• Tidak ada hasil yang ditemukan

ABSTRAK Mery Luviana (NPM: ), Pengaruh Pola Asuh Orang Tua terhadap Perkembangan Emosi Peserta Didik di kelas IX MTsN 4 Pesisir Selatan, Skrip

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ABSTRAK Mery Luviana (NPM: ), Pengaruh Pola Asuh Orang Tua terhadap Perkembangan Emosi Peserta Didik di kelas IX MTsN 4 Pesisir Selatan, Skrip"

Copied!
159
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)

iv ABSTRAK

Mery Luviana (NPM: 14060181), Pengaruh Pola Asuh Orang Tua terhadap Perkembangan Emosi Peserta Didik di kelas IX MTsN 4 Pesisir Selatan, Skripsi, Program Studi Bimbingan dan Konseling STKIP PGRI Sumatera Barat, Padang, 2018

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya peserta didik yang mudah tersinggung apabila teman sebayanya salah dalam berbicara, peserta didik laangsung marah serta mengajak berkelahi. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan 1) Pola asuh orang tua. 2) Perkembangan emosi. 3) Pengaruh pola asuh orang tua terhadap perkembangan emosi peserta didik.

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif kuantitatif. Populasi penelitian adalah 200 peserta didik yang dipilih dengan teknik Cluster

Random sampling sehingga menjadi 67 orang peserta didik. Instrumen yang

digunakan yaitu angket. Sedangkan untuk analisis data menggunakan teknik persentase dengan menggunakan skor interval.

Berdasarkan hasil penelitian tentang pengaruh pola asuh orang tua terhadap perkembangan emosi peserta didik di kelas IX MTsN 4 Pesisir Selatan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1) Pola asuh orang tua peserta didik di kelas IX MTsN 4 Pesisir Selatan berada pada kategori cukup banyak. 2) Perkembangan emosi peserta didik di kelas IX MTsN 4 Pesisir Selatan pada kategori cukup tinggi. 3) Adanya pengaruh yang signifikan koefisien antara pola asuh orang tua terhadap perkembangan emosi sebesar 25. Penelitian ini di rekomendasikan kepada orang tua agar orang tua peserta didik lebih mampu memberikan pola asuh yang baik terhadap peserta didik sehingga perkembangan emosi sehari-hari peserta didik semakin berkembang.

(6)

v

rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Skripsi ini ditulis berdasarkan penelitian yang telah peneliti lakukan dengan judul “Pengaruh pola asuh orang tua terhadap perkembangan emosi peserta didik di kelas IX di MTsN 4 Pesisir Selatan”.

Skripsi ini ditulis untuk memenuhi salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Bimbingan dan Konseling di Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) PGRI Sumatera Barat.

Penulisan skripsi ini terlaksana berkat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Ketua yayasan STKIP PGRI Sumatera Barat, Bapak Drs. H. Dasrizal, MP., Ketua STKIP PGRI Sumatera Barat Ibu Dr. Zusmelia, M.Si, dan wakil ketua I bidang akademik Ibu Sri Imelwaty, Ph. D, wakil ketua II bidang Administrasi Umum dan Keuangan Ibu Liza Husnita, M.Pd serta wakil ketua III bidang Kemahasiswaan, Alumni dan Kerjasama Bapak Jaruddin M. A. Ph. D di STKIP PGRI Sumatera Barat.

2. Ketua Program Studi Bimbingan dan Konseling STKIP PGRI Sumatera Barat Bapak Ahmad Zaini, S.Ag., M. Pd.

(7)

vi

motivasi, masukan, bantuan, dan kritikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyusun skripsi ini.

5. Dosen pembimbing II Ibu Citra Imelda Usman, M.Pd., Kons terima kasih banyak atas motivasi, masukan, bantuan dan kritikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyusun skripsi ini.

6. Bapak dan Ibu dosen Program Studi Bimbingan dan Konseling di STKIP PGRI Sumatera Barat yang telah membantu peneliti dalam urusan administrasi perkuliahan dan penelitian.

7. Dosen penguji Ibu Dra. Hj. Fitria Kasih, M.Pd., Kons, Ibu Septya Suarja, M.Pd., Kons, Ibu Wira solina, M.Pd yang telah memberikan masukan dan juga arahan untuk penyempurnakan dalam penulisan skripsi ini, serta dosen pen-judge Ibu Dra. Hj. Fitria Kasih, M.Pd., Kons, Ibu Septya Suarja, M.Pd., Kons, Ibu Wira solina, M.Pd yang telah memberikan masukan untuk kesempurnaan instrumen yang telah peneliti buat.

8. Kepada Ibu Ria. S, A.Md selaku staf administrasi Bimbingan dan Konseling yang telah banyak memberikan bantuan dalam menyelesaikan administrasi perkuliahan

9. Bapak dan Ibu karyawan BAAK, BAU, dan perpustakaan STKIP PGRI Sumatera Barat yang telah membantu peneliti dalam urusan administrasi perkuliahan dan penelitian.

(8)

vii

11. Kepada orang tua Ibu Samirah, Ayah Muhammad, Om Devi Afrita, Bibi Lusianawati serta adik Ramanda Saputra, Deva firmansyah yang selalu memberikan doa, motivasi dan dukungan baik secara moril maupun materil kepada peneliti untuk dapat menyelesaikan perkuliahan dan juga skripsi ini. 12. Kepada Hendro Kurniawan serta sahabat peneliti terutama rekan-rekan

seangkatan tahun 2014 khususnya sesi F dan teman-teman yang seperjuangan dengan saya, yang telah memberikan motivasi dan masukan dalam penyusunan skripsi ini.

13. Pihak-pihak lain yang telah membantu peneliti dalam penulisan skripsi ini. Penulisan skripsi ini belum maksimal dan masih terdapat banyak kesalahan untuk mendapatkan hasil yang terbaik, diperlukan perbaikan dan penyempurnaan oleh karena itu penulis mengharapkan kepada pembaca untuk memberikan masukan dan juga kritikan yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini dan perbaikan kedepannya.

Padang, Agustus 2018 Peneliti,

Mery Luviana NPM: 14060181

(9)

v

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 10

C. Batasan Masalah... 10

D. Perumusan Masalah ... 11

E. Tujuan Penelitian ... 11

F. Manfaat Penelitian ... 11

BAB II KAJIAN TEORI A. Pola Asuh Orang Tua ... 11

1. Pengertian Pola Asuh ……….. ... 11

2. Jenis-jenis Pola Asuh……… ... 12

3. Faktor yang Mempengaruhi Pola Pengasuhan ... 20

B. Perkembangan Emosi ... ... 25

1. Pegertian Emosi... ... 25

2. Bentuk-bentuk Emos ... 27

3. Jenis-jenis Emosi………… ... 29

4. Karakteristik Perkembangan Emosi ... 30

C. Pengaruh Pola Asuh terhadap Perkembangan Emosi Peserta Didik ... 34

D. Kerangka Pikir ... 38

(10)

vi

D. Populasi Dan Sampel ... 44

E. Jenis Dan Sumber Data ... 45

F. Teknik Pengumpulan Data ... 46

G. Teknik Analisis Data ... 54

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Hasil Penelitian ... 65

B. Rekapitulasi Hasil Penelitian ... 77

C. Hasil Regresi Penelitian ... 78

D. Pembahasan... 79

E. Pengaruh Pola Asuh orang tua terhadap Perkembangan Emosi Peserta Didik di kelas IX MTsN 4 Pesisir Selatan ... 85

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 90

B. Saran ... 90

DAFTAR PUSAKA ... 92 LAMPIRAN ...

(11)

vii

1. Populasi Penelitian ... 44

2. Sampel Penelitian ... 45

3. Alternatif Jawaban Instrumen ... ………48

4. Uji Validitas Pola Asuh Orang Tua ... 49

5. Uji Validitas Perkembangan Emosi ... 51

6. Kriteria Penilaian Data Pola Asuh Orang Tua ... 58

7. Kriteria Penilaian Data Perkembangan Emosi ... 59

8. Uji Normalitas ... 60

9. Uji Leniaritas ... 61

10. Kriteria Penilaian Pengaruh Pola Asuh Orang Tua terhadap Perkembangan Emosi ... 63

11. Distribusi Frekuensi dan Kategori Skor Pola Asuh Orang Tua ... 64

12. Distribusi Frekuensi dan Kategori Skor Pola Asuh Orang Tua Dilihat dari Otoriter ... 66

13. Distribusi Frekuensi dan Kategori Skor Pola Asuh Orang Tua Dilihat dari Otoritatif... 67

14. Distribusi Frekuensi dan Kategori Skor Pola Asuh Orang Tua Dilihat dari Permisif ... 68

15. Distribusi Frekuensi dan Kategori Skor Pola Asuh Orang Tua Dilihat dari Uninvolved ... 69

16. Distribusi Frekuensi dan Kategori Skor Perkembangan Emosi Peserta Didik ... 72

(12)

viii

19. Rekapitulasi Hasil Penelitian ... 77 20. Nilai Koefisien Determinan dan Adjusted ... 78 21. Uji s (t-tes) Koefisien Regresi X terhadap Y ... 79

(13)

ix

1. Kerangka Pikir ... 38 2. Histogram Pola Asuh Orang Tua ... 62 3. Histogram Pola Asuh Orang Tua Otoriter ... 4. Histogram Pola Asuh Orang Tua Otoritatif ... 5. Histogram Pola Asuh Orang Tua Permisif ... 6. Histogram Pola Asuh Orang Tua Uninvolved ... 7. Histogram Perkembangan Emosi Peserta Didik ... 64 8. Histogram Perkembangan Emosi Dilihat dari Emosi Positif ... 9. Histogram Perkembangan Emosi Dilihat dari Emosi Negatif ...

(14)

x

1. Angket Judge ... 2. Rekapitulasi Judge Angket ... 3. Angket Uji Coba ... 4. Data Uji Validitas dan Reliabilitas ... 5. Angket Penelitian ... 6. Pengolahan Data Penelitian... 7. Uji Prasyarat Analisi ... 8. Tabel r ... 9. Surat Izin Uji Coba dan Penelitian ...

(15)

1

Membahas masalah pendidikan tidak terlepas dari pengertian pendidikan secara umum sehingga diperoleh pengertian pendidikan secara lebih jelas. Menurut Syafril (2011:22) “Pendidikan merupakan suatu kegiatan yang universal dalam kehidupan manusia, karena dimanapun dan kapanpun di dunia terdapat pendidikan. Pendidikan adalah suatu proses interaksi manusiawi antara pendidik dengan subjek peserta didik untuk mencapai tujuan pendidikan.

Sudarwan (2013:2) menjelaskan “Peserta didik merupakan sumber daya utama dan terpenting dalam proses pendidikan formal”. Kehadiran peserta didik sangat penting dalam proses pendidikan formal atau dalam pendidikan yang dilembagakan dan menuntut interaksi antara pendidik dengan peserta didik, serta interaksi dengan orang tua peserta didik itu sendiri. Pendidikan umum dilaksanakan dalam lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat.

Anak sebagai bagian dari anggota keluarga, dalam pertumbuhan dan perkembangannya tidak akan terlepas dari lingkungan yang merawat dan mengasuhnya. Menurut Brooks (Silalahi, 2010:162) “Pola asuh merupakan sebuah proses yang menunjukan terjadinya suatu interaksi antara orang tua dengan anak yang berkelanjutan dan proses tersebut memberikan suatu perubahan pada kedua belah pihak”. Pola asuh yang diterapkan oleh orang tua berbeda-beda. Meskipun pola pengasuhnya

(16)

berbeda, orang tua harus tahu bahwa sikap dan perilaku yang ditampilkan orang tua tidak terlepas dari perhatian dan pengamatan anak. Pola asuh orang tua tentang tumbuh kembang, sangat membantu anak mencapai dan melewati pertumbuhan serta perkembangan sesuai tingkatan usianya dengan normal. Menurut Helmawati (2014:68) bahwa pola asuh dibagi menjadi beberapa jenis yaitu sebagai berikut:

1. Pola asuh otoriter, yaitu jenis pola asuh yang menekankan adanya kekuasaan orang tua, orang tua memaksakan pendapat dan keinginan pada anaknya dan bertindak semena-mena. Kondisi ini anak seolah-olah menjadi robot sehingga pada akhirnya anak tumbuh menjadi individu yang kurang inisiatif, merasa takut dan tidak percaya diri. Sisi negatif lainnya jika anak tidak terima dengan perlakuan tersebut anak tumbuh menjadi munafik, pemberontak, nakal, atau melarikan diri dari kenyataan. Sisi positifnya dari pola asuh ini anak menjadi penurut dan cenderung akan menjadi disiplin.

2. Pola asuh premisif yaitu pola asuh yang mendidik anak secara bebas, anak dianggap secara dewasa, diberi kelonggaran untuk melakukan hal yang dikehendaki. Sisi negatifnya dari pola asuh ini adalah anak kurang disiplin dengan aturan sosial yang berlaku. Sisi positifnya jika anak ini menggunakan dengan tanggung jawab maka anak tersebut akan menjadi seorang yang mandiri, kreatif dan mampu mewujudkan aktualisasi dirinya di masyarakat.

(17)

3. Pola asuh demokratis yaitu pola asuh yang ditandai oleh pengakuan orang tua terhadap kemampuan anak-anaknya, dan memberikan kesempatan untuk tidak selalu tergantung pada orang lain. Sisi positif dari pola asuh ini anak akan menjadi individu yang mempercayai orang lain, bertanggung jawab terhadap tindak-tindakanya.Negatifnya anak akan cenderung merorong otoritas orang tua.

Berdasarkan penjelasan di atas orang tua hendaknya menyadari perubahan ekspresi ini, peserta didik membutuhkan rangsangan dalam bentuk pengasuhan orang tua. Maka dari itu dapat dikatakan bahwa pola pengasuhan yang diperoleh anak dari keluarga akan sangat berpengaruh terhadap perkembangan emosi anak. Dimana perkembangan emosi merupakan faktor yang paling dominan dalam mempengaruhi keberhasilan dimasa yang akan datang, dengan mengajari anak keterampilan emosi mereka akan lebih mampu mengatasi beragai masalah.

Menurut Chaplin (Safaria dan Eka, 2012:12) emosi sebagai berikut:

Suatu keadaan yang terangsang dari organisme mencakup perubahan-peruban yang disadari, yang mendalam sifatnya dari perubahan perilaku. Chaplin membedakan emosi dengan perasaan, dan dia mendifinisikan perasaan (feelings) adalah pengalaman disadari yang diaktifkan baik oleh perangsang seksternal maupun oleh bermacam-macam keadaan jasmaniah.

Dapat disimpulkan perilaku peserta didik sehari-hari pada umumnya diwarnai oleh perasaan-perasaan tertentu, seperti senang atau tidak senang, suka atau tidak suka, sedih dan gembira. Perasaan yang

(18)

terlalu menyertai perbuatan sehari-hari disebut sebagai warna efektif. apabila warna efektif kuat, perasaan seperti itu dinamakan emosi.

Menurut Crider, ddk (Mudjiran, ddk 2002: 83) dua jenis emosi yaitu :

Emosi positif dan negatif. Emosi positif misalnya gembira, bahagia, sayang, cinta, dan berani. Emosi negatif misalnya rasa benci, takut, marah, garam, dan lain-lain. Emosi negatif merupakan reaksi ketidakpuasan, dan emosi positif merupakan reaksi kepuasan terhadap terpenuhinya kebutuhan yang dirasakan remaja. Apabila kebutuhan itu terpuaskan, maka remaja merasa senang, bahagia, dan gembira, sebaliknya apabila tidak terpuaskan mereka menjadi kecewa, marah, cemas, takut, dan sedih. Emosi positif adalah emosi yang perlu dipupuk dan dikembangkan, sedangkan emosi negatif hendaklah diminimalkan atau dikendalikan sehingga ekspresinya tidak meledak-ledak.

Menurut Goleman (Ali dan Asrori, 2015:63) mengidentifikasi sejumlah kelompok emosi, yaitu sebagai berikut :

1. Amarah, didalamnya meliputi brutal, mengamuk, benci, marah besar, jengkel, kesal hati, terganggu, rasa pahit, berang,

tersinggung, bermusuhan, tindak kekerasan, dan kebencian patologis.

2. Kesedihan, didalamnya meliputi pedih, sedih, muram, suram, malankolis, mengasihani diri, kesepian, ditolak, putus asa, dan depresi.

3. Rasa takut, didalamya meliputi cemas, takut, gugup, khawatir, waswas, perasaan takut sekali, sedih, waspada, tidak tenang, ngeri, kecut, panik, dan fobia.

4. Kenikmatan, didalamnya meliputi bahagia, gembira, puas, riang, senang, terhibur, bangga, kenikmatan indrawi, takjub, terpesona, puas, rasa terpenuhi, girang, senang sekali dan mania.

5. Cinta, didalamnya meliputi penerimaan, persahabatan, kepercayaan, kebaikan hati, rasa dekat, bakti, hormat, kasmaran, dan kasih sayang.

6. Terkejut, didalamnya meliputi terkesiap, takjub, dan terpana. 7. Jengkel, didalamnya meliputi hina, jijik, muak, mual, benci,

(19)

8. Malu, didalamnya meliputi rasa bersalah, malu hati, kesal hati, menyesal, hina, aib, dan hati hancur lebur.

Menurut Ali dan Asrori (2015:69) bahwa “Perbedaan pola asuh orang tua dapat berpengaruh terhadap perbedaan perkembangan emosi remaja”. Pola asuh orang tua terhadap anak, termasuk remaja, sangat bervariasi. Ada pola asuhnya menurut apa yang dianggap terbaik oleh dirinya sendiri saja sehingga ada yang bersifat otoriter, memanjakan anak, acuh tak acuh, tetapi ada juga yang penuh cinta kasih. Cara memberikan hukuman misalnya, kalau dulu anak dipukul karena nakal, pada masa remaja cara semacam itu justru dapat menimbulkan ketegangan yang lebih berat antara remaja dengan orang tuanya.

Berdasarkan observasi pada tanggal 27 September 2017 di MTsN 4 Pesisir selatan, ditemukan fakta bahwa peserta didik memiliki kemampuan emosional yang beragam. Hal ini ditunjukan masih banyaknya peserta didik yang masih kesulitan dalam mengeksplorasi atau mengelola emosinya seperti peserta didik meminta perhatian terhadap guru dalam proses belajar mengajar berlangsung, dan jika tidak dapat perhatian oleh guru tersebut maka emosi peserta didik meluap sampai marah ataupun menangis, karena tidak terima dengan perlakuan guru terhadap peserta didik. Adanya peserta didik yang mudah tersinggung apabila teman sebayanya salah dalam berbicara, peserta didik laangsung marah serta mengajak berkelahi. Akibat emosi yang ditimbulkannya peserta didik tidak memiliki teman atau dijauhkan akibat tidak bisa mengontrol emosi.

(20)

Berdasarkan wawancara pada tanggal 30 September 2017 dengan wakil kesiswaan yaitu adanya peserta didik seperti meminta perhatian terhadap guru dalam proses belajar mengajar berlangsung, apabila tidak dapat perhatian oleh guru tersebut maka emosi peserta didik meluap sampai marah ataupun menangis, karena tidak terima dengan perlakuan guru terhadap peserta didik. Orang tua pun melindungi serta memanjakan anaknya yang berlebihan, serta peserta didik yangtidak diberikan kesempatan untuk mengungkapkan apa yang diinginkan. Selain itu ada peserta didik yang harus mengikuti keinginan orang tua sehingga peserta didik menunjukan perilaku emosi yang kurang baik seperti menjaili teman hingga bertengkar, mudah tersinggung dan bertingkah kurang sopan terhadap guru dan orang dewasa lainnya. Kurangnya tingkat penyesuaian diri dengan lingkungan sekitar akibat dipaksakan, adanya beberapa peserta didik yang cenderung berdiam diri dan pemalu, serta sebagian orang tua peserta didik di kelas IX MTsN 4 Pesisir Selatan menerapkan pola asuh yang cenderung membuat peserta didik memiliki emosi negatif seperti dibiarkan bermain sendiri tanpa pengawasan, anak hanya diberikan materi berupa uang tanpa diarahkan serta pembelaan yang berlebihan.

Setelah melakukan pengamatan dari data yang diperoleh, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul: “pengaruh pola asuh orang tua terhadap perkembangan emosi peserta didik di kelas IX MTsN 4 Pesisir Selatan”.

(21)

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas dapat diidentifikasi beberapa permasalahanyaitu:

1. Adanya peserta didik yang masih kesulitan dalam mengeksplorasi atau mengelola emosinya, seperti peserta didik meminta perhatian terhadap guru dalam proses belajar mengajar berlangsung, dan jika tidak dapat perhatian oleh guru tersebut maka emosi peserta didik meluap sampai marah ataupun menangis, karena tidak terima dengan perlakuan guru terhadap peserta didik.

2. Adanya peserta didik Adanya peserta didik yang mudah tersinggung apabila teman sebayanya salah dalam berbicara, peserta didik laangsung marah serta mengajak berkelahi.

3. Adanya orang tua dari peserta didik yang melindungi serta memanjakan anaknya yang berlebihan.

4. Adanya peserta didik tidak diberikan kesempatan untuk mengungkapkan apa yang diinginkannya kepada orang tuanya.

5. Adanya peserta didik yang harus mengikuti keinginan orang tua. 6. Adanya Peserta didik menunjukan perilaku emosi yang kurang baik

seperti menjaili teman hingga bertengkar, mudah tersinggung dan bertingkah kurang sopan terhadap guru dan orang dewasa lainnya. 7. Adanya peserta didik yang cenderung berdiam diri dan pemalu.

8. Adanya beberapa peserta didik yang tidak memiliki teman atau dijauhkan akibat tidak bisa mengontrol emosi.

(22)

9. Adanya sebagian orang tua peserta didik menerapkan pola asuh yang cenderung membuat peserta didik memiliki emosi negatif seperti dibiarkan bermain sendiri tanpa pengawasan, anak hanya diberikan materi berupa uang tanpa diarahkan serta pembelaan yang berlebihan.

C. Batasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka penelitian ini dibatasi sebagai berikut:

1. Gambaran pola asuh orang tua di kelas IX MTsN 4 Pesisir Selatan. 2. Gambaran perkembangan emosi peserta didik di kelas IX MTsN 4

Pesisir Selatan.

3. Pengaruh pola asuh orang tua terhadap perkembangan emosi peserta didik di kelas IX MTsN 4 Pesisir Selatan.

D. RumusanMasalah

Berdasarkan batasan masalah, maka rumusan permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini adalah: Bagaimana Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Terhadap Perkembangan Emosi Peserta Didik Di kelas IX MTsN 4 Pesisir Selatan?

E. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan batasan dan rumusan masalah di atas, adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui:

(23)

2. Gambaran perkembangan emosi peserta didik di kelas IX MTsN 4 Pesisir Selatan.

3. Pengaruh pola asuh orang tua terhadap perkembangan emosi peserta didik di kelas IX MTsN 4 Pesisir Selatan.

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini disusun dengan harapan dapat memberi manfaat antara lain bagi :

1. Peserta didik

Melalui penelitian ini, peserta didik diharapkan mendapatkan informasi tambahan tentang pengaruh pola asuh orang tua terhadap perkembangan emosinya, sehingga dapat mengelola emosi dengan baik serta dapat mengalami perkembangan emosi yang seharusnya. 2. Orang tua

Penelitian ini diharapkan orang tua dapat menerapkan bentuk pola asuh yang sesuai dalam membimbing sertaa mendidik anak sehingga seorang anak dapat memenuhi kebutuhan perkembangan emosi yang optimal.

3. Guru BK

Penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu sumber informasi untuk mengetahui pengaruh pola asuh orang tua terhadap perkembangan emosi. Melalui penelitian ini, guru BK juga diharapkan lebih dapat memahami emosi peserta didik sehingga dapat

(24)

memaksimalkan proses pembelajaran yang lebih bermakna dan permanen.

4. Pengelola program studi BK

Sebagai masukan dalam kegiatan perkuliahan untuk lebih memperkaya pengetahuan calon guru BK, sehingga dapat meluluskan mahasiswa yang memiliki pengetahuan yang mendalam.

5. Peneliti

Sebagai salah satu syarat untuk dapat mennyelesaikan Strata Satu (SI) di program studi BK dan menambah wawasan pengetahuan tentang pengaruh pola asuh orang tua terhadap perkembangan emosi pesertdidik.

6. Peneliti selanjutnya

Hasil penelitian ini dapat digunakan juga sebagai pijakan bagi peneliti-peneliti lain mengenai pola asuh maupun perkembangan emosi peserta didik, untuk melakukan penelitian yang relevan.

(25)

11 1. Pengertian Pola Asuh

Keluarga merupakan lembaga pertama dalam kehidupan anak, tempat pertama bagi anak untuk belajar dan berkembang sebagai manusia yang utuh dan makhluk sosial. Keluarga adalah tempat pertama kali anak belajar mengenal aturan yang berlaku di lingkungan keluarga dan masyarakat. Orang tua bertugas sebagai pengasuh, pembimbing, pemelihara, dan sebagai pendidik terhadap anak-anaknya. Orang tua adalah pihak yang sering kali bersinggungan dengan seorang anak dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, mulai dari sejak lahir sampai dewasa, orang tua mempunyai tanggung jawab besar dalam segala hal menyangkut perkembangan hidup anaknya. Sikap perilaku dan kebiasaan selalu dilihat, dinilai, dan ditiru oleh anakya, yang kemudian secara sadar atau sadar diresapinya dan kemudian menjadi kebiasaan pula bagi anak-anaknya.

Achir (Silalahi, 2010:73) pola asuh adalah tata sikap dan perilaku orang tua dalam membina kelangsungan hidup anak remaja, pertumbuhan, dan perkembangannya. Memberikan perlindungan anak remaja secara menyeluruh baik fisik, sosial, maupun spiritual untuk menghasilkan anak remaja yang berkepribadian.

Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa pola asuh adalah sikap orang tua dalam berinteraksi dengan

(26)

anak-anaknya, yang meliputi kegiatan seperti memelihara, mendidik, membimbing, serta mendisiplinkan dalam mencapai proses kedewasaan, sikap orang tua ini meliputi cara orang tua memberikan perhatian, aturan, serta tanggapan terhadap anaknya.

2. Jenis-jenis Pola Asuh Orang Tua

Pola asuh orang tua menurut Silalahi (2010:8) terdapat empat bentuk pola asuh yaitu otoriter, otoritatif, permissive, dan uninvolved. a. Pola Asuh Otoriter

Pola asuh otoriter adalah pola pengasuhan yang sangat ketat, karena banyak peraturan yang tegas, dan tidak boleh dibantah. Orang tua mengharapkan kepatuhan dari anak-anaknya tanpa boleh mempertanyakan apa alasan dan peraturan tersebut. Disini orang tua cenderung membentuk dan mengontrol anak-anaknya dengan menegaskan standar tertentu yang harus dikuti (kepatuhan). Anak-anak dididik dengan menggunakan sistem penghargaan dan hukuman yang keras bagi siapa saja yang bertentangan dengan standar dari orang tua. Dariyo (Silalahi, 2010:8) mengemukakan ciri-ciri dari pola asuh ini adalah segala aturan orang tua harus dipatuhi oleh anak. Segala tindakan yang diterapkan biasanya didasarkan pada kepentingan orang tua. Orang tua sering menggunakan kekerasan agar mendapatkan kerja sama dari anak mereka, dan mereka sangat tidak responsif terhadap hak serta kebutuhan anak.

(27)

Martin dan Calbert (Silalahi, 2010:165) menjelaskan dampak pola asuh otoriter adalah anak memiliki kecenderungan

moody, murung, ketakutan, sedih, dan tidak spontan. Anak juga

menggambarkan kecemasan dan rasa tidak aman dalam berhubungan dengan teman sebaya dan menunjukan kecenderungan bertindak keras saat tertekan, serta memiliki harga diri yang rendah.

b. Pola Asuh Otoritatif

Pola asuh otoritatif membuka kesempatan bagi remaja untuk berani membuat keputusan atas dirinya. Anak diberi kebebasan yang bertanggung jawab. Orang tua menjelasakan hal-hal yang diharapkan dengan konsekuensinya kepada anak, dalam hal ini, orang tua memiliki batasan dan harapan yang jelas terhadap tingkah laku anak. Mereka berusaha untuk menyediakan panduan dengan menggunakan alasan dan aturan, dan mereka menggunakan ganjaran/penghargaan (Rewords) dan hukuman (Punishment) yang berhubungan dengan tingkah laku anak secara jelas. Situasi pola pengasuhan ini biasanya hangat dan penuh penerimaan, mau mendengar dan sensitif terhadap kebutuhan anak, serta mendorong anak untuk berperan serta mengambil keputusan dalam keluarga. Martin dan Colbert (Silalahi, 2010:165) dampak pola asuh otoritatif adalah anak cenderung kompeten secara sosial, energik, bersahabat, memiliki keingintahuan yang besar, dapat mengontrol

(28)

diri, memiliki harga diri yang tinggi, bahkan memiliki prestasi akademis yang tinggi.

c. Pola Asuh Permisif

Pola asuh permisisf dilakukan oleh orang tua yang tidak memberikan hukuman dan menerima semua tingkah laku anak. Bahkan, tanpa adanya kontrol dari orang tua. Pada pola pengasuhan ini orang tua hanya membuat sedikit perintah dan jarang menggunakan kekerasan dan kuasa untuk mencapai tujuan pengasuhan anak. Orang tua seperti ini percaya bahwa mereka selalu menanggapi anak sebagai seorang pribadi dan mendorong mereka untuk mandiri. Martin dan Colbert (Silalahi, 2010:165) menjelaskan dampak pola asuh permisif adanya kebebasan yang berlebihan tidak sesuai dengan perkembangan anak, yang dapat mengakibatkan timbulnya tingkah laku yang lebih agresif dan impulsif, tidak dapat mengontrol diri sendiri, tidak mau penuh, dan tidak terlibat dalam aktifitas di kelas

d. Pola Asuh Uninvolved (Pengasuhan tidak terlibat)

Menurut Martin dan Colbert (Silalahi, 2010:9) pola pengasuhan ini tidak memiliki control orang tua sama sekali. Orang tua cenderung menolak keberadaan anak atau tidak memiliki cukup waktu untuk diluangkan bersama anak karena mereka sendiri cukup memiliki masalah dan stress. Orang tua sama sekali tidak mengurus anak sehingga respon anak cenderung sadis. Orang

(29)

tua merespon anak biasanya dengan cara memenuhi kebutuhan anak berupa makanan atau mainan, tetapi tidak berusaha kehal-hal yang bersifat jangka panjang, seperti aturan pekerjaan rumah dan standar bertingkah laku.

Martin (Silalahi, 2010:166) menjelaskan dampak dari pola pengasuhan tidak terlibat adalah anak cenderung terbatas secara akademis dan sosial. Apabila pola pengasuhan ini diterapkan sedini mungkin, hal ini akan mengakibatkan gangguan pada perkembangan anak.

Menurut Yusuf, (2009: 48) bentuk-bentuk pola asuh dalam mengasuh, membina, dan mendisiplinkan anak adalah sebagai berikut:

a. Opervrotection (Terlalu Melindungi)

Pengasuhan Opervrotection merupakan pengasuhan yang dilakukan orang tua yang berlebihan terhadap anak-anak. Dalam pengasuhan opervrotection biasanya pihak orang tua berperilaku kepada anak seperti:

1) Kontak yang berlebihan kepada anak

2) Perawatan/ pemberitahuan bantuan kepada anak yang terus menerus meskipun sudah merawat dirinya sendiri.

3) Mengawasi kegiatan anak secara berlebihan 4) Memecahkan masalah anak

(30)

Profil tingkah laku dari penerapan pola asuh opervrotection oleh orang tua yaitu:

1) Perasaan tidak aman 2) Agresif dan dengki 3) Mudah gugup

4) Melarikan diri dari kenyataan 5) Kurang percaya diri

6) Sulit bergaul

7) Menolak tanggung jawab b. Permissiveness (Pembolehan)

Pengasuhan permissiveness merupakan pola pengasuhan yang sangat longgar dan bebas dimana orang tua memberikan kebebasan penuh kepada anak untuk memilih kegiatan, mengambil keputusan tanpa adanya kontrol dari orang tua. Dalam permissiveness biasanya pihak orang tua berperilaku kepada anak seperti:

1) Memberi kebebasan untuk berfikir atau berusaha 2) Menerima gagasan atau pendapat

3) Membuat anak merasa diterima dan merasa kuat 4) Toleransi dan memahami kelemahan anak

5) Cenderung lebih suka memberi yang diminta anak dari pada menerima.

Profil tingkah laku dari penerapan pola asuh permissiveness oleh orang tua yaitu:

(31)

1) Pandai mencari jalan keluar 2) Dapat bekerjasama

3) Percaya diri

4) Penuntut dan tidak sabaran c. Rejection (Penolakan)

Pengasuhan rejection merupakan pengasuhan orang tua terhadap anak secara kaku (tidak mau tahu) dari kegiatan yang dilakukan anak-anak. Dalam pengasuhan rejection biasanya pihak orang tua berperilaku kepada anak seperti:

1) Bersikap masa bodoh 2) Bersikap kaku

3) Kurang memperdulikan kesejahteraan anak 4) Menampilkan sikap permusuhan terhadap anak

Profil tingkah laku dari penerapan pola asuh rejection oleh orang tua yaitu:

1) Agresif (mudah marah, gelisah, tidak patuh/ keras kepala, suka bertengkar dan nakal

2) Submissive (kurang dapat mengerjakan tugas, pemalu, suka mengasingkan diri, mudah tersinggung dan penakut)

3) Sulit bergaul, dan pendiam d. Acceptance (Penerimaan)

Pengasuhan acceptance merupakan pengasuhan orang tua yang menunjukan kasih sayang, banyak memberi semangat, serta sangat

(32)

responsive terhadap kebutuhan anak. Dalam pengasuhan acceptance biasanya pihak orang tua berperilaku kepada anak

seperti:

1) Memberikan perhatian dan cinta kasih sayang yang tulus kepada anak

2) Menempatkan anak dalam posisi yang penting di dalam keluarga

3) Mendorong anak dan untuk menyatakan perasaan dan pendapatnya

4) Bersikap respek terhadap anak

5) Berkomunikasi terhadap anak secara terbuka dan mau mendengarkan masalahnya.

Profil tingkah laku anak dari penerapan pola asuh acceptance oleh orang tua yaitu:

1) Koperatif (mau bekerjasama) 2) Friendly (bersahabat)

3) Ceria dan bersikap optimis 4) Mau menerima tanggung jawab

5) Bersikap realistik (memahami kekuatan dan kelemahan dirinya secara objektif)

e. Domination (Dominasi)

Pengasuhan domination merupakan pengasuhan orang tua yang menunjukan interaksi menghukum anak kalau perbuatan anak tidak

(33)

sesuai kehendak orang tua. Dalam pengasuhan domination biasanya pihak orang tua berperilaku kepada anak seperti mendominasi anak.

Profil tingkah laku anak dari penerapan pola asuh domination oleh orang tua yaitu:

1) Bersikap sopan dan sangat hati-hati

2) Pemalu, penurut, inferior dan mudah bingung 3) Tidak bisa bekerja sama

f. Submission (Penyerahan)

Pengasuhan submission merupakan pengasuhan orang tua terhadap anak dengan cara mengikuti kemauan anak. Dalam pengasuhan submission biasanya pihak orang tua berperilaku kepada anak seperti:

1) Senantiasa memberikan sesuatu yang diminta anak 2) Membiarkan anak berperilaku semaunya di rumah

Profil tingkah laku anak dari penerapan pola asuh submission oleh orang tua yaitu:

1) Tidak patuh, tidak bertanggung jawab 2) Bersikap otoriter

3) Terlalu percaya diri 4) Agresif dan teledor

(34)

g. Punitiveness (Terlalu Disiplin)

Pengasuhan punitiveness merupakan pengasuhan orang tua yang menerapkan aturan yang keras terhadap anak jika anak bersalah. Dalam pengasuhan punitiveness biasanya pihak orang tua berperilaku kepada anak seperti:

1) Mudah memberikan hukuman

2) Menanamkan kedisiplinan secara keras

Profil tingkah laku anak dari penerapan pola asuh Punitiveness oleh orang tua yaitu:

1) Tidak dapat mengambil keputusan 2) Sikap bermusahan atau agresif

Berdasarkan pendapat di atas bahwa bentuk-bentuk pola asuh orang tua akan berpengaruh terhadap anak asuhannya terutama dalam perkembangan emosi serta perilaku keberagamaan anak.

3. Faktor yang Mempengaruhi Pola Pengasuhan

Menurut Bern, Martin dan Colbert (Silalahi, 2010:167) terdapat tiga faktor yang mempengaruhi dalam pola asuh yaitu:

1. Karekter Anak

Beberapa karakteristik anak yang mempengaruhi pola pengasuhan adalah:

a. Usia: Semakin bertambahnya usia anak, interaksi antara orang tua- anak berubah. Sewaktu bayi, tugas orang tua adalah memberi makan, mengganti pakaian, memandikan,

(35)

menenangkan. Selama masa prasekolah, orang tua memperluas teknik kedisiplinan terhadap anak termasuk penawaran, instruksi, isolasi, hukuman, dan ganjaran. Selama masa usia sekolah, orang tua mendorong anak untuk lebih bertaggung jawab terhadap tingkah laku mereka, termasuk membuat keputusan dan menanggung konsekuensinya. Selama masa remaja, orang tua mengalami konflik potensial dengan anak yang dapat diselesaikan dengan diskusi, pemecahan masalah kolaboratif, dan kompromi.

b. Temperamen: Temperamen merupakan kombinasi karakteristik bawaan yang menentukan sensitivitas individual pada berbagai pengalaman dan tanggung jawab pada pola interaksi sosial. Walaupun temperamen individual ditentukan saat lahir, faktor lingkungan memiliki peran penting untuk menentukan gaya tingkah laku dapat dimodifikasi. Temperamen orang tua juga berpengaruh. Temperamen orang tua mempengaruhi pola pengasuhan dan bagaimana mereka merespon terhadap tingkah laku anak.

c. Gender: Orang tua menyediakan lingkungan sosialisasi yang berbeda pada anak laki-laki dan perempuan. Mereka memberikan nama, pakaian, dan mainan yang berbeda. Tipe permainan yang dilakukan juga berbeda. Orang tua mendorong anak perempuan agar lebih tergantung, penuh kasih sayang,

(36)

dan emosional. Sedangkan laki-laki, semakin bertambah usianya, semakin mendapatkan kebebasan yang lebih dibandingkan yang didapat anak perempuan.

d. Adanya ketunaan: Adanya ketunaan pada anak dapat mempengaruhi pola pengasuhan orang tua. Reaksi orang tua terhadap diagnosis bermacam-macam. Reaksi umum yang ditimbulkan adalah marah, yaitu marah kepada Tuhan, lingkungan, dokter, diri sendiri, dan pasangannya. Masyarakat mengharapkan orang tua menyayangi anaknya. Saat orang tua mengalami perasaan negatif terhadap kelahiran anak, umumnya orang tua merasa bersalah. Tidak dapat menerima perasaannya atau menolak, orang tua dapat menyalahkan diri mereka sendiri dalam mengalami emosi yang tidak sesuai dengan orang tua yang baik.

2. Karakteristik Keluarga (Konteks)

a. Jumlah Saudara: Antara orang tua dan anak dipengaruhi jumlah anak dalam keluarga semakin banyak jumlah anak, lebih banyak interaksi yang terjadi dalam keluarga, tetapi interaksi tersebut kurang individual. Orang tua dari keluarga yang besar, terutama dengan lingkungan rumah yang sempit dan ekonomi terbatas, cenderung lebih otoriter dan lebih sering menggunakan hukuman fisik dan kurang menjelaskan peraturan mereka dibandingkan keluarga kecil.

(37)

b. Konfigurasi: Sejumlah penelitian meunjukan bahwa perlakuan terhadap anak pertama dan anak bungsu berbeda, meski dalam usia yang sama. Anak pertama memperoleh perhatian, kasih sayang, dan stimulus verbal yang lebih dibandingkan anak lain. Mereka juga lebih disiplin dan dibantu orang tua.

c. Kemampuan Coping dan Stres: Orang tua yang merasa lelah, khawatir, atau sakit dan yang merasa kehilangan kontrol dari kehidupannya sering merasa tidak sabar. Hal ini dapat menimbulkan stres. Namun, tidak semua tekanan menyebabkan disfungsi dalam keluarga. Tipe stressor, keperibadian dan hubungan dalam keluarga serta dukungan sosial mempengaruhi kemampuan orang tua untuk mengatasi tekanan tersebut.

d. Lingkungan Sosial: Lingkungan sosial ini mencakup mikrosistem, misalnya anak dengan ibu, dengan tetangga, dan teman sekolah yang berhubungan secara langsung. Mensosistem, seperti teman anak dengan orang tua yang berhubungan secara tidak langsung melainkan melalui anak. Ekosistem dimana lingkungan yang tidak secara langsung mempengaruhi, seperti lingkungan kerja orang tua menpengaruhi anak. Makrosistem, seperti kebiasaan, budaya, kondisi Negara, dan sebagainya.

e. Status Ekonomi dan Sosial: Hal ini mencakup pendidikan orang tua, pendapatan, dan pekerjaan orang tua. Hal-hal yang

(38)

berhubungan dengan pekerjaan memiliki hubungan dengan pengasuhan seperti bagaimana orang tua membagi konsentrasi dan mengatasi stress.

f. Dukungan Sosial: Hal ini mencakup pendapat masyarakat mengenai tindakan orang tua terhadap anak. Dukungan sosial yang diberikan termasuk dukungan emosional, dukungan instrumental, seperti bantuan dan saran, serta model pangasuhan.

3. Karekteristik Orang Tua

a. Kepribadian: Orang dewasa berbeda dalam tingkat kedewasaan, tenaga, kesabaran, intelegensi, dan sikap. Hal ini mempengaruhi sensitivitas terhadap kebutuhan anak, serta kemampuan mengatasi tuntutan sebagai orang tua.

b. Sejarah Perkembangan Orang tua: hal ini termasuk masa kanak-kanak mereka yang mempengaruhi pola pengasuhan yang mereka terapkan. Saat mereka menjadi orang tua, mereka cenderung menerapkan pola yang mereka dapatkan kepada anak mereka.

c. Kepercayaan dan Pengetahuan: Orang tua memiliki ide masing-masing dalam mengasuh anak dan hal ini termasuk menambah pengetahuan mengenai anak lewat buku, diskusi, serta pengalaman dengan anak.

(39)

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi pola asuh yaitu keluarga memberikan hubungan sosial dan lingkungan yang penting pada proses pembelajaran mengenai manusia, situasi, dan keterampilan. Dalam keluarga yang memegang peranan penting adalah orang tua. Pengasuhan orang tualah yang mempengaruhi pembelajaran tersebut.

B. Perkembangan Emosi 1. Pengertian Emosi

Menurut Crow (Fatimah, 2010:104) emosi adalah warna efektif yang kuat dan ditandai oleh perubahan-perubahan pada fisik seseorang. Pada saat emosi, sering terjadi perubahan-perubahan pada fisik seseorang, seperti:

a. Reaksi elektris pada kulit meningkat bila terpesona b. Peredaran darah bertambah cepat bila marah

c. Denyut jantung bertambah bila terkejut d. Bernapas panjang kalau kecewa

e. Pupil mata membesar bila marah

f. Air liur mongering bila takut atau tegang

g. Pencernaan menjadi sakit atau mencret-mencret kalau tegang h. Otot menjadi tegang atau bergetar

i. Komposisi darah berubah dan kelenjar lebih aktif\ j. Bulu roma berdiri kalau takut

(40)

Menurut Goleman (Ali dan Asrori, 2015:63) emosi merujuk kepada makna yang paling harfiah, yang memaknai emosi sebagai setiap kegiatan atau pergolakan pikiran, perasaan, nafsu, setiap keadaan mental yang hebat dan meluap-luap. Emosi merujuk kepada suatu perasaan dan pikiran-pikiran yang khas, suatu keadaan biologis dan psikologis, dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak.

Menurut Chaplin (Safaria dan Eka, 2012:12) dalam dictionary

of psychology mendefinisikan “Emosi sebagai suatu keadaan yang

terangsang dari organisme mencakup perubahan-perubahan yang disadari yang mendalam sifatnya dari perubahan perilaku”. Ditambahkan Chaplin (Ali & Asrori, 2015:62) “Membedakan emosi dengan perasaan dan mendefinisikan perasaan (feeling) adalah pengalaman disadari yang diaktifkan baik oleh perangsang eksternal maupun bermacam-macam keadaan jasmaniah”. Sedangkan menurut Mudjiran, (2007:95) emosi adalah “Suatu reaksi psikologis yang ditampilkan dalam bentuk tingkah laku gembira, bahagia, sedih, berani, takut, marah, muak, haru, cinta”. Biasanya emosi muncul dalam bentuk luapan perasaan dan surut dalam waktu yang singkat.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan emosi adalah respon terhadap suatu rangsangan yang menyebabkan perubuhan fisiologis disertai perasaan yang kuat dalam bentuk tingkah laku.

(41)

2. Bentuk-bentuk Emosi

Goleman (Ali dan Asrori, 2015:63) mengidentifikasi sejumlah kelompok emosi, yaitu sebagai berikut.

a. Amarah, didalamnya meliputi brutal, mengamuk, benci, marah besar, jengkel, kesal hati, terganggu, rasa pahit, berang, tersinggung, bermusuhan, tindak kekerasan, dan kebencian patologis.

b. Kesedihan, didalamnya meliputi pedih, sedih, muram, suram, malankolis, mengasihani diri, kesepian, ditolak, putus asa, dan depresi.

c. Rasa takut, didalamya meliputi cemas, takut, gugup, khawatir, waswas, perasaan takut sekali, sedih, waspada, tidak tenang, ngeri, kecut, panik, dan fobia.

d. Kenikmatan, didalamnya meliputi bahagia, gembira, puas, riang, senang, terhibur, bangga, kenikmatan indrawi, takjub, terpesona, puas, rasa terpenuhi, girang, senang sekali dan mania.

e. Cinta, didalamnya meliputi penerimaan, persahabatan, kepercayaan, kebaikan hati, rasa dekat, bakti, hormat, kasmaran, dan kasih sayang.

f. Terkejut, didalamnya meliputi terkesiap, takjub, dan terpana. g. Jengkel, didalamnya meliputi hina, jijik, muak, mual, benci,

tidak suka, dan mau muntah

h. Malu, didalamnya meliputi rasa bersalah, malu hati, kesal hati, menyesal, hina, aib, dan hati hancur lebur.

Luella Cole ((Mudjiran, ddk 2007: 84) mengemukakan bahwa ada tiga jenis emosi yang menonjol pada periode remaja, yaitu sebagai berikut:

a. Emosi marah

Emosi marah lebih muda timbul apabila dibandingkan dengan emosi lainnya dalam kehidupan remaja. Penyebab timbulnya emosi marah pada remaja ialah apabila mereka direndahkan, dipermalukan, dihina atau dipojokkan dihadapan kawan-kawannya. Pada dasarnya, remaja cenderung mengganti

(42)

emosi kekanak-kanakan mereka dengan cara yang lebih sopan, misalnya dengan cara diam, mogok kerja, pergi keluyuran, keluar rumah, dan melakukan latihan fisik yang keras sebagai cara pelahiran emosi marah mereka.

b. Emosi takut

Ketakutan tersebut banyak menyangkut dengan ujian yang akan diikuti, sakit, kekurangan uang, rendahnya prestasi, tidak dapat pekerjaan, atau kehilangan pekerjaan, keluarga yang kurang harmonis, tidak popular dimata lawan jenis, tidak dapat pacar, memikirkan kondisi fisik yang tidak seperti diharapkan. Ketakutan lain adalah kesepian, kehilangan pegangan agama, perubahan fisik, diejek, dan takut terpegaruh teman yang kurang baik.

c. Emosi cinta

Emosi ini telah ada semenjak masa bayi dan terus berkembang sampai dewasa. Pada masa remaja, rasa cinta diarahkan kepada lawan jenis. Pada masa bayi rasa cinta diarahkan pada orang tua terutama pada ibu. Pada masa kanak-kanak (3-5 tahun), rasa cinta diarahkan orang tua yang berbeda jenis kelamin, misalnya anak laki-laki akan jatuh cinta pada ibu dan anak perempuan pada ayah. Ditambahkan Cole (Mudjiran, ddk 2007: 85) ada kecenderungan remaja wanita tertarik terhadap sesama jenis berlangsung dalam waktu yang lama. Keadaan ini terlihat dari sikap sayang yang berlebihan kepada sesama wanita. Sering juga

(43)

perasaan seperti ini berkembang menjadi ketertarikan yang kuat pada wanita yang lebih tua.

Berdasarkan penjelasan di atas bahwa emosi yang diwujudkan dalam bentuk ekspresi wajah yang didalamnya mengandung emosi takut, marah, sedih, dan senang. Dengan demikian, ekspresi wajah sebagai representasi dari emosi itu memiliki universalitas tentang perasaan emosi tersebut.

3. Jenis-jenis Emosi

Menurut Gohn dan Clore, (Safaria dan Eka, 2012:13) pada dasarnya emosi manusia bisa dibagi menjadi dua kategori umum jika dilihat dari dampak yang ditimbulkannya:

Kategori pertama yaitu emosi positif yang biasa disebut dengan efek positif, emosi ini memberikan dampak menyenagkan sehingga dapat mengantarkan seseorang menuju keberhasilan misalnya inisiatif, semangat juang, kemampuan menyesuaikan diri, empati, percaya diri yang tinggi. Ketika kita merasakan emosi positif kita pun akan merasakan keadaan psikologis yang positif. Kategori kedua adalah emosi negatif ketika kita merasakan emosi negatif maka dampak yang kita rasakan adalah negatif tidak menyenangkan dan meyusahkan.

Menurut Hill, (Syukur, 2011: 68) bahwa terdapat tujuh jenis emosi yang masuk dalam emosi positif, diantaranya adalah hasrat, keyakinan, cinta, seks, harapan, romansa dan antusiasme. Jenis emosi ini dapat menunjang keberhasilan karir dan dianggap tidak merugikan orang lain. Seberapa besar keberhasilan dari emosi positif ini tergantung dari batas kewajaran yang digunakan. Sedangkan emosi negatif merupakan emosi yang menyangkut perasaan tidak

(44)

menyenangkan dan dapat mengakibatkan perasaan negatif pada orang yang mengalaminya. Biasanya emosi negatif ini berada diluar batas kewajaran, seperti marah-marah yang tidak terkendali, berkelahi, menangis meraung-raung, tertawa keras dan terbahak-bahak, bahkan timbulnya tindakan kriminal.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa ketika individu merasakan emosi positif ini, individu pun akan merasakan keadaan psikologis yang positif, seta emosi positif juga dapat menimbulkan sebuah motivasi. Untuk menumbuhkan emosi positif individu mampu mengendalikan atau menyimbangi emosi negatif ini maka pada keadaan suasana hati menjadi buruk.

4. Karakteristik Perkembangan Emosi

Menurut Fatimah (2010: 106) “Pola emosi masa remaja adalah sama dengan pola emosi masa kanak-kanak”. Jenis emosi yang secara normal sering dialami remaja adalah kasih sayang, gembira, amarah, takut, dan cemas, cinta, cemburu, kecewa, sedih dan lain-lain. Berikut ini beberapa kondisi emosional pada remaja, seperti cinta/ kasih sayang, gembira, kemarahan dan permusuhan, ketakutan dan kecemasan.

a. Cinta/kasih sayang

Kebutuhan untuk memberi dan menerima cinta menjadi sangat penting walaupun kebutuhan-kebutuhan terhadap perasaan itu disembunyikan secara rapi. Para remaja yang memberontak

(45)

secara terang-terangan, nakal, redikal, dan menunjukan sikap bermusuhan umumnya disebabkan oleh kurangnya rasa cinta dan kasih sayang dari orang dewasa. Oleh karena itu, orang tua dan guru perlu memberikan perhatian dan kasih sayang kepada mereka dengan sebaik-baiknya.

d. Perasaan gembira

Rasa gembira muncul apabila segala sesuatunya berlangsung dengan baik dan menyenangkan. Perasaan gembira inilah yang mendorong mereka menjadi giat dan bersemagat dalam kehidupannya.

e. Kemarahan dan permusuhan

Banyaknya hambatan yang menyebabkan kehilangan kendali terhadap rasa marah, berpengaruh terhadap kehidupan emosional remaja. Untuk memahami remaja ada empat hal yang sangat penting sehubugan dengan rasa marah.

f. Ketakutan dan kecemburuan

Remaja umumnya merasa takut hanya pada kejadian yang berbahaya atau traumatik. Beberapa orang mengalami rasa takut secara berulang-ulang dalam kehidupan sehari-hari, atau karena mimpi, atau karena pikiran mereka sendiri yang tidak logis.

(46)

Menurut Mudjiran, ddk (2007: 88) ciri yang khas terjadi pada remaja adalah sebagai berikut:

1) Emosi mudah meluap (tinggi). Meluapnya emosi remaja sering muncul karena tidak terpenuhinya kebutuhan mereka, misalnya: keinginan yang tidak terpenuhi orang tua, tidak mendapat perhatian dari teman sebaya,

2) Mudah muncul emosi negatif. Emosi negatif muncul dapat berupa marah, benci, sedih. Misalnya benci terhadap guru yang pilih kasih, sedih jika tidak mendapatkan perhatian dan lain-lain.

Emosi negatif tersebut dapat berakibat terjadinya gangguan emosional. Gangguan tersebut antara lain sebagai berikut:

a) Depresi atau sedih yang mendalam, biasanya akibat kesedihan yang tidak mendapat tanggapan dari orang lain atau tanggapan yang diterima justru meningkatkan kesedihan yang ada. Depresi dapat terjadi akibat kehilangan orang yang sangat dicintai, atau kegagalan yang bertubi-tubi.

b) Mudah pingsan karena terlalu sensitif dan perasa. Khususnya terhadap sesuatu yang menakutkan atau menyedihkan

c) Mudah tersinggung dan sensitif terhadap orang lain. Misalnya sesuatu yang dilihat, direspon orang lain, ditanggapi secara impulsif.

(47)

d) Sering cemas karena terlalu banyak memikirkan bahaya/kegagalan. Apabila dihadapkan pada suatu tugas atau tujuan yang diharapkan orang lain, yang terbayang justru kegagalan yang akan ditemui. e) Sering ragu-ragu dalam memutuskan sesuatu atau bertindak,

mungkin karena terlalu banyak pertimbangan yang kadang-kadang tidak rasional.

Biehler (Fatimah, 2010:108) membagi ciri emosional remaja dalam dua rentang usia, yaitu usia 12-15 tahun dan usia 15-18 tahun. Adapun ciri emosional remaja berusia 12-15 tahun adalah sebagai berikut.

(1) Cenderung bersikap pemurung. Disebabkan perubahan biologis dalam hubungan dengan kematangan seksual dan sebagian lagi karena kebingungannya dalam menghadapi orang dewasa.

(2) Ada kalanya berperilaku kasar untuk menutupi kekurangan dalam hal rasa percaya diri.

(3) Ledakan kemarahan sering terjadi sebagai akibat dari kombinasi ketegangan psikologis, ketidakstabilan biologis, dan kelelahan bekerja terlalu keras atau pola makan yag tidak tepat atau tidur yang tidak cukup.

(4) Cenderung berperilaku tidak toleran terhadap orang lain dengan membenarkan pendapatnya sendiri.

(5) Mengamati orang tua dan guru secara lebih objektif dan marah apabila tertipu dengan gaya guru yang bersikap serba tahu.

(48)

Ciri emosional remaja usia 15-18 tahun adalah sebagai berikut:

(1) Sering memberotak sebagai ekspresi dari perubahan dari masa kanak-kanak ke dewasa.

(2) Dengan bertambahnya kebebasan, banyak remaja mengalami konflik dengan orang tuanya. Sering melamun untuk memikirkan masa depannya.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa masa remaja dianggap sebagai periode badai dan tekanan suatu masa saat ketegangan emosi meninggi sebagai akibat perubahan fisik. Meningginya emosi disebabkan remaja berada dibawah tekanan sosial, dan selama masa kanak-kanak ia kurang mempersiapkan diri untuk menghadapi keadaan itu, serta emosi negatif yang dialami remaja seringkali muncul pada remaja yang belum mencapai kematangan emosi.

C. Pengaruh Pola Asuh terhadap Perkembangan Emosi Peserta didik Menurut Ali dan Asrori (2015:69) bahwa perkembangan emosi seseorang pada umumnya tampak jelas pada perubahan tingkah lakunya. Perkembangan emosi peserta didik juga demikian halnya. Kualitas atau fluktuasi gejala yang tampak dalam tingkah laku itu sangat tergantung pada tingkat fluktuasi emosi yang ada pada individu tersebut. Ada beberapa tingkah laku emosional yang pernah terjadi disekeliling kita misalnya, agresif, rasa takut yang berlebihan, sikap apatis, dan tingkah

(49)

laku menyakiti diri, seperti melukai diri sendiri dan memukul-mukul kepala sendiri.

Sejumlah faktor yang mempengaruhi perkembangan emosi peserta didik adalah sebagai berikut:

1. Perubahan jasmani

Perubahan jasmani yang ditunjukan dengan adanya pertumbuhan yang sangat cepat dari anggota tubuh. Pada taraf permulaan pertumbuhan ini hanya terbatas pada bagian-bagian tertentu saja yang mengakibatkan postur tubuh menjadi tidak seimbang. Ketidakseimbangan ini sering mempunyai akibat yang tak terduga pada perkembangan emosi remaja. Tidak setiap remaja dapat menerima perubahan pada kondisi tubuh seperti itu, lebih-lebih jika perubahan tersebut menyangkut perubahan kulit yang menjadi kasar dan penuh jerawat. Hal ini dapat menimbulkan masalah terhadap perkembangan emosinya.

2. Perubahan pola interaksi dengan orang tua

“Perbedaan pola asuh orang tua dapat berpengaruh terhadap perbedaan perkembangan emosi remaja”. Pola asuh orang tua terhadap anak, termasuk remaja, sangat bervariasi. Ada pola asuhnya menurut apa yang dianggap terbaik oleh dirinya sendiri saja sehingga ada yang bersifat otoriter, memanjakan anak, acuh tak acuh, tetapi ada juga yang penuh cinta kasih. Cara memberikan hukuman misalnya, kalau dulu anak dipukul karena nakal, pada masa remaja cara semacam itu justru

(50)

dapat menimbulkan ketegangan yang lebih berat antara remaja dengan orang tuanya.

3. Perubahan interaksi dengan teman sebaya

Faktor yang ini sering menimbulkan masalah emosi pada masa ini adalah hubungan cinta dengan teman lawan jenis. Gejala ini sebenarnya sehat bagi remaja, tetapi tidak jarang juga menimbulkan konflik atau gangguan emosi pada remaja jika tidak diikuti dengan bimbingan dari orang tua atau orang yang lebih dewasa. Gangguan emosional yang mendalam dapat terjadi ketika cinta remaja tidak terjawab atau karena pemutusan hubungan cinta dari satu pihak sehingga menimbulkan kecemasan bagi orang tua dan bagi remaja itu sendiri.

4. Perubahan pandangan luar

a. Sikap dunia luar terhadap remaja sering kali tidak konsisten. Kadang-kadang mereka dianggap orang dewasa tetapi mereka tidak mendapatkan kebebasan penuh. Sering kali mereka masih dianggap anak kecil sehingga menimbulkan kejengkelan pada diri remaja. b. Dunia luar atau masyarakat masih menerapkan nilai-nilai yang

berbeda untuk remaja laki-laki dan perempuan.

c. Seringkali kekosongan remaja dimanfaatkan oleh pihak luar yang tidak bertanggung jawab, yaitu dengan cara melibatkan remaja ke dalam kegiatan yang merusak dirinya.

(51)

5. Perubahan interaksi dengan sekolah

Para guru merupakan tokoh yang sangat penting dalam kehidupan mereka, karena selain tokoh intelektual guru juga merupakan tokoh otoritas bagi para peserta didiknya. Oleh karena itu membuat anak lebih percaya, lebih patuh bahkan lebih takut kepada guru daripada kepada orang tuanya. Posisi guru semacam ini sangat strategis apabila digunakan untuk pengembangan emosi anak melalui penyampaian materi yang positif dan konstruktif. Terkadang dengan figur tersebut guru memberikan ancaman-ancaman tertentu kepada peserta didiknya. Peristiwa semacam ini sering tidak disadari bahwa ancaman tersebut menimbulkan permusuhan, cara seperti ini akan memberikan stimulus negatif bagi perkembangan emosi peserta didik.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pengaruh pola asuh terhadap perkembangan emosi peserta didik yaitu perubahan pola interaksi dengan orang tua, oleh karena itu perbedaan pola asuh orang tua dapat berpengaruh terhadap perbedaan perkembangan emosi remaja. Pola asuh orang tua terhadap anak, termasuk remaja, sangat bervariasi.

D. Kerangka Pikir

Kerangka pemikiran ini dimaksudkan untuk membantu dan mempermudah peneliti dalam melaksanakan penelitian ini, sehingga penelitian dapat terlaksana secara terarah. Adapun kerangka pemikiran penelitian ini sebagai berikut:

(52)

Gambar. 1 Pengaruh Pola Asuh Orang Tua terhadap Perkembangan Emosi

Berdasarkan kerangka pikir di atas menggambarkan bahwa dalam pola asuh orang tua seperti otoriter, otoritataif, permisif, uninvolved berpengaruh terhadap perkembangan emosi positif dan negatif peserta didik. Oleh karena itu penelitian ini akan mendiskripsikan pengaruh pola asuh orang tua terhadap perkembangan emosi peserta didik di kelas VIII MTsN 4 Pesisir Selatan.

E. Hipotesis Penelitian

Lufri, (2005: 54) menjelaskan ada dua jenis hipotesis yang umum dikenal, yaitu hipotesis kerja (H1) dan hipotesis nihil (H0). Hipotesis (H1), menyatakan ada atau terdapat pengaruh X terhadap Y dan sebagainya. Sebaliknya hipotesis nihil (H0) menyatakan tidak terdapat pengaruh X dan Y dan sebagainya.

Perkembangan Emosi 1. Emosi positif 2. Emosi negatif

Pola Asuh Orang Tua Perkembangan Emosi

1. Otoriter 2. Otoritatif 3. Permisif 4. Uninvolved

(53)

Berdasarkan rumusan masalah hipotesis untuk penelitian ini adalah:

1. Hipotesa alternatif (H1): Adanya pengaruh yang signifikan antara pola asuh orang tua (X) terhadap perkembangan emosi (Y).

2. Hipotesa nol (H0): Tidak adanya pengaruh yang signifikan antara pola asuh orang tua (X) terhadap perkembangan emosi (Y).

(54)

40

Penelitian ini telah dilaksanakan pada tanggal 11-13 Juli 2018. Adapun tempat atau lokasi untuk melaksanakan penelitian adalah MTsN 4 Pesisir Selatan. Alasan peneliti memilih sekolah ini karena masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini peneliti temukan di MTsN 4 Pesisir Selatan, sehingga peneliti memutuskan untuk melakukan penelitian di kelas IX MTsN 4 Pesisir Selatan tentang “Pengaruh Pola Asuh Orang tua terhadap Peserta didik di kelas IX MTsN 4 Pesisir Selatan”

B. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kuantitatif. Menurut Sugiyono, (2014: 8) penelitian kuantitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif atau statistik, dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan.

Menurut Sukmadinata (2009: 53) penelitian kuantitatif didasari oleh filsafat positivisme yang menekankan fenomena-fenomena objektif dan dikaji secara kuantitatif. Sedangkan menurut Suharsaputra (2014: 49) penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan angka-angka yang dijumlahkan sebagai data yang dianalisis.

(55)

Selanjutnya penelitian deskriptif merupakan jenis yang dilakukan untuk memberikan gambaran yang lebih detail mengenai suatu gejala atau fenomena. Menurut Sukmadinata, (2009: 53) penelitian deskriptif adalah suatu metode penelitian yang ditunjukkan untuk menggambarkan fenomena-fenomena yang ada, yang berlangsung pada saat ini atau saat yang lampau. Penelitian ini bisa mendeskripsikan sesuatu keadaan saja, tetapi bisa juga mendeskripsikan keadaan dalam tahapan-tahapan perkembangannya. Sedangkan menurut Lehman, (Yusuf, 2007: 83) penelitian deskriptif merupakan salah satu jenis penelitian yang bertujuan mendeskripsikan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat populasi tertentu. Atau mencoba menggambarkan fenomena secara detail.

Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa penelitian kuantitatif yang bersifat deskriptif adalah penelitian yang dimaksud untuk mengumpulkan data penelitian berupa angka-angka dan menganalisis statistik dengan menjelaskan fenomena atau gejala serta mendeskripsikan keadaan dan tahap-tahap perkembanganya.

C. Defenisi Operasional Penelitian

Defenisi Operasional dari variabel penelitian, yaitu pengaruh pola asuh orang tua terhadap perkembangan emosi peserta didik di kelas IX MTsN 4 Pesisir Selatan.

(56)

1. Pola Asuh Orang Tua a. Pola Asuh Otoriter

Pola asuh otoriter adalah pola pengasuhan yang sangat ketat, karena banyak peraturan yang tegas, dan tidak boleh dibantah. Orang tua mengharapkan kepatuhan dari anak-anaknya tanpa boleh mempertanyakan apa alasan dan peraturan tersebut. Disini orang tua cenderung membentuk dan mengontrol anak-anaknya dengan menegaskan standar tertentu yang harus dikuti (kepatuhan). Anak-anak dididik dengan menggunakan sistem penghargaan dan hukuman yang keras bagi siapa saja yang bertentangan dengan standar dari orang tua.

b. Pola Asuh Otoritatif

Pola asuh otoritatif membuka kesempatan bagi remaja untuk berani membuat keputusan atas dirinya. Anak diberi kebebasan yang bertanggung jawab. Orang tua menjelasakan hal-hal yang diharapkan dengan konsekuensinya kepada anak. Dalam hal ini, orang tua memiliki batasan dan harapan yang jelas terhadap tingkah laku anak. Mereka berusaha untuk menyediakan panduan dengan menggunakan alasan dan aturan, dan mereka menggunakan ganjaran/penghargaan (Rewords) dan hukuman (Punishment) yang berhubungan dengan tingkah laku anak secara jelas.

(57)

c. Pola Asuh Permisif

Pola asuh permisisf dilakukan oleh orang tua yang tidak memberikan hukuman dan menerima semua tingkah laku anak. Bahkan, tanpa adanya kontrol dari orang tua. Pada pola pengasuhan ini orang tua hanya membuat sedikit perintah dan jarang menggunakan kekerasan dan kuasa untuk mencapai tujuan pengasuhan anak. Orang tua seperti ini percaya bahwa mereka selalu menanggapi anak sebagai seorang pribadi dan mendorong mereka untuk mandiri.

d. Pola Asuh Uninvolved (Pengasuhan tidak terlibat)

Pola pengasuhan ini tidak memiliki control orang tua sama sekali. Orang tua cenderung menolak keberadaan anak atau tidak memiliki cukup waktu untuk diluangkan bersama anak karena mereka sendiri cukup memiliki masalah dan stress.

2. Perkembangan Emosi

Emosi positif dan negatif. Emosi positif misalnya gembira, bahagia, sayang, cinta, dan berani. Emosi negatif misalnya rasa benci, takut, marah, garam, dan lain-lain. Emosi negatif merupakan reaksi ketidakpuasan, dan emosi positif merupakan reaksi kepuasan terhadap terpenuhinya kebutuhan yang dirasakan remaja Apabila kebutuhan itu terpuaskan, maka remaja merasa senang, bahagia, dan gembira, sebaliknya apabila tidak terpuaskan mereka menjadi kecewa, marah, cemas, takut, dan sedih.

(58)

D. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi

Menurut Arikunto (2006: 130) “Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian”. Sejalan dengan itu Lufri (2005: 78) juga menyatakan bahwa “Populasi merupakan kelompok tertentu dari suatu (orang, benda, peristiwa, dan sebagainya) yang dipilih oleh peneliti yang hasil studinya atau penelitianya dapat digeneralisasikan terhadap kelompok tersebut”. Sejalan dengan itu Riduwan (2010: 54) menyatakan bahwa “Populasi adalah keseluruhan dari karakteristik atau unit hasil pengukuran yang menjadi objek penelitian”.

Berdasrkan penjelasan di atas, yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah peserta didik kelas IX MTsN 4 Pesisir Selatan. Secara rinci dapat dilihat pada tabel 1 berikut :

Tabel 1. Jumlah Populasi Peserta Didik di Kelas IX MTsN 4 Pesisir Selatan

No Kelas Jumlah Peserta Didik

1 IX. A 35 2 IX. B 35 3 IX. C 33 4 IX. D 31 5 IX. E 32 6 IX. F 34 Jumlah Keseluruhan 200

(59)

2. Sampel

Menurut Lufri (2005: 80) “Sampel adalah sebagian dari anggota populasi yang diteliti”. Dalam penelitian ini teknik pengambilan sampel yaitu dengan Cluster Random Sampling. Menurut Darmawan (2013:148) Cluster Random Sampling merupakan “pengambilan sampel secara acak dan berumpun”. Teknik ini juga dapat diartikan dengan cara pengambilan sampel berdasarkan gugus dari keseluruhan populasi. Anggota sampel dalam teknik ini adalah rumpun-rumpun, kemudian dari setiap rumpun diambil rumpun kecil yang sama. Maka diputuskan mengambil 2 kelas dari 6 kelas secara lotting Berdasarkan hal di atas, maka sampel pada penelitan adalah sebagai berikut:

Tabel 2. Sampel Penelitian

No Kelas Jumlah Sampel

1. IX A 35

2. IX E 32

Jumlah 67

E. Jenis dan Sumber Data Penelitian 1. Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data interval. Menurut Riduwan (2010: 85) data interval data yang menunjukan jarak antara satu dengan data yang lain dan mempunyai bobot yang sama. Menurut Bungin (2005: 131) data interval merupakan data yang memiliki ruas atau interval, atau jarak yang berdekatan dan sama. Dalam hal ini peneliti akan mengintervalkan

(60)

data tentang pengaruh pola asuh orang tua terhadap perkembangan emosi peserta didik di kelas IX MTsN 4 Pesisir Selatan.

2. Sumber Data

Menurut Arikunto, (2006: 129) “Sumber data dalam penelitian adalah subjek dari mana data itu diperoleh”. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder.

Menurut Bugin, (2005: 132) data primer adalah data yang langsung diperoleh dari sumber data pertama di lokasi penelitian atau objek penelitian, dalam hal ini peserta didik di kelas IX MTsN 4 Pesisir Selatan. Sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber kedua atau sumber sekunder dari data yang dibutuhkan, yaitu data yang didapatkan dari Tata Usaha di MTsN 4 Pesisir Selatan.

F. Alat Pengumpulan Data

Instrumen yang digunakan untuk pengumpulan data pada penelitian ini berupa angket atau kuesioner.

1. Angket

Menurut Yusuf, (2007: 256) “Kuesioner adalah suatu rangkaian pertanyaan yang berhubungan dengan topik tertentu diberikan kepada sekelompok individu dengan maksud untuk memperoleh data”. Menurut Arikunto (2010: 151) “Kuesioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya atau hal-hal yang iya ketahui”. Berdasarkan pendapat ahli di atas kuesioner adalah sejumlah peryataan

Gambar

Tabel  1.  Jumlah  Populasi  Peserta  Didik  di  Kelas  IX  MTsN  4      Pesisir Selatan
Tabel 2. Sampel Penelitian
Tabel 3. Alternatif Jawaban Angket
Tabel 4. Uji Validitas Pola Asuh Orang Tua
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan masalah yang dialami oleh warga masyarakat, maka usaha yang dilakukan untuk memecahkan masalah tersebut adalah dengan memberikan kegiatan sosialisasi yang

Sedangkan sasaran pendidikan lanjutannya adalah remaja di Kota Tasikmalaya melalui penyebaran virus toleransi oleh kader KORAN (Komunitas Remaja Toleran)

Kewarganegaraan, diketahui bahwa di sekolah ini telah menerapkan praktik belajar Kewarganegaraan dalam pembelajaran PKn melalui model pembelajaran praktik belajar

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, bahwa semakin berkembangnya usaha ritel salah satunya berbentuk butik, banyak strategi yang dilakukan untuk menarik

Pada bulan Juni 2015, kelompok komoditas yang memberikan andil/sumbangan inflasi adalah kelompok bahan makanan memberikan andil/sumbangan sebesar 0,37 diikuti kelompok

Diharapkan website lazada dapat membuat efektivitas dalam pembelian melalui website menjadi lebih cepat sehingga individu tidak memerlukan waktu yang lama dalam pembelian

Fakultas Agama Islam merupakan fakultas yang menanamkan nilai-nilai budi pekerti yang baik maka dari itu Islam harus dipatuhi, dipahami bagi mahasiswa yang baik dan

NO MATA KULIAH HARI TANGGAL JAM RUANG.