• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN PENDAHULUAN PRE EKLAMSIA PARU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "LAPORAN PENDAHULUAN PRE EKLAMSIA PARU"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PENDAHULUAN PRE EKLAMSIA

A. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Di Indonesia, setelah perdarahan dan infeksi, pre eklampsia masih merupakan sebab utama kematian ibu, dan sebab kematian perinatal yang tinggi. Oleh karena itu diagnosis dini preeklampsia yang merupakan tingkat pendahuluan eklampsia, serta penanganannya perlu segera dilaksanakan untuk menurunkan angka kematian ibu dan anak.

Preeklampsia adalah perkembangan hipertensi dengan proteinuria dan edema atau keduanya, setelah 20 minggu masa kehamilan. Kenaikan tekanan darah yang tidak normal adalah tanda-tanda untuk mendiagnosa preeklampsia. Ini adalah komplikasi hipertensi yang paling serius dan merupakan ancaman bagi fetus dan ibu jika hal ini tetap tidak terdeteksi atau jika terdapat peningkatan eklampsia. Potensi bagi efek yang mematikan pada ibu dan fetus memerlukan diagnosa yang lebih teliti, pada dasarnya untuk mencegah eklampsia.

Timbulnya preeklampsia hampir mencapai 7% dari semua kehamilan. Kemungkinan besar para wanita cenderung mengalami komplikasi yang mematikan, seperti pecahnya plasenta, DIC, perdarahan otak, kerusakan fungsi hati, dan kerusakan ginjal yang kronis. Kematian ibu secara dominan disebabkan oleh komplikasi, pecahnya plasenta dan yang paling sering adalah eklampsia.

2. Tujuan

(2)

Tujuan umum dari penulisan laporan kasus ini adalah untuk mengaplikasikan ilmu keperawatan yang diperoleh dan membuat asuhan keperawatan pada klien dengan pre eklampsia berat.

b. Tujuan Khusus

Tujuan khusus penulisan laporan kasus ini adalah :

1) Melakukan anamnesa dan pengkajian kehamilan pada klien dengan pre eklampsia berat.

2) Membuat pengelompokan data yang diperoleh setelah melakukan anamnesa dan pengkajian pada klien dengan pre eklampsia berat.

3) Menganalisa data yang diperoleh setelah melakukan anamnesa dan pengkajian pada klien dengan pre eklampsia berat.

4) Menentukan diagnosa keperawatan pada klien dengan pre eklampsia berat.

5) Membuat rencana keperawatan pada klien dengan pre eklampsia berat. 6) Melakukan implementasi sesuai dengan rencana keperawatan yang telah

dibuat pada klien dengan pre eklampsia berat.

7) Mengevaluasi implementasi yang telah diberikan pada klien dengan pre eklampsia berat.

B. TINJAUAN TEORI 1. Pengertian

(3)

sedangkan gejalanya biasanya muncul setelah kehamilan berumur 28 minggu atau lebih (Rustam Muctar, 1998).

Preeklamsia adalah sekumpulan gejala yang secara spesifik hanya muncul selama kehamilan dengan usia lebih dari 20 minggu (Helen Varney, 2007).

Preeklamsia adalah sekumpulan gejala yaitu hipertensi, edema dan proteinuria yang timbul pada wanita hamil dengan usia kehamilan lebih dari 20 minggu, pada ibu bersalin dan nifas.

2. Etiologi

Etiologi penyakit ini belum diketahui dengan pasti. Carpenito (1997:1042) menerangkan bahwa, faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya preeklamsia sebagai berikut :

1. Usia ibu hamil kurang dari 21 tahun. 2. Usia ibu hamil lebih dari 35 tahun.

3. Mempunyai riwayat penyakit pembuluh ginjal. 4. Diabetes melitus.

5. Penyakit pembuluh darah. 6. Kehamilan kembar. 7. Mola hidatidosa.

8. Penyakit hipertensi kronik.

9. Riwayat keluarga dengan hiperetensi sebagai pengaruh kehamilan.

3. Faktor predisposisi

(4)

pre eklamsia. Menurut Wiknjosastro (2008) fraktor predisposisi/risiko tersebut antara lain:

1) Usia/umur: primigravida dengan usia dibawah 20 tahun dan semua ibu dengan usia diatas 35 tahun dianggap lebih rentan.

2) Paritas: primigravida memiliki insideni hipertensi hampir dua kali lipat 3) Faktor keturunan (genetic): bukti adanya pewarisan secara genetik paling

mungkin disebabkan oleh turunan resesif.

4) Status sosial ekonomi: pre eklamsia dan eklamsia lebih umum ditemui pada kelompok sosial ekonomi rendah.

5) Komplikasi obstetrik: kehamilan kembar, kehamilan mola atau hidrops fetalis.

6) Riwayat penyakit yang sudah ada sebelumnya: Hipertensi, Diabetes Melitus, penyakit ginjal, System Lupus Erytematosus (SLE), sindrom antifosfolipid antibody.

4. Patofisiologi

Pada beberapa wanita hamil, terjadi peningkatan sensitifitas vaskuler terhadap angiotensin II. Peningkatan ini menyebabkan hipertensi dan kerusakan vaskuler, akibatnya akan terjadi vasospasme. Vasospasme menurunkan diameter pembuluh darah ke semua organ, fungsi fungsi organ seperti plasenta, ginjal, hati dan otak menurun sampai 40-60 %. Gangguan plasenta menimbulkan degenerasi pada plasenta dan kemungkinan terjadi IUGR dan IUFD pada fetus. Aktivitas uterus dan sensitivitas terhadap oksitosin meningkat.

(5)

menyebabkan hemokonsentrasi. Peningkatan viskositas darah dan edema jaringan berat dan peningkatan hematokrit. Pada preeklamsia berat terjadi penurunan volume darah, edema berat dan berat badan naik dengan cepat.

Penurunan perfusi hati menimbulkan gangguan fungsi hati, edema hepar dan hemoragik sub-kapsular menyebabkan ibu hamil mengalami nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran atas. Ruptur hepar jarang terjadi tetapi merupakan komplikasi yang hebat dari PIH, enzim enzim hati seperti SGOT dan SGPT meningkat. Vasospasme arteriola dan penurunan aliran darah ke retina menimbulkan symptom visual seperti skotoma (blind spot) dan pandangan kabur.

Patologi yang sama menimbulkan edema cerebral dan hemoragik serta peningkatan iritabilitas susunan saraf pusat (sakit kepala, hiperfleksia, klonus pergelangan kaki dan kejang serta perubahan efek). Pulmonari edema dihubungkan dengan edema umum yang berat, komplikasi ini biasanya disebabkan oleh dekompensasi kordis kiri.

5. Tanda dan Gejala

Menurut Trijatmo (2005), gejala subjektif pada preeklamsia yaitu : 1. Sakit kepala di daerah frontal, skotoma, diplopia.

2. Penglihatan kabur.

3. Nyeri di daerah epigastrium. 4. Mual atau muntah-muntah.

5. Tekanan darah akan meningkat lebih tinggi. 6. Edema dan proteinuria bertambah meningkat.

(6)

1. Kenaikan tekanan darah sistolik 140 mmHg sampai kurang dari 160 mmHg; diastolik 90 mmHg sampai kurang dari 110 mmHg.

2. Proteinuria : didapatkannya protein di dalam pemeriksaan urin (air seni). 3. Edema (penimbunan cairan) pada betis, perut, punggung, wajah atau tangan.

Sedangkan tanda dan gejala pada preeklamsia berat diantaranya : 1. Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg.

2. Tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg.

3. Peningkatan kadar enzim hati dan atau ikterus (kuning). 4. Trombosit < 100.000/mm3.

5. Oliguria (jumlah air seni < 400 ml/24 jam). 6. Proteinuria (protein dalam air seni > 3 g/L). 7. Nyeri ulu hati.

8. Gangguan penglihatan atau nyeri kepala bagian depan yang berat. 9. Perdarahan di retina (bagian mata).

10.Edema (penimbunan cairan) pada paru. 11.Koma.

6. Pemeriksaan penunjang a. Uji diagnostik dasar.

a. Pengukuran tekanan darah. b. Analisi protein dalam urine. c. Pemeriksaan edema.

(7)

b. Uji laboratorium.

1. Evaluasi hematologik (hematokrit, jumlah trombosit, morfologi eritrosit pada sediaan darah tepi).

2. Pemeriksaan fungsi hati (bilirubin, protein serum, aspartat aminotranferase).

3. Pemeriksaan fungsi ginjal (ureum dan kreatinin). c. Uji untuk meramalkan hipertensi.

1. Roll-over test.

2. Pemberian infus angiotensin II. 7. Pengkajian

a. Sirkulasi

Peningkatan tekanan darah menetap melebihi nilai dasar setelah 20minggu kehamilan. Riwayat hipertensi kronis, nadi mungkin menurun, dapat mengalami memar spontan, perdarahan lama, atau epistaksis (trombositopenia).

b. Eliminasi

Fungsi ginjal mungkin menurun (kurang dari 400ml/24jam) atau tidak ada. c. Makanan/cairan

(8)

d. Neurosensori

Pusing, sakit kepala frontal. Diplopia, penglihatan kabur. Hiperefleksia. Kacau mental-tonik, kemudian fase tonik-klonik, diikuti dengan periode kehilangan kesadaran. Pemeriksaan funduskopi dapat menunjukkan edema atau spasme vaskuler.

e. Nyeri/ketidaknyamanan

Nyeri epigastrik (region kuadran atas kanan [KkaA]). f.Penapasan

Pernapasan mungkin kurang dari 14x/menit. Krekels mungkin ada. g. Keamanan

h. Ketidaksesuaian Rh mungkin ada. i. Seksualitas

Primmigravida, gestassi multipel, hidramnion, mola hidratidosa, hidrops fetalis (Antigen-antibodi Rh). Gerakan bayi mungkin berkurang. Tanda-tanda abrupsi plasenta mungkin ada..

j. Penyuluhan/pembelajaran

Remaja (di bawah usia 15 tahun) dan primigravida lansia (usia 35 tahun atau lebih) berisiko tinggi. Riwayat keluarga hipertensi karena kehamilan (HKK).

8. Pemeriksaan Diagnostik

(9)

b. Tekanan arteri rerata (MAP) : 90 mmHg pada trimester ke 2 mmenandakan HKK.

c. Hematokrit (Ht) : Meningkat pada perpindahan cairan, atau penurunan pada sindrom HELLP (hemolisis, peningkatana enzim hepar, hitung trombosit rendah).

d. Hemoglobin (Hb) : Rendah bila terjadi hemolisis (sindrom HELLP).

e. Smear perifer : Distensi sel – sel darah atau skistosit pada sindrom HELLP atau hemolisis intravaskuler.

f. Hitung trombosit serum : Kurang dari 100.000/mm3 pada koagulasi intravaskuler diseminata (KID) atau pada sindrom HELLP, seperti perekatan trombosit pada kolagen yang dilepaskan dari pembuluh darah yang rusak. g. Kadar kreatinin serum : Meningkat

h. AST (SGOT), laktat dehidrogenase (LDH), dan kadar bilirubin serum (terutama yang tidak langsung) : Meningkat pada sindrom HELLP dengan masalah hepar.

i. Kadar asam urat : Setinggi 7 mg/100mL, bila masalah ginjal berat.

j. Masa protrombin (PT), masa tromboplastin parsial (PTT), masa pembekuan : Memanjang, penurunan fibrinogen, produk spilt fibrin (FSP) dan produk degradasi fibrin (FDP) positif bila terjadi koagulopati.

k. Berat jenis urin : Meningkat menunjukkan perpindahan cairan/dehidrasi vaskuler

(10)

m. Kadar estriol urin/plasma : Menurun menandakan penurunan fungsi plasenta. (Estriol tidak bermanfaat sebagai prediktor dari profil biofisik [BPP] karena kesenjangan waktu antara masalah janin dan hasil tes).

n. Kadar laktogen plasenta manusia : Kurang dari 4 mEq/ml menunjukkan fungsi plasenta abnormal (tidak sering dilakukan pada skrining HKK). o. Ultrasonografi : Pada gestasi minggu ke 20 sampai ke 26 dan diulang 6–10

minggu kemudian, menentukan usia gestasi dan mendeteksi retardasi pertumbuhan intrauterus (IUGR).

p. Tes cairan amniotik (rasio lesitin terhadap sfingomielin [L/S], fosfatidilgliserol [pg], kadar fosfatidilklolin tersaturasi) : menggambarkan maturitas paru janin.

q. BPP (biophysical profile), termasuk volume cairan amniotik, ”fetal tone”, pergerakan pernapasan janin (FBM), pergerakan janin dan denyut jantung janin reaktif/tes nonstres : menentukan kesejahteraan/risiko janin.

r. Tes stres kontraksi (CST) : Mengkaji respon janin terhadap stres kontraksi uterus.

9. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul

a. Kekurangan volume cairan (kegagalan regulasi) berhubungan dengan kehilangan protein plasma, penurunan tekanan osmotik koloid plasma menyertai perpindahan cairan dari kompartemen vaskuler.

b. Penurunan curah jantung berhubungan dengan hipovolemia/penurunan aliran balik vena, peningkatan tahanan vaskuler sistemik.

(11)

d. Nyeri akut berhubungan dengan menghebatnya aktivitas uterus, ketidaknyamanan berkenaan dengan hipertensi atau infus oksitosin; hipoksia miometrik (abrupsio plasenta) dan ansietas.

e. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi; transmisi/pengaruh buruk interpersonal, ancama kematian.

f. Resiko tinggi terhadap kerusakan pertukaran gas janin berhubungan dengan perubahan alliran darah, vasospasme dan/atau kontraksi uterus yang lama 10. Rencana asuhan keperawatan (kriteria hasil, intervensi dan rasional)

a. Kekurangan volume cairan (kegagalan regulasi) berhubungan dengan kehilangan protein plasma, penurunan tekanan osmotik koloid plasma menyertai perpindahan cairan dari kompartemen vaskuler.

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan volume cairan dapat terpenuhi.

Kriteria hasil :

1) Mengungkapkan pemahaman tentang kebutuhan akan pemantauan yang ketat dari berat badan, TD, protein urine, dan edema.

2) Berpartisipasi dalam regimen teraupetik dan pemantauan sesuai indikasi.

3) Menunjukkan hematokrit dalam batas normal dan edema fisiologis tanpa adanya tanda piting.

Intervensi :

(12)

Rasional : Penambahan BB bermakna dan tiba-tiba (misal : lebih dari 1,5 kg/bln dalam trimester ke-2 atau lebih dari 0,5kg/minggu pada trimester ke tiga) menunjukkan retensi cairan. Gerakan cairan dari vaskuler ke ruang interstisial mengakibatkan edema.

2.) Bedakan edema kehamilan yang patologis dan fisiologis, pantau lokasi dan derajat pitting.

Rasional : adanya edema pitting pada wajah, tangan, kaki, area skral atau dinding abdomen, atau edema yang tidak hilang setelah 12 jam tirah baring.

3.) Perhatikan perubahan pada kadar Ht/Hb

Rasional : mengidentifikasi derajat hemokonsentrasi yang disebabkan oleh perpindahan cairan. Bila Ht kurang dari 3x kadar Hb terjadi hemokonsentrasi.

4.) Kaji ulang masukan diet dari protein dan kalori. Berikan informasi sesuai kebutuhan.

Rasional : Insiden hipovolemia dan hipoperfusi pranatal dapt diturunkan dengan nutrisi yang adekuat, ketidakadekuatan protein/kalori meningkatkan resiko pembentukan edema.

5.) Pantau masukan dan haluaran. Perhatikan warna urin, dan ukur berat jenis sesuai indikasi.

Rasional : Haluaran urin adalah indikator sensitif dari sirkulasi volume darah. Oliguria menandakan hipovolemi berat dan ada masalh pada ginjal. b. Penurunan curah jantung berhubungan dengan hipovolemia/penurunan aliran

(13)

Setelah dilakukan tindakan keerawatan selama 1x24 jam diharapkan curah jantung klien kembali normal.

Kriteria hasil :

1.) Melaporkan tidak adanya atau menurunnya kejadian dipsnea. 2.) Mengubah tingkat aktifitas sesuai kondisi.

3.) Tetap normotensif selama sisa kehamilan. Intervensi :

1.) Pantau TD dan nadi

Rasional : Tidak menunjukkan respon kardiovaskuler normal pada kehamilan (hipertrofi ventrikel kiri, peningkatan volume plasma, relaksasi vaskuler dengan penurunan tahanan perifer).

2.) Lakukan tirah baring pada klien dengan posisi miring kiri.

Rasional : Meningkatkan aliran balik vena, curah jantung, dan perfusi ginjal/plasenta.

3.) Berikan obat antihipertensi.

Rasional : Obat antihipertensi bekerja secara langsung pada arteriol untuk meningkatkan relaksasi otot polos kardiovaskuler dan membantu meningkatkan suplai darah ke serebrum, ginjal, uterus, dan plasenta.

c. Perubahan perfusi jaringan, uteroplasenta berhubungan dengan hipovolemia ibu, interupsi aliran darah (vasospasme progresif dari arteri spiral).

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan perfusi jaringan kembali membaik.

Kriteria hasil :

(14)

2.) Tidak ada penurunan frekuensi jantung pada CST/OCT (contraction stress test/oxytocin challenge test).

Intervensi :

1.) Identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi aktifitas janin.

Rasional : Merokok, penggunaan obat, kadar glukosa serum, bunyi lingkungan, waktu dalam sehari dan siklus tidur bangun dari janin dapat meningkat atau menurunkan gerakan janin.

2.) Tinjau ulang tanda-tanda abrupsi plasenta (mis: perdarahan vagina, nyeri tekan uterus, nyeri abdomen, dan penurunan aktivitas janin).

Rasional : Pengenalan dan intervensi dini meningkatkan kemungkinan hasil yang positif.

3.) Evaluasi pertumbyhan janin, ukur kemajuan pertumbyhan fundus tiap kunjungan.

Rasional : penurunan fungsi plasenta dapat menyertai hipertensi. Strees intra uterus kronis dan insufisiensi uteroplasenta menurunkan jumlah kontribusi janin pada penumpukan cairan

4.) Bantu dengan mengkaji ukuran plasenta dengan menggunakan ultrasonografi.

Rasional : penurunan fungsi dan ukuran plasenta dihubungkan pada hipertensi kehamilan.

d. Nyeri akut berhubungan dengan menghebatnya aktivitas uterus, ketidaknyamanan berkenaan dengan hipertensi atau infus oksitosin; hipoksia miometrik (abrupsio plasenta) dan ansietas.

(15)

Kriteria hasil :

1) Klien tidak merasakan nyeri lagi. 2) Klien tampak rilek.

3) Kontraksi uterus efektif. Intervensi :

1.) Kaji sumber dan sifat

nyeri/ketidaknyamanan.

Rasional : membantu dalam menentukan respons keperawatan yang tepat. Tingkatkan ketidaknyamanan berkenaan dengan aktivitas uterus dapat lebih intensif pada klien dengan hipertensi.

2.) Tinjau/anjurkan penggunaan teknik relaksasi

dan pernapasan terkontrol.

Rasional : Klien mungkin tidak menyelesaikan/berpartisipasi dalam kelas kelahiran anak, atau stress dari situasi dapat menggangu kemampuannya untuk mengingat/melakukan aktivitas ini.

3.) Diskusikan ketersediaan anestesi dan

analgesik.

Rasional : pengetahuan memampukan klien membuat pilihan berdasarkan informasi dan mempertahankan rasa terkontrol.

4.) Kurangi/hentikan infus oksitosin pada

adanya respons uterus atau penurunan relaksasi diantara kontraksi.

Rasional : Membantu mengakhiri respon hipersensitif. Kontraksi tetanik dapat menyebabkan ruptur uterus.

(16)

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x30 menit ansietas klien teratasi.

Kriteria Hasil : klien mau mengungkapkan perasaannya secara terbuka. Intervensi :

1.) Kaji sumber dan tingkat ansietas

klien/pasangan.

Rasional : Semua klien mengalami persalinan dan kelahiran dengan derajat tertentu dari ansietas, yang menjadi lebih tinggi pada situasi berisiko tinggi. Ansietas ini secara langsung berhubungan denagan rasa takut karena ketidaktahuan karena perkiraan hasil akhir bagi klin dan janin kurang.

2.) Anjurkan pengungkapan perasaan, berikan

dukungan emosi yang cepat.

Rasional : membantu klien/pasanangan dalam ngidentifikasi masalah khusus dan membantu menghilangkan ansietas.

3.) Informasikan klien bahwa dokter anak akn

datang pada saat kelahiran, bila mungkin kenalkan klien pada dokter anak sebelum kelahiran.

Rasional : menjamin klien/pasangan bahwa pada kelahiran, bayi akan ada dalam penanganan kompeten dan menerima perawatan yang tepat.

f. Resiko tinggi terhadap kerusakan pertukaran gas janin berhubungan dengan perubahan alliran darah, vasospasme dan/atau kontraksi uterus yang lama. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan kepeerawatan selama 3x24 jam diharapkan tidak mengalami kerusakan pertukaran gas pada janin.

Kriteria hasil :

(17)

2.) Memanifestasikan variabilitas yang baik. 3.) Mendemonstrasikan frekuensi jantung dasar Intervensi :

1.) Kaji denyut jantung janin, perhatikan perubahan periodik (akselerasi dan deselerasi) dan pola variabilitas jangka pendek dan jangka panjang. Laporkan penurunan variabilitas dan deselerasi lambat bila ada.

Rasional : Deselerasi lambat atau berulang yang disertai dengan penurunan variabilitas atau takikardia kemudian bradikardia dapat menandakan insufisiensi uteroplasenta atau potensial pelemahan/kematian janin.

2.) Tinggikan kaki klien, berikan oksigen melalui kanul nasal pada 10-12L/mnt.

Rasional : Meningkatkan aliran balik vena, volume darah sirkulasi dan ketersediaan oksigen untuk ambilan janin.

3.) Siapkan untuk kelahiran vagina atau kelahiran sesaria tergantung pada status janin dan dilatasi servikal.

Rasional : Intervensi mungkin perlu untuk mencegah pelemahan janin/neonatal karena afiksia.

11. Discharge Planning

Ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala preeklamsia berat selama perawatan maka perawatan dibagi menjadi :

1. Perawatan aktif yaitu kehamilan segera diakhiri atau diterminasi ditambah pengobatan medisinal.

2. Perawatan konservatif yaitu kehamilan tetap dipertahankan ditambah pengobatan medisinal.

(18)

2. Tirah baring miring ke satu sisi. Tanda vital diperiksa setiap 30 menit, refleks patella setiap jam.

3. Infus dextrose 5% dimana setiap 1 liter diselingi dengan infus RL (60-125cc/jam) 500 cc.

4. Antasida

5. Diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam. 6. Pemberian obat anti kejang : magnesium sulfat

7. Diuretikum tidak diberikan kecuali bila ada tanda-tanda edema paru, payah jantung kongestif atau edema anasarka. Diberikan furosemid injeksi 40 mg/im. 8. Antihipertensi diberikan bila :

a. Desakan darah sistolis lebih 180 mmHg, diastolis lebih 110 mmHg atau MAP lebih 125 mmHg. Sasaran pengobatan adalah tekanan diastolis kurang 105 mmHg (bukan kurang 90 mmHg) karena akan menurunkan perfusi plasenta.

b. Dosis antihipertensi sama dengan dosis antihipertensi pada umumnya. c. Bila dibutuhkan penurunan tekanan darah secepatnya, dapat diberikan

obat-obat antihipertensi parenteral (tetesan kontinyu), catapres injeksi. Dosis yang biasa dipakai 5 ampul dalam 500 cc cairan infus atau press disesuaikan dengan tekanan darah.

d. Bila tidak tersedia antihipertensi parenteral dapat diberikan tablet antihipertensi secara sublingual diulang selang 1 jam, maksimal 4-5 kali. Bersama dengan awal pemberian sublingual maka obat yang sama mulai diberikan secara oral.

9. Kardiotonika

Indikasinya bila ada tanda-tanda menjurus payah jantung, diberikan digitalisasi cepat dengan cedilanid D.

Pemberian Magnesium Sulfat. Cara pemberian magnesium sulfat :

(19)

b. Dosis ulangan : diberikan 4 gram intramuskuler 40% setelah 6 jam pemberian dosis awal lalu dosis ulangan diberikan 4 gram IM setiap 6 jam dimana pemberian MgSO4 tidak melebihi 2-3 hari.

c. Syarat-syarat pemberian MgSO4

1) Tersedia antidotum MgSO4 yaitu calcium gluconas 10%, 1 gram (10% dalam 10 cc) diberikan intravenous dalam 3 menit.

2) Refleks patella positif kuat.

3) Frekuensi pernapasan lebih 16 kali per menit.

4) Produksi urin lebih 100 cc dalam 4 jam sebelumnya (0,5 cc/kgBB/jam).

d. Magnesium dihentikan bila :

1) Ada tanda-tanda keracunan yaitu kelemahan otot, hipotensi, refleks fisiologis menurun, fungsi jantung terganggu, depresi SSP, kelumpuhan dan selanjutnya dapat menyebabkan kematian karena kelumpuhan otot-otot pernapasan karena ada serum 10 U magnesium pada dosis adekuat adalah 4-7 mEq/liter. Refleks fisiologis

a) Berikan calcium gluconase 10% 1 gram (10% dalam 10 cc) b) secara IV dalam waktu 3 menit.

c) Berikan oksigen.

d) Lakukan pernapasan buatan.

3) Magnesium sulfat dihentikan juga bila setelah 4 jam pasca persalinan sudah terjadi perbaikan (normotensif).

Pengobatan Obstetrik:

a. Cara terminasi kehamilan yang belum inpartu, yaitu :

1. Induksi persalinan : tetesan oksitosin dengan syarat nilai Bishop 5 atau lebih dan dengan fetal heart monitoring.

(20)

b) Syarat tetesan oksitosin tidak dipenuhi (nilai Bishop kurang dari 5) atau adanya kontraindikasi tetesan oksitosin.

c) 12 jam setelah dimulainya tetesan oksitosin belum masuk fase aktif.

d) Pada primigravida lebih diarahkan untuk dilakukan terminasi dengan seksio sesaria.

b. Cara terminasi kehamilan yang sudah inpartu  Kala I

1. Fase laten : 6 jam belum masuk fase aktif maka dilakukan seksio sesaria.

2. Fase aktif : Amniotomi dan bila 6 jam setelah amniotomi belum terjadi pembukaan lengkap maka dilakukan seksio sesaria (bila perlu dilakukan tetesan oksitosin).

 Kala II

Pada persalinan per vaginam maka kala II diselesaikan dengan partus buatan. Amniotomi dan tetesan oksitosin dilakukan sekurang-kurangnya 3 menit setelah pemberian pengobatan medisinal. Pada kehamilan 32 minggu atau kurang; bila keadaan memungkinkan, terminasi ditunda 2 kali 24 jam untuk memberikan kortikosteroid. c. Perawatan Konservatif

1. Indikasi : Bila kehamilan preterm kurang 37 minggu tanpa disertai tanda-tanda inpending eklampsia dengan keadaan janin baik.

2. Pengobatan medisinal : Sama dengan perawatan medisinal pada pengelolaan aktif. Hanya loading dose MgSO4 tidak diberikan intravenous, cukup intramuskuler saja dimana 4 gram pada bokong kiri dan 4 gram pada bokong kanan.

3. Pengobatan obstetri :

a. Selama perawatan konservatif : observasi dan evaluasi sama seperti perawatan aktif hanya disini tidak dilakukan terminasi. b. MgSO4 dihentikan bila ibu sudah mempunyai tanda-tanda pre

eklampsia ringan, selambat-lambatnya dalam 24 jam.

(21)

d. Bila sebelum 24 jam hendak dilakukan tindakan maka diberi lebih dahulu MgSO4 20% 2 gram intravenous.

4. Penderita dipulangkan bila :

a. Penderita kembali ke gejala-gejala/tanda-tanda preeklamsia ringan dan telah dirawat selama 3 hari.

b. Bila selama 3 hari tetap berada dalam keadaan preeklamsia ringan : penderita dapat dipulangkan dan dirawat sebagai pre eklampsia ringan (diperkirakan lama perawatan 1-2 minggu).

DAFTAR PUSTAKA

Anik & Yulianingsih 2009, Asuhan kegawatdaruratan dalam Kebidanan, Trans Info Media, Jakarta.

Doengoes, Marilynn E 2001, Rencana Perawatan Maternal/Bayi : Pedoman untuk Perencanaan dan Dokumentasi Perawatan Klien, edk 2, EGC, Jakarta.

Saifuddin, Abdul B 2002, Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiharjo, Jakarta.

Mochtar, Rustam 1998, Sinopsi Obstetri, EGC, Jakarta.

http://one.indoskripsi.com/node/9081,dilihat pada 16 April 2010

Referensi

Dokumen terkait

Kholangitis dapat disebabkan oleh berbagai keadaan patologis yang semuanya akan berakhir dengan stasis aliran cairan empedu dan akhirnya terjadi infeksi oleh bakteri akibat

Jenis kegiatan Target Cakupan Masalah Penyebab masalah Rencana inovasi kegiatan Dari lintas program 1 Cakupan komplikasi.. kebidanan yang

Pengembangan diri yang terdapat di SDN Kotagede 1 sangat beragam, dilakukan melalui kegiatan yang sering disebut dengan kegiatan ekstrakurikuler, diantaranya:

Dengan metode Direct Torque Control (DTC) menggunakan Fuzzy Logi Controller (FLC) mampu untuk mengikuti kecepatan referensi yang dinamis dengan baik serta dapat menekan

Tujuan dari pelaksanaan kerja praktek pada CV Cita Nasional antara lain untuk mengetahui gambaran umum dari kondisi perusahaan dan proses pengolahan susu dari mulai bahan baku

Dari hasil percobaan dapat dilihat bahwa apabila seseorang yang tidak mempunyai informasi mengenai sinyal chaos yang digunakan untuk memodulasi informasi yang dikirim, maka dia

C. Untuk mengetahui alas an penganut Agama Kristen Katholik mengajukan permohonan pembatalan perceraian. Untuk mengetahui proses pembatalan perceraian menurut

Komponen hasil yang diamati meliputi laju asimilasi bahan kering biji, bobot biji per tanaman, volume 100 biji, bobot 100 biji, jumlah biji per tanaman, jumlah polong isi per