TINJAUAN PUSTAKA
Karakteristik Domba
Domba memiliki kedudukan yang sama dalam sistematika hewan yaitu:
Filum: Chordata, Sub Filum: Vertebrata (bertulang belakang), Marga:
Gnatostomata (mempunyai rahang), Kelas: Mammalia, Bangsa: Placentalia
(mempunyai plasenta), Suku: Ungulata (berkuku), Ordo: Artiodactyla (berkuku
genap), Sub ordo: Seledontia, Famili: Caprinus, Genus: Ovis, Spesies: Ovis aries
(Kartadisastra, 1997).
Dalam pemeliharaan domba terdapat beberapa keuntungan yaitu dapat
beranak lebih dari satu ekor, cepat berkembang biak, berjalan dengan jarak lebih
dekat saat digembalakan sehingga pemeliharaan lebih mudah, termasuk
pemakan rumput sehingga dalam pemberian pakan lebih mudah
(Tomaszweska et al., 1993).
Domba Lokal
Domba asli Indonesia adalah domba yang memiliki ekor tipis, populasinya
ada di Jawa Barat dan Jawa Tengah sekitar 80%. Domba ini mempunyai tubuh
dan bentuk badan yang kecil, serta memiliki ciri yang lain yaitu: 1) badannya
memiliki bulu yang berwarna putih, tetapi ada yang berwarna lain, seperti
hitam belang-belang yang terletak disekitar mata. 2) Domba jantan memiliki
tanduk yang kecil sedangkan domba betina tidak memiliki tanduk. 3) Ekor relatif
Pakan Domba
Bahan pakan berserat seperti hijauan merupakan bahan pakan sumber
energi dan secara alamiah ternak domba lebih menyukai bahan pakan berserat dari
pada konsentrat. Hijauan tersebut pada umumnya merupakan bahan pakan yang
kandungan serat kasarnya relatif tinggi. Ternak ruminansia mampu mencerna
hijauan yang umumnya mengandung selulosa yang tinggi. Hal ini disebabkan oleh
adanya mikroorganisme di dalam rumen. Makin tinggi populasinya akan semakin
tinggi pula kemampuan mencerna selulosa (Siregar, 1994). Kebutuhan harian zat
makanan untuk domba dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Kebutuhan pakan domba
BB
Menurut Parakkasi (1995) pakan merupakan semua bahan yang bisa
diberikan dan bermanfaat bagi ternak. Pakan yang diberikan harus berkualitas
tinggi yaitu mengandung zat-zat yang diperlukan oleh tubuh ternak untuk
kehidupannya seperti air, karbohidrat, lemak, protein dan mineral.
Pakan yang di berikan harus benar-benar bermanfaat untuk kebutuhan
hidup, membentuk sel-sel baru, mengganti sel-sel yang rusak dan untuk produksi
Pertumbuhan dan Penggemukan Ternak Domba
Pertumbuhan adalah pertambahan berat jaringan pembangun seperti
tulang, urat daging, jantung, otak, semua jaringan tubuh, serta alat-alat tubuh
sedangkan pertumbuhan murni adalah jumlah protein yang bertambah dan
zat-zat mineral. Pertambahan akibat penimbunan lemak atau penimbunan air
bukanlah pertumbuhan murni (Anggorodi, 1984).
Komponen tubuh secara kumulatif mengalami pertambahan berat selama
pertumbuhan sampai mengalami kedewasaan. Bagian-bagian dan komponen
tubuh mengalami perubahan selama pertumbuhan dan perkembangan.
Jaringan-jaringan tubuh mengalami pertumbuhan maksimal yang berbeda pula. Komposisi
kimia komponen-komponen tubuh termasuk tulang, otot dan lemak. Tulang, otot
dan lemak merupakan komponen utama penyusun tubuh (Soeparno, 1994).
Pemberian Air Minum Domba
Kompisisi tubuh domba, 70% dari berat badannya berupa berupa air.
Kekurangan air di dalam tubuh hingga mencapai 20% akan menyebabkan domba
mengalami dehidrasi yang bisa menyebabkan kematian. Karena itu, ketersedian
air bersih di dalam kandang untuk minum merupakan hal yang mutlak perlu.
Kebutuhan domba terhadap air tergantung pada banyak faktor, misalnya kondisi
fisiologis, kondisi hijauan, ataupun kondisi lingkungan.
Domba muda relatif membutuhkan air lebih banyak dibandingkan dengan
domba tua. Jika hijauan yang diberikan dan dikonsumsi sudah tua, yang umumnya
berkadar air rendah, domba akan membutuhkan air lebih banyak dibandingkan
dengan hijauan yang masih muda. Jika temperatur lingkungan cukup tinggi,
membutuhkan air sebanyak 1,5-2,5 liter per hari. Sebaiknya, air disediakan dalam
jumlah yang tidak terbatas (Sodiq dan Abidin, 2002).
Sistem Pencernaan Domba
Hewan herbivora (pemakan rumput) seperti domba, sapi, kerbau disebut
sebagai hewan memamah biak (ruminansia). Sistem pencernaan pada hewan ini
lebih panjang dan kompleks. Pakan hewan ini banyak mengandung selulosa yang
sulit dicerna oleh hewan pada umumnya sehingga sistem pencernaannya berbeda
dengan sistem pencernaan hewan lain. Perbedaan sistem pencernaan pakan pada
hewan ruminansia, tempat pada struktur gizi, yaitu terdapat geraham belakang
(molar yang besar), berfungsi untuk mengunyah rerumputaan yang sulit dicerna.
Disamping itu terdapat pada hewan ruminansia modifikasi lambung yang
dibedakan menjadi 4 bagian, yaitu rumen (perut besar), retikulum (perut jala),
omasum dan abomasum. Dengan ukuran yang bervariasi sesuai dengan umur dan
makanan alamiahnya. Kapasitas rumen 80%, retikulum 5%, omasum 7-8%,
abomasums 7-8% (Prawirokusumo, 1994).
Proses utama dari pencernaan adalah secara mekanik, enzimatik ataupun
mikrobial. Proses mekanik terdiri dari mastikasi ataupun pengunyahan dalam
mulut dan gerakan–gerakan saluran pencernaan yang dihasilkan oleh
kontraksi-kontraksi otot sepanjang usus. Pencernaan secara enzimatik atau kimiawi
dilakukan oleh enzim yang dihasilkan oleh sel-sel dalam tubuh hewan dan yang
berupa getah-getah pencernaan. Pencernaan oleh mikroorganisme ini juga
dilakukan secara enzimatik yang enzimnya dihasilkan oleh sel-sel
Pengolahan Bahan Pakan
Menurut jenis mediumnya proses fermentasi dibagi menjadi dua yaitu
fermentasi medium padat dan fermentasi medium cair. Fermentasi medium padat
merupakan fermentasi yang digunakan tidak larut tetapi cukup mengandung air
untuk keperluan mikroorganisme, sedangkan fermentasi medium cair adalah
proses fermentasi yang substratnya larut atau tersuspensi didalam fase cair
(Hardjo et al., 1989).
Ada beberapa pengolahan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan
kecernaan potensial serat kasar (Preston dan Leng, 1987). Peningkatan kuantitas
bagian yang dapat dicerna pada pakan yang berkualitas rendah, dapat dilakukan
melalui proses kimia, fisik dan biologis (Hungate, 1966).
a. Pengolahan Secara Fisik
Pengolahan secara fisik pada bahan pakan berserat tinggi bertujuan untuk
merombak struktur fisik bahan dan memecah matriks karbohidrat penyusun
dinding sel. Pengolahan secara fisik dapat juga digunakan dalam pengawetan dan
menghilangkan kandungan antinutrisi bahan. Perlakuan fisik berupa pemotongan,
penggilingan, peletting, penghancuran dan lain-lain.
b. Pengolahan Secara Kimia
Perlakuan kimia pada pakan berserat tinggi bertujuan untuk meningkatkan
kecernaan dan konsumsi pakan bebas dengan cara memecah
komponen-komponen dinding sel atau memecah ikatan lignin dengan senyawa karbohidrat
perlakuan-perlakuan kimia yang telah dicoba diteliti antara lain terdiri dari
perlakuan Naoh, KOH, Ca (OH)2 dan urea.
Urea dengan rumus molekul CO (NH2)2 banyak digunakan dalam ransum
ternak ruminansia karena mudah diperoleh, harga murah dan sedikit keracunan
yang diakibatkannya dibanding biuret. Secara fisik urea berbentuk kristal padat
berwarna putih dan higroskopis. Urea mengandung nitrogen sebanyak 42 – 45%
atau setara dengan potein kasar antara 262 – 281% (Belasco, 1954).
Perlakuan amoniasi dengan urea telah terbukti mempunyai pengaruh yang
baik untuk pakan. Proses amoniasi lebih lanjut juga akan memberikan keuntungan
yaitu meningkatkan kecernaan pakan. Setelah terurai menjadi NH3 dan CO2.
Dengan molekul air NH3 akan mengalami hidrolisis. Dengan demikian amoniasi
akan serupa dengan perlakuan alkali. Amoniasi dapat menurunkan kadar zat
makanan yang sukar bahkan tidak dicerna oleh ternak. Yang berakibat
meningkatkan kecernaan pakan lebih jauh. Dari hasil percoban
Chuzaemi dan Soejono (1987) dengan level urea yang lebih tinggi yaitu 6% dan
8% secara in vivo selain dapat meningkatkan kecernaan bahan kering dan bahan
organik juga energinya. Energi tercerna meningkat dari 6,07 MJ menjadi 8,32 dan
9,54 MJ.
c. Pengolahan Secara Biologis
Aplikasi perlakuan secara biologi dalam pengolahan bahan pakan limbah
bertujuan untuk megubah struktur fisik bahan, pengawetan dan mengurangi
kandungan anti nutrisi. Perubahan struktur fisik pada bahan kasar dilakukan oleh
enzim delignifikasi sekaligus memperkaya jaringan pakan dengan protein
enzim pendegradasi dinding sel seperti selulase, hemiselulase dan enzim pemecah
lignin, jamur ligninolitik, bakteri dan jamur rumen dengan proses fermentasi
dengan maksud untuk mendapatkan bahan pakan yang bermutu tinggi serta tahan
lama agar dapat diberikan kepada ternak pada masa kekurangan pakan ternak.
Menurut Saono (1974), fermentasi adalah segala macam proses
metabolisme dimana enzim dari mikroorganisme (jasad renik) melakukan
oksidasi, reduksi, hidrolisa dan reaksi kimia lainnya, sehingga terjadi perubahan
kimia pada substrat organik dengan menghasilkan produk tertentu.
Faktor-faktor yang mempengaruhi fermentasi menurut Kuswanto (1989),
adalah konsentrasi gula, pH fermentasi, temperatur, penambahan nutrisi seperti
nitrogen dan fosfor, ammonium sulfat, ammonium fosfat dan lain-lain yang
mengandung N, P, K waktu fermentasi dan aerasi.
Aspergillus niger
Aspergillus niger merupakan salah satu spesies yang paling umum dan mudah
diidentifikasi dari genus Aspergillus, famili Moniliaceae, ordo Monoliales dan kelas
Fungi imperfecti. Aspergillus niger dapat tumbuh dengan cepat, diantaranya
digunakan secara komersial dalam produksi asam sitrat, asam glukonat dan
pembuatan beberapa enzim seperti amilase, pektinase, amiloglukosidase dan
sellulase. Aspergillus niger dapat tumbuh pada suhu 35 - 37ºC (optimum), 6 - 8ºC
(minimum), 45 - 47ºC (maksimum) dan memerlukan oksigen yang cukup (aerobik).
Aspergillus niger memiliki bulu dasar berwarna putih atau kuning dengan lapisan
konidiospora tebal berwarna coklat gelap sampai hitam. Kepala konidia berwarna
bertambahnya umur. Konidiospora memiliki dinding yang halus, hialin tetapi juga
berwarna coklat (Suharto, 2003).
Konsentrat
Ternak ruminansia membutuhkan konsentrat untuk mengisi kekurangan
makanan yang diperolehnya dari hijauan. Pemberian konsentrat pada sapi tidak
sama dengan hewan lainnya (Novirma, 1991).
Konsentrat adalah pakan yang memiliki protein dan energi yang cukup
tinggi PK ≥ 18%. Pada ternak yang digemukkan semakin banyak konsentrat
dalam pakan akan semakin baik apabila konsumsi serat kasar tidak kurang dari
15 % BK pakan. Oleh karena itu, banyaknya pemberian pakan konsentrat adalah
formula pakan harus terbatas agar tidak terlalu gemuk (Siregar, 2003).
Pelepah Daun Kelapa Sawit
Pelepah daun kelapa sawit merupakan salah satu bahan pakan ternak yang
memiliki potensi yang cukup tinggi, akan tetapi kedua bahan pakan tersebut
belum dimanfaatkan secara optimal oleh peternakan. Produksi pelepah daun
kelapa sawit dapat mencapai 10,5 ton pelepah kering/ha/tahun. Kandungan
protein kasar pada kedua bahan pakan tersebut masing-masing mencapai 15% BK
(daun) dan 2 – 4% BK (pelepah) (Mathius, 2003). Sementara itu, campuran
kedua bahan pakan tersebut dapat meningkatkan kandungan protein menjadi
4,8%.
Menurut Direktoral Jenderal Perkebunan, 2008 luas lahan perkebunan
kelapa sawit di Indonesia mencapai 7,1 juta. Sumatera Utara sendiri pada tahun
2008 memiliki luas perkebunan kelapa sawit 948.800 Ha. Pelepah dan daun
Pelepah kelapa sawit dipanen 1 – 2 pelepah/panen/pohon. Setiap tahun dapat
menghasilkan 22 – 26 pelepah/ pohon/ tahun dengan rataan berat pelepah daun
sawit 4 – 6 kg/pelepah, bahkan produksi pelepah dapat mencapai
40 – 50 pelepah/pohon/tahun dengan berat sebesar 4,5 kg/ pelepah
(Jalaluddin dan Hutagalung, 1982).
Hasil panen pelepah ini merupakan potensi yang cukup besar sebagai
pakan ternak ruminansia. Pelepah kelapa sawit saat ini belum dimanfaatkan secara
optimal merupakan salah satu bahan pakan pengganti hijauan
(Kawamoto et al., 2002), disamping hasil ikutan lain dalam pengolahan buah kelapa sawit.
Kandungan gizi pelepah daun kelapa sawit dapat di lihat pada tabel di
bawah ini:
Tabel 2. Kandungan nutrisi pelepah daun kelapa sawit
Zat nutrisi Kandungan (%)
Bahan kering 26,07a
Protein kasar 5,02b
Lemak kasar 1,07a
BETN 39,82a
TDN 45,00a
Ca 0,96a
P 0,08a
Energi (MCal/ME) 56,00c
Serat kasar 36,94a
Sumber : a. Wartat Penelitian dan Pengembangan Pertanian (2003).
b. Laboratorium Ilmu Makanan Ternak Departemen Peternakan FP-USU (2000). c. Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman Pangan Bogor (2000).
Bungkil Inti Sawit
Menurut Davendra (1997) bungkil inti sawit adalah limbah hasil ikutan
dari hasil ekstraksi inti sawit. Bahan ini diperoleh dengan proses kimiawi atau
cara mekanik. Walaupun kandungan proteinnya agak baik, tapi karena serat
kasarnya tinggi dan palatabilitasnya rendah menyebakan kurang cocok bagi ternak
monogastrik, melainkan lebih cocok bagi ternak ruminansia.
Semakin tinggi persentase bungkil inti sawit dalam pakan, maka kenaikan
bobot badan perhari semakin besar, namun demikian pemberian optimal dari
bungkil inti sawit ialah 1,5 % dari bobot badan untuk mempengaruhi pertumbuhan
ternak domba. Kandungan nilai gizi dalam bungkil inti sawit dapat dilihat pada
Tabel 3.
Tabel 3. Kandungan nilai gizi bungkil inti sawit
Uraian Kandungan (%)
Protein kasar 15,4a
TDN 81b
Serat kasar 16,9a
Lemak kasar 2,4a
Bahan kering 92,6a
Ca 0,10c
P 0,22c
Sumber : a. Laboratorium Ilmu Makanan Ternak FP USU (2005). b. Laboratorium Ilmu Makanan Ternak IPB, Bogor (2000). c. Siregar (2003).
Dedak Padi
Dedak padi pada musim panen melimpah, sebaliknya pada musim
kemarau berkurang. Selain itu, dedak padi tidak dapat disimpan lama. Keadaan ini
disebabkan karena aktivitas enzim yang dapat menyebabkan kerusakan atau
ketengikan oksidatif pada komponen minyak yang ada dalam dedak padi
Dedak padi adalah bahan pakan yang diperoleh dari hasil pemisahan beras
dengan kulit gabah melalui proses penggilingan dan pengayakan padi
(Parakkasi, 1999). Pemanfaatan dedak padi di Indonesia sampai saat ini adalah
sebagai pakan ternak. Hal ini disebabkan kandungan nilai gizi dalam dedak padi
cukup tinggi seperti lipid, protein, karbohidrat, vitamin, mineral dan juga serat.
Kandungan nutrisi pada dedak padi dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Kandungan nilai gizi dedak padi
Uraian Kandungan (%)
Bahan kering 89,6
Protein kasar 13,8
Lemak kasar 7,2
Serat kasar 8,0
TDN 67,0
Sumber: Laboratorium Ilmu Makanan Ternak Departemen Peternakan FP USU (2005).
Garam
Garam merangsang sekresi saliva. Terlalu banyak garam akan
menyebabkan retensi air sehingga menimbulkan odema. Devisiensi garam lebih
sering terlihat pada hewan herbivora, hal ini disebabkan karena hijauan dan
butiran mengandung sedikit garam. Gejala defisiensi garam yaitu nafsu makan
menghilang, bulu kotor, makan tanah, keadaan badan tidak sehat, produksi
mundur dan berat badan turun (Anggorodi, 1994). Menurut Parakkasi (1999),
kebutuhan domba akan garam sebanyak 9 % dalam makanan.
Mineral merupakan salah satu zat yang mempunyai peranan pokok dalam
hal pertumbuhan dan reproduksi ternak domba, seperti metabolisme protein,
energi serta biosintesa zat – zat pakan esensial (Davendra dan Burns, 1994).
Menurut Murtidjo (1993) juga berpendapat bahwa di Indonesia yang
beriklim tropis defisiensi mineral tertentu merupakan kasus lapangan yang sering
terjadi, dimana hal ini dapat mengakibatkan ternak domba yang dipelihara
mengalami penurunan nafsu makan, efisiensi pakan tidak dicapai, terjadi
penurunan bobot tubuh dan gangguan kesuburan ternak bibit. Kandungan mineral
dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Kandungan mineral
Kandungan Zat Kadar Zat (%)
Kalsium karbonat 50,00
Phospor 25,00
Mangan 0,35
Iodium 0,20
Kalium 0,10
Cuprum 0,15
Sodium klorida 23,05
Besi 0,80
Zn 0,20
Mg 0,15
Sumber : Eka Farma disitasi Warisman (2009).
Molases
Molases dapat digunakan sebagai pakan ternak. Keuntungan penggunaan
molases untuk pakan ternak adalah kadar karbohidrat tinggi (46-60% sebagai
gula), kadar mineral cukup disukai ternak. Molasses atau tetes tebu juga
mengandung vitamin B kompleks dan unsur-unsur mikro yang penting bagi
ternak. Molases dapat diganti sebagai bahan pakan ternak yang berenergi tinggi.
Disamping rasanya manis juga dapat memperbaiki rasa pakan dan aroma.
menyebabkan diare bila dikonsumsi terlalu banyak (Rangkuti et al., 1985).
Kandungan nutrisi molases dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Kandungan nutrisi pada molasses
Zat Nutrisi Kandungan (%)
Bahan kering 92,6
Protein kasar 4,00
Lemak kasar 0,08
Serat Kasar 0,38
TDN 81,00
Sumber : Laboratorium Ilmu Makanan Ternak Program Studi Peternakan, FPUSU (2000)
Urea
Urea dengan rumus molekul Co (NH2)2 banyak digunakan dalam ransum
ternak ruminansia karena mudah di peroleh, harganya murah dan sedikit resiko
keracunan yang diakibatkannya dibanding burret. Secara fisik urea berbentuk
kristal berwarna putih dan higroskopis (Sodiq dan Abidin, 2002).
Urea sebagai bahan pakan ternak berfungsi sebagi sumber NPN (Non
Protein Nitrogen) dan mengandung lebih kurang 45% unsur Nitrogen sehingga
pemakaian urea mampu memperbaiki kualitas rumput yang diberikan kepada
domba, namun perlu diingat bahwa penggunaan urea terlalu tinggi konsentratnya
dalam rumen dapat menimbulkan keracunan (Hartadi, et. al., 1990).
Parameter Penelitian
Konsumsi Pakan
Konsumsi pakan adalah jumlah pakan yang dikonsumsi oleh hewan
apabila bahan pakan tersebut diberikan secara ad libitum. Jumlah konsumsi pakan merupakan faktor penentu paling penting yang menentukan jumlah nutrien yang
Kebutuhan ternak ruminansia terhadap pakan dicerminkan oleh
kebutuhannya terhadap nutrisi. Jumlah kebutuhan nutrisi setiap harinya sangat
tergantung pada jenis ternak, umur, fase (pertumbuhan, dewasa, bunting,
menyusui), kondisi tubuh (normal, sakit) dan lingkungan tempat hidupnya
(temperatur, kelembapan udara) serta berat badannya. Jadi setiap ekor ternak yang
berbeda kondisinya membutuhkan pakan yang berbeda (Kartadisastra, 1997).
Suhu yang tinggi juga dapat menyebabkan nafsu makan menurun dan
meningkatnya konsumsi air minum. Hal ini mengakibatkan otot-otot daging
lambat membesar sehingga daya tahannya juga menurun (Tillman et al., 1993). Ransum adalah campuran dari beberapa jenis bahan makanan yang
diberikan pada ternak dalam waktu 24 jam, makanan itu dapat diberikan
seluruhnya sekaligus atau dalam beberapa kali sebagian-sebagian dari padanya.
Ransum disebut sempurna apabila kombinasi beberapa bahan makanan yang
bila dikonsumsi secara normal dapat mensuplai zat –zat makanan kepada ternak
dalam perbandingan jumlah dan bentuk sedemikian rupa sehingga fungsi-fungsi
fisiologis tubuh berjalan dengan normal. Dalam mengkonsumsi ransum ternak di
pengaruhi oleh beberapa faktor yaitu tingkat energi, keseimbangan asam amino,
tingkat kehalusan ransum, keaktifan ternak , berat badan kecepatan pertumbuhan
dan suhu lingkungan (Parakkasi, 1995). Menurut Pilliang (1997), bahwa untuk
memproduksi satu kilogram daging domba diperlukan bahan pakan ternak
sebanyak 8,0 kilogram.
Pengukuran konsumsi pakan dipengaruhi oleh perbedaan ternak,
mempunyai hubungan dengan kebutuhan energi ternak yang sering menyebabkan
konsumsi pakan ternak menjadi berbeda (Williamson dan Payne, 1993).
Pertambahan Bobot Badan
Pertumbuhan dinyatakan pada umumnya dengan pengukuran kenaikan
berat badan yang dengan mudah dilakukan dengan penimbangan berulang – ulang
dan di ketengahkan dengan penambahan berat badan tiap hari, tiap minggu atau
tiap waktu lainnya (Tillman, et al., 1991).
Penimbangan ternak pada setiap jangka waktu tertentu misalnya setiap
minggu atau setiap bulan akan dapat mengetahui besarnya pertambahan bobot
badan ternak. Pertambahan bobot badan ternak tersebut dapat digunakan untuk
mengetahui kecepatan pertumbuhan (Kamal, 1994).
Konversi Ransum
Konversi ransum sangat penting artinya sebab berkaitan dengan biaya
produksi, biaya pakan adalah yang terbesar dari total biaya produksi. Konversi
ini merupakan salah satu indeks yang dapat memperlihatkan sampai sejauh mana
efisiensi usaha ternak dapat menentukan besar kecilnya keuntungan yang
diterima oleh peternak (Rasyaf, 1994).
Kualitas pakan menentukan konversi pakan. Pakan yang berkualitas baik
dapat menghasilkan pertambahan bobot badan yang tinggi. Penggunaan pakan
akan semakin efisien bila jumlah pakan yang dikonsumsi rendah, namun
menghasilkan pertambahan bobot badan yang tinggi (Martawidjaja, 1998).
Kualitas pakan menentukan konversi pakan. Pakan yang berkualitas baik
akan semakin efisien bila jumlah pakan yang dikonsumsi rendah, namun
menghasilkan pertambahan bobot badan yang tinggi (Martawidjaja, 1998).
Konversi pakan pada ruminansia dipengaruhi oleh kualitas pakan, nilai
kecernaan dan efisiensi pemanfaatan zat gizi dalam proses metabolisme di dalam
jaringan tubuh ternak. Makin baik kualitas pakan yang dikonsumsi ternak, akan
diikuti oleh pertambahan bobot badan yang lebih tinggi dan makin efisien