• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kearifan Dalam Pemanfaatan Sumber Daya A

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Kearifan Dalam Pemanfaatan Sumber Daya A"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

Kearifan Lokal dalam Pemanfaatan Sumber Daya Alam

A. Pemanfaatan Sumber Daya Alam

Sumber daya alam (SDA) adalah segala sesuatu yang berasal dari alam yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Yang tergolong di dalamnya tidak hanya komponen biotik, seperti hewan, tumbuhan, dan mikroorganisme, tetapi juga komponen abiotik, seperti minyak bumi, gas alam, berbagai jenis logam, air, dan tanah. Inovasi teknologi, kemajuan peradaban dan populasi manusia, serta revolusi industri telah membawa manusia pada era eksploitasi sumber daya alam sehingga persediaannya terus berkurang secara signifikan, terutama pada satu abad belakangan ini.

Sumber daya alam mutlak diperlukan untuk menunjang kebutuhan manusia, tetapi sayangnya keberadaannya tidak tersebar merata dan beberapa negara seperti Indonesia, Brazil, Kongo, Maroko, dan berbagai negara di Timur Tengah memiliki kekayaan alam hayati atau non hayati yang sangat berlimpah. Sebagai contoh, negara di kawasan Timur Tengah memiliki persediaan gas alam sebesar sepertiga dari yang ada di dunia dan Maroko sendiri memiliki persediaan senyawa fosfat sebesar setengah dari yang ada di bumi. Akan tetapi, kekayaan sumber daya alam ini seringkali tidak sejalan dengan perkembangan ekonomi di negara-negara tersebut. Indonesia, salah satu negara dengan kekayaan sumber daya alam hayati dan nonhayati terbesar di dunia.

(2)

penggunannya harus tetap dibatasi dan dijaga untuk dapat terus berkelanjutan. SDA tak dapat diperbaharui adalah SDA yang jumlahnya terbatas karena penggunaanya lebih cepat daripada proses pembentukannya dan apabila digunakan secara terus-menerus akan habis. Minyak bumi, emas, besi, dan berbagai bahan tambang lainnya pada umumnya memerlukan waktu dan proses yang sangat panjang untuk kembali terbentuk sehingga jumlahnya sangat terbatas, minyak bumi dan gas alam pada umumnya berasal dari sisa-sisa hewan dan tumbuhan yang hidup jutaan tahun lalu, terutama dibentuk dan berasal dari lingkungan perairan. Perubahan tekanan dan suhu panas selama jutaan tahun ini kemudian mengubah materi dan senyawa organik tersebut menjadi berbagai jenis bahan tambang tersebut.

1. Pemanfaatan sumber daya alam berkelanjutan

Pemanfaatan sumber daya alam berkelanjutan adalah upaya sadar dan berencana menggunakan dan mengelola sumber daya alam secara bijaksana untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia di masa sekarang dan di masa depan. Pengelolaan sumber daya alam berkelanjutan didasarkan pada dua prinsip yaitu SDA terutama SDA yang tidak dapat di perbaharui memiliki persediaan yang terbatas dehingga harus dijaga ketersediaanya dan gunakan secara bertanggung jawab. Kedua pertambahan penduduk setiap tahun meningkat maka kebutuhan hidup akan meningkat pula oleh karena itu potensi sumber daya alam harus mendukung kebutuhan sekarang dan kebutuhan masa depan. Contoh penerapan pengelolaan sumber daya alam berkelanjutan :

1. Mengurangi ekploitasi berlebihan terhadap alam 2. Menggunakan SDA secara efisien

3. Pemanfaatn SDA sesuai dengan daya dukung lingkungan

4. Pengelolaan barang tambang sebelum di ekspor aga memiliki nilai jual yang tinggi dan mengurangi pengunana barang tambang

5. Pengelolaan SDA berdasarkan prinsip ekofiensi ( prinsip yang menggunakan SDA dengan biaya yang murah dan meminimalkan dapak negatif terhadap lingkungan. Sumber daya alam dapat dilihat dari 3 kemungkinan pemulihannya :

1. Sumber daya alam yang dapat dipulihkan (renewable flow resources)

2. Sumber daya alam yang tidak dapat dipulihkan (nonrenewable atau stock resources) 3. Sumber daya alam yang tidak akan habis atau punah (continous atau inhausetable

(3)

I. Pertanian berkelanjutan

Pertanian berkelanjutan adalah gerakan pertanian menggunakan prinsip ekologi, studi hubungan antara organisme dan lingkungannya. Pertanian berkelanjutan telah didefinisikan sebagai sebuah sistem terintegrasi antara praktek produksi tanaman dan hewan dalam sebuah lokasi dan dalam jangka panjang memiliki fungsi sebagai berikut:

 Memenuhi kebutuhan pangan dan serat manusia

 Meningkatkan kualitas lingkungan dan sumber daya alam berdasarkan

kebutuhanekonomi pertanian

 Menggunakan sumber daya alam tidak terbarukan secara sangat efisien

 Menggunakan sumber daya yang tersedia di lahan pertanian secara terintegrasi, dan

memanfaatkan pengendalian dan siklus biologis jika memungkinkan  Meningkatkan kualitas hidup petani dan masyarakat secara keseluruhan

Namun tahap menuju pertanian berkelanjutan seringkali dipandang sebagai sebuah tahapan dan bukan sebagai akhir. Beberapa menganggap bahwa pertanian berkelanjutan yang sebenarnya adalah yang berkelanjutan secara ekonomi yang dicapai dengan: penggunaan energi yang lebih sedikit, jejak ekologi yang minimal, barang berkemasan yang lebih sedikit, pembelian lokal yang meluas dengan rantai pasokan pangan singkat, bahan pangan terprosesyang lebih sedikit, kebun komunitas dan kebun rumah yang lebih banyak, dan sebagainya. Salah satu contoh pertanian berkelanjutan adalah :

a. Pranoto Mongso (Jawa)

Pranoto mongso atau aturan waktu musim digunakan oleh para tani pedesaan yang didasarkan pada naluri dari leluhur dan dipakai sebagai patokan untuk mengolah pertanian. Berkaitan dengan kearifan tradisional maka pranoto mongso ini memberikan arahan kepada petani untuk bercocok tanam mengikuti tanda-tanda alam dalam mongso yang bersangkutan, tidak memanfaatkan lahan seenaknya sendiri meskipun sarana prasarana mendukung seperti misalnya air dan saluran irigasinya. Melalui perhitungan pranoto mongso maka alam dapat menjaga keseimbangannya.

(4)

b. Nyabuk Gunung.

Nyabuk gunung merupakan cara bercocok tanam dengan membuat teras sawah yang dibentuk menurut garis kontur. Cara ini banyak dilakukan di lereng bukit sumbing dan sindoro.

Cara ini merupakan suatu bentuk konservasi lahan dalam bercocok tanam karena menurut garis kontur. Hal ini berbeda dengan yang banyak dilakukan di Dieng yang bercocok tanam dengan membuat teras yang memotong kontur sehingga mempermudah terjadinya longsor. c. Tumpang sari

Sistem ‘tumpangsari’ adalah praktek penanaman beragam biji-bijian sebagai bagian dari peladangan berpindah yang banyak meniru kompleksitas dan keragaman sistem vegetasi wilayah sub-tropis dan tropis. Model pertanian ini dilakukan dengan cara menanam beberapa jenis tanaman yang berbeda dalam suatu areal atau petak tanah secara bersamaan.Pada awalnya, sistem pertanian ini dianggap ketinggalan zaman dan tidak sesuai dengan ilmu pertanian modern karena tidak efisien secara kuantitas dan kualitas hasil yang akan didapatkan.

(5)

permukaan tanah, menjaga permukaan tanah dari proses erosi, penggunaan volume tanah secara efisien dan mengurangi kerentananan tanah dari hama dan serangga perusak. Hal ini dapat terjadi karena perbedaan kecepatan tumbuh beragam tanaman tersebut membuat tanah menjadi permanen, di samping itu juga karena tanahnya selalu ditutupi oleh tanaman tersebut secara terus menerus serta sistem akar tanaman tersebut yang bervariasi. d. Budi Daya Padi Organik

Budi daya padi organik salah satu contoh dari pertanian berkelanjutan. II. Pertambangan Berkelanjutan atau Sustainability Mining

Pertambangan sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pasca tambang. Pertambangan dalam arti yang lebih luas termasuk tambang minyak, gas alam dan bahkan tambang air tanah.

(6)

Sumberdaya mineral mempunyai implikasi yang sangat luas dalam kehidupan masyarakat karena sumberdaya mineral merupakan aset yang memberi harapan dalam peningkatan kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu eksploitasi sumberdaya mineral merupakan kesempatan bagi masyarakat. Dengan demikian industri pertambangan merupakan industri alternatif yang paling efektif untuk meningkakan kesejahteraan masyarakat di daerah yang penduduknya berada dalam kemiskinan struktural.

Di sisi lain industri pertambangan juga merupakan industri yang menimbulkan berbagai perubahan drastis terhadap lingkungan sehingga merupakan ancaman terhadap kelestarian fungsi-fungsi lingkungan dan fungsi-fungsi kehidupan sosial budaya masyarakat. Potensi-potensi positif sektor pertambangan sering tidak mampu mengkompensasikan potensi-potensi negatif ini, sehingga industri pertambangan mempunyai potensi konflik dengan kepentingan masyarakat (Agenda 21, 2001).

Kegiatan usaha pertambangan memiliki ciri-ciri, yaitu non-renewable (tidak dapat diperbarui), mempunyai resiko relatif lebih tinggi, dan pengusahaannya mempunyai dampak lingkungan baik fisik maupun sosial yang relatif lebih tinggi dibandingkan pengusahaan komoditi ekonomi lain pada umumnya. Karena salah satu cirinya tidak dapat diperbaharui maka pengusaha pertambangan selalu mencari proven reserves(cadangan terbukti) baru. Cadangan terbukti berkurang dengan produksi dan bertambah dengan adanya penemuan (Poerwanto, 2007).

Hotteling dalam Stiglitz (2007) menawarkan kerangka utuk menentukan waktu paling tepat mengeluarkan sumber alam dari perut bumi. Teori ini sebagai basis dari ekstraksi sumberdaya alam tidak pulih secara optimal. Prinsip model Hotteling adalah bagaimana mengekstrak sumberdaya mineral secara optimal dengan kendala stok dan waktu. Implementasi dari teori bagi pihak perusahaan pertambangan adalah untuk mendapatkan produksi sumberdaya mineral secara optimal harus mampu menentukan berbagai faktor produksi yang tepat dengan kendala waktu dan stok (deposit). Sedangkan bagi pihak pemilik sumberdaya dalam hal ini, negara harus bersikap mengabaikan terhadap sumberdaya mineral, apakah akan mengekstrak sekarang atau pada masa yang akan datang. Jadi sebagai pengambil kebijakan peran negara sangat menentukan terhadap eksploitasi sumberdaya mineral yang tidak semata-mata berorientasi ekonomi (economic oriented) tetapi juga harus mempertimbangkan secara integral baik itu dampak lingkungan, sosial, kesiapan kelembagaan baik pemerintah maupun masyarakat lokal.

(7)

kemampuan agar masyarakat dapat melanjutkan pembangunan setelah sumberdaya mineral habis di eksploitasi. Proses untuk menciptakan prakondisi dan proses peningkatan kemampuan–kemampuan masyarakat secara berkelanjutan inilah yang dimaksud sebagai proses transformasi sosial. Dengan kata lain, penerapan azas pembangunan manusia berkelanjutan dalam eksploitasi sumberdaya mineral adalah untuk menciptakan proses transformasi sosial secara berkelanjutan.

Ada berbagai macam resiko di bidang pertambangan yaitu resiko geologi (eksplorasi) yang berhubungan dengan ketidakpastian penemuan cadangan (produksi), resiko teknologi yang berhubungan dengan ketidakpastian biaya, resiko pasar yang berhubungan dengan perubahan harga, dan resiko kebijakan pemerintah yang berhubungan dengan perubahan pajak dan harga domestik. Resiko-resiko tersebut berhubungan dengan besaran-besaran yang mempengaruhi keuntungan usaha yaitu produksi, harga, biaya dan pajak. Usaha yang mempunyai risiko lebih tinggi menuntut pengembalian keuntungan (rate of return) yang lebih tinggi (Poerwanto, 2007).

Kegiatan pertambangan memiliki sejumlah dampak penting bagi lingkungan. Rencana kegiatan penambangan dan pengolahan hasil yang berkaitan langsung dengan dampak yang ditimbulkannya. Kegiatan tambang terdiri dari tahap pra-konstruksi, operasi, produksi dan pasca tambang:

Sebagai negara penganut “paham” sumber daya alam untuk kesejahteraan rakyat, Indonesia cenderung menggunakan prinsip pembangunan berkelanjutan yaitu mengolah kekayaan sumberdaya alam dan energi secara bijaksana agar kondisi lingkungan tetap lestari dan bermutu tinggi. Lingkungan yang lestari, pembangunan akan tetap berlangsung dari generasi ke generasi, dan lingkungan yang lestari hanya dapat dilahirkan dari pola pikir yang memiliki rasa bijak lingkungan yang besar (Naiola, 1996). Usaha pertambangan mineral tidak hanya sekedar pemenuhan keuntungan (aspek ekonomi) dari pengelolaan sumber daya mineral, tetapi juga harus memperhatikan kebutuhan sosial dan lingkungan.

 Kebutuhan Sosial

(8)

ekonomi yang berkelanjutan sekaligus pemerataan dan pengentasan kemiskinan dapat terealisasi. Intinya adalah bahwa pemberdayaan masyarakat adalah hal yang sangat penting untuk dilaksanakan dalam mencapai pembangunan yang berkelanjutan.

Kecenderungan yang terjadi dalam pembangunan ekonomi adalah tidak memperhitungkan nilai-nilai pemanfaatan sumberdaya yang tidak memiliki harga, seperti nilai-nilai intrinsik sumberdaya alam maupun beban sosial masyarakat akibat pemanfaatan sumberdaya. Tidak adanya penilaian terhadap sumberdaya ini selanjutnya menimbulkan eksternalitas-eksternalitas tersendiri (terutama eksternalitas negatif) yang sangat merugikan masyarakat secara keseluruhan. Masyarakat harus menanggung beban/biaya sosial yang timbul dalam setiap pemanfaatan sumberdaya tanpa sedikitpun diberi “kompensasi”. Beban/biaya sosial terbesar yang harus ditanggung oleh masyarakat saat ini maupun masyarakat dimasa yang akan datang adalah penurunan kualitas kehidupan dan lingkungan, yang tentu saja dalam jangka panjang tidak menjamin pengelolaan sumberdaya yang berkelanjutan (tujuan ekosistem dalam pembangunan berkelanjutan tidak akan tercapai).

Penilaian terhadap sumberdaya-sumberdaya yang dimanfaatkan (baik nilai ekstrinsik maupun intrinsiknya) sangat diperlukan untuk menghindari, setidaknya mengurangi, eksternalitas. Jikalau eksternalitas telah terjadi, maka upaya-upaya internalisasi berbagai dampak keluar (eksternalitas) harus dilakukan, misalnya dengan bentuk-bentuk kompensasi. Dengan demikian, segala aktifitas yang ditujukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi ataupun efisiensi kapital (tujuan ekonomi) akan tetap memperhatikan pengelolaan yang berkelanjutan.

Untuk dapat mengelola sumberdaya secara berkelanjutan, kebijaksanaan lingkungan yang lebih menekankan pada konservasi dan perlindungan sumberdaya, perlu memperhitungkan mereka yang masih bergantung kepada sumberdaya tersebut, untuk mendukung kelangsungan hidupnya. Bila hal ini tidak diperhatikan, akan memberikan dampak yang buruk terhadap kemiskinan dan mempengaruhi keberhasilan jangka panjang dalam upaya konservasi sumberdaya dan lingkungan.

(9)

mencapai kelestarian (upaya konservasi) dan mempertahankan apa yang telah menjadi miliknya dari intervensi maupun ancaman dari pihak luar.

 Kebutuhan Lingkungan

Pengelolaan limbah pertambangan mineral yang telah dilakukan oleh perusahaan pertambangan masih belum mampu mengatasi terjadinya degradasi kualitas lingkungan bio-fisik dan masalah social kemasyarakatan, meskipun beberapa kegiatan pertambangan telah berorientasi pada industri bersih yang berwawasan lingkungan. Perubahan lingkungan di sekitar pertambangan dapat terjadi setiap saat, sehingga manajemen pengelolaan limbah yang efektif menjadi indikator keberlanjutan usaha pertambangan mineral.

Sistem pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan diharapkan dapat mencegah dampak pencemaran terhadap daya dukung lingkungan, perubahan perilaku sosial kemasyarakatan serta pertumbuhan sektor ekonomi informal yang tidak terkendali. Untuk itu seyogyanya pengelolaan lingkungan pertambangan mineral dituangkan dalam suatu kebijakan yang sistematis dan terarah secara berkelanjutan

III. Industri Berkelanjutan

Era industrialiasi yang saat ini terjadi, membawa perubahan baru bagi pembangunan ekonomi di berbagai negara, termasuk di Indonesia. Saat ini, sektor industri merupakan sektor prioritas yang diharapkan mampu menjadi katalis bagi pertumbuhan ekonomi, Di Indonesia, kontribusi sektor industri terhadap PDB (Produk Domestik Bruto) diperkirakan mencapai 24,3%, lebih tinggi dibandingkan sektor-sektor lainnya. Sektor industri juga berperan strategis dalam meningkatkan daya saing ekonomi, karena sektor ini berperan penting dalam upaya perluasan lapangan kerja, pemasukan ekonomi, sampai pada pengurangan tingkat kemiskinan nasional.

(10)

sektor industri seringkali menyebabkan pencemaran udara, air, suara, dan sampah bagi adalah kasus pencemaran Teluk Buyat di Sulawesi akibat dari pembuangan limbah tailing, pembuangan limbah pabrik di Sungai Cikijing selama puluhan tahun, maupun pencemaran akibat penambangan emas di sepanjang sungai di Kalimantan.

Dari fakta tersebut, dapat dilihat bahwa pembangunan industri dan upaya pelestarian lingkungan masih sering dilihat seperti dua sisi koin yang bertentangan. Padahal apabila mau disadari, aspek industri dan lingkungan hidup bisa berjalan secara sinergis maupun sinkronis untuk mencapai suatu tujuan. Peningkatan kualitas lingkungan, akan sangat membantu sektor industri dalam membangun daya saingnya, begitu juga sebaliknya. Sehingga, untuk bisa terus berkelanjutan, industri harus memasukkan aspek lingkungan hidup ke dalam hitungan atau analisa pembangunan dan pengembangan industri tersebut. Dari pemahaman ini, selanjutnya dikembangkan suatu konsep yang diterapkan dalam pembangunan industri, yaitu konsep Eco-Industry atau industri ramah lingkungan yang bisa diartikan bahwa suatu kegiatan industri harus memperhatikan aspek lingkungan dalam pengoperasiannya, mulai dari rantai awal produksinya sampai pada ketika produk tersebut dipasarkan.

Di Indonesia adanya industri ramah lingkungan menjadi suatu keharusan karena sektor industri masih sering membawa dampak negatif bagi sektor lingkungan. Sampai saat ini dapat dilihat bahwa 30% limbah cair yang dibuang ke sungai berasal dari industri, kemudian emisi yang dihasilkan oleh sektor industry sebesar 27% dari total emisi nasional. Begitu juga apabila kita melihat tingginya konsumsi energi yang dilakukan oleh pihak industri, yaitu sebesar 49,4% dari total konsumsi energi nasional. Tingginya tingkat konsumsi energi ini akan membawa dampak yang merugikan baik bagi pelaku industry karena harus membayar biaya yang mahal untuk energi, maupun bagi negara yaitu dengan menipisnya cadangan energi. Hal inilah yang perlu mendapat perhatian serius bagi bangsa ini, yaitu bagaimana caranya agar sektor industri tersebut melakukan konservasi energi. Apalagi di tengah ancaman krisis energi yang terus membayangi, semakin membuat industri di Indonesia harus bisa mencari cara untuk mengoptimalisasi energi yang ada.

(11)

sumber dayanya, yang akan berpengaruh pada struktur biaya di industri tersebut. Hal ini nantinya akan mempengaruhi harga produk industri tersebut menjadi lebih kompetitif, dan daya saing dapat ditingkatkan.

Penerapan Eco-Industry di Indonesia dapat dilakukan secara jangka pendek maupun jangka panjang. Untuk penerapan jangka pendek, dilakukan melalui penerapan standar lingkungan khusus yang mengatur industri di Indonesia mulai dari regulasi sampai pada pengklasifikasian mengenai industri ramah lingkungan beserta komponen-komponen untuk menilainya. Hal ini dilakukan agar penilaian untuk industri ramah lingkungan benar-benar terstandar. Selain itu, dari klasifikasi yang dilakukan kemudian dibuat sistem insentif bagi pelaku industri yang ramah lingkungan dan disinsentif bagi industri yang merusak lingkungan. Insentif yang dilakukan misalkan melalui insentif pemotongan pajak kepada industri yang taat lingkungan berdasarkan klasifikasi yang sebelumnya dibuat. Hal ini agar pihak industry bisa lebih terdorong untuk menerapkan prinsip Eco-Industry. Secara jangka panjang, penerapan prinsip Eco-Industry dilakukan melalui pengembangan Eco-Industrial Park, yang merupakan kawasan industri ramah lingkungan. Pengembangan kawasan ini berdasarkan klasterisasi industri yang ada di Indonesia agar kawasan tersebut bisa menjadi kawasan yang kompetitif dengan peningkatan performa ekonomi, maupun dapat berintegrasi dengan komunitas dan lingkungan sekitarnya.

Berikut kegiatan kearifan lokal di bidang indutri:

a. Adanya pembatasan penggunaan hutan di Kalimantan dan Jawa b. Adanya pelarangan untuk kegiatan industri pada daerah tertentu c. Adanya pengembangan industri hasil seni suatu daerah

d. Adanya pelarangan menggunakan bahan-bahan kimia dalam mengolah industri e. Pemanfaatan hasil alam dalam pengolahan industry

IV. Pariwisata berkelanjutan

Pariwisata apapun jenis dan namanya, hendaknya dapat dibangun dan dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan. Menurut United Nation (2002) prinsip-prinsip tersebut adalah:

 Prinsip pertama adalah pembangunan pariwisata harus dapat dibangun dengan

(12)

lokal sehingga masyarakat lokal akan merasa memiliki rasa memiliki untuk perduli terhadap keberlanjutan pariwisata. Masyarakat lokal harusnya menjadi pelaku bukan menjadi penonton.

 Prinsip kedua adalah menciptakan keseimbangan antara kebutuhan wisatawan dan

masyarakat. Kepentingan pemberdayaan ekonomi masyarakat adalah tujuan yang didasarkan atas kerelaan untuk membentuk kualitas destinasi yang diharapkan oleh wisatawan. Keseimbangan tersebut akan dapat terwujud jika semua pihak dapat bekerjasama dalam satu tujuan sebagai sebuah komunitas yang solid. Komunitas yang dimaksud adalah masyarakat lokal , pemerintah lokal , industri pariwisata, dan organisasi kemasyarakat yang tumbuh dan berkembang pada masyarakat di mana destinasi pariwisata dikembangkan.

 Prinsip ketiga adalah pembangunan harus melibatkan para pemangku kepentingan, dan

melibatkan lebih banyak pihak akan mendapatkan input yang lebih baik. Pelibatan para pemangku kepentingan harus dapat menampung pendapat organisasi kemasyarakatan lokal , melibatkan kelompok masyarakat miskin, melibatkan kaum perempuan, melibatkan asosiasi pariwisata, dan kelompok lainnya dalam masyarakat yang berpotensi mempengaruhi jalannya pembangunan.

 Prinsip keempat adalah, memberikan kemudahan kepada para pengusaha lokal dalam

sekala kecil, dan menengah. Program pendidikan yang berhubungan dengan kepariwisataan harus mengutamakan penduduk lokal dan industri yang berkembang pada wilayah tersebut harus mampu menampung para pekerja lokal sebanyak mungkin.

 Prinsip kelima adalah, pariwisata harus dikondisi untuk tujuan membangkitkan bisnis

lainnya dalam masyarakat artinya pariwisata harus memberikan dampak pengganda pada sector lainnya, baik usaha baru maupun usaha yang telah berkembang saat ini.

 Prinsip keenam adalah adanya kerjasama antara masyarakat lokal sebagai pencipta

(13)

LOMBOK

 Prinsip ketujuh adalah, pembangunan pariwisata harus mampu menjamin

keberlanjutan, memberikan keuntungan bagi masyarakat saat ini dan tidak merugikan generasi yang akan datang. Adanya anggapan bahwa pembangunan pariwisata berpotensi merusak lingkungan jika dihubungkan dengan peningkatan jumlah wisatawan dan degradasi daerah tujuan pariwisata adalah sesuatu yang logis (Hunter dan Green, 1995). Wujud hubungan ini adalah konsep tentang daya dukung yang menunjukkan suatu pendekatan manajemen yang memungkinkan pertumbuhan dalam batas yang dapat diterima (Johnson dan Thomas, 1996).

 Prinsip kedelapan adalah pariwisata harus bertumbuh dalam prinsip optimalisasi

bukan pada exploitasi. Strategi manajemen kapasitas akan menjadi pilihan yang terbaik, walaupun saat ini masih mengalami kontroversi yang cukup tajam. Konsep ini merupakan kebutuhan yang semestinya diakui untuk membatasi dan menjadi kendali atas dimensi-dimensi pembangunan pariwisata yang dapat mengancam berkelanjutan penggunaan sumber daya yang terbatas, pada saat yang bersamaan, konsep tersebut berhadapan dengan keinginan untuk memaksimalkan peluang sebagai tujuan pertumbuhan dan mewujudkan manfaat potensial yang terkait dengan pengunjung yang semakin meningkat.

 Prinsip kesembilan adalah harus ada monitoring dan evaluasi secara periodic untuk

(14)

komodifikasi untuk kepentingan ekonomi dapat berjalan bersama-sama dan pembangunan pariwisata berkelanjutan dapat diwujudkan.

 Prinsip kesepuluh adalah harus adalah keterbukaan terhadap penggunaan sumber daya

seperti penggunaan air bawah tanah, penggunaan lahan, dan penggunaan sumberdaya lainnya harus dapat dipastikan tidak disalah gunakan

 Prinsip kesebelas adalah melakukan program peningkatan sumberdaya manusia dalam

bentuk pendidikan, pelatihan, dan sertifikasi untuk bidang keahlian pariwisata sehingga dapat dipastikan bahwa para pekerja siap untuk bekerja sesuai dengan uraian tugas yang telah ditetapkan sesuai dengan bidangnya masing-masing sehingga program sertifikasi akan menjadi pilihan yang tepat.

 Prinsip keduabelas adalah terwujudnya tiga kualitas yakni pariwisata harus mampu

mewujudkan kualitas hidup ”quality of life” masyarakat lokal, pada sisi yang lainnya pariwisata harus mampu memberikan kualitas berusaha ”quality of opportunity” kepada para penyedia jasa dalam industri pariwisata dan sisi berikutnya dan menjadi yang terpenting adalah terciptanya kualitas pengalaman wisatawan ”quality of experience”.

2. Pemanfaatan Sumber Daya Alam Berdasarkan Prisip Ekoefisiensi

Prinsip eko-efisiensi adalah bahwa bahan dan energi yang tidak termanfaatkan dalam suatu sistem proses produksi akan terbuang menjadi limbah (padat, cair, dan gas) dan menyebabkan peningkatkannya social cost untuk proses lanjutannya, dengan meningkatkan efisiensi semakin banyak bahan dan energi yang termanfaatkan dalam proses produksi sehingga semakin sedikit yang terbuang. Ditinjau dari aspek ekonomi, peningkatan efisiensi akan mengurangi bahan baku sebagai faktor produksi dan energi yang dibutuhkan, sehingga biaya produksi turun dan berpotensi untuk meningkatkan profit. Sedangkan dari aspek lingkungan hidup berarti makin sedikit bahan baku dan energi yang terbuang percuma, sehingga semakin sedikit limbah yang dihasilkan maka dampak terhadap lingkungan hidup dapat ditekan. Hal itu dapat diterapkan dalam pemanfaatan Hutan, Lahan Pertanian, Tambang, Air, Industri, dan Pemenuhan Sumber Energi.

(15)

Pola tanam merupakan pengaturan lahan pertanian. Pola tanam adalah pengaturan peggunaan lahan pertanian dalam jangka waktu tertentu. Pola tanam dibedakan sebagai berikut :

1. Monokultur

Pertanaman tunggal atau monokultur adalah salah satu cara budidaya di lahan pertanian dengan menanam satu jenis tanaman pada satu areal. Cara budidaya ini meluas praktiknya sejak paruh kedua abad ke-20 di dunia serta menjadi penciri pertanian intensif dan pertanian industrial. Monokultur menjadikan penggunaan lahan efisien karena memungkinkan perawatan dan pemanenan secara cepat dengan bantuan mesin pertanian dan menekan biaya tenaga kerja karena keseragaman tanaman yang ditanam. Kelemahan utamanya adalah keseragaman kultivar mempercepat penyebaran organisme pengganggu tanaman (OPT, seperti hama dan penyakit tanaman).

2. Multikultur

(16)

Keanekaragaman tanaman pertanian menghindari penularan penyakit tanaman secara luas seperti yang umum terjadi di pertanian monokultur. Sebuah studi di China melaporkan bahwa penanaman beberapa varietas padi dalam satu lahan meningkatkan hasil dikarenakan turunnya persebaran penyakit, sehingga pestisida tidak dibutuhkan.Keanekaragaman yang lebih tinggi menyediakan habitat bagi mikroorganisme tanah dan polinator yang menguntungkan.

b. Sumber Daya Pertambangan

Pertambangan konvesional memiliki dampak negatif yang tinggi akibat penggunaan metode pertambangan lama. Jika melihat data yang menunjukkan besarnya kerusakan lingkungan yang disebabkan eksplorasi mineral dan minyak bumi, metode pertambangan baru yang lebih ramah terhadap lingkungan perlu dikembangkan. Oleh sebab itu, prinsip ekoefisiensi dapat diterapkan pada sektor pertambangan.

Pertambangan yang menggunakan prinsip ekoefisiensi menggunakan perencanaan terpadu untuk mengurangi dampak negatif pada lingkungan.Selain itu, proses rehabilitasi suatu lahan postmining harus dapat segera mengembalikan daya dukung ekologi pada makhluk hidup. Keselarasan lingkungan dengan proses pertambangan akan menjaga kesimbangan ekosistem alam sekitar.

c. Sumber Daya Industri

(17)

hidup maupun masyarakat sekitar. Prinsip ekoefisiensi dapat manjadi solusi bagi perkembangan industri tanpa harus mengorbankan kelestarian alam

Industri yang ditata dengan dukungan berbagai ahli dapat mengurangi dampak pencemaran lingkungan secara signifikan. Tata letak dan insentif ekonomi yang menarik investor dapat menumbuhkan pusat- pusat industri yang maju dan terkendali. Pusat industri tersebut dibangun pada lahan yang jauh dari populasi penduduk dan memiliki sistem

pembuangan yang modern.

d. Sumber Daya Pariwisata

Pariwisata dapat dikembangkan beriringan dengan pelestarian lingkungan. Pariwisata yang berwawasan lingkungan dapat diwujudkan dengan mengolah dan mengembangkan potensi alam seperti danau, gunung, laut, lembah, dan hutan.

o Agrowisata

Agrowisata adalah aktivitas wisata yang melibatkan penggunaan lahan pertanian atau fasilitas terkait (misal silo dan kandang) yang menjadi daya tarik bagi wisatawan. Agrowisata memiliki beragam variasi, seperti labirin jagung, wisata petik buah, memberi makan hewan ternak, hingga restoran di atas laut. Agrowisata merupakan salah satu potensi dalam pengembangan industri wisata di seluruh dunia.

Di Indonesia, daya tarik wisata sebagian besar masih berupa wisata bahari dan wisata budaya, sedangkan wisata berbasis perkebunan masih belum berkembang pesat karena kepemilikannya masih belum banyak. Contoh agrowisata di Indonesia terdapat di Cinangneng, Tenjolaya, Bogor berupa pembudidayaan sayur dan buah, wisata kebun salak di Sleman, Yogyakarta, dan wisata perkebunan teh di Puncak, Bogor.

(18)

Ekowisata atau ekoturisme merupakan salah satu kegiatan pariwisata yang berwawasan lingkungan dengan mengutamakan aspek konservasi alam, aspek pemberdayaan sosial budaya ekonomi masyarakat lokal serta aspek pembelajaran dan pendidikan.

Ekowisata dimulai ketika dirasakan adanya dampak negatif pada kegiatan pariwisata konvensional. Dampak negatif ini bukan hanya dikemukakan dan dibuktikan oleh para ahli lingkungan tapi juga para budayawan, tokoh masyarakat dan pelaku bisnis pariwisata itu sendiri

Dampak berupa kerusakan lingkungan, terpengaruhnya budaya lokal secara tidak terkontrol, berkurangnya peran masyarakat setempat dan persaingan bisnis yang mulai mengancam lingkungan, budaya dan ekonomi masyarakat setempat.ada mulanya ekowisata dijalankan dengan cara membawa wisatawan ke objek wisata alam yang eksotis dengan cara ramah lingkungan. Proses kunjungan yang sebelumnya memanjakan wisatawan namun memberikan dampak negatif kepada lingkungan mulai dikurangi. Ekowisata dapat dilakukan pada tempat tempat berikut :

(19)

Cagar alam adalah suatu kawasan suaka alam yang karena keadaan alamnya mempunyai kekhasan tumbuhan, satwa, dan ekosistemnya atau ekosistem tertentu yang perlu dilindungi dan perkembangannya berlangsung secara alami. Contoh kawasan yang dijadikan cagar alam di Indonesia adalah Cagar Alam Pananjung Pangandaran di Jawa Barat, Cagar Alam Nusakambangan Barat dan Cagar Alam Nusakambangan Timur di Jawa Tengah.

b. Marga Satwa

Suaka margasatwa (Suaka: perlindungan; Marga: turunan; satwa: hewan) adalah Hutan suaka alam yang ditetapkan sebagai suatu tempat hidup margasatwa yang mempunyai nilai khas bagi ilmu pengetahuan dan kebudayaan serta merupakan kekayaan dan kebanggaan nasional.

Pelestarian dapat dilakukan secara sengaja atau alami untuk menjaga kelangsungan hidup tumbuhan tersebut. Adanya taman nasional dan cagar alam menjadi media dan sarana bagi pelestarian serta perlindungan jenis flora dan fauna khas di Indonesia. Melalui adanya upaya konservasi diharapkan keberadaan flora dan fauna tersebut tetap terjaga dari ambang kepunahan sehingga kelestarian keanekaragaman hayati flora dan fauna Indonesia tetap terjaga pada masa yang akan datang.

(20)

Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, Taman Nasional didefinisikan sebagai kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi.

Saat ini terdapat 50 Taman Nasional di Indonesia, yang pengelolaannya di bawah Kementerian Kehutanan Republik Indonesia. Enam diantaranya, nal Gunung Leuser di Sumatera Utara dan Aceh, Taman Nasional Kerinci Seblat di Jambi dan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan di Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bengkulu, dan Sumatera Selatan, juga di termaksud Situs Warisan Dunia UNESCO yang tergabung sebagai Warisan Hutan Hujan Tropis Sumatera.

d. Taman Hutan Raya

(21)

sebagai fasilitas yang menunjang budidaya, budaya, pariwisata dan rekreasi. Adapun kriteria yang ditetapkan sebagai penunjukkan kawasan Taman hutan raya, adalah sebagai berikut :

 Merupakan kawasan yang memiliki suatu ciri khas tersendiri, baik asli maupun

buatan. Yang mana bisa terdapat pada kawasan yang ekosistemnya masih utuh ataupun kawasan yang ekosistemnya sudah berubah.

 Memiliki keindahan alam dan atau mempunyai gejala alam, misalnyanya ada terdapat

sumber air panas bumi.

 Mempunyai luas yang memungkinkan untuk pembangunan koleksi tumbuhan dan

atau satwa baik jenis asli dan ataupun bukan asli.

 Kawasan Taman hutan raya dikelola oleh pemerintah, dalam hal ini di Indonesia

dikelola oleh Kementerian Kehutanan R.I dan dikelola dengan upaya pengawetan keanekaragaman hayati dan satwa beserta ekosistemnya. Suatu kawasan taman hutan raya dikelola berdasarkan satu rencana pengelolaan yang disusun berdasarkan kajian aspek-aspek ekologi, teknis, ekonomis dan sosial.

e. Taman Wisata Alam

(22)

Kawasan ini merupakan bagian yang terpisah dari kawasan hutan lindung Gunung Ciremai yang ditetapkan sejak tahun 1924 oleh pemerintah Belanda. Taman Wisata Alam Linggarjati terletak di Desa Linggarjati Kecamatan Cilimus Kabupaten Kuningan,secara astronomis terletak di antara 6 derajat 47°’ – 6 derajat 58° LS dan 108 derajat 30° – 108 derajat 30° BT. Di samping panorama alam yang indah Taman Wisata Alam Linggarjati memiliki hawa yang sejuk dan segar. Tidak jauh dari lokasi TWA ini juga terdapat bangunan yang bernilai sejarah, yaitu gedung tempat berlangsungnya perjanjian Linggarjati antara Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Belanda yang mempunyai daya tarik tersendiri.

B.Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dalam Pemanfaatan Sumber Daya Alam

(23)

Lingkungan hidup merupakan bagian yang mutlak dari kehidupan manusia. Dengan kata lain, lingkungan hidup tidak terlepas dari kehidupan manusia. Manusia mencari makan dan minum serta memenuhi kebutuhan lainnya dan ketersediaan atau sumber-sumber yang diberikan oleh lingkungan hidup dan kekayaan alam sebagai sumber pertama dan terpenting bagi pemenuhan berbagai kebutuhannya.

Untuk menghindari kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh exploitasi sumberdaya pada proses pembangunan berkelanjutan, maka pembangunan dilaksanakan berdasarkan pada sistem analisis mengenai dampak lingkungan yang disingkat AMDAL.

AMDAL menurut PP No.27 Tahun 1999 adalah kajian mengenai dampak besar dan penting untuk pengambilan keputusan suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.

Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) adalah suatu proses studi formal yang dipergunakan untuk memperkirakan dampak terhadap lingkungan oleh adanya atau oleh rencana kegiatan proyek yang bertujuan memastikan adanya masalah dampak lingkungan yang perlu dianalisis pada tahap awal perencanaan dan perancangan proyek sebagai bahan pertimbangan bagi pembuat keputusan. Peraturan tentang kewajiban membuat AMDAL diatur dalam peraturan berikut:

1. UU No. 29 Tahun 1986 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan;

2. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 1993 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan;

3. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 77 Tahun 1994 tentang Badan Pengendalian Dampak Lingkungan;

4. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 98 Tahun 1996 tentang Pedoman Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah.

Berikut ini 4 hal yang tercakup dalam studi AMDAL.

1. Penyajian informasi lingkungan (PIL) dan analisis dampak lingkungan (Amdal) untuk studi bagi kegiatan yang direncanakan

2. Penyajian evaluasi lingkungan (PEL) dan studi evaluasi lingkungan (SEL) bagi studi untuk kegiatan yang telah berjalan

(24)

4. Rencana pemantauan lingkungan (RPL), studi pemantauan pengelolaan lingkungan.

5. Kerangka Acuan (KA), kerangka acuan yang memberikan dasar arahan pelaksanaan SEL atau AMDAL dengan merinci hal-hal yang perlu dilaksanakan dan bersifat khusus untuk kegiatan yang telah berjalan atau sedang direncanakan.

Dalam pelaksanaannya yang menjadi tujuan AMDAL yaitu : 1. Bahan bagi perencanaan pembangunan wilayah.

2. Membantu proses pengambilan keputusan tentang kelayakan lingkungan hidup dari rencana usaha dan/atau kegiatan.

3. Memberi masukan untuk penyusunan rencana pengelolaan dan pemantau lingkungan hidup.

4. Memberi informasi bagi masyarakat atas dampak yang ditimbulkan dari suatu rencana usaha dan atau kegiatan.

5. Memberikan alternatif solusi minimalisasi dampak negatif

6. Digunakan untuk mengambil keputusan tentang penyelenggaraan/pemberi ijin usaha dan/atau kegiatan.

 Komponen-Komponen AMDAL

AMDAL terdiri atas lima komponen, yaitu sebagai berikut. a. Studi Pra-Proyek

Studi pra-proyek dilakukan guna mengukur dan memperkirakan perubahan keadaan lingkungan. Pengukuran ini dilakukan bedasarkan pada data baik data fisik, kimia, biologi, sosial ekonomi, dan sosial budaya.

b. Laporan Penilaian

Laporan penilaian adalah laporan yang disusun dari hasil studi pra-proyek yang berupa kemungkinan yang akan terjadi jika proyek tersebut berjalan.

c. Pembuatan Keputusan

Proses pembuatan keputusan berdasarkan pada laporan penilaian serta hasil prediksi pengaruh proyek terhadap lingkungan kelak. Namun kenyataan dalam pengambilan keputusan ini sangat dipengaruhi oleh nuansa politik.

d. Persetujuan Proyek

(25)

e. Pemantauan Proyek

Pemantauan proyek dilakukan dalam kurun waktu 2-3 tahun, untuk memantau sudahkah proyek tersebut berjalan sesuai dengan yang direkomendasikan dan disetujui proyek.

 Pihak - pihak yang terlibat dalam proses AMDAL adalah:

a. Komisi Penilai AMDAL, komisi yang bertugas menilai dokumen AMDAL.

b. Pemrakarsa, orang atau badan hukum yang bertanggung jawab atas suatu rencana usaha dan/atau kegiatan yang akan dilaksanakan, dan

c. Masyarakat yang berkepentingan, masyarakat yang terpengaruh atas segala bentuk keputusan dalam proses AMDAL.

 Pendekatan Studi Amdal

Ada 4 macam pendekatan, yaitu:

1. Pendekatan AMDAL kegiatan tunggal

Diperuntukkan bagi satu jenis usaha di bawah satu instansi yang membidangi usaha tersebut. Contohnya pembangunan jalan tol, PLTU, lapangan golf, masjid agung, rumah sakit, sekolah, dll.

2. Pendekatan AMDAL kegiatan terpadu atau multisektor

Diperuntukkan bagi jenis usaha yang memilki sistem terpadu dan melibatkan lebih dari satu instansi yang membidangi usaha tersebut. Contohnya pembangunan hutan tanaman industri, industri pulp, permukiman terpadu, dll.

3. Pendekatan AMDAL kegiatan dalam kawasan

Diperuntukkan bagi jenis usaha yang berkokasi di dalam suatu kawasan zona pengembangan wilayah pada satu hamparan ekosistem. Contohnya pembangunan kawasan industri, kawasan pariwisata, dll.

4. Pendekatan AMDAL kegiatan regional

Diperuntukkan bagi jenis usaha yang saling terkait dan merupakan kewenangan lebih dari satu instansi, wilayah administratif, dan hamparan ekosistem. Contohnya pembukaan dan pengelolaan gambut sejuta hektar, reklamasi pantai utara Jawa melibatkan provinsi Jakarta dan Banten.

 Langkah-langkah Prosedur Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)

1. Proses penapisan (screening) wajib AMDAL

(26)

untuk pemrakarsa untuk dapatmengetahui sedini mungkin apakah proyeknya akan terkena AMDAL. Hal ini berkenaan dengan rencana anggaran dan waktu. Di Indonesia penapisan dilakukan dengan daftar positif seperti ditentukan dalam keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Kepmen-11/MENLH/4/1994.

2. Pelingkupan

Pelingkupan (scoping) ialah penentuan ruang lingkup studi ANDAL, yaitu bagian AMDAL yang terdiri atas identifikasi, prakiraan dan evaluasi dampak. Pelingkupan ANDAL nampaknya adalah suatu hal yang lumrah yang tidak perlu dibicarakan. Untuk dapat melakukan pelingkupan haruslah dilakukan identifikasi dampak. Pada tahap pertama diusahakan untuk mengidentifikasi dampak selengkapnya. Dari semua dampak yang teridentifikasi ini kemudian ditentukan dampak mana yang penting. Dampak penting inilah yang dimasukkan ke dalam ruang lingkup studi ANDAL, sedangkan dampak yang tidak penting dikeluarkan.

3. Kerangka Acuan

Kerangka acuan ialah uraian tugas yang harus dilakukan dalam studi ANDAL. Kerangka acuan dijabarkan dari pelingkupan sehingga KA memuat tugas-tugas yang releven dengan dampak penting. Dengan KA yang demikian itu studi ANDAL menjadi terfokus pada dampak penting. Karena KA didasarkan pada pelingkupan dan pelingkupan mengharuskan adanya identifikasi dampak penting maka pemrakarsa haruslah mempunyai kemampuan untuk melakukan identifikasi dampak penting itu, baik sendiri ataupun dengan bantuan konsultan

4. ANDAL

Di dalam studi ANDAL hanya diprakirakan dan dievaluasi dampak penting yang teridentifikasi dalam pelingkupan dan tertera dalam KA sehingga penelitian ANDAL terfokus pada dampak penting saja. Dampak yang tidak penting diabaikan. Dengan penelitian yang terfokus perhitungan untuk memprakirakan besarnya dan pentingnya dampak juga menjadi terbatas. Besarnya dampak haruslah diprakirakan dengan menggunakan metode yang sesuai dalam bidang yang bersangkutan. Metode itu mungkin telah ada, tetapi mungkin juga harus dikembangkan atau dimodifikasi dari metode yang ada. Dalam hal ini diperlukan pakar yang menguasai bidang yang diliput dalam AMDAL tertentu.

5. Rencana Pengelolaan Lingkungan dan Rencana Pemantauan Lingkungan

(27)

dalam pelaksanaan proyek. Informasi yang didapatkan dari pemantauan juga berguna sebagai peringatan dini, baik dalam arti positif maupun negatif, tentang perubahan lingkungan yang mendekati atau melampaui nilai ambang batas serta tindakan apa yang perlu diambil. Juga untuk mengetahui apakah prakiraan yang dibuat dalam ANDAL, sesuai dengan dampak yang terjadi. Karena itu pemantauan sering juga disebut post-audit dan berguna sebagai masukan untuk memperbaiki ANDAL di kemudian hari dan untuk perbaikan kebijaksanaan lingkungan.

6. Pelaporan

Pada akhirnya setelah semua pekerjaan itu selesai ditulislah hasil penelitian dalam laporan. Pada umumnya laporan terdiri atas tiga bagian, yaitu ringkasan eksekutif, laporan utama, dan lampiran. Pembagian dalam tiga bagian mempunyai maksud untuk dapat mencapai dua sasaran kelompok pembaca. Sasaran pertama adalah para pengambil keputusan pada pihak pemrakarsa (direktur dan direktur utama) maupun pemerintah (direktur, direktur jenderal, dan menteri) yang berkepentingan dengan proyek tersebut.

Dokumen AMDAL terdiri dari :

 Dokumen Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan Hidup (KA-ANDAL

 Dokumen Analisis Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL)

 Dokumen Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL)

 Dokumen Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL)

Tiga dokumen (ANDAL, RKL dan RPL) diajukan bersama-sama untuk dinilai oleh Komisi Penilai AMDAL. Hasil penilaian inilah yang menentukan apakah rencana usaha dan/atau kegiatan tersebut layak secara lingkungan atau tidak dan apakah perlu direkomendasikan untuk diberi ijin atau tidak.

 MANFAAT AMDAL

Manfaat AMDAL secara umum adalah menjamin suatu usaha atau kegiatan pembangunan agar layak secara lingkungan. Layak secara lingkungan berarti kegiatan tersebut sesuai dengan peruntukkannya sehingga dampak yang ditimbulkan dapat ditekan. a. Manfaat AMDAL khususnya bagi pemerintah

1) Mencegah pencemaran dan kerusakan lingkungan. 2) Menghindari konflik dengan masyarakat.

(28)

b. Manfaat AMDAL bagi pemrakarsa, 1) Menjamin keberlangsungan usaha.

2) Menjadi referensi dalam peminjaman kredit.

3) Interaksi saling menguntungkan dengan masyarakat sekitar. 4) Sebagai bukti ketaatan hukum.

c. Manfaat AMDAL bagi masyarakat

1) Mengetahui sejak dini dampak dari suatu kegiatan. 2) Melaksanakan kontrol.

3) Terlibat dalam proses pengambilan keputusan.

C. Sertifikat Ekolabel dalam Pengendalian Lingkungan

 Pengertian EKOLABEL

Ekolabel merupakan salah satu sarana penyampaian informasi yang akurat, ‘verifiable’ dan tidak menyesatkan kepada konsumen mengenai aspek lingkungan dari suatu produk (barangatau jasa), komponen atau kemasannya.

Pemberian informasi tersebut pada umumnya bertujuan untuk mendorong permintaan dan penawaran produk ramah lingkungan di pasar yang juga mendorong perbaikan lingkungansecara berkelanjutan. Ekolabel dapat berupa simbol, label atau pernyataan yang diterakan pada produk atau kemasan produk, atau pada informasi produk, buletin teknis, iklan, publikasi, pemasaran, media internet. Selain itu, informasi yang disampaikan dapat pula lebih lengkap dan mengandung informasi kuantitatif untuk aspek lingkungan tertentu yang terkait dengan produk tersebut. Ekolabel dapat dibuat oleh produsen, importir, distributor, pengusaha ‘retail’atau pihak manapun yang mungkin memperoleh manfaat dari hal tersebut.

 Tujuan dan Manfaat Ekolabel

(29)

Bagi konsumen, manfaat dari penerapan ekolabel adalah konsumen dapat memperoleh informasi mengenai dampak lingkungan dari produk yang akandibeli/digunakannya. Karena kepentingan tersebut, konsumenjuga memiliki kesempatan untuk berperan serta dalam penerapan ekolabel dengan memberikan masukan dalam pemilihan kategori produk dan kriteria ekolabel. Penyediaan ekolabel bagi konsumen juga akan meningkatkan kepedulian dan kesadaran konsumen bahwa pengambilan keputusan dalam pemilihan produk tidak perlu hanya ditentukan oleh harga dan mutu saja, namun juga oleh faktor pertimbangan lingkungan.

Ukuran keberhasilan ekolabeldapat dilihat dari adanya perbaikan kualitas lingkungan yang dapat dikaitkan langsung dengan produksi maupun produk yang telah mendapat ekolabel. Selain itu, tingkat peran serta dari kalangan pelaku usaha dalam menerapkan ekolabel juga menjadi indikator penting keberhasilan ekolabel

 Prinsip –Prinsip Ekolabel

Produk yang diberi ekolabel selayaknya adalah produk yang dalam daur hidupnya mulai dari pengadaan bahan baku, proses produksi, pendistribusian, penggunaan, dan pembuangan setelah penggunaan,memberi dampak lingkungan relatif lebih kecil dibandingkan produk lain yangsejenis. Ekolabel akan memberikan informasi kepada konsumen mengenai dampak lingkungan yang ada dalam suatu produk tertentu yang membedakannya dengan produklain yang sejenis.

 Lembaga Ekolabel Indonesia ( LEI )

(30)

berkelanjutan. Untuk menjaga betul kredibilitas hasil sertifikasi maka proses sertifikasi LEI dibagi menjadi 5 tahapan, yang memisahkan antara proses pengambilan data dengan proses pengambilan keputusan. Di setiap proses yang krusial selalu melibatkan stakeholder di dalamnya.

Tahap 1: Mengirimkan aplikasi sertifikasi

Pengiriman aplikasi sertifikasi kepada Lembaga Sertifikasi yang sudah diakreditasi oleh LEI.

Tahap 2: Pra-penilaian lapangan.

Penilaian atas dokumen pengusahaan hutan, pelingkupan lapangan, dan rekomendasi dari panel pakar untuk meneruskan atau menghentikan proses sertifikasi. Rekomendasi untuk meneruskan dapat berupa rekomendasi untuk menempuh proses sertifikasi bertahap atau langsung ke tahap penilaian lapangan.

Tahap 3: Penilaian Lapangan dan Masukan Publik.

Lembaga Sertifikasi melakukan penilaian lapangan dan memfasilitasi masukan publik sebagai bahan pertimbangan pengambilan keputusan bagi panel pakar.

Tahap 4: Evaluasi Kinerja dan Pengambilan Keputusan Sertifikasi

Panel Pakar mengevaluasi kinerja unit pengelola hutan berdasarkan dokumen yang dikumpulkan, laporan penilaian lapangan, dan masukan dari publik. Panel Pakar merumuskan rekomendasi atas evaluasi kinerja unit pengelola hutan.

Tahap 5: Keputusan Sertifikasi

Lembaga Sertifikasi menetapkan keputusan sertifikasi untuk diumumkan kepada publik. Lembaga Sertifikasi juga menetapkan periode penilikan atas unit pengelola hutan yang bersangkutan.

Jika ada keberatan ataupun claim atas keputusan sertifikasi, keberatan dapat diajukan kepada Lembaga Sertifikasi. Penilaian unit manajemen dalam sistem sertifikasi LEI -berupa kegiatan audit., pemeriksaan lapangan, konsultasi publik, dan seluruh proses sertifikasi-dilakukan oleh Lembaga Sertifikasi yang telah mendapatkan akreditasi dari LEI. Artinya Lembaga Sertifikasi tersebut telah memiliki kompetensi yang tepat untuk melakukan sertifikasi pengelolaan hutan lestari menggunakan sistem sertifikasi LEI. Lembaga Sertifikasi LEI yang telah mendapatkan akreditasi dari LEI adalah:

1. PT. TUV Rheinland Indonesia Menara Karya, 10th floor

(31)

Telp. 021-57944579

Contact Person: Muhammad Bashcarul Asana E-mail : muhammad.asana@idn.tuv.com Website: www.tuv.com/id

2. PT. Superintending Company of Indonesia (SUCOFINDO) Contact Person : Haris Wicaksono

Graha Sucofindo 4 th Floor

Jl. Raya Pasar Minggu Kav. 34 Jakarta 12780 Tel. 021-7983666, Fax 021-7983888

E-mail : scisics@indosat.net.id; harisw@sucofindo.co.id Website : www.sucofindo.co.id

3. PT. Mutuagung Lestari

Contat Person : Taufik Margani

Jl. Raya Bogor No. 19 Km 35,5, Cimanggis Jakarta 16953 Indonesia Tel. (021) 8740202, Fax. (021) 87740745-46

E-mail : sylvace@mutucertification.com Website : www.mutucertification.com 4. PT. SGS Indonesia

Cilandak Commercial Estate # 108C Jl. Raya Cilandak KKO, Jakarta 12560 Tel. (021) 7818111

Website: www.sgs.com

Lingkup peran Lembaga Sertifikasi LEI adalah :

a. Menerima aplikasi sertifikasi dari unit manajemen.

b. Memfasilitasi proses sertifikasi di lapangan sampai pengambilan keputusan sertifikasi, mulai dari aplikasi, penilaian di lapangan serta penilikan (surveillance). c. Memfasilitasi penanganan keberatan atas keputusan sertifikasi.

d. Menyediakan informasi yang relevan dan aksesnya bagi publik berkaitan dengan sertifikasi yang dilakukan oleh Lembaga Sertifikasi.

e. Mempromosikan sistem sertifikasi LEI.

(32)

 Lembaga Verifikasi Ekolabel (Swadeklarasi)

Bertepatan dengan pembukaan Pekan Linkungan Indonesia (PLI) 2010 pada tanggal 3 juni 2010, Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) meluncurkan logo Ekolabel Swadeklarasi Indonesia. Dalam sambutannya Menteri Negara Lingkungan Hidup menyatakan bahwa: "perluncuran logo Ekolabel Swadeklarasi Indonesia sejalan dengan berkembangnya tuntutan “green consumerism” yang mendorong peningkatan iklim usaha yang ramah lingkungan, kondusif serta mengutamakan prinsip produksi bersih atau eko-efisiensi. Hal ini sejalan dengan amanat Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup."

Selain mengembangkan pelabelan lingkungan multi kriteria (ekolabel tipe I), saat ini KLH sedang mengembangkan pelabelan lingkungan untuk klaim lingkungan swadeklarasi (ekolabel tipe II) dengan menggunakan logo yang ditetapkan oleh KLH. Label atau logo ekolabel swadeklarasi yang ditetapkan oleh KLH merupakan alternatif klaim lingkungan swadeklarasi yang akan digunakan pada produknya.

Logo Ekolabel Swadeklarasi Indonesia telah dipatenkan di Dirjen HAKI dan menjadi hak milik KLH, sehingga jika ingin menggunakan logo tersebut harus mendapatkan izin dari KLH. Proses pengajuan izin penggunaan logo tesebut dilakukan oleh pemohon (produsen, importir, distributor, pengecer (retail) perwakilannya, pemilik merek dagang atau pihak lain yang memenuhi legalitas usaha sesuai ketentuan hukum dan peraturan yang berlaku di Indonesia) setelah dilakukan verifikasi terhadap klaim yang diajukan oleh pihak ketiga yang independen.

(33)

tersebut dalam rangka memberikan acuan agar tidak terjadi kesimpang siuran dalam pelaksanaannya, KLH menyusun Pedoman Klaim Lingkungan Swadeklarasi dengan tujuan untuk menyediakan pedoman sebagai acuan dalam melakukan klaim aspek lingkungan swadeklarasi. (THAU).

 Tipe – Tipe Ekolabel

Dalam prakteknya, secara garis besar ekolabel terdiri dari tigatipe berikut: Ekolabel tipe 1 : voluntary, multiple criteria based practitioner programs

Jenis ekolabel yang banyak digunakan di dunia sampai saat ini adalah ekolabel tipe 1 yang dilaksanakan oleh pihak ketiga yang independen. Kriteria pemberian ekolabel pada umumnya bersifat multi-kriteria, berdasarkan pertimbangan pada dampak lingkungan yang terjadi sepanjang daur hidup produk. Setelah melalui proses evaluasi oleh badan pelaksana ekolabel tipe 1, maka pemohon diberi lisensi untuk mencantumkan logo ekolabel tertentu pada produk atau kemasan produknya. Keikutsertaan para pelaku usaha dalam penerapan ekolabel tipe 1 bersifatsukarela. Secara umum, ekolabel tipe 1 terdiri dari beberapa tahap sebagai berikut:

o Pemilihan kategori produk dan jasa

o Pengembangan dan penetapan kriteria ekolabel

o Penyiapan mekanisme dan sarana sertifikasi, termasuk pengujian, verifikasi dan evaluasi serta pemberian lisensipenggunaan logo ekolabel

Ekolabel tipe 2 : self declaration environmental claims

Ekolabel tipe 2 merupakan pernyataan atau klaim lingkungan yang dibuat sendiri oleh produsen/pelaku usaha yang bersangkutan. Ekolabel tipe 2 dapat berupa simbol, label atau pernyataan yang dicantumkan pada produk atau kemasan produk, atau pada informasi produk, buletin teknis, iklan, publikasi, pemasaran, media internet, dll. Contoh pernyataan atau klaim tersebut adalah ‘recyclable’, ‘recycled material’, ‘biodegradable’, ‘CFC-free’, dll. Keabsahan ekolabel tipe 2 sangat dipengaruhi oleh:

o Metodologi evaluasi yang jelas, transparan, ilmiah, danterdokumentasi

o Verifikasi yang memadai

Ekolabel tipe 3 : quantified product information label

(34)

informasi tersebut, konsumen diharapkan dapat membandingkan kinerja lingkungan oleh berbagai produk berdasarkan informasi pada label dan selanjutnya memilih produk berdasarkan item kriteria yang dirasakan penting oleh masing-masing konsumen.

 Komite Akreditasi Nasional (KAN)

KAN menawarkan pelayanan akreditasi untuk lembaga sertifikasi ekolabel didasarkan pada Pedoman KAN 801-2004: Persyaratan Umum untuk Lembaga sertifikasi ekolabel (selanjutnya disebut LS Ekolabel (LSE)). Skema sertifikasi ekolabel adalah alat yang efektif untuk menjaga keamanan fungsi lingkungan hidup, kepentingan sosial dan meningkatkan efisiensi serta daya saing. Oleh karena itu, sinergi dalam pengelolaan dampak yang telah sesuai dengan siklus produk dapat dicapai. Di samping itu sertifikasi ini juga diharapkan untuk mendorong permintaan atas produk-produk ramah lingkungan.

Sertifikasi ekolabel dikembangkan dengan mengacu ISO 14024, ketentuan hukum yang berlaku UU No 2 tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup, UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan konsumen, baku mutu lingkungan, konvensi intemasional dan standar terkait serta dokumen terkait lainnya. Logo dan skema ekolabel telah diluncurkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan KAN bersamaan dengan hari lingkungan internasional tanggal 5 Juni 2004 di Jakarta.

 Potensi Ekolabel dan Hambatan dalam dunia perdagangan

(35)

Sebagai salah satu upaya untuk menghindari penggunaan ekolabel sebagai hambatan dalam perdagangan secara tidak bertanggung jawab, ISO mengembangkan satu seri standar internasional untuk ekolabel, yang menjadi bagian dari standar ISO seri 14000 untuk Manajemen Lingkungan. Pada saat ini, standar ISO untuk ekolabel meliputi:

o ISO 14020: Prinsip Umum Ekolabel

o ISO 14021: Ekolabel Tipe 2

o ISO 14024: Ekolabel Tipe 1

Referensi

Dokumen terkait

Dalam Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan rancangan studi kasus, jenis penelitian kualitatif yang digunakan adalah metode pengembangan sistem yang

Kalau bola dipindah / diputar, maka gaya berat G dan gaya tekanan N akan tetap pada satu garis lurus seperti semula ( tidak terjadi koppel ), sehingga bola berpindah / berputar

Adapun dalam sektor UMKM berpotensi mendapatkan dampak terberat dari kebijakan kenaikan harga BBM .Beban biaya akan meningkat, sementara daya beli

Nilai signifikansi masing-masing variabel menunjukkan angka di atas 5% sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel independen yaitu Corporate Social Responsibility

Alat elektronika daya dapat mengkonversi tegangan searah (DC/direct current) menjadi tegangan bolak balik (AC/alternating current). Sebuah inverter

Richins dan Dawson (1992, h. 308) mendefinisikan materialisme sebagai “satu set keyakinan utama yang dianut tentang arti penting barang milik dalam kehidupan seseorang”. Bagi

Off farm sudah berkembang Pengembangan inovasi teknologi 2 Teknologi budidaya belum maju Kelembagaan pelayanan terkait pertanian sudah mulai dibentuk Pemasaran produk sdh

Jadi, yang dimaksud dengan judul di atas adalah : daya yang timbul dari bidang pekerjaan yang dilandasi keahlian tertentu, yang dilakukan oleh orang yang