• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Lingkungan 11 Kelurahan Mangga Perumnas Simalingkar A Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Lingkungan 11 Kelurahan Mangga Perumnas Simalingkar A Medan"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Telaah historis terhadap pengalaman pengadaan perumahan pada skala nasional akan

memberi wadah kontekstual bagi usaha memahami proses perumahan yang merupakan wujud

berbagai tindakan, peran dan hasil yang dicapai oleh masyarakat pada umumnya. Hingga kini

salah satu faktor yang dianggap sebagai penyebab utama masalah perumahan adalah

perkembangan penduduk yang tinggi, baik dari jumlah maupun kualitasnya. Ini juga nampak

dari berbagai pernyataan tentang masalah perumahan, karya ilmiah, maupun ucapan para

pengambil keputusan.1

Perumahan dalam arti yang luas meliputi rumah dan segala fasilitas pendukungnya

yang bersama merupakan suatu lingkungan perumahan. Fasilitas lingkungan perumahan

mencakup berbagai hal antara lain penyediaan air minum, jaringan saluran pembuangan,

jalan lingkungan dan sebagainya yang kesemuanya penting bagi pemeliharaan lingkungan.

Pertambahan penduduk yang pesat berarti pula meningkatnya kebutuhan akan perumahan. Di

lain pihak usaha pemenuhan kebutuhan perumahan tersebut terhambat oleh kenyataan

rendahnya kemampuan ekonomi sebahagian besar masyarakat dan tingginya biaya

pembangunan perumahan.2

Berbicara tentang perumahan, tak terlepas dari masyarakat. Masyarakat berasal dari

bahasa Arab, yaitu syaraka yang artinya ikut serta atau berpartisipasi. Sedangkan dalam

bahasa Inggris masyarakat adalah society yang pengertiannya mencakup interaksi sosial,

perubahan sosial, dan rasa kebersamaan. 3

1

Freek Colombijn, Kota Lama Kota Baru, Yogyakarta: Ombak, 2005, hal. 4.

2

Endang Puwaningsih, Pemenuhan Kebutuhan Perumahan Di PerumnasKlender, Jakarta: PLPIIS, 1979, hal. 4.

3

Idianto M, Sosiologi, Jakarta: Erlangga, 2004, hal. 26.

(2)

masyarakat dalam arti yang luas dan dalam arti yang sempit. Masyarakat dalam arti yang luas

adalah kebulatan dari semua perhubungan dalam masyarakat. Sedangkan pengertian

masyarakat dalam arti yang sempit ialah sekelompok manusia yang menjadi ajang hidup

bermasyarakat dalam beberapa kompleks. Misalnya dalam kompleks aspek sebagai

mahasiswa adalah masyarakat mahasiswa, dalam kompleks aspeknya sebagai penghuni suatu

desa ada masyarakat desa, dalam kompleks pedagang ada masyarakat pedagang.4

- Masalah sosial dari faktor ekonomis, misalnya kemiskinan, pengangguran.

Dengan

pengertian tersebut dapatlah dikatakan dalam kompleks aspek perumnas Simalingkar A

sebagai penghuni lingkungan 11 ini sendiri adalah masyarakat perumnas yang memiliki

berbagai mata pencaharian di antara pegawai pegawai negeri, pegawai swasta maupun

wiraswasta.

Pada masyarakat Indonesia dan termasuk masyarakat yang ada di perumnas banyak di

jumpai masalah-masalah sosial yang disebabkan oleh perubahan-perubahan. Sebuah masalah

merupakan akibat dari interaksi sosial antar individu dengan kelompok atau antara suatu

kelompok dengan kelompok lain. Soerjono Soekantomembedakan masalah sosial menjadi empat, yaitu:

- Masalah sosial dari faktor biologis, misalnya penyakit menular.

- Masalah sosial dari faktor psikologis, misalnya penyakit saraf, bunuh diri, gila dan

lain sebagainya.

- Masalah sosial dari faktor kebudayaan, misalnya perceraian, pencurian, kenakalan

remaja, konflik ras dan lain sebagainya.5

Di dalam hidup bermasyarakat umumnya di perumnas terdapat hal-hal yang

bertentangan dengan seseorang ataupun kelompok untuk mencapai tujuan yaitu seperti:

4

Sri Wiyarti Mg, Sosiologi, Surakarta: Lembaga Pengembangan Pendidikan dan UNS Press, 2008, hal. 23.

5

(3)

persaingan, kontravensi, pertikaian, konflik. Ini dikarenakan adanya rasa iri terhadap

keberhasilan orang lain, terjadilah persaingan satu sama lain. Banyak gara-gara anak para

orang tua sering berkelahi karena anak mereka sering berkelahi, sehingga mereka melarang

anak-anak mereka untuk berteman. Padahal jika anak-anak berkelahi paling hanya sebentar,

besoknya sudah kembali berteman.

Masyarakat perumnas umumnya sering bersikap cuek (siapa lu siapa gue), bahkan

tetangganya mendapatkan berita sukacita atau kemalangan saja bisa tidak saling tahu atau

terlambat mendapatkan kabar. Biasanya sikap yang seperti ini sering terjadi di perumahan

ekonomi kelas atas (elite). Sikap seperti ini sering disebabkan karena setiap anggota keluarga

atau masyarakat sekitar sibuk pada aktivitasnya masing-masing. Jangankan mau berinteraksi

dengan sesama tetangga, buat anak sendiri saja waktunya sudah kurang bahkan dalam satu

hari itu si ayah (suami) atau ibu (istri) hanya dapat melihat anaknya pada waktu tidur malam

saja, karena si ayah (suami) sudah pulang larut malam. Sehingga tidak ada waktu untuk

anaknya, paling hanya di hari sabtu atau minggu.

Anak-anak yang ada di sekitar perumnas banyak diasuh oleh pengasug (babysitter)

dari sejak bayi hingga masuk sekolah. Mereka sering tidak memikirkan pentingnya peran

orangtua dalam mengasuh anak, agar anak mereka tumbuh menjadi anak yang baik dan patuh

terhadap orangtuanya. Anak-anak yang dididik oleh pengasuh (babysitter), apabila anak-anak

ini sudah besar banyak yang memiliki sifat yang suka melawan kepada orangtua, pergaulan

bebas yang bisa mengakibatkan anak-anak ini mengkonsumsi obat-obatan terlarang seperti

narkoba dan lain sebagainya, bagi anak perempuan banyak juga yang hamil diluar nikah, ini

dikarenakan kurangnya kasih sayang dari orangtua mereka.

Penelitian dalam penulisan ini adalah masalah Kehidupan sosial ekonomi masyarakat

(4)

terjadi interaksi sosial, interaksi sosial masyarakat lingkungan 11 Perumnas Simalingkar A

ini menjadi kurang baik sejak tahun 2000, ini dikarenakan aktivitas mereka yang banyak

untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka. Sikap cuek terhadap tetangga juga terjadi di

lingkungan 11 Perumnas Simalingkar A ini, tetapi tidak seperti di perumahan elite.

Anak-anak mereka tidak di asuh oleh babysitter karena tidak memiliki cukup biaya untuk

membayar gajinya. Anak-anak diasuh oleh ibunya sendiri. Jika suami dan istri sama-sama

sibuk, mereka sering meminta orangtua, atau keluarga mereka untuk menjaga anaknya.

Perumnas Simalingkar A berada di kecamatan Medan Tuntungan.

Didirikannya perumahan agar terciptanya tata kota yang indah dan nyaman,

rumah-rumah tersusun dengan rapi. Semua ini dilakukan agar tidak ada lagi masyarakat yang

membangun rumahnya di sembarang tempat. Dari hasil pengamatan penulis, walaupun telah

banyak didirikan rumah di Perumnas Simalingkar ini A, masih ada juga masyarakat yang

tidak mau tinggal di situ. Mereka mendirikan rumahnya di tempat lain di luar lingkungan

Perumnas Simalingkar A. Ini semua terjadi karena tidak cukupnya ekonomi mereka untuk

membeli satu unit rumah yang ada di perumnas. Selain itu ada juga masyarakat yang mau

membeli rumah di perumahan ini, tetapi bukan untuk mereka tempati melainkan mereka

kontrakkan kepada orang lain. Ini semua karena mereka tidak suka dengan lingkungan dan

tingkah laku sesama masyarakat yang kurang bersosialisasi dan ada juga yang merasa tidak

bebas untuk memelihara ternak maupun menanam sesuatu di pekarangan rumah karena lahan

mereka yang kurang luas.6

6

Wawancara dengan Bapak M. Rumahorbo, Pembeli, Lingkungan 11 Perumnas Simalingkar A, 8 Maret 2011.

Menurut hasil wawancara dengan bapak M. Rumahorbo ini,

beliau membeli rumah di Perumnas Simalingkar A bukan untuk di tempati langsung. Sejak

tahun 1987, beliau sudah membeli rumah tipe 21 dan kemudian rumahnya di sewakan selama

beberapa tahun. Namun setelah anak-anaknya dewasa dan beranjak memasuki sekolah

(5)

dibeli masuk tipe kecil, kemudian di perbesar menjadi 36. Tanah kosong di belakang di

gunakan untuk penambahan ruangan yang dibutuhkan. Rumah menjadi besar disesuaikan

kebutuhan anak-anaknya untuk tinggal dengan nyaman.

Dalam hidup bermasyarakat terdapat lembaga-lembaga sosial. Lembaga sosial ini

terbentuk dari nilai-nilai, norma-norma, cara berkelakuan, adat istiadat dan unsur-unsur

budaya lainnya yang hidup. Menurut Gilin & Gilin, ciri-ciri umum lembaga sosial antara sosial antara lain sebagai berikut.

- Pola pemikiran dan perilaku yang terwujud dalam aktivitas-aktivitas

masyarakat beserta hasil-hasilnya.

- Mempunyai suatu tingkat kekekalan tertentu. Maksudnya, suatu nilai atau

norma akan menjadi lembaga setelah mengalami proses-proses percobaan

dalam waktu yang relatif lama.

- Mempunyai satu atau beberapa tujuan tertentu.

- Mempunyai alat-alat kelengkapan yang digunakan untuk mencapai tujuan

lembaga tersebut. Biasanya alat-alat ini antara satu masyarakat dengan

masyarakat lainnya berbeda.

- Memiliki lambang-lambang yang merupakan simbol untuk menggambarkan

tujuan dan fungsi lembaga tersebut.

- Dalam merumuskan tujuan dan tata tertibnya, lembaga memikili tradisi yang

tertulis dan tidak tertulis.7

7

(6)

1.2. Rumusan Masalah

Dengan melihat situasi diatas maka penulis mengambil judul penelitian ini

Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Lingkungan 11 Kelurahan Mangga Perumnas Simalingkar A Medan (1986-2000). Alasan penulis mengambil judul ini adalah karena penulis tertarik melihat kehidupan sosial ekonomi masyarakat di Lingkungan 11 Perumnas

Simalingkar A. Dalam kehidupan sosialnya, penulis melihat pada hubungan komunikasi antar

masyarakat Perumnas Simalingkar A khususnya di lingkungan 11 ini kurang terjalin. Untuk

itulah penulis ingin meneliti apa penyebab hubungan komunikasi diantara masyarakat

menjadi kurang terjalinsejak tahun 2000 padahal semenjak tahun1986 dimana pada awal

pendirian Perumnas Simalingkar A ini, hubungan komunikasi dan interaksi dengan sesama

tetangga masih sangat akrab dan intim. Sedangkan dalam bagian ekonominya, penulis ingin

mengetahui apa saja mata pencaharian masyarakat yang menyebabkan kurang terjalinnya

komunikasi di antara mereka.

Periodesasi pada penelitian ini adalah pada tahun 1986-2000. Penelitian dimulai tahun

1986 adalah awal Perumnas Simalingkar A didirikan, dimana pada tahun 1986 ini, kehidupan

sosial di lingkungan 11, komunikasi masih terjalin dengan baik. Pada tahun 2000 adalah

batas akhir pembangunan di Perumnas Simalingkar A dan pada tahun 2000 ini, hubungan

komunikasi sudah kurang terjalin diantara masyarakat, ini disebabkan karena terjadinya krisis

ekonomi yang melanda Indonesia dan tumbuhnya kesadaran (keinginan) masyarakat untuk

mencari nafkah (bekerja) demi memenuhi kebutuhan hidup. Sejak krisis ekonomi tahun 1998

semua harga barang naik, tarif angkutan kota (angkot) maupun tarif becak juga naik, dengan

kata lain biaya hidup semakin meningkat, inilah yang menyebabkan hubungan komunikasi

diantara mereka mulai kurang terjalin karena masing-masing keluarga baik si ayah (suami)

dan ibu (istri) bersama-sama ikut bekerja demi memenuhi kebutuhan hidup yang mereka.

(7)

(ayah/suami), sedangkan ibu (istri) hanya mengurus rumah tangga dan anak-anak mereka

sehingga waktu luang untuk menjalin komunikasi masih banyak.

Setelah krisis ekonomi itu datang, istri mulai membantu ayah dalam memenuhi

kebutuhan hidup, karena penghasilan yang di dapat suami masih tidak cukup untuk

memenuhi kebutuhan hidup keluarga mereka sehingga ibu juga harus ikut bekerja dan adanya

keinginan dan kesadaran istri untuk membantu suaminya mencari nafkahdemi memenuhi

kebutuhan hidup mereka. Kebanyakan mata pencaharian istri hanya berwiraswasta seperti

berdagang, menjahit maupun membuka salon. Hal ini yang menyebabkan juga komunikasi

diantara mereka mulai kurang terjalin.

Sesuai dengan judul “Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Lingkungan 11 Kelurahan Mangga Perumnas Simalingkar A Medan (1986-2000)”, maka disusunlah suatu batasan pokok masalah. Adapun yang menjadi pokok permasalahan yang akan dibahas

dalam penelitian yaitu sebagai berikut.

1. Bagaimana kehidupan sosial ekonomi masyarakat di Lingkungan 11 Kelurahan

Mangga Perumnas Simalingkar A Medan tahun 1986?

2. Bagaimana kehidupan sosial ekonomi masyarakat di Lingkungan 11 Kelurahan

Mangga Perumnas Simalingkar A Medan tahun 2000?

1.3. Tujuan dan Manfaat

Adapun tujuan penelitian yaitu:

1. Menjelaskan kehidupan sosial ekonomi masyarakat di Lingkungan 11Kelurahan

(8)

2. Menjelaskan perubahan sosial ekonomi masyarakat di lingkungan 11Kelurahan

Mangga Perumnas Simalingkar A Medan tahun 2000.

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

1. Penelitian ini dapat menjadi informasi yang berguna dan dapat memberi wawasan

tentang kehidupan sosial ekonomi masyarakat di Perumnas Simalingkar A.

2. Penelitian ini dapat menjadi bahan rujukan dalam mengungkapkan bagaimana

keadaan masyarakat Perumnas Simalingkar di banding sosial ekonomi yang dapat

dijadikan sebagai acuan untuk memperbanyak bacaan yang berkaitan dengan

program pemerintah mengenai Perumahan Nasional.

3. Dapat menjadi acuan bagi para penulis yang lain, yang mana penelitian ini dirasa

perlu penyempurnaan ataupun sebagai referensi.

1.4. Tinjauan Pustaka

Literatur yang digunakan dalam mendukung berjalannya penelitian adalah sebagai

berikut.

Freek Colombijn, dkk dalam bukunya yang berjudul “Kota Lama Kota Baru”, dalam

buku ini mengungkapkan tentang perjalanan panjang perumahan indonesia dalam dan sekitar

abad XX. Sistem pengadaan perumahan kota sampai Perang Dunia II, dapat dibagi dalam tiga

pola. Pertama, perumahan dibangun oleh swasta bermutu baik, mahal dan diperuntukkan bagi

penduduk yang berpenghasilan menengah ke atas. Sebagian lagi dijual untuk dimiliki

sedangkan sisianya untuk disewakan. Pola kedua adalah yang pengadaannya untuk dipakai

sendiri, baik pribumi maupun oleh sebuah badan usaha. Perumahan dinas untuk pegawai

(9)

di kampung dan jumlahnya mencapai dua pertiga rumah yang ada ditinjau dari jumlah

penghuninya. Umunya perumahan ini dibangun penghuninya sendiri.

Konsep kebutuhan perumahan adalah pelayanan perumahan sesuai perkembangan

penduduk yang ada. Dalam pelaksanaannya konsep ini memperhatikan kemampuan (pada

pemerintah) dan diarahkan pada kelompok masyarakat tertentu, biasanya tingkat

pendapatannya masih rendah. Pada dasarnya pendekatan konsep kebutuhan hanya

menyelesaikan masalah perumahan sesuai jumlah yang mampu diadakan dalam kurun waktu

tertentu.

Buku ini banyak menceritakan tentang perjalanan panjang perumahan di Indonesia

dan pola perumahan pada zaman dahulu. Kebutuhan akan perumahan sejak dahulu hingga

sekarang terus meningkat, ini di akibatkan karena jumlah penduduk juga semakin meningkat.

Pola yang ada di perumahan dahulu dan sekarang masih sama yaitu rumah-rumah yang

didirikan dipakai sendiri maupun dikontrakkan oleh si pemiliknya. Pola perumahan yang ada

pada zaman dahulu sama dengan pola perumahan yang ada di lingkungan 11 Perumnas

Simalingkar A ini, yang mana rumah-rumah banyak yang di tempati oleh si pemiliknya dan

ada juga yang di kontrakkan dalam jumlah yang sedikit menurut informan. Akibat kesamaan

ini, buku ini dapat menjadi bahan perbandingan agar menghasilkan penelitian yang baik.

Endang Purwaningsih dalam bukunya “Pemenuhan Kebutuhan Perumahan Di

Perumnas Klender”, dalam buku ini mengungkapkan tentang keadaan rumah yang ada di

perumnas Klender itu. Perumnas Klender diresmikan pemakaiannya pada tanggal 24 Maret

1979. tidak dapat dipungkiri bahwa padatnya kota Jakarta adalah disebabkan karena kaum

pendatang. Dibangunnya perumnas Klender ini adalah untuk mengangkat golongan bawah

agar memiliki tempat tinggal yang nyaman. Distribusi menurut pekerjaan penghuni

(10)

40,3%, pegawai negeri golongan III adalah 4,2%, tamtama ABRI ada 3,4%, Bintara ada

3,4%, Purnawirawan dan pensiunan ada 3,3%. Ternyata sebagian besar (76,5%) dari

Perumnas adalah Pegawai negeri sipil maupun ABRI.

Penilaian para penghuni Perumnas terhadap pergaulan anatara penghuni dirasakan

lebih akrab dibandingkan dengan sebelum tinggal di Perumnas. Penilain orangtua terhadap

keadan Perumnas sungguh baik, setelah mereka pindah ke Perumnas pergaulan anaknya agak

dibebaskan karena para orangtua menilai bahwa kebanyakkan anak penghuni adalah anak

yang berpendidikan.

Buku ini menceritakan tentang keadaan perumahan yang ada di perumnas Klender.

Tujuan pendirian perumnas Klender dengan Perumnas Simalingkar A itu sama yaitu agar

masyarakat yang ekonominya menengah ke bawah memiliki tempat tinggal yang layak. Mata

pencaharian penduduk yang tinggal di perumnas Klender sebagian besar bermata pencaharian

pegawai negeri sipil, pegawai swasta dan juga wiraswasta, begitu juga dengan penduduk di

lingkungan 11 perumnas Simalingkar A ini. Akibat kesamaan ini, maka buku ini dapat

menjadi perbandingan dalam penelitian agar menghasilkan penelitian yang baik.

Heddyana Simanjuntak dalam skripsinya yang berjudul “Dampak Kehadiran

Perumnas Simalingkar Pada Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Bekala Tahun

(1977-1987), dalam skripsi ini menceritakan dampak kehadiran Perumnas Simalingkar pada

masyarakat Desa Bekala. Desa Bekala terletak di Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli

Serdang dan merupakan daerah perkebunan yang dikelola/dikuasai oleh PTP II yang berpusat

di Tanjung Morawa. Luas desa Bekala secara keseluruhan adalah 12 ha. Di desa Bekala

masyarakatnya terdiri dari berbagai suku bangsa, dimana suku bangsa Jawa merupakan suku

bangsa terbesar, disusul oleh suku bangsa Batak yang terdiri dari beberapa sub suku bangsa

(11)

Setiap adanya pengaruh atau perubahan, masyarakat pasti akan memberikan dua jenis

tanggapan yaitu pernyataan senang atau tidak senang terhadap pembangunan pranata yang

hadir di tengah-tengah mereka. Begitu pula halnya dengan pembangunan Perumnas

Simalingkar yang berada di desa Simalingkar B. Masyarakat di wilayah ini sebagian besar

menyatakan senang dengan kehadiran Perumnas, sedangkan sebagian kecil menyatakan tidak

begitu gembira dengan kehadiran pembangunan nasional di desa mereka. Pernyataan senang

yang mereka berikan jelas karena pembangunan atau pengaruh asing itu tidak bertentangan

dengan keadaan sosial masyarakat setempat dan bahkan memberi kemajuan buat mereka.

Sedangkan pernyataan yang tidak senang mereka berikan pada umumnya disebabkan wilayah

mereka untuk mengambil bahan bakar jadi berkurang serta anak-anak dirasakan para orang

tua semakin jarang di rumah karena pergaulan yang sudah semakin luas.

Skripsi ini menceritakan Dampak kehadiran Perumnas Simalingkar pada kehidupan

Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Bekala tahun 1977-1987. Objek tempat penelitian skripsi

ini sama dengan tempat penelitian penulis yaitu di Perumnas Simalingkar, namun skripsi

terdahulu lebih membahas dampak kehadiran Perumnas Simalingkar pada kehidupan sosial

ekonomi masyarakat desa Bekala sedangkan skripsi penulis lebih membahas kehidupan

Sosial Ekonomi masyarakat lingkungan 11 Perumnas Simalingkar A. Akibat kesamaan ini,

skripsi ini dapat menjadi bahan perbandingan agar menghasilkan penelitian yang baik.

Basrowi dalam bukunya “Pengantar Sosiologi” yang membahas tentang masyarakat.

Dalam buku ini mengungkapkan tentang istilah masyarakat, istilah masyarakat berasal dari

bahasa arab “syaraka” yang berarti ikut serta, berpartisipasi, atau “musyaraka” yang berarti

saling bergaul. Di dalam bahasa Inggris dipakai istilah “society”, yang sebelumnya berasal

dari kata lain “socius”, berarti “kawan” (Koentjoroningrat, 1980). Pendapat sejenis juga

terdapat dalam buku; Sosiologi Kelompok dan Masalah Sosial, karangan Abdul Syani (1987),

(12)

bersama-sama, kemudian berubah menjadi masyarakat, yang artinya berkumpul bersama,

hidup bersama dengan saling berhubungan dan saling mempengaruhi, selanjutnya

mendapatkan kesepakatan menjadi masyarakat (Indonesia).

Buku ini menceritakan arti dari masyarakat dari berbagai bahasa, namun arti dari

masyarakat yang sebenarnya adalah berkumpul bersama, hidup bersama dengan saling

berhubungan dan saling mempengaruhi. Buku ini merupakan buku pendukung dalam

penulisan skripsi ini, karena skripsi ini membahas tentang kehidupan masyarakat.

Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto (Ed) dalam bukunya “ Sosiologi Teks Pengantar

dan Terapan”. Dalam buku ini menceritakan tentang perubahan sosial. Semua orang

bersepakat bahwa kehidupan sosial tidaklah statis, melainkan selalu berubah secara dinamis.

Tapi, tidak semua orang mempunyai kesepakatan sama dalam mengartikan perubahan sosial.

Malah, konsep perubahan sosial sempat diberi makna intuitif dan sebagai suatu mitos belaka.

Dalam perkembangannya pun para ahli memperlihatkan perbedaan dalam memahami

perubahan sosial. Pemaknaan konsep perubahan sosial kelihatannya masih problematik

hingga kini.

Buku ini merupakan buku pendukung karena buku ini membahas tentang perubahan

sosial, topik buku ini sama dengan topik yang dibahas penulis yaitu tentang

perubahan-perubahan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat dari tahun 1986-2000. Sehingga buku

ini dapat menjadi reverensi atau buku pendukung dalam penulisan skripsi ini.

1.5. Metode Penelitian

Metode penelitian sejarah lazim juga disebut Metode sejarah. Metode itu sendiri

(13)

dibedakan dari metodologi, sebab metodologi adalah “Science of Methods”, yakni ilmu yang

membicarakan jalan. Langkah-langkah yang dilakukan dalam metode sejarah adalah sebagai

berikut.8

Langkah yang ketiga adalah interpretasi. Disini, penulis menafsirkan data yang

diperoleh, kemudian di analisis agar menghasilkan analisis yang bersifat ilmiah.

Langkah pertama adalah Heuristik yaitu mengumpulkan data-data jumlah penduduk,

data-data mata pencaharian penduduk atau fakta-fakta kejadian (keadaan sosial ekonomi)

yang berlangsung sejak tahun 1986-2000 yang sesuai sumber, baik itu buku, artikel, arsip.

Fakta-fakta yang didapat dari sumber lisan sangat diperlukan dengan cara melakukan field

research yaitu wawancara dengan masyarakat yang telah lama tinggal di Lingkungan 11,

sumber-sumber juga didapat dari Kepala lingkungan (Kepling), dari Lurah maupun

Developer perumnas Simalingkar A juga. Selain itu penulis juga mendapatkan

sumber-sumber dari studi kepustakaan (library research) yaitu dengan mengumpulkan buku-buku

tentang perumahan, tentang sosial dan juga tentang ekonomi masyarakat, mencari sumber

dari kantor kelurahan, kecamatan dan juga sumber-sumber dari Badan Pusat Statistik kota

Medan untuk mengetahui berapa jumlah penduduk, mata pencaharian penduduk maupun

keadaan sosial ekonomi penduduk

Langkah yang kedua adalah dengan verifikasi (kritik sumber). Mengharapkan peneliti

agar bisa mendapatkan keaslian sumber dan kebenaran data yang diperoleh. Kritik yang

dilakukan adalah kritik internal dan eksternal. Kritik internal yaitu meneliti kebenaran data

yang diperoleh dan menilai layak atau tidak layaknya data yang didapat. Kritik eksternal

adalah menguji keaslian data yang diperoleh, baik itu dari wawancara secara langsung

maupun dari buku.

8

(14)

Langkah yang keempat adalah historiografi, yakini penyusunan kesaksian atau

sumber-sumber yang dapat dipercaya menjadi suatu kisah atau kajian yang menarik dan

berarti secara kronologis dan rasional. Dimana setelah penelitian, dituliskan kedalam skripsi,

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan Berita Acara Hasil Pelelangan Nomor : 642/1.8/PAN-SOSNAKERTRANS/2014, dan Penetapan Pemenang Nomor : 642/1.10/PAN-SOSNAKERTRANS/2014, kami Umumkan

l Programmes need to be shaped by a good understanding of the operations of market systems and how they affect poor people l Programmes should go through a diagnostic process

Bahwa sebagaimana pelaksanaan ketentuan Pasal 6 Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2009 tentang Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun

Komprehensif disesuikan dengan ketentuan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku umum. Tingkat kesehatan keuangan merupakan tingkat kesehatan keuangan dengan

Informasi keuangan di atas untuk tahun-tahun yang berakhir 31 Desember 2010 dan 2009 diambil dari laporan keuangan yang telah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik Osman

Menetapkan : KEPUTUSAN BUPATI BANTUL TENTANG PEMBENTUKAN TIM INTENSIFIKASI PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN TINGKAT KECAMATAN DAN DESA SE KABUPATEN

Data of forest stand characteristics in this study was collected from the natural forest with the method of sampling technique. Regression analysis was performed on the DBH,

R Molina et al, 2003, Tumor Markers (CEA, CA 125, CYFRA 21-1,SCC and NSE) in patients with Non-Small Cell Lung Cancer as an Aid in Histological Diagnostic and Prognosis,