1 1. PENDAHULUAN
Informasi merupakan kebutuhan yang mendasar bagi para investor dan
calon investor untuk pengambilan keputusan. Adanya informasi yang lengkap, akurat serta tepat waktu memungkinkan investor untuk melakukan pengambilan
keputusan secara rasional sehingga hasil yang dicapai sesuai dengan yang diharapkan. Penyediaan informasi yang luas dalam laporan keuangan merupakan
suatu keharusan yang disebabkan karena adanya permintaan dari berbagai pihak
dengan informasi tersebut. Akuntansi sebagai alat pertanggungjawaban
mempunyai fungsi sebagai alat kendali terhadap aktifitas suatu unit usaha.
Tanggung jawab manajemen tidak hanya terbatas atas pengelolaan dana ke dalam
perusahaan kepada investor dan kreditor, tetapi juga meliputi dampak yang
ditimbulkan oleh perusahaan terhadap lingkungan alam dan sosialnya.
Keterkaitan yang terjadi antara perusahaan dengan lingkungan alam dan
sosialnya, serta manfaat sosial dan biaya sosial yang ditimbulkan merupakan
aspek sosial pertanggungjawaban manajemen (Zuhroh dan Sukmawati, 2003).
Sebuah perusahaan dapat bekerja dan mencapai keuntungan jika mendapatkan tempat tertentu dalam lingkungan bisnis maupun lingkungan
lainnya. Lingkungan bisnis dan lingkungan-lingkungan ini saling berkaitan
sehingga tidak mungkin suatu perusahaan mencapai kerja yang efektif jika
mengabaikan lingkungan sosialnya. Jika perusahaan hanya memperhatikan
lingkungan yang langsung berkaitan dengan bisnisnya (bahan baku, bahan
2
masyarakat akan mengalami kesulitan nonbisnis yang berakibat langsung pada
performance bisnisnya (Tjahjaningsih, 1999).
Lebih dari itu, tuntutan masyarakat pengguna laporan keuangan untuk mendapatkan informasi sebanyak-banyaknya telah bergeser ke arah
pertanggungjawaban perusahaan dalam masalah lingkungan dan tanggung jawab sosial perusahaan kepada publik dalam laporan tahunan. Tanggung jawab sosial
diartikan bahwa perusahaan mempunyai tanggung jawab pada tindakan yang
mempengaruhi konsumen, masyarakat dan lingkungan (Rizal, 2004).
Sembiring (2005), tumbuhnya kesadaran publik akan peran perusahaan
ditengah masyarakat melahirkan kritik karena menciptakan masalah sosial,
polusi, limbah, sumber daya, mutu produk, tingkat safety produk, serta hak dan
status tenaga kerja. Tekanan dari berbagai pihak memaksa perusahaan untuk
menerima tanggung jawab atas dampak aktivitas bisnisnya terhadap masyarakat.
Perusahaan dihimbau untuk bertanggung jawab terhadap pihak yang lebih luas
dari kelompok pemegang saham dan kreditor saja.
Suatu organisasi bisnis secara sekilas hanya mempunyai satu jenis tujuan yaitu untuk menghasilkan keuntungan (Dwiatmadja et al., 2001). Akan tetapi
perusahaan tidak bisa lepas begitu saja dari lingkungan sekitar. Sulistyo (2008)
menjelaskan bahwa perusahaan harus memperhatikan tiga aspek dalam kegiatan
usahanya. Tiga aspek ini meliputi aspek keuangan, aspek sosial dan aspek
lingkungan yang sering disebut triple bottom line. Triple bottom line secara
langsung berkaitan dengan konsep dan tujuan pertumbuhan yang teruas menerus
3
hanya memperhatikan catatan keuangannya saja (single bottom line). Untung
tidaknya penerapan CSR dalam suatu perusahaan sebenarnya telah diungkapkan
oleh Wapres RI Jusuf Kalla pada tanggal 26 April 2007 di Jakarta Convention Center. Wapres RI Jusuf Kalla mengatakan bahwa pelaksanaan tanggung jawab
sosial perusahaan atau CSR merupakan investasi bagi perusahaan, maka tidak seharusnya CSR dianggap sebagai beban pengeluaran (www.detikfinace.com).
Tanggung jawab sosial jangan dianggap sebagai cost, tetapi investasi bagi
perusahaan karena manfaatnya 3-4 tahun mendatang (Devyani, 2009).
Penelitian yang dilakukan oleh Sembiring (2005) mengambil lima
variabel yaitu: size, profitabilitas, profile, ukuran dewan komisaris dan leverage.
Data yang digunakan sebagai populasi dari perusahaan yang tercatat di Bursa
Efek Jakarta yang tercantum dalam Indonesian Capital Market Directory 2002
dari 323 perusahaan, sebanyak 78 perusahaan diambil sebagai sampel dengan
menggunakan metode stratified random sampling. Hasil penelitian yang
dilakukan oleh Sembiring adalah size perusahaan, profile dan ukuran dewan
komisaris berpengaruh positif terhadap pengungkapan tanggungjawab sosial perusahaan. Sedangkan profitabilitas dan leverage berpengaruh negatif terhadap
pengungkapan tanggungjawab sosial perusahaan.
Sedemikian rendahnya kepedulian sosial perusahaan-perusahaan di
Indonesia, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Global Reporting Initiative
(2004) menunjukkan bahwa selama tahun 2001-2003, pelaporan mengenai
informasi tentang lingkungan dan soaial baru 1 persen dari sejumlah Negara di
4
dan tentunya untuk dapat mengetahui tentang pemahaman atas tanggung jawab
sosial perusahaan-perusahaan di Indonesia. Di Indonesia praktek pengungkapan
tanggung jawab social diatur oleh Ikatan Akuntasi Indonesia (IAI), dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 1 (revisi 1998) paragraph
9, yang menyatakan bahwa “Perusahaan dapat pula menyajikan laporan
tambahan seperti laporan mngenai lingkungan hidup dan laporan nilai tambah
(value added statement), khususnya bagi industry dimana factor-faktor
lingkungan hidup memegang peranan penting dan bagi industry yang
mengenggap pegawai sebagai kelompok pengguna laporan yang memegang
peranan penting. Dasar hukum CSR juga tertuang dalam No. 40 tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas pasal 74 UU RI ayat 1 mengenai Tanggung Jawab
Sosial dan Lingkungan, yaitu:”Perseroan yang menajalankan kegiatan usahanya
dibidang dan atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan
tanggung jawab social dan lingkungan”.
Masalah limbah dan proses industri, baik limbah cair maupun udara
karena memiliki kontribusi yang besar terhadap pencemaran udara dan tanah serta kerusakan lingkungan sebagai dampak dari limbah dan emisi karbondioksida
yang dihasilkannya sehingga sangat perlu melakukan pengungkapan (Datin,
2007). Oleh karena itu penulis ingin melakukan penelitian yang kemungkinan
hasilnya akan lebih berpengaruh.
Penelitian tentang karakteristik perusahaan yang mempengaruhi
pengungkapan tanggung jawab sosial di Indonesia memunculkan hasil yang
5
hasil bahwa variable profitabilitas dan leverage tidak berpengaruh signifikan
terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial. Anggraini (2006) dalam
penelitiannya menunjukkan bahwa profitabilitas, leverage dan size perusahaan tidak berpengaruh terhadap pengungkapan informasi sosial. Temuan ini sejalan
dengan hasil yang diperoleh Hackston dan Milne (1996) yang tidak berhasil menemukan hubungan profitabilitas dengan pengungkapan informasi sosial.
Rosmasita (2007) juga menunjukkan bahwa financial leverage, ukuran
perusahaan dan profitabilitas tidak berpengaruh terhadap pengungkapan tanggung
jawab sosial perusahaan. Sitepu (2009) menemukan hubungan yang signifikan
antara leverage terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial, namun tidak
berhasil membuktikan pengaruh size perusahaan dan leverage terhadap
pengungkapan informasi sosial perusahaan.
Sembiring (2005) menyatakan bahwa semakin besar jumlah anggota dewan komisaris, maka akan semakin mudah untuk mengendalikan CEO dan pengawasan yang dilakukan akan semakin efektif. Dikaitkan dengan pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan, maka tekanan terhadap manajemen juga akan semakin besar untuk mengungkapkannya. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Beasly (2000). Namun, berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Nofandrilla (2008) yang menyatakan bahwa ukuran dewan komisaris tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan.
Penelitian terdahulu menggunakan semua perusahaan yang terdaftar di
Bursa Efek Jakarta, sedangkan penelitian ini memilih perusahaan manufaktur.
Selain itu dengan dikeluarkannya UU tentang Perseroan Terbatas yang
6
daya alam (dalam hal ini perusahaan tambang) wajib untuk melakukan
pengungkapan sosial, sedangkan perusahaan manufaktur juga memiliki kontribusi
dalam kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh limbah perusahaan manufaktur, sehingga juga diperlukan pengungkapan tanggung jawab sosial.
Karena itu peneliti ingin melakukan penelitian yang diharapkan dengan adanya UU tersebut juga berpengaruh terhadap semua jenis perusahaan, tidak hanya
terhadap perusahaan pertambangan saja. Dan diharapkan hasil yang didapat lebih
signifikan. Peneliti menggunakan variabel-variabel yang ada di dalam perusahaan
itu sendiri yang dapat mempengaruhi perusahaan untuk membuat laporan
pertanggungjawaban sosial.
Dari uraian diatas penulis memilih ukuran perusahaan, profitabilitas,
leverage, umur perusahaan dan dewan komisaris sebagai karakteristik perusahaan
yang mempengaruhi pengungkapan tanggung jawab sosial.
Masalah Penelitian
Laporan keuangan merupakan cerminan suatu usaha. Dalam laporan keuangan tersebut dapat memberikan informasi-informasi mengenai perusahaan.
Agar dinilai baik oleh para pengguna laporan keuangan maka perusahaan
cenderung untuk menyajikan apa yang menjadi kelebihannya dan menutupi apa
yang menjadi kekurangannya. Termasuk dalam hal tanggung jawab sosial. Hal
inilah yang menyebabkan tidak adanya pemahaman yang baik tentang perusahaan
7
Dewasa ini fakta yang dibutuhkan oleh para pengguna laporan keuangan
tidak hanya terbatas pada profit perusahaan saja, tapi juga informasi mengenai
sosial dan lingkungan perusahaan. Setiap perusahaan penting untuk memperhatikan laporan tanggung jawab sosial agar menjaga kenyamanan
berbagai pihak. Karakteristik perusahaan dalam penelitian ini digunakan untuk membantu menilai bentuk tanggung jawab sosial perusahaan dan juga perusahaan
melakukan tanggung jawab sosial secara konsisten, sesuai dengan jenis
perusahaannya.
Persoalan Penelitian
Berdasarkan uraian diatas maka permasalahan yang dirumuskan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah ukuran perusahaan berpengaruh terhadap pengungkapan tanggung
jawab sosial perusahaan?
2. Apakah profitabilitas berpengaruh terhadap pengungkapan tanggung
jawab sosial perusahaan?
3. Apakah leverage berpengaruh terhadap pengungkapan tanggung jawab
sosial perusahaan?
4. Apakah umur perusahaan berpengaruh terhadap pengungkapan tanggung
jawab sosial perusahaan?
5. Apakah ukuran dewan komisaris berpengaruh terhadap pengungkapan
8
1. TELAAH TEORITIS DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
2.1
Pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaanPengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan yang sering juga disebut
sebagai social disclosure, corporate social reporting, social accounting
(Mathews, 1995) atau corporate social responbility (Sembiring, 2005) merupakan
proses pengkomunikasian dampak sosial dan lingkungan dari kegiatan ekonomi
organisasi terhadap kelompok khusus yang berkepentingan dan terhadap
masyarakat secara keseluruhan. Hal tersebut memperluas tanggung jawab
organisasi (khususnya perusahaan), diluar peran tradisionalnya untuk menyediakan laporan keuangan kepada pemilik modal, khususnya pemegang
saham. Perluasan tersebut dibuat dengan asumsi bahwa perusahaan mempunyai
tanggung jawab yang lebih luas dibanding hanya mencari laba untuk pemegang
saham (Sembiring, 2005).
Menurut Sembiring (2005) ada dua pendekatan yang secara signifikan
berbeda dalam melakukan penelitian tentang pengungkapan tanggung jawab
sosial perusahaan. Pertama, pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan
mungkin diperlakukan sebagai suatu suplermen dari aktifitas akuntansi
konvensional. Pendekatan ini secara umum akan menganggap masyarakat
keuangan sebagai pemakai utama pengungkapan tanggung jawab sosial yang
dilaporkan. Pendekatan alternatif kedua dengan meletakkan pengungkapan
tanggung jawab sosial perusahaan pada suatu pengujian peran informasi dalam
9
sumber utama kemajuan dalam pemahaman tentang pengungkapan tanggung
jawan sosial perusahaan.
Hasibunan (2001) menyatakan bahwa tanggung jawab perusahaan dapat dibagi menjadi tiga level sebagai berikut:
1. Basic Responbility: Tanggung jawab perusahaan pada level ini muncul sebagai akibat dari keberadaan perusahaan. Tanggung jawab ini antara lain
pembayaran pajak, hukum, memuaskan pemegang sahan dan lain-lain.
2. Organizational Responbility: Dalam level ini tanggung jawab perusahaan
adalah untuk memenuhi perubahan kebutuhan stakeholder seperti karyawan,
konsumen, pemegang saham dan masyarakat sekitarnya.
3. Societal Responbility: Level ini merupakan tahapan ketika terjadi interaksi
antara perusahaan dengan kekuatan lain di masyarakat sehingga perusahaan
dapat tumbuh dan berkembang secara berkesinambungan dengan melibatkan
lingkungan secara keseluruhan.
Menurut Henny dan Murtanto (2001), ada tiga pendekatan dalam
pelaporan kinerja sosial:
1. Pemeriksaan sosial (Social Audit) : Pemeriksaan sosial mengukur dan
melaporkan dampak ekonomi, sosial dan lingkungan dari program-program
yang berorientasi sosial dari operasi-operasi perusahaan. Pemeriksaan sosial
dilakukan dengan membuat suatu daftar aktifitas-aktifitas perusahaan yang
memiliki konsekuensi sosial, lalu auditor sosial akan mencoba mengestimasi
dan mengukur dampak-dampak yang ditimbulkan oleh aktifitas-aktifitas
10
2. Laporan sosial (Social Report): Berbagai alternatif format laporan untuk
manyajikan laporan sosial telah diajukan oleh para akademis dan praktisioner.
Pendekatan-pendekatan yang dapat dipakai oleh perusahaan untuk melaporkan aktifitas-aktifitas pertanggungjawaban sosialnya dibagi menjadi
empat kelompok:
a. Inventory approach: Perusahaan mengkompilasikan dan mengungkapkan
sebuah daftar yang komprehensif dari aktifitas-aktifitas sosial perusahaan.
Daftar ini harus memuat semua aktifitas sosial perusahaan baik yang
bersifat positif maupun negatif.
b. Cost approach: perusahaan membuat daftar aktifitas-aktifitas sosial
perusahaan dan mengungkapkan jumlah pengeluaran pada masing-masing
aktifitas tersebut.
c. Program management approach: Perusahaan tidak hanya mengungkapkan
aktifitas-aktifitas pertanggungjawaban sosial tetapi juga tujuan dari
aktifitas tersebut serta hasil yang diperoleh perusahaan sesuai dengan
tujuan yang ditetapkan itu.
d. Cost-benefit approach: perusahaan mengungkapkan aktifitas yang memiliki dampak sosial serta biaya dan manfaat dari aktifitas tersebut.
Kesulitan dalam penggunaan pendekatan ini adalah adanya kesulitan
dalam mengukur biaya dan manfaat yang diakibatkan oleh perusahaan
terhadap masyarakat.
3. Pengungkapan sosial dalam laporan tahunan (disclosure in annual report):
11
perusahaan yang berhubungan dengan lingkungan sosial perusahaan.
Pengungkapan sosial dapat dilakukan melalui berbagai media antara lain
laporan tahunan, laporan interm, pengumuman kepada bursa efek, atau memalui media massa.
Pengungkapan kinerja sosial pada laporan tahunan perusahaan seringkali dilakukan secara sukarela oleh perusahaan. Adapun alasan-alasan perusahaan
untuk mengungkapkan kinerja sosial secara sukarela (Henny dan Murtanto
(2001)) antara lain:
1. Internal decision making: Manajemen membutuhkan informasi untuk
menentukan efektifitas dari informasi sosial tertentu dalam mencapai tujuan
sosial perusahaan. Data harus tersedia agar biaya dari pengungkapan tersebut
dapat diperbandingkan dengan manfaatnya bagi perusahaan. Walaupun hal ini
sulit diidentifikasi dan diukur, namun analisa secara sederhana labih baik dari
pada tidak sama sekali.
2. Product differentiation: Manager dari perusahaan yang bertanggung jawab
secara sosial memiliki insentif untuk membedakan diri dari pesaing yang tidak bertanggung jawab secara sosial kepada masyarakat. Akuntansi kontemporer
tidak memisahkan pencatatan biaya dan manfaat aktifitas sosial perusahaan
dalam laporan keuangan, sehingga perusahaan yang tidak bertanggung jawab
akan terlihat lebih sukses dari pada perusahaan yang bertanggung jawab. Hal
ini mendorong perusahaan yang bertanggung jawab untuk mengungkapkan
informasi tersebut sehingga masyarakat dapat membedakan mereka dari
12
3. Enlightened self interst: Perusahaan melakukan pengungkapan untuk menjaga
keselarasan sosialnya dengan para stakeholder yang terdiri dari stakeholder,
kreditor, karyawan, pemasok, pelanggan, pemerintah dan masyarakat karena mereka dapat mempengaruhi pendapatan penjualan harga saham perusahaan.
Selain alasan perusahaan mengungkapkan tanggung jawab sosial secara sukarela, PSAK NO. 1 (revisi 2009) paragraf ke sebelas, dapat disimpulkan
bahwa informasi lain atau informasi tambahan seperti laporan mengenai
lingkungan hidup, khususnya bagi industri dimana faktor lingkungan hidup
memegang peran penting, merupakan pengungkapan yang dianjurkan (tidak
diharuskan) dan diperlukan dalam rangka memberikan penyajian yang wajar dan
relevan dengan kebutuhan pemakai. Dengan adanya PSAK NO. 1 (revisi 2009)
diharapkan dapat menambah kesadaran perusahaan untuk melaporkan kegiatan
sosialnya terhadap lingkungan sekitar perusahaan.
Dengan menerapkan CSR, perusahaan akan memperoleh beberapa
manfaat seperti: Memperoleh pengesahan sosial dan memaksimalkan kekuatan
keuangan dalam jangka panjang serta respon positif oleh para pelaku pasar, CSR akan menjadi strategi bisnis yang menyatu dalam perusahaan untuk menjaga atau
meningkatkan daya saing melalui reputasi dan kesetiaan merek produk (loyalitas)
atau citra perusahaan (Sayekti dan Wondabio, 2007).
1.2Karakteristik Perusahaan
Menurut Sidharta dan Christanti karakteristik perusahaan merupakan ciri khas atau sifat yang melekat dalam suatu entitas usaha yang dapat dilihat dari
13
tingkat profitabilitas, ukuran perusahaan (Nurliana Safitri, 2008). Setiap
perusahaan memiliki karakteristik yang berbeda antara satu entitas dengan entitas
yang lainnya. Lang dan Lundhlom (1993) dan Wallance (1994) membagi karakteristik perusahaan menjadi tiga kategori yaitu, variabel struktur (
structure-related variables), variabel kinerja (perfomace-related variables) dan variabel pasar (market-related variables).
Dalam penelitian ini karakteristik perusahaan yang digunakan meliputi
ukuran perusahaan, profitabilitas, leverage, umur perusahaan dan ukuran dewan
komisaris.
1.2.1 Ukuran Perusahaan
Perusahaan adalah sebuah organisasi atau lembaga yang mengubah keahlian dan material (sumber ekonomi) menjadi barang atau jasa untuk memuaskan kebutuhan para pembeli, serta diharapkan akan memperoleh laba bagi para pemilik (Erni Ekawati, 2006). Ukuran perusahaan atau besaran perusahaan merupakan ukuran yang ditetapkan berdasarkan jumlah total asset yang dimiliki perusahaan (Mpaatadan Agus S, 1997).
Ukuran perusahaan dijadikan proksi tingkat ketidakpastian,
karena perusahaan yang berskala besar umumnya lebih dikenal oleh masyarakat
dari pada perusahaan yang berskala kecil (Lee et. al, 1996). Karena lebih dikenal
maka informasi mengenai perusahaan besar lebih banyak dibandingkan
14
masa depan perusahaan emiten dapat diperkecil apabila informasi yang diperoleh
banyak. Oleh karena itu investor bisa mengambil keputusan lebih tepat bila
dibandingkan dengan pengambilan keputusan tanpa informasi. Dengan demikian perusahaan yang berskala besar mempunyai tingkat earnings management yang
lebih rendah dari pada perusahaan berskala kecil. Sedangkan perusahaan berskala kecil penyebaran informasi mengenai informasinya belum begitu banyak. Karena
untuk mendapatkan informasi ini dengan biaya maka perusahaan berskala kecil
mempunyai tingkat earnings management yang lebih tinggi.
1.2.2 Profitabilitas
Kinerja keuangan adalah evaluasi kinerja dimasal lalu, dengan melakukan
berbagai analisis, sehingga diperoleh posisi keuangan perusahaan yang mewakili
realitas perusahaan dan potensi-potensi kinerja yang akan berlanjut (Lesmana dan
Surjanto, 2003: 11), sehingga dalam pelaksanaannya menghasilkan kinerja
keuangan yang sehat pada suatu perusahaan, salah satunya dapat dilihat dari
kemampuannya dalam menghasilkan laba, yakni profitabilas perusahaan.
Profitabilitas adalah suatu angka dari suatu entitas usaha dalam
menghasilkan laba. Dalam dunia usaha, perusahaan diharapkan untuk dapat
menciptakan penghasilannya secara optimal (Tresnawati, 2008). Profitabilitas
dapat kita ukur dengan menggunakan rasio keuangan sebagai salah satu alat untuk
menganalisis hasil operasi dan tingkat profitabilitas perusahaan.
Profitabilitas yang tinggi mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut
15
besar dan berpengaruh pada perolehan laba perusahaan. Profitabilitas menempati
posisi penting dalam suatu perusahaan, profitabilitas juga memiliki peran penting
yang sangat penting bagi para stakeholder, yaitu masyarakat, pemerintah, pegawai, direktur dan pihak-pihak yang berhubungan dengan perusahaan tersebut.
Dengan profitabilitas yang baik, kesejahteraan para masyarakat, pemerintah dan pegawai akan terjamin, karena kebutuhan-kebutuhan mereka terpenuhi dari
perolehan laba yang secara tidak langsung juga dapat dinikmati oleh mereka
(Goal, 2010).
Widayanti, dkk (2006), tingkat profitabilitas perusahaan dapat diukur
dengan menggunakan ratio profitabilitas yang tergolong dalam common-size
income statement dan cross section.
A. Common-size Income Statement
Yaitu mengevaluasi tingkat keuntungan dalam hubungannya dengan
penjualan.
Ada tiga pengukuran profitabilitas, yaitu:
1. Gross Profit Margin (GPM), merupakan prosentase dari laba kotor penjualan dibandingkan dengan penjualan. Semakin besar GPM, semakin
baik keadaan operasi perusahaan, karena hal ini menunjukkan bahwa
harga pokok penjualan lebih rendah dibandingkan dengan penjualan.
2. Operating Profit Margin (OPM), ratio ini menggambarkan apa yang
sering disebut profit yang sesungguhnya atau murni yang diterima untuk
tiap rupiah dari hasil penjualan yang dilakukan. Disebut “murni” dalam
16
operasi perusahaan dengan mengabaikan biaya bunga dan pajak
penghasilan.
3. Net Profit Margin (NPM), ini merupakan laba setelah pajak dibandingkan dengan penjualan. Semakin tinggi NPM, berarti semakin baik operasi
perusahaan. Maka rasio ini menggambarkan besarnya laba bersih yang di dapat perusahaan pada setiap penjualan yang dilakukan.
B. Cross Section
Yaitu mengevaluasi tingkat keuntungan dalam hubungannya dengan rekening
yang ada di laporan neraca.
1. Return on Asset (ROA), ratio ini dapat digunakan sebagai alat unyuk
mengukur profitabilitas perusahaan, yaitu merupakan perbandingan antara
laba bersih dengan rata-rata total aktiva.
2. Return on Equity (ROE), merupakan perbandingan antara laba setelah
pajak dengan modal sendiri. Ini merupakan suatu pengukuran dari hasil
yang tersedia bagi pemilik perusahaan atas modal yang diinvestasikan
dalam perusahaan.
1.2.3 Leverage
Leverage didefinisikan sebagai kemampuan perusahaan dalam melunasi
semua kewajiban dengan ekuitasnya. Dengan demikian leverage menunjukkan
risiko yang dihadapi perusahaan berkaitan dengan hutang yang dimiliki
perusahaan. Perusahaan yang tidak memiliki leverage berarti menggunakan
17
aktiva. Semakin tinggi leverage perusahaan, semakin tinggi kemungkinan transfer
kemakmuran dari kreditor kepada pemagang saham dan manajer (Meek et al,
1995). Disamping itu perusahaan yang memiliki utang yang tinggi menunjukkan bahwa perusahaan tersebut memperoleh tingkat kepercayaan yang tinggi. Hal ini
dapat digunakan untuk pendanaan operasional perusahaan. Sumber pendanaan ini dapat digunakan bagi calon investor untuk berimvestasi pada perusahaan tersebut.
1.2.4 Umur Perusahaan
Umur perusahaan menunjukkan kemampuan perusahaan dapat bertahan hidup dan menjalankan operasionalnya. Dalam kondisi normal, perusahaan yang telah lama berdiri akan mempunyai publikasi perusahaan yang lebih banyak dibandingkan dengan perusahaan yang masih baru. Dengan demikian, calon investor tidak perlu mengeluarkan biaya yang lebih banyak untuk memperoleh informasi tentang perusahaan.
18 1.2.5 Ukuran Dewan Komisaris
Menurut UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, dewan
komisaris adalah wakil pemegang saham untuk mengawasi dewan direksi dalam
mengelola perusahaan dan jika perlu memberikan masukan kepada dewan direksi dalam persoalan khusus. Dewan komisaris ditunjuk oleh RUPS dan dalam
Undang-Undang No. 40 tahun 2007 tersebut dijabarkan fungsi, wewenang dan
tanggung jawab dari dewan komisaris.
Tugas dan kewenangan:
1. Melakukan pengawasan atas jalannya usaha perseroan terbatas dan
memberikan nasihat kepada direktur.
2. Dalam melakukan tugas, dewan direksi berdasarkan kepada kepentingan
perseroan terbatas dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan
terbatas.
3. Kewenangan khusus dawan komisaris, bahwa dewan komisaris dapat diamanatkan dalam anggaran-anggaran dasar untuk melaksanakan
tugas-tugas tertentu direktur, apabila direktur berhalangan atau dalam keadaan
tertentu.
Peranan dewan komisaris dapat dilihat dari karakteristik dewan, salah
satunya adalah komposisi keanggotaannya. Efektivitas fungsi pengawasan dewan
tercermin dari komposisinya, apakah pengangkatan anggota dewan berasal dari
dalam perusahaan dan/atau dari luar luar perusahaan. Komposisi keanggotaan
dewan dalam hal ini semakin besar prosentase anggota yang berasal dari luar
19
melaksanakan fungsi pengawasan terhadap pengelolaan perusahaan, karena
dinggap semakin independen.
Kedudukan dewan komisaris independen menurut UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas adalah anggota komisaris yang berasal dari luar
perusahaan (tidak memiliki hubungan afiliasi dengan perusahaan) yang dipilih secara transparan dan independen, memiliki integritas dan kompetensi yang
memadai, bebas dari pengaruh yang berhubungan dengan kepentingan pribadi
atau pihak lain, serta dapat bertindak secara objektif dan independen dengan
berpedoman kepada prinsip-prinsip Good Corporate Governance. Komisaris
independen mempunyai tugas sesuai dengan anggaran dasar perseroan selama
tidak bertentangan dengan tugas serta wewenang dewan komisaris dan tidak
mengurangi tugas kepengurusan yang dilakukan oleh direksi.
Menurut Boediono (2005) dengan adanya komosaris independen,
diharapkan para eksekutif akan bertindak untuk kepentingan pemilik. Melalui
peranan dewan dalam melakukan fungsi pengawasan terhadap operasional
perusahaan oleh pihak manajemen, komposisi dewan komisaris dapat memberikan kontribusi yang efektif terhadap hasil dari proses penyusunan
laporan keuangan yang berkualitas atau kemungkinan terhindar dari kecurangan
20 2.3 Nalar Konsep
2.3.1 Pengaruh ukuran perusahaan terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan
Menurut Sembiring (2005), ukuran perusahaan merupakan variabel
penduga yang banyak digunakan untuk menjelaskan variasi pengungkapan dalam laporan tahunan perusahaan. Perusahaan yang berukuran lebih besar memiliki
biaya keagenan yang lebih besar dari pada perusahaan kecil dan memberikan
informasi yang seluas-luasnya serta mengurang biaya keagenan tersebut.
Disamping itu perusahaan besar merupakan emiten yang banyak disoroti karena
itu pengungkapan yang lebih besar merupakan wujud tanggung jawab sosial
perusahaan.
Gunawan (2001) menyatakan bahwa perusahaan yang berukuran lebih
besar cenderung memiliki public demand akan informasi yang lebih tinggi
dibandingkan dengan perusahaan yang berukuran lebih kecil. Hasil penelitian
yang dilakukan oleh Rizal (2004) menyatakan akan adanya hubungan positif
antara ukuran perusahaan dengan pengungkapan sosial laporan tahunan. Sejalan dengan penelitian Rizal (2004), penelitian yang dilakukan oleh Hadi dan Sabeni
(2002) mendukung ukuran perusahaan berpengaruh terhadap pengungkapan
tanggng jawab sosial perusahaan.
Cowen et. al. (1977) mengungkapkan bahwa perusahaan yang lebih besar
melakukan aktivitas yang lebih banyak, menyebabkan dampak yang lebih besar
terhadap lingkungan, memiliki lebih banyak pemegang saham yang mungkin
21
menyediakan alat yang efisien dalam mengkomunikasikan informasi sosial
perusahaan.
Berdasarkan uraian diatas maka dikemukakan hipotesis sebagai berikut:
H1 : Ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan.
2.3.2 Pengaruh profitabilitas terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan
Profitabilitas jika dihubungkan dengan kegiatan CSR, dimana kegiatan
CSR didanai dengan sebagian laba yang disisihkan, maka dapat memberikan citra
positif bagi perusahaan sehingga dapat meningkatkan penjualan, sehingga
diwajibkan melaporkan pengeluaran tersebut pada laporan keuangan mereka.
Bagi perusahaan yang menerapkan CSR, tentunya akan mengeluarkan
sejumlah biaya untuk melaksanakannya, seperti biaya-biaya yang berkaitan
dengan sumber daya alam, peningkatan mutu karyawan, beasiswa, penghijauan,
dll, maka akan terkait dengan profitabilitas perusahaan. Biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan CSR di dalam laporan keuangan dapat dikategorikan sebagai asset
yaitu dapat memberikan manfaat dimasa kini atau dimasa yang akan datang, atau
sebagai beban yang mengurangi profit perusahaan sebagai bagian dari aktivitas
operasional perusahaan, dan tidak mendatangkan manfaat dimasa yang akan
datang. Sedangkan laba usaha adalah kelebihan pendapatan terhadap beban-beban
yang terjadi selama periode waktu tertentu (Warren, 2008). Jadi pada awal
22
namun keuntungan yang di dapat perusahaan jauh lebih besar dibandingkan
dengan biaya yang sudah dikeluarkan oleh perusahaan (Tiaramazia, 2009).
Penelitian Simanjutak dan Widiastuti (2004) mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kelengkapan pengungkapan laporan keuangan pada perusahaan
manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta dengan periode penelitian tahun 2002 menyimpulkan bahwa profitabilitas secara signifikan positif mempengaruhi
kelengkapan pengungkapan laporan keuangan pada industri manufaktur.
Penelitian Devina dan Zulaikha (2004) mendukung hubungan
profitabilitas dan pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan.
Konsisten dengan pendapat Kokobu et al. (2001) dalam Sembiring (2005),
maka dikemukakan hipotesis sebagai berikut:
H2 : Profitabilitas perusahaan berpengaruh positif terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan.
2.3.3 Pengaruh leverage perusahaan terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan
Tingkat leverage adalah untuk melihat kemampuan perusahaan dalam
menyelesaikan semua kewajibannya dengan pihak lain. Perusahaan yang
mempunyai proporsi hutang lebih banyak dalam struktur permodalannya akan
mempunyai biaya keagenan yang lebih besar. Oleh karena itu perusahaan yang
memiliki leverage tinggi mempunyai kewajiban untuk memenuhi kebutuhan
informasi krediturnya (Suripto, 1999). Semakin tinggi tingkat leverage (rasio
23
sehingga perusahaan akan berusaha untuk melaporkan laba sekarang lebih tinggi
(Belkaoui dan Karpik, 1989), supaya laba yang dilaporkan tinggi maka manajer
harus mengurangi biaya-biaya, termasuk biaya untuk mengungkapkan pertanggungjawaban sosial. Menurut Belkaoui dan Karpik (1989) keputusan
untuk mengungkapkan informasi sosial akan mengikuti suatu pengeluaran untuk pengungkapan yang menurunkan pendapatan.
Murtanto dan Elvina (2005) menyatakan bahwa perusahaan yang
mempunyai leverage tinggi mempunyai kewajiban lebih untuk memenuhi
kebutuhan informasi kreditur jangka panjang. Dalam penelitian yang dilakukan
oleh Murtanto dan Elvina (2005) menemukan hubungan yang negatif antara
leverage dan tingkat pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan.
Belkaoui dan Karpik (1989) menyatakan bahwa leverage berpengaruh
negatif signifikan terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan.
Penelitian yang dilakukan oleh Sembiring (2005) berdasarkan teori agensi, tingkat
leverage mempunyai pengaruh negatif terhadap pengungkapan tanggung jawab
sosial perusahaan. Manajemen perusahaan dengan tingkat leverage yang tinggi cenderung mengurangi pengungkapan tanggung jawab sosial yang dibuatnya agar
tidak terjadi sorotan dari pada debtholder.
Penelitian Suripto (1999) yang menyatakan bahwa perusahaan yang
mempunyai leverage tinggi mempunyai kewajiban lebih untuk memenuhi
kebutuhan informasi kreditur jangka panjang. Mengenai pengaruh karakteristik
24
menemukan hasil bahwa leverage berpengaruh negatif terhadap pengungkapan
sukarela.
Sesuai dengan penelitian Belkaoui dan Karpik (1989) dalam Sembiring (2005), variabel leverage akan diuji kembali pengaruhnya terhadap tingkat
pengungkapan tanggung jawab sosial yang dibuat perusahaan. Oleh karena itu, dikemukakan hipotesis sebagai berikut:
H3 : Leverage perusahaan berpengaruh nagatif terhadap pengungkapan
tanggung jawab sosial perusahaan.
2.3.4 Pengaruh umur perusahaan terhadap tanggungjawab sosial perusahaan
Umur perusahaan dapat menunjukkan bahwa perusahaan tetap eksis dan
mampu bersaing. Dengan demikian umur perusahaan dapat dikaitkan dengan
kinerja keuangan suatu perusahaan. Jika suatu perusahaan mempunyai kinerja
keuangan yang baik, maka perusahaan tersebut akan dapat menjaga kelangsungan
usaha (Sembiring, 2003). Menurut Ansah (2000) dalam Sembiring (2003), umur perusahaan dapat mempengaruhi pelaporan keuangan perusahaan, karena
berkaitan dengan pengembangan dan pertumbuhan perusahaan tersebut.
Marwata (2001) menyatakan bahwa umur perusahaan diperkirakan
memiliki hubungan positif dengan kualitas ungkapan sukarela. Alasan yang
mendasari adalah bahwa perusahaan yang berumur lebih tua memiliki
25
Perusahaan yang memiliki pengalaman lebih banyak akan lebih mengetahui
kebutuhan konstituennya akan informasi tentang perusahaan.
Djoko Sutanto (1992) dalam Yularto dan Chariri (2003) menyatakan semakin panjang (besar) umur perusahaan akan memberikan pengungkapan yang
lebih luas dibandingkan perusahaan yang umurnya lebih pendek dengan alasan perusahaan tersebut memiliki pengalaman lebih dalam pengungkapan laporan
tahunana.
Berdasarkan pernyataan-pernyataan diatas maka dikemukakan hipotesis
sebagai berikut:
H4 : Umur perusahaan berpengaruh positif terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan.
2.3.5 Pengaruh ukuran dewan komisaris terhadap tanggung jawab sosial perusahaan
26
Penelitian yang dilakukan oleh Sembiring (2005) menemukan hubungan yang positif antara ukuran dewan komisaris dengan pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan.
Midiastuty (2003) menemukan hubungan signifikan antara peran dewan komisaris dengan pelaporan keuangan. Mereka menemukan bahwa ukuran dan independensi dewan komisaris mempengaruhi proses pelaporan keuangan.
Sunarto (2003) menyatakan bahwa semakin besar proporsi ukuran dewan komisaris yang berpengalaman dan ahli di bidangnya maka perusahaan akan lebih transparan dan terkendali jadi dapat disimpulkan bahwa semakin besar ukuran dewan komisaris juga akan berpengaruh terhadap pengungkapan yang lebih luas.
Oleh karena itu, sejalan dengan pendapat Coller dan Gregory (1999) dalam Sembiring (2005), hipotesis berikut dikemukakan.
27 Model Penelitian
2. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang tercatat
(go public) di Bursa Efek Indonesia tahun 2007 – 2009. Alasan dipilihnya
perusahaan manufaktur karena industri manufaktur memiliki kontribusi yang
besar terhadap pencemaran udara dan tanah serta kerusakan lingkungan sebagai dampak dari limbah dan emisi karbondioksida yang dihasilkannya (Datin, 2007)
sehingga diharapkan praktek-praktek dan pengungkapan tanggung jawab sosial
menjadi lebih banyak.
Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode Purposive
Sampling, yaitu metode pemilihan sampel atas dasar kesesuaian karakteristik
28
karakteristik yang akan digunakan dalam pemilihan sampel adalah sebagai
berikut:
1. Merupakan perusahaan manufaktur yang yang terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia untuk tahun 2007 - 2009 dan mengupload laporan tahunan
dalam www.idx.co.id.
2. Datanya lengkap untuk dilakukan penelitian, yaitu data untuk tanggung
jawab sosial, size, profitabilitas, ukuran perusahaan dan leverage.
3.2 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder yang
bersumber dari laporan tahunan yang telah diaudit dan dipublikasikan oleh
perusahaan yang tercatat (go public) di Bursa Efek Indonesia. Sumber data pada
penelitian ini adalah data sekunder yang sudah diolah di Bursa Efek Jakarta, data
yang dibutuhkan adalah tahun 2007 - 2009.
Metode Pengumpulan Data
Metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah metode
dokumentasi, menurut Indriantoro dan Supomo (1999), dokumentsi adalah teknik
pengumpulan data memalui catatan atau arsip yang terdapat pada pihak
perusahaan. Dokumentasi yang dilakukan adalah dengan mengumpulkan semua
data sekunder yang diperoleh dari www.idx.co.id. Dan webside perusahaan
29 3.3 Definisi Variabel dan Pengukuran Variabel 3.3.1 Variabel Dependen
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah keluasan pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Corporate Social Responbility merupakan
suatu program yang dilakukan oleh perusahaan sebagai bentuk tanggung jawab perusahaan terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar.
Pengukuran tingkat tanggung jawab sosial perusahaan dapat dilakukan
dengan menggunakan indikator GRI (2006). Penggunaan standar GRI karena
telah diakui oleh dunia dan fokus pada pengungkapan kinerja ekonomi, sosial dan
lingkungan perusahaan (Waryanto, 2010). Checklist dilakukan dengan melihat
pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan dalam 79 indikator, yang terdiri
dari indikator ekonomi, indikator lingkungan hidup, indikator praktek tenaga
kerja, indikator hak asasi manusia, indikator kemasyarakatan, dan indikator
tanggung jawab produk (Waryanto, 2010).
Indeks pengungkapan ini diperoleh dengan membagi jumlah total
pengungkapan dengan jumlah total item informasi yang terdapat dalam daftar pengungkapan sosial.
Dalam menentukan jumlah pengungkapan digunakan teknik tabulasi untuk setiap
perusahaan sampel berdasarkan daftar (checklist) pengungkapan sosial. Score 0
30 3.3.2 Variabel Independen
1. Ukuran perusahaan
Ukuran perusahaan dapat diukur dengan nilai kapitalisasi pasar, nilai aktiva, nilai penjualan, jumlah karyawan, dan lain-lain. Pada umumnya perusahaan
yang lebih besar, dalam laporan keuangannya akan mengungkapkan informasi yang lebih banyak dan lebih detail dibandingkan dengan perusahaan yang
lebih kecil. Hal tersebut dikarenakan perusahaan yang lebih besar melakukan
aktivitas yang lebih banyak, akibatnya dampak kepada masyarakat juga lebih
luas jika dibandingkan dengan perusahaan kecil.
Ukuran perusahaan diukur dengan menggunakan logaritma total aktiva (size =
log total aktiva). Penggunaan nilai log aktiva sebagai proksi ukuran
perusahaan karena total aktiva dinilai lebih stabil atau tidak terkena dampak
langsung dari perubahan yang terjadi dalam perekonomian dibandingkan
penjualan yang kemungkinan bisa terkena dampak langsung pada periode
yang bersangkutan.
2. Profitabilitas
Profitabilitas dapat diukur dengan Return on Equity, Return on Asset, Net
Earning Before Interest and Tax (NEBIT), Earning per Share.
31
3. Leverage
Leverage yang digunakan dalam penelitian ini konsisten dengan pengukuran
yang digunakan dalam Sembiring (2005) yaitu rasio hutang terhadap modal sendiri. Penelitian ini menggunakan debt to equity ratio (DER) sebagai proksi
dari leverage.
4. Umur perusahaan
Umur perusahaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah lamanya
perusahaan tersebut berdiri.
AGE= Tahun penelitian – tahun berdiri
5. Ukuran dewan komisaris
Ukuran dewan komisaris diukur dengan jumlah dewan komisaris yang ada di
dalam perusahaan.
3.4 Teknik dan Langkah Analisis 3.4.1 Teknik Analisis
Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif
dengan analisis regresi berganda. Analisis regresi berganda, menurut Indriantoro
(1999:21) dalam Handayani (2005) pada dasarnya merupakan eksistensi dari
metode regresi dalam analisis bivariate yang umumnya digunakan untuk menguji
pengaruh dua atau lebih variabel independen terhadap variabel dependen dengan
32
menjawab persoalan penelitian, maka perhitungan data menggunakan data yang
telah dikumpulkan.
3.4.2 Langkah-Langkah Analisis 3.4.2.1 Uji Asumsi Klasik
a. Uji Normalitas Data
Pngujian ini bertujuan untuk mengetahui apakah data-data yang digunakan
berasal dari populasi yang sama. Dalam kertas kerja ini, normalitas data
diuji dengan menggunakan alat uji Kolmogorov-Smirnov dimana
pengujian dilakukan pada level signifikansi asimetri 5% dengan kriteria
p-value > 0,05 maka data berdistribusi normal.
b. Uji Multikolonieritas
Uji multikolonieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi
ditemukan adanya korelasi antara variabel bebas (independen). Model
regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi antara variabel bebas.
Jika variabel bebas saling berkorelasi, maka variabel-variabel ini tidak
arthogonal. Variabel arthogonal adalah variabel bebas yang nilai korelasi
antara sesama variabel bebas sama dengan nol. Untuk mendeteksi ada atau
tidaknya multikolonieritas didalam model regresi adalah sebagai berikut: 1) Nilai R2 yang dihasilkan oleh suatu estimasi model regresi empiris
sangat tinggi, tetapi secara individual variabel-variabel bebas banyak
yang tidak signifikan mempengaruhi variabel dependen.
2) Menganalisis matrik korelasi variabel-variabel bebas, jika antar
33
hal ini merupakan indikasi adanya multikoloniarietas. Tidak adanya
korelasi yang tinggi antara variabel bebas tidak berarti bebas dari
multikolonieritas. Multikolonieritas dapat disebabkan adanya efek kombinasi dua atau lebih variable bebas.
3) Multikolonieritas dapat juga dilihat dari (1) nilai tolerance dan lawannya (2) Variance Inflation Factor (VIF). Kedua ukuran ini
menunjukkan setiap variabel bebas manakah yang dapat dijelaskan
oleh variabel bebas lainnya. Tolerance mengukur variabilitas variabel
yang terpilih yang tidak dapat dijelaskan oleh variabel bebas lainnya.
Jadi nilai tolerance yang rendah sama dengan nilai VIF tinggi (karena
VIF = 1/tolerance) dan menunjukkan adanya kolonieritas yang tinggi
(Ghozali, (2006:95-96).
c. Uji Heterokedasitas
Uji keretokedsitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi
terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke
pengamatan lain. Jika variance dari residual satu pengamatan yang lain
tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut
heterokedasitas. Model regresi yang baik adalah homokedastisitas atau
yang tidak terjadi heterokedasitas karena data ini menghimpun data yang
mewakili berbagai ukuran (kecil-sedang dan besar) (Ghozali, (2006:125).
d. Uji Autokorelasi
Pengujian autokorelasi bertujuan untuk mengetahui apakah dalam suatu
34
pengganggu periode t (sekarang) dengan kesalahan pengganggu periode
t-1 (sebelumnya) (Santoso, 2002).
3.4.2.2Uji Hipotesis
Setelah serangkaian tes dilakukan terhadap data yang digunakan dalam penelitian ini, maka langkah selanjutnyan yang akan dilakukan adalah pengujian
terhadap hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya. Pengujian dilakukan
dengan menggunakan regresi berganda.
Adapun persamaan untuk menguji secara keseluruhan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
CSD = 0 + 1 SIZE + 2 PROF - 3 LEV + 4 AGE + 5 DK + e
Keterangan:
CSD = Indeks pengungkapan tanggungjawab sosial perusahaan
SIZE = Ukuran perusahaan
ROF = Profitabilita
LEV = Leverage
AGE = Umur perusahaan
DK = Dewam komisaris
0 = Intercept
35 3.4.2.3Koefisiensi Determinasi (R2)
Koefisiensi determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh
kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai koefisiensi determinasi adalah diantara nol dan satu. Nilai (R2) yang terkecil
berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variabel dependen sangat terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel
independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk
memprediksi variabel-variabel dependen (Ghozali (2006:87).
3.4.2.4Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F)
Uji statistik F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel
independen atau bebas yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen atau terikat (Gozhali, 2006:88).
Hipotesis nol (Ho) yang hendak diuji adalah apakah semua parameter dalam
model sama dengan nol, atau :
Ho : b1 = b2 =……..= bk = 0
Artinya, apakah semua variabel independen bukan merupakan penjelas yang
signifikan terhadap variabel dependen. Hipotesis alternatifnya (HA) tidak semua
parameter secara simultan sama dengan nol, atau :
HA : b1 b2 …… bk 0
Untuk menguji hipotesis ini digunakan statistik F dengan kriteria
pengambilan keputusan sebagai berikut:
1. Quick Look : Bila nilai F lebih besar daripada 4 maka Ho dapat ditolak
36
alternatif, yang menyatakan bahwa semua variabel independen secara
serentak dan signifikan mempengaruhi variabel dependen.
2. Membandingkan nilai F hasil perhitungan dengan nilai F menurut tabel. Bila nilai F hitung lebih besar daripada nilai F tabel, maka Ho ditolak dan
menerima HA.
3.4.2.5Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji Statistik t)
Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu
variabel penjelas/independen secara individual dalam menerangkan variasi
variabel dependen (Gozhali, 2006:88). Hipotesis nol (Ho) yang hendak diuji
adalah apakah suatu parameter (bi) sama dengan nol, atau :
Ho : bi = 0
Artinya apakah suatu variabel independen bukan merupakan penjelas yang
signifikan terhadap variabel dependen. Hipotesis alternatifnya (HA) parameter
suatu variabel tidak sama dengan nol, atau :
HA : bi 0
Artinya, variabel tersebut merupakan penjelas yang signifikan terhadap variabel
dependen.
Cara melakukan uji t adalah sebagai berikut:
• Quick Look : Bila jumlah degree of freedom (df) adalah 20 atau lebih, dan derajat kepercayaan sebesar 5%, maka Ho yang menyatakan bi=0 dapat
37
kita menerima hipotesis alternatif, yang menyatakan bahwa suatu variabel
independen secara individual mempengaruhi variabel dependen.
• Membandingkan nilai statistik t dengan titik kritis menurut tabel. Apabila
nilai statistik t hasil perhitungan lebih tinggi dibandingkan nilai t tabel,
kita menerima hipotesis alternatif yang menyatakan bahwa suatu variabel
independen secara individual mempengaruhi dependen.
4. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Pengambilan Sampel
Berdasarkan data yang di BEI terdapat 460 perusahaan manufaktur yang
diperoleh selama tahun 2007 – 2009. Tetapi perusahaan yang menerbitkan
laporan keuangan pada tahun 2007 terdapat 19 perusahaan manufaktur, pada
tahun 2008 terdapat 13 perusahaan dan pada tahun 2009 terdapat 70 perusahaan.
Tabel 1. Proses Pengambilan sampel
No Kriteria Sampel Jumlah
1. Perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 2007-2009
460
2. Perusahaan manufaktur yang tidak menerbitkan
annual report tahun 2007-2009
(354)
3. Data rusak atau tidak dapat dibaca (4)
Sampel yang digunakan 102
4.2 Uji Statistik Deskriptif
Uji ini dilakukan untuk mengetahui nilai mean, minimum dan maksimum
serta standar deviasi dari masing-masing variabel penelitian, baik variabel
38
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa statistik deskriptif dari
masing-masing variabel. Indeks pengungkapan tanggung jawab sosial (CSR)
memiliki nilai terendah 11% dimiliki oleh PT. Delta Djakarta dan PT. Gudang Garam dan nilai tertinggi 49% dimiliki oleh PT. Semen Gresik. Rata-rata
pengungkapan tanggung jawab sosial adalah 0,27. Nilai ini menunjukkan bahwa
perusahaan manufaktur rat-rata hanya dapat memenuhi 27% dari 79 standar
pengungkapan GRI. Dengan hasil tersebut dapat diketahui bahwa tingkat
pengungkapan tanggung jawab sosial pada perusahaan manufaktur masih rendah.
Penelitian yang pernah dilakukan oleh Nurkhin (2009), sembiring (2003), Rawi
(2008), Waryanto (2010) juga menemukan bahwa pengungkapan tanggung jawab
sosial pada perusahaan manufaktur dengan menggunakan standar GRI
mempunyai nilai rata-rata sebesar 25%, sehingga pengungakapn tanggung jawab
sosial hanya mengalami peningkatan yang kecil.
Kurangnya tanggung jawab sosial terhadap lingkungan menjadikan polusi udara masih tetap tinggi, limbah-limbah pabrik yang dapat mencemari
lingkungan, bahkan terjadinya bencana akibat operasi perusahaan. Jika
perusahaan masih tidak bertanggung jawab terhadap lingkungan, bukan tidak
39
seperti adanya tuntutan dari masyarakat atau keharusan untuk memperbaiki
kerusakan lingkungan yang mungkin akan membutuhkan biaya yang lebih besar
dibandingkan jika perusahaan mengeluarkan biaya untuk melakukan tanggung jawab sosialnya. Elkington (1997) dalam Wibisono (2007:32) mengungkapkan
bahwa perusahaan yang ingin berkelanjutan haruslah memperhatikan tiga hal, yaitu profit (ekonomi), pemenuhan kesejahteraan masyarakat (sosial) dan menjaga
kelestarian lingkungan (Triple Bottom Line).
4.3 Uji Asumsi Klasik 4.3.1 Uji Normalitas
Model regresi yang baik adalah berdistribusi normal atau mendekati
normal. Uji normalitas menggunakan uji One Sample-Kolmogorov Smirnov
dimana pengujian dilakukan pada level signifikansi 5% dengan kriteria jika
p-value < 0,05 berarti data berdistribusi tidak normal (Ghozali, 2006).
Berdasarkan uji normalitas yang telah dilakukan nilai
kolmogorov-smirnov adalah 0,473 dan signifikan 0,979 lebih besar dari 0,5% nilai signifikan yang ditetepkan, dengan kata lain data berdistribusi normal.
Tabel 3. Uji Normalitas
Unstandardized Residual
N 102
Normal Parameters(a,b) Mean .0000000 Std. Deviation .08078536 Most Extreme Differences Absolute .047
Positive .047
40
Kolmogorov-Smirnov Z .473
Asymp. Sig. (2-tailed) .979
a Test distribution is Normal. b Calculated from data.
4.3.2 Uji Multikolonearitas
Uji multikolonearitas dimaksudkan untuk menguji apakah pada model
regresi berganda ditemukan adanya korelasi antar variabel independen Untuk
mengetahui ada tidaknya multikolonearitas maka dapat dilihat dari nilai VIF
(Variance Inflation Factor) dan Tolerance. Jika VIF < 10 dan Tolerance > 0,1
maka dipastikan tidak ada multikolonearitas (Ghozali, 2006). Berikut ini adalah
hasilnya :
Tabel 4. Uji Multikolinearitas
a Dependent Variable: CSR
Nilai tolerance variabel dalam penelitian ini 0,724 sebagai nilai terendah dan 0,928 sebagai nilai tertinggi. Kemudian nilai VIF terendah 1,078 dan nilai
tertinggi 1,381. Berdasarkan perhitungan tersebut dapat diketahui bahwa hasil
perhitungan nilai tolance variabel independen tidak lebih dari 0,10 yang berarti
41 4.3.3 Uji Heteroskedastisitas
Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah di dalam model regresi tidak
terdapat varians variabel yang sama. Uji heteroskedastisitas dalam penelitian ini menggunakan Uji Park. Jika sig.t < 0,05 maka persamaan regresi mengandung
heteroskedastisitas, dan sebaliknya bila sig.t > 0,05 maka dalam persamaan regresi tidak mengandung heteroskedastisitas. Dari uji Park yang telah dilakukan,
hasilnya menunjukan tidak adanya indikasi heteroskedastisitas, berikut ini adalah
hasilnya :
Berdasarkan hasil uji heterokedastisitas diketahui bahwa nilai signifikan
yang dihasilkan untuk variabel ukuran perusahaan 0,811, umur perusahaan 0,736,
dewan komisaris 0,605, profit 0,744 dan leverage 0,686 lebih besar dari 0,05.
42 4.3.4 Uji Autokorelasi
Untuk menguji autokorelasi digunakan uji Durbin-Watson dengan hasil
sebagai berikut:
a. Predictors: (Constant), Leverage, Dewan, Umur, Ukuran, Profit b. Dependent Variable: CSR
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa koefisiensi Durbin-Watson
adalah 1,697 < 2, maka dapat dikatakan bahwa data yang digunakan untuk
penelitian ini bebas dari autokorelasi.
4.4 Uji Hipotesis
Uji regresi berganda dalam penelitian ini dimaksudkan untuk menguji
pengaruh ukuran perusahaan, profitabilitas, ukuran dewan komisaris, leverage
dan umur perusahaan. Berikut adalah hasil uji regresi:
43
Pengaruh ukuran perusahaan terhadap pengungkapan tanggungjawab sosial perusahaan
Dari hasil pengujian hipotesis tersebut ukuran perusahaan berpengaruh terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan dengan nilai
signifikansi 0,001 lebih kecil dari 0,05, maka hipotesis ukuran perusahaaan didukung. Hal ini berarti hipotesis penelitian ukuran perusahaan berpengaruh
positif terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial.
Perusahaan yang lebih besar melakukan aktivitas yang lebih banyak,
menyebabkan dampak yang lebih terhadap lingkungan, memiliki lebih banyak
pemegang saham yang mungkin berkepentingan dengan program sosial
perusahaan dan laporan keuangannya menyediakan alat yang efisien dalam
mengkomunikasikan informasi sosial perusahaan. Hasil penelitian ini sesuai
dengan penelitian Gunawan (2001), Rizal (2004), Hadi dan Sabeni (2002).
Pengaruh profitabilitas terhadap pengungkapan tanggungjawab sosial perusahaan
Dari hasil pengujian hipotesis tersebut profitabilitas perusahaan
berpengaruh terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan dengan
nilai signifikan 0,000 lebih kecil dari 0,05, maka hipotesis profitabilitas didukung.
Profitabilitas menunjukkan efektifitas manajemen dalam menghasilkan
laba. Semakin tinggi laba yang diperoleh maka akan semakin banyak dana yang
bisa digunakan untuk aktifitas sosial. Laba perusahaan yang besar akan menuai
44
pemegang saham saja tanpa memperhatikan kesenjangan sosial yang ada di
masyarakat, dimana masalah kesenjangan sering menjadi perhatian masyarakat.
Dengan pengungkapan lebih banyak aktivitas sosialnya maka akan menepis anggapan tersebut dan akan lebih meningkatkan image perusahaan di mata
masyarakat.
Profitabilitas yang tinggi akan mendorong para manajer untuk
memberikan informasi yang lebih terinci, sebab mereka ingin meyakinkan
investor terhadap perusahaan agar para investor berinvestasi diperusahaan
tersebut.
Hasil penelitian ini konsisten dengan hasil yang dilakukan oleh Kokuba
et.al (2001) dalam Sembiring (2003), Devina dan Zulaikha (2004) dan
Simanjutak dan Widiastuti (2004).
Pengaruh leverage perusahaan terhadap pengungkapan tanggungjawab sosial perusahaan
Dari hasil pengujian hipotesis tersebut leverage perusahaan tidak berpengaruh terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan dengan
nilai signifikan 0,341 lebih besar dari 0,05, maka hipotesis leverage tidak
didukung.
Hal ini mungkin disebabkan karena perusahaan yang memiliki tingkat
leverage yang tinggi akan membuat keadaan keuangan perusahaan menjadi
45
dari hutang, sehingga akan semakin tinggi pula risiko yang akan ditanggung oleh
perusahaan.
Setiawan (2005) dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa leverage
tidak berpengaruh terhadap pelaporan tanggung jawab sosial. Manajemen akan
berusaha seminimal mungkin untuk menunjukkan laporan sosialnya untuk menghindari tekanan dari para debtholder. Dan para debtholder dapat menekan
pihak manajemen untuk mendahulukan kepentingan mereka daripada aktivitas
sosial perusahaan. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Murtanto dan
Elvina (2005), dan Suripto (1999).
Pengaruh umur perusahaan terhadap tanggungjawab sosial perusahaan Dari hasil pengujian hipotesis umur perusahaan tidak berpengaruh
terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan dengan nilai signifikan
0,632 lebih besar dari 0,05, maka hipotesis umur perusahaan tidak didukung.
Hasil penelitian konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Yularto
dan Chariri (2003). Tidak signifikannya hipotesis umur perusahaan dikarenakan umur perusahaan yang tua namun tidak ditunjang dengan pertumbuhan kinerja
yang baik akan menjadi tidak lebih baik dibandingkan umur perusahaan yang
muda namun ditunjang dengan pertumbuhan yang baik. Jadi tidak hanya
perusahaan yang sudah berumur tua yang transparan, namun perusahaan yang
46
Pengaruh ukuran dewan komisaris terhadap tanggungjawab sosial perusahaan
Dari pengujian yang dilakukan terhadap model regresi, diketahui bahwa nilai signifikan 0,032 < 0,05 maka hipotesis ukuran dewan komisaris didukung.
Dengan demikian semakin tinggi ukuran dewan komisaris dalam perusahaan manufaktur maka semakin tinggi pula kemampuan perusahaan dalam
mengungkapkan tanggung jawab sosial.
Hasil penelitian ini didukung oleh Coller dan Gregory (1999) dalam
Sembiring (2005) yang menyatakan bahwa semakin besar jumlah anggota dewan
komisaris, maka akan semakin mudah untuk mengendalikan CEO dan monitoring
yang dilakukan akan semakin efektif, maka tekanan terhadap manajemen juga
akan semakin besar untuk mengungkapkan CSR. Hasil penelitian ini konsisten
dengan Midiastuty (2003) dan Sunarto (2003).
4.5 Koefisiensi Determinasi (R2)
Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh karakteristik perusahaan
terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial uji determinasi dilakukan. Dari
tabel hasil uji determinasi diatas dapat diketahui bahwa presentase pengarus
semua variabel independen terhadap nilai variabel dependen ditunjukkan oleh
besarnya koefisien determinasi ( Adjusted R2) sebesar 0,416. Hasil tersebut dapat
diartikan bahwa pengaruh semua variabel independen terhadap perubahan nilai variabel dependen adalah 41,6% dan sisanya 58,4% dipengaruhi oleh variabel lain
47 Model Summaryb
Model R R Square Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
1 .673a .453 .416 .07748
a. Predictors: (Constant), Leverage, Dewan, Umur, Ukuran, Profit
b. Dependent Variable: CSR
4.6 Uji Statistik F
Uji F digunakan untuk menguji signifikansi model secara keseluruhan jika F < 0,05, maka model tersebut signifikan
Tabel 8. Uji f
Dari tabel hasil uji F diatas dapat diketahui bahwa secara simultan terjadi
pengaruh signifikan antara variabel dependen dan lima variabel independen
karena nilai probabilitas 0,000 dibawah 0,05.
4.7 Uji Statistik t
Uji t dilakukan untuk menguji pengaruh dari masing-masing variabel
independen terhadap variabel dependen.
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression .373 5 .075 12.418 .000a
Residual .450 75 .006
Total .823 80
a. Predictors: (Constant), Leverage, Dewan, Umur, Ukuran, Profit
48
Berdasarkan hasil uji regresi berganda dan pembahasan analisis maka dapat disimpulkan bahwa, dari lima variabel independen yang digunakan ukuran
perusahaan, umur perusahaan, ukuran dewan komisaris, leverage dan
profitabilitas, hanya ukuran perusahaan, ukuran dewan komisaris dan
profitabilitas yang berpengaruh positif terhadap pengungkapan tanggung jawab
sosial perusahaan. Sedangkan variabel independen yang lain leverage dan umur
perusahaan tidak berpengaruh terhadap pengungkapan sosial perusahaan.
5.2 Implikasi Teori
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat karakteristik-karakteristik
yang dimiliki oleh perusahaan yang bisa mempengaruhi atau tidak bisa
49
Selain itu hasil pengujian hipotesis dalam penelitian ini memiliki beberapa
kesamaa dengan penelitian-penelitian sebelumnya, akan tetapi ada juga beberapa
hal yang berbeda dengan penelitian sebelumnya. Umur perusahaan hasilnya konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Gunawan (2001) dan Cowen et.
al, (1977), yang mengatakan bahwa perusahaan yang berukuran besar berpengaruh positif terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial. Variabel size
konsisten dengan penelitian Subiyantoro (1997), Suripto (1999), Gunawan
(2001), Marwata (2000) dan Fitriyani (2000). Variabel leverage hasilnya
konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Murtanto dan Elvina (2005),
Belkaoui dan Karpik (1989) dan Suripto (1999) yang mengatakan bahwa dengan
tingkat leverage yang tinggi akan membuat perusahaan memiliki tanggung jawab
yang besar sehingga pihak manajemen akan berusahaa untuk mengurangi
pengungkapan tanggung jawab sosialnya. Untuk variabel profitabilitas hasil yang
didapat dalam penelitian ini konsisten dengan Kokuba et.al (2001) dalam
Sembiring (2003), Devina dan Zulaikha (2004) dan Simanjutak dan Widiastuti
(2004). Dan untuk variabel dewan komisaris hasilnya konsisten dengan penelitian
Coller dan Gregory (1999), Midiastuty (2003) dan Sunarto (2003) yang mengatakan dengan adanya dewan komisaris akan memudahkan dalam melakukan monitoring
50 5.3 Implikasi Terapan
Aspek pengungkapan tanggung jawab sosial seperti ditunjukkan dalam
penelitian ini tergantung pada pihak manajemen mengenai manfaat yang dapat diperoleh dari pengungkapan informasi dalam laporan tahunan khususnya
mengenai pengungkapan tanggung jawab sosial. Sebaiknya pihak manajemen memperhatikan manfaat yang dapat diperoleh dengan menerapkan dan
mengungkapkan informasi pertanggung jawaban sosial perusahaan. Beberapa
manfaat yang dapat diperoleh dengan menerapkan tanggung jawab sosial
perusahaan antara lain mempertahankan dan meningkatkan reputasi perusahaan.
5.4 Keterbatasan
1. Penelitian ini tidak membahas mengenai manfaat yang didapat dari
perusahaan apabila menerapkan tanggung jawab sosial.