digunakan untuk membuat produk katekin dan tanin.

Keunggulan pengering semprot adalah sifat dan mutu produk dapat terkontrol secara efektif, dapat digunakan pada makanan yang peka terhadap panas, produk biologi dan farmasi dapat dikeringkan pada suhu atmosfir dan suhu rendah, menghasilkan produk yang relatif seragam, partikel-partikelnya berbentuk bulat mendekati proporsi yang sama (Widodo, 2006). Menurut Dwiari (2008), alat pengering semprot terdiri atas pemasukan udara (air inlet), pemanas udara (air heater), drying chamber, inlet atomizer, cyclone chamber, cyclone separator, tempat penampungan produk yang sudah dikeringkan, hot air inlet dan outlet, kipas, motor pengering, dan alat pengontrol.

Spray dryer didesain sendiri oleh tim gambir dan bekerjasama dengan PT. Mitra Niaga Indonesia dengan desainer Ir. Ade Iskandar, M.Si. Tahapan pengeringan dengan pengering semprot adalah (1) atomisasi bahan yang dapat membentuk semprotan sangat halus, (2) kontak antara partikel hasil atomisasi dengan udara pengering, (3) penguapan air bahan, (4) pemisahan bubuk kering dengan aliran udara yang membawanya. Bagian dan tahapan proses pada

(21)

75 pengering semprot dengan susunan open cycle concurrent dapat dilihat pada Gambar 20.

Gambar 20. Bagian dan Tahapan Proses Pengering Semprot dengan Susunan Open Cycle Concurrent (Master, 1979)

Untuk memanaskan udara yang masuk digunakan uap (steam) sebagai pemanas. Spesifikasi pengering semprot yang digunakan diperlihatkan pada Tabel 19 dan penampakan Spray Dryer dapat dilihat pada Gambar 21.

Tabel 19. Spesifikasi Spray Dryer dalam Pengeringan Larutan Katekin dan Tanin Spray dryer

Jenis atomisasi Vaned wheel

Metoda pemanasan Indirect (udara pengering) Jenis aliran udara Searah (concurrent)

Waktu tinggaln 10 detik

Suhu inlet 140°C

Suhu outlet 75°C

Suhu bahan masuk 30°C

Suhu produk 30°C

Panjang chamber 75 cm

Lebar chamber 100 cm

Tinggi chamber 250 cm

Laju pengeringan 75 Liter per jam

Voltage 220/380 V

Pemanas 10 kW

Kadar air produk 3 - 5%

(22)

76 Sumber : PT. Mitra Niaga Indonesia

Gambar 21. Spray Dryer untuk Mengeringkan Larutan Katekin dan Tanin 8. Boiler

Dalam proses pelarutan gambir dalam air panas diperlukan uap pemanas (steam) untuk memanaskan larutan gambir. Untuk memenuhi kebutuhan uap panas tersebut, maka perlu disediakan boiler. Boiler adalah bejana tertutup dimana proses pembakaran dialirkan ke air sampai terbentuk uap. Uap panas yang terbentuk pada tekanan tertentu kemudian digunakan untuk mengalirkan panas ke suatu proses. Bahan bakar yang digunakan untuk pemanasan boiler adalah solar. Pemilihan bahan bakar solar didasarkan pada beberapa pertimbangan yaitu kemudahan menggunakan atau pengoperasian, tidak sulit diperolehdan energi yang dihasilkan relatif besar. Tabel 20 menunjukkan spesifikasi boiler yang digunakan dan penampakan Boiler dapat dilihat pada Gambar 22.

Tabel 20. Spesifikasi Boiler Penghasil Steam Boiler

Tipe Pipa air (water tube)

Produksi uap pemanas 300 kg/jam

Kapasitas 18000 kkal/jam

Efisiensi 90%

Bahan bakar Solar

Panjang 1.55 m

Lebar 1.45 m

Tinggi 1.6 m

(23)

77 Sumber : www.Kadeberg.com

Gambar 22. Boiler Penghasil Uap Panas untuk Kegiatan Produksi Katekin dan Tanin

9. Pompa Air

Pompa air digunakan untuk mengalirkan kebutuhan air pada keseluruhan proses. Spesifikasi pompa yang digunakan ditampilkan pada Tabel 21 penampakan pompa dapat dilihat pada Gambar 23.

Tabel 21. Spesifikasi Pompa yang Digunakan pada Proses Produksi Katekin dan Tanin Pompa Model JetS60 Daya 0,5 HP H. Max 38 M S. Head 9 M Kapaitas 42 liter/Min 220 V/50 Hz/1 phase Maksimum tekanan operasi 8 Bar

Sumber : www.perkakasku.com

Sumber : PT. Mitra Niaga Indonesia

(24)

78 10. Peralatan Water treatment

Air yang digunakan pada keseluruhan proses adalah air demineralisasi, sedangkan air yang digunakan untuk produksi diambil langsung dari air tanah, sehingga perlu dilakukan treatment terlebih dahulu sebelum air tersebut digunakan dalam kegiatan produksi. Air ditreatment dengan menggunakan water treatment. Penampakan Water treatment dapat dilihat pada Gambar 24.

Sumber : www.distributormesin.wordpress.com

Gambar 24. Peralatan Pengolahan Air (Water Treatment) untuk Kebutuhan Pengolahan Gambir Menjadi Katekin dan Tanin

11. Generator set

Energi listrik merupakan sumber daya penting yang digunakan dalam kegiatan industri katekin dan tanin. Karena sebagian besar pengoperasian alat menggunakan listrik. Untuk mencegah terjadinya kegagalan produksi akibat listrik mati, maka disediakan genset untuk persediaan energi apabila listrik mati. penampakan generator set dapat dilihat pada Gambar 25.

Sumber : www.allproducts.com Gambar 25. Generator Set

(25)

79 12. Instalasi Penanganan Air Limbah (IPAL)

Instalasi penanganan air limbah digunakan untuk menangani permasalahan limbah cair,sehingga limbah yang dibuang dari industri katekin dan tanin sesuai dengan standar baku mutu lingkungan dan aman bagi lingkungan. penampakan peralatan IPAL dapat dilihat pada Gambar 26.

Sumber : www.medhiabestindo.indonetwork.co.id

Gambar 26. Instalasi Pengolahan Air Limbah pada Industri Katekin dan Tanin 13. Dust collector

Dust collector berfungsi untuk membuang limbah gas ke udara bebas sehingga limbah gas yang terlepas dapat terurai di udara bebas. penampakan Dust collector dapat dilihat pada Gambar 27.

Sumber : www.shopsmith.com

Gambar 27. Dust Collector untuk Mengumpulkan Gas Buangan Industri Katekin dan Tanin

(26)

80 14. Destilator

Alat ini digunakan untuk mengkondensasikan kembali pelarut yang diuapkan pada proses pengeringan dengan menggunakan spray dryer. penampakan destilator dapat dilihat pada Gambar 28.

Sumber : www. husinrm.wordpress.com

Gambar 28. Destilator untuk Mendapatkan Kembali Pelarut yang Teruapkan pada Proses Pengeringan

3. Kebutuhan energi listrik dari mesin dan peralatan yang digunakan pada proses produksi katekin dan tanin

Mesin dan peralatan yang digunakan sebagian besar memanfaatkan energi listrik. Pada Tabel 22 diperlihatkan jumlah energi listrik yang dibutuhkan oleh mesin dan peralatan pada proses produksi katekin dan tanin.

(27)

81 Tabel 22. Kebutuhan Energi Listrik pada Mesin dan Peralatan yang Digunakan oleh Industri Katekin dan Tanin

Nama Mesin

Jumlah Mesin

Daya Listrik (kWh)

Waktu Operasi Per Hari (jam) kWh/Hari (kWh) kWh/Bulan (kWH) kWh/Tahun(kWH) Hammer mills 2 2.5 2 10 240 2880 Tangki pencampuran 2 2.5 3 15 360 4320 Screener 2 2 3 12 288 3456 Sentrifuse 2 2.5 3 15 360 4320 Tangki pencucian 2 2.5 3 15 360 4320

Pengering semprot (Spray dryer)

2 10 6 120 2880 34560

Pompa

5 2 3 30 720 8640

Peralatan pengolahan air demineralisasi (water treatment) 1 2 3 6 144 1728 Mesin pengemas 2 2 3 12 288 3456 Destilator 1 2 2 4 96 1152 IPAL 1 2.5 2 5 120 1440 Total 244 5736 70272

(28)

82 4. Neraca massa proses pemurnian katekin dan tanin dari gambir

Proses produksi katekin dan tanin yang digunakan dalam penelitian ini disusun berdasarkan kajian yang dilakukan oleh tim gambir. Neraca massa proses pemurnian katekin dan tanin dapat dilihat pada Gambar 29 di bawah ini.

(29)

83 D. PENENTUAN LOKASI PABRIK

Penentuan lokasi pabrik merupakan suatu hal penting yang perlu diperhatikan dalam pendirian suatu industri. Pemilihan lokasi yang tepat akan berpengaruh terhadap kelangsungan dan efisiensi perusahaan. Beberapa hal yang harus dipertimbangan dalam pemilihan lokasi pabrik adalah ketersediaan bahan mentah, letak pasar yang dituju, tenaga listrik dan air, pasokan tenaga kerja, dan fasilitas transportasi (Husnan dan Muhammad, 2005).

Suatu industri yang lokasinya tidak tepat, akan menghadapi persoalan yang terus menerus dan tidak terselesaikan, terutama dalam menghadapi saingan sehingga kelangsungan hidup dan stabilitas industri tersebut akan selalu mengalami kesulitan. Oleh sebab itu, untuk memperoleh keputusan yang tepat dalam penentuan lokasi,maka perlu dilakukan pengkajian berbagai faktor yang mempengaruhinnya. Lokasi industri yang tepat dapat melayani proses-proses baru, perkembangan teknologi, dan dapat menampung kemungkinan-kemungkinan perluasan industri.

Calon lokasi pabrik katekin dan tanin ditetapkan oleh calon pendiri pabrik yaitu di daerah sumber bahan baku yaitu di Lubuk Alai Kabupaten Lima Puluh Kota, Ciawi Bogor, dan Leuwikopo Bogor. Pemilihan lokasi perlu dilakukan dengan cara membandingkan faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan pemilihan tersebut.

Kabupaten lima puluh kota menjadi salah satu alternatif pendirian pabrik katekin dan tanin adalah berdasarkan faktor kedekatan dengan sumber bahan baku sehingga memperkecil biaya transportasi, sumberdaya manusia kurang mendukung karena saat ini sumberdaya yang kompeten tersedia di lokasi alternatif lainnya, dan infrastruktur cukup mendukung , namun jauh dari pasar. Di lain pihak Ciawi Bogor dipilih menjadi alternatif berikutnya adalah karena dekat dengan pasar maupun mudah dengan akses pemasaran sehingga memperkecil biaya dan tingkat kesulitan pemasaran. Selain itu infrastruktur yang mendukung untuk pendirian pabrik katekin dan tanin diantaranya sudah tersedianya lahan dan bangunan untuk pabrik sangat mendukung meskipun jauh dari sumber bahan baku.

(30)

84 Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan Metode Perbandingan Eksponensial (MPE), lokasi yang terpilih adalah Ciawi Bogor dengan total nilai pilihan terbesar yaitu 312.214, diikuti oleh alternatif berikutnya yaitu Leuwikopo sebesar 280.880, dan Kabupaten Lima Puluh Kota 138.065. Kuesioner dan hasil perhitungan dengan menggunakan Metode Perbandingan Eksponensial dapat dilihat pada Lampiran 7. Penetapan lokasi pabrik didasarkan pada berbagai pertimbangan yang perlu diperhatikan. Dikaji dari karakteristiknya industri katekin dan tanin membutuhkan lokasi yang tidak terlalu luas karena hanya melakukan proses pemurnian bahan baku gambir asalan menjadi katekin dan tanin sehingga area yang dibutuhkan hanya meliputi area pabrik dan kelengkapannya. Industri katekin dan tanin tidak menghasilkan limbah padat, cair, dan gas yang membahayakan bagi lingkungan sehingga lokasi pendirian industri pun tidak harus jauh dari pemukiman penduduk. Untuk mendukung proses pendistribusian bahan baku dan produk dibutuhkan infrastruktur yang mendukung. Diperlukan kedekatan dengan akses pasar akan mempermudah kegiatan pemasaran produk dan mampu meringankan biaya distribusi produk. Industri katekin dan tanin membutuhkan infrastruktur yang mendukung yaitu kebutuhan tenaga listrik harus memadai, pasokan air tanah memadai dengan kualitas air masih cukup baik. Selain itu air Perusahaan Daerah Air Minum tersedia, sehingga kebutuhan air bersih dapat terpenuhi dengan baik. Keseluruhan kriteria kebutuhan pendirian industri tersebut terpenuhi pada alternatif lokasi Ciawi Bogor, sehingga pemilihan lokasi di Ciawi Bogor sudah tepat.

Ketersediaan sumberdaya manusia pun menjadi faktor penting yang perlu dipertimbangkan. Pasokan sumber daya yang kompeten dan tenaga kerja tersedia dalam jumlah memadai. Dengan adanya industri di atas, tenaga kerja yang ada di daerah ini dapat terserap dan mampu mengurangi tingkat pengangguran. Selain itu faktor berbagai biaya seperti biaya transportasi pemasaran, biaya pembelian lahan dan pembangunan lahan yang lebih rendah.

Meskipun lokasi Ciawi jauh dari bahan baku namun hal ini tidak menjadi permasalahan besar karena bahan baku yang digunakan adalah gambir olahan (asalan) yang memiliki umur simpan dan daya tahan tinggi sehingga kelemahannya hanya ada pada biaya transportasi bahan baku relatif lebih tinggi

(31)

85 dari alternatif lokasi di Kabupaten Lima Puluh Kota, namun apabila lokasi yang dipilih adalah Kabupaten Lima Puluh Kota karena dekat dengan bahan baku, namun biaya yang dikeluarkan untuk transportasi akan lebih besar yaitu biaya pengiriman pelarut yang berjumlah 15 kali dari jumlah gambir asalan dan pengiriman bahan pelarut memerlukan penanganan lebih dibanding pengiriman gambir asalan.

E. DESAIN TATA LETAK DAN KEBUTUHAN RUANG PABRIK

Desain tata letak sangat dibutuhkan dalam rangka pendirian suatu pabrik, karena hal ini berhubungan dengan penyusunan letak mesin, peralatan-peralatan produksi, dan ruangan-ruangan dalam pabrik. Pada tahapan proses pendirian industri katekin dan tanin, penentuan desain tata letak menjadi salah satu faktor yang sangat diperhatikan karena akan membuat proses produksi dapat berjalan dengan efektif dan efisien. Hal ini mengacu pada Heizer dan Render (2004) yang menyatakan bahwa tata letak merupakan salah satu strategi wilayah yang akan menentukan efisiensi operasi dalam jangka panjang. Tata letak yang efektif dapat membantu sebuah perusahaan mendapatkan strategi yang mendukung perbedaan, harga yang rendah, atau respon.

Selain mendukung lancarnya proses produksi, perancangan tata letak pada dasarnya dapat meminimumkan total biaya. Menurut Purnomo (2004) perancangan tata letak pabrik dapat meminimukan elemen-elemen biaya, seperti biaya untuk konstruksi dan instalasi baik untuk bangunan, mesin, maupun fasilitas produksi lainnya, biaya pemindahan bahan, biaya produksi, perawatan mesin dan biaya penyimpanan produk setengah jadi.

Pada penentun tata letak pabrik terdapat dua tipe yang digunakan yaitu tipe produk dan tipe proses. Industri katekin dan tanin memproduksi dua jenis produk yaitu katekin dan tanin namun dalam satu lini proses. Oleh karena itu, tipe tata letak yang digunakan adalah tipe produk. Product layout adalah cara pengaturan dan penempatan semua fasilitas produksi yang diperlukan ke dalam suatu departemen tertentu atau khusus. Suatu produk dapat diproduksi sampai selesai di dalam departemen tersebut, dan tidak perlu dipindahkan-pindahkan ke departemen yang lain. Dalam product layout, mesin-mesin atau alat bantu disusun

(32)

86 menurut urutan proses dari suatu produk. Produk-produk bergerak secara terus menerus dalam suatu garis perakitan. Product layout akan digunakan bila volume produksi cukup tinggi dan variasi produk tidak banyak dan sangat sesuai untuk produksi yang kontinyu. Tujuan dari product layout pada dasarnya adalah untuk mengurangi proses pemindahan bahan dan memudahkan pengawasan di dalam aktivitas produksi, sehingga pada akhirnya terjadi penghematan biaya (Purnomo 2004).

Adapun pola aliran bahan yang digunakan pada pabrik katekin dan tanin adalah tipe lurus yang bertujuan untuk mengefisienkan waktu dan pergerakan. Analisa aliran bahan sangat diperlukan dalam merancang suatu tata letak industri atau pabrik. Penentuan aliran bagi manajemen, material, aliran bahan, distribusi fisik dan logistik merupakan salah satu langkah dalam perencanaan fasilitas yang sangat penting terutama penentuan pola aliran bahan.

Berdasarkan diagram alir proses produksi katekin yang dibuat, maka dilakukan analisis keterkaitan antar aktivitas untuk menentukan tata letak pabrik. Salah satu alat untuk menganalisa dan merancang keterkaitan antar kegiatan ini disebut Bagan Keterkaitan Antar Kegiatan atau AR-Chart. Keterkaitan antar aktivitas dan hasil dari proses perancangan kegiatan tersebut adalah dalam bentuk bagan dan diagram keterkaitan antar kegiatan, yang secara sistematis telah menunjukkan bagaimana kedudukan (letak atau lokasi) suatu kegiatan (ruang) tertentu dikaitkan dengan kegiatan (ruang) yang lain (Apple, 1990).

Dalam merancang hubungan antar kegiatan maka harus dipertimbangkan faktor penting yaitu persyaratan khusus yang harus dipenuhi untuk kegiatan atau ruang tertentu, karakteristik bangunan, letak bangunan, fasilitas eksternal, dan kemugkinan perluasan. Bagan tersebut dapat dilihat pada Gambar 30.

(33)

87 Gambar 30. Bagan Keterkaitan Antaraktivitas pada Pabrik Katekin dan Tanin

Bagan keterkaitan antaraktivitas tersebut kemudian digunakan untuk merencanakan dan menganalisis keterkaitan antar aktivitas. Informasi yang dihasilkan dari bagan keterkaitan antar aktivitas kemudian diwujudkan dalam bentuk diagram yang disebut diagram keterkaitan antaraktivitas.

Bagan keterkaitan antaraktivitas di atas dijadikan patokan sebagai perhitungan keterkaitan antar ruang. Informasi yang didapat dari bagan keterkaitan antaraktivitas tersebut kemudian diwujudkan dalam bentuk diagram yang disebut keterkaitan antar aktivitas. Diagram keterkaitan antar aktivitas menggunakan template-template yang menggambarkan kegiatan yang ada (Apple, 1990). Setiap template mencantumkan informasi mengenai derajat keterkaitan kegiatan tersebut dengan kegiatan lain yang diperoleh dari bagan keterkaitan antar aktivitas. Untuk membuat diagram ini dihitung dengan menggunakan metode Total Closeness Rating (TCR). Berikut daftar hasil perhitungan total closeness rating (Tabel 23):

Gambar

Tabel 13. Standar Mutu Gambir pada Pedagang Perantara dan Eksportir Menurut  Warna, Bentuk Cetakan, dan Berat
Tabel 14. Spesifikasi Hammer Mills Secara Umum  Hammer Mills
Tabel 15. Spesifikasi Tangki Pencampuran Gambir Asalan Cacah dengan Air  Demineralisasi
Gambar 15. Tangki Pencampuran Gambir Asalan dengan Air Panas  3.  Saringan (Screener)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sesuai dengan tahap perkembangan intelektual Piaget (Krause, et al., 2007) bahwa siswa SMP (berusia 11 – 12 tahun) berada pada tahap operasi konkrit menuju

Pada kesempatan yang baik inidisampaikan terima kasih kepada para penulis, penyunting pelaksana, dan para penyunting ahliyang telah membantu dalam rangka penyusunan artikel pada

Keunt ungan (kerugian) dari perubahan nilai aset keuangan dalam kelompok t ersedia unt ukc.

mengetahui pengaruh dari rasio-rasio keuangan, yaitu Current Ratio (CR), Inventory Turnover Ratio (ITR), dan Debt To Equity Ratio (DER) terhadap Return On Investment

a. Habis waktu yang telah disepakati oleh kedua belah pihak yang berakad. Jika waktu telah habis tetapi belum mendapatkan apa-apa, pengarap boleh berhenti. Akan tetapi jika

Perubahan Pasal 1 ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 mengindikasikan memberikan penegasan terhadap Pasal 4 ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 yaitu penegasan dianutnya sistem

Bagi siswa, untuk meningkatkan sikap positif siswa terhadap pendidikan dan membantu mereka menentukan keputusan yang baik untuk melanjutkan sekolah ke jenjang pendidikan

Menurut Sugiyono (2013: 133) “ Observasi bertujuan untuk mengadakan pengamatan secara objektif tentang topik yang diteliti ” yaitu Analisis Karya Seni Grafis Karya Seniman