• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERLUKAH MEMPERTAHANKAN BUDAYA ORGANISASI. Oleh: Sri Hastuti

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERLUKAH MEMPERTAHANKAN BUDAYA ORGANISASI. Oleh: Sri Hastuti"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

31 PERLUKAH MEMPERTAHANKAN BUDAYA ORGANISASI

Oleh: Sri Hastuti

hastutisri.99@gmail.com

Abstrak : Dalam lingkungan kehidupan manusia, dipengaruhi oleh budaya di mana dia berada, seperti nilai-nilai, keyakinan, perilaku sosial atau masyarakat yang kemudian menghasilkan budaya sosial atau budaya masyarakat. Hal yang sama juga terjadi pada anggota organisasi, dengan segala nilai, keyakinan dan perilakunya di dalam organisasi yang kemudian akan menciptakan budaya organisasi. Tidak mudah untuk memahami budaya organisasi, budaya organisasi dengan segala karakteristiknya dan peran atau fungsinya, serta bagaimana budaya organisasi diciptakan dan bagaimana pula organisasi ini harus dipertahankan. Hanya budaya organisasi yang kuat menunjukkan kesepakatan yang tinggi antar anggota mengenai apa yang diyakini organisasi.

Kata Kunci : Budaya Organisasi

Abstract : Within the human living environment, influenced by the culture in which he is. Just as the values, belief, social or community behavior which then produces a culture of social or culture community. The same thing happened to members of the organization, whit all the values, belief and behavior within the organization that would then create the organizational culture. Not easy to understand organizational culture, organizational culture with all its characteristics and the role of function, and how organizational culture is create is created and how well the organizational is to be maintained. Only a strong organizational culture showed a high agreement among members abaout what the organization believed.

Keyword : Organizational Culture I. PENDAHULUAN

Kehidupan berbagai organisasi di Indonesia, baik instansi pemerintah, lembaga swadaya/organisasi masyarakat maupun usaha-usaha swasta, sudah didukung oleh norma dan sistem nilai umum (makro) yaitu Pancasila. Baik dalam peranannya sebagai dasar negara, jiwa dan pandangan hidup bangsa, maupun sebagai perjanjian luhur serta sebagai tujuan yang hendak dicapai oleh bangsa Indonesia.

Adanya norma dan sistem nilai umum (makro) tersebut dan kemudian adanya penerimaan dari berbagai macam organisasi (instansi pemerintah, lembaga swadaya/organisasi masyarakat, dan usaha-usaha swasta) juga merupakan suatu modal besar bagi pembentukan dan pengembangan perilaku

(2)

32

organisasi. Dengan demikian setiap organisasi telah dapat mengarahkan usaha-usahanya untuk membentuk dan mengembangkan perilaku organisasinya dengan memperhatikan norma dan sistem nilai khusus (mikronya) sesuai dengan karakteristik organisasi itu sendiri. Seperti latar belakang, maksud dan tujuan diadakannya organisasi tersebut serta harapan-harapan yang ada dalam organisasi tersebut.

Usaha pembentukan dan pengembangan perilaku organisasi yang sesuai dengan norma dan sistem nilai khusus (mikro) tersebut bukanlah suatu usaha yang mudah, karena masih diperlukan adanya dukungan dari berbagai pihak, salah satunya adalah anggota organisasi. Karena apabila ada penentangan dari anggota organisasi sebagai akibat kurang memahami atau kurang diikutsertakan, maka sistem nilai yang buruk justru akan tercipta.

Disamping hal tersebut di atas adalah adanya perubahan dalam lingkungan kerja mereka. Para pegawai perlu belajar menyesuaikan diri dengan situasi untuk kemungkinan timbulnya konsekuensi negatif (Davis, 2005:46). Perusahaan umumnya sering memindahkan pegawai ke kota lain untuk melakukan tugas baru. Para pegawai yang pindah ke lokasi pekerjaan yang baru sering kali mengalami berbagai tingkat kejutan budaya, yaitu perasaan bingung, tidak aman, dan cemas yang ditimbulkan oleh lingkungan baru yang asing. Mereka risau karena tidak tahu bagaimana harus bertindak dan risau akan kehilangan keyakinan diri apabila melakukan tanggapan yang salah.

Perusahaan satu dengan yang lainnya tidak pernah mempunyai budaya yang sama. Perusahaan yang satu para tenaga kerjanya selalu datang sebelum waktu kerja ditentukan, dan begitu waktu kerja mulai maka tenaga kerjanya sudah berada ditempat kerja masing-masing untuk menyelesaikan pekerjaannya. Namun perusahaan yang lain sebaliknya, yaitu selalu datang terlambat dari waktu kerja yang ditentukan. Sudah terlambat tidak langsung di meja kerja, tetapi masih buka bekal untuk sarapan, ngopi dan hal-hal lain. Sehingga praktis setiap hari tidak pernah bekerja sesuai dengan jam kerja, akibatnya perusahaan dirugikan.

Nilai budaya berperan sebagai proses modernisasi pada umumnya dan pengembangan perilaku organisasi yang efektif. Hal ini berkaitan dengan dua pandangan aliran yang berbeda. Menurut Indrawijaya, (2002:282) bahwa pandangan aliran yang pertama berpendapat bahwa nilai budaya dan tradisi di negara-negara berkembang pada umumnya cenderung untuk menghambat proses pembangunan sebagai suatu proses perubahan berencana, baik karena setiap masyarakat maupun dalam perilaku birokrasi. Sedangkan pandangan aliran kedua berpendapat bahwa nilai-nilai budaya dan tradisi suatu bangsa dapat dan terbukti sebagai sumber kekuatan pembangunan dan proses modernisasi.

Kedua golongan tersebut terdapat suatu kesamaan yang prinsip, yaitu nilai budaya pasti akan mempunyai pengaruh dan peranan tertentu terhadap usaha-usaha pencapaian tujuan dalam organisasi. Pendapat ini secara luas dianut di Indonesia, seperti disampaikan Bachtiar (2005:83) bahwa budaya dengan berbagai macam simbolnya yang berisikan kepercayaan, pengetahuan nilai-nilai dan aturan jelas mempengaruhi pemikiran, perasaan, sikap dan perilaku setiap manajer sebagai manusia yang berhubungan dengan manusia lainnya. Lebih lanjut dikatakan bahwa dalam bertindak manusia seperti manusia-manusia yang lain memperlihatkan empat faktor utama, yaitu :

(3)

33 1. Adanya tujuan tertentu yang sering ditetapkan berdasarkan pemikiran budaya tertentu terutama nilai-nilai yang terkandung oleh pemikiran budaya yang bersangkutan

2. Keadaan sebagaimana dilihat oleh pelaku dalam hal-hal tertentu, sesuai dengan pengalaman dan pemikiran budaya acuannya

3. Motivasi yang menggerakkan pelaku berbuat, dan

4. Aturan-aturan yang dijadikan pedoman bertindak, aturan yang mungkin merupakan aturan kebudayaan Indonesia, kebudayaan daerah tertentu, kebudayaan agama tertentu, atau bahkan kebudayaan orang tertentu.

Sejalan dengan pendapat mengenai adanya berbagai macam ragam budaya Indonesia, maka Ravianto (2005:114) mengatakan bahwa terdapat beberapa sifat tenaga kerja Indonesia, yaitu : ramah, sungkan, mencintai keindahan, estetika, dan kesenian, suka mistik, suka menolong orang lain, gotong royong, patuh dan takut pada atasan yang berkuasa, banyak anak banyak rejeki, mangan ra mangan asal kumpul, alon-alon asal kelakon, semangat kerja yang tidak terus menerus (hangat-hangat tai ayam), kerja tangan itu kerja kasar, mental pegawai, mudah puas, mudah iri akan kemajuan orang lain, tidak disiplin. Sifat, watak, karakter atau nilai tenaga kerja Indonesia tersebut adalah hasil proses interaksi berbagai macam faktor yang mempengaruhi sistem nilai masyarakat selama berabad-abad.

II. PEMBAHASAN 2.1. Pengertian

Dalam lingkungan kehidupannya, manusia dipengaruhi oleh budaya di mana dia berada, seperti nilai-nilai, keyakinan, perilaku sosial atau masyarakat yang kemudian menghasilkan budaya sosial atau budaya masyarakat. Hal yang sama juga terjadi pada anggota organisasi, dengan segala nilai, keyakinan dan perilakunya di dalam organisasi yang kemudian akan menciptakan budaya organisasi. Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa budaya organisai pada dasarnya mewakili norma-norma perilaku yang diikuti oleh para anggota organisasi, termasuk mereka yang berada dalam hirarki organisasi (Sopiah, 2008:128).

Memahami konsep budaya organisasi bukanlah sesuatu hal yang mudah. Belum adanya kesepakatan atas konsep budaya organisasi menyebabkan munculnya pemahaman yang bervariasi. Adanya beberapa istilah seperti adat, nilai budaya, kebudayaan, sistem nilai budaya. Namun dalam pembahasan ini difokuskan pada budaya organisasi. Berikut ini adalah beberapa pengertian tentang budaya organisasi dari beberapa ahli.

Robin, (2011:256) mengatakan bahwa budaya organisasi adalah “sebuah sistem makna bersama yang dianut oleh para anggota organisasi yang membedakan suatu organisasi dari organisasi-organisasi lainnya”. Sedangkan menurut Kreitner, (2003:79) budaya organisasi adalah “satu wujud anggapan yang dimiliki, diterima secara implisit oleh kelompok dan menentukan bagaimana kelompok tersebut rasakan, pikirkan, dan bereaksi terhadap lingkungannya yang beraneka ragam”. Demikian pula dengan Sopiah, (2008:128) mengatakan bahwa budaya organisasi adalah “falsafah yang menuntun kebijaksanaan organisasi terhadap pegawai”

Dari beberapa pengertian tentang budaya organisasi tersebut di atas, maka bisa diartikan bahwa budaya organisasi dilihat dari sudut pandang tenaga

(4)

34

kerja adalah memberi pedoman bagi tenaga kerja akan segala sesuatu yang penting untuk dilakukan. Sedangkan dari sudut pandang perusahaan, budaya organisasi adalah nilai dan keyakinan bersama yang mendasari identitas perusahaan.

2.2. Asal Mula Sebuah Budaya

Budaya sering juga disebut kultur, kebiasaan, tradisi, dan tata cara umum dalam melakukan segala sesuatu yang ada di sebuah organisasi saat ini terutama merupakan hasil atau akibat dari yang telah dilakukan sebelumnya dan seberapa besar kesuksesan yang telah diraihnya pada masa lalu. Ini membawa kita ke sumber tertinggi budayasebuah organisasi, yakni pendirinya.

Menurut Robin, (2011:267) pendiri organisasi memiliki pengaruh besar terhadap kultur awal organisasi tersebut. Mereka memiliki visi tentang akan menjadi apa nantinya organisasi itu. Mereka tidak memiliki kendala karena kebiasaan atau ideologi sebelumnya. Ukuran kecil yang biasanya mencirikan organisasi baru lebih jauh memudahkan pendiri memaksakan visi mereka pada seluruh anggota organisasi. Proses penciptaan kultur terjadi dalam tiga cara, yaitu :

1. Pendiri hanya merekrut dan mempertahankan karyawan yang sepikiran dan seperasaan dengan mereka.

2. Mereka melakukan indoktrinasi dan mensosialisasikan cara pikir dan perilaku mereka kepada karyawan

3. Perilaku pendiri sendiri bertindak sebagai model peran yang mendorong karyawan untuk mengidentifikasi diri. Dengan demikian, menginternalisasi keyakinan, nilai, dan asumsi pendiri tersebut.

Apabila organisasi mencapai kesuksesan, visi pendiri lalu dipandang sebagai faktor penentu utama keberhasilan tersebut. Di titik ini, seluruh kepribadian para pendiri jadi melekat dalam kultur/budaya organisasi

2.3. Karakteristik Budaya Organisasi

Luthans, (2011:125) mengatakan bahwa budaya organisasi mempunyai sejumlah karakteristik penting, yaitu :

1. Peraturan-peraturan perilaku yang harus dipatuhi

Peraturan yang biasa dipergunakan oleh anggota organisasi. Ketika anggota organisasi berinteraksi satu sama lain, mereka menggunakan bahasa, istilah, dan ritual umum yang berkaitan dengan rasa hormat dan cara berperilaku. Menurut Sopiah, (2008:128) peraturan dapat dijadikan pedoman dalam hubungan antara anggota organisasi, seperti komunikasi dan upacara-upacara.

2. Norma-norma

Adalah standar perilaku yang meliputi petunjuk bagaimana melakukan sesuatu, mencakup pedoman mengenai seberapa banyak pekerjaan yang dilakukan. Dimana dalam perusahaan menjadi, jangan melakukan terlalu banyak atau jangan melakukan terlalu sedikit. Lebih jauh di masyarakat kita kenal adanya norma agama, norma sosial, norma susila, norma adat.

3. Nilai-nilai yang dominan

Adalah nilai utama yang diharapkan dari organisasi untuk dikerjakan oleh para anggota, misalnya tingginya kualitas produk, rendahnya tingkat absensi, tingginya produktivitas dan efisiensi, serta tingginya disiplin kerja tenaga kerja

(5)

35 Adalah kebijakan yang dipercaya organisasi tentang hal-hal yang disukai para karyawan dan pelanggannya diperlakukan .

Contohnya seperti : kepuasan anda adalah harapan kami, konsumen adalah raja. 5. Peraturan-peraturan

Adalah peraturan yang tegas dari organisasi, tenaga kerja baru dalam organisasi harus mempelajari peraturan ini agar keberadaannya dapat diterima di dalam organisasi

6. Iklim organisasi

Adalah keseluruhan “perasaan” yang meliputi hal-hal fisik, bagaimana para anggota berinteraksi dan bagaimana para anggota organisasi mengendalikan diri dalam berhubungan dengan pelanggan atau pihak luar organisasi

2.4. Fungsi Budaya Organisasi

Budaya organisasi sangat penting perannya di dalam mendukung terciptanya suatu organisasi yang efektif. Bagi organisasi yang masih didominasi oleh pendiri, maka budaya akan menjadi wahana untuk mengomunikasikan harapan-harapan pendiri kepada para tenaga kerja. Demikian pula jika perusahaan dikelola oleh seorang manajer senior yang otokratis dimana menerapkan gaya kepemimpinan top down. Maka budaya juga akan berperan untuk mengomunikasikan harapan-harapan manajer senior tersebut (Sopiah, 2008:136).

Menurut Kreitner, (2003:83) terdapat empat fungsi budaya organisasi, yaitu seperti di bawah ini :

1. Memberikan identitas organisasi kepada karyawan

Perusahaan/organisasi membantu tenaga kerja guna menciptakan rasa memiliki jati diri (sense of belonging)

2. Memudahkan komitmen kolektif

Sebuah perusahaan akan mempunyai kebanggaan apabila perusahaan tersebut memiliki nilai, dapat digunakan untuk mengembangkan ikatan pribadi dengan perusahaan. Tenaga kerja yang menyukai budaya tersebut, maka akan tetap bekerja dalam jangka waktu yang lama dan tidak ada alasan untuk pergi

3. Mempromosikan stabilitas sistem sosial

Stabilitas sistem sosial mencerminkan taraf di mana lingkungan kerja dirasakan positif dan mendukung, dan konflik serta perubahan diatur dengan efektif. Dengan demikian membantu stabilisasi perusahaan sebagai suatu sistem sosial, seperti perusahaan berusaha meningkatkan stabilitas melalui budaya promosi dari dalam. 4. Membentuk perilaku dengan membantu manajer merasakan keberadaannya

Fungsi budaya ini membantu para karyawan memahami mengapa organisasi melakukan apa yang seharusnya dilakukan dan bagaimana perusahaan bermaksud mencapai tujuan jangka panjangnya. Sehingga perusahaan berupaya menyajikan pedoman perilaku sebagai hasil dari norma-norma perilaku yang sudah terbentuk

Agar lebih memperjelas apa yang sudah diuraikan di atas, maka dapat dilihat pada gambar 1 tentang empat fungsi budaya :

(6)

36

Gambar 1 : Empat Fungsi Budaya Organisasi Sumber : Kreitner (2003:86)

2.5. Membangun dan Membina Budaya Organisasi

Pada dasarnya untuk membangun budaya organisasi yang kuat memerlukan waktu yang cukup lama dan bertahap. Boleh jadi di dalam perjalanannya sebuah organisasi mengalami pasang surut dan menerapkan budaya organisasi yang berbeda dari waktu ke waktu yang lain. Menurut Sopiah, (2008:136) tahapan-tahapan pembentukan atau pembangunan budaya organisasi/perusahaan dapat diidentifikasikan sebagai berikut :

1. Seseorang (biasanya pendiri) datang dengan ide atau gagasan tentang sebuah usaha baru dalam perusahaan (apapun perusahaannya, bisa manufaktur, perdagangan ataupun jasa)

2. Pendiri membawa orang-orang kunci yang merupakan para pemikir, dan menciptakan kelompok inti yang mempunyai visi yang sama dengan pendiri. Maka semua kelompok inti itu yakin bahwa ide tersebut bagus, dapat berjalan, beresiko, berharga dalam investasi waktu, uang, dan energi

3. Kelompok inti memulai serangkaian tindakan untuk menciptakan organisasi, mengumpulkan dana, mementukan jenis dan tempat usaha, dan lain-lain hal yang relevan

4. Orang-orang lain dibawa kedalam organisasi untuk berkarya bersama-sama dengan pendiri dan kelompok inti, memulai sebuah sejarah bersama-sama Apabila digambarkan, maka akan seperti tampak pada gambar 2.:

Gambar 2 : Bagaimana Membangun Budaya Organisasi Sumber : Robin (2011:274) FILOSOFI PENDIRI ORGANISASI PENDIR KRITERIA SELEKSI SOSIALISASI MANAJEMEN PUNCAK BUDAYA ORGANISASI BUDAYA ORGANISASI CARA PEMBINAAN YANG DIPAHAMI STABILITAS SISTEM SOSIAL IDENTITAS ORGANISASI KOMITMEN KOLEKTIF

(7)

37 Selanjutnya bagaimana membina budaya organisasi. Pembinaan budaya organisasi dapat dilakukan dengan serangkaian langkah sosialisasi sebagai berikut : 1. Seleksi tenaga kerja yang obyektif

2. Penempatan orang dalam pekerjaan sesuai dengan kemampuan dan bidangnya, “the right man on the right place et the right time” (Luthans, 2011:129)

3. Perolehan dan peningkatan kemahiran melalui pengalaman 4. Pengukuran prestasi dan pemberian imbalan yang sesuai 5. Penghayatan akan nilai-nilai kerja atau hal lain yang penting

6. Cerita-cerita dan faktor organisasi yang menumbuhkan semangat dan kebanggaan 7. Pengakuan dan promosi bagi karyawan yang berprestasi

Tentu saja nilai-nilai yang disebutkan di atas masih dapat ditambah dengan langkah-langkah lain sepanjang memiliki makna yang sama, yakni memantapkan budaya perusahaan. Hal ini yang penting adalah bahwa langkah-langkah tersebut harus dilakukan secara terus-menerus dan konsisten dengan disertai komitmen pemimpin perusahaan (Sopiah, 2008:137)

2.6. Bagaimana Cara Tenaga Kerja Mempelajari Budaya Organisasi

Seperti sudah dikatakan di atas, bahwa budaya organisasi harus dipelajari dan tidak terjadi dengan sendirinya. Dengan demikian harus ada usaha khusus, untuk itu agar tenaga kerja yang sudah ada dalam organisasi mentransformasikan karakteristik budaya organisasi itu kepada tenaga kerja baru. Menurut Sopiah, (2008:138) proses transformasi ini dapat dilakukan melalui beberapa cara, yaitu :

1. Cerita-cerita

Cerita-cerita mengenai bagaimana kerasnya perjuangan pendiri organisasi di dalam memulai usaha, sehingga kemudian menjadi maju seperti sekarang merupakan hal yang baik untuk disebarluaskan. Bagaimana sejarah pasang surut perusahaan dan bagaimana perusahaan mengatasi kemelut dalam situasi tak menentu merupakan kisah yang dapat mendorong dan memotivasi tenaga kerja untuk bekerja keras jika mereka mau memahaminya

2. Ritual / upacara-upacara

Semua masyarakat memiliki corak ritual sendiri-sendiri. Di dalam perusahaan tidak jarang ditemui acara-acara ritual yang sudah mengakar dan menjadi bagian hidup perusahaan, sehingga tetap dipelihara keberadaannya. Seperti mengadakan syukuran/selamatan waktu mulai musim giling di pabrik tebu.

3. Simbol-simbol Material

Simbol-simbol atau lambang-lambang material seperti pakaian seragam, ruang kantor, atribut fisik yang dapat diamati merupakan unsur penting budaya organisasi yang harus diperhatikan. Sebab dengan simbol-simbol itulah dapat dengan cepat diidentifikasi bagaimana nilai, keyakinan, norma, dan berbagai hal lain menjadi milik bersama dan dipatuhi anggota organisasi

4. Bahasa

Bahasa merupakan salah satu media terpenting di dalam mentransformasikan nilai. Dalam suatu organisasi atau perusahaan tiap divisi/bagian, strata atau semacamnya memiliki bahasa atau jargon yang khas, kadang-kadang hanya dipahami oleh kalangan itu sendiri. Hal ini penting karena untuk dapat diterima di suatu lingkungan dan menjadi bagian dari lingkungan, salah satu syaratnya adalah memahami bahasa yang berlaku di lingkungan itu. Seperti di perusahaan Coca-cola setiap tenaga kerja satu ketemu dengan tenaga kerja lain selalu mengucapkan kata “morning” baik untuk pagi, siang maupun malam hari artinya pagi yaitu kalau

(8)

38

pagi selalu dengan semangat untuk bekerja. Dengan demikian menjadi jelas bahwa bahasa merupakan unsur penting dalam budaya perusahaan.

2.7. Menciptakan Budaya Organisasi yang Etis

Kekuatan suatu budaya mempengaruhi suasana etis sebuah organisasi dan perilaku etis para anggotanya. Budaya suatu organisasi yang membentuk standart etika tinggi adalah budaya yang tinggi toleransinya terhadap risiko tinggi, rendah sampai sedang dalam hal keagresifan, dan fokus pada sarana selain juga hasil. Para manajer dalam budaya semacam ini didorong untuk mengambil risiko dan berani berinovasi. Dilarang terlibat dalam persaingan yang tak terkendali, dan akan memberikan perhatian pada apa dan bagaimana tujuan itu dicapai.

Menurut Robin, (2011:277) budaya organisasi yang kuat akan lebih mempengaruhi tenaga kerja dari pada budaya yang lemah. Jika budayanya kuat dan mendorong standar etika yang tinggi, pasti akan berpengaruh kuat dan positif terhadap perilaku karyawan. Sebaliknya, budaya kuat yang mendorong sikap yang sangat agresif bisa menjadi faktor yang dominan dalam membentuk perilaku yang tidak etis.

Membedakan budaya/kultur yang kuat dengan kultur yang lemah menjadi semakin populer dewasa ini. Kultur yang kuat memiliki dampak yang lebih besar terhadap perilaku karyawan dan lebih terkait langsung dengan menurunya perputaran karyawan. Menurut Robin, (2011:259) dalam kultur yang kuat (strong culture), nilai-nilai inti organisasi dipegang teguh dan dijunjung bersama. Semakin banyak anggota yang menerima nilai-nilai inti dan semakin besar komitmen mereka terhadap berbagai nilai itu, semakin kuat kultur tersebut. Kultur yang kuat akan memiliki pengaruh yang besar terhadap perilaku anggota-anggotanya karena kadar kebersamaan dan intensitas yang tinggi menciptakan suasana internal berupa kendali perilaku yang tinggi. Salah satu hasil spesifik dari kultur yang kuat adalah menurunnya tingkat perputaran karyawan. Kultur yang kuat menunjukkan kesepakatan yang tinggi antar anggota mengenai apa yang diyakini organisasi. Keharmonisan tujuan semacam ini membangun kekompakan, loyalitas, dan komitmen keorganisasian. Sifat-sifat ini pada gilirannya memperkecil kecenderungan karyawan untuk meninggalkan organisasi.

Apa yang bisa dilakukan organisasi untuk menciptakan budaya organisasi etis. Robin, (2011:278) menyarankan agar mempraktikkan hal-hal berikut ini :

1. Jadilah model peran yang visibel

Tenaga kerja akan melihat perilaku manajemen puncak sebagai acuan standar untuk menentukan perilaku yang semestinya mereka ambil. Ketika manajemen puncak dianggap mengambil jalan yang etis, hal ini memberi pesan positif bagi semua karyawan

2. Komunikasikan harapan-harapan yang etis

Ambiguitas etika dapat diminimalkan dengan menciptakan dan mengkomunikasikan kode etik organisasi. Kode etik ini harus menyatakan nilai-nilai utama organisasi dan berbagai aturan etis yang diharapkan akan dipatuhi oleh para tenaga kerja dalam organisasi

3. Berikan pelatihan etis

Selenggarakan seminar, lokakarya, dan program-program pelatihan etis. Gunakan sesi-sesi pelatihan ini untuk memperkuat standar tuntunan organisasi, menjelaskan praktik-praktik yang diperbolehkan dan yang tidak, serta menangani dilema etika yang mungkin muncul

4. Secara nyata berikan penghargaan atas tindakan etis dan beri hukuman terhadap tindakan yang tidak etis

(9)

39 Penilaian kinerja terhadap tenaga kerja harus mencakup semua hal yang relevan, mengenai keputusan-keputusan yang baik menurut kode etik organisasi. Penilaian harus mencakup sarana yang dipakai untuk mencapai sasaran dan juga pencapaian itu sendiri. Orang-orang yang bertindak etis harus diberi penghargaan yang jelas atas perilaku mereka. Sama pentingnya, tindakan tidak etis harus diganjar secara terbuka dan nyata

5. Berikan mekanisme perlindungan

Organisasi perlu memiliki mekanisme formal, sehingga tenaga kerja dapat mendiskusikan dilema-dilema etika dan melaporkan perilaku tidak etis tanpa takut. Cara ini bisa meliputi pembentukan konselor etis atau petugas etika.

III. PENUTUP

Budaya perusahaan tidak muncul dengan sendirinya di kalangan anggota organisasi, tetapi perlu dibentuk dan dipelajari karena pada dasarnya budaya perusahaan adalah sekumpulan nilai dan pola perilaku yang dipelajari, dimiliki bersama oleh semua anggota organisasi dan diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Dengan segala karakteristiknya, maka budaya organisasi satu dengan yang lainnya tidak pernah memiliki suatu budaya yang sama. Budaya perusahaan sangat penting perannya dalam mendukung terciptanya suatu organisasi atau perusahaan yang efektif. Secara lebih spesifik, budaya perusahaan dapat berperan dalam menciptakan jati diri, mengembangkan keikutsertaan pribadi dengan perusahaan dan menyajikan pedoman perilaku kerja bagi karyawan

DAFTAR PUSTAKA

Bachtiar Harsya, Manusia Indonesia dan Manajemen Pembangunan Masalah Keanekaragaman Budaya. Penerbit Sinar baru Bandung, 2005.

Davis Keith dan John W Newstrom, Diterjemahkan oleh Agus Dharma, Perilaku Dalam Organisasi. Penerbit Erlangga Jakarta, 2005.

Indrajaya I Adam, Perilaku Organisasi. Penerbit Sinar Baru bandung, 2002. Kreitner Robert dan Angelo Kinichi, Diterjemahkan oleh Erly Suandy. Perilaku

Organisasi. Penerbit Salemba Empat Jakarta, 2003.

Luthans Fred, Diterjemahkan oleh Vivin Andhika Yuwono. Perilaku Organisasi. Penerbit Andi Yogyakarta, 2011.

Robin Stephen P, Diterjemahkan Oleh Halida. Prinsip-Prinsip Perilaku Organisasi. Penerbit Erlangga Jakarta, 2011.

_______, dan Timothy A. Judge, Diterjemahkan oleh Diana Angelica. Perilaku Organisasi. Penerbit Salemba Empat Jakarta, 2011.

Ravianto, Produktivitas dan Manusia Indonesi, Lembaga sarana Informasi, Usaha dan Produktivitas. Penerbit Sinar Baru bandung, 2005.

Sopiah , Perilaku Organisasional. Penerbit Andi Yogyakarta, 2008. Biodata Penulis :

Sri Hastuti, SE, MSi. Penulis adalah Dosen Tetap pada Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi UNJANI

Gambar

Gambar 1  : Empat Fungsi Budaya Organisasi  Sumber    : Kreitner (2003:86)

Referensi

Dokumen terkait

Oleh sebab itu untuk meningkatkan kinerja karyawan piket manajemen perlu mewujudkan budaya organisasi yang kondusif melalui faktor perusahaan dapat menerima tugas,

Budaya organisasi sangat penting dalam suatu perusahaan baik itu perusahaan jasa, dagang, manufaktur karena pada hakikatnya budaya organisasi yang diterapkaan dalam

Schien (2004) mendefinisikan budaya organisasi adalah sebuah pola asumsi dasar yang dapat dipelajari oleh sebuah organisasi dalam memecahkan permasalahan yang dihadapinya

Budaya organisasi sangat berpengaruh terhadap perilaku para anggota organisasi karena sistem nilai dalam budaya organisasi dapat dijadikan acuan perilaku manusia dalam organisasi

 Simbol Perilaku adalah budaya organisasi yang menjadi ciri bagaimana anggota-anggota organisasi berperilaku dalam sebagian besar waktunya di perusahaan, terdiri dari

Pada intinya budaya organisasi perusahaan ibaratkan sengan isi yang sama dengan bentuk yang  Pada intinya budaya organisasi perusahaan ibaratkan sengan isi yang

Terdapat 4 dimensi dalam Budaya Organisasi dan karyawan tentunya sudah merasa bahwa Budaya Organisasi yang diterapkan di perusahaan sudah dibentuk dengan sangat baik, dimana Budaya

Karakteristik kunci yang merupakan inti dari budaya organisasi transdisipliner, yaitu: 1 member identity, yaitu identitas anggota dalam organisasi secara keseluruhan, dibandingkan