• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH KELUARGA BROKENHOME

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH KELUARGA BROKENHOME"

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH KELUARGA BROKENHOME

TERHADAP PRESTASI BELAJAR

DAN AKHLAK SISWA

(Studi Kasus di SMK Negeri 1 Kadipaten)

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Agama Islam pada Program Studi Pendidikan Islam

Konsentrasi Psikologi pendidikan Islam

Disusun Oleh :

MOCH. ROCHENDI

NIM : 505720090

PROGRAM PASCA SARJANA

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI ( IAIN ) SYEKH NURJATI CIREBON 2010

ABSTRAK

Moch. Rochendi (505720090) : Pengaruh Keluarga Brokenhome terhadap Prestasi Belajar dan Akhlak Siswa (Studi Kasus di SMK Negeri 1 Kadipaten)

Persoalan rumah tangga amatlah penting artinya bagi kehidupan anak, baik balita, kanak-kanak, maupun remaja. Karena mereka membutuhkan perlindungan, perhatian dan kasih sayang dari orang sekitarnya terutama orangtua. Jadi bila hubungan orang tua retak, tidak romantis lagi maka akan berakibat buruk bagi anak. Prestasi belajar anak dan perilaku anak sangat di pengaruhi oleh lingkungan keluarganya. SMKN I Kadipaten Majalengka adalah sekolah bisnis manjemen yang letaknya di desa Kamun Kecamatan Kadipaten yang peserta didiknya rata-rata dari pedesaan dan pinggiran kabupaten

Majalengka, kebanyakan mereka berasal dari keluarga tidak mampu. Setiap tahun prestasi selalu di raih dengan menakjubkan oleh anak-anak akuntansi namun belakangan ini prestasi mereka menurun dan murid-muridnya selalu melakukan keonaran, trouble maker, attantion getting behavior dan malas, melihat dari kenyataan di atas penulis ingin meneliti bagaimana keberadaan keluarga mereka sehingga prestasi mereka bisa menurun, dan akhlaknya buruk.

Tujuan penelitian ini adalah mengkaji tentang keluarga brokenhome (X),

prestasi belajar siswa (Y1), akhlak siswa (Y2). Secara praktis tujuan penelitian ini adalah untuk mengungkap data empirik mengenai hal-hal yang meliputi :

Menemukan pola hubungan antara siswa brokenhome dengan prestasi belajar? Menemukan pola hubungan antara siswa brokenhome dengan akhlak siswa? Menemukan hubungan kwalitas siswa brokenhome terhadap prestasi belajar siswa dan akhlak siswa ?

Dalam setiap kasus keluarga brokenhome, anak selalu menjadi atau

dijadikan korban. Dalam beberapa kasus, orang tua malah menyalahkan anak yang tidak bijak memilih pergaulan justru saling menyalahkan yang menambah beban pikiran anak. Jika di biarkan, hal tersebut akan menghilangkan kepercayaan anak terhadap orang tua. Akhirnya, keberadaan orang tua tidak lagi dianggap penting oleh anak.

(2)

Peneliti ingin mendapatkan gambaran yang aktual dari permasalahan

keluarga yang brokenhome kaitannya dengan prestasi belajar dan prilaku akhlak siswa kelas XI, untuk itu peneliti menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kuantitatif, dengan mengambil sampel 100 siswa.

Berdasarkan hasil analisis pengujian hipotesis dan pembahasan hasil penelitian, maka dikemukakan kesimpulan sebagai berikut : 1) Keluarga

brokenhome tidak berpengaruh seratus persen terhadap prestasi belajar siswa.

Artinya bila siswa mengalami brokenhome maka prestasi belajar siswa tidak semua menurun. 2) Keluarga brokenhome tidak terlalu berpengaruh terhadap akhlak siswa. Artinya bila siswa mengalami brokenhome maka akhlak siswa tidak semua jelek. 3) Prestasi belajar siswa dan akhlak siswa sebahagian dari mereka tidak terpengaruh oleh keluarga yang berantakan . Artinya bila brokenhome, sebaghagian dari mereka bisa tetap berprestasi serta akhlak mereka masih tetap baik.

ABSTRACT

Moch. Rochendi (505720090) : The Influence Of Brokenhome Family To Achievement and Student’s Moral (Study Of Case At SMKN 1 Kadipaten)

The matter of family is realy important for a childrent life. Neither

childhood nor young adolescence because they extremely need a protection, attention, affection from the people surroundings especially their parents. So when the relationship of family was broken, no romantic anymore, it will be bad

consequence for the children. The family community is absolutely influence to the children moral and achievement. SMKN I Kadipaten Majalengka is a vocational school based on business management located at Kamun in Kadipaten which it’s students the average of village and outskirt of majalengka regency. Most of them come from a poor family, almost every year the accounting program student got an amazing achievement, however nowadays their achievement down and have a trouble always, attention getting behavior and indolent. Based on the reality above, the writer wishes to research, how their family is? Till their achievement could be down and have a bad moral.

In theoretical manner the aim of the research is to examine about the

Brokenhome family (X),the student’s achievement (Y1), the student’s moral (Y2) . In a practical research goal is to inspect the empiric data about something include: To find out the connection patterns between the Brokenhome student from achievement? To find out the patterns of connection between the

Brokenhome student from student’s moral? to find out the connection of the Brokenhome quality of student achievement and student’s moral?

In every case of the Brokenhome family, a child is always to be a sacrifice or being sacrificed. It because if their knits for having a comfort family has been broken. It was sacrificed because of their parent is always involve their child in their conflict. Most of parent take their child each other when the conflict come by the reason love. Ironically, most of the Brokenhome child run out from their own family and close with NARKOBA or other negative thing, if it let been happen, this problem will have unbelievable of child to their parent. Finally the existence of parent isn’t considered anymore by the child.

(3)

which connected by achievement and morals of student grade XI. So that why the writer used the descriptive method by quantitative approach with 100 students as a sample.

Based on the analyze of research hypothesis examine and explanation of research result, so it got the conclusion as follow: 1) the Brokenhome family doesn’t influence a hundred present to student’s achievement, it means that if the student has a Brokenhome experience so no all of their achievement will be down. 2) the Brokenhome family no extremely influence to student’s moral, it means that if the student has a Brokenhome experience so no all their moral will be bad. 3) Student’s achievement and their moral some of them do not influence by the Brokenhome family . It means if they are Brokenhome some of them are able to get a good achievement and still have a good moral.

KATA PENGANTAR

Segala Puji bagi Allah yang maha kasih lagi maha sayang, yang atas izinNyalah akhirnya Penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini yang

berjudul “ Pengaruh Keluarga Brokenhome Terhadap Prestasi Belajar dan Akhlak Siswa di SMKN I Kadipaten Majalengka “. Karena penulis yakin ini semua atas bantuan dari Allah SWT yang telah memberikan kesehatan, semangat untuk tetap mengetik dan membaca dan kekuatan duduk didepan komputetr sampai larut malam. Dan tentu saja selesainya tesis ini tidak luput dari bantuan dan dukungan semua pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada : 1. Prof. Dr. H..Moch. Matsna HS, MA, Rektor IAIN Syekh Nurjati Cirebon 2. Prof. Dr. H. Adang Djumhur Salikin, M.Ag, Direktur Program Pascasrjana STAIN Cirebon yang selalu memberikan support pada penulis.

3. Prof. Dr. H. Salim Badjri, Pembimbing ke I, yang telah memberikan bimbingannya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan tesis ini. 4. Prof. Dr. H. Abdus Salam DZ. MM, Pembimbing ke II, yang dengan sabar dan telaten mengarahkan penulis dalam menyelesaikan penyusunan tesis ini

5. Sivitas Akademika Pascasarjana IAIN Syekh Nurjati Cirebon, yang secara bersama-sama saling melengkapi dan memberikan dorongan dan

bantuanya.

6. H. Dede Suparman S.Pd. M.Pd, Kepala Sekolah SMKN I Kadipaten, Majalengka, yang telah mengizinkan kepada penulis dalam melakukan penelitian di sekolah yang di pimpinnya.

7. Sivitas Akademika SMKN I Kadipaten, Majalengka, terutama Abdul Madjid, S.Pd, M.Pd dan Asep Sonhaji yang banyak membantu dalam proses penelitian dan pengetikan.

8. Istriku yang selalu terganggu dan kedua anakku yang soleh-soleh dan ganteng Aliy Zulfanny dan Aliy Firuzy yang selalu mendukung dan tak pernah berhenti berdoa untuk ku dan amat sabar menunggu giliran karena komputer dan laptopnya selalu ku pakai

Tentu saja penulis sangat menyadari masih banyak kekurangan dari sanasini dalam penulisan tesis ini, apakah itu dari bobot isi tesis ini, susunan kalimat yang tak menentu, penelitian yang tak akurat atau bahkan dari penegetikan yang selalu saja salah, untuk itu penulis berharap saran dan kritik nya dari para

(4)

pembaca.

Akhirnya penulis hanya berserah diri kepada Allah SWT semata, Yang telah mengkaruniakan segala sesuatu yang terbaik dan nikmat yang tak terhingga, semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca dan mencerahkan pemikiran dalam mengarungi kehidupan kedepan.

Majalengka, Desember 2009 Wassalam, Penulis, i DAFTAR ISI Halaman LEMBAR PERSETUJUAN ……… PERNYATAAN KEASLIAN ... NOTA DINAS ... ABSTRAK ... KATA PENGANTAR ... DAFTAR ISI ... i BAB I. PENDAHULUAN……… 1 A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah dan Rumusan Masalah ... 8

C. Maksud dan Tujuan Penelitian ... 9

D. Kegunaan Penelitian ... 9

BAB II. KELUARGA BROKENHOME, PRESTASI BELAJAR, DAN PERILAKU AKHLAK ………. 12

A. Keluarga Brokenhome ... 12

1. Pengertian Keluarga... 12

2. Kedudukan dan Fungsi Keluarga ... 17

3. Peranan Keluarga dalam Pembentukan Kepribadian Anak ... 18

a. Kenakalan Remaja dan faktor-faktor yang mempengaruhinya ... . 25

b. Pengaruh Keluarga terhadap Kenakalan Remaja... 42

. 1. Keluarga yang Brokenhome ... 42

2. Pendidikan yang Salah ... 47

. 3. Manfaat Organisasi Keluarga Harmonis bagi Anak ... 54

4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keluarga Menjadi Retak... 58

5. Bahaya Anak yang Brokenhome... 61

6. Bahaya Narkoba bagi Anak yang Brokenhome ... 64

ii B. Prestasi Belajar ... 66

1. Pengertian Prestasi ... 66

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Prestasi... 67

3. Pengertian Belajar ... 69

4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Belajar ... 76

C. Akhlak ... 86

(5)

2. Macam-Macam Akhlak ... 89

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Akhlak ... 92

4. Pentingnya Akhlak bagi Manusia ... 95

5. Pendidikan Akhlak... 96

D. Penelitian yang Relevan ... 98

E. Kerangka Pemikiran ... 99

F. Paradigma Penelitian ... 101

G. Hipotesis... 102

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 103

A. Objek Penelitian ... 103

1. Lokasi ... 103

2. Visi Misi dan Tujuan Sekolah ... 104

3. Tenaga Kependidikan ... 107

4. Data Siswa dan Rombongan Belajar ... 107

B. Pendekatan dan Metode Penelitian ... 110

C. Operasional Variable ... 112

D. Populasi dan Sampel Penelitian ... 119

1. Populasi ... 119

2. Sampel Penelitian ... 119

E. Prosedur Pengumpulan Data ... 120

1. Teknik Pengumpulamn Data... 120

2. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen... 122

a. Uji Validitas ( test of validity ) ... 123

b. Uji Reliabilitas ( test of reliability ) ... 124

iii c. Analisis instrument Penelitian... 125

d. Hasil Pengujian Instrumen Penelitian... 125

1. Hasil Pengujian Validitas... 125

2. Hasil Penghitungan Reliabilitas Masing-Masing Variabbel ... 127

F. Analisis Data... 128

BAB IV. HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN ... 133

A. Pengaruh antara Brokenhome dengan prestasi belajar siswa ... 133

B. Pengaruh Brokenhome terhadap akhlak siswa ... 135

C. Pengaruh Keluarga Brokenhome dengan Prestasi belajar siswa dan akhlak siswa ... 138

D. Pembahasan hasil penelitian ... 139

BAB V. PENUTUP ... 144 A. Kesimpulan ... 144 B. Rekomendasi ... 145 DAFTAR PUSTAKA ... 147 CURRICULUM VITAE ... 150 LAMPIRAN – LAMPIRAN 1 BAB I PENDAHULUAN

(6)

A. Latar Belakang

Masa remaja adalah masa yang seseorang sedang mengalami saat kritis

sebab ia akan menginjak ke masa dewasa. Remaja berada dalam masa peralihan. Dalam masa peralihan itu pula remaja sedang mencari identitasnya. Dalam proses perkembangan yang serba sulit dan masa-masa membingungkan dirinya, remaja membutuhkan pengertian dan bantuan dari orang yang dicintai dan dekat

dengannya terutama orang tua atau keluarganya.

Fungsi keluarga adalah memberi pengayoman sehingga menjamin rasa aman, maka dalam masa kritisnya remaja sungguh-sungguh membutuhkan realisasi fungsi tersebut. Sebab dalam masa yang kritis seseorang kehilangan pegangan yang memadai dalam pedoman hidupnya. Masa kritis diwarnai oleh konflik-konflik internal, pemikiran kritis, perasaan mudah tersinggung, cita-cita dan kemauan yang tinggi tetapi sukar ia kerjakan sehingga ia frustasi dan sebagainya. masalah keluarga yang brokenhome bukan menjadi masalah baru tetapi merupakan masalah yang utama dari akar-akar kehidupan seorang anak. Keluarga merupakan dunia keakraban yang diikat oleh tali batin, sehingga

menjadi bagian yang vital dari kehidupannya. Penyebab timbulnya keluarga yang

brokenhome antara lain: (1) Perceraian ( yang memisahkan antara seorang istri

dan seorang suami, yang tidak tinggal lagi dalam satu rumah ) menunjukkan suatu kenyataan dari kehidupan suami istri yang tidak lagi dijiwai oleh rasa kasih 2

sayang dasar-dasar perkawinan yang telah terbina bersama telah goyah dan tidak mampu menopang keutuhan kehidupan keluarga yang harmonis. Dengan

demikian hubungan suami istri tersebut makin lama makin renggang, masingmasing atau sekali waktu membuat jarak sedemikian rupa sehingga

komunikasi terputus sama sekali. Hubungan itu menunjukan situasi keterasingan dan keterpisahan yang makin melebar dan menjauh ke dalam dunianya sendiri. Jadi ada pergeseran arti dan fungsi sehingga masing-masing merasa serba asing tanpa ada rasa kebertautan yang intim lagi.(2) bercerai (tetapi masih tinggal dalam satu rumah, mereka sudah tidak melakukan hubungan lagi satu sama lainnya) (3) perselingkuhan ( baik istrinya yang melakukan atau suaminya) (4)

maternal deprivation (ini bisa terjadi misalnya, kedua orang tua- ayah dan ibu

bekerja dan pulang pada sore hari dalam keadaan lelah mereka tak sempat bercanda dengan anak –anak mereka). Akibat situasi di atas melahirkan budaya bisu, yang ditandai oleh tidak adanya komunikasi dan dialog antar anggota keluarga. Problem yang muncul dalam kebudayaan bisu tersebut justru terjadi dalam komunitas yang saling mengenal dan diikat oleh tali batin. Problem tersebut tidak akan bertambah berat jika kebudayaan bisu terjadi diantara orang yang tidak saling mengenal. Jadi dalam situasi perjumpaan yang sifatnya sementara saja.

Keluarga yang tanpa dialog dan komunikasi akan menumpukkan rasa

frustasi dan rasa jengkel dalam jiwa anak-anak sehingga tidak sedikit anak-anak meninggalkan rumahnya tanpa pamit karena mereka merasa tidak nyaman tidak betah tinggal di rumah nya sendiri. Bila orang tua tidak memberikan kesempatan 3

(7)

atau sekedar bicara pada hal-hal yang perlu atau penting saja; anak-anak tidak mungkin mau mempercayakan masalah-masalahnya dan membuka diri. Mereka lebih baik berdiam diri saja.

Situasi kebudayaan bisu tersebut akan mampu mematikan kehidupan itu

sendiri dan pada sisi yang sama dialog mempunyai peranan yang sangat penting. Kenakalan remaja dapat berakar pada kurangnya dialog pada masa kanak-kanak dan masa berikutnya di dalam keluarga, karena orangtua terlalu menyibukkan diri sedangkan kebutuhan yang lebih mendasar yaitu cinta kasih dan perhatian

diabaikan. Akibatnya anak menjadi terlantar dalam kesendirian dan kebisuannya. Ternyata perhatian orangtua dengan memberikan kesenangan materiil belum mampu menyentuh kemanusiaan anak. Dialog tidak dapat digantikan

kedudukannya dengan benda mahal dan bagus sekali pun. Menggantikannya berarti melemparkan anak ke dalam sekumpulan benda mati.

Perang dingin adalah lebih berat dari pada kebudayaan bisu. Sebab dalam

perang dingin selain kurang terciptanya dialog juga disisipi oleh rasa perselisihan dan kebencian dari masing-masing pihak. Awal perang dingin dapat disebabkan karena suami mau memenangkan pendapat dan pendiriannya sendiri, sedangkan istri hanya mempertahankan keinginan dan kehendaknya sendiri.

Harmonis adalah perpaduan dari berbagai warna karakter yang

membentuk kekuatan eksistensi sebuah benda. Perpaduan inilah yang membuat warna apa pun bisa cocok menjadi rangkaian yang indah dan serasi. Warna hitam, misalnya, kalau berdiri sendiri akan menimbulkan kesan suram dan dingin. Jarang 4

orang menyukai warna hitam secara berdiri sendiri. Tapi jika berpadu dengan warna putih, akan memberikan corak tersendiri yang bisa menghilangkan kesan suram dan dingin. Perpaduan hitam-putih jika ditata secara apik, akan

menimbulkan kesan dinamis, gairah, dan hangat. Seperti itulah seharusnya rumah tangga dikelola. Rumah tangga merupakan perpaduan antara berbagai warna karakter. Ada karakter pria, wanita, anak-anak, bahkan mertua. Dan tak ada satu pun manusia di dunia ini yang bisa menjamin bahwa semua karakter itu serba sempurna. Pasti ada kelebihan dan kekurangan.

Kata Harmonis menurut Poerwadarminda dalam kamus Umum bahasa Indonesia (1984:347) adalah Selaras, sejalan, sementara menurut Harimurti Kridalaksana kamus sinonim Bahasa Indonesia (1981:47) harmonis adalah rukun, cocok,.serasi .Jadi keluarga yang harmonis adalah keluarga yang cocok yang rukun yang disitu selalu terjalin cinta kasih antara sang suami dan istri yang digambarkan dalam perilaku saling menghargai saling menutupi kelemahan dan kekurangan masing-masing dan sering terlihat canda dan tawa di dalam rumah dengan semua anak-anaknya.

Islam memandang sebuah keluarga tidak saja sebagai tempat ketentraman, cinta dan kasih sayang (Q.S. Ar Ruum : 21)

        

     

         

(8)

      

    

21. Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan

untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa 5

tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.

Tetapi selain itu juga sebagai suatu perjanjian berat yang akan

dipertanggung jawabkan dihadapan Allah, Tujuan keluarga Muslim ialah

Lilmuttaqinna imaman. Untuk itu setiap keluarga, setiap rumah tangga, adalah "

masjid " yang memberikan pengalaman beragama bagi anggota-anggotanya; sebuah "madrasah" yang mengajarkan norma-norma islam; sebuah " benteng " yang melindungi anggota-anggota keluarganya dari gangguan jin dan manusia; sebuah "rumah sakit" yang memelihara dan merawat kesehatan jasmani dan ruhani anggota-anggotanya; dan akhirnya sebagai " sebuah kompi" dalam

hizbullah yang berjuang menyebarkan rahmat ke seluruh alam.

Sedangkan rumah tangga yang tidak harmonis adalah sebaliknya dari

uraian diatas yang tak lepas dari pertengkaran bahkan boleh jadi terjadi tindak kekerasan. Baik kekerasan yang tingkatnya tinggi seperti memukul ataupun yang tingkatannya rendah seperti mencaci maki. Dan tidak sedikit pertengkaaran orang tua merembet melampiaskan kemarahannya pada anak-anaknya . Mereka akan merekam semua kejadian itu dan anak-anak itu akan mulai merasa tidak betah dan berusaha untuk keluar ( kabur ) dari rumah.

Keretakan rumah tangga atau ketidak harmonisan sebuah keluarga

berakibat buruk pada perkembangan kepribadin anak bahkan berdampak pada prestasi belajar anak menjadi menurun. Pengaruh terhadap perilaku anak sangatlah signipikan. Karena anak belajar dari kehidupannya.. seperti yang dikatakan Dorothy Law Nolte

6

Dalam sajaknya yang berjudul Children Learn What They Live . Yang

dikutip Jalaluddin Rakhmat dalam buku Psikologi Komunikasi. (1996:102-102). If a child lives with criticism, he learns to condemn.

If a child lives with honestly, he learns to fight.

If a child lives with carnal abuse, he learns to aggressive. If a child lives with ridicule, he learns to be shy.

If a child lives with shame, he learns to feel guilty. Jika anak dibesarkan dengan celaan, ia belajar memaki Jika anak dibesarkan dengan permusuhan, ia belajar berkelahi Jika anak dibesarkan dengan kekerasan, ia belajar agresif Jika anak dibesarkan dengan cemoohan, ia belajar rendah diri Jika anak dibesarkan dengan penghianaan, ia belajar menyesali diri

Persoalan rumah tangga amatlah penting artinya bagi kehidupan anak, baik balita, kanak-kanak, maupun remaja. Karena mereka membutuhkan perlindungan, perhatian dan kasih sayang dari orang sekitarnya terutama orangtua. Jadi bila hubungan orang tua retak, tidak romantis lagi maka akan berakibat buruk bagi anak.

(9)

Pendidikan Agama Islam, untuk menanamkan akhlak agar siswa tidak terbawa pada situasi keluarga yang kurang harmonis. Semua siswa diperlakukan dengan sama baik yang memiliki keluarga harmonis maupun tidak harmonis. Peran Badan Penyuluhan / Bimbingan dan Konseling diharapkan mampu memberikan solusi bagi siswa yang benar-benar membutuhkan bimbingan dalam rangka mengantisipasi atau menyelesaikan permasalahan di rumahnya, sehingga akhlak dan prestasi belajarnya tetap konsisten.

Siswa yang mengalami permasalahan di rumah, sering menunjukkan

perilaku yang menyimpang, akhlak siswa yang berubah menjadi perilaku yang tidak menunjukkan sikap sebagai siswa yang terpelajar seperti selalu

7

membangkang perintah-perintah guru, mengganggu teman-temannya mencari perhatian orang, mencuri, dengan sengaja datang terlambat, tidak pernah mengikuti pembelajaran dikelas dengan baik. Memiliki sikap tidak peduli terhadap lingkungannya. Selalu menunjukan perilaku cepat marah dan menganggap semua orang tidak benar sebagai akibatnya prestasi mereka jadi menurun.

Prestasi belajar anak dan perilaku anak sangat di pengaruhi oleh

lingkungan keluarganya,. SMKN I Kadipaten Majalengka adalah sekolah bisnis manjemen yang letaknya di desa Kamun Kecamatan Kadipaten yang peserta didiknya rata-rata dari pedesaan dan pinggiran kabupaten Majalengka,

kebanyakan mereka berasal dari keluarga tidak mampu. Yang tujuannya masuk ke SMKN I Kadipaten adalah seusai kelulusan, mereka ingin mendapatkan pekerjaan, tidak melanjutkan ke perguruan tinggi. Karena memang sekolah ini adalah sekolah kejuruan di bidang bisnis manajemen nama dahulunya adalah

SMEA. yang mnciptakan lulusan-lulusan siap kerja, sudah barang tentu muridmuridnya kebanyakan perempuan, hanya sekitar dua persen anak laki-laki. Pada

setiap tahunnya untuk kelas sebelas di wajibkan mengikuti PRAKERIN ( Praktek Kerja Industri ) di perusahaan-perusahaan atau kantor-kantor selama 3 bulan dan hampir di setiap tahun selalu ada masalah, seperti karyawan yang sudah menikah mengajak kencan anak-anak praktek , karyawan memberi handphone kepada anak praktek sehingga terjadi huru-hara antara istrinya, suaminya dan anak praktek sebagian siswa lainnya hampir setiap tahun prestasi selalu di raih dengan

menakjubkan oleh anak-anak akuntansi namun belakangan ini, tahun ini penulis 8

mendapatkan data dari guru-guru pengajar kelas sebelas bahwa prestasi mereka menurun dan murid-muridnya selalu melakukan keonaran, trouble maker,

attantion getting behavior dan malas, melihat dari kenyataan di atas penulis ingin

meneliti kenapa ini bisa terjadi dan bagaimana keberadaan keluarga mereka sehingga prestasi mereka bisa menurun, dan akhlaknya buruk. Apakah ada pengaruhnya keluarga yang berantakan ( broken home ), tidak harmonis dengan prestasi belajar siswa dan akhlak siswa.?

B. Identifikasi dan Rumusan Masalah 1. Identifikasi Masalah

Berawal dari masalah ketidak harmonisan di dalam rumah tangga, yang pemandangan ini sering sekali terdengar di kalangan masyarakat Kadipaten

(10)

Majalengka dengan tanda-tandanya pertengkaran, perselingkuhan dan perceraian yang akhirnya berakibat buruk pada perkembangan anak-anak mereka seperti, tidak betah tinggal di rumah sendiri, malas, murung, pendiam, tidak mau bergaul, cenderung berperilaku nakal dan prestasi belajarnya menurun.

2. Perumusan Masalah

Untuk memperjelas fokus pembahasan ini, berikut dikemukakan rumusan masalah tersebut yang dijelaskan menjadi beberapa pertanyaan penelitian sesuai fokus pembahasan dengan pertanyaan sebagai berikut :

1. Adakah pengaruh siswa yang brokenhome terhadap prestasi belajar? 2. Adakah pengaruh siswa yang brokenhome terhadap akhlak siswa?

3. Adakah siswa yang brokenhome berpengaruh terhadap prestasi belajar dan akhlak siswa di SMK Negeri 1 Kadipaten?

9

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran tentang pengaruh keluarga Brokenhome terhadap prestasi belajar siswa dan akhlak siswa. Secara teoritis tujuan penelitian ini adalah berusaha mengkaji tentang keluarga brokenhome (X), prestasi belajar siswa (Y1), akhlak siswa (Y2). Secara praktis tujuan penelitian ini adalah untuk mengungkap data empirik mengenai hal-hal yang meliputi :

1. Memperoleh data tentang pengaruh keluarga Brokenhome terhadap prestasi belajar?

2. Memperoleh data tentang pengaruh keluarga brokenhome terhadap akhlak siswa

3. Memperoleh data tentang pengaruh keluarga brokenhome terhadap prestasi belajar dan akhlak siswa di SMK Negeri 1 Kadipaten?

D. Kegunaan Hasil Penelitian

Uraian kajian penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang bersifat teoritis maupun praktis pada hal-hal yang berkaitan dengan masalah pendidikan akhlak dan peningkatan prestasi belajar siswa yang mengalami broken

home.

10

1. Kegunaan Teoritis

Implikasi hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam rangka

meningkatkan kualitas akhlak siswa, serta meminimalisir siswa yang mengalami

Brokenhome dengan tetap memiliki akhlak dan prestasi belajar. 2. Kegunaan Praktis

Implikasi penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran terhadap kemajuan pendidikan khususnya di Kabupaten Majalengka dalam rangka peningkatan prestasi belajar dan akhlak siswa SMK dan memberikan masukkan khususnya untuk para pengelola sekolah yaitu stakeholder pendidikan

diantaranya :

a. Bagi Struktur Pemerintahan Kabupaten Majalengka dalam hal ini dibawah

naungan Dinas Pendidikan Kabupaten Majalengka, diharapkan hasil penelitian ini sebagai acuan perbandingan cara pengelolaan sekolah dalam

(11)

rangka peningkatan prestasi belajar siswa dengan mengantisipasi siswa yang putus sekolah karena Brokenhome.

b. Bagi penyelenggara pendidikan SMK yang ada di Kabupaten Majalengka, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai acuan dalam

mengembangkan sekolahnya untuk dapat bersaing secara kompetitif untuk menyongsong era gloablisasi dan perkembangan ilmu teknologi dan

informasi, serta mengembangkan sekolah ke arah sekolah model dan sekolah unggulan, dengan salah satunya menghasilkan output siswa yang berprestasi.

11 BAB II

KELUARGA BROKENHOME, PRESTASI BELAJAR DAN AKHLAK

A. Keluarga Brokenhome 1. Pengertian Keluarga

Adalah sanak saudara yang bertalian oleh turunan oleh perkawinan (kamus Umum Bahasa Indonesia, W.J.S Poerwadarminta 1984:471 ) Keluarga merupakan sistem sosial terkecil yang ada di dalam masyarakat. Hal ini teijadi, sebab di dalam keluarga terjalin hubungan yang kontinyu dan penuh keakraban, sehingga jika diantara anggota keluarga itu mengalami peristiwa tertentu maka, anggota keluarga yang lain biasanya ikut merasakan peristiwa itu.

Keluarga oleh Laing (Galvin and Bromel,1982;2) di definisikan sebagai " sekelompok orang yang menjalani kehidupan bersama dalam jangka waktu tertentu, yang terikat oleh perkawinan dan mempunyai hubungan darah antara anggota keluarga yang satu dengan yang lainnya". Selanjutnya dikatakan oleh Terkelsen (Galvinand Brommel, 1982;2) bahwa "keluarga adalah sebuah system sosial terkecil dari masyarakat yang tercipta dari hubungan individu-individu yang satu dengan inidividu yang lain, yang mempunyai dorongan perasaan hati yang kuat sehingga timbul loyalitas dalam hubungan tersebut serta kasih sayang yang permanen dalam jangka waktu yang lama." Dari penjelasan itu, keluarga muncul karena adanya unsur perkawinan, dan hubungan darah, sehingga rasa emosional dan keterikatan antara anggota keluarga menjadi sangat kuat dibandingkan dengan

12

institusi lainnya.

Individu membentuk keluarga biasanya ingin mencapai tujuan-tuujuan

tertentu, yang secara umum adalah untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia ini.

Melalui risetnya, Trenholm (1992;270) mengatakan bahwa keluarga memiliki beberapa fungsi yaitu:

"(1) Internal functions keep te system running and serve the individuals

who make up te family unit; (2) external functions or service are provided to the larger society."

Internal functions banyak berhubungan dengan psychososial functions

seperti socialization, intellectual development, recreation, and emotional support. Sedangkan external functions tekait dengan fungsi transmission and

accomodation, yang perhatiannya banyak menitikberatkan pada cara melindungi keluarga dari nilai, norma sosial yang bertentangan dengan nilai dan norma

(12)

keluarga.

Pengembangan fungsi dari terbentuknya keluarga diharapkan dapat

menciptakan keluarga yang harmonis, keluarga yang bahagia sejahtera lahir dan batin. Dikatakan oleh Feldman bahwa keluarga yang harmonis dibangun atas beberapa karakteristik yaitu :

1)a close, familiar and usually affectionate or loving personal relationship; 2)detailed and deep knowledge and understanding arising from close personal connection or familiar experience;

3) sexual relations 13

Berdasarkan pemahaman diatas, keluarga yang harmonis ialah dibangun atas hubungan cinta diantara individu yang ada, kemudian saling memahami secara mendalam masing-masing anggota keluarga, adanya hubungan seksualitas. Secara singkat pemahaman tentang keluarga penulis uraikan sebagai kelompok orang yang mengadakan ikatan perkawinan yang sah antara individu yang satu dengan individu yang lain, kemudian hasil dari ikatan perkawinan tersebut lahirlah anak yang memiliki pertalian darah antara anggota keluarga yang satu dengan lainnya hingga muncul rasa kasih sayang diantara mereka.

Pola komunikasi keluarga merupakan bentuk komunikasi keluarga yang dilakukan secara relax diantara anggota keluarga dalam menyampaikan pesan kepada anggota yang lain. Selanjutnya oleh Galvin dikatakan bahwa terbentuknya keluarga memiliki beberapa fungsi. Fungsi tersebut adalah :

1) establishing a pattern of cohesion, or separateness and connectedness; 2) establishing a patter of adaptability. "

Oleh karena itu, terbentuknya keluarga, dalam pandangan Galvin, harus dibangun atas dasar-dasar cohesion (keterpaduan) anggota keluarga dan

adaptability (penyesuaian) antara anggota keluarga dengan faktor-faktor diluar

lingkungan keluarga. Cohesion (keterpaduan). Keterpaduan merupakan bentuk implikasi dari hubungan yang menunjukkan kesatuan pendapat, pikiran dan tenaga didalam keluarga. Tingkat keterpaduan dapat berpengaruh penting dalam menjaga keutuhan sebuah keluarga. oleh karena itu keterpaduan juga mempunyai kaitan dengan komunikasi yang dilakukan dalam keluarga. Jika keterpaduan sangat tinggi, maka di dalam keluarga itu terjadi keterikatan yang sangat tinggi,

14

saling tergantung antara anggota keluarga, dan tidak dapat dipisahkan, tetapi kalau keterpaduan rendah, maka masing-masing anggota keluarga tidak akan saling mempedulikan, terpisah, dan tidak ada keterikatan. Cohesion atau keterpaduan menurut Olson (Galvin,1982;12) adalah "the emotional bonding members have

with one another and the degree of individual autonomy a person experiences in the family system". Keterpaduan dalam keluarga misalnya tidak semata bersifat

fisik tetapi juga psikis. Sehingga bisa saja secara fisik berjauhan, tetapi secara psikis justru berdekatan, demikian pula sebaliknya. Keterpaduan sebagaimana dikemukakan oleh Olson (Galvin.l982;13) dapat diketahui dari "emotional

bonding, independence, boundaries, time, space, friends, decision making, and interests and recreation".

Adaptability (penyesuaian). Penyesuaian merupakan konsep yang

(13)

melakukan penyesuaian tehadap hal-hal diluar lingkungannnya. Sebagaimana diketahui bahwa keluarga sebagai sistem sosial terkecil, kehadirannya tidak dapat dilepaskan dari sistem sosial kemasyarakatan yang ada. Oleh karena itu, agar keutuhan keluarga terjaga, maka perlu upaya untuk menyesuaikan perubahan yang ada atau menolak perubahan yang tidak sesuai dengan norma dan nilai keluarga. Penyesuaian yang tinggi oleh keluarga terhadap lingkungannya, dapat

menyebabkan kekacauan keluarga (chaotic), sedangkan penyesuaian yang terlalu rendah akan mengakibatkan keluarga yang kaku (rigid). Olson (Galvin,1982;14) berpendapat bahwa adaptability atau penyesuaian didefinisikan sebagai " the

ability of a marital/family system to change its power Structure, role 15

relationships, and relationships rules in response to situational and

developmental stress. Dengan komunikasi keluarga yang baik, maka pengaruh

lingkungan dapat dikendalikan, untuk disesuaikan dengan norma-norma atau nilai-nilai yang ada dalam keluarga. Untuk mengukur penyesuaian ini dapat dilakukan melalui; "family power structure (assertiveness and control)

negotiation styles, role relationships, amd relationships rules and feedback (positive and negative)”.

Kajian komunikasi keluarga, apabila kita mengacu pada hakekat dasar komunikasi yaitu kegiatan yang melibatkan komponen komunikator, pesan, saluran dan komunikan, maka komunikasi keluarga adalah komunikasi dengan komponen-komponennya yang terjadi didalam keluarga.

Komunikasi keluarga adalah komunikasi yang terjadi diantara orang tua

dengan anak-anaknya dan suami dengan istri, dalam berbagai hal sebagai sarana bertukar pikiran, mensosialisasikan nilai-nilai kepribadian orang tua kepada anaknya, dan penyampaian segala persoalan atau keluh kesah dari anak kepada kedua orang tuanya. Jadi hakekat komunikasi keluarga dilaksanakan sebagai upaya untuk menciptakan keluarga yang saling mengenal dan saling memahami sesama anggota keluarga sehingga dari situ dapat tercipta suasana yang harmonis dalam keluarga tersebut. Untuk mencapai sasaran komunikasi seperti itu, kondisi keluarga yang harmonis sangat berpengaruh dalam komunikasi keluarga.

Sebagaimana dikatakan Berger bahwa keluarga normal atau keluara harmonis dapat berpengaruh terhadap proses komunikasi keluarga. Artinya, dalam keluarga jarang terjadi sikap pertentangan antar anggota, tidak saling

16

menyudutkan atau mencari kambing hitam dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapi.

2. Kedudukan Dan Fungsi Keluarga

Kedudukan dan fungsi suatu keluarga dalam kehidupan manusia bersifat primer dan fundamental. Keluarga pada hakekatnya merupakan wadah

pembentukan masing-masing anggotanya, terutama anak-anak yang masih berada dalam bimbingan tanggung jawab orangtuanya. Perkembangan anak pada

umumnya meliputi keadaan fisik, emosional sosial dan intelektual. Bila

kesemuanya berjalan secara harmonis maka dapat dikatakan bahwa anak tersebut dalam keadaan sehat jiwanya.

Dalam perkembangan jiwa terdapat periode-periode kritik yang berarti

(14)

timbul gejala-gejala yang menunjukkan misalnya keterlambatan, ketegangan, kesulitan penyesuaian diri kepribadian yang terganggu bahkan menjadi gagal sama sekali dalam tugas sebagai makhluk sosial untuk mengadakan hubungan antar manusia yang memuaskan baik untuk diri sendiri maupun untuk orang di lingkungannya.

Keluarga merupakan kesatuan yang terkecil di dalam masyarakat tetapi menempati kedudukan yang primer dan fundamental, oleh sebab itu keluarga mempunyai peranan yang besar dan vital dalam mempengaruhi kehidupan seorang anak, terutama pada tahap awal maupun tahap-tahap kritisnya. Keluarga yang gagal memberi cinta kasih dan perhatian akan memupuk kebencian, rasa tidak aman dan tindak kekerasan kepada anak-anaknya.

17

Demikian pula jika keluarga tidak dapat menciptakan suasana pendidikan, maka hal ini akan menyebabkan anak-anak terperosok atau tersesat jalannya. Masa remaja awal merupakan masa transisi, dimana usianya berkisar antara 13 sampai 16 tahun atau yang biasa disebut dengan usia belasan yang tidak menyenangkan, dimana terjadi juga perubahan pada dirinya baik secara fisik, psikis, maupun secara sosial (Hurlock, 1973).

Pada masa transisi tersebut kemungkinan dapat menimbulkan masa krisis, yang ditandai dengan kecenderungan munculnya perilaku menyimpang. Pada kondisi tertentu perilaku menyimpang tersebut akan menjadi perilaku yang mengganggu (Ekowarni, 1993). Melihat kondisi tersebut apabila didukung oleh lingkungan yang kurang kondusif dan sifat keperibadian yang kurang baik akan menjadi pemicu timbulnya berbagai penyimpangan perilaku dan perbuatanperbuatan negatif yang melanggar aturan dan norma yang ada di masyarakat yang

biasanya disebut dengan kenakalan remaja.

Seperti apa yang dikatakan Hurlock (1978) kenakalan anak dan remaja bersumber dari moral yang sudah berbahaya atau berresiko (moral hazard). Menurutnya, kerusakan moral katanya bersumber dari: (1) keluarga yang sibuk, keluarga retak ( brokenhome), dan keluarga dengan singgle parent dimana anak hanya diasuh oleh ibu atau bapak; (2) menurutnya kewibawaan sekolah dalam mengawasi anak.

18

3. Peranan Keluarga Dalam Pembentukan Kepribadian Anak

Keluarga dan Peranannya dalam Pembentukan Kepribadian Anak

Pengertian keluarga berarti nuclear family yaitu yang terdiri dari ayah, ibu dan anak. Ayah dan ibu secara ideal tidak terpisah tetapi bahu membahu dalam melaksanakan tanggung jawab sebagai orang tua dan mampu memenuhi tugas sebagai pendidik. Tiap eksponen mempunyai fungsi tertentu.

Dalam mencapai tujuan keluarga tergantung dari kesediaan individu menolong mencapai tujuan bersama dan bila tercapai maka semua anggota mengenyam “apakah peranan masing-masing” Peranan ayah :

1. Sumber kekuasaan, dasar identifikasi. 2. Penghubung dengan dunia luar. 3. Pelindung terhadap ancaman dari luar. 4. Pendidik segi rasional.

(15)

1. Pemberi aman dan sumber kasih sayang. 2. Tempat mencurahkan isi hati.

3. Pengatur kehidupan rumah tangga. 4. Pembimbing kehidupan rumah tangga. 5. Pendidik segi emosional.

6. Penyimpan tradisi.

Sebagaimana telah diuraikan diatas bahwa keluarga pada hakekatnya

merupakan wadah pembentukan masing-masing anggotanya, terutama anakanak yang masih berada dalam bimbingan tanggung jawab orang tuanya.

19

Dasar pemikiran dan pertimbangannya adalah sebagai berikut :

1. Keluarga adalah tempat perkembangan awal seorang anak, sejak saat kelahirannya sampai proses perkembangan jasmani dan rohani berikutnya. Bagi seorang anak, keluarga memiliki arti dan fungsi yang vital bagi

kelangsungan hidup maupun dalam menemukan makna dan tujuan hidupnya. 2. Untuk mencapai perkembangannya seorang anak membutuhkan kasih sayang, perhatian dan rasa aman untuk berlindung dari orang tuanya. Tanpa sentuhan manusiawi itu anak akan merasa terancam dan penuh rasa takut. Seperti Dikatakan oleh Nabi Muhammad SAW.“ Bukan termasuk umat ku orang yang

tidak menghormati yang tua dan tidak menyayangi yang kecil“. Nabi mengancam

pemuka Arab yang tidak pernah mencium anaknya dan mengatakan bahwa cinta telah tercerabut dari jantungnya. Dia juga berkata, “ Orang yang paling baik diantara kamu ialah orang yang paling penyayang terhadap keluarganya“. Dan Aku adalah orang yang paling sayang kepada keluarga ku “.

Kasih sayang tidak boleh di simpan saja di dalam hati . Kasih saying harus di komunikasikan. Karena itu Nabi mengungkapkan kasih sayangnya tidak saja secara verbal ( dengan kata-kata), tetapi juga dengan perbuatan. Ketika Dia berkhotbah, Dia melihat Hasan dan Husain berlari dengan pakaian yang menarik perhatian. Dia turun dari mimbarnya, mengangkat mereka, dan meneruskan khotbahnya dengan kedua anak itu dalam pangkuannya, Dan berkata:“ Mereka adalah penhulu para remaja di surga“. Ketika bersujud, Dia memanjangkan sujudnya hanya karena tidak ingin mengganggu Hasan dan Husain yang berada di atas punggungnya terjatuh.

20

Pada suatu hari umar bin Khatab menemukan Nabi merangkak, sementara dua orang anak kecil berada di atas punggungnya. Umar berkata:“ Hai anak, alangkah indahnya tungganganmu itu.“ Yang di tunggangi menjawab:“ Alangkah indahnya para penunggangnya“. Suasana seperti ini menunjukan keakraban Nabi dengan cucu-cucunya. Dia mencintai mereka dan dengan jelas mengungkapkan kecintaan itu. Ketika Muawiyah berlaku kasar terhadap anaknya, Al-Ahnaf memberikan nasihat kepadanya,“ Wahai Amirul Mu’minin, anak-anak itu buah hati kita, tonggak kehidupan kita, kita langit yang melindungi mereka dan bumi tempat mereka berpijak. Jika mereka marah, senangilah merka, jika mereka meminta sesuatu, berilah jangan memperlakukan mereka dengan kasar, nanti mereka menghindari keberadaan mu dan mengharapkan kematianmu.“. Banyak diantara kita secara fitri menyayangi anak-anak, tetapi sering kali kasih sayang itu tersembunyi. Anak-anak baru mengenal kecintaan orang tua mereka justru ketika

(16)

orang tua itu sudah meninggal dunia. Sering kali orang tua tidak mampu mengkomunikasikan kecintaannya kepada anak-anak. Untuk pertumbuhan kejiwaan mereka yang sehat, mereka memerlukan siraman cinta orang tua mereka.

Pada tahun 1960, para psikolog terpesona dengan penelitian Harry Harlow. Dia memisahkan anak-anak monyet dari ibunya. Kemudian, dia

mengamati pertumbuhannya. Monyet-monyet ternyata menunjukan perilaku yang mengenaskan: dia selalu ketakutan, tidak dapat menyesuaikan diri, dan rentan terhadap berbagai penyakit, setelah monyet-monyet itu besar dan melahirkan bayi lagi, mereka jadi ibu-ibu yang galak dan berbahaya. Mereka acuh tak acuh

21

terhadap anak-anaknya, dan sering kali melukai mereka.

Para psikolog menyebut situasi tanpa ibu itu sebagai maternal deprivation. Para peneliti menemukan gejala yang sama pada perilaku anak-anak manusia yang mengalami maternal deprivation pada awal kehidupan mereka. Pada manusia, pemisahan anak dari orang tua itu dapat secara fisik (misalnya,karena perceraian atau orang tuanya meninggal dunia) dan dapat juga secara psikologis ( yakni, ia tidak terpisah dari orang tuanya scara fisik, tetapi air tidak mendapatkan kasih saying yang memadai). Yang kedua biasanya disebut sebagai masked

deprivation (deprivasi terselubung).

“ Deprivasi terselubung ” ini dapat terjadi, misalnya, kedua orang tuaayah dan ibu-bekerja dan pulang pada sore hari dalam keadaan lelah. Mereka tak sempat bercanda dengam anak-anak mereka, atau berkumpul mengobrol dengan hangat, atau memeluk dan mencium mereka dalam keakraban. Anak-anak yang mengalami deprivasi ternyata cenderung menderita kecemasan (anxiety), rasa tidak tentram, rendah diri, kesepian, agresif, negatifisme, (cenderung melawan orang tua), dan pertumbuhan kepribadiannya lambat. Kekurangan kasih sayang menghambat aktualisasi potensi kecerdasan yang dimilikinya, sehingga anak menjadi sukar belajar. Harry Harlow, 1960 (dalam psikologi komunikasi , Jalluddin Rakhmat,1996). Seperti juga pada monyet ( yang secara biologis satu keluarga dengan kita ), anak-anak yang kekurangan kasih sayang cenderung berkembang menjadi bapak atau ibu yang tidak mampu menyayangi anakanaknya. James Coleman alam abnormal psychology and modern life ,

menyebutkan kekurangan kasih sayang sebagai communicable disease ( penyakit

22

menular).

Karena itu islam sebagai agama yang membawa misi “ Rahmatan Lil

Alamin ” (menyebarkan kasih sayang keseluruh alam), mewajibkan orang tua

untuk mengekespresikan kasih sayang mereka kepada keluarganya dan anakanaknya.”

Orang yang paling baik diantara kamu ialah yang paling penyayang

kepada keluarganya,” kata sayang dalam keluarga adalah perintah kedua dalam

taqwa: Bertqwalah kamu kepada Allah, tempat kamu saling memohon,dn

peliharalah kasih sayang dalam keluarga. ( Q.S 4:1 ), kasih sayang adalah hak

anak yang harus dipenuhi oleh orang tuanya.

Pikiran seorang anak, demikian pula fisik nya, memerlukan bantuan untuk pertumbuhannya. Ada tiga macam makanan yang penting untuk pertumbuhan pikirannya yaitu bahasa, bermain, dan kasih sayang.

(17)

Sejak bulan pertama kehidupannya, seorang anak perlu di ajak bercakapcakap, didekap, dan diasuh dengan penuh kasi sayang, diberi senyuman,

didengarkan dan dirangsang untuk memberikan reaksi dengan bunyi-bunyian atau gerakan. Mereka perlu sentuhan, teman bicara, teman tertawa, memberikan respon dan menerima respon.

Kurang perhatian akan membuat mereka tidak bahagia. Anak yang kurang perhatian akan kehilangan semangat hidup, kehilangan selera makan, sehingga pikiran dan badannya tidak tumbuh dengan baik..

3. Keluarga merupakan dunia keakraban seorang anak. Sebab dalam keluargalah dia mengalami pertama-tama hubungan dengan manusia dan memperoleh representasi dari dunia sekelilingnya. Pengalaman hubungan

23

dengan keluarga semakin diperkuat dalam proses pertumbuhan sehingga melalui pengalaman makin mengakrabkan seorang anak dengan lingkungan keluarga. Keluarga menjadi dunia dalam batin anak dan keluarga bukan menjadi suatu realitas diluar seorang anak akan tetapi menjadi bagian kehidupan pribadinya sendiri. Anak akan menemukan arti dan fungsinya.

4. Dalam keluarga seorang dipertalikan dengan hubungan batin yang satu dengan lainnya. Hubungan itu tidak tergantikan Arti seorang ibu tidak dapat dengan tiba-tiba digantikan dengan orang lain.

5. Keluarga dibutuhkan seorang anak untuk mendorong, menggali,

mempelajari dan menghayati nilai-nilai kemanusiaan, religiusitas, norma-norma dan sebagainya. Nilai-nilai luhur tersebut dibutuhkan sesuai dengan martabat kemanusiaannya dalam penyempumaan diri.

6. Pengenalan di dalam keluarga memungkinkan seorang anak untuk mengenal dunia sekelilingnya jauh lebih baik. Hubungan diluar keluarga dimungkinkan efektifitasnya karena pengalamannya dalam keluarga. 7. Keluarga merupakan tempat pemupukan dan pendidikan untuk hidup bermasyarakat dan bernegara agar mampu berdedikasi dalam tugas dan kewajiban dan tanggung jawabnya sehingga keluarga menjadi tempat

pembentukan otonom diri yang memiliki prinsip-prinsip kehidupan tanpa mudah dibelokkan oleh arus godaan.

8. Keluarga menjadi fungsi terpercaya untuk saling membagikan beban

masalah, mendiskusikan pokok-pokok masalah, mematangkan segi emosional, mendapatkan dukungan spritual dan sebagainya.

24

9. Dalam keluarga dapat terealisasi makna kebersamaan, solidaritas, cinta kasih, pengertian, rasa hormat menghormati dan rasa merniliki.

10. Keluarga menjadi pengayoman dalam beristirahat, berekreasi,

menyalurkan kreatifitas dan sebagainya. Pengalaman dalam interaksi sosial pada keluarga akan turut menentukan pola tingkah lakunya terhadap orang lain dalam pergaulan diluar keluarganya. Bila interksi sosial didalarn kelompok karena beberapa sebab tidak lancar kemungkinan besar interaksi sosialnya dengan masyarakat pada umumnya juga akan berlangsung dengan tidak wajar. Keluarga mempunyai peranan dalam proses sosialisasi. Demikian pentingnya peranan keluarga maka disebutkan bahwa kondisi yang

(18)

berikut :

1. Keluarga merupakan kelompok terkecil yang anggotanya berinteraksi

secara tetap, dalam kelompok demikian perkembangan anak dapat diikuti dengan sesama oleh orang tuanya dan penyesuaian secara pribadi dalam hubungan sosial lebih mudah terjadi.

2. Orang tua mempunyai motivasi yang kuat untuk mendidik anak karena anak merupakan cinta kasih hubungan suami istri. Motivasi yang kuat melahirkan hubungan emosional antara orangtua dan anak.

3. Karena hubungan sosial dalam keluarga itu bersifat relatif tetap maka orangtua memainkan peranan sangat penting terhadap proses sosialisasi anak.

25

a. Kenakalan remaja dan faktor-faktor yang mempengaruhinya

Kenakalan remaja biasa disebut dengan istilah Juvenile berasal dari

bahasa Latin juvenilis, yang artinya anak-anak, anak muda, ciri karakteristik pada masa muda, sifat-sifat khas pada periode remaja, sedangkan delinquent berasal dari bahasa latin “delinquere” yang berarti terabaikan, mengabaikan, yang kemudian diperluas artinya menjadi jahat, nakal, anti sosial, kriminal, pelanggar aturan, pembuat ribut, pengacau, peneror, durjana dan lain sebagainya.

Juvenile delinquency atau kenakalan remaja adalah perilaku jahat atau

kenakalan anak-anak muda, merupakan gejala sakit (patologis) secara sosial pada anak-anak dan remaja yang disebabkan oleh satu bentuk pengabaian sosial, sehingga mereka mengembangkan bentuk perilaku yang menyimpang. Istilah kenakalan remaja mengacu pada suatu rentang yang luas, dari tingkah laku yang tidak dapat diterima sosial sampai pelanggaran status hingga tindak kriminal. (Kartono, 2003). Mussen dkk (1994).

Mendefinisikan kenakalan remaja sebagai perilaku yang melanggar

hukum atau kejahatan yang biasanya dilakukan oleh anak remaja yang berusia 16-18 tahun, jika perbuatan ini dilakukan oleh orang dewasa maka akan mendapat sangsi hukum. Hurlock (1973) juga menyatakan kenakalan remaja adalah tindakan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh remaja, dimana

tindakan tersebut dapat membuat seseorang individu yang melakukannya masuk penjara. Sama halnya dengan Conger (1976) & Dusek (1977) mendefinisikan kenakalan remaja sebagai suatu kenakalan yang dilakukan oleh seseorang individu yang berumur di bawah 16 dan 18 tahun yang melakukan perilaku yang

26

dapat dikenai sangsi atau hukuman.

Sarwono (2002) mengungkapkan kenakalan remaja sebagai tingkah laku yang menyimpang dari norma-norma hukum pidana, sedangkan Fuhrmann (1990) menyebutkan bahwa kenakalan remaja suatu tindakan anak muda yang dapat merusak dan menggangu, baik terhadap diri sendiri maupun orang lain. Santrock (1999) juga menambahkan kenakalan remaja sebagai kumpulan dari berbagai perilaku, dari perilaku yang tidak dapat diterima secara sosial sampai tindakan kriminal.

Dari pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kecenderungan

kenakalan remaja adalah kecenderungan remaja untuk melakukan tindakan yang melanggar aturan yang dapat mengakibatkan kerugian dan kerusakan baik terhadap dirinya sendiri maupun orang lain yang dilakukan remaja di bawah

(19)

umur 17 tahun.

Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi kecenderungan kenakalan remaja adalah seperti yang dijelaskan di bawah ini.

Faktor-faktor kenakalan remaja menurut Santrock, (1996) lebih rinci dijelaskan sebagai berikut :

1.Identitas

Menurut teori perkembangan yang dikemukakan oleh Erikson (dalam

Santrock, 1996) masa remaja ada pada tahap di mana krisis identitas versus difusi identitas harus di atasi. Perubahan biologis dan sosial memungkinkan terjadinya dua bentuk integrasi terjadi pada kepribadian remaja: (1) terbentuknya perasaan akan konsistensi dalam kehidupannya dan (2) tercapainya identitas peran, kurang

27

lebih dengan cara menggabungkan motivasi, nilai-nilai, kemampuan dan gaya yang dimiliki remaja dengan peran yang dituntut dari remaja.

Erikson percaya bahwa delinkuensi pada remaja terutama ditandai dengan

kegagalan remaja untuk mencapai integrasi yang kedua, yang melibatkan aspekaspek peran identitas. Ia mengatakan bahwa remaja yang memiliki masa balita,

masa kanak-kanak atau masa remaja yang membatasi mereka dari berbagai peranan sosial yang dapat diterima atau yang membuat mereka merasa tidak mampu memenuhi tuntutan yang dibebankan pada mereka, mungkin akan memiliki perkembangan identitas yang negatif.

Beberapa dari remaja ini mungkin akan mengambil bagian dalam tindak kenakalan, oleh karena itu bagi Erikson, kenakalan adalah suatu upaya untuk membentuk suatu identitas, walaupun identitas tersebut negatif.

2.Kontrol diri

Kenakalan remaja juga dapat digambarkan sebagai kegagalan untuk

mengembangkan kontrol diri yang cukup dalam hal tingkah laku. Beberapa anak gagal dalam mengembangkan kontrol diri yang esensial yang sudah dimiliki orang lain selama proses pertumbuhan. Kebanyakan remaja telah mempelajari perbedaan antara tingkah laku yang dapat diterima dan tingkah laku yang tidak dapat diterima, namun remaja yang melakukan kenakalan tidak mengenali hal ini. Mereka mungkin gagal membedakan tingkah laku yang dapat diterima dan yang tidak dapat diterima, atau mungkin mereka sebenarnya sudah mengetahui perbedaan antara keduanya namun gagal mengembangkan kontrol yang memadai

28

dalam menggunakan perbedaan itu untuk membimbing tingkah laku mereka. Hasil penelitian yang dilakukan baru-baru ini Santrock (1996) menunjukkan bahwa ternyata kontrol diri mempunyai peranan penting dalam kenakalan remaja. Pola asuh orangtua yang efektif di masa kanak-kanak (penerapan strategi yang konsisten, berpusat pada anak dan tidak aversif) berhubungan dengan dicapainya pengaturan diri oleh anak. Selanjutnya, dengan memiliki ketrampilan ini sebagai atribut internal akan berpengaruh pada menurunnya tingkat kenakalan remaja. 3. Usia

Munculnya tingkah laku anti sosial di usia dini berhubungan dengan

penyerangan serius nantinya di masa remaja, namun demikian tidak semua anak yang bertingkah laku seperti ini nantinya akan menjadi pelaku kenakalan, seperti hasil penelitian dari McCord (dalam Kartono, 2003) yang menunjukkan bahwa

(20)

pada usia dewasa, mayoritas remaja nakal tipe terisolir meninggalkan tingkah laku kriminalnya. Paling sedikit 60 % dari mereka menghentikan perbuatannya pada usia 21 sampai 23 tahun.

4. Jenis kelamin

Remaja laki- laki lebih banyak melakukan tingkah laku anti sosial daripada perempuan.

Menurut catatan kepolisian Kartono (2003) pada umumnya jumlah remaja laki- laki yang melakukan kejahatan dalam kelompok gang diperkirakan 50 kali lipat daripada gang remaja perempuan.

5. Harapan terhadap pendidikan dan nilai-nilai di sekolah

29

Remaja yang menjadi pelaku kenakalan seringkali memiliki harapan yang rendah terhadap pendidikan di sekolah. Mereka merasa bahwa sekolah tidak begitu bermanfaat untuk kehidupannya sehingga biasanya nilai-nilai mereka di sekolah cenderung rendah atau menurun. Mereka tidak mempunyai motivasi untuk sekolah / belajar. Riset yang dilakukan oleh Janet Chang dan Thao N. Lee (2005) mengenai pengaruh orangtua, kenakalan teman sebaya, dan sikap sekolah terhadap prestasi akademik siswa di Cina, Kamboja, Laos, dan remaja Vietnam menunjukkan bahwa faktor yang berkenaan dengan orangtua secara umum banyak mendukung atau pengaruhnya terhadap naik - turunnya prestasi akademik anak sedangkan sikap sekolah ternyata dapat menjembatani hubungan antara kenakalan teman sebaya dan prestasi akademik.

6. Proses keluarga

Faktor keluarga sangat berpengaruh terhadap timbulnya kenakalan remaja. Kurangnya dukungan keluarga seperti kurangnya perhatian orangtua terhadap aktivitas anak, kurangnya penerapan disiplin yang efektif, kurangnya kasih sayang orangtua, didikan dengan tindak kekerasan dapat menjadi pemicu

timbulnya kenakalan remaja. Penelitian yang dilakukan oleh Gerald Patterson dan rekan-rekannya (dalam Santrock, 1996) menunjukkan bahwa pengawasan

orangtua yang tidak memadai terhadap keberadaan remaja dan penerapan disiplin yang tidak efektif dan tidak sesua i merupakan faktor utama dalam munculnya kenakalan remaja.

30

Perselisihan dalam keluarga atau stress yang dialami keluarga juga

berhubungan dengan kenakalan. Faktor genetik juga termasuk pemicu timbulnya kenakalan remaja, meskipun persentasenya tidak begitu besar. Didikan terhadap anak yang salah dengan melakukan tindak kekerasan atas nama menegakkan kedisiplinan itu pun meciptakan anak-anak menjadi nakal. Perlakuan kejam terhadap anak-anak, child abuse, berkisar sejak pengabaian anak sampai kepada pelecehan dan pembunuhan. Terry E. Lawson, psikiater anak, menyebutkan ada empat macam abuse : emotional abuse, verbal abuse, physical abuse,dan sexual

abuse. Perkembangan kecerdasan anak akan terhambat jika mereka mengalami

salah satu dari abuse ini, apalagi untuk menderita keempatnya sekaligus. Satu saja dari keempat itu yang dilakukan terus-menerus akan menyebabkan anak

menderita gangguan psikologis.

Emotional abuse terjadi ketika si ibu, setelah mengetahui si anaknya

(21)

atau lapar karena ibu terlalu sibuk atau tidak ingin di ganggu pada waktu itu. Si ibu telah mengabaikan kebutuhan anak untuk di peluk atau di lindungi. Dan anak akan mengingat semua kekerasan emosional jika kekerasan emosianal itu

berlangsung konsisten. Si ibu yang secara emosiaonal berlaku keji pada anaknya akan terus-menerus melakukan hal yang sama sepanjang kehidupan anak itu.

Verbal abuse terjadi ketika si ibu, setelah mengetahui anaknya meminta

perhatin, namun ibu menyuruh anak itu untuk “ diam“ atau “ jangan menangis “. Jika si anak mulai berbicara, ibu terus-menerus menggunakan kekerasan verbal seperti “ kamu bodoh, kamu cerewet, kamu kurang ajar“, dan seterusnya. Anak

31

akan mengingat semua kekerasan verbal itu.

Physical abuse terjadi ketika si ibu memukul anak (ketika anak sebetulnya

memerlukan perhatian) memukul anak dengan tangan atau kayu akan di ingat anak selamanya.

Sexual abuse biasanya tidak terjadi selama delapan belas bulan pertama

dalam kehidupan anak. Walaupun ada beberapa kasus ketika anak perempuan menderita kekerasan sexual dalam usia enam bulanan. Terry E. Lawson (SQ for Kid, Jalalluddin 2007 ).

Semua tindakan kekerasan kepada anak-anak akan di rekam dalam bawah sadar mereka dan akan dibawa sampai kepada masa dewasa, dan terus sepanjang hidupnya. Anak yang mendapat perlakuan kejam dari orang tuanya akan menjadi sangat agresif, dan setelah mereka menjadi orangtua kelak akan berlaku kejam kepada anak-anak nya. Orangtua agresif akan melahirkan anak-anak yang

agresif. Dengan sangat mengerikan, Lawson menggambarkan bahwa semua jenis gangguan mental (mental disorder) ada hubungannya dengan perlakuan buruk yang diterima manusia ketika mereka masih kecil. Contoh penderita sosiopat atau

antisocial personality disorder Gejala kepribadian sosiapat sudah tampak pada

masa kanak-kanak atau remaja dini dalam perilaku seperti sering bolos, mencuri, bohong, vandalisme, bergaul dengan orang jahat, kejam pada binatang, dan prestasi sekolah yang buruk. Pada usia dewasa, orang-orang sosiopat tidak dapat bertahan dalam suatu pekerjaan, tidak bertanggung jawab sebagai orang tua, suka mengganggu orang lain, senang berkelahi, biasa melakukan tindakan kekerasan kepada istri dan anak-anak, menipu, mencuri dan mengambil hak orang lain.

32

Mereka tidak merasa bersalah atau gelisah sudah memperlakukan orang

lain dengan buruk. Mereka malah selalu punya dalih untuk tindakan mereka yang buruk. Mereka tidak jera karena hukuman dan tidak tahan menghadapi godaan. Mereka tidak dapat mengendalikan emosinya, impulsif, dan tidak bertanggung jawab. Para sosiopat adalah para MPO, berusaha keras Menarik Perhatian Orang Tetapi mereka tidak dapat membina hubungan personal yang akrab dengan

siapapun. Sosiopat tidak selalu bodoh ; banyak di antara mereka yang cerdas dan berhasil secara ekonomis dan politis. Sebagian sosipat berlaku sangat agresif, suka kekerasan, beringas, dan Penyebab utama sosiopat adalah emotional child

abuse. Pada masa kecil dia mengalami deprivasi maternal.

Ia punya ibu yang tidak memperhatikannya, atau tidak memenuhi

kebutuhan emosionalnya. Lebih-lebih, kalau kekerasan ini (biasanya) di tambah dengan kekerasan verbal dan fisikal. Anak selalu di hardik dengan omongan yang

(22)

menjatuhkan harga dirinya atau dipukul dengan pukulan yang menyakitkan secara fisik. Para sosiopat yang agresif banyak menderita CNS ( Central Nervous

Sysstem ) penyakit yang menyebabkan orang tidak sanggup mengendalikan

emosinya atau tidak sanggup berpkir rasional. Trauma CNS umumnya di sebabkan kekerasan fisik yang diderita anak pada waktu kecil.

Walhasil, jika kita menemukan (melakukan) perilaku yang sangat keji

terhadap anak-anak, kita dapat menduga dengan hampir mendekati kepastian: para pelaku kekerasan terhadap anak adalah penderita sosiopat atau gangguan mental lainnya. Perilaku abnormal para“penjahat“ itu besar kemungkinan disebabkan derita masa kecil yang mereka represikan tetapi tidak pernah dapat

33

mereka lupakan. Pada saat-saat tertentu, derita tidak tertahankan dan muncul ke alam kesadaran dalam perilaku yang menyimpang.

Paul Vitz (SQ for Kid, Jalaluddin 2007) melacak riwayat hidup tokohtokoh ateis dunia. Ia menemukan hampir semuanya punya hubungan buruk dengan ayahnya mereka berasal dari keluarga broken home. Dr. Judith Mc Naught 2007 mengatakan dalam How To Make The family Happy bahwa peran orang tua dalam kehidupan di rumah sangatlah berpengaruh terhadap

perkembangan mental, pikiran dan kecerdasan anak. Dokter itu berkata bahwa setelah diteliti para narapidana yang ada di California State Prisons San Quente Amerika delapan puluh persen dari mereka berasal dari keluarga broken home dan mendapatkan perlakuan buruk ketika mereka masih kanak-kanak. Dengan perkataan lain, keluarga yang berantakan (broken home) yang tidak ada kasih sayang yang di terima oleh anak yang tindak kekerasan selalu di peroleh anak akan melahirkan anak-anak yang nakal dan kecerdasan spiritual anak dapat terhambat karena komunikasi defensif yang dilakukan oleh salah satu atau ( apalagi) kedua orang tuanya. Sebaliknya, penggunaan komunikasi yang suportif akan melejitkan potensi spiritual anak dan menciptakan anak-anak yang memiliki budi pekerti luhur.

7. Pengaruh teman sebaya

Teman sebaya menurut Santrock (modul Indri Kemala Nasution, 2007)

adalah anak-anak atau remaja yang berada pada tingkat usia dan kematangan yang sama, sedangkan peer group adalah suatu kelompok referensi di mana remaja mengidentifikasikan diri dan memperoleh standar-standar tertentu. Menurut

34

Connel (dalam www.pakguruonline.pendidikan.net 2008) kelompok teman sebaya peer friendship group) adalah kelompok anak-anak atau pemuda yang berumur sama atau berasosiasi sama dan mempunyai kepentingan umum, seperti

persoalan-persoalan anak-anak umur sekolah sampai dengan masa remaja (adolescence).

Kelompok teman sebaya dalam kelompok utama. Kelompok utama

merupakan kelompok sosial di mana masing-masing anggota terjalin hubungan yang erat dan bersifat pribadi. Sebagai hasil hubungan yang bersifat pribadi adalah peleburan dan individu dalam kelompok., sehingga tujuan individu menjadi tujuan kelompoknya. Lebih lanjut dalam situs yang sama, Connell menyatakan bahwa kelompok utama itu mempunyai cirri-ciri, yaitu (1) jumlah anggotanya kecil; (2) ada kepentingan yang bersifat umum dan dibagi secara

(23)

langsung; (3) terjadi kerja sama dalam suatu kepentingan yang diharapkan; (4) pengertian pribadi dan saling hubungan yang tertinggi antar anggota dalam kelompok walaupun mendapat pertentangan.

Kelompok teman sebaya baik yang terjadi di masyarakat maupun di

sekolah terdiri dari kelompok-kelompok sosial yang beranggotakan beberapa orang. Dalam kelompok ini sering terjadi tukar-menukar pengalaman, kerja sama, tolong menolong, tenggang rasa dalam kelompok sebaya adalah tinggi. Dalam kelompok sosial terjadi empati, simpati, dan antipati. Antipati yang terjadi dalam kelompok disebabkan oleh adanya ketidak cocokan antara individu sehingga terjadi pertentangan dan percekcokan anatar anggota.

35

Kelompok sebaya telah terbentuk sejak anak itu masih kanak-kanak (W.F Connell, 1972, F.J Monks, A.M.P. Noers, Siti Rahayu Haditomo, 1982 dan B. Simanjuntak dan I.L Pesanibu, 1981, dalam www.pakguruonline.pendidikan.net, 2008 ). Kelompok teman sebaya ini timbul sejak anak itu mempunyai perhatian terhadap dunia sekelilingnya. Masih dalam situs yang sama, Singgih D. Gunarsa menjelaskan bahwa anak yang berusia 9 bulan sampai 14 bulan telah

memperhatikan dunia sekelilingnya terutama melalui alat permainannya. Baru tukar-menukar alat permainannya, meskipun suasana berkawan ini tidak

berlangsung dalam waktu yang lama. Keinginannya untuk bermain dengan anak yang lain jelas ketika anak itu mulai berusia 3 tahun.

Dalam usia 4 tahun anak makin senang bergaul dengan anak lain, terutama teman yang usianya sebaya, ia dapat bermain dengan anak lain berdua, atau bertiga, tetapi bila teman bermain lebih banyak maka akan terjadi pertengkaran. Pada usia ini anak akan dapat bermain bersama tetapi belum dapat bekerja sama. Oleh karena itu kelompok sebaya juga disebut kelompok bermain. Anakanak berkumpul untuk bermain bersama. Anak sibuk dalam dunia anak yaitu

dunia permaian. Dalam dunia permaian ini anak mulai belajar berkawan, di sini ia dapat dipengaruhi oleh hal-hal yang berasal dari temannya dan yang berasal dari lingkungan keluarga lain. Dalam kelompok bermain ini dapat di masuki berbgai nilai yang berasal dari keluarga masing-masing. Anak bisa dipengaruhi dengan hal-hal yang baik dan juga dengan hal-hal yang buruk . Brown (Dacey dan Kenny, 1997 dalam modul Indri Kemala Nasution, 2007) menjelaskan bagaiamana

terjadinya perubahan kelompok teman sebaya dari masa kanak-kanak sampai

36

masa remaja.

Remaja lebih banyak menghabiskan waktu dengan teman sebayanya di

bandingkan dengan anak-anak. Pada usia 12 tahun remaja awal mulai menjauhkan diri dari orang dewasa dan menghabiskan waktu dengan teman sebaya. Selama masa remaja pertengahan, remaja menghabiskan waktu dua kali lebih banyak bersama teman-temannya di bibandingkan dengan orang tua dan orang dewasa lainnya.

Remaja berusaha menghindari pengawasan yang ketat dari orang tua atau guru dan ingin lebih mendapatkan kebebasan. Mereka mencari tempat untuk bertemu di mana mereka tidak terlalu diawasi . meskipun di rumah , remaja ingin

mendapatkan privasi dan tempat di mana mereka dapat mengobrol dengan temantemannya tanpa didengar oleh orangtuia dan saudara-saudaranya.

(24)

Remaja mulai banyak berinteraksi dengan teman sebaya dari jenis kelamin berbeda. Walaupun anak perempuan dan anak laki-laki berpartisipasi dalam kegiatan dan kelompok persahabatan yang berbeda selama masa pertengahan kanak-kanak, tetapi pada masa remaja interaksi dengan remaja dari jenis kelamin berbeda semakin meningkat, sejalan dengan menjauhnya remaja dari orangtua mereka.

Selama masa remaja, kelompok teman sebaya menjadi lebih menyadari nilai-nilai dan perilaku dari sub budaya remaja yang lebih besar. Mereka juga mengidentifikasikan diri dengan kelompok pergaualan tertentu (crowds), yaitu kelompok dengan reputasi untuk nilai-nilai, sikap dan aktifitas tertentu.

37

Selain disebut kelompok bermain, kelompok teman sebaya juga sering

disebut dengan persahabatan. Persahabatan memberi kontribusi pada status teman sebaya serta keuntungan sebagaimana dijelaskan Santrock (2007:101) sebagai berikut.

1. Kebersamaan

Persahabat memberi anak partner yang akrab, seseorang yang bersedia meluangkan waktu bersama mereka dan melakukan kegiatan bersama yang mau mendengarkan segala keluhan.

2. Dukungan fisik

Persahabatan memberikan sumber daya dan bantuan di saat dibutuhkan.

3. Dukungan ego

Persahabatan membantu anak merasa bahwa mereka adalah anak yang bisa melakukan segala sesuatu dan layak dihargai. Yang terutama yang paling di harapkan mereka adalah penerimaan sosial dari kawan.dan orang sekitarnya.

4. Kasih sayang

Persahabatan memebri anak suatu hubungan yang sangat hangat, erat, saling percaya, dan dekat satu sama lain nya. Dengan hubungan ini anak-anak sering merasa nyaman mengungkapkan rahasia pribadi mereka dibanding kepada orang tua mereka sendiri.

38

Anak remaja merasa dirinya bukan lagi anak-anak, tetapi mereka masih diperlakukan sebagai kanak-kanak. Oleh karena itu dia mencoba untuk

membentuk dunianya sendiri yaitu dunia remaja. Kelompok sebaya ini terbentuk karena mereka memiliki dunia yang sama. Dalam kelompok sebaya ini mereka saling mengisi. Teman sebaya dapat mempengaruhi motivasi anak melalui perbandingan sosial, kompetensi, dan motivasi sosial, belajar bersama, dan pengaruh kelompok teman sebaya ( Eccles, Wigfield, & Schiefele dalam Santrock, J W, 2007:533) Perbandingan sosial yang positif biasanya

menimbulkan penghargaan diri yang tinggi, begitu pula sebaliknya. Oleh karena itu, remaja sering membandingkan dirinya dengan teman yang juga setara dengan mereka dalam hal usia, minat, dan kemampuan.

Dalam masa remaja, remaja berusaha untuk melepaskan dirinya dari

lingkungan orang tua, untuk identitas ego. Remaja melepaskan dirinya dari orang tua dan membentuk kelompok. Dalam kelompok yang terjadi frekuensi interaksi

(25)

yang makin banyak maka korelasi kelompok akan semakin kuat. Dalam kelompok-kelompok dengan korelasi yang kuat berkembanglah satu iklim kelompok dan norma-norma kelompok tertentu. Norma-norma kelompok ini sangat ditentukan oleh peminpin-peminpinnya dalam kelompok. Moral kelompok dapat berbeda dengan moral keluarga. Bila moral kelompok lebih baik dari moral keluarga maka tidak akan menjadi masalah. Tetapi bila moral keluarga lebih baik dari moral kelompok, maka akan terjadi permasalahan antara anak dengan keluarga, dan akhirnya akan timbul persoalan antara

hubungan kelompok sebaya dengan keluarga.

39

Perbedaan norma-norma yang berlaku dalam kelompok teman sebaya dengan keluarga pada akhirnya dapat menimbulkan pertentangan dalam diri remaja. Pada masa remaja, kedekatannya dengan peer-groupnya sangat tinggi karena selain ikatan peer-group menggantikan ikatan keluarga, mereka juga merupakan sumber afeksi, simpati, dan pengertian, saling berbagi pengalaman dan sebagai tempat remaja untuk mencapai otonomi dan indepensi,. Maka tak heran bila remaja mempunyai kecenderungan untuk mengadopsi informasi yang di terima oleh teman-teman, tanpa memiliki dasar informasi dari teman-temannya tersebut tak jarang menimbulkan rasa penasaran yang membentuk serangkaian pertanyaan dalam diri remaja. Untuk menjawab pertanyaan itu sekaligus membuktikan kebenaran informasi yang diterima cenderung melakukan dan mengalami perilaku yang dilakukan oleh kelompok sebaya.

Remaja sering berada di luar rumah dengan teman sebaya. Maka tak heran apabila sikap, pembicaraan, penampilan dan perilaku teman sebaya sangat besar pengaruhnya terhadap remaja. Di dalam kelompok teman sebaya remaja berusaha menemukan jati dirinya. Di sini ia dinilai oleh teman-teman sebaya tanpa

mempedulikan sanksi-sanksi orang dewasa. Kelompok sebaya memberikan lingkungan yaitu dunia tempat remaja dapat melakukan sosialisasi di mana nilai yang berlaku bukanlah nilai yang di tetapkan orang dewasa melainkan oleh seusianya.

Sebagaimana pendapat Furman dan Buhrmester (dalam Santrock, J.W,

2007:102) bahwa remaja lebih bergantung kepada kawan ketimbang pada orang tuanya untuk memuaskan kebutuhan akan rasa kebersamaan, kepastian, dan

40

kedekatan. Disinilah letak berbahayanya nilai-nilai kelompok sebaya bagi perkembangan psikologis remaja, apabila nilai yang dikembangkan kelompok sebaya adalah nilai-nilai negatif. Hal inilah yang menimbulkan remaja berperilaku agresif yang pada akhirnya remaja melakukan perbuatan-perbuatan delikuen Lingkungan teman sebaya ternyata sangat berpengaruh besar terhadap

perilaku agresif yang bisa berujung pada kenakalan remaja. Pengaruh kuat teman sebaya atau sesamanya merupakan hal penting yang tidak dapat diremehkan dalam masa-masa remaja. Diantara para remaja, terdapat jalinan ikatan perasaan yang sangat kuat. Remaja dan teman sebaya menerapkan prinsip-prnsip hidup bersama dan bekerja sama ( Muppiare, 1987 ). Hubungan denga teman sebaya yang baik mungkin di butuhkan untuk perkembangan normal dan adanya gep atau ketidak mampuan sosialisasi remaja dengan teman sebayanya akan mempengaruhi kemungkinan munculnya gangguan dan masalah pada remaja,

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian yang berjudul Faktor Teman Sebaya Dalam Kenakalan Remaja (Studi Deskriptif Mengenai Geng Motor Di Kota Bandung) , diharapkan bisa menjelaskan faktor teman sebaya

Hubungan Antara Keluarga Broken Home, pola Asuh Orang Tuadan Interaksi Teman Sebaya dengan Kenakalan Remaja.. Yogyakarta: Universitas

Dari beberapa faktor penyebab kenakalan remaja seperti diuraikan di atas, jelas bahwa kehidupan keluarga yang tidak harmonis terutama akibat terjadinya perceraian orang

Penelitian ini menggunakan metode desktiptif korelasi yang bertujuan untuk mengetahui interaksi teman sebaya terhadap kecenderungan kenakalan remaja. Pengambilan sampel

Faktor yang mendominasi kenakalan remaja di Kampung Kubur ini ialah karena pergaulan dengan teman sebaya dan juga lingkungan yang mendukung terjadinya kenakalan remaja.. Kata Kunci

Penelitian ini menggunakan metode desktiptif korelasi yang bertujuan untuk mengetahui interaksi teman sebaya terhadap kecenderungan kenakalan remaja.. Pengambilan sampel

interaksi hubungan sebaya dengan kecenderungan kenakalan remaja di SMAN

(2) faktor yang menyebabkan timbulnya kenakalan remaja di Desa Gintungan Kecamatan Gebang Kabupaten Purworejo adalah karena faktor diri sendiri karena remaja masih mempunyai