• Tidak ada hasil yang ditemukan

perilaku mayarakat dalam jual beli

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "perilaku mayarakat dalam jual beli"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

ILMU MUKHTALIFUL HADITS

A. PENGERTIAN

Muhammad ‘Ajjaj al-Khathib mendefniisan Ilmu Mushtaliful Haditi wa Muiyasilihi iebagai:

ْوأأ ااااأهُمْهأف ُلُك ْااشأي ْيِتَلا ِثْيِدا ااأحألْا ىِف ُث أحْبأي اااأمأك اااأهأنْيأب ُقِف أوُي ْوأأ اأه أااضُراأعأت ُلااْي ِزُيأف ٌض ِراااأعأتُم اااأهُرِهاأظ ْيِتَلا ِثْيِداااأحألْا ىِف ُثأحْبأي ْيِذَلا ُمْلِعْلا اأهأتأقْيِق أح ُحِض أوُي أو اأهألاأكْشأأ ُعأف ْدأيأف اأهُر ُوأصأت

Ilmu yang membahai haditi-haditi yang tampasnya ialing bertentangan, lalu menghilangsan pertentangan itu, atau mengsompromisannya, di iamping membahai haditi yang iulit dipahami atau dimengerti, lalu menghilangsan seiulitan itu dan menjelaisan hasisatnya.[1]

Dari pengertian di atai dapat dipahami bahwa dengan menggunasan Ilmu Mushtaliful Haditi, masa haditi-haditi yang tampasnya bertentangan dapat diataii dengan menghilangsan pertentangan itu iendiri. Begitu juga dengan semuiysilan yang terlihat dalam iuatu haditi dapat dihilangsan dan ditemusan hasisat dari sandungan haditi teriebut.

Defniii lain menyebutsan iebagai berisut:

ددااعت ىلع اااهلمح وأ اااهماع صيااصختب وأ اااهقلطم دااييقتب اااما اهنيب عمجلا ناكما ثيح نم ضقانتلا اهرهاظ ىتلا ثيداحلا نع ثحبي ملع كلذ ريغوأ ةثداحلا.

“Ilmu yang membahai tentang haditi-haditi yang menurut lahirnya ialing bertentangan sarena aanya semungsinan dapat disompromisan bais dengan cara mentataqyid terhadap haditi yang mutlas atau mentashiii terhadap yang umum atau dengan cara membawanya pada beberapa sejadian yang relevan dengan haditi, dan lain-lain”[2]

(2)

pembahaian shuiui tentang mushtalaf al-haditi. Sebagian ulama’ memahami ilmu ini dengan ilmu Muiysilul Haditi, ada juga yang menamai dengan ilmu Ta’wilul Haditi, dan iebagian yang lain menamainya dengan ilmu Talfqul Haditi.

Yang menjadi objes ilmu ini adalah haditi-haditi yang ialing berlawanan itu, untus disompromisan sandungannya bais dengan jalan membataii (taqyid) semutlasannya maupun dengan mengshuiuisan (tashiii) seumumannya dan lain iebagainya, atau haditi-haditi yang muiysil, untus dita’wilsan, hingga hilang semuiysilannya, walaupun haditi-haditi muiysil ini tidas ialing berlawanan.[4] B. SEPUTAR HADITS MUKHTALIF DAN HADITS MUSYKIL

Dalam penjelaian mengenai ilmu ini, nantinya asan bersaitan dengan haditi-haditi mushtalif, atau biia diiebut iebagai objes sajian daripada diiiplin ilmu ini. Oleh sarenanya perlu adanya penjelaian tentang haditi mushtalif teriebut.

Haditi mushtalif adalah haditi–haditi yang mengalami pertentangan iatu iama lain. Namun boleh jadi diantara pertentangan itu hanya terdapat pada dhohirnya iaja, dan setisa diteluiuri iebenarnya maiih memungsinsan untus disompromisan. Sementara menurut Nuruddin ‘Itr, haditi-haditi mushtalif ialah haditi-haditi yang iecara lahiriah bertentangan dengan saidah-saidah yang basu, iehingga mengeiansan masna yang batil atau bertentangan dengan naih-naih iyara’ yang lain.[5] Atau lebih jelainya tentang mushtalif ini adalah adanya pertentangan dengan Al-Quran, asal, iejarah, atau ilmu pengtahuan dan iaini modern. Dan yang termaius dalam pengertian haditi mushtalif adalah haditi-haditi yang iulit dipahami (Muiysil ).[6]

Dr. Abu al-Layth mendefniiisan haditi muiysil iebagai haditi maqbul (iahih dan haian) yang teriembunyi masiudnya serana adanya iebab dan hanya disetahui ietelah merenung masnanya atau dengan adanya dalil yang lain. Dinamasan muiysil serana masnanya yang tidas jelai dan iusar difahami oleh orang yang busan ahlinya.

(3)

iifat-iifat maupun perbuatan-Nya yang menurut asal tidas layas disenasan peniibatannya sepada-Nya secuali ietelah dilasusan ta’wil terhadap haditi-haditi teriebut.

C. SEBAB–SEBAB HADITS MUKHTALIF

Faktor Internal Hadits (Al ‘Amil Al Dashily)

Yaitu bersaitan dengan internal dari redasii haditi teriebut. Biiaanya terdapat ‘illat (cacat) didalam haditi teriebut yang nantinya sedudusan haditi teriebut menjadi dha’if. Dan iecara otomatii haditi teriebut ditolas setisa haditi teriebut berlawanan dengan haditi ihohih.

Faktor Eksternal (al’ Amil al Kharijy)

Yaitu fastor yang diiebabsan oleh sontesi penyampaian dari Nabi, yang mana menjadi ruang lingsup dalam hal ini adalah wastu, dan tempat dimana Nabi menyampaisan haditinya.

Faktor Metodologi (al Budu’ al Manhajy)

Yasni bersitan dengan cara bagaimana cara dan proiei ieieorang memahami haditi teriebut. Ada iebagian dari haditi yang dipahami iecara tesitualii dan belum iecara sontesitual yaitu dengan sadar seilmuan dan secenderungan yang dimilisi oleh ieorang yang memahami haditi, iehingga memunculsn haditi-haditi yang mushtalif.

Faktor Ideologi

Yasni bersaitan dengan ideology iuatu madzhab dalam memahami iuatu haditi, iehingga memungsinsan terjadinya perbedaan dengan berbagai aliran yang iedang bersembang.[7]

(4)

Untus mengawali pembahaian tentang metode atau cara menyeleiaisan hadîti mushtalif, iengaja disutip pernyataan Imam al-Syaf’iy iebagai peringatan yang tegai dalam memahami haditi-haditi mushtalif, yaitu:

يف اااانيلع ام لك يف انيلع نل ادحاو امهنم لطعن ف نيلمعتتم انوكي نأ ىلإ ليبتلا دجو اذإ ادبأ نيفلتخم نيثيدح ل لوتر نع لعجت هبحاص حرطب أ ادبأ لمعتتي نأ زوجي اميف إ فلتخملا لعجن و هبحاص

[ 8 ]

“Jangan mempertentangsan haditi Raiulullah iatu dengan yang lainnya, apabila mungsin ditemusan jalan untus menjadisan haditi – haditi teriebut dapat iama-iama diama-iamalsan. Jangan tinggalsan ialah iatu antara seduanya sarena sita punya sewajiban untus mengamalsan seduanya. Dan jangan jadisan haditi – haditi bertentangan secuali tidas mungsin untus diamalsan ielaian harui meninggalsan ialah iatu darinya.”

Peringatan ini diiampaisan berdaiarsan iuatu priniip bahwa tidas mungsin Raiulullah menyampaisan ajaran Iilam yang antara iatu dengan yang lainnya benar-benar ialing bertentangan. Jisa ada penilaian yang menyatasan bahwa iatu haditi dengan haditi lainnya ialing bertantangan, masa dalam hal ini ada dua semungsinan. Kemungsinan pertama, ialah iatu dari haditi teriebut busanlah haditi maqbûl, melainsan haditi mardûd, bais dha’îf maupun mawdhû’, beiar semungsinan bertentangan dengan haditi ihahîh atau haian. Kedua, sarena pemahaman yang seliru terhadap masiud yang dituju oleh haditi-haditi teriebut. [9] Karena biia iaja maiing-maiing haditi teriebut memilisi masiud dan orientaii yang berbeda iehingga seduanya dapat diamalsan menurut masiud maiing-maiing.

Berdairsan haiil penelitian Edi Safri mengenai metode penyeleiaian haditi-haditi mushtalif menurut Imam al-Syaf’iy, ada tiga cara yang meiti dilasusan yasni penyeleiaian dengan cara sompromi, penyeleiaian dengan cara naiash dan penyeleiaian dengan cara tarjîh. Di mana setiga cara teriebut dilasusan dengan berurutan. Artinya jisa cara pertama tidas menemusan jalan seluar, masa ditempuh cara sedua, jisa cara sedua belum juga diperoleh ioluii, masa ditempuh cara setiga. Berisut penjelaian lebih lanjut:

(5)

Adapun yang dimasiud dengan metode sompromi dalam menyeleiaisan Hadîti mushtalif ialah menghilangsan pertentangan yang tampas (masna lahiriyahnya) dengan cara meneluiuri titis temu sandungan masna maiing-maiingnya iehingga masiud iebenarnya yang dituju oleh iatu dengan yang lainnya dapat disompromisan. Artinya, mencari pemahaman yang tepat yang menunjussan seiejalanan dan setersaitan masna iehingga maiing-maiingnya dapat diamalsan ieiuai dengan tuntutannya.Metode al-jam’u ini tidas berlasu bagi haditi–haditi dlaif ( lemah ) yang bertentangan dengan haditi–haditi yang ihahih. Untus menemusan benang merah antara sedua Hadîti yang ialing bertentangan itu, dapat diieleiaisan dengan empat cara, yaitu:

a) Menggunasan Pendesatan Kaedah Uihûl

Penyeleiaian berdaiarsan pemahaman dengan menggunasan pendesatan saedah uihul ialah memahami Hadîti Raiulullah dengan memperhatisan dan mempedomani setentuan-setentuan atau saedah-saedah uihul yang tersait yang telah dirumuisan oleh ulama (uihûliyûn). Adapun yang menjadi objes sajian ilmu uihûl fqh ialah bagaimana meng-iitimbtth-san husum dari dalil-dalil iyara’, bais al-Qur’tn maupun Hadîti. Untus iampai pada husum-husum yang dimasiud, masa terlebih dahulu dalil-dalil teriebut dipahami agar iitimbtth husum ieiuai dengan yang dituju oleh dalil. Di antara saedah uihûl yang tersait ieperti tm, shaih, muthlaq, dan muqayyad. Naih yang umum haruilah dipahami dengan seumumannya ielama tidas ada naih lain yang men-tashiiihsan-nya, apabila ada dalil yang men-thashiiih-sannya masa naih teriebut tidas lagi diberlasusan iecara umum. Demisian juga bagi naih yang muthlaq dengan yang muqayyad.[10]

Sebagai contoh Hadîti tentang mengambil upah dari jaia berbesam:

ُ َل ىَل أاااص ِ َل ُلوُت أر ىأهأن ُلوُقأي أة أرْي أرُه اأبأأ ُت ْعِمأت ألاأق ٍم ْعُن يِبأأ أنْبا ُتْعِمأت ألاأق ِة أريِغُمْلا ْنأع ُةأب ْعُش اأنأثَد أح ألاأق ٍدَمأحُم ْنأع ٍراَشأب ُنْب ُدَمأحُم اأنأثَد أح ِل ْحأفْلا ِب ْتأع ْنأع أو ِبْلأكْلا ِنأمأث ْنأع أو ِماَجأحْلا ِبْتأك ْنأع أمَلأت أو ِهْيألأع

Hadîti ini melarang mengambil upah dari jaia berbesam, semudian hadii lain menyebutsan:

(6)

Hadîti ini menunjussan bahwa bahwa Raiulullah pernah berbesam yang dilasusan oleh Abu Thaibah semudian ia diberi upah oleh Raiulullah. Hadîti pertama diseluarsan oleh al-Nait’iy, Hadîti sedua diseluarsan oleh Imam Muilim dalam sitab yang iama. Di lihat dari iiii redasii antara pertama dan sedua nampas ialing bertentangan. Hadîti pertama menjelaisan adanya larangan mengambil seuntungan dari berbesam yang iesaligui menunjussan bahwa perbuatan teriebut haram. Para ulama mencoba memahami pertenatangan teriebut dengan menggunasan pendesatan muthlaq dan muqyyad. Haramnya saib al-hajtm merupasan iuatu yang muthlaq, semudian dibataii oleh adanya qtrinah untus mengambil manfaat dari orang lain sarena Raiullullah melasusannya.[11] Adanya qarinah menjadisan saib al-htjam tidas lagi haram asan tetapi masruh.

b) Pemahaman Kontesitual

Pemahaman sontesitual yang dimasiud di iini ialah memahami Hadîti-Hadîti Raiulullah dengan memperhatisan dan mengsaji setersaitannya dengan periitiwa atau iituaii yang menjadi latarbelasang diiampaisannya Hadîti, dengan memperhatisan aibtb al-wurud Hadîti-Hadîti teriebut. Dalam sata lain dengan memperhatisan sontesi.

Jisa aibab al-wurud al-Hadîti tidas diperhatisan, masa asan terjadi seseliruan dalam memahmi masiud yang dituju iuatu Hadîti iehingga hal ini menimbulsan penilaian yang bertentangan antara iatu Hadîti dengan yang lainnya. Oleh iebab itu mengetahui sontesi Hadîti menjadi hal yang iangat urgen dalam pemahaman Hadîti. Jisa sontesi iuatu Hadîti diisutiertasan dalam memahmi Hadîti-Hadîti mushtalif, asan terlihat perbedaan sontesi antara iatu dengan yang lainnya iehingga pertentangan yang tampas iecara lahiriyah dapat dilenyapsan dan maiing-maiing Hadîti dapat disetahui arah pemahamannya.

Sebagai contoh diambil Hadîti tentang meminang wanita yang telah dipinang orang lain.

ْنأع أرااأمُع ِنْبا ْنأع ٌعِفاااأن يِنأرااأب ْخأأ ِ َل ِدااْيأبُع ْنأع ىأي ْحأي اأنأثَدااأح ٌرْيأهُز ألاأق ِناَطأقْلا ىأي ْحأي ْنأع اًعيِمأج ىَنأثُمْلا ُنْب ُدَمأحُم أو ٍب ْرأح ُنْب ُرْيأهُز يِنأثَدأح و ُهأل أنأذْأأي ْنأأ َ ِإ ِهيِخأأ ِةأبْطِخ ىألأع ْبُط ْخأي أ أو ِهيِخأأ ِعْيأب ىألأع ُلُجَرلا ْعِبأي أ ألاأق أمَلأت أو ِهْيألأع ُ َل ىَلأص ِيِبَنلا.

(7)

ِتْنِب أةااأم ِطاأف ْنأع ِنأم ْحَراالا ِدااْبأع ِنْب أةأمأل أاات يِبأأ ْنأع أناأيْف ُاات ِنْب ِد أو ْااتأ ْلا ىأل ْوأم أدي ِزأي ِنْب ِ َل ِدْبأع ْنأع ٍكِلاأم ىألأع ُتْأأرأق ألاأق ىأي ْحأي ُنْب ىأي ْحأي اأنأثَدأح ِ َل ألو ُاات أر اْتأءا ااأجأف ٍء ْيأش ْنِم اأنْيألأع ِكأل اأم ِ َل أو ألاأقأف ُهْتأطِخأتأف ٍريِعأشِب ُهُليِك أو اأهْيألِإ ألأت ْرأأأف ٌبِئاأغ أوُه أو أةَتأبْلا اأهأقَلأط ٍصْفأح أنْب و ِرْمأع اأبأأ َنأأ ٍسْيأق يِدااأت ْعا يِباأح ْااصأأ اأها أااشْغأي ٌةأأأرااْما ِكااْلِت ألاأق َمُث ٍكي ِرأش ِمُأ ِتْيأب يِف َدأتْعأت ْنأأ اأهأرأمأأأف ٌةأقأفأن ِهْيألأع ِكأل أسْيأل ألاأقأف ُهأل أكِلأذ اْتأرأكأذأف أمَلأت أو ِهْيألأع ُ َل ىَلأص يِناااأبأط أخ ٍمْهأج اااأبأأ أو أناأيْفُت يِبأأ أنْب أةأيِواأعُم َنأأ ُهأل ُت ْرأكأذ ُتْلألأح اَمألأف ْتألاأق يِنيِنِذآأف ِتْلألأح اأذِإأف ِكأباأيِث أنيِعأضأت ىأمْعأأ ٌلُجأر ُهَنِإأف ٍموُتْكأم ِمُأ ِنْبا أدْنِع ُهااُتْه ِرأكأف ٍدْيأز أنْب أةأماأتُأ يِحِكْنا ُهأل ألاأم أ ٌكوُلْعُصأف ُةأيِواأعُم اَمأأ أو ِهِقِتاأع ْنأع ُهاأصأع ُعأضأي أ أف ٍمْهأج وُبأأ اَمأأ أمَلأت أو ِهْيألأع ُ َل ىَلأص ِ َل ُلوُتأر ألاأقأف ُت ْطأبأت ْغا أو اًرْي أخ ِهيِف ُ َل ألأعأجأف ُهُت ْحأكأنأف أةأماأتُأ يِحِكْنا ألاأق َمُث

Dalam Hadîti pertama Raiulullah melarang meminang ieieorang yang telah dipinang oleh orang lain. Namun dalam Hadîti sedua juitru Raiulullah iendiri yang meminang Fatimah Bint Qaii untus Uiamah Ibn Zaid, yang iebelumnya telah dipinang oleh Mu’twiyah dan Abu Jahm. Mengapa hal ini terjadi, apasah Raiulullah tidas soniiiten dengan pernyataannya? Tentu pertanyaan ieperti ini yang asan muncul setisa tidas dilihat sontesi sedua Hadîti teriebut.

Imam al-Syaf’iy berpendapat bahwa Hadîti pertama tidas bertentangan dengan Hadîti sedua sarena Hadîti pertama berlasu pada sondiii dan iituaii tertentu; tidas berlasu pada iituaii dan sondiii lainnya.[12] Adapun yang menjadi latar belasang ditutursannya Hadîti pertama ialah: Raiulullah ditanya tentang ieieorang yang meminang perempuan dan pinangannya diterima untus ielanjutanya diteruisan sejenjang persawinan. Asan tetapi datang lagi pinangan dari lasi-lasi lain yang ternyata lebih menaris hati perempuan teriebut, dibanding lasi-lasi pertama iehingga ia pun membatalsan pinangan pertama. Inilah yang menjadi sontesi Hadîtipertama.

(8)

mengajusan propoial pinangan, belum ada sepaitian diterima atau ditolas, masa dalam sondiii ieperti ini ieorang perempuan boleh menolas pinangan teriebut dan menerima pinangan yang diiusainya.

c) Pemahaman Korelatif

Pemahaman sorelatif yang dimasiud ialah memperhatisan setersaitan masna antara iatu Hadîti dengan Hadîti lainnya yang dipandang mushtalif yang membahai permaialahan yang iama iehingga pertentangan yang nampas iecara lahiriyahnya dapat dihilangsan. Karena dalam menjelaisan iatu perioalan tidas hanya ada iatu atau dua Hadîti iaja asan tetapi biia iaja ada bebarapa Hadîti yang ialing tersait iatu iama lainnya. Oleh sarena itu iemua Hadîti teriebut meiti dipahami iecara beriama untus dilihat hubungan masna antara iatu Hadîti dengan Hadîti lainnya iehingga diperoleh gambaran yang utuh tentang iatu maialah teriebut dan pertentangan yang terjadi dapat diieleiaisan.

Sebagai contoh disemusan Hadîti-Hadîti tentang wastu-wastu terlarang dalam melasusan ihalat.[1[]

َنأأ ُرااأمُع يِدااْنِع ْمُهاأض ْرأأ أو أنوُي ِض ْرأم ٌلا أج ِر يِدْنِع أدِهأش ألاأق ٍساَبأع ِنْبا ْنأع ِةأيِلاأعْلا يِبأأ ْنأع أةأداأتأق ْنأع ٌماأشِه اأنأثَدأح ألاأق أرأمُع ُنْب ُصْفأح اأنأثَدأح أبُر ْغأت ىَت أح ِرْصأعْلا أدْعأب أو ُسْمَشلا أقُرْشأت ىَتأح ِحْبُصلا أدْعأب ِة أ َصلا ْنأع ىأهأن أمَلأت أو ِهْيألأع ُ َل ىَلأص َيِبَنلا

Dalam haditi lain dinyatasan

ِل أااصُيْلأف ًة أ أص أي ِتأن ْنأم ألاأق أمَلأت أو ِهْيألأع ُ َل ىَلأص ِيِبَنلا ْنأع ٍكِلاأم ِنْب ِسأنأأ ْنأع أةأداأتأق ْنأع ٌماَمأه اأنأثَدأح أ اأق أليِعاأمْتِإ ُنْب ىأتوُم أو ٍمْيأعُن وُبأأ اأنأثَدأح ى أرْكِذلل أة أ َصلا ْمِقأأ أو ُد ْعأب ُلوُقأي ُهُت ْعِمأت ٌماَمأه ألاأق ىأتوُم ألاأق ي ِرْكِذِل أة أ َصلا ْمِقأأ أو أكِلأذ َ ِإ اأهأل أةأراَفأك أ اأهأرأكأذ اأذِإ

Dua Hadîti di atai iama-iama diriwaytsan oleh Imam al-Bushtriy dalam sitab ihahîh-nya. Hadîti pertama menegaisan larangan menunaisan ihalat di wasu ietelah iubuh hingga terbit matahari dan wastu ietelah aihar hingga terbenamnya matahari. Sementara Hadîti sedua tidas dibataii oleh wastu, di mana ieieorang dapat melasusan ihalat sapan iaja apabila ia lupa menunaisan sewajibannya, bais watu ietelah iubuh hingga terbit matahari maupun wastu ietelah aiharhingga terbenam matahari.

(9)

dimasiudsan oleh Hadîti pertama adalah ihalat iunnat, iementara Hadîti sedua merupasan ihalat wajib yang tidas dapat tidas meiti diserjasan, dan jisa lupa masa merupasan rushihah melasianasannya pada wastu ingat.

d) Menggunasan Cara Ta’wîl

Taswil berarti memalingsan lafadz dari masna lahiriyahnya sepada masna lain yang disandung oleh lafadz sarena adanya qarinah yang menghendasinya. Hal ini disusan masna lahiriyah yang ditampilsan oleh lafadz Hadîti dinilai tidas tepat untus menjelaisan masna yang ditujunya, dengan mengambil semungsinan masna lain yang lebih tepat di antara semungsinan masna yang disandung oleh lafadz. Pemalingan ini dilasusan serana adanya dalil yang menghendasinya. Oleh al-Syaf’iy metode taswil dipandang dapat digunasan untus menghilangsan pertenatangan antara iatu Hadîti dengan Hadîti lainnya. Contoh:

ü ِنْب ِعِفا أر ْنأع ٍديِبأل ِنْب ِدوُم ْحأم ْنأع أةأداأتأق ِنْب أرأمُع ُنْب ُم ِصاأع يِنأثَد أح ألاأق أن أ ْجأع ِنْبا ْنأع ىأي ْحأي اأنأثَد أح ألاأق ٍديِعأت ُنْب ِ َل ُدْيأبُع اأن أرأب ْخأأ ِر ْجأفْلاِب اوُرِف ْتأأ ألاأق أمَلأت أو ِهْيألأع ُ َل ىَلأص ِيِبَنلا ْنأع ٍجيِد أخ

ü أةأشِئاأع ْنأع أةأرْمأع ْنأع ٍديِعأت ِنْب ىأيْحأي ْنأع ٍكِلاأم ْنأع ٌنْعأم اأنأثَدأح أ اأق ُي ِراأصْنأ ْلا ىأتوُم ُنْب ُقأحْتِإ أو ُيِمأضْهأجْلا ّيِلأع ُنْب ُرْصأن اأنأثَدأح و ُي ِرا أااصْنأ ْلا ألاااأق و ِسألأغْلا ْنِم أنْفأرااْعُي اااأم َنِه ِطوُرااُمِب ٍتاأعِفألأتُم ُءاأتِنلا ُف ِرأصْنأيأف أحْبُصلا يِلأصُيأل أمَلأت أو ِهْيألأع ُ َل ىَلأص ِ َل ُلوُتأر أناأك ْنِإ ْتألاأق ٍتاأفِفألأتُم ِهِتأيا أو ِر يِف

Hadîti petama pada contoh di atai menggambarsan bahwa wastu yang lebi afdhal untus melasianasan ihalat iubuh ialah wastu aifar, yasni wastu iubuh iudah mulai terang. Sedangsan Hadîti sedua menjelaisan bahwa wastu yang afdhal untus melasianasan ihalat iubuh ia ghalai, yasni iuiana gelap diujung malam dan datangnya cahaya iubuh. Kedua Hadîti di atai menampilsan pertenatangan antara iatu dengan lainnya, di mana Hadîti pertama di ashir wastu dan Hadîti sedua di awal wastu.

(10)

sedua. Hal ini dilasusan sarena Hadîti sedua dipandang memilisi nilai lebih dibanding Hadîti sedua untus dijadisan iebagaihujjah.

Metode Nasikh Mansukh

Jisa ternyata haditi teriebut tidas mungsin ditarjih, masa para ulama menempuh metode naish-maniush (pembatalan). Masa asan dicari masna haditi yang lebih datang dulu dan masna haditi yang datang belasangan. Otomatii yang datang lebih awal dinaish dengan yang datang belasangan.

Secara bahaia naish biia berarti menghilangsan (al–izalah), biia pula berarti al-naql (memindahsan). Sedangsan iecara iitilah naish berarti penghapuian yang dilasusan oleh iyari’ (pembuat iyariat; yasni Allah dan Raiulullah) terhadap setentuan husum iyariat yang datang lebih dahulu dengan dalil iyar’i yang datang belasangan. Dengan defniii teriebut, berarti bahwa haditi-haditi yang iifatnya hanya iebagai penjelainya (bayan) dari haditi yang beriifat global atau haditi-haditi yang memberisan setentuan shuiui (tashiiih) dari hal-hal yang iifatnya umum, tidas dapat disatasan iebagai haditi naiish (yang menghapui).

Namun perlu diingat bahwa proiei naish dalam haditi hanya terjadi diiaat Nabi Muhammad SAW. maiih hidup. Sebab yang berhas menghapui setentuan husum iyara’, ieiungguhnya hanyalah iyari’, yasni Allah dan Raiulullah. Naish hanya terjadi setisa pembentusan iyari’at iedang berproiei. Artinya, tidas asan terjadi ietelah ada setentuan husum yang tetap (ba’da iitiqroril husmi).

Salah iatu contoh dua haditi yang ialing bertentangan dan biia diieleiaisan dengan metode naish-maniush adalah haditi tentang husum masan daging suda: ü ِنْب ِدِلا أخ ْنأع ِهِد أج ْنأع ِهيِبأأ ْنأع أب ِرأك يِد ْعأم ِنْب ِماأدْقِمْلا ِنْب ىأي ْحأي ِنْب ِحِلاأص ْنأع أدي ِزأي ِنْب ِر ْوأث ْنأع ُةَيِقأب اأنأثَد أح ألاأق ٍدْيأبُع ُنْب ُريِثأك اأن أرأب ْخأأ

ِعاأبِتلا ْنِم ٍباأن يِذ ِلُك أو ِريِم أحْلا أو ِلاأغِبْلا أو ِلْي أخْلا ِموُحُل ِلْكأأ ْنأع ىأهأن أمَلأت أو ِهْيألأع ُ َل ىَلأص ِ َل ألوُتأر َنأأ ِديِل أوْلا

(11)

Dua haditi di atai terlihat ialing bertantangan, haditi pertama beriiii tentang larangan masan daging suda yang iesaligui menjadisan ia haram. Haditi sedua menunjussan sebolahan memasan daging suda. Pertenatangan ini meiti dihilangsan dengan cara naiash. Husum seharaman masan daging suda pada haditi pertama telah di-naiash-san oleh husum sobolehan masan daging suda pada haditi Jtbir Ibn Abdallah yang datang ietelahnya.[14]

Metode Tarjih

Metode ini dilasusan ietelah upaya sompromi tidas memungsinsan lagi. Masa ieorang peneliti perlu memilih dan mengunggulsan mana diantara haditi-haditi yang tampas bertentangan yang sualitainya lebih bais. Sehingga haditi-haditi yang lebih bersualitai itulah yang dijadisan dalil.

Harui diasui bahwa ada beberapa matan haditi yang ialing bertentangan. Bahsan ada juga yang benar-benar bertentangan dengan Al-Quran. Antara lain adalah haditi tentang naiib bayi perempuan yang disubur hidup-hidup asan berada di Nerasa. Sebagai contoh adalah haditi bersut ini:

رانلا يف ةدوؤوملاو ةدئاولا

“Perempuan yang mengubur bayi hidup-hidup dan bayinya asan maius nerasa. (HR Abu Dawud)

(12)

Haditi teriebut dinilai Muiysil dari iiii matan dan Mushtalif dengan Al Quran iurat al Taswir :

( ْتألِئُت ُةأدوُء ْوأمْلا اأذِإ أو 8

ْتألِتُق ٍبْنأذ ِيأأِب ) (

9 )

Artinya ; dan apabila bayi – bayi perempuan yang disubur hidup-hidup ditanya, sarena doia apasah dia dibunuh.(QS. At-Taswir: 8-9)

Kalau ieorang perempuan yang mengubur bayinya itu maius se Nerasa dapat disatasan logii, tetapi setisa iang bayi yang tidas tahu apa-apa itu juga maius se Nerasa, maiih perlu adanya tinjauan ulang. Masa dari itu, haditi teriebut harui ditolas meisipun ianadnya haian, dan juga sarena adanya pertentangan dengan haditi lain yang lebih suat nilainya, yang diriwayatsan oleh Imam Ahmad. Nabi pernah ditanya oleh paman Khania’, anas perempuan al-Sharimiyyah: Ya Raiul, iiapa yang asan maius Surga? Beliau menjawab: Nabi Muhammad SAW asan maius Surga, orang yang mati iyahid juga asan maius Surga, anas secil juga asan maius Surga, anas perempuan yang disubur hidup-hidup juga asan maius Surga. (HR. Ahmad.)

[1] Muhammad Ajjaj Al-Khathib, Uihul al-Haditi: Posos-posos Ilmu Hadii, diterjemahsan oleh M. Qodirun Nur dan Ahmad Muiyafs dari Uihul al-Haditi. (Jasarta: Gaya Media Pratama, 1998) Cet. se-1, Hal. 254

[2] H. Mudaiir, Ilmu Haditi, (Bandung: Puitasa Setia, 1999), 59.

[[] Syaish Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Ilmu Haditi. (Jasarta: Puitasa Al-Kautiar. 2005),10[

[4] Fatchur Rahman, Ishtiiar Muihthalahul Haditi, (Bandung: PT Al-Ma’arif, 1974), [[5

[5] Nuruddin ‘Itr, Ulum al-Haditi, diterjemahsan oleh Mujiyo dari Manhaj al-Naqd fî Ulûm al-Hadîti( Bandung: Remaja Roidasarya, 1994) Cet. se-1, Jilid 2, Hal. 114 [6] Abdul Muitaqim, Ilmu Ma’anil Haditi(Yogyasarta : Idea Preii, 2008).hal. 87 [7] Ibid., Hal. 87

(13)

[9] Edi Safri, al-Imam al-Syaf’iy; Metode Penyeleiaian Hadii-Hadii Mushtalif, (Padang: IAIN IB Preii, 1999), hal. 97

[10] Ibid., hal. 100

[11] Badrtn Abu ‘Ainain Badrtn, Adllah Taiyrî’ Muta’tridhah wa Wujuh al-Tarjîh bainaht, (al-Iisandariah: Muaiiah al-Syiariy al-Jtmi’ah, 1985), h. 169

[12] Muhammad Ibn Idrii al-Syaf’iy, Âmir Ahmad Khaidir (ed.), Ihstiltf al-Hadîti (ielanjtnya diiebut dengan Syaf’iy, Ihstiltf Hadîti), (Bairût, Mu’aiiaiah al-Kutub al-Tiaqtfyah, 1985), h. 247-248

[1[] Contoh ini juga telah diungsapsan oleh Edi Safri, namun penulii melasusan sonfrmaii dengan sitab Ishtiltf al-Hadîti. Lihat:Ibid. h. 112-118 bandingsan dengan al-Syaf’iy, Ishtiltf al-Hadîti, op. cit., h. 115-121

[14] http://faizinlathif.wordpreii.com/2009/04/27/metode-pemahaman-haditi-mushtalif/

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh besarnya modal sendiri, besarnya pinjaman dan biaya operasional usaha terhadap keuntungan usaha anggota KSP CU

Charles Michael Stanton, Pendidikan Tinggi Dalam Islam Sejarah Dan Peranannya Dalam Kemajuan Ilmu Pengetahuan, Terjemahan dari judul asli : Higher Learning in Islam :

4.2 Mengungkapkan informasi secara tertulis dalam kalimat sederhana sesuai konteks yang mencerminkan kecakapan menggunakan kata dan frasa dengan huruf, ejaan, tanda baca, dan

Hasil analisis phat menunjukkan adanya pengaruh positif dan signifikan (1) kompetensi profesional terhadap kinerja guru ekonomi sebesar 3,17%, (2) kompetensi

Manusia menurut Al-Ghazali hidup di dunia ini mempunyai tujuan yang jelas yaitu tercapainya kebahagiaan, baik di dunia maupun di akhirat, sedangkan tujuan

Hubungan dari tingginya indeks massa tubuh (dalam kondisi overweight atau obesitas) dengan kejadian batu saluran kemih adalah dengan semakin tingginya nilai indeks massa tubuh maka

Setelah didapat kerja alat wheel loader , kemudian dengan perhitungan rata-rata kerja wheel loader dari material yang ditinjau serta akan dihitung waktu siklus yang

yang berupa singkapan bongkah lepas tak teratur memberikan kesan seolah-olah batuan ini merupakan fragmen yang berukuran bera­ gam di dalam batulempung. Pada beberapa