PENGARUH PENDEKATAN STARTER EKSPERIMEN
UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA
SISWA KELAS V SD
Gd. Rudhiyama1, Kt. Pudjawan2, I Md. Suarjana3 1,3Jurusan PGSD, 2Jurusan TP, FIP
Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia
e-mail: [email protected], [email protected]
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk untuk mengetahui perbedaan hasil belajar antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan Pendekatan Starter Eksperimen (PSE) dan kelompok siswa yang dibelajarkan dengan pembelajaran konvensional pada siswa kelas V tahun pelajaran 2015/2016 di Gugus I Kecamatan Sawan. Jenis penelitian ini adalah penelitian kuasi eksperimen menggunakan desain non equivalent post–test only control group design. Sampel penelitian ini berjumlah 36 orang siswa kelas V SD Negeri 1 Sekumpul
sebagai kelompok eksperimen dan 34 orang siswa kelas V SD Negeri 3 Bebetin sebagai kelompok kontrol yang dipilih dengan sistem random sampling. Data dikumpulkan dengan metode tes. Istrumen yang digunakan berupa pilihan ganda. Data yang dikumpulkan dianalisis menggunakan analisis statistik deskriptif dan statistik infrensial (uji-t). Hasil penelitian ini menemukan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan hasil belajar antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan PSE dan kelompok siswa yang dibelajarkan dengan pembelajaran konvensional pada siswa kelas V di Gugus I Kecamatan Sawan Tahun Pelajaran 2015/2016.
Kata kunci: pendekatan starter eksperimen, hasil belajar matematika
Abstract
The purposes of this research were to know the significant differences between students’ result in mathematics who learnt by starter experiment approach and students’ who learnt using conventional learning of class V in elementary school cluster I districts of Sawan, in academic year 2014/2015. The type of this research was a quasi experiment by using non equivalent post–test only control group design. The sample of this study was grade five of SD Negeri 1 Sekumpul consisted of 36 students as an experimental group and 34 students grade five of Negeri 3 Bebetin as a control group selected through random sampling method. Data collected by using multiple choice. Then, data analysis used was descriptive statistic and inferential statistic (t-test). The result of this research found that there is a significant difference in mathematics between students’ who learnt by starter experiment approach and students’ who learnt using conventional learning in class five in elementary school cluster I districts of Sawan in academic year 2015/2016.
PENDAHULUAN
Matematika merupakan salah satu bidang ilmu yang terus mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Pentingnya Matematika dalam kehidupan sehari-hari tidak diikuti oleh sikap siswa yang cenderung menganggap pelajaran ini sebagai momok ataupun musuh bagi dirinya. Dari gambaran tersebut sudah sewajarnya Matematika memperoleh perhatian yang lebih serius dari pendidik sehingga dapat lebih diminati oleh para siswa, sebab matematika memiliki potensi yang besar untuk memainkan peran strategis dalam menyiapkan Sumber Daya Manusia (SDM) untuk menghadapi era globalisasi.
Lebih lanjut, pembelajaran Matematika di sekolah memiliki empat tujuan utama yaitu: (1) Melatih cara berpikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan, (2) Mengembangkan aktivitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi, dan penemuan dengan mengembangkan pemikiran divergen, originil, rasa ingin tahu, prediksi dan dugaan serta mencoba-coba, (3) Mengembangkan kemampuan
pemecahan masalah dan (4)
Mengembangkan kemampuan
menyampaikan informasi dan
mengkomunikasikan gagasan (Depdiknas, 2006).
Terkait dengan tujuan tersebut, pemecahan masalah dan aktivitas kreatif berperan sangat penting dalam pembelajaran. Hal ini diperkuat oleh pernyataan N’Oedhien (2008:1) yang menyatakan bahwa “pada dasarnya, matematika adalah pemecahan masalah. Oleh karena itu, matematika sebaiknya diajarkan melalui berbagai masalah yang ada di sekitar siswa dengan memperhatikan usia dan pengalaman yang dimiliki siswa”. Agar siswa dapat mencapai hasil belajar yang baik dan dapat mengembangkan aktivitasnya dalam pembelajaran maka proses pembelajaran harus dikemas sedemikian rupa dengan memanfaatkan segala potensi yang dimiliki oleh siswa. Oleh karena itu, siswa perlu dilibatkan secara aktif dalam proses pembelajaran. Dengan demikian diperlukan adanya suatu strategi
yang tepat dalam pembelajaran sehingga tujuan pembelajaran yang diharapkan dapat tercapai.
Namun demikian, pelajaran matematika bagi sebagian besar siswa masih dianggap pelajaran yang sulit dan menakutkan. Ketakutan terhadap mata pelajaran Matematika lebih disebabkan kurangnya peran guru dalam memahami kemudian mengembangkan konsep dasar pelajaran berhitung. Misalnya, 2 × 2 = 4, oleh guru diberikan dalam bentuk hafalan. Semestinya, hasil itu dijabarkan prosesnya sehingga siswa mengerti perolehan hasil empat dari perkalian tadi. Ditambah lagi pembelajaran Matematika di sekolah jarang sekali melibatkan alat peraga. Konsep Matematika yang abstrak menjadi sulit untuk dibayangkan oleh siswa. Padahal pembelajaran Matematika dalam KTSP bercirikan: (1) menggunakan permasalahan yang kontekstual, yaitu permasalahan yang nyata dan dapat dibayangkan oleh siswa, (2)
mengembangkan kemampuan
memecahkan masalah (problem solving) dan berkomunikasi matematis, (3) memberikan kesempatan yang luas untuk penemuan kembali (reinvention) dan untuk membangun (construction) konsep, definisi, prosedur dan rumus-rumus Matematika secara mandiri, (4) melatih cara bernalar dalam menarik kesimpulan, (5) mengembangkan kreativitas yang melibatkan imajinasi, intuisi, dan penemuan melalui pemikiran divergen dan coba-coba (trial and error), (6) menggunakan model (modelling), dan (7) memperhatikan dan mengakomodasikan perbedaan-perbedaan karakter individual siswa (Sudiarta, 2005).
Berkenaan dengan hal di atas, pantaslah dunia pendidikan selalu mendapatkan sorotan tajam berkaitan dengan tuntutan untuk menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas dan mampu menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), sehingga dapat mengikuti perkembangan dan kemajuan zaman di segala bidang. Bidang pendidikan memang menjadi tumpuan harapan bagi peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia.
Penyempurnaan kurikulum dari kurikulum 1994 menjadi Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) atau Kurikulum 2004 dan KBK yang kembali mengalami revisi menjadi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dapat dikatakan
sebagai salah satu bentuk
penyempurnaan kurikulum dalam rangaka perbaikan kualitas pendidikan Indonesia.
Demikian juga yang terjadi di beberapa Sekolah Dasar di Gugus I Kecamatan Sawan Kabupaten Buleleng, yaitu SD Negeri 1 Sekumpul, SD Negeri 1 Galungan, SD Negeri 1 Lemukih, SD Negeri 2 Lemukih, SD Negeri 3 Lemukih,
SD Negeri 1 Bebetin, SD Negeri 2 Bebetin, dan SD Negeri 3 Bebetin. Berdasarkan hasil wawancara dan studi dokumen di beberapa sekolah dasar tersebut, menunjukkan hasil belajar matematika siswa masih rendah. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata hasil belajar matematika siswa di setiap SD di Gugus tersebut. Hampir semua rata-rata hasil belajar belum mencapai KKM yang telah ditetapkan. Hal itu tercermin dari nilai matematika siswa kelas V di SD Gugus I Kecamatan Sawan Kabupaten Buleleng, yang dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Kriteria Ketuntasan Minimal dan Rata-rata Skor Ulangan Tengah Semester Siswa Kelas V SD di Gugus 1 Kecamatan Sawan Kabupaten Buleleng
No Nama Sekolah Rata-rata Nilai UTS KKM
1 SD Negeri 1 Sekumpul 62,56 50 2 SD Negeri 1 Galungan 52,13 65 3 SD Negeri 1 Lemukih 50,83 65 4 SD Negeri 2 Lemukih 53,66 60 5 SD Negeri 3 Lemukih 52,32 63 6 SD Negeri 1 Bebetin 60,67 62 7 SD Negeri 2 Bebetin 51,82 63 8 SD Negeri 3 Bebetin 53,59 63
Pembelajaran yang dilakukan oleh guru di beberapa SD tersebut juga masih kurang. Guru dalam pembelajaran matematika cenderung menggunakan pembelajaran konvensional. Saat pembelajaran berlangsung, siswa sering mengalami kesulitan dalam memahami materi yang disampaikan oleh guru. Pada saat guru menjelaskan materi, siswa cenderung diam serta mendengarkan apa yang dijelaskan oleh guru. Guru belum mampu meningkatkan keaktifan siswa di kelas. Guru juga kurang menggunakan media pembelajaran sebagai alat bantu dalam pembelajaran, sehingga pembelajaran menjadi monoton dan kurang menarik. Hal ini menunjukkan bahwa dalam pembelajaran matematika guru harus menggunakan suatu strategi pembelajaran yang tepat disesuaikan dengan materi pembelajaran dan kondisi siswa.
Hamruni (2012:42-43) mengatakan bahwa “dalam pembelajaran bukan sekedar hanya menyampaikan materi pelajaran, tetapi juga proses mengatur lingkungan supaya siswa belajar sesuai dengan kemampuan dan potensi yang dimilikinya”. Proses mengatur lingkungan yang dimaksud adalah proses menciptakan iklim pembelajaran yang baik seperti penataan lingkungan, penyediaan alat dan sumber pembelajaran, dan hal-hal lain yang memungkinkan siswa betah dan merasa senang belajar. Oleh karena itu, guru saat pembelajaran berlangsung harus mengupayakan agar suasana pembelajaran di kelas menjadi lebih variatif dan merangsang keinginan siswa untuk belajar.
Berdasarkan permasalahan di atas tampaknya perlu adanya inovasi pembelajaran untuk meningkatkan prestasi belajar dan keaktifan siswa dalam
mata pelajaran matematika. Untuk meraih hasil belajar yang tinggi sehingga prestasi belajar meninggkat, tidak hanya dengan menghafal rumus-rumus tapi juga mengetahui proses untuk menemukan
hasilnya. menurut pandangan
konstruktivisme yaitu proses aktif pengkontruksian pengetahuan meliputi
mengasimilasi, menghubungkan
pengalaman antara bahan yang dipelajari dengan pengertian yang sudah dimiliki seseorang dan pemahaman melalui aktivitas secara individu dan interaksi sosial. Dengan demikian, dapat dikatakan pembelajaran yang baik adalah suatu pembelajaran yang memiliki aspek membangun pengetahuan siswa terhadap materi tertentu. Salah satu pembelajaran yang memiliki aspek membangun adalah pembelajaran inovatif dengan Pendekatan Starter Eksperimen (PSE).
Dilihat dari teori belajar, penggunaan PSE dalam pembelajaran memberi kesempatan siswa untuk merumuskan sendiri pengetahuan Matematika yang dipelajarinya, sesuai dengan teori konstruktivisme. Pembelajaran dengan
PSE merupakan pendekatan
komprehensif dalam pembelajaran Matematika yang berorientasi kepada proses bagaimana siswa dapat menemukan konsep-konsep Matematika yang sedang dipelajari. Dalam proses pembelajarannya, PSE mengambil kejadian yang dialami siswa sehari-hari
sebagai percobaan sehingga
pembelajaran akan lebih menarik dan mampu meningkatkan kinerja ilmiah siswa dalam mengkaji permasalahan yang berkaitan dengan pembelajaran Matematika
Berdasarkan uraian di atas, untuk meningkatkan hasil belajar pada mata pelajaran Matematika khusunya di kelas V SD Gugus I Kecamatan Sawan, peneliti mencoba menggunakan PSE dalam proses pembelajaran. Alasan penggunaan pendekatan ini selain yang telah diuraikan di atas adalah: 1) pendekatan starter eksperimen belum pernah diterapkan oleh guru dalam proses pembelajaran, 2) pendekatan starter eksperimen dengan pemanfaatan cuplikan alam dapat
membantu guru untuk mengembangkan pemahaman siswa, 3) pendekatan dengan starter eksperimen dapat menimbulkan semacam interaksi antar siswa, yang memberi kemungkinan timbulnya keutuhan dan kegotongroyongan serta kekeluargaan yang sehat, dan 4) dengan pendekatan starter eksperimen dapat memungkinkan meningkatkan hasil belajar siswa dengan langkah-langkah pendekatan starter eksperimen dimana lebih banyak siswa yang bekerja aktif.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran Matematika dengan PSE terbukti efektif meningkatkan hasil belajar siswa baik secara individu maupun
kelompok. Yasa, dkk (2008)
menyimpulkan hasil penelitiannya bahwa pendekatan PSE dalam pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar dapat meningkatkan hasil belajar siswa, meningkatkan optimalisasi pemanfaatan alat dan sumber belajar, meningkatkan aktivitas siswa dalam pembelajaran serta dapat menumbuhkan sikap siswa yang positif terhadap pembelajaran Matematika. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Widiarsana (2006) juga menyebutkan bahwa penerapan pembelajaran pendekatan starter eksperimen dengan penilaian portofolio sebagai upaya meningkatkan kompetensi dasar fisika siswa, berhasil meningkatkan kompetensi dasar kognitif siswa. Peneliti lain juga
menunjukkan bahwa penerapan
pendekatan starter eksperimen kontekstual dalam pembelajaran Matematika dapat meningkatkan kompetensi kognitif dan kinerja ilmiah siswa (Sumardika, 2009).
Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan hasil belajar yang signifikan antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran Pendekatan Starter Eksperimen (PSE) dan kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional pada siswa kelas V tahun pelajaran 2015/2016 di Gugus I Kecamatan Sawan..
METODE
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen. “Penelitian eksperimen adalah penelitian yang dilakukan dengan memberikan perlakuan (treatment) tertentu terhadap subjek penelitian yang bersangkutan” (Agung, 2011:17). Perlakuan atau manipulasi yang diberikan pada penelitian ini adalah pemberian Pendekatan Starter Eksperimen (PSE) pada kelompok eksperimen. Hasil yang diperoleh kemudian dibandingkan dengan kelompok kontrol (yang tidak
dimanipulasi). Karena tidak semua variabel yang muncul dalam kondisi eksperimen dapat diatur dan dikontrol secara ketat, maka penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimen semu (quasi experiment). Populasi penelitian ini seluruh kelas V di SD Gugus I Kecamatan Sawan, Kabupaten Buleleng. dalam Gugus I Kecamatan Sawan, Kabupaten Buleleng terdapat delapan sekolah Dasar yang masing-masing kelas disajikan Tabel 2.
Tabel 2. Komposisi Anggota Populasi Penelitian
No Nama Sekolah Jumlah Kelas IV
1 SD Negeri 1 Sekumpul 36 orang
2 SD Negeri 1 Galungan 24 orang
3 SD Negeri 1 Lemukih 24 orang
4 SD Negeri 2 Lemukih 35 orang
5 SD Negeri 3 Lemukih 19 orang
6 SD Negeri 1 Bebetin 39 orang
7 SD Negeri 2 Bebetin 44 orang
8 SD Negeri 3 Bebetin 34 orang
Total Populasi 255 orang
Teknik pengambian sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik random sampling. Teknik random
sampling digunakan untuk menentukan
dua sekolah yang akan menjadi sampel dalam penelitian. Sampel yang dirandom dalam penelitian ini adalah kelas pada masing-masing sekolah karena tidak memungkinkan untuk mengubah kelas yang ada. Setelah diperoleh dua kelas sebagai sampel, selanjutnya sampel dirandom kembali untuk menentukan kelas yang bertindak sebagai kelas kontrol dan kelas yang bertindak sebagai kelas eksperimen. Berdasarkan hasil pengundian, diperoleh Kelas V SD Negeri 1 Sekumpul sebagai kelompok eksperimen dengan jumlah siswa 36 orang dan kelas V SD Negeri 3 Bebetin dengan jumlah siswa 34 orang sebagai kelompok kontrol. Kelas eksperimen diberikan perlakuan dengan Pendekatan Starter Eksperimen (PSE) dan kelas kontrol belajar dengan pembelajaran
konvensional. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah Non
Equivalent Post–test Only Control Group Design (Sarwono, 2006: 87).
Variabel yang terlibat dalam penelitian ini, yaitu variabel bebas (independent
variable) dan variabel terikat (dependent variable). Variabel bebas dalam penelitian
ini adalah Pendekatan Starter Eksperimen (PSE) untuk kelas eksperimen dan pembelajaran konvensional untuk diberikan pada kelas kontrol. Sedangkan variabel terikat dalam penelitian ini adalah hasil belajar matematika.
Prosedur penelitian yang dilakukan pada penelitian ini meliputi langkah-langkah: (1) mengadakan observasi dan wawancara di seluruh kelas V di SD I Kecamatan Sawan yang bertujuan untuk mengenal lebih dekat keadaan kelas di sekolah tersebut dan meminta dokumen hasil tes matematika. (2) mengadakan pengundian sampel dengan teknik random
sampling dari populasi yang sudah
berupa dua kelas. Satu bertindak sebagai kelas kontrol dan yang lain bertindak sebagai kelas eksperimen. (3) meminta izin kepada kepala Negeri 1 Sekumpul dan SD Negeri 3 Bebetin serta guru mata
pelajaran matematika untuk
melaksanakan penelitian di sekolah tersebut. (4) melaksanakan uji judges dengan ahli. (5) melaksanakan uji coba instrumen. (6) mempersiapkan perangkat pembelajaran meliputi rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) termasuk lembar kerja siswa (LKS) beserta instrumen post-test sesuai dengan penelitian yang akan dilaksanakan. (7) memberikan perlakuan Pendekatan Starter Eksperimen (PSE) pada kelas eksperimen dan model konvensional pada kelas kontrol. (8) mengadakan post-test
untuk kelas eksperimen dan kontrol. (9) melakukan penganalisisan data
kemampuan membaca intensif siswa dan pembuktian hipotesis. (10) membuat laporan penelitian.
Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode tes. Tes yang digunakan untuk mengukur hasil belajar matematika berupa pilihan ganda. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu analisis statistik deskriptif, berupa nilai rata-rata (mean), median, modus, varians, dan standar deviasi (Koyan, 2012:21). Dalam penelitian ini data juga disajikan dalam bentuk grafik poligon. Teknik yang digunakan untuk menganalisis data guna menguji hipotesis penelitian adalah uji-t (polled varians). Kriteria pengujian yang digunakan adalah jika t hitung > t tabel pada taraf signifikasi 5%, maka H0 ditolak dan Ha diterima (Koyan, 2011:35).
Sebelum melakukan uji hipotesis, ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dan perlu dibuktikan. Persyaratan yang dimaksud yaitu uji normalitas dan uji homogenitas. Uji normalitas dimaksudkan untuk meyakinkan bahwa populasi sudah terdistribusi normal. Data yang baik adalah data yang mempunyai pola distribusi menurut kurva normal. Uji normalitas untuk skor kemampuan membaca intensif siswa digunakan analisis Chi-Kuadrat. Sedangkan uji homogenitas dimaksudkan
untuk meyakinkan bahwa perbedaan yang terjadi pada hipotesis benar-benar terjadi akibat adanya perbedaan antar kelompok. Uji homogenitas varians untuk kedua kelompok digunakan Uji Fisher.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil post-test terhadap 36 orang siswa kelas V di SD Negeri 1 Sekumpul yang belajar dengan Pendekatan Starter Eksperimen (PSE) dalam kelompok eksperimen, menunjukkan bahwa hasil belajar matematika skor tertinggi yang diperoleh siswa adalah 32 dan skor terendah adalah 15, dengan modus 26,00, median 24,83 dan mean 23,81. Dengan demikian modus > median > mean (26,00 > 24,83>23,81). Apabila hasil tersebut digambarkan dalam kurve poligon menunjukkan bahwa sebaran data pada kelompok eksperimen merupakan juling negatif, yang menunjukkan bahwa sebagian besar skor cenderung tinggi seperti yang tampak pada Gambar 1 berikut.
Gambar 1 Data Post-Test Kelompok Eksperimen
Berdasarkan grafik poligon pada gambar di atas, dapat dilihat bahwa sebanyak 6 orang responden memiliki skor 16, sebanyak 4 orang responden memiliki skor 19, sebanyak 4 orang responden memiliki skor 22, sebanyak 9
Data
Frek
ue
ns
orang responden memiliki skor 25, sebanyak 8 orang responden memiliki skor 28, dan sebanyak 5 orang responden memiliki skor 31. Jika mean kelompok eksperimen dikonversi ke dalam PAP Skala Lima, maka hasil belajar matematika siswa berada pada kategori tinggi.
Hasil ini berbeda dengan perolehan
post-test kelompok kontrol. Hasil post-test
terhadap 34 orang siswa kelas V SD Negeri 3 Bebetin yang belajar dengan pembelajaran konvensional dalam kelompok kontrol, menunjukkan bahwa dalam hasil belajar matematika skor tertinggi yang diperoleh siswa adalah 25 dan skor terendah adalah 8, dengan modus 15,00, median 15,75 dan mean 16,09. Dengan demikian modus < median < mean (15,00<15,75<16,09). Apabila hasil tersebut digambarkan dalam kurve poligon menunjukkan bahwa sebaran data pada kelompok kontrol merupakan juling positif, yang menunjukkan bahwa sebagian besar skor cenderung rendah seperti yang tampak pada Gambar 2 berikut.
Gambar 2 Data Post-Test Kelompok Kontrol
Berdasarkan grafik poligon di atas, dapat dilihat bahwa sebanyak 5 orang responden memiliki skor 9, sebanyak 6
orang responden memiliki skor 12, sebanyak 8 orang responden memiliki skor 15, sebanyak 6 orang responden memiliki skor 18, sebanyak 4 orang responden memiliki skor 21, dan sebanyak 5 orang responden memiliki skor 24. Jika mean kelompok kontrol dikonversi ke dalam PAP Skala Lima, maka hasil belajar matematika siswa pada kelompok kontrol berada pada kategori sedang.
Hasil uji prasyarat, yaitu normalitas dan homogenitas menunjukkan bahwa data berdistribusi normal dan homogen. Hasil perhitungan menggunakan rumus
Chi-Square pada uji normalitas diperoleh
hasil belajar matematika siswa yang dibelajarkan menggunakan Pendekatan Starter Eksperimen (PSE) berdistribusi normal dengan χ2
hitung = 7,44 < harga χ2tabel =7,815 dan kelompok siswa yang dibelajarkan menggunakan pembelajaran konvensional juga berdistribusi normal dengan harga χ2
hitung = 4,98< harga χ2tab = 7,815. Begitu pula dengan hasil uji homogenitas yang dilakukan terhadap varians pasangan antar kelompok eksperimen yang belajar dengan Pendekatan Starter Eksperimen (PSE) dan kontrol yang belajar dengan pembelajaran konvensional. Jumlah masing-masing unit analisis adalah kelompok eksperimen berjumlah 36 dan kelompok kontrol berjumlah 34 orang. Dengan menggunakan rumus uji F, varians data hasil belajar matematika antara kelompok siswa yang dibelajarkan menggunakan Pendekatan Starter Eksperimen (PSE) dan kelompok siswa yang dibelajarkan menggunakan pembelajaran konvensional adalah homogen, yaitu Fhitung= 1,17 < Ftabe = 1,93. Berdasarkan uji prasyarat analisis data, terbukti bahwa data hasil belajar matematika siswa kelompok eksperimen dan kontrol adalah normal dan homogen. Untuk menguji hipotesis digunakan uji-t
independent “sampel tak berkorelasi”,
yang menunjukkan bahwa varians kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol adalah homogen serta berdasarkan jumlah siswa pada tiap kelas yang berbeda maka pada uji-t sampel tak Data
Frek
ue
ns
berkorelasi ini digunakan rumus polled
varians dengan kriteria H0 ditolak jika thitung > ttabel dan H0 terima jika thitung < ttabel. Berdasarkan hasil dari pengujian hipótesis diketahui bahwa hasil perhitungan uji-t dengan rumus polled varians diperoleh thitung sebesar 6,29 dan ttabel pada taraf signifikansi 5% adalah 2,0010. Sehingga, thitung > ttabel yaitu 6,29 > 2,0010 sehingga
H0 ditolak dan Ha diterima. Artinya, terdapat perbedaan hasil belajar matematika antara siswa yang dibelajarkan dengan Pendekatan Starter Eksperimen (PSE) dengan siswa yang dibelajarkan dengan pembelajaran konvensional pada siswa kelas V di SD Gugus I Kecamatan Sawan, Kabupaten Buleleng.
Analisis data penelitian menunjukkan hasil belajar matematika siswa yang mengikuti pembelajaran dengan Pendekatan Starter Eksperimen (PSE) lebih tinggi dari siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional. Tinjauan tersebut didasarkan pada rata– rata skor hasil belajar matematika siswa. Rata-rata skor hasil belajar matematika siswa yang mengikuti pembelajaran dengan Pendekatan Starter Eksperimen (PSE) lebih tinggi dari rata-rata skor hasil belajar matematika siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional. Hasil pengujian hipotesis juga menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar matematika antara siswa yang mengikuti pembelajaran dengan Pendekatan Starter Eksperimen (PSE) dan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional. Perbedaan tersebut disebabkan karena perbedaan perlakuan pada kegiatan pembelajaran dan proses penyampaian materi yang telah dilakukan. Pada pembelajaran dengan Pendekatan Starter Eksperimen (PSE), guru memberikan beberapa permasalahan kepada siswa, kemudian guru menyuruh siswa menyelesaikan masalah tersebut secara individu terlebih dahulu sesuai dengan waktu yang sudah diberikan. Setelah itu, guru menyuruh siswa untuk membentuk pasangan dan mendiskusikan masalah tersebut dengan teman pasangannya. Setiap pasangan kemudian
membuat jawaban baru yang akan dibahas dalam diskusi kelas. Jadi, yang ditekankan pada pembelajaran dengan pendekatan ini adalah aktifitas siswa dalam menyelesaikan suatu masalah secara berkelompok, sehingga siswa menjadi lebih mudah menyelesaikan permasalahan secara berpasangan dan hasil belajar yang diperoleh menjadi tinggi. Hal ini sesuai dengan tujuan dari Pendekatan Starter Eksperimen (PSE) menurut Suastra (2002) yang menyatakan bahwa sebagai sebuah pendekatan dalam pembelajaran Matematika berorientasi kepada proses bagaimana siswa dapat menemukan konsep-konsep Matematika yang dipelajari siswa Proses yang dimaksud mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Hal ini sesuai dengan pendapat Silberman (dalam Riani, 2012:30), yaitu “dengan menempatkan peserta didik dalam kelompok dan memberinya tugas, maka akan mendorong mereka untuk saling tergantung dengan yang lainnya dalam menyelesaikan pekerjaan secara aktif”. Dengan demikan pembelajaran dengan Pendekatan Starter Eksperimen (PSE) menjadi lebih efektif.
Berbeda halnya pada
pembelajaran konvensional, kegiatan pembelajaran yang dilakukan lebih didominasi oleh kegiatan guru. Pada pembelajaran ini guru lebih banyak menjelaskan materi pelajaran, sedangkan siswa mendengarkan penjelasan guru tersebut. Setelah menjelaskan materi guru menyuruh siswa membaca buku pelajaran dan menyuruh siswa mengerjakan soal-soal yang ada pada buku tersebut. Setelah soal-soal selesai dikerjakan dalam kurun waktu yang sudah ditentukan, guru menyuruh siswa mengerjakannya di papan tulis. Pembelajaran yang dilakukan tersebut sesuai dengan ciri-ciri dari pembelajaran konvensional menurut Burrowes (dalam Gampil, 2012:23), yaitu “(1) pembelajaran berpusat pada guru, (2) terjadi passive learning, (3) interaksi di antara siswa kurang, (4) tidak ada kelompok-kelompok kooperatif, dan (5) penilaian bersifat sporadis”. Kegiatan pembelajaran seperti ini sangat membuat
suasana pembelajaran menjadi kurang menarik dan terlihat membosankan. Saat pembelajaran berlangsung, hampir semua siswa pasif, hanya diam dan mendengarkan penjelasan guru. Siswa juga hanya mencatat sesuai perintah guru tanpa berusaha untuk menemukan sendiri konsep-konsep yang dipelajari selama mengikuti pembelajaran. Siswa belajar secara individual tanpa adanya interaksi dalam bentuk kelompok pada saat proses pembelajaran. Akibatnya, hasil pembelajaran yang diperoleh siswa menjadi rendah.
Hasil penelitian ini juga didukung oleh beberapa hasil penelitian tentang Pendekatan Starter Eksperimen (PSE) yang telah dilakukan sebelumnya. Penelitian yang dilakukan oleh Hendayani (2012) menunjukkan bahwa penerapan Pendekatan Starter Eksperimen (PSE) disertai LKS lebih baik dari pembelajaran konvensional. Hal senada juga ditemukan oleh Riani (2012) dalam penelitiaanya menunjukkan bahwa pembelajaran mengubah teks wawancara menjadi narasi dengan menggunakan Pendekatan Starter Eksperimen (PSE) lebih efektif dari pembelajaran konvensional. Sartika (2012) dalam penelitiannya juga menunjukkan bahwa pemahaman konsep matematis siswa pada materi faktorisasi aljabar dengan menggunakan Pendekatan Starter Eksperimen (PSE) lebih baik dari pada pemahaman konsep matematis
siswa dengan menggunakan
pembelajaran konvensional. SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan terhadap hasil belajar Matematika kelompok siswa dibelajarkan dengan menggunakan Pendekatan Starter Eksperimen (PSE) dan siswa yang dibelajarkan menggunakan pembelajaran konvensional. Hasil tersebut diperoleh berdasarkan analisis statistik deskriptif dan statistik inferensial yang dilakukan. Analisis deskriptif menunjukkan terdapat perbedaan skor rata-rata yang diperoleh antara siswa yang mengikuti model
pembelajaran Pendekatan Starter Eksperimen (PSE) yaitu 23,81 dan siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran konvensional yaitu 16,09. Begitu pula dengan hasil analisis statistik inferensial dengan menggunakan uji t menunjukkan thitung = 6,29 dan ttabel = 2,000. Berdasarkan kriteria pengujian, karena thitung > ttabel maka H0 ditolak dan Ha diterima. Jadi Pendekatan Starter Eksperimen (PSE) berpengaruh terhadap hasil belajar matematika siswa kelas V tahun pelajaran 2015/2016 di Gugus I Kecamatan Sawan.
Saran yang dapat disampaikan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan adalah sebagai berikut. 1. 1.
Disarankan kepada guru untuk menerapkan model dan pendekatan pembelajaran yang dapat memotivasi siswa untuk belajar seperti menggunakan Pendekatan Starter Eksperimen (PSE) sebagai alternatif dalam meningkatkan hasil belajar siswa. 2. Kepada siswa agar lebih aktif dan kreatif dalam mengikuti proses pembelajaran agar dapat meningkatkan hasil belajar matematika. 3. Kepada sekolah agar dalam menentukan model pembelajaran yang tepat serta meningkatkan hasil belajar dalam pembelajaran Matematika. 4 Kepada peneliti yang berminat untuk mengadakan penelitian lebih lanjut tentang Pendekatan Starter Eksperimen (PSE) dalam bidang matematika maupun bidang ilmu lainnya yang sesuai agar memperhatikan kendala-kendala yang dialami, diantaranya masalah waktu pelaksanaan penelitian dan biaya yang digunakan dalam penelitian ini sebagai bahan pertimbangan untuk perbaikan dan penyempurnaan penelitian yang akan dilaksanakan.
DAFTAR PUSTAKA
Agung, A. A. Gede. 2011. Penelitian
Konvensional (Ex Post
Facto/Survei dan Eksperimental. Makalah disajikan pada Seminar dan Pelatihan tentang Penelitian
Ex Post Facto dan Eksperimental
yang diselenggarakan HMJ Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Ilmu Pendidikan,
Universitas Pendidikan Ganesha. Singaraja 14 April 2011.
Departemen Pendidikan Nasional. 2006.
Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Nomor 22 Tahun 2006
Tentang Standar Isi, Standar
Kompetensi dan Kompetensi Dasar
Matematika SMA-MA. Jakarta:
Depdiknas.
Gampil, I Ketut Sri. 2012. Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT) berbantuan Media gambar terhadap Hasil Belajar Matematika pada Siswa Kelas V Semester Genap SD Negeri 6 Tianyar Barat Tahun Pelajaran 2011/2012. Skripsi (tidak diterbitkan). Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Ilmu Pendidikan, Undiksha.
Hamruni. 2012. Strategi Pembelajaran. Yogyakarta: Insan Madani.
Koyan, I W. 2011. Asesmen dalam
Pendidikan. Singaraja: Universitas
Pendidikan Ganesha.
---. 2012. Statistik Pendidikan.
Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha.
N’Odhien Srie. 2008. Pendekatan Realistik
Dalam Pembelajaran Matematika.
http://s1pgsd.glogspot.com/2008/1 2/pendekatan-realistik-dalam pembelajaran.html. (diakses tanggal 27 November 2011).
Riani, Terna. 2012. Efektivitas Strategi The Power Of Two (Kekuatan Dua Kepala) Dalam Pembelajran Mengubah Teks Wawancara Menjadi Narasi pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 3 Lambang. Skripsi (tidak diterbitkan). Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia. FPBS, Universitas Pendidikan Indonesia. Sarwono, J. 2006. Metode Penelitian
Kuantitatif & Kualitatif. Yogyakarta:
Graha Ilmu.
Suastra, I.W. 2002. Strategi Belajar
Mengajar. Buku Ajar. Jurusan
Pendidikan Fisika IKIP Negeri Singaraja.
Sudiarta, I Gst Putu. 2005.
Pengembangan Pendidikan
Bilingual untuk Mencapai
Kompetensi Lulusan bertaraf
Internasional. Singaraja: Pusat
Pengembangan dan Peningkatan Aktivitas Pembelajaran (P3AI) IKIP Negeri Singaraja.
Sumardika, 2009. Penerapan Pendekatan Starter Eksperimen Kontekstual dalam Pembelajaran Sains untuk Meningkatkan Kompetensi Kognitif dan Kinerja Ilmiah Siswa di Kelas VIID SMP Negeri Mengwi Tahun Ajaran 2008/2009. Skripsi (tidak diterbitkan). Jurusan Fisika Fakultas Pendidikan MIPA UNDIKSHA.Aminudin. 2002.
Pengantar Apreasi Karya Sastra.
Bandung: Algensindo.
Yasa, Doantara. 2008. Pendekatan Starter
Eksperimen (PSE). Tersedia pada
ipotes.wordpress.com/05/24/pende katan-starter-eksperimen-pse/ (diakses tanggal 16 juni 2012).