• Tidak ada hasil yang ditemukan

Apaka Hukum kita sudah Menerapkan prinsi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Apaka Hukum kita sudah Menerapkan prinsi"

Copied!
106
0
0

Teks penuh

(1)

APAKAH HUKUM KITA

MENINGKATKAN

(2)

UN Women adalah Badan Perserikatan Bangsa Bangsa yang berdedikasi untuk mencapai kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan. Sebagai organisasi terdepan untuk perempuan dan anak perempuan di tingkat global, UN Women didirikan untuk mempercepat kemajuan dalam pemenuhan kebutuhan perempuan dan anak perempuan di seluruh Indonesia.

Pandangan yang diungkapkan dalam penerbitan ini adalah pandangan para penulis, dan tidak harus mewakili pandangan UN WOMEN, Perserikatan Bangsa-Bangsa atau organisasi terafiliasi lainnya.

Apakah Hukum Kita Meningkatkan Kesetaraan Gender? Buku Pegangan untuk Tinjauan Hukum berbasis CEDAW

Do our Laws Promote Gender Equality? A Handbook for CEDAW-based Legal Reviews

Copyright © United Nations Entity for Gender Equality and the Empowerment of Women

Tanggal Penerbitan: Juni 2010

UN WOMEN East and Southeast Asia Regional Office UN Building 5th Floor, Rajdamnern Nok Ave.

Bangkok 10200 Thailand Tel: +662-288-2093 Fax: +662-280-6030

Website: http://unwomen-eseasia.org

Ditulis oleh Rea Abada Chiongson Disunting oleh Sarah Fortuna

(3)

APAKAH HUKUM KITA

MENINGKATKAN

KESETARAAN GENDER?

BUKU PEGANGAN UNTUK TINJAUAN HUKUM BERBASIS CEDAW

A HAndbook for CEdAW-bAsEd LEgAL rEviEWs

(4)
(5)

PENGANTAR

Dalam tiga dasawarsa terakhir – sejak Sidang Umum PBB mengadopsi Konvensi untuk Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW) – negara-negara di

wilayah Asia Tenggara telah mengesahkan banyak UU yang menetapkan standar kesetaraan gender dan menjamin kesetaraan gender dan non-diskriminasi. Banyak penetapan dalam UU yang diskriminatif terhadap perempuan telah dihilangkan, dan UU baru yang memajukan hak-hak perempuan dan memerangi pelbagai kekerasan berbasis gender, sering kali dengan cara-cara terobosan, telah diadopsi di semua wilayah.

Di seluruh dunia, UN WOMEN telah mendukung advokasi kesetaraan gender dalam Pemerintahan dan organisasi-organisasi masyarakat madani dalam melakukan tinjauan hukum atas hukum nasional agar sejalan dengan CEDAW dan mengupayakan reformasi hukum yang memajukan kesetaraan gender. Di Asia Tenggara saja, pada lima tahun terakhir, tinjauan semacam

itu didukung melalui Program CEDAW Asia Tenggara di Kamboja, Indonesia, Filipina, Thailand, dan

Viet Nam. Pengalaman-pengalaman ini telah menyumbang pengembangan badan pengetahuan tentang keadaan de jure kesetaran gender. Bahkan jauh lebih penting lagi, pengalaman-pengalaman

itu juga telah mengarah, di antara banyak langkah lainnya, ke adopsi UU Kesetaraan Gender di

Vietnam, Magna Carta Perempuan di Filipina, dan amandemen UU tentang Partai Politik dan UU tentang Pemilihan Umum di Indonesia dan UU Pidana dan Perdata Thailand.

Masih tersisa cukup contoh UU yang secara eksplisit melakukan diskriminasi terhadap perempuan karena jenis kelamin mereka. Banyak Pemerintah percaya bahwa UU yang netral

gender memberi keuntungan yang setara bagi laki-laki dan perempuan, sementara sebenarnya –

karena halangan struktural, institusional, sosial, dan budaya yang berakar dalam bagi perempuan

– hal sebaliknya kerap kali justru yang merupakan kebenaran. Kegagalan mempertimbangkan dan

menangani perbedaan-perbedaan gender dalam UU bertanggung jawab atas ketidaksetaraan

gender. Karena itu, pelaku advokasi untuk kesetaraan gender harus gigih dalam mengupayakan

usaha identifikasi peraturan/perundang-undangan yang tidak konsisten terhadap CEDAW, mengusulkan perbaikan yang diperlukan, dan membantu menciptakan kerangka hukum untuk kesetaraan gender.

Untuk mendukung berbagai tugas ini, UN WOMEN telah menyusun sebuah buku pegangan

– Apakah UU kita mempromosikan kesetaraan gender? ‘Do Our Laws Promote Gender Equality?

– untuk tinjauan hukum berbasis CEDAW, menyediakan pedoman praktis, langkah demi

langkah mengenai tinjauan kritis UU negara, dan mengikutsertakan seperangkat indikator yang dikembangkan dan diuji melalui tinjauan hukum sesungguhnya

Dengan tulus saya berharap bahwa buku pegangan ini akan bermanfaat bagi pelaku advokasi hak-hak perempuan dalam upaya mengakhiri diskriminasi terhadap perempuan baik dalam hukum maupun hidup keseharian.

Moni Pizani

Regional Programme Director

(6)

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis sangat berterima kasih kepada UN WOMEN karena telah memberi kesempatan untuk menjadi bagian dalam penyusunan buku pegangan ini. Secara khusus, terima kasih untuk Shoko Ishikawa, Amarsanaa Darisuren, Vu Ngoc Binh, Vanny Prok, Syafirah Hardani, dan Pannin Laptaweesath untuk bantuan dan arahan yang tidak ada hentinya.

Sebagai penilaian, kerangka dalam buku pegangan ini sudah diujikan dalam empat

lokakarya percontohan yang diselenggarakan di Indonesia dan Kamboja, penulis sangat

berterima kasih kepada para penyelenggara dan peserta lokakarya, terutama Yang Mulia Chan

Sotheavy, Menteri Negara Kementerian Kehakiman Kamboja dan staf-nya; Ly Vichuta; Musdah Mulia; Rena Herdiyani; dan para anggota Prakarsa Gelompok Kerja CEDAW.

Penulis juga berterima kasih kepada staf UN WOMEN Cina dan para peserta “Training on Assessing Compliance of National laws with CEDAW” yang diselenggarakan pada 28-30 April 2009, Beijing, Cina, yang komentarnya telah memberi sumbangan untuk lebih mempertegas kerangka penilaian.

Penghargaan juga harus disampaikan kepada mereka yang telah memberi komentar berharga terhadap naskah buku pegangan ini, khususnya Usa Lerdsrisuntad, Direktur Program Foundation for Women. Pengarang juga berterima kasih kepada Sarah Fortuna untuk pekerjaan penyuntingan dan tata letak yang cermat untuk terbitan ini.

Terakhir, terima kasih khusus kepada Ricardo, Erlinda, Richelle dan Rolica Chiongson, serta Emmett Cunningham untuk semua dorongan dan dukungan.

Rea Abada Chiongson, Februari 2010

TENTANG PENULIS

Rea Abada Chiongson adalah pengacara dan bekerja untuk Fakultas Hukum Universitas Ateneo de Manila, Filipina. Ia memperoleh gelar sarjana dalam ilmu politik dan hukum (B.A dan J.D) dari Universitas Ateneo de Manila, Filipina dan mendapat gelar master hukum (LLM) dalam bidang Hukum Internasional dari Universitas Columbia, New York, AS.

Rea adalah pakar terkenal dalam bidang Konvensi untuk Penghapusan atas Segenap Bentuk Kekerasan terhadap Perempuan (CEDAW) dan standar internasional lain yang menyangkut

(7)

DAFTAR ISI

Pengantar i

Ucapan Terima Kasih ii

Tentang Pengarang ii

Pendahuluan 1

BAGIAN SATU

CEDAW dan tinjauan hukum 3

Tinjauan Hukum 3

CEDAW sebagai kerangka dalam tinjauan hukum 3

Pentingnya menggunakan CEDAW sebagai kerangka tinjauan hukum 3

BAGIAN DUA

Apa yang perlu Anda ketahui sebelum membuat tinjauan hukum berbasis CEDAW 7

CEDAW dan prinsip-prinsip kunci-nya 7

Pasal-pasal CEDAW 1-30 10

Situasi de facto perempuan dan kesetaraan gender 15

UU dan pembuatan UU 16

Pertanyaan-pertanyaan yang sering diajukan tentang hukum dan

pembuatan hukum 19

BAGIAN TIGA

Merencanakan tinjauan hukum berbasis CEDAW 23

BAGIAN EMPAT

Kerangka kerja untuk tinjauan hukum berbasis CEDAW 27

Kerangka tinjauan hukum berbasis CEDAW (kerangka penilaian) 28

Mengembangkan indikator hukum CEDAW 30

Menentukan kepatuhan/kesesuaian dan rekomendasi 45

BAGIAN LIMA

Menggunakan tinjauan hukum berbasis CEDAW 57

Dari tinjauan ke reformasi 57

(8)

LAMPIRAN I

Daftar indikator hukum CEDAW 61

LAMPIRAN II

Konvensi untuk Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan

(CEDAW) 71 LAMPIRAN III

Sumber daya CEDAW yang disarankan 81

(9)

PENDAHULUAN

Dasar Pemikiran

Konvensi untuk Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW)

merayakan 30 tahun kehadiarannya pada tahun 2009, setelah diadopsi oleh Sidang Umum pada 18 Desember 1979. Terhitung 1 Agustus 2009, 186 Negara telah meratifikasi CEDAW, yang mencerminkan konsensus global dari Negara-Negara untuk mengambil langkah konkret demi mencapai kesetaraan gender dan menghapus diskriminasi dalam segala bentuknya.

CEDAW memberikan kerangka menyeluruh untuk peningkatan, perlindungan, dan

pemenuhan hak-hak perempuan. Khususnya, prakarsa ini mewajibkan Negara untuk menghapus

diskriminasi terhadap perempuan di semua bidang, tanpa penundaan, dan dengan semua cara yang sesuai, termasuk peraturan/perundangan. Akan tetapi, meskipun ada kewajiban-kewajiban yang dituntut oleh CEDAW, diskriminasi terus ada di semua bidang, termasuk bidang hukum. UU yang diskriminatif terus membatasi, melarang, atau menafikan hak-hak perempuan, dan menimbulkan pembebasan dari hukuman untuk sejumlah pelanggaran. UU ini menghalangi perempuan untuk menikmati HAM mereka dan perkembangan penuh sebagai manusia.

Komite CEDAW, dalam Pengamatan Akhir mereka baru-baru ini, mendesak Pihak-pihak Negara untuk membuat UU mereka sesuai dan patuh pada Konvensi. Negara-negara sangat

didorong untuk memastikan bahwa CEDAW dapat diterapkan dalam sistem hukum dan penetapannya sepenuhnya digabungkan dengan UU nasional.

Tujuan

Buku pegangan ini disusun untuk memandu para praktisi dalam pemerintahan, ORNOP, lembaga akademik, badan pengembangan, dan kelompok-kelompok perempuan untuk menilai kepatuhan UU negara terhadap CEDAW dan memberi rekomendasi yang tepat untuk kesesuaian melalui tinjauan hukum berbasis CEDAW. Pedoman ini melakukan hal ini dengan mengajukan

kerangka untuk menilai kepatuhan/kesesuaian hukum (kerangka penialian). Kerangka penilaian

membangun kapasitas praktisi untuk mengidentifikasi kewajiban-kewajiban menurut CEDAW, menyusun indikator-indikator hukum, mengidentifikasi pengaturan hukum yang diskriminatif, mengusulkan UU, revisi atau amandemen yang mempromosikan kesetaraan gender, dan

memberi rekomendasi lainnya untuk memastikan kesesuaian hukum dengan Konvensi. Buku

pegangan ini terutama ditujukan untuk para praktisi di Asia Tenggara. Akan tetapi, pedoman ini juga dapat dipakai di wilayah lainnya.

Metodologi

Kerangka penilaian disusun pada 2007 dan digunakan untuk meninjau UU Vietnam. Tinjauan

hukum Vietnam mengidentifikasi sejumlah 117 indikator dan 34 sub-indikator yang dibagi menjadi bidang-bidang berikut:

1. Penjaminan kesetaraan dan diskriminasi 2. Pelarangan diskriminasi

3. Perlindungan hukum untuk perempuan

4. Lembaga-lembaga untuk implementasi dan pemantauan/monitoring 5. Penggabungan dan penerapan perjanjian-perjanjian

6. Kekerasan berbasis gender

7. Langkah-langkah khusus sementara 8. Pola perilaku sosial dan budaya 9. Perdagangan dan eksploitasi prostitusi

(10)

11. Kewarganegaraan

12. Pendidikan

13. Ketenagakerjaan 14. Kesehatan

15. Kehidupan ekonomi dan sosial

16. Perempuan pedesaan

17. Kesetaraan di hadapan hukum

18. Perkawinan dan keluarga

Kerangka penilaian dipertajam sejak Juni 2008 hingga Februari 2009 melalui penggunaannya

dalam tinjauan hukum Indonesia dan Kamboja yang mencakup empat lokakarya1 guna

memberikan bantuan pakar kepada kelompok-kelompok lokal dalam menyusun tinjauan hukum nasional. Bantuan teknis berkesinambungan dan diskusi yang terus terjadi untuk memfasilitasi penyusunan tinjauan hukum juga disediakan. Tinjauan Indonesia menilai UU Perkawinan (UU

No.1 tahun 1974) Indonesia. Kelompok kerja antar-sektor yang dipimpin oleh Prakarsa Kelompok Kerja CEDAW (CEDAW Working Group Initiative-CWGI) sedang menulis tinjauan tersebut. Tinjauan hukum Kamboja mengevaluasi kekerasan dalam rumah tangga, perdagangan dan eksploitasi seksual, ketenagakerjaan dan pekerja rumah tangga, serta perkawinan. Kementerian Kehakiman Kamboja sedang memimpin prakarsa ini. Kedua tinjauan hukum itu masih sedang difinalisasikan. Kerangka penilaian juga semakin dipertajam selama “Pelatihan untuk Menilai Kepatuhan/Kesesuaian UU Nasional pada CEDAW” yang diselenggarakan pada 28-30 April

2009 di Beijing, Cina yang diadakan oleh Fasilitas Gender PBB Cina.

Buku pegangan ini juga memakai sejumlah prakarsa berkaitan dengan CEDAW dan peraturan/perundangan sebelumnya termasuk:

a) Kajian bersama UN WOMEN dan UNDP-Pasifik sejak 2007 – Menerjemahkan CEDAW ke

dalam Hukum: Kepatuhan Hukum CEDAW di Sembilan Negara Kepulauan Pasifik – yang mengidentifikasi sejumlah 113 indikator legislatif khusus yang merangkum persyaratan untuk

UU negara agar sepenuhnya sesuai dengan CEDAW; 2

b) Publikasi UN WOMEN Asia Tenggara dan Pusat untuk Penelitian Perempuan (CENWOR) berjudul CEDAW Indicators for South Asia: An Initiative ‘Indikator-indikator CEDAW untuk Asia Selatan: Sebuah Prakarasa’3 – yang mendaftar indikator-indikator yang diusulkan dalam bidang hukum, pendidikan, ketenagakerjaan, kesehatan, dan perempuan di sektor pedesaan; dan

c) Buku pedoman UNDP yang disebut Menyusun Legislasi Sadar Gender: Bagaimana Mempromosikan dan Melindungi Kesetaraan Gender di Eropa Tengah dan Timur dan di Negara-Negara Persemakmuran Merdeka4 yang menyediakan pedoman tentang memasukkan standar nasional ke dalam UU negara.

Meskipun dipersiapkan secara khusus untuk wilayahnya masing-masing, prakarsa-prakarsa ini memberi sumbangan kepada penyusunan buku pegangan ini.

1 Keempat lokakarya adalah sebagai berikut: 1) Lokakarya tentang Menilai Kesesuaian UU Indonesia untuk Perkawinan dan Keluarga dengan Konvensi untuk Penghapusan Segenap bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan, Jakarta, Indonesia, 30 Juni-3 Juli 2008; (b) Lokakarya Validasi tentang Tinjauan Hukum atas UU Perkawinan No.1/1974, Jakarta, Indonesia, 16-17 September 2008; (c) Menilai Kepatuhan UU Kamboja pada CEDAW, 8012 September 2008. Siem Reap, Kamboja; (d) Lokakarya tentang Penyebarluasan Hasil penelitian tentang Kepatuhan UU Nasional kepada CEDAW, Phnom Penh, Kamboja, 5 Februari 2009. Lokakarya di Kamboja ini diselenggarakan oleh Kementerian Kehakiman, sementara yang di Indonesia diselenggarakan oleh CWGI (Prakarsa Kelompok Kerja CEDAW).

2 UN WOMEN dan UNDP Pusat Pasifik. nd UNDP Pacific Centre. Menerjemahkan CEDAW ke dalam Hukum: Kepatuhan Legislatif CEDAW di Sembilan Negara Kepulauan Pasifik. Suva, 2007.

3 CENWOR and UN WOMEN. Indikator-indikator CEDAW untuk Asia Selatan: Sebuah Prakarasa. Sri Lanka. 2004.

(11)

1

CEDAW DAN TINJAUAN HUKUM

(12)
(13)

BAGIAN SATU:

CEDAW DAN TINJAUAN HUKUM

Dalam bagian ini:

 Apakah tinjauan hukum?

 CEDAW sebagai kerangka untuk tinjauan hukum

TINJAUAN HUKUM

Tinjauan-tinjauan hukum mengungkap kesenjangan dalam UU tertentu dan mengusulkan cara-cara bagaimana kesenjangan ini dapat dijembatani. Tinjauan hukum memberi rekomendasi untuk kemungkinan solusi hukum seperti amandemen, revisi, atau penundaan UU yang ada atau penciptaan UU baru.

CEDAW SEBAGAI KERANGKA DALAM TINJAUAN HUKUM

Sebuah tinjauan hukum yang menggunakan kerangka CEDAW mengevaluasi UU melalui lensa standar kesetaraan gender yang diterima secara internasional. CEDAW menawarkan beberapa keuntungan sebagai kerangka untuk tinjauan hukum.

Sebagai perjanjian hak asasi manusia HAM), konvensi ini sangat memajukan pendekatan berbasis hak demi menuntut hak-hak. Ia menekankan dinikmatinya HAM. Ia juga menyoroti antar-keterkaitan dan status setara semua hak asasi manusia (apakah hak sipil, politik, ekonomi, sosial, dan budaya), seperti dijamin oleh perjanjian HAM lainnya.

Sebagai perjanjian kesetaraan, CEDAW:

• mempertimbangkan konstruksi sosial gender;

• memberi jaminan kesetaraan yang menyeluruh dalam semua bidang – sipil, politik, ekonomi, sosial, budaya, dan bidang-bidang lain;

• memandatkan tidak hanya kesetaraan dalam hukum tetapi juga , lebih penting lagi, kesetaraan dalam hasil-hasil (kesetaraan de facto atau yang sesungguhnya);

• menyediakan sebuah definisi diskriminasi yang menangani semua bentuk, khususnya diskriminasi tidak langsung; dan

• berfokus pada kewajiban Negara-negara untuk memastikan hak asasi perempuan dan

kesetaraan.

PENTINGNYA MENGGUNAKAN CEDAW SEBAGAI KERANGKA TINJAUAN

HUKUM

Hukum menerjemahkan prinsip-prinsip CEDAW ke dalam pelayanan hukum konkret yang dapat dengan mudah diakses dan dinikmati pada tingkat negara. Tinjauan hukum yang menggunakan kerangka CEDAW memfasilitasi proses ini.

Secara khusus, kerangka CEDAW:

• mengidentifikasi diskriminasi gender dalam UU;

• menyoroti kewajiban Negara pada bidang-bdang hukum tertentu;

• mengungkap kesenjangan atau kelemahan dalam hukum dalam mencapai kesetaraan gender;

• menunjukkan perubahan-perubahan yang perlu terjadi untuk membuat UU yang peka-gender dan tanggap; dan

(14)

1

BAGIAN SATU:

CEDAW DAN TINJAUAN HUKUM

Tujuan Tinjauan Hukum Berbasis CEDAW

Dalam sebagian besar kasus, tinjauan hukum yang menggunakan kerangka CEDAW dilakukan sebagai langkah awal menuju reformasi hukum.

Tujuan langsung melaksanakan tinjauan tersebut kemungkinan adalah untuk:

• Menyoroti dimensi gender dalam bidang-bidang hukum tertentu;

• Mendokumentasi kemajuan ke arah kesetaraan gender (termasuk menyusun daftarnya);

• Menyelaraskan ketidakajegan (inkonsistensi) dalam berbagai bidang hukum melalui

penerapan standar kesetaraan gender (misalnya, di Vietnam, menyusul adopsi Hukum

tentang Kesetaraan Gender pada 29 November 2006, Petunjuk untuk UU Kesetaraan

Gender yang dikeluarkan pada 3 Mei 2007. Petunjuk tersebut menyatakan bahwa pemerintah harus membuat tinjauan atas dokumen-dokumen hukum normatif yang ada untuk mengevaluasi kebutuhan untuk amandemen, revisi, atau pencabutan, atau diundangkannya UU baru. Untuk membantu pemerintah, dilakukanlah tinjauan hukum

independen); 5

• Mengidentifikasi apakah UU, peraturan administratif atau praktik-praktik sosial-budaya mengurangi kekuatan jaminan atas kesetaraan dan non-diskriminasi;

• Meminta pertanggungjawaban Negara untuk memastikan kesetaraan;

• Mengidentifikasi rekomendasi untuk UU yang peka-gender dan tanggap;

• Membandingkan kemajuan antar-Negara dan di antara Negara-negara (misalnya, di

Pasifik, tinjauan dua meja didukung oleh UN WOMEN Pasifik dan UNDP Pusat Pasifik untuk menilai kepatuhan legislatif pada CEDAW dari sembilan negara Pasifik:6

negara-negara Federasi Mikronesia, Fiji, Kiribati, Kepualauan Marshall, Papua New Guinea, Samoa, Kepulauan Solomon, Tuvalu, dan Vanuatu. Tinjauan menggunakan indikator yang sama dan memfasilitasi perbandingan Sembilan negara yang ditinjau);

• Menilai kesesuaian UU dengan komitmen internasional, termasuk CEDAW;

• Memulai pelaksanaan rekomendasi dari badan-badan internasional tentang kesetaraan gender, termasuk Komite CEDAW.

5 Tinjauan hukum diberi judul CEDAW and the Law: A Gendered and Rights-based Review of Vietnamese Legal Documents through the Lens of CEDAW. UN WOMEN CEDAW SEAP, 2009.

(15)

1

BAGIAN SATU:

CEDAW DAN TINJAUAN HUKUM

Komite CEDAW dan Tinjauan Hukum

Komite CEDAW mengakui tinjauan hukum sebagai perangkat penting untuk kepatuhan pada CEDAW. Komite ini sangat mendorong tinjauan legislasi di semua negara untuk memfasilitasi

reformasi hukum dan implementasi CEDAW. Gambar di bawah memberi contoh-contoh

rekomendasi Komite CEDAW yang berkaitan dengan tinjauan hukum.

1

PArt OnE: CEDAW AnD lEgAl rEviEWs

The CEDAW Committee and Legal Reviews

The CEDAW Committee recognizes legal reviews as an important tool for CEDAW compliance. It strongly encourages review of legislation in all countries to facilitate law reform and the implementation of CEDAW. The image below presents some examples of the CEDAW Committee’s recommendations relating to legal reviews.

Thailand

“The committee is concerned that not all

discriminatory laws have been amended to ensure that the Convention and its provisions become fully applicable in the domestic legal system” (CEDAW Concluding Comments on Thailand, 2006, par. 13) “The Committee recommends that the State Party systematically review all legislation so as to achieve full compliance with the provisions of the Convention The Committee points out that it is the obligation of the State party to ensure that the Convention becomes fully applicable in the domestic legal system” (CEDAW Concluding Comments on Thailand, 2006, par. 14)

Cambodia

“(The CEDAW Committee) encourages the State Party to take advantage of the ongoing legal reform process to achieve the full compatibility and compliance of all laws with the provisions of the Convention” (CEDAW Concluding Comments on Cambodia, 2006, par. 12)

Philippines

“The Committee recommends that the State Party undertake a systematic review of all legislation and initiate all necessary revisions so as to achieve full compliance with the provisions of the Convention” (CEDAW Concluding Comments on Philippines, 2006, par. 12)

Indonesia

“The Committee welcomes the Government’s efforts to identify gender-biased laws and to initiate revisions to those laws….The Committee is concerned, however, that revisions have not been undertaken on all of the 21 laws that the Government has identiied as discriminatory, and that some of the amendments, while demonstrating progress towards equality, are still discriminatory to wards women” (CEDAW Concluding Comments on Indonesia, 2007, par. 10)

“The Committee urges the State party to give high priority to its law reform process and to amend, without delay and within an clear time frame, discriminatory laws and regulations and bring them in line with the Convention” (CEDAW Concluding Comments on Indonesia, 2007, par. 11)

ü See Part 2. what You should know Before Doing a cEDAw-based Legal review for more information on the CEDAW Committee

Thailand

“Komite mengkhawatirkan bahwa tidak semua UU

diskriminatif telah diamandemen untuk memastikan

bahwa Konvensi dan ketetapannya menjadi

sepenuhnya berlaku dalam sistem hukum domestik.”

(Komentar akhir CEDAW tentang Thailand, 2006,

ayat 13)

“Komite merekomendasikan bahwa Pihak Negara

secara sistematis meninjau semua legislasi untuk mencapai kepatuhan penuh pada ketetapan

Konvensi. Komite memperlihatkan bahwa adalah

kewajiban pihak Negara untuk memastikan bahwa

Konvensi menjadi sepenuhnya berlaku dalam sistem hukum domestik” (Komentar Akhir CEDAW

tentang Thailand, 2006, ayat 14).

Kamboja

“[Komite CEDAW] mendorong Pihak

Negara untuk memanfaatkan proses reformasi hukum yang sedang berjalan untuk mencapai kesesuaian dan kepatuhan penuh semua UU

pada ketetapan-ketetapan Konvensi” (Komentar Akhir CEDAW tentang Kamboja, 2006, ayat 12).

Filipina

“Komite merekomendasikan

bahwa Pihak Negara melakukan peninjauan sistematis atas semua legislasi dan memprakarsai semua revisi yang diperlukan untuk mencapai kepatuhan penuh pada

ketetapan Konvensi”. (Komentar

Akhir CEDAW tentang Filipina, 2006, ayat 12).

Indonesia

“Komite menyambut upaya Pemerintah untuk mengidentifikasi UU bias gender dan untuk memulai revisi pada UU itu… Namun, Komite

mengkhawatirkan bahwa revisi belum dilakukan pada 21 UU semuanya yang telah diidentifikasi Pemerintah sebagai diskriminatif, dan bahwa beberapa amandemen, meskipun memperlihatkan kemajuan menuju kesetaraan,

masih diskriminatif terhadap perempuan”. (Komentar Akhir CEDAW tentang

Indonesia, 2007, ayat 10).

“Komite mendesak pihak negara untuk memberi prioritas tinggi kepada

proses reformasi hukum dan untuk mengamandemen, tanpa penundaan dan di dalam kerangka waktu yang jelas, UU diskriminatif dan membuat semua

UU itu sejalan dengan Konvensi.” (Komentar Akhir CEDAW tentang Indonesia,

2007, ayat 11).

Lihat Bagian 2. Apa yang Perlu Anda Ketahui Sebelum Melakukan Tinjauan Hukum

(16)

1

BAGIAN SATU:

CEDAW DAN TINJAUAN HUKUM

1

PArt OnE:

CEDAW AnD lEgAl rEviEWs

2

CATATAN

:

(17)

2

APA YANG PERLU ANDA KETAHUI SEBELUM MELAKUKAN

TINJAUAN HUKUM BERBASIS CEDAW

(18)
(19)

BAGIAN DUA:

APA YANG PERLU ANDA KETAHUI SEBELUM MELAKUKAN

TINJAUAN HUKUM BERBASIS CEDAW

Dalam bagian ini:

 CEDAW dan prinsip-prinsip kuncinya

 Pasal 1-30 CEDAW

 Situasi de facto perempuan dan kesetaraan gender

 Hukum dan pembuatan hukum

 Pertanyaan-pertanyaan yang sering diajukan tentang hukum dan pembuatan hukum

Tinjauan hukum berbasis CEDAW dibangun di atas pengetahuan dan pemahaman yang rinci tentang:

1. CEDAW;

2. Situasi de facto perempuan dan kesetaraan gender; dan

3. UU dan pembuatan UU.

Perlu diingat bahwa tiga hal ini sangat penting.

CEDAW DAN PRINSIP-PRINSIP KUNCINYA

CEDAW berupaya menghapus diskriminasi terhadap perempuan dalam segala bentuk dan

perwujudannya – kerap diacu sebagai peraturan internasional untuk hak-hak asasi perempuan. Konvensi ini diadopsi oleh Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada 18 Desember

1979 dan diberlakukan pada 3 September 1981. CEDAW memiliki 186 Negara dan membuat konvensi ini salah satu dari perjanjian hak asasi manusia internasional yang paling banyak

diratifikasi. Konvensi ini tersusun atas Preambul dan 30 pasal.

Prinsip-prinsip CEDAW

CEDAW memiliki tiga prinsip kunci:

• Kesetaraan substantif; • Non-diskriminasi; dan • Kewajiban Negara.

Prinsip-prinsip ini membungkus kerangka konseptual di balik CEDAW. Tanpa memahami

prinsip-prinsip ini, CEDAW tidak dapat diterapkan dengan benar. Ketiga prinsip CEDAW ini

menekankan bahwa kesetaraan harus dinikmati dalam kenyataan, bukan hanya “di atas kertas.” Tidaklah cukup hanya menyiapkan UU dan kebijakan jika perempuan tidak merasakan kesetaraan itu hari per hari.

Kesetaraan Substantif

Standar kesetaraan CEDAW adalah kesetaraan substantif. Ditafsirkan oleh Komite CEDAW

(20)

2

BAGIAN DUA:

APA YANG PERLU ANDA KETAHUI SEBELUM MELAKUKAN TINJAUAN HUKUM BERBASIS CEDAW

Komite CEDAW menyatakan dalam Rekomendasi Umum 25 bahwa:

”…pendekatan yang murni hukum formal atau programatis tidak cukup untuk mencapai kesetaraan de facto perempuan terhadap laki-laki, yang oleh Komite ditafsirkan sebagai kesetaran substantif. Selain itu, Konvensi menuntut bahwa perempuan diberi awal yang setara dan bahwa mereka diberdayakan oleh lingkungan yang memberi kesempatan untuk mencapai kesetaraan hasil. Tidak cukup menjamin perlakuan terhadap perempuan yang identik dengan perlakuan terhadap laki-laki saja, tetapi juga perbedaan yang terbangun secara sosial dan budaya antara perempuan dan laki-laki harus dipertimbangkan. Dalam situasi tertentu, perlakuan non-identik pada perempuan dan laki-laki akan diperlukan untuk menangani perbedaan-perbedaan seperti itu. Mencapai tujuan kesetaraan substantif menyerukan strategi efektif yang ditujukan untuk mengatasi kurang keterwakilan perempuan dan distribusi kembali sumber daya dan kekuasaan antara laki-laki dan perempuan.”

Kesetaraan substantif mencari lebih jauh

dari sekadar jaminan hukum untuk perlakuan yang setara, dan mencermati ke dalam dampak intervensi.

Sebagai contoh, sebuah UU mungkin memberi kesempatan setara untuk perempuan dan laki-laki untuk mengakses kredit jika mereka dapat menyediakan jaminan (garansi atau keamanan). Akan tetapi, jika dalam kenyataan, perempuan tidak dapat mengendalikan, mengelola, atau mewarisi properti, maka besar kemungkinan mereka tidak akan mampu menyediakan jaminan dan karena itu tidak dapat mengakses kredit. Tanpa langkah-langkah mengamankan realisasi kesetaraan yang praktis, tidak akan ada kesetaraan substantif.

UU harus menciptakan kesetaraan substantif untuk sejalan dengan CEDAW.

Tantangan terhadap Kesetaraan Substantif

Kendati prinsip kesetaraan diakui secara luas

dalam UUD dan UU, ada banyak contoh penafsiran kesetaraan yang tidak menghasilkan kesetaraan substantif.

(a) Kesetaraan formal. Kesetaraan kerap dipahami sebagai memberi perlakuan yang

sama kepada setiap orang. Ini adalah kesetaraan formal. Dalam pendekatan ini, laki-laki dan perempuan dilihat sebagai serupa dan karena itu mereka akan diberi perlakuan yang sama. Akibatnya, perbedaan-perbedaan berdasarkan biologi, seperti kehamilan atau menjadi

ibu, tidak diperhatikan. Perbedaan-perbedaan sosial dan budaya – persepsi sosial tentang perempuan yang lemah, bergantung secara ekonomi, dan terikat di rumah – dan dampak

mereka terhadap perempuan juga tidak diabaikan. Dengan mengabaikan perbedaan-perbedaan ini, kebutuhan-kebutuhan khusus perempuan tidak ditangani.

(21)

2

BAGIAN DUA:

APA YANG PERLU ANDA KETAHUI SEBELUM MELAKUKAN TINJAUAN HUKUM BERBASIS CEDAW

Ketetapan Netral-Gender

Satu perwujudan bersama pendekatan kesetaraan formal adalah ketetapan netral-gender. Ini adalah ketetapan yang tidak membedakan laki-laki dan perempuan,yang memberi persepsi netralitas. Namun, mungkin diskriminatif jika perempuan dan laki-laki tidak sama menikmati keuntungannya.

Sebagai contoh, UU Tata Laksana Perdata di Vietnam mensyaratkan bahwa seseorang yang memohon kepada pengadilan

untuk menerapkan langkah sementara (mengikatkan properti pada pihak lain sebelum keputusan) harus memberi sejumlah uang atau properti atau surat berharga. Ketetapan ini, kendati netral gender, dapat memiliki dampak tidak seimbang terhadap perempuan karena perempuan umumnya lebih miskin daripada laki-laki (yakni, mereka menerima upah kurang ketimbang laki-laki untuk memegang kepemilikan, kendali atau pengelolaan properti). Karena itu, perlakuan setara, tidak dapat dikatakan menghasilkan kesetaraan. Langkah-langkah lain untuk memungkinkan akses yang lebih baik oleh perempuan harus disediakan.

Kesetaraan formal mengabaikan dampak ketetapan netral gender dan karena itu, gagal mencitakan kesetaraan de facto. gerakan menuju kesetaraan, pendekatan

proteksionis mempertegas inferioritas perempuan dan dengan demikian gagal memberikan kesetaraan sesungguhnya.

Non-diskriminasi

Non-diskriminasi adalah prinsip kunci CEDAW. Hal ini secara khusus ditekankan dalam Pasal 1 CEDAW, yang mendefinisikan pengertian diskriminasi. Dinyatakan bahwa diskriminasi terhadap perempuan “akan berarti pembedaan, eksklusi, atau pembatasan apa pun yang dibuat atas dasar jenis kelamin yang berpengaruh atau bertujuan merusak atau menafikan pengakuan, pemenuhan, atau pelaksanaan oleh perempuan, tidak terkait dengan status perkawinan, berdasarkan kesetaraan laki-laki dan perempuan, berdasarkan HAM dan kebebasan mendasar dalam bidang politik, ekonomi, sosial, sipil, atau bidang lainnya.” Hal ini menekankan bahwa aksi atau penghilangan besifat diskriminatif jika hal itu memiliki “pengaruh atau tujuan” mendiskirimasikan perempuan.

CEDAW melarang bentukbentuk diskriminasi ini:

(a) Diskriminasi langsung. Hal ini mengacu pada aksi atau penghapusan yang memiliki “tujuan” mendiskriminasi perempuan, misalnya usia pensiun yang tidak setara, hak-hak waris yang tidak setara, penghentian pekerjaan

berdasarkan perkawinan atau kehamilan dan perbedaan usia untuk menikah bagi anak laki-laki dan anak perempuan.

(b) Diskriminasi tidak langsung. Hal ini mengacu pada aksi atau penghilangan yang memiliki “pengaruh” pada diskriminasi terhadap perempuan, bahkan jika tidak ada maksud untuk melakukannya. Perempuan dapat menghadapi banyak hambatan sebagai sanki praktik

budaya dan agama, serikat dagang, lembaga agama, dan pengadilan. Karena semua

ini, tindakan tau penghapusan dapat tampak netral atau bahkan menguntungkan bagi perempuan, tetapi efek atau dampaknya bersifat diskriminatif.

(c) Diksriminasi berganda. Diskriminasi gender dapat terjadi dengan alasan diskriminasi lainnya, seperti karena ras, status ekonomi atau sosial, agama, kecacatan, atau usia. Intervensi sebaiknya mempertimbangkan semua bentuk kerugian agar dapat menanganinya dengan

tepat. Komite CEDAW menekankan bahwa “kelompok perempuan tertentu, selain menderita

karena diskriminasi yang diarahkan kepada mereka sebagai perempuan, mungkin pula menderita dari banyak diskriminasi berdasarkan alasan-alasan lain seperti ras, identitas etnis atau agama, kecacatan, usia, kelas sosial, kasta, atau faktor-faktor lain. Diskriminasi sebanyak itu terutama dapat mempengaruhi kelompok-kelompok perempuan ini, atau dengan derajat berbeda atau cara-cara berbeda dibandingkan laki-laki.”7 Contoh-contoh perempuan

(22)

2

BAGIAN DUA:

APA YANG PERLU ANDA KETAHUI SEBELUM MELAKUKAN TINJAUAN HUKUM BERBASIS CEDAW

mengalami diskriminasi selain diskriminasi gender meliputi perempuan pedesaan, perempuan dengan kecacatan, perempuan pribumi, perempuan migran, dan perempuan lanjut usia.

Dengan definisi “diskriminasi” CEDAW, jelas bahwa pemantauan dampak dan pengaruh sangat penting. Menyiapkan langkah-langkah, apakah netral-gender atau pro-perempuan, tidak cukup jika tidak menghasilkan kesetaraan substantif.

Kewajiban Negara

Prinsip ketiga CEDAW menekankan bahwa penanggung jawab tugas menurut Konvensi adalah

Negara. Hal ini berarti bahwa meskipun tanggung jawab untuk memastikan kesetaraan dan menghapus diskriminasi harus dilakukan oleh negara dan pelaku non-negara, hanya Negara yang secara langsung bertanggung jawab untuk CEDAW.

Negara mengacu pada semua perangkat atau badan pemerintah dan mencakup struktur eksekutif, legislatif, dan administratif maupun unit-unit pemerintahan lokal.

Kewajiban Negara secara umum didasarkan pada Pasal 1-5 CEDAW, sementara kewajiban

Pihak Negara secara khusus dinyatakan dalam Pasal 6-16 CEDAW.

CEDAW menyediakan kewajiban cara dan hasil. Sebuah Negara berupaya untuk sesuai dengan cara-cara implementasi tertentu dalam CEDAW (kewajiban cara). Juga diwajibkan untuk memastikan bahwa langkah-langkah yang dipilih menghasilkan penghapusan diskriminasi (kewajiban hasil).

CEDAW DARI PASAL 1 SAMPAI 30

Kewajiban substantif menurut CEDAW (Pasal 1-16)

Pasal 1-5 berisi kewajiban Negara secara umum menurut CEDAW berikut ini:

(a) Pasal 1 memberi definisi diskriminasi.

(b) Pasal 2 mensyaratkan Negara untuk:

• Mewujudkan prinsip-prinsip kesetaraan dalam konstitusi dan UU negara (Pasal 2a); • Melarang diskriminasi melalui legislasi dan cara-cara lain (Pasal 2b);

• Menetapkan perlindungan hukum untuk perempuan (Pasal 2c); • Menghentikan diskriminasi (Pasal 2d);

• Menghapus diskriminasi oleh sektor swasta apa pun, misalnya individu, organisasi, dan perusahaan (Pasal 2e); dan

• Mengubah atau menghapus UU, peraturan, adat kebiasaan, dan praktik-praktik

diskriminatif (Pasal 2f).

(c) Pasal 3 mewajibkan Negara menyiapkan semua langkah untuk pengembangan perempuan secara penuh.

(d) Pasal 4 memperlihatkan bahwa langkah-langkah khusus sementara untuk mempercepat pencapaian kesetaraan de facto (Pasal 4.1) dan langkah-langkah yang mendukung situasi menjadi ibu (Pasal 4.2) tidak akan dianggap diskriminasi.

(e) Pasal 5 mensyaratkan Negara untuk mengubah pola-pola bersikap secara sosial dan budaya yang didasarkan pada inferioritas dan superioritas jenis kelamin dan peran-peran stereotipe.

(23)

2

BAGIAN DUA:

APA YANG PERLU ANDA KETAHUI SEBELUM MELAKUKAN TINJAUAN HUKUM BERBASIS CEDAW

Perbedaan antara Langkah Khusus Sementara (Pasal 4.1) dan Langkah Khusus yang Mendukung Keadaan Menjadi Ibu (Maternitas) (Pasal 4.2)

Rekomendasi Umum 25 menyatakan bahwa

Ayat 15: Ada perbedaan jelas antara tujuan “langkah khusus” menurut Pasal 4, ayat 1, dan yang ada dalam pasal 2. Tujuan pasal 4, ayat 1, adalah untuk mempercepat perbaikan posisi perempuan untuk mencapai kesetaraan de facto atau substantif dengan laki-laki, dan untuk mempengaruhi perubahan struktural, sosial, dan kultural yang diperlukan untuk memperbaiki bentuk-bentuk masa lalu dan sekarang dan efek diskriminasi terhadap perempuan, maupun untuk memberi mereka kompsensasi. Langkah-langkah ini bersifat sementara.

Ayat 16: Pasal 4, ayat 2, mengatur perlakuan atas perempuan dan laki-laki yang tidak identik akibat perbedaan biologis mereka. Langkah-langkah ini bersifat menetap, paling tidak sampai saat pengetahuan ilmiah dan teknologi yang diacu pada pasal 11, ayat 3, memerlukan tinjauan.

(a) Perdagangan dan Eksploitasi Prostitusi. Pasal 6 mensyaratkan Negara-Negara untuk mengambil langkah yang tepat untuk menghapus perdagangan perempuan dan eksploitasi prostitusi perempuan.

(b) Kehidupan politik dan publik. Pasal 7 menuntut Negara-Negara untuk menghapus diskriminasi terhadap perempuan di bidang kehidupan politik dan publik. Pasal ini menyatakan bahwa perempuan dan laki-laki memiliki hak yang sama untuk memberi suara, untuk dalam Pemilu, ikut serta dalam penyusunan dan pelaksanaan kebijakan pemerintah, untuk menjadi pejabat negara, untuk melakukan semua fungsi publik, dan untuk ikut serta dalam ORNOP dan organisasi politik. Pasal 8 menyatakan bahwa perempuan juga memiliki hak sama untuk mewakili pemerintah di tingkat internasional dan berpartisipasi dalam organisasi internasional.

(c) Kewarganegaraan. Pasal 9 mengatur bahwa seorang perempuan memiliki hak untuk memperoleh, mengubah, atau mempertahankan kewarganegaraannya.

Kewarganegaraan seorang isteri akan

secara otomatis berubah karena perkawinan dengan warga asing atau perubahan

kewarganegaraan oleh seorang suami. Seorang perempuan juga dapat meneruskan kewarganegaraannya kepada anaknya sama besarnya seperti laki-laki.

(d) Pendidikan. Pasal 10 mengatur bahwa Negara harus memastikan hak-hak setara di bidang pendidikan. Pasal ini mengatur bahwa laki-laki dan perempuan harus memiliki kondisi yang sama dalam mengakses studi dan mendapat diploma. Hal ini harus dipastikan dalam pendidikan pra-sekolah, umum, alternatif, teknis, profesional, pendidikan teknis tinggi, dan pelatihan keterampilan.

Pasal ini juga menyatakan bahwa perempuan dan laki-laki memiliki akses terhadap kurikulum, ujian, staf pengajar, tempat dan peralatan sekolah yang sama. Perempuan dan anak perempuan harus diberi kesempatan yang sama dalam mendapat manfaat dari beasiswa dan program-program melanjutkan pendidikan. Pasal ini juga mendesak upaya-upaya untuk mengurangi angka keluar sekolah siswa perempuan dan untuk menangani anak perempuan yang telah meninggalkan sekolah sebelum waktunya. Pasal 10 juga menyoroti kebutuhan untuk menghapus konsep-konsep penstereotipean dalam pendidikan, khususnya dengan memperbaiki buku-buku teks dan program-program sekolah.

(24)

2

BAGIAN DUA:

APA YANG PERLU ANDA KETAHUI SEBELUM MELAKUKAN TINJAUAN HUKUM BERBASIS CEDAW

setara dan kesetaraan perlakuan dalam evaluasi kerja. Pasal 11 juga menjamin hak-hak untuk bebas memilih pekerjaan, untuk promosi dan keamanan kerja, keamanan sosial (dalam hal pensiun, pengangguran, sakit, cacat, dan usia tua), dan untuk lingkungan kerja yang sehat dan aman.

Diskriminasi dengan dasar status perkawinan dan maternitas dilarang. Pasal 11 menuntut sanksi pemecatan dengan dasar status perkawinan, kehamilan, atau cuti melahirkan. Pasal ini juga mensyaratkan cuti melahirkan dibayar tanpa kehilangan tunjangan atau senioritas dan layanan bantuan untuk perawatan anak. Perlindungan khusus dari kerja yang membahayakan perempuan hamil harus diberikan. Legislasi perlindungan harus secara berkala ditinjau.

(f) Perawatan Kesehatan. Pasal 12 menyatakan bahwa Negara harus memastikan akses setara terhadap layanan perawatan kesehatan baik bagi laki-laki dan perempuan. Negara harus menyediakan layanan yang pantas untuk perempuan dalam hubungan dengan kehamilan dan gizi cukup selama kehamilan dan masa menyusui.

(g) Kehidupan Ekonomi dan Sosial. Pasal 13 menuntut kesetaraan di semua bidang kehidupan ekonomi dan sosial, termasuk hak setara atas tunjangan keluarga dan pinjaman atau kredit. Juga disyaratkan hak untuk berpartisipasi dalam kegiatan rekreasi, olah raga, dan kehidupan budaya.

(h) Perempuan Pedesaan. Pasal 14 menekankan kebutuhan untuk memastikan penerapan CEDAW pada perempuan pedesaan. Pasal ini menuntut Negara-negara untuk memastikan hak perempuan pedesaan untuk berpartisipasi dalam dan mendapat manfaat dari pembangunan pedesaan. Hal ini mencakup partisipasi dalam penjabaran dan pelaksanaan rencana pembangunan maupun dalam kegiatan komunitas. Hal ini juga berarti akses terhadap fasilitas perawatan kesehatan yang memadai, pendidikan, kredit dan pinjaman pertanian, fasilitas pemasaran dan teknologi. Pasal 14 mensyaratkan perlakuan setara dalam reformasi tanah dan pertanian dan skema pemukiman kembali. Perempuan pedesaan harus menikmati kondisi hidup yang memadai.

(i) Kesetaraan di hadapan Hukum. Pasal 15 menjamin kesetaraan di hadapan hukum. Perempuan memiliki kapasitas hukum yang sama seperti laki-laki. Mereka memiliki hak yang sama untuk mengakhiri kontrak, mengatur properti, kebebasan bergerak, dan memilih tempat tinggal atau domisili. Mereka akan diperlakukan sama di pengadilan dan pengadilan

khusus. Kontrak-kontrak yang membatasi kapasitas hukum perempuan tidak sah.

(j) Perkawinan dan Kehidupan keluarga. Pasal 16 mensyaratkan Negara untuk memastikan kesetaraan dan perkawinan dan hubungan keluarga. Pasal ini menjamin hak yang sama untuk memasuki perkawinan, untuk bebas memilih pasangan, dan memasuki perkawinan hanya dengan persetujuannya. Pasal ini melarang perkawinan dan pertunangan anak-anak. Perempuan dan laki-laki menikmati hak-hak dan tanggung jawab yang sama selama perkawinan dan saat mengakhirinya. Mereka memiliki hak yang sama sebagai orang tua. Mereka juga memiliki hak yang sama atas perwalian (guardianship, wardship, trusteeship) dan adopsi anak-anak.

(25)

2

BAGIAN DUA:

APA YANG PERLU ANDA KETAHUI SEBELUM MELAKUKAN TINJAUAN HUKUM BERBASIS CEDAW

Komite CEDAW, fungsi dan prosedurnya (Pasal 17-22)

Pelaksanaan CEDAW dipantau oleh Komite untuk Penghapusan Diskriminasi terhadap Perempuan (Komite CEDAW). Terdiri atas 23 pakar dari berbagai wilayah yang dinominasikan

oleh masing-masing pemerintah dan dipilih oleh PIhak-pihak Negara untuk empat tahun.

Pakar-pakar bertugas secara mandiri dan dalam kapasitas pribadi mereka. Komite:

 Menuntut Pihak-pihak Negara untuk menyampaikan laporan;

 Terlibat dalam dialog konstruktif dengan PIhak-pihak Negara;

 Mengeluarkan Pengamatan Akhir; dan

 Menyusun Rekomendasi Umum.

(a) Proses Pelaporan. Pihak-pihak Negara kepada CEDAW dituntut untuk menyerahkan laporan awal satu tahun sesudah ratifikasi atau kesepakatan dan laporan berkala setiap empat tahun sesudahnya. Dalam menilai laporan Negara, informasi seperti laporan dari ORNOP (juga dikenal sebagai laporan bayangan atau alternatif), badan-badan khusus dan komisi

hak asasi nasional yang independen, diterima baik oleh Komite.

(b) Dialog dengan Pihak negara. Sesudah laporan diserahkan, delegasi Pihak Negara diundang

untuk terlibat dalam dialog konstruktif dengan Komite CEDAW untuk menyajikan laporan,

membahas isi, bertukar pandangan tentang tantangan dalam melaksanakan dan memberi rekomendasi.

(c) Pengamatan Akhir. Pengamatan Akhir adalah komentar dan rekomendasi yang dikeluarkan

oleh Komite CEDAW sesudah pertimbangannya atas laporan Pihak Negara dan dialog

konstruktif dengan delegasi Pihak Negara. Pengamatan ini dikeluarkan khusus untuk

sebuah negara. Sebelum pertengahan 2008, Pengamatan Akhir disebut Komentar Akhir.

(d) Rekomendasi Umum. Rekomendasi Umum adalah interpretasi otoritatif yang dikeluarkan

oleh Komite CEDAW tentang pasal-pasal tertentu perjanjian atau isu-isu kontemporer atau

(26)

2

BAGIAN DUA:

APA YANG PERLU ANDA KETAHUI SEBELUM MELAKUKAN TINJAUAN HUKUM BERBASIS CEDAW

Komite CEDAW dan Rekomendasi Umum

Komite CEDAW saat ini telah mengeluarkan 26 Rekomendasi

Umum:

1. Pelaporan oleh Pihak-Pihak Negara-Negara (1986) 2. Pelaporan oleh Pihak-Pihak Negara-Negara (1987)

3. Kampanye Pendidikan dan Informasi Publik (1987)

4. Reservasi (1987)

5. Langkah-Langkah Khusus Sementara (1988)

6. Effective National Machinery and Publicity (1988) 7. Sumber Daya (1988)

8. Implementasi Pasal 8 Konvensi (1988)

9. Data Statistik tentang Situasi Perempuan (1989)

10. HUT Ke-10 Adopsi CEDAW (1989)

11. Layanan Nasihat Teknis untuk Kewajiban Pelaporan (1989) 12. Kekerasan terhadap Perempuan ((1989)

13. Upah Setara untuk Pekerja dengan Nilai Setara (1989) 14. Sunat perempuan (1990)

15. AIDS (1990)

16. Pekerja perempuan Tidak Dibayar dan Usaha Keluarga

Perkotaan (1991)

17. Kegiatan Ruman Tangga Perempuan Tak Berupah (1991)

18. Perempuan Cacat (1991)

19. Kekerasan dalam Rumah Tangga-KDRT (1992)

20. Persyaratan (1992)

21. Kesetaraan dalam Perkawinan dan Hubungan Keluarga

(1994)

22. Mengamandemen Pasal 20 (Pertemuan Komite CEDAW)

(1995)

23. Kehidupan Politik dan Publik (1997) 24. Perempuan dan Kesehatan (1999) 25. Langkah Khusus Sementara (2004)

26. Pekerja Migran Perempuan (2008)

Naskah lengkap Rekomendasi Umum;

http://www2.ohchr.org/english/bodies/cedaw/comments.htm

Administrasi, Interpretasi, dan Masalah Lain (Pasal 23-30)

Pasal-pasal terakhir CEDAW mengatur hal-hal menyangkut administrasi dan interpretasi, termasuk:

(a) Standar minimum. CEDAW menyatakan dalam Pasal

23 bahwa Konvensi tidak

mempengaruhi hukum Pihak Negara atau perjanjian yang berlaku di Negara yang lebih kondusif untuk mencapai kesetaraan. Hal ini menekankan bahwa CEDAW mengatur standar minimum kesetaraan gender.

(b) Reservasi. Pasal 28 menyatakan bahwa reservasi yang tidak sesuai dengan obyek dan tujuan CEDAW tidak akan diizinkan. Reservasi adalah pernyataan Pihak-Pihak Negara yang membatasi efek atau penerapan hukum dari perjanjian di Negara yang membuat pernyataan.

(c) Arbitrasi. Diatur dalam Pasal 29 bahwa sengketa apa pun antara PIhak-Pihak negara atas penafsiran atau penerapan perjanjian tersebut dapat diserahkan kepada Pengadilan

(27)

2

BAGIAN DUA:

APA YANG PERLU ANDA KETAHUI SEBELUM MELAKUKAN TINJAUAN HUKUM BERBASIS CEDAW

Daftar Periksa

Meningkatkan Pemahaman Anda tentang CEDAW

 Mengenal dokumen CEDAW. Membaca teks CEDAW, Rekomendasi Umum dan Observasi Penutup untuk negara Anda sendiri.

 Mengenal orang atau organisasi yang bekerja dengan CEDAW. Hal ini termasuk mereka yang memperoleh pelatihan tentang CEDAW, berpartisipasi dalam proses pelaporan CEDAW, atau memantau pelaksanaan CEDAW. Mendorong mereka untuk berbagi pengetahuan dan belajar dari pengalaman mereka.

 Menemukan sumber daya pada CEDAW, khususnya pengalaman tentang bagaimana CEDAW dipakai untuk memajukan kesetaraan gender di negara Anda dan di luar negeri. Membaca semua. (Lihat Lampiran III untuk Dokumen Sumber Daya yang Disarankan)

 Menghadiri sesi-sesi atau program pelatihan CEDAW untuk memperoleh pemahaman lebih dalam tentang CEDAW, fitur-fitur, prinsip-prinsip, dan penerapan dalam negerinya.

 Memohon dimasukkannya CEDAW dalam program lokakarya atau pelatihan tentang hak asasi perempuan, kesetaraan gender, HAM, dan isu-isu lain yang terkait perempuan, seperti kesehatan, perumahan, atau pendidikan.

 Mengidentifikasi kegiatan atau pekerjaan terkait CEDAW lainnya di negara Anda. Berpartisipasilah ke dalam kegiatan itu.

 Berkonsultasi pada pakar CEDAW nasional dan internasional.

SITUASI DE FACTO

CEDAW menuntut Negara untuk mengundangkan UU untuk memastikan realisasi praktis dari prinsip kesetaraan. Dengan demikian, pemahaman situasi de facto perempuan dan kesetaraan gender sangat penting bagi tinjauan hukum berbasis CEDAW. Hal ini berarti mengetahui yang berikut ini:

(a) Bentuk-bentuk dan perwujudan diskriminasi. Diskriminasi dapat diwujudkan dan dialami dalam banyak cara. Diskriminasi dapat melibatkan kesenjangan, kekurangan, pembatasan, eksklusi, eksploitasi, dan bahan kekerasan terhadap perempuan. Bahkan dapat pula mewujudkan diri dalam kegagalan untuk mengakui, melakukan, menuntut atau mempertahankan hak-hak.

(b) Siapa yang didiskriminasi? Hal ini melibatkan mengidentifikasi korban diskriminasi. Dengan melakukan hal itu, tidak cukup hanya mengidentifikasi perempuan sebagai kelompok yang didiskriminasi. Penting untuk mengidentifikasi faktor-faktor dan identitas lain yang menyumbang atau memperparah pengalaman diskriminasi. Perhatian khusus harus selalu diberikan pada apakah kelompok perempuan yang kekurangan secara khusus dijadikan sasaran oleh UU, kebijakan, program, dan praktik diskriminatif.

(28)

2

BAGIAN DUA:

APA YANG PERLU ANDA KETAHUI SEBELUM MELAKUKAN TINJAUAN HUKUM BERBASIS CEDAW

tinggi) maupun lembaga (perempuan yang didiskriminasi dalam keluarga juga didiskriminasi berdasarkan konstruksi sosial di tempat kerja dan komunitas).

(d) Sebab-sebab dan faktor-faktor penyumbang. Ini adalah faktor-faktor yang menyebabkan atau menyumbang diskriminasi terhadap perempuan. Dalam banyak hal, faktor-faktor

diidentifikasi secara luas, seperti properti, pengangguran atau globalisasi. Kapan pun

dimungkinkan, faktor-faktor harus se-spesifik mungkin untuk memungkinkan analisis yang lebih baik.

(e) Intervensi Negara. Ini termasuk UU, kebijakan, program, layanan, dan aktivitas Negara dan efektivitasnya.

(f) Intervensi Non-Negara. Hal ini mengacu pada intervensi oleh aktor-aktor bukan negara dan efektivitasnya.

HUKUM DAN PEMBUATAN HUKUM

Definisi Hukum

Hukum didefinisikan sebagai perangkat aturan, sifatnya wajib, disahkan oleh otoritas resmi untuk pengamatan dan keuntungan bersama.8 Dalam arti umum, UU dapat mengacu pada:

• Konstitusi (UUD);

• Disahkannya badan pembuat UU negara (Parlemen, MPR atau Kongres) dan badan-badan pembuat UU setempat;

• Pengesahan oleh cabang eksekutif (termasuk Presiden, Perdana Menteri, dan menteri-menteri); dan

• Keputusan pengadilan.

Akan tetapi, di sebagian besar wilayah hukum istilah “hukum” hanya mengacu pada legislasi, yakni pengesahan dilakukan oleh pembuat undang-undang negara. Legislasi dapat pula disebut statuta, kode, UU atau keputusan legislatif.

Setiap negara menentukan apa yang dianggapnya UU. Sebagai contoh, adalam UU Vietnam atau “dokumen hukum” didefinisikan dalam Pasal 1 UU tentang Dokumen Hukum dan mencakup:

(a) Dokumen-dokumen yang diumumkan oleh Majelis Nasional dan Komite Tetap.

(b) Konstitusi, UU, dan resolusi Majelis Nasional dan ordinansi dan resolusi Majelis Nasional dan ordinansi serta resolusi Komite Tetap.

(c) Dokumen-dokumen yang dikeluarkan oleh badan-badan Negara yang kompeten lainnya di tingkat pusat. Seperti surat perintah dan keputusan Presiden Negara, keputusan dan surat perintah Perdana Menteri, Resolusi dan surat keputusan Pemerintah, keputusan, perintah,

dan edaran Perdana Menteri dan kepala badan, resolusi Dewan Kehakiman Mahkamah Agung, dan keputusan, perintah, dan edaran Ketua Kejaksaan Agung.

(d) Dokumen-dokumen yang diumumkan oleh Dewan Rakyat dan Komite Rakyat. Seperti

Resolusi Dewan Rakyat serta keputusan dan perintah Komite Rakyat.

(29)

2

BAGIAN DUA:

APA YANG PERLU ANDA KETAHUI SEBELUM MELAKUKAN TINJAUAN HUKUM BERBASIS CEDAW

Hierarki Hukum

Sejumlah yurisdiksi memiliki aturan tertentu untuk mengatur hierarki hukum, sementara yang lainnya tidak. Akan tetapi, apapun itu, semua itu umumnya sesuai dengan prinsip-prinsip hukum yang mengatur hierarki berikut dalam hubungan dengan hukum:

(a) UUD (Konstitusi) adalah hukum tertinggi suatu negara. Konstitusi memberi kerangka umum pengaturan Negara, kekuasaan dan fungsi pemerintah, dan dalam banyak hal hak-hak mendasar warga negaranya. Tidak ada hukum dalam negara yang dapat bertentangan

dengan Konstitusi (UUD). Dengan kata lain, ia adalah standar untuk mengukur hukum

lainnya.

(b) Legislasi (yakni, UU yang disahkan oleh pembuat UU negara) yang dijabarkan di dalam Konstitusi.9 Semua UU ini harus senantiasa tunduk pada Konstitusi, jika tidak UU itu dapat

dinyatakan tidak konstitusional.

(c) Dikeluarkan oleh departemen pelaksana, apakah diacu sebagai keputusan administratif, aturan kementerian atau departemen, peraturan atau surat keputusan, memberi rincian pada legislasi. Semua ini harus selalu tunduk pada Konstitusi dan legislasi.

(d) Pengesahan oleh pembuat UU setempat, kadang diacu sebagai ordinansi, memberi rincian tentang penerapan legislasi di dalam wilayah yang ditunjuk. Semua itu disahkan dalam

kendali kekuasaan dan otoritas yang diberikan kepada mereka oleh Konstitusi atau legislasi. Dengan demikian, semua itu harus sesudai dengan standar yang ditetapkan oleh Konstitusi

dan oleh legislasi.

(e) Keputusan pengadilan, di sejumlah negara, dianggap bagian dari UU negara itu. Karena keputusan ini adalah penafsiran atas hukum, keputusan itu dibaca dalam kaitan dengan pengaturan hukum yang ditafsirkan.

(f) Perjanjian, kesepakatan internasional secara tertulis antara Negara-Negara, memiliki beragam hubungan dengan UU negara. Penempatan yang tepat dalam hierarki UU negara bervariasi

dari yang setinggi Konstitusi, setinggi legislasi, atau sederajat dengan legislasi. Namun, dalam

banyak kasus perjanjian tidak langsung dapat diterapkan kecuali sudah diterjemahkan atau dimasukkan dalam legislasi. Dengan demikian, status mereka dalam hierarki UU sekadar bersifat teoretis jika tidak dapat secara langsung dituntut dan ditegakkan. Segera setelah dimasukkan, semua itu dianggap sebagai legislasi dan ditegakkan seperti itu.

Struktur dan Isi UU

Umumnya, sebuah UU dapat berisi bagian-bagian berikut:

(a) Keterangan. Hal ini mencerminkan otoritas yang mensahkan dan sesi tempat UU diadopsi.

(b) Nomor UU. Ini adalah nomor yang diberikan kepada UU oleh otoritas yang mensahkannya.

(c) Judul. Judul mengungkapkan pokok UU.

(d) Catatan Penjelasan atau Preambul. Bagian ini membahas dasar pemikiran UU dan tujuannya.

(e) Kalimat Pengesahan. Hal ini menyatakan pengesahan dan juga mengidentifikasi oleh otoritas mana UU itu disahkan.

(30)

2

BAGIAN DUA:

APA YANG PERLU ANDA KETAHUI SEBELUM MELAKUKAN TINJAUAN HUKUM BERBASIS CEDAW

(f) Batang tubuh. Hal ini merupakan bagian utama UU yang berisi substansi, prosedur, dan persyaratan lain.

(g) Kalimat Pembatalan. Bagian UU ini mengungkapkan UU yang berlaku yang mana yang akan dibatalkan.

(h) Kalimat Pemberlakuan. Hal ini mengumumkan tanggal UU mulai berlaku.

Yang dapat menjadi pokok yang absah dari UU dapat bervariasi dari negara yang satu ke negara lainnya. Akan tetapi, kecuali dilarang oleh UUD atau UU lebih tinggi, UU dapat mengambil

pokok apa saja. UU dapat menyediakan deklarasi Kebijakan Negara. Uu dapat menjamin

hak-hak substantif. UU dapat menetapkan prosedur dan proses. UU dapat menciptakan mekanisme dan badan dan mengalokasikan tanggung jawab. UU dapat memberi obat untuk ketidakdilan. UU dapat memberi sanksi.

Adopsi UU

Negara yang berbeda memiliki prosedur pengadopsian UU-nya sendiri. Untuk melakukan tinjauan hukum, Anda sebaiknya mengenal dengan baik proses bagaimana berbagai UU tersebut diadopsi.

Mengadopsi UU di Filipina

Di Filipina, UU yang diadopsi oleh badan pembuat UU negara biasanya mengalami tiga kali pembacaan pada hari-hari berlainan di dua kamar legislatif: Dewan Perwakilan Rakyat dan Senat. Gambaran ringkas tentang proses legislatif adalah sebagai berikut:

Pengarsipan. UU diarsip dan diberi nomor oleh Sekretariat. Diberi tanggal untuk pembacaan

pertamanya.

Pembacaan pertama. Pada pembacaan pertama UU dibacakan menurut nomor, judul, dan penulis.

Rujukan pada komite yang tepat. Sesudah pembacaan pertama UU dirujuk ke komite yang tepat

untuk dipertimbangkan. Komite yang ditugasi dapat menjadwal pertemuan dengar pendapat dan konsultasi publik. Komite dapat memilih untuk menyetujui UU dengan atau tanpa amandemen,

mengganti dengan versi berbeda, mengonsolidasikan ke dalam draf UU serupa, atau tidak

menyetujui draf tersebut. Draf UU yang sudah disetujui oleh komite disampaikan kepada Komite

untuk Peraturan, yang menjadwalkannya untuk pembacaan kedua.

Pembacaan kedua. UU ini mengalami perdebatan dan amandemen umum.

Pencetakan dan pendistribusian. UU yang disetujui dicetak dalam bentuk finalnya dan didistribusikan kepada semua anggota majelis tiga haris sebelum pembacaan ketiga.

Pembacaan ketiga. Pada pembacaan ketiga, suara yang tidak menentukan dimasukkan dalam draf UU.

Rujukan kepada majelis lain. UU yang disetujui dikirim kepada majelis legislatif lain untuk mengalami proses serupa.

Penyerahan ke komite dua kamar. Dalam hal ketetapan yang bertentangan, komite konferensi

dua kamar yang tersusun atas para anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Senat dibentuk untuk menyelesaikan perbedaan-perbedaan.

Persetujuan. UU yang disetujui dikirim kembali ke kedua kamar itu untuk persetujuan.

Penyerahan kepada Presiden. The bill is then sent to the president to sign it into law. Draf UU

kemudian dikirim kepada presiden untuk menandatanganinya menjadi UU. Kecuali presiden

menggunakan kekuatan hak vetonya, draf UU menjadi UU pada saat penandatanganan.

Publikasi. Agar efektif, harus dipublikasikan di dua surat kabar yang beredar luas.

(31)

2

BAGIAN DUA:

APA YANG PERLU ANDA KETAHUI SEBELUM MELAKUKAN TINJAUAN HUKUM BERBASIS CEDAW

PERTANYAAN YANG SERING DIAJUKAN TENTANG HUKUM DAN

PEMBUATAN HUKUM

Anda tidak perlu menjadi pakar hukum untuk melakukan tinjauan hukum berbasis CEDAW, tetapi Anda perlu memahami dasar-dasar pembuatan hukum di negara Anda. Jika Anda tidak mengenal dengan baik proses pembuatan UU, Anda mungkin menyimpan sejumlah pertanyaan yang jelas bagi para ahli hukum tetapi tidak selalu jelas untuk pihak lain. Di bawah ini ada sejumlah pertanyaan yang sering diajukan oleh yang bukan ahli hukum tentang tinjauan hukum.

P. Benarkah legislasi yang dibuat kemudian harus selalu sesuai dengan legislasi yang sudah ada?

Ini tidak benar. Badan pembuat UU tidak dapat menyetujui UU yang tidak dapat dibatalkan atau

diamandemen. Karena itu artinya badan tersebut membatasi kekuasaan pembuat UU dari badan pembuat UU berikutnya. Karena itu, UU yang dibuat kemudian dapat mengamandemen, merevisi,

atau membatalkan UU yang telah ada. Hal itu hanya harus sesuai dengan konstitusi. Akan tetapi, legislasi berikutnya dapat mempertimbangkan legislasi yang ada untuk memastikan konsistensi.

Sebagai contoh, di Vietnam, UU Buruh dan UU Keamanan Sosial memberi usia pensiun

tidak sama untuk perempuan dan laki-laki, yang perempuan mendapat usia pensiun lima tahun

lebih awal daripada laki-laki. Naskah UU tentang Kesetaraan Gender mengusulkan usia pensiun

yang sama untuk perempuan dan laki-laki. Salah satu penolakan yang diangkat adalah bahwa

UU tentang Kesetaraan Gender harus sesuai dengan standar UU Perburuhan dan UU Keamanan Sosial untuk memastikan keselarasan UU. Namun demikian, UU tentang Kesetaraan Gender,

segera setelah diadopsi, dapat mengamandemen atau merevisi standar yang ditentukan dalam kedua UU tersebut.

P. Jika dua UU dengan hierarki yang sama menangani pokok yang sama, UU yang mana yang akan menang?

Pertanyaan ini dicakup oleh cabang hukum yang disebut penafsiran dan konstruksi statutori. Aturan-aturan umum yang berkaitan dengan hukum yang bertentangan (atau ketetapan hukum yang bertentangan dalam UU berbeda) tempat tidak ada pembatalan ekspres adalah bahwa kapan pun mungkin, UU harus pertama-tama dipersatukan untuk memberi pengaruh pada keduanya. Misalnya, ketika satu UU menangani sebuah permasalahan secara umum dan UU lain menanganinya dengan cara khusus, yang belakangan dapat berlaku sebagai spesifikasi, penjabaran, atau pengecualian dari UU yang umum.

Jika hal ini tidak dimungkinkan, maka ada sejumlah cara untuk memutuskan UU mana yang akan berlaku. Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut:

 UU terakhir lah yang berlaku dan bukan UU sebelumnya;

 UU khusus mengalahkan UU umum; 10

 Pengaturan khusus mengalahkan pengaturan umum (apakah pengaturan ditemukan atau

tidak dalam UU umum atau UU khusus dan tanpa memperhatikan tanggal diadopsinya); dan

 Hukum yang substantif tidak bisa diamandemen dengan hukum yang prosedural.

(32)

2

BAGIAN DUA:

APA YANG PERLU ANDA KETAHUI SEBELUM MELAKUKAN TINJAUAN HUKUM BERBASIS CEDAW

P. Apakah pembatalan ekspres? Apakah selalu diperlukan?

Pembatalan ekspres adalah pembatalan UU yang ada sebelumnya dengan disahkannya UU baru yang menyatakan UU yang ada sebelumnya tidak berlaku lagi. Pencabutan tersirat terjadi ketika UU yang kemudian mengandung pengaturan yang berlawanan dan tidak dapat didamaikan dengan yang sebelumnya sehingga hanya satu UU yang dapat berlaku. Aturan umum biasanya berlawanan dengan pencabutan tersirat sehingga ambiguitas apa pun yang terjadi kemudian dapat dihindarkan. Selalu lebih disarankan untuk melakukan pembatalan ekspres atas ketetapan hukum atau UU.

Sebuah contoh pencabutan ekspres dapat ditemukan pada Pasal 50 UU Kamboja tentang

Penghentian Perdagangan Manusia dan Eksploitasi Seksual (2008) yang menyatakan:

“Pasal 50: Pembatalan UU. UU tentang Penghentian Penculikan, Perdagangan Manusia/Penjualan Manusia dan Eksploitasi Manusia, yang telah disebarkan oleh Kram Kerajaan No:cs/rkm/0296/01 akan dibatalkan oleh UU ini

P. Apakah UU yang telah sangat lama disahkan, masih berlaku?

UU berlaku kecuali jika sudah dibatalkan oleh UU lain atau dinyatakan tidak berlaku oleh otoritas

yang berwenang (misalnya, pengadilan). Karena itu, bahkan UU yang sangat tua pun akan tetap

berlaku.

P. Jika UU tidak ditegakkan, apakah masih tetap UU?

Ya, tidak adanya penegakan hukum tidak membuat UU tidak berlaku. Seperti ditunjukkan di atas, UU itu berlaku kecuali jika dicabut atau dinyatakan tidak berlaku oleh otoritas yang berwenang.

P. Dalam reformasi dan advokasi hukum, apakah sebaiknya saya menjadikan reformasi konstitusi, reformasi legislatif, reformasi pengesahan eksekutif, atau reformasi ordinansi sebagai sasaran?

Jawaban terbaik adalah menjadikan semua UU diskriminatif sebagai sasaran, apakah Konstitusi,

(33)

2

BAGIAN DUA:

APA YANG PERLU ANDA KETAHUI SEBELUM MELAKUKAN TINJAUAN HUKUM BERBASIS CEDAW

Daftar Periksa

Memahami bagaimana UU dibuat

Gunakan daftar periksa ini untuk meningkatkan pemahaman Anda tentang tantangan dan hambatan dalam mengadopsi dan mengamandemen UU.

 Periksa ketetapan konstitusional dan legislatif tentang pengadopsian UU

 Berkonsultasi dengan pembuat UU tentang proses pengesahan UU

 Kenali dengan baik struktur dan isi UU

 Hadiri sesi badan pembuat UU atau ikut serta dalam dengar pendapat dan konsultasi tentang naskah UU atau UU yang diusulkan

 Pahami poin-poin intervensi dalam proses pembuatan hukum (yakni, bagaimana dan kapan Anda dapat ikut campur dalam proses)

 Ketahui agenda pembuatan keputusan yang sedang berjalan (biasanya agenda

atau program kerja disusun oleh badan pembuat UU dan menteri-menteri)

 Ketahui kapan UU yang terkait dengan tinjauan hukum anda sudah diadopsi (jika

(34)

2

BAGIAN DUA:

APA YANG PERLU ANDA KETAHUI SEBELUM MELAKUKAN TINJAUAN HUKUM BERBASIS CEDAW

1

PArt OnE:

CEDAW AnD lEgAl rEviEWs

2

CATATAN

:

(35)

3

MERENCANAKAN TINJAUAN HUKUM

BERBASIS CEDAW

(36)
(37)

BAGIAN TIGA:

MERENCANAKAN TINJAUAN HUKUM BERBASIS CEDAW

BAGIAN TIGA:

MERENCANAKAN TINJAUAN HUKUM BERBASIS CEDAW

Dalam bagian ini:

 Mengidentifikasi tujuan, cakupan, sasaran, dan pengaturan waktu tinjauan hukum berbasis CEDAW

 Siapa yang paling tepat untuk melakukan tinjauan hukum berbasis CEDAW?

Dalam proses melakukan tinjauan hukum, ada baiknya menyusun rencana yang jelas sebelum memulai. Pertimbangkan butir-butir berikut ketika merencanakan tinjauan hukum Anda:

(a) Tujuan. Mengidentifikasi tujuan spesifik dari tinjauan hukum Anda. Semakin jelas tujuan itu, semakin baik. Penting untuk mengetahui apa yang sedang Anda coba capai dengan tinjauan hukum Anda. Lihat Bagian 1: Tujuan Tinjauan Hukum berbasis CEDAW untuk tujuan-tujuan yang dimungkinkan.

(b) Cakupan (Bidang atau Pokok Cakupan). Anda perlu memutuskan apakah tinjauan hukum Anda bersifat komprehensif atau terfokus. Cakupan komprehensif atau menyeluruh berarti menilai kepatuhan semua bidang yang mempengaruhi kesetaraan gender, apakah bidang apakah secara kewarganegaraan, politik, ekonomi, sosial, atau budaya. Artinya, memeriksa semua ketetapan substantif CEDAW (Pasal 1-16). Cakupan terfokus berarti menilai kepatuhan/kesesuaian di dalam topik/bidang terpilih (misalnya, ketenagakerjaan, perkawinan dan keluarga, atau partisipasi politik) atau pasal-pasal CEDAW (misalnya, Pasal 12 tentang kesehatan).

(c) Cakupan (UU Terkait). Anda juga perlu memutuskan UU mana yang akan dinilai dalam tinjauan hukum Anda. Apakah tinjauan itu akan hanya menilai UU yang dikeluarkan oleh pembuat UU, atau semua hukum (misalnya UU yang dikeluarkan badan legislatif, eksekutif,

yudikatif?) Apakah hal itu akan mencakup UU pada semua tingkatan atau hanya yang di tingkat nasional? (See Determining Scope of a Legal Review (Relevant Laws) below

for further guidance on this matter). (Lihat Menentukan Cakupan Tinjauan Hukum (Hukum Terkait) di bawah ini untuk pedoman lebih lanjut mengenai hal ini).

(d) Khalayak Sasaran. Kenali khalayak sasaran dari tinjauan hukum Anda. Apakah untuk pelaku advokasi perempuan, akademik, spesialis, pejabat pemerintah, pembuat UU, atau masyarakat

umum? Mengidentifiaksi khalayak sasaran membantu Anda untuk memutuskan bahasa

dan format tinjauan itu (misalnya, apakah Anda akan menggunakan bahasa sederhana

atau khusus?).

(e) Kerangka Waktu. Tinjauan hukum memerlukan waktu untuk penulisannya. Identifikasi kerangka waktu yang realistis.

(38)

3

BAGIAN TIGA

MERENCANAKAN TINJAUAN HUKUM BERBASIS CEDAW

(g) Keterbatasan. UU hanya merupakan satu dari banyak langkah untuk menciptakan kepatuhan pada CEDAW. Sejumlah kewajiban CEDAW dihadapi dengan lebih tepat melalui langkah-langkah kebijakan, intervensi program, atau penegakan legislasi. Dengan demikian, tinjauan hukum dan reformasi hukum hanya menangani satu bentuk intervensi yang diperlukan Negara untuk menyiapkannya untuk dapat menghapus diskriminasi gender.

(h) Metodologi. Tinjauan hukum terutama dilakukan sebagai penelitian kepustakaan. Lokakarya dengan orang-orang yang bekerja untuk hak-hak asasi perempuan untuk secara kolektif menentukan indikator hukum kunci dan rekomendasi, dan untuk memvalidasi temuan-temuan

dari tinjauan hukum, merupakan tambahan bagus untuk penelitian kepustakaan. Kepakaran dan pengalaman mereka akan memperkaya tinjauan. Konsultasi dengan perempuan,

khususnya yang akan dipengaruhi oleh rekomendasi tinjauan tersebut, juga disarankan.

Salah satu tantangan yang perlu dipertimbangkan dalam mengidentifikasi metodologi adalah akses terbatas terhadap UU atau data yang tidak memadai tentang dampak pengaturan

hukum. Ketika informasi ditemukan, data mungkin tidak dipilah menurut jenis kelamin atau

tidak tersedia analisis gender.

Menentukan Cakupan Tinjauan Hukum (UU Terkait)

Kerjakan kuis ini dan pertimbangkan faktor-faktor berikut ketika sedang dalam proses

memutuskan cakupan tinjauan hukum Anda.

Bidang atau Pokok Cakupan

P. Apakah tinjauan hukum merupakan a) cakupan komprehensif, atau b) cakupan terfokus.

Jika Anda menjawab a, semua UU harus dinilai.

Jika Anda menjawab b, hanya UU yang mencakup bidang terbatas akan dimasukkan dalam tinjauan hukum.

Contoh: Di Vietnam, tinjauan hukum komprehensif dilakukan. Hasilnya, lebih dari 200 UU yang mencakup 18 bidang yang berkaitan dengan setiap pasal CEDAW telah dievaluasi.

Tingkat Cakupan

T. Apakah tujuan tinjauan hukum adalah untuk a) menilai UU negara, atau b) hanya menilai

UU lokal (misalnya tingkat provinsi atau desa)

Jika Anda menjawab a, hanya UU negara yang dimasukkan dalam tinjauan hukum.

JIka Anda menjawab b, baik UU negara maupun lokal harus dimasukkan dalam tinjauan hukum.

Kelengkapan Legislasi

T. Apakah legislasi di negara Anda a) memasukkan semua standar sehingga lengkap

dalam dirinya, atau b) apakah dilengkapi atau ditambah dengan kinerja eksekutif atau kehakiman.

Jika Anda menjawab a, memusatkan perhatian hanya pada legislasi sudah cukup untuk tinjauan hukum

Jika Anda menjawab b, memasukkan kinerja eksekutif atau kehakiman diperlukan untuk memberi gambar yang menyeluruh.

Bobot UU

T. Apakah yang dikeluarkan eksekutif memiliki kekuatan dan bobot yang sama seperti yang

disahkan legislatif?

Referensi

Dokumen terkait

Atas dasar pemikiran tersebut, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian tentang kenaikan jumlah nilai impor migas Indonesia dengan mengambil judul mengenai

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa produksi enzim selulase dari mikrofungi Trichoderma reesei dengan substrat bubuk jerami padi

Jika dikaitkan dengan Model Pembelajaran Project Based Learning, Ayat di atas menjelaskan bahwa, Proses belajar mengajar dengan memberi kesempatan kepada peserta didik untuk

Akuntan Muda Halaman 5 Pendekatan dalam perhitungan fair value dapat diklasifikasikan menjadi tiga yaitu pendekatan pasar, pendekatan pendapatan dan pendekatan

Bagaimana deskripsi unsur intrinsik yang berupa aspek bunyi, aspek sintaksis, aspek semantik dalam lirik lagu “La Vie En Rose dan L’Hymne à L’Amour” karya Édith

Sejarah telah mencatat pada prinsipnya Nabi Muhammad SAW telah berhasil mengajarkan tiga prinsip pemasaran modern yang terkenal yaitu branding dengan membangun merek pribadi

Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif antara kepemilikan asing dan rasio pajak pada perusahaan menengah dan kecil, hal ini berbeda dengan pada