• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PELAKSANAAN PROGRAM PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI DI RSUP RATATOTOK BUYAT TAHUN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS PELAKSANAAN PROGRAM PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI DI RSUP RATATOTOK BUYAT TAHUN"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1

ANALISIS PELAKSANAAN PROGRAM PENCEGAHAN DAN

PENGENDALIAN INFEKSI DI RSUP RATATOTOK BUYAT TAHUN 2017 Renatta M. Nelwan*, Chreisye K. F. Mandagi*, Harvani Boky*

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi

ABSTRAK

Pelayanan Rumah Sakit rentan akan penyebaran infeksi nosokomial atau Healthcare-associated Infections (HAIs). Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) merupakan sebuah program yang wajib dilaksanakan disetiap fasilitas pelayanan kesehatan di Indonesia untuk meminimalisir risiko penyebaran infeksi. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pelaksanaan Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) di RSUP Ratatotok Buyat. Jenis penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan metode penelitian kualitatif. Wawancara mendalam dan observasi dokumen dilaksanakan untuk memperoleh informasi mendalam terkait pelaksanaan program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) di RSUP Ratatotok Buyat terhadap 7 informan yaitu direktur rumah sakit, ketua komite PPI, anggota komite PPI, perawat IPCN, 2 perawat IPCLN serta 1 perawat yang tidak termasuk dalam komite PPI. Metode analisa data menggunakan metode triangulasi yang terdiri atas triangulasi sumber dan triangulasi metode. Pelaksanaan pelatihan, pengembangan, dan pendidikan bagi komite PPI masih belum optimal karena belum terlatihnya anggota dalam pelatihan PPI dasar dan pelatihan PPI lanjutan. Pemenuhan sarana prasarana dan fasilitas sering mengalami ketidakcukupan dan keterlambatan penyediaan. Pelaksanaan monitoring sudah rutin namun evaluasi dan pelaporan komite PPI masih rendah terbukti dengan jarangnya diadakan pertemuan serta belum rampungnya pelaporan program tahun 2016 dan 2017. Anggota komite memahami tugas dan tanggung jawab sebagai pelaksana program PPI. Faktor kepemimpinan dalam program PPI dimiliki oleh pimpinan, ketua komite, IPCN dan IPCLN, faktor komitmen belum sepenuhnya dimiliki seluruh anggota komite karena beberapa anggota tidak terlibat secara aktif, komunikasi formal jarang dilaksanakan serta faktor kuantitas bagi program PPI masih belum mencukupi dan kualitas SDM belum sesuai kompetensi pelatihan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan program pencegahan dan pengendalian infeksi di RSUP Ratatotok Buyat secara keseluruhan belum terlaksana dengan baik.

Kata Kunci: Manajemen, Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi, Rumah Sakit.

ABSTRACT

Hospital services are vulnerable to the spread of nosocomial infection or healthcare-associated infections (HAIs). Infection Prevention and Control Program (PPI) is a program that must be implemented in every health service facility in Indonesia to minimize the risk of spreading infection. The purpose of this study was to analyze the implementation of infection prevention and control program (PPI) at RSUP Ratatotok Buyat. This research was a descriptive study with qualitative research method. In-depth interviews and document observation were carried out to obtain in-depth information regarding the implementation of the Infection Prevention and Control (PPI) program at RSUP Ratatotok Buyat on 7 informants (i.e. hospital director, PPI committee chairman, PPI committee member, IPCN nurse, 2 IPCLN nurses and 1 nurse not included in the PPI committee). Data were analyzed using triangulation method that consist of source triangulation and methodological triangulation. Implementation of training, development, and education for PPI committees was found not optimal due to the lack of trained members in basic PPI training and advanced PPI training. Fulfillment of infrastructure and facilities often experienced insufficient and delayed provision. The study revealed that the implementation of monitoring had been done regularly; however, the evaluation and reporting of PPI committees was low as evidenced by the rarely held meetings and unfinished reporting of programs in 2016 and 2017. Committee members understood the duties and responsibilities of implementing PPI programs. Leadership factor in PPI program was owned by leader, committee chairman, IPCN and IPCLN. Commitment factor was not fully owned by all committee members, as some members were not actively involved. Formal communication was rarely implemented and quantity factor for PPI program was inadequate. The study also revealed that human resource quality was not suitable to competence training. Based on the research findings, it can be concluded that the

(2)

2

implementation of infection prevention and control program in RSUP Ratatotok Buyat in overall was not done well.

Keywords: Management, Infection Prevention and Control Program, Hospital.

PENDAHULUAN

Masalah kesehatan yang turut mengancam secara global adalah terkait emerging infectious disease dan re-emerging infectious disease, yang menurut Lindgren dkk, (2012) dapat dihantarkan oleh perubahan lingkungan seperti perubahan iklim (climate change), gaya hidup, faktor sosial dan demografi serta sistem pelayanan kesehatan masyarakat.

Setiap institusi pemberi layanan kesehatan dituntut untuk siap memerangi setiap permasalahan yang ada dan hendak terjadi. Salah satu fasilitas pelayanan kesehatan yang berperan strategis dalam pembangunan kesehatan adalah Rumah Sakit. Pelayanan Rumah Sakit rentan akan pelbagai masalah, ancaman dan risiko, termasuk risiko klinis seperti penyebaran infeksi nosokomial atau Healthcare-associated Infections (HAIs). Studi di Eropa menemukan bahwa sebanyak 4.6%-9.3% pasien yang dirawat mengalami infeksi nosokomial atau HAIs (Huis dkk, 2012).

Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) merupakan sebuah program yang wajib dilaksanakan disetiap fasilitas pelayanan kesehatan di Indonesia untuk

meminimalisir risiko penyebaran infeksi. Selain peran teknis, faktor manajemen merupakan unsur yang diperlukan dalam keberhasilan Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit. Pada tahun 2008 Kementrian Kesehatan mengeluarkan sebuah acuan bagi manajemen program PPI dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 270/Menkes/SK/III/2007 Tentang Pedoman Manajerial Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lainnya.

Penelitian yang dilakukan oleh Molina tentang Analisis Pelaksanaan Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Nosokomial di Rumkital Dr. Mintoardjo Jakarta Tahun 2012, mendapati bahwa faktor-faktor manajemen yang terdiri dari komitmen,kepemimipinan,komunikasi, dan kerjasama dalam pelaksanaan program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumkital Dr. Mintohardjo masih rendah karena program tersebut belum menjadi prioritas utama dan karena singkatnya jabatan manajemen puncak. Data hasil Riset Fasilitas Kesehatan tahun 2011 menunjukkan bahwa 51,7% rumah sakit di Indonesia

(3)

3 telah memiliki komite penanggulangan infeksi nosokomial, namun hanya sekitar 84% yang meyelenggarakan secara aktif.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan metode penelitian kualitatif. Lokasi penelitian dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Ratatotok Buyat. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan April – Juli 2017. Informan dalam penelitian ini berjumlah 7 orang yang diperikirakan berkompeten untuk memberikan informasi, meliputi Direktur Rumah Sakit, Ketua Komite PPI, anggota komite PPI, IPCN, IPCLN sebanyak 2 orang, dan Penanggung Jawab Ruangan/ Instalasi/ Bagian yang tidak termasuk dalam anggota komite PPI. Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Metode yang digunakan untuk pemeriksaan keabsahan data adalah metode triangulasi yang terdiri atas triangulasi sumber dan triangulasi metode.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pelaksanaan Pelatihan, Pendidikan, dan Pengembangan

Melalui hasil wawacara mendalam bersama informan ditemukan bahwa seluruh anggota komite PPI dan tim PPI

di RSUP Ratatotok Buyat belum mengikuti pelatihan PPI dasar dan hanya perawat pelaksana atau IPCN yang diikutsertakan dalam pelatihan PPI lanjutan. Dalam hasil penelitian dokumen ditemui bahwa sertifikat hanya pula dimiliki oleh IPCN untuk pelatihan PPI lanjutan. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 270/Menkes/SK/III/2007 Tentang Pedoman Manajerial Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lainnya, setiap anggota komite PPI dan tim PPI wajib untuk mengikuti pelatihan PPI dasar dan pelatihan PPI lanjutan serta memiliki sertifikat pelatihan.

Sosialisasi yang diberikan komite PPI kepada petugas kesehatan dan seluruh staf masih jarang dilaksanakan, hal ini dikuatkan dengan pernyataan informan bukan anggota PPI yang menilai bahwa sosialisasi masih jarang dibuat sehingga beberapa petugas sering lupa mematuhi Standar Operasional Prosedur (SOP) PPI dengan baik. Para informan anggota komite turut menyatakan salah satu kendala yang mereka rasakan dalam pelaksanaan program PPI yaitu kepatuhan staf yang masih perlu ditingkatkan dan diingatkan lagi.

Setiap informan dalam wawancara mendalam menyatakan bahwa informasi pencegahan dan pengendalian Infeksi

(4)

4 turut diberikan kepada pasien, keluarga pasien dan pengunjung rumah sakit. Pasien dan keluarga pun diberitahu bahwa setiap petugas yang akan melakukan tindakan pada pasien wajib melakukan tindakan 5 moment of hand hygiene (lima saat mencuci tangan) sehingga pasien dapat pula mengawasi kepatuhan petugas.

Pemenuhan Sarana, Prasarana dan Fasilitas

Melalui hasil wawancara mendalam disimpulkan bahwa proses penyediaan sarana prasarana bagi program PPI di RSUP-RB masih mengalami berbagai kendala. Kendala yang dikemukakan masing-masing informan seperti keterlambatan penyediaan sarana, ketersediaan formulir surveilans yang kadang tidak mencukupi, serta kualitas beberapa sarana prasarana yang kurang baik.

Berdasarkan penelitian diamati bahwa dari segi kualitas, sarana prasarana dan fasilitas program PPI masih memadai, namun dari segi kecukupan program masih menemui kendala. Keterlambatan penyediaan sarana setelah ditelusuri melalui wawancara mendalam sering disebabkan oleh pihak-pihak yang terlibat, baik kesalahan pihak manajemen yang tidak memproses permintaan tepat waktu, pihak distributor penyedia yang terlambat

menyediakan akibat jarak yang jauh serta sedikitnya jumlah permintaan, juga kesalahan pihak komite PPI yang terlambat mengusulkan permintaan kepada pihak manajemen.

Berdasarkan wawancara mendalam dan observasi dokumen yang dilakukan, ditemui bahwa anggaran dan dana bagi kegiatan PPI telah dikhususkan dalam Rencana Kerja dan Anggaran (RKA). Proses penyusunan RKA adalah langkah awal dari pelaksanaan progam kerja yang telah disusun, perhitungan saat ini dapat dijadikan tolak ukur apakah dalam tahun yang akan datang pelaksanaan progam kerja dapat dilaksankan dengan baik (Annur, 2011).

Pelaksanaan Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan

Dalam hasil wawancara mendalam dan observasi langsung yang dilakukan, diketahui bahwa pelaksanaan monitoring program PPI di RSUP Ratatotok Buyat memiliki mekanisme yang sesuai. Proses surveilans setiap hari rutin dilaksanakan IPCLN untuk memonitor adanya kejadian HAIs mencakup surveilans kejadian infeksi pemasangan jarum infus (plebitis), ILO dan ISK, serta mengamati kepatuhan petugas terhadap tindakan 5 Moment of Hand Hygiene menggunakan formulir checklist. Kegiatan monitoring tim PPI

(5)

5 di RSUP Ratatotok Buyat sesuai dengan acuan Standar Pelayanan Minimal (SPM) Rumah Sakit dalam Kepmenkes Nomor 129 tahun 2008 yang menyaratkan tersedianya pencatatan dan pelaporan infeksi nosokomial di rumah sakit dengan frekuensi pengumpulan data setiap hari dan periode analisis setiap satu bulan.

Pelaksanaan Evaluasi dan Pelaporan komite PPI di RSUP Ratatotok Buyat ditemui masih rendah akibat jarangnya pelaksanaan rapat komite untuk membahas pelaksanaan program. Dalam observasi pun tidak ditemukan adanya dokumen laporan pelaksanaan program komite PPI untuk tahun 2016 dan tahun 2017. Hasil penelitian yang sama oleh Molina (2012) dengan judul Analisis Pelaksanaan Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Nosokomial di Rumkital Dr.Mintohardjo Tahun 2012 menyimpulkan bahwa pelaksanaan tugas komite PPI di Rumkital Dr.Mintohardjo masih rendah terbukti dengan tidak terlaksananya kegiatan rapat, sosialisasi, pengawasan dan umpan balik.

Pelaksanaan Tugas dan Tanggung Jawab

Melalui hasil wawancara mendalam terlihat para informan anggota komite PPI mengetahui tugas dan tanggung jawab masing-masing. Dalam observasi dan telaah dokumen didapati dokumen

pedoman tugas tanggung jawab komite PPI RSUP Ratatotok Buyat yang sesuai dengan pedoman manajerial. Lulusnya kelompok kerja Pencegahan dan Pengendalian Infeksi dalam penilaian akreditasi rumah sakit pada tahun 2016 turut menunjukkan bahwa program PPI di rumah sakit ini berjalan sesuai tupoksi.

Beberapa kendala dalam tugas dan tanggung jawab komite PPI seperti; belum terlatihnya anggota dalam pelatihan PPI dasar maupun pelatihan PPI lanjutan, penyediaan sarana prasarana dan fasilitas yang kadang mengalami keterlambatan, serta tindakan tenaga medis dan staf yang masih kurang disiplin menerapkan SOP pencegahan dan pengendalian infeksi.

Komitmen

Dalam wawancara mendalam yang dilaksanakan, para informan anggota komite PPI menilai pimpinan rumah sakit menunjukkan komitmen untuk pelaksanaan program PPI di RSUP Ratatotok Buyat. Menurut Wijaya (2012) dalam Sri (2015) komitmen dapat ditingkatkan dengan mengembangkan sistem monitoring peningkatan kinerja, dan pemahaman terhadap nilai dan tujuan rumah sakit untuk menjaga kesesuaian antara visi dan misi.

(6)

6 Para informan menyatakan bahwa komite PPI berupaya penuh dalam setiap pelaksanaan tugas dan tanggung jawab, namun dua informan menilai sebagian anggota tidak melibatkan diri secara aktif. Ketidakaktifan anggota menjadi indikator kurangnya komitmen yang berdampak buruk pada faktor kerjasama dan pelaksanaan tugas bersama.

Kepemimpinan

Informan menilai direktur terus memonitor keadaan rumah sakit dan mengusung perbaikan non fisik dan fisik yang turut terkait dalam program pencegahan pengendalian infeksi. Kebijakan pimpinan dalam membentuk program PPI di RSUP Ratatotok Buyat juga berdampak baik, dimana setiap informan berpendapat bahwa terdapat perbedaan saat sebelum dan sesudah program PPI berjalan, dari segi pengetahuan maupun pelaksanaan tugas para tenaga kesehatan di rumah sakit. Ketua komite adalah seorang dokter yang juga diangkat sebagai PJ ruang kebidanan (VK), delapan perawat yang diangkat sebagai IPCLN masing-masing turut menjabat sebagai Penanggung Jawab (PJ) ruangan, sedangkan IPCN adalah seorang perawat purna waktu yang juga pernah menjabat sebagai PJ ruangan, sehingga mereka yang terpilih telah memiliki pengalaman kerja dan berkemampuan kepemimpinan yang

cukup. Hasil penelitian serupa oleh Lelonowati dkk (2015) berjudul Kinerja IPCLN dalam Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit, yang menyatakan bahwa semua IPCLN yang telah dipilih oleh manajemen didasarkan pada tingkat kemampuan, pendidikan dan mempunyai jiwa leadership, diamati dari lamanya masa kerja mereka yang rata-rata di atas 5 tahun.

Komunikasi dan Kerjasama

Dalam wawancara mendalam ditemukan bahwa anggota komite PPI RSUP Ratatotok Buyat lebih sering berkomunikasi dengan direktur dalam bentuk informal dan pelaporan data. Menurut Kapp (1999) dalam Lelonowati (2015), proses komunikasi yang menjadi kunci keberhasilan program seperti kegiatan sosialisasi, pertemuan rutin yang disepekati bersama dan tatap muka langsung antara pimpinan dan bawahan.

Pelaksanaan rapat komite PPI masih jarang dilaksanakan, sehingga komunikasi formal untuk program PPI belum terjalin optimal. Dalam observasi dokumen tidak pula ditemukan undangan dan notulen rapat komite untuk tahun 2017. Pimpinan menyatakan bahwa rapat pembahasan PPI digabungkan dengan rapat bidang pelayanan, yang seharusnya rapat khusus komite PPI juga perlu diadakan

(7)

7 agar seluruh anggota dapat terlibat dalam pembahasan program yang lebih mendalam.

Kuantitas dan Kualitas SDM

Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa ketenagaan komite Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) masih kurang dari segi kuantitas maupun kualitas yang ada. Dalam SK struktur organisasi terlihat tidak ada perbedaan yang jelas antara anggota komite PPI dan anggota tim PPI, padahal seharusnya anggota komite berbeda dengan anggota tim PPI. Temuan penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Molina (2012) dengan judul Analisis Pelaksanaan Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi

Nosokomial di Rumkital

Dr.Mintohardjo Tahun 2012 yang menemukan bahwa struktur organisasi komite PPI di rumah sakit tersebut tidak dibedakan antara anggota komite PPI dan Tim PPI

Kurangnya kuantitas SDM bagi program PPI belum berdampak besar saat ini, mengingat RSUP Ratatotok Buyat berklasifikasi tipe C dengan jumlah kunjungan pasien yang masih sedikit. Berbagai hal yang ditemukan seperti belum optimalnya pelaksanaan monitoring, evaluasi, dan pelaporan, serta kurangnya keterlibatan beberapa anggota menandakan bahwa komite PPI

dan tim PPI perlu ditambahkan kuantitasnya. Dalam penelitian ditemukan bahwa kualitas SDM pelaksana program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) masih kurang akibat belum semua komite diikutsertakan dalam pelatihan yang disyaratkan.

KESIMPULAN

1. Pelaksanaan pelatihan, pengembangan dan pendidikan terkait program PPI masih kurang karena anggota komite PPI belum sepenuhnya diikutsertakan dalam pelatihan PPI dasar maupun pelatihan PPI lanjutan.

2. Pemenuhan sarana, prasarana dan fasilitas bagi pelaksanaan Program PPI kerap menemui berbagai kendala seperti keterlambatan ketidakcukupan sarana. Dukungan dana dan anggaran sudah baik karena kebutuhan program PPI telah dimasukkan dalam Rencana Kerja dan Anggaran (RKA). 3. Pelaksanaan monitoring, evaluasi dan pelaporan masih rendah terbukti dengan jarangnya diadakan pertemuan rapat komite PPI, serta belum rampungnya pengolahan data dan dokumen pelaporan komite untuk tahun 2016 dan 2017.

4. Pengetahuan dan pemahaman anggota komite PPI terhadap tugas

(8)

8 dan tanggung jawab masing-masing sudah cukup baik.

5. Faktor komitmen dan kepemimpinan terhadap pelaksanaan program PPI cukup baik, Faktor komunikasi dan kerjasama serta faktor kuantitas dan kualitas SDM masih kurang baik, terlihat dari ketidakaktifan sebagian anggota komite, belum sesuainya kompetensi setiap anggota serta struktur organisasi komite PPI dan tim PPI yang masih digabungkan.

SARAN

1. Bagi manajemen RSUP Ratatotok Buyat, perlu diusulkannya pengikutsertaan seluruh anggota dalam pelatihan PPI dasar dan pelatihan PPI lanjutan

2. Bagi komite PPI, perlu adanya kesadaran yang lebih akan pentingnya program, serta memperbaiki komunikasi dan koordinasi terhadap pihak manajemen.

3. Bagi peneliti selanjutnya, penelitian ini dapat dijadikan referensi untuk mengembangkan penelitian lebih lanjut terhadap pelaksanaan program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di rumah sakit maupun fasilitas pelayanan kesehatan lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Anonymous. 2007. Keputusan Menteri

Kesehatan RI Nomor

270/MENKES/SK/III/2007 Tentang Pedoman Manajerial Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumh Sakit dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lainnya. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI Anonymous. 2008. Keputusan Menteri

Kesehatan RI Nomor

129/Menkes/SK/II/ 2008 Tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.

Annur FAH. 2011. Proses Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) di Kabupaten Kudus. Skripsi Diterbitkan Semarang:Universitas Diponegoro.

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2012. Laporan Rifaskes 2011. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.

Departemen Kesehatan RI. 2008. Pedoman Manajerial Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lainnya. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

Kartika YS, Hariyant T, Pujiastuti L. 2015. Faktor Sumber Daya Manusia dan Komitmen Manajemen yang Mempengaruhi

(9)

9 Surveilans Infeksi Nosokomial di Rumah Sakit Paru Batu. JKB, (Online), Vol. 28, No. 2, (http://dx.doi.org/10.21776/ub.jkb.2 015.028.02.12, diakses 09 April 2017).

Lindgren E, Andersson Y, Suk JE, Sudre B, Semenza JC. 2012. Monitoring EU Emerging Infectious Disease Risk Due To Climate Change. Science, (Online), Vol. 336, No. 6080, (http://science.sciencemag.org/cont ent/336/6080/418.short, diakses 26 Maret 2017).

Molina, VF. 2012. Analisis Pelaksanaan Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Nosokomial di Rumkital Dr. Mintohardjo Jakarta Tahun 2012. Tesis diterbitkan. Jakarta: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.

Mustariningrum DLT, Koeswo M, Ahsan. 2015. Kinerja IPCLN dalam Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit: Peran Pelatihan, Motivasi Kerja dan Supervisi. JAM, (Online), Vol 13, No.4, (http://jurnaljam.ub.ac.id/index.php /jam/article/view/814, diakses 09 Maret 2015). Mustariningrum DLT, Koeswo M, Rokhmad K. 2015. Faktor

Penyebab Kurangnya Kinerja Surveillance Infeksi Nosokomial di RSUD Dr. Iskak Tulungagung. JKB, (Online), Vol. 28, No.2, (http://jurnaljam.ub.ac.id/index.php /jam/article/viewFile/814/763, diakses 10 Mei 2017

(10)

Referensi

Dokumen terkait

Tenaga Sanitarian adalah setiap orang yang telah lulus pendidikan di bidang Tenaga Sanitarian adalah setiap orang yang telah lulus pendidikan di bidang

Ketiga node sensor tersebut terhubung secara langsung ke node sink, tanpa melalui node router (perantara), antara satu node sensor dengan node sensor lainnya tidak terhubung

Contoh bahan tanah ditimbang dengan tabungnya, dan dinyatakan sebagai X (g), selanjutnya contoh bahan tanah ini dikeringkan pada temperatur 105 0 C selama 24 jam

Demam Berdarah Dengue adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue ditandai dengan manifestasi klinis utama yaitu demam tinggi 2-7 hari, perdarahan, sering ditandai

Pengisian lanjut bertujuan untuk menaikkan daya mesin yang perpindahan torak dan kecepatannya telah ditentukan. Dalam mesin disel daya dibangkitkan oleh pembakaran

Indikator kinerja persentase aparatur yang memiliki pembinaan dan pengembangan karir sesuai kebutuhan untuk tahun 2012 sesuai dengan RPJMD di targetkan sebesar 75,13% dan

Dengan memasukkan asumsi proyeksi grafik impor dunia terhadap suku cadang kendaraan bermotor yang terus meningkat yaitu sebesar 12,67% selama periode 2009 – 2013

Penjualan kredit adalah penjualan pada saat barang atau jasa diterima oleh pembeli beserta bukti atas pembelian barang yang akan dibayar secara berkala untuk