• Tidak ada hasil yang ditemukan

Untuk matriks diperoleh bahwa ú

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Untuk matriks diperoleh bahwa ú"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

© 2010 Didit B. Nugroho 19

Bab 2

DETERMINAN

2.1 Ekspansi Laplace Baris Pertama

Determinan (determinant) dari suatu matriks persegi atas field F adalah suatu elemen dari field F. Terlebih dahulu akan ditunjukkan bagaimana menghitung determinan dari matriks berukuran 2´2 dan 3´3.

DEFINISI 2.1.1 Diberikan matriks ú

û ù ê ë é = 22 21 12 11 a a a a A Î M2(F).

Didefinisikan fungsi determinan

det : M2(F) ® F

sebagai suatu skalar, yaitu

det(A) = a11.a22 – a12.a21. Notasi ½A½ = 22 21 12 11

a

a

a

a

sering digunakan untuk menyatakan determinan dari A.

DEFINISI 2.1.2 Didefinisikan Mij(An), secara sederhana ditulis Mij, yang

menyatakan matriks (n – 1)´(n – 1) yang dibentuk dengan menghapus baris ke-i dan kolom ke-j dari A. Selanjutnya matriks Mij disebut minor (i, j) dari A.

CONTOH 2.1.1 Untuk matriks

ú ú ú û ù ê ê ê ë é = 9 8 7 6 5 4 3 2 1 A diperoleh bahwa 9 7 6 4 12= M .

Jika diandaikan bahwa fungsi determinan telah didefinisikan untuk matriks berukuran (n – 1)´(n – 1), maka det(An) didefinisikan sebagai berikut :

det(An) = a11M11 – a12M12 + … + (–1)1+na1nM1n =

å

( )

= + -n j j j ja M 1 1 1 1 1 . (2.1)

Definisi di atas disebut ekspansi determinan sepanjang baris pertama (expansion of the determinant along the first row) sebab jumlahan dilakukan dengan memilih suku-suku berurutan pada baris pertama dari A. Sering dikenal juga definisi tersebut dengan nama ekspansi Laplace baris pertama (first-row Laplace expansion).

(2)

Sebagai contoh, jika A = [aij] berukuran 3´3 maka ekspansi Laplace baris pertamanya adalah det(A) = (–1)1+1a11M11 + (–1)1+2a12M12 + (–1)1+3a13M13 = 33 32 23 22 11a a a a a – 33 31 23 21 12a a a a a + 32 31 22 21 13a a a a a = a11(a22a33 – a23a32) – a12(a21a33 – a23a31) + a13(a21a32 – a22a31) = a11a22a33 – a11a23a32 – a12a21a33 – a12a23a31 + a13a21a32 – a13a22a31

Definisi rekursif juga berlaku untuk determinan matriks berukuran 2´2. Jika didefinisikan determinan dari matriks [k] berukuran 1´1 adalah skalar k, maka determinan A berukuran 2´2 dirumuskan oleh det(A) = a11M11 – a12M12 = a11a22 – a12a21. CONTOH 2.1.2 Jika ú ú ú û ù ê ê ê ë é -= 4 1 3 5 2 7 6 1 2 B , maka det(B) = (–1)1+1(2) 4 1 5 2 + (–1)1+2(–1) 4 3 5 7 + (–1)1+3(6) 1 3 2 7 -= (1)(2)(8 – (–5)) + (–1)( –1)(28 – 15) + 6(1)(7 – (–6)) = 26 + 13 + 78 = 117.

CONTOH 2.1.3 Diberikan matriks

ú ú ú û ù ê ê ê ë é = x C 8 7 6 5 4 3 2 1

. Tunjukkan bahwa det(C) = 0 jika dan hanya jika x = 9.

Penyelesaian.

det(C) = (–1)1+1(1)(5x – 6.8) + (–1)1+2(2)(4x – 6.7) + (–1)1+3(3)(4.8 – 7.5) = 5x – 48 – 8x + 84 + 96 – 105

= 27 – 3x = 3(9 – x).

Jadi det(C) = 0 jika dan hanya jika x = 9.

CONTOH 2.1.4 Diberikan matriks

ú ú ú û ù ê ê ê ë é -+ = z i i z i i i i D 2 1 2 2 2 1 2 3 1 Î M3(C). Tentukan

nilai z agar det(D) = 0.

Penyelesaian.

det(D) = (–1)1+1(1 + i)(2.2z – (–1 – i)z) + (–1)1+2(3 – 2i)((2 – i)2z – z.2i) + (–1)1+3(1 – i)((2 – i)(–1 – i) – 2(2i))

= (1 + i) (5 + i)z + (3 – 2i)(4 – 4i)z + (1 – i)(–3 – 5i) = 26iz + (–8 – 2i).

Jadi det(D) = 0 jika dan hanya jika z = i i 26 2 8+ = 13 4 1- i .

(3)

© 2010 Didit B. Nugroho

Salah satu perhitungan determinan yang paling sederhana yaitu untuk matriks segitiga bawah.

TEOREMA 2.1.1 Jika A = [aij] Î Mn(F) dengan aij = 0 untuk i < j, maka

det(A) = a11a22…ann =

Õ

= n i ii a 1 . (2.2)

Bukti. Digunakan induksi matematis pada matriks berukuran n´n. Basis induksi: untuk n = 2, maka det(A) =

22 21 11 0 a a a = a11a22 – 0.a21 = a11a22.

Langkah induksi: diambil n > 2 dengan hipotesisnya adalah hasil benar untuk matriks A berukuran n – 1. Akan dibuktikan hasil juga benar untuk matriks A berukuran n´n. Ekspansi determinan A sepanjang baris 1 memberikan hasil

det(A) = nn n n a a a a a a a ! " ! ! 3 2 33 32 22 11 0 0 0 = a11(a22a33…ann)

berdasarkan hipotesis induksi.n

Jika A adalah suatu matriks segitiga atas, maka persamaan (2.2) memberikan hasil yang benar dan bisa dibuktikan sejalan dengan matriks segitiga bawah. Suatu kasus khusus yang penting yaitu untuk matriks diagonal. Jika diketahui A = diag(a11, a22, …,

ann) maka diperoleh det(A) = a11a22…ann. Lebih khusus lagi, untuk matriks skalar kIn

akan diperoleh det(kIn) = kn.

Teorema berikut menyatakan bahwa dapat dilakukan ekspansi determinan sepanjang suatu baris atau kolom tertentu. Buktinya tidak mudah, karena itu diabaikan.

TEOREMA 2.1.2 Diberikan matriks A Î Mn(F).

det(A) =

å

( )

= + -n j ij ij j i a M 1 1

untuk suatu i = 1, 2, …n, yang disebut dengan ekspansi minor baris ke-i, atau det(A) =

å

( )

= + -n i ij ij j i a M 1 1

untuk suatu j = 1, 2, …n, yang disebut ekspansi minor kolom ke-j.

Pernyataan

( )

-1i+j mengikuti pola papan catur dengan tanda sebagai berikut:

ú ú ú ú û ù ê ê ê ê ë é + -+ -+ -+ -+ ! " " " .

AKIBAT 2.1.1 Jika pada suatu matriks terdapat baris nol (baris yang semua unsurnya nol), maka nilai determinannya sama dengan nol. Hasil yang sama juga diperoleh untuk kolom.

(4)

Bukti. Pada Teorema 2.1.2 diambil aij = 0 untuk setiap j dan suatu i, atau untuk setiap i

dan suatu j. n

2.2 Ekspansi Kofaktor

DEFINISI 2.2.1 Diberikan A Î Mn(F). Didefinisikan kofaktor (i, j) dari A,

dinotasikan Cij(A) atau ditulis singkat dengan Cij, yaitu

( )

i j ij

ij M

C = 1- + .

Menggunakan terminologi tersebut, dapat dituliskan kembali persamaan (2.1) menjadi det(A) =

å

= n j j jC a 1 1 1 . (2.3)

Karena itu, Teorema 2.1.2 dapat dituliskan kembali seperti di bawah ini.

TEOREMA 2.2.1 Diberikan A Î Mn(F). Determinan dari matriks A dirumuskan:

det(A) =

å

= n j ij ijC a 1

untuk suatu i = 1, 2, …n, atau

det(A) =

å

= n i ij ijC a 1 untuk suatu j = 1, 2, …n.

CONTOH 2.2.1 Hitung determinan matriks

ú ú ú û ù ê ê ê ë é = 1 12 144 1 8 64 1 5 25 A .

Penyelesaian. Akan dihitung det(A) dengan menggunakan ekspansi kofaktor baris

pertama yaitu det(A) =

å

= n j j jC a 1 1 1 = a11C11 + a12C12 + a13C13.

Dalam hal ini perlu dicari dulu minor dan kofaktor dari unsur-unsur baris pertama. M11 = 1 12 1 8 = –4, M12 = 1 144 1 64 = –80, M13 = 12 144 8 64 = –80. C11 = (–1)1+1(–4) = –4, C12 = (–1)1+2(–80) = 80, C13 = (–1)1+3(–384) = –384. Jadi det(A) = 25(–4) + 5.80 + 1(–384) = –84.

CONTOH 2.2.2 Hitung determinan dari matriks

ú ú ú ú û ù ê ê ê ê ë é -= 2 14 3 6 5 14 0 7 1 1 0 1 4 4 0 4 B .

(5)

© 2010 Didit B. Nugroho Penyelesaian. Karena pada kolom kedua terdapat unsur nol maka perhitungan

det(B) akan lebih mudah dengan menggunakan ekspansi kofaktor kolom kedua, yaitu det(B) = a12C12 + a22C22 + a32C32 + a42C42 = a42C42 = 5 14 7 1 1 1 4 4 4 3- = 3(4.1.5 + 4.1.7 + 4(–1)14 – 7.1.4 – 14.1.4 – 5(–1)4) = –216. CONTOH 2.2.3 Diberikan ú ú ú û ù ê ê ê ë é -= 4 1 3 5 2 7 6 1 2 C .

Hitung det(C) dengan membentuk (i) ekspansi baris ketiga, (ii) ekspansi kolom kedua.

Penyelesaian. (i) det(C) = (–1)3+1(–3)((–1)(–5) – 2.6) + (–1)3+2(1)(2(–5) – 6.7) + (–1)3+3(4)(2.2 – (–1)7) = 21 + 52 + 44 = 117. (ii) det(C) = (–1)1+2(–1)(7.4 – (–3)(–5)) + (–1)2+2(2)(2.4 – 6(–3)) + (–1)3+2(1)(2(–5) – 6.7) = 13 + 52 + 52 = 117.

LEMMA 2.2.1 Jika dua baris atau dua kolom dari matriks A Î Mn(F) adalah

identik atau sama, maka det(A) = 0.

Bukti. Diabaikan. Ini tidaklah sulit secara khusus, hanya morat-marit. Sebagai contoh,

jika A mempunyai dua kolom pertama yang sama:

nn n n n n n a a x x a a x x a a x x ! " ! " " " ! ! 3 2 23 2 2 1 13 1 1 = nn n n n n a a x a a x a a x x ! " ! " " ! ! 3 3 33 3 2 23 2 1 – nn n n n n a a x a a x a a x x ! " ! " " ! ! 3 3 33 3 2 23 2 1 + nn n n n n n a a x x a a x x a a x x a ! " ! " " " ! ! 4 3 34 3 3 2 24 2 2 13 – … +

( )

1 , 1 , 3 3 3 1 , 2 2 2 1 1 1 -+ -n n n n n n n n a x x a x x a x x a ! ! " ! " " " ! ! ! ! .

Dua suku pertama dihapus dan semua suku lainnya merupakan determinan dari matriks berukuran n – 1 dengan dua kolom yang sama, sehingga diperoleh hasil menggunakan induksi. n

Hasil berikut adalah hasil lain yang berkaitan dengan kofaktor.

LEMMA 2.2.2 Jika A Î Mn(F), maka

(a)

0 1 =

å

= n j kj ijC a

untuk i ¹ k;

(b)

0 1 =

å

= n i ik ijC a

untuk j ¹ k.

(6)

Bukti. Jika A berukuran n´n dan untuk i ¹ k diberikan matriks B yang diperoleh dari A dengan mengganti baris ke-k dengan baris ke-i maka det(B) = 0 karena mempunyai dua baris yang sama. Selanjutnya digunakan ekspansi kofaktor baris ke-k, akan diperoleh

0 = det(B) =

å

= n j kj kjC B b 1 ) ( =

å

= n j kj ijC A a 1 ) ( . Hasil analog untuk (b).n

TEOREMA 2.2.2 Diberikan A Î Mn(F) dan B diperoleh dari A dengan

(i) menukarkan baris ke-s dengan baris ke-t dari A, maka det(B) = –det(A),

dinamakan perubahan baris determinan (row-alternancy of determinants); (ii) mengalikan suatu baris ke-i dari A dengan k Î F, maka

det(B) = k.det(A),

dinamakan homogenitas baris determinan (row-homogeneity of determinants).

Bukti. (i) Diilustrasikan dengan menukarkan dua baris pertama dari matriks A:

nn n n n n n n a a a a a a a a a a a a a a a a ! " ! " " " ! ! ! 3 2 1 3 33 32 31 1 13 12 11 2 23 22 21 = –a11M11 + a12M12 – … + (–1)na1nM1n = –(a11M11 – a12M12 + … + (–1)n+1a1nM1n) = –det(A).

(ii) Dihitung determinan matriks B menggunakan ekspansi kofaktor baris ke-i:

det(B) =

å

( )

= n j ij ij C ka 1

= k.ai1Ci1 + k.ai2Ci2 + … + k.ainCin

= k(ai1Ci1 + ai2Ci2 + … + ainCin) = k.det(A). n

AKIBAT 2.2.1 Jika dua baris atau dua kolom dari matriks A Î Mn(F), A = [aij],

adalah sebanding atau proporsional, maka det(A) = 0.

Bukti. Diandaikan asj = k.atj, k Î F, untuk s ¹ t dan untuk semua j. Jika B adalah

matriks yang diperoleh dari A dengan unsur-unsur dari baris ke-s dibagi oleh k, maka det(A) = k.det(B). Karena itu, baris ke-s dan baris ke-t dalam B adalah identik, dan juga det(B) = 0, akibatnya det(A) = 0. Hasil analog untuk kolom. n

TEOREMA 2.2.3 Diberikan A Î Mn(F), maka

( )

AT det

( )

A

det = .

Bukti. Dengan induksi matematika, jelas bahwa sifat ini berlaku untuk n = 1 karena

matriks 1´1 adalah simetris. Diandaikan bahwa sifat tersebut berlaku untuk semua matriks berukuran k´k dan A adalah matriks berukuran (k+1)´(k+1). Dengan ekspansi minor sepanjang baris pertama, diperoleh

det(A) = a11M11 – a12M12 + … + (–1)n+1a1,k+1M1,k+1.

Karena semua Mij adalah matriks berukuran k´k, maka hipotesis induksi akan

mengakibatkan

det(A) = a11(M11)T – a12(M12)T + … + (–1)n+1a1,k+1(M1,k+1)T.

Ruas kanan tidak lain adalah ekspansi minor kolom pertama dari matriks A, karena itu

( )

AT det

( )

A

(7)

© 2010 Didit B. Nugroho CONTOH 2.2.4 det ú ú ú û ù ê ê ê ë é -4 5 6 1 2 1 3 7 2 = det ú ú ú û ù ê ê ê ë é -4 1 3 5 2 7 6 1 2 = 117.

AKIBAT 2.2.2 Diberikan A Î Mn(F) dan C diperoleh dari A dengan

(i) menukarkan kolom ke-s dengan kolom ke-t dari A, maka det(B) = –det(A),

disebut sifat perubahan kolom determinan,

(ii) mengalikan suatu kolom ke-i dari A dengan k Î F, maka det(B) = k.det(A), disebut sifat homogenitas kolom determinan.

Bukti. Dengan mengkombinasikan Teorema 2.2.2 dan Teorema 2.2.3. n AKIBAT 2.2.3 Diberikan A Î Mn(F), maka

det(kA) = kndet(A).

Bukti. Dengan mengambil matriks B = kA berarti matriks B diperoleh dari A dengan

mengalikan setiap kolomnya dengan k dan karena terdapat n kolom maka berdasarkan Akibat 2.2.2 (ii) akan diperoleh det(B) = kndet(A). n

2.3 Adjoin

DEFINISI 2.3.1 Diberikan A Î Mn(F). Didefinisikan adjoin (adjoint) dari A,

dinotasikan dengan adj(A), adalah transpos dari matrik kofaktor A. Dengan kata lain

adj(A) = ú ú ú ú û ù ê ê ê ê ë é nn n n n n C C C C C C C C C ! " " ! ! 2 1 2 22 12 1 21 11 .

CONTOH 2.3.1 Diberikan matriks

ú ú ú û ù ê ê ê ë é = 10 8 7 6 5 4 3 2 1 A .

Kofaktor-kofaktor dari matriks A yaitu C11 = 10 8 6 5 = 2, C12 = – 10 7 6 4 = 2, C13 = 8 7 5 4 = –3, C21 = – 10 8 3 2 = 4, C22 = 10 7 3 1 = –11, C23 = – 8 7 2 1 = 6, C31 = 6 5 3 2 = –3, C32 = – 6 4 3 1 = 6, C33 = 5 4 2 1 = –3. Jadi adj(A) = 3 6 3 6 11 2 3 4 2 -.

(8)

Adjoin dari suatu matriks bermanfaat dalam kaitannya dengan invers dari suatu matriks (jika ada).

Teorema 2.2.1 dan Lemma 2.2.2 bisa dikombinasikan dan memberikan hasil berikut ini.

TEOREMA 2.3.1 Jika A Î Mn(F), maka

A.adj(A) = det(A).In = adj(A).A. Bukti.

( )

(

Aadj. A

)

ik =

å

( )

= n j jk ij A a 1 adj . =

å

= n j ij kj C a 1 =

d

ikdet

( )

A =

(

det

( )

A .In

)

ik. Karena itu A.adj(A) = det(A).In. Untuk persamaan lain buktinya sejalan. n

Lemma berikut berguna untuk menyederhanakan dan menghitung determinan secara numerik. Bukti diperoleh dengan mengekspansikan sepanjang baris atau kolom yang berkorespondensi.

LEMMA 2.3.1 Determinan merupakan suatu fungsi linear dari setiap baris dan kolom.

Bukti. Diilustrasikan dengan mengambil A = [aij], B = [bij], C = [cij], Î Mn(F) dengan

unsur baris kedua sampai baris ke-n dari ketiga matriks adalah sama. Diandaikan unsur baris pertama dari matriks A didefinisikan dengan a1j =k.b1j +c1j, k Î F, j = 1, 2, …, n. Determinan dari matriks A menggunakan ekspansi kofaktor baris pertama yaitu

det(A) =

(

k.b11+c11

)

C11+

(

k.b12+c12

)

C12+...+

(

k.b1n +c1n

)

C1n

= k

(

b11C11+b12C12+...+b1nC1n

)

+ k

(

c11C11+c12C12+...+c1nC1n

)

= k.det(B) + det(C). Sejalan untuk kolom. n

AKIBAT 2.3.1 Jika kelipatan suatu baris ditambahkan ke baris lainnya, maka nilai determinannya tidak berubah. Hal ini sejalan untuk kolom.

Bukti. Pada bukti Lemma 2.3.1 diambil a1j =b1j +k.b2j. Determinan dari matriks A menggunakan ekspansi kofaktor baris pertama yaitu

det(A) =

(

b11+k.b21

)

C11+

(

b12+k.b22

)

C12+...+

(

b1n +k.b2n

)

C1n

= b11C11+b12C12+...+b1nC1n + k

(

b21C11+b22C12+...+b2nC1n

)

. Berdasarkan Lemma 2.2.2 bagian (a), maka diperoleh

det(A) = b11C11+b12C12+...+b1nC1n = det(B). n CONTOH 2.3.2 det ú ú ú û ù ê ê ê ë é 9 7 6 3 2 1 4 2 0 = 3 . 6 9 2 . 6 7 1 . 6 6 3 2 1 2 . 2 1 . 2 0 = 2 9 5 0 3 2 1 2 1 0 = –2 9 5 0 2 1 0 3 2 1 -= –2 2 . 5 9 1 . 5 5 0 2 1 0 3 2 1 + -+ = –2 1 0 0 2 1 0 3 2 1 = –2.1.1.1 = –2.

(9)

© 2010 Didit B. Nugroho

2.4 Operasi Baris Elementer

Untuk menghitung determinan secara numerik, sebaiknya mereduksi matriks ke bentuk eselon baris dengan mengingat setiap perubahan tanda yang disebabkan oleh pertukaran baris dan juga pengambilan faktor dari suatu baris.

DEFINISI 2.4.1 Terdapat 3 jenis operasi baris elementer yang dapat dibentuk

pada suatu matriks.

I. Mempertukarkan 2 baris:

j i b

b « yang berarti menukarkan baris ke-i dengan baris ke-j. II. Mengalikan suatu baris dengan skalar tak nol:

i i kb

b ® . yang berarti mengalikan baris ke-i dengan skalar tak nol k. III. Menambahkan kelipatan suatu baris ke baris lain:

i j j b kb

b ® + . yang berarti baris ke-j ditambah dengan k kali baris ke-i.

DEFINISI 2.4.2 Suatu matriks A dikatakan ekuivalen baris (row-equivalent) dengan matriks B jika B dapat diperoleh dari matriks A dengan serangkaian operasi baris elementer.

CONTOH 2.4.1 Berikut ini pengerjaan operasi baris elementer dari kiri ke kanan.

A = ú ú ú û ù ê ê ê ë é -1 2 1 1 1 2 0 2 1

®

2+2b3 b ú ú ú û ù ê ê ê ë é -2 1 1 5 1 4 0 2 1

®

«3 2 b b ú ú ú û ù ê ê ê ë é -5 1 4 2 1 1 0 2 1

®

2b1 ú ú ú û ù ê ê ê ë é -5 1 4 2 1 1 0 4 2 = B. Jadi A ekuivalen baris dengan B. Jelas bahwa B juga ekuivalen baris dengan A yang dibentuk dari B dengan operasi baris invers: 21b

1, b2 « b3, b2 – 2b3.

CONTOH 2.4.2 Hitung determinan matriks di bawah ini menggunakan beberapa

operasi baris elementer.

ú ú ú û ù ê ê ê ë é 9 8 8 6 5 4 3 2 1 .

Penyelesaian. Digunakan operasi baris b2 – 4b1 dan b3 – 8b1 yang dilanjutkan

dengan ekspansi sepanjang kolom pertama, diperoleh

9 8 8 6 5 4 3 2 1 = 15 8 0 6 3 0 3 2 1 -- = 15 8 6 3 = 15 8 2 1 3 -- = 1 0 2 1 3 - = –3.

CONTOH 2.4.3 Hitung determinan matriks

ú ú ú ú û ù ê ê ê ê ë é 4 3 1 1 2 1 6 7 5 4 1 3 1 2 1 1 .

(10)

Penyelesaian. 4 3 1 1 2 1 6 7 5 4 1 3 1 2 1 1

=

-1 2 1 4 1 3 3 7 b b b b b b 3 1 0 0 5 13 1 0 2 2 2 0 1 2 1 1

-=

3 1 0 0 5 13 1 0 1 1 1 0 1 2 1 1 2

-=

+2 3 b b 3 1 0 0 6 12 0 0 1 1 1 0 1 2 1 1 2 -- b3

=

«b4 6 12 0 0 3 1 0 0 1 1 1 0 1 2 1 1 2

-=

+ 3 4 12b b 30 0 0 0 3 1 0 0 1 1 1 0 1 2 1 1 2 -

=

60.

Perlu dicatat bahwa operasi baris elementer dan akibatnya pada nilai determinan suatu matriks juga berlaku jika operasi tersebut dilakukan untuk kolom. Karena itu juga dipunyai tiga jenis operasi kolom elementer.

DEFINISI 2.4.3 Terdapat 3 jenis operasi kolom elementer.

I. Mempertukarkan dua kolom.

II. Mengalikan suatu kolom dengan skalar tak nol. III. Menambahkan kelipatan suatu kolom ke kolom lain.

CONTOH 2.4.4 (Determinan Vandermonde) Buktikan bahwa

2 2 2 1 1 1 c b a c b a = (b – a)(c – a)(c – b).

Penyelesaian. Jika kolom ke-2 dan kolom ke-3 dikurangi kolom ke-1 dan

selanjutnya digunakan ekspansi sepanjang baris pertama maka diperoleh

2 2 2 1 1 1 c b a c b a = 2 2 2 2 2 0 0 1 a c a b a a c a b a -- = 2 2 2 2 a c a b a c a b = a c a b a c a b + + -- )( ) 1 1 ( = (b – a)(c – a)(c – b). CONTOH 2.4.5 1. 1 6 3 10 4 2 4 1 0 - b

=

b2 1 6 3 4 1 0 10 4 2 --

=

2 1 1b 1 6 3 4 1 0 5 2 1 2

-=

- 1 3 3b b 14 12 0 4 1 0 5 2 1 2 -- b3-

=

12b2 62 0 0 4 1 0 5 2 1 2 --

=

124.

(11)

© 2010 Didit B. Nugroho 2. 2 14 3 6 5 14 0 7 1 1 0 1 4 4 0 4

-=

« 2 1 k k 2 14 6 3 5 14 7 0 1 1 1 0 4 4 4 0 -- b2

=

«b3 2 14 6 3 1 1 1 0 5 14 7 0 4 4 4 0

-=

+ + 3 2 3 1 7 4 b b b b 2 14 6 3 1 1 1 0 12 21 0 0 8 8 0 0 -

=

-218 2 1 b b 2 14 6 3 1 1 1 0 12 21 0 0 0 0 0 487 -

=

–216. CONTOH 2.4.6 Hitung det(A) = ú ú ú ú ú ú ú ú û ù ê ê ê ê ê ê ê ê ë é 1 1997 1998 1999 2000 1997 1 2 3 4 1998 2 1 2 3 1999 3 2 1 2 2000 4 3 2 1 det ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! .

Penyelesaian. Diaplikasikan bn ® bn – bn+1 untuk 1 £ n £ 1999, menjadi

ú ú ú ú ú ú ú ú ú û ù ê ê ê ê ê ê ê ê ê ë é -1 2 1997 1998 1999 2000 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 det ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! .

Diaplikasikan kn ® kn + k2000 untuk 1 £ n £ 1999, diperoleh

ú ú ú ú ú ú ú ú ú û ù ê ê ê ê ê ê ê ê ê ë é 1 3 1998 1999 2000 2001 1 0 0 0 0 0 1 2 0 0 0 0 1 2 2 0 0 0 1 2 2 2 0 0 1 2 2 2 2 0 det ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! .

Diekspansikan sepanjang kolom pertama, diperoleh

ú ú ú ú ú ú ú ú û ù ê ê ê ê ê ê ê ê ë é -1 0 0 0 0 1 2 0 0 0 1 2 2 0 0 1 2 2 2 0 1 2 2 2 2 det . 2001 ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! = -2001

( )

21998 .

(12)

Pada operasi baris elementer, khususnya operasi jenis III, seringkali melibatkan skalar k yang merupakan bilangan pecahan. Akibatnya, unsur-unsur matriks hasil reduksi dapat berupa bilangan pecahan dan hal ini akan menyulitkan perhitungan selanjutnya. Untuk mengatasi hal tersebut, dapat digunakan lebih dahulu operasi jenis II untuk menyamakan beberapa unsur tak nol. Dalam hal ini unsur yang sama tersebut merupakan bilangan bulat. Kemudian juga harus diingat Teorema 2.2.2 bagian (ii).

CONTOH 2.4.7 4 6 2 8 3 1 0 2 5 1 2 3 4 3 2 4 -2 1 k k « = 4 6 8 2 3 1 2 0 5 1 3 2 4 3 4 2 -- 2 1 1 4 b b b b + + = 0 9 12 0 3 1 2 0 1 4 7 0 4 3 4 2 -4 3 1b = 0 3 4 0 3 1 2 0 1 4 7 0 4 3 4 2 3 -- 4 3 2 7 144 b b b -=

( )

0 . 7 3 . 7 4 . 7 0 ) 3 )( 14 ( 1 ) 14 ( ) 2 )( 14 ( 0 1 . 4 4 . 4 7 . 4 0 4 3 4 2 . . . 3 71 141 4 1 -= 0 21 28 0 42 14 28 0 4 16 28 0 4 3 4 2 7 . 4 ` 1 . 4 1 . 3 -2 3 2 4 b b b b -= 4 5 0 0 38 30 0 0 4 16 28 0 4 3 4 2 7 . 14 . 4 1 . 3 -4 6b -= 24 30 0 0 38 30 0 0 4 16 28 0 4 3 4 2 6 . 7 . 14 . 4 1 . 3 -- b4

=

-b3 14 0 0 0 38 30 0 0 4 16 28 0 4 3 4 2 2 . 7 . 14 . 4 1 -= .2.28.( 30).( 14) 2 . 7 . 14 . 4 1 - -- = –30.

Sifat lain yang perlu diperhatikan dengan sungguh-sungguh berkaitan dengan determinan yaitu bahwa pada umumnya untuk matriks A, B Î Mn(F) tidak selalu berlaku

det(A + B) = det(A) + det(B).

CONTOH 2.4.8 Diberikan matriks ú û ù ê ë é + ú û ù ê ë é = ú û ù ê ë é + ú û ù ê ë é = ú û ù ê ë é 3 3 2 0 1 0 0 1 3 2 1 0 1 1 1 1 4 3 2 1

. Dapat diselidiki bahwa

3 2 1 0 1 1 1 1 2 4 3 2 1 + = -= tetapi 5 3 3 2 0 1 0 0 1 2 4 3 2 1 -= + ¹ -= .

(13)

© 2010 Didit B. Nugroho

2.5 Matriks Tak Singular dan Invers

DEFINISI 2.5.1 (Matriks Tak Singular) Matriks A Î Mn(F) dikatakan tidak singular (nonsingular) atau inversibel (invertible) jika terdapat suatu matriks B Î Mn(F)

sehingga

AB = In = BA.

Suatu matriks B dengan sifat seperti di atas disebut invers dari A dan dinotasikan A–1. Jika A tidak mempunyai invers maka A dikatakan singular.

CONTOH 2.5.1 Untuk matriks di bawah ini, tunjukkan bahwa A3 = 5I 3 dan

simpulkan bahwa A adalah tidak singular, selanjutnya carilah A–1.

ú ú ú û ù ê ê ê ë é = 0 0 5 1 0 0 0 1 0 A .

Penyelesaian. Setelah diperiksa bahwa A3 = 5I

3, kemudian dibentuk A A I A A ÷ ø ö ç è æ = = ÷ ø ö ç è æ 2 3 2 5 1 5 1 . Karena itu A adalah tidak singular dengan A-1= 51A2.

TEOREMA 2.5.1 (Ketunggalan Invers) Invers dari matriks A Î Mn(F)

adalah tunggal.

Bukti. Dimisalkan matriks B dan C adalah invers dari A dan akan dibuktikan bahwa B

= C. Karena B invers dari A berarti BA = AB = I dan juga karena C invers dari A berarti CA = AC = I. Di sisi lain

B = BI = B(AC) = (BA)C = IC = C.n

AKIBAT 2.5.1 (Rumus invers) Jika det(A) ¹ 0 maka A adalah tidak singular dan ) adj( ) det( 1 1 A A A- = .

Bukti. Berdasarkan Teorema 2.3.1.n

CONTOH 2.5.2 Determinan untuk matriks

ú ú ú û ù ê ê ê ë é = 9 8 8 6 5 4 3 2 1 B yaitu det(B) = –3 ¹ 0. Karena itu, diperoleh

ú ú ú û ù ê ê ê ë é -= -33 23 13 32 22 12 31 21 11 1 3 1 C C C C C C C C C B =

ú

ú

ú

û

ù

ê

ê

ê

ë

é

-3

8

8

6

15

12

3

6

3

3

1

.

(14)

CONTOH 2.5.3 Pada Contoh 2.2.1 sudah dihitung determinan dari matriks ú ú ú û ù ê ê ê ë é = 1 12 144 1 8 64 1 5 25 C

yaitu det(C) = –84 ¹ 0. Karena sudah didapatkan nilai C11 = –4, C12 = 80, dan C13 = –384,

selanjutnya akan dihitung kofaktor untuk unsur-unsur baris ke-2 dan ke-3. C21 = (–1)3 1 12 1 5 = 7, C22 = (–1)4 1 144 1 25 = –129, C23 = (–1)5 12 144 5 25 = 420, C31 = (–1)4 1 8 1 5 = –3, C32 = (–1)5 1 64 1 25 = 39, C33 = (–1)6 8 64 5 25 = –120. Diperoleh adjoin dari matriks C yaitu

adj(C) = ú ú ú û ù ê ê ê ë é -120 420 384 39 129 80 3 7 4 , karena itu invers untuk matriks C yaitu

ú ú ú û ù ê ê ê ë é -= = -120 420 384 39 129 80 3 7 4 84 1 ) ( adj ) det( 1 1 C C C .

AKIBAT 2.5.2 Jika matriks ú

û ù ê ë é = d c b a

A dengan det (A) = ad – bc ¹ 0, maka A

adalah tidak singular dengan inversnya yaitu

ú û ù ê ë é -= -a c b d A A ) det( 1 1 .

Jika A dan B adalah matriks tak singular yang berukuran sama, maka dipunyai sifat-sifat seperti berikut ini.

(1) (A–1)–1 = A; (2)

( ) ( )

An -1 = A-1 n dengan n = 0, 1, 2, …; (3)

( )

-1= A1 -1 k kA , untuk setiap k Î R, k ¹ 0; (4) (AB)–1 = B–1A–1.

Di sini hanya akan dibuktikan sifat yang keempat. (AB)(B–1A–1) = A(BB–1)A–1 = AI

nA–1 = AA–1 = In.

Sejalan dengan itu

(B–1A–1)(AB) = I n.

Perluasan untuk hasil kali dari m matriks tak singular yaitu jika diberikan matriks inversibel A1, A2, …, Am berukuran n´n maka hasil kali A1.A2…Am juga inversibel.

Diperoleh

(

)

1 1 1 2 1 1 1 1 1 2 1A ...A - A - =A- A-- ...A- A -A m m m m .

Dengan kata lain, invers dari hasil kali sama dengan hasil kali dari invers dalam urutan yang sebaliknya.

(15)

© 2010 Didit B. Nugroho CONTOH 2.5.4 Jika A dan B adalah matriks berukuran n´n yang memenuhi sifat A2 = B2 = (AB)2 = I

n, buktikan bahwa AB = BA. Penyelesaian. Diandaikan A2 = B2 = (AB)2 = I

n. Karena itu A, B, dan AB adalah

tidak singular dengan A–1 = A, B–1 = B, dan (AB)–1 = AB. Berdasarkan sifat (AB)–1 = B–1A–1 maka AB = BA.

Suatu kelas penting dari matriks tak singular yaitu matriks baris elementer.

DEFINISI 2.5.2 Terdapat tiga jenis matriks baris elementer (elementary-row matrix) yang berkorespondensi untuk tiga jenis operasi baris elementer.

I. Eij = E(bi « bj), (i ¹ j), diperoleh dari matriks identitas In dengan menukarkan baris

ke-i dan baris ke-j.

II. Ei(k) = E(k.bi), (k ¹ 0), diperoleh dengan mengalikan baris ke-i dari In dengan skalar

k.

III. Eij(k) = E(k.bj + bi), (i ¹ j), diperoleh dari In dengan menambahkan k kali baris ke-j

ke baris ke-I.

CONTOH 2.5.5 Untuk matriks identitas I3, dipunyai

E23 = ú ú ú û ù ê ê ê ë é 0 1 0 1 0 0 0 0 1 , E2(–1) = ú ú ú û ù ê ê ê ë é -1 0 0 0 1 0 0 0 1 , E23(–1) = ú ú ú û ù ê ê ê ë é -1 0 0 1 1 0 0 0 1 .

Matriks baris elementer mempunyai sifat khusus seperti di bawah ini.

TEOREMA 2.5.2 Diberikan matriks A Î Mn(F) dan matriks baris elementer E

berukuran n´n jenis I, II, dan III.

(1) Matriks EA diperoleh dari A dengan membentuk operasi baris elementer yang bersesuaian.

(2) Matriks AE diperoleh dari A dengan membentuk operasi kolom elementer yang bersesuaian.

Bukti.

(1) Diambil A = [aij], B = EA = [bij], dan E = [eij]..

Kasus jenis I. Matriks E diperoleh dari I dengan menukarkan baris ke-r dan baris ke-s.

Jika i ¹ r atau s, maka eij = dij (1 £ j £ m) sehingga

ij ij k kj ik k kj ik ij e a a a a b =

å

=

å

d

=1. = .

Jadi bij = aij untuk i ¹ r, s sehingga baris ke-i dari B sama dengan baris ke-i dari

A. Dipunyai erj = dsj (erj = 0 untuk j ¹ s dan ers = 1). Diperoleh

sj k kj ks k kj rk rj e a a a b =

å

=

å

d

= .

Jadi brj = asj untuk j = 1, 2, …, n, yaitu baris ke-r dari B adalah baris ke-s dari

A. Dengan argumen yang sama diaplikasikan untuk baris ke-s. Dipunyai esj =

drj sehingga rj k kj kr sj a a b =

å

d = .

(16)

Kasus jenis II. Matriks E diperoleh dari I dengan mengalikan baris ke-r dengan skalar k.

Jadi E = [eij] dengan eij = dij untuk i ¹ r, dan erj = kdrj. Diandaikan bahwa i ¹ r.

Diperoleh ij k kj ik k kj ik ij e a a a b =

å

=

å

d =

yang berarti baris ke-i dari B = EA adalah baris ke-i dari A. Sekarang dipertimbangkan baris ke-r. Dipunyai

rj k kj rk k kj rk rj a a k a ka b =

å

=

å

d

= .

Jadi brj = karj, yaitu baris ke-r dari B adalah k kali baris ke-r di A.

Kasus jenis III. Matriks E diperoleh dari I dengan menambahkan k kali baris ke-s ke baris ke-r.

Dipunyai E = [eij] dengan eij = dij untuk i ¹ r dan

ï î ï í ì ¹ ¹ = = = s j r j s j k r j erj , jika 0 jika jika 1 . Untuk i ¹ r dipunyai ij k kj ik k kj ik ij e a a a b =

å

=

å

d =

sehingga bij = aij, yaitu baris ke-i dari B sama dengan baris ke-i dari A.

Untuk baris ke-r,

sj rs rj rr k rk kj rj e a e a e a b =

å

= +

yaitu masukan ke-j dalam baris ke-r dari B sama dengan masukan ke-j dalam baris ke-r dari A + k kali masukan ke-j dalam baris ke-s dari A.

(2) Analog. n CONTOH 2.5.6 ú ú ú û ù ê ê ê ë é f e d c b a E23 = ú ú ú û ù ê ê ê ë é ú ú ú û ù ê ê ê ë é f e d c b a 0 1 0 1 0 0 0 0 1 = ú ú ú û ù ê ê ê ë é d c f e b a

¬

«3 2 b b ú ú ú û ù ê ê ê ë é f e d c b a .

AKIBAT 2.5.3 Tiga jenis matriks baris elementer adalah tidak singular. I. Eij-1=Eij, artinya

(

E

(

bi «bj

)

)

-1 =E

(

bi «bj

)

.

II.

(

Ei

( )

k

)

-1 =Ei

( )

k-1 , artinya

(

E

( )

k.bi

)

-1 =E

( )

k1.bi .

III.

(

Eij

( )

k

)

-1=Eij

( )

-k , artinya

(

E

(

k.bj +bi

)

)

-1 =E

(

-k.bj +bi

)

.

Bukti. Pada Teorema 2.5.2 diambil A = In, sehingga diperoleh persamaan: EijEij = In

Ei(k)Ei(k– 1) = In = Ei(k– 1)Ei(k), jika k ¹ 0

(17)

© 2010 Didit B. Nugroho CONTOH 2.5.7 Tentukan matriks D = E3(5)E23(2)E12 dan D–1.

Penyelesaian. D = E3(5)E23(2) ú ú ú û ù ê ê ê ë é 1 0 0 0 0 1 0 1 0 = E3(5) ú ú ú û ù ê ê ê ë é 1 0 0 2 0 1 0 1 0 = ú ú ú û ù ê ê ê ë é 5 0 0 2 0 1 0 1 0 . Ditentukan D–1 sebagai berikut

D–1 = (E3(5)E23(2)E12) –1 =

( )

E12 -1

(

E23

( )

2

)

-1

(

E3

( )

5

)

-1 = E12E23(–2)E3(5– 1) D–1 = E 12E23(–2) ú ú ú û ù ê ê ê ë é 5 1 0 0 0 1 0 0 0 1 = E12 ú ú ú û ù ê ê ê ë é -5 1 5 2 0 0 1 0 0 0 1 = ú ú ú û ù ê ê ê ë é -5 1 5 2 0 0 0 0 1 1 0 .

Ingat bahwa A dan B adalah ekuivalen baris jika B dapat diperoleh dari A dengan serangkaian operasi baris elementer. Jika E1, E2, …, Er secara berurutan adalah matriks

baris elementer, maka

( )

(

)

(

E E A

) (

E E E

)

A PA E

B= r ... 2 1 ... = r... 2 1 = ,

dengan P = Er…E2E1 adalah tidak singular. Sebaliknya jika B = PA, dengan P adalah

tidak singular, maka A ekuivalen baris dengan B. Lebih lanjut terlihat bahwa P adalah suatu hasil kali dari matriks-matriks baris elementer.

LEMMA 2.5.1 Jika A adalah matriks tak singular berukuran n´n, maka (i) A adalah ekuivalen baris dengan In,

(ii) A adalah suatu hasil kali dari matriks-matriks baris elementer.

Bukti. Diandaikan bahwa A adalah tidak singular dan B merupakan bentuk eselon baris

tereduksi dari A. Dari situ, maka B tidak mempunyai baris nol yang konsekuensinya B = In.

Berdasarkan hal itu juga berarti bahwa terdapat matriks baris elementer E1, E2,

…, Er sehingga Er((…(E2(E1A))…) = B = In dan karena itu A = E1-1E2-1...Er-1 sebagai

suatu hasil kali dari matriks baris elementer.n

LEMMA 2.5.2 Diberikan matriks An yang ekuivalen baris dengan In. Matriks A

adalah tidak singular dan A–1 dapat dicari dengan membentuk serangkaian operasi baris

elementer pada In seperti mengubah A ke In.

Bukti. Diandaikan bahwa Er…E2E1A = In. Dengan kata lain BA = In dan B = Er…E2E1

adalah tidak singular. Karena itu B–1(BA) = B–1I

n dan juga A = B–1 adalah tidak singular.

Selanjutnya A–1 = (B–1)–1 = B = E

r((…(E2(E1In))…) yang menunjukkan bahwa A–1

diperoleh dari In dengan membentuk serangkaian operasi baris elementer seperti yang

digunakan untuk mengubah A ke In. n

Berdasarkan lemma di atas bahwa jika A adalah singular maka A ekuivalen baris dengan suatu matriks yang baris terakhirnya adalah nol.

CONTOH 2.5.8 Diketahui bahwa ú

û ù ê ë é = 1 1 2 1

F adalah tidak singular. Tentukan

matriks F–1 dan nyatakan F sebagai hasil kali matriks-matriks baris elementer.

Penyelesaian. Dibentuk matriks yang diperbesar [F|I2] yang terdiri dari F dan I2.

(18)

[

]

ú û ù ê ë é = 1 0 1 1 0 1 2 1 2 I F b

®

2-b1 ú û ù ê ë é --1 1 1 0 0 1 2 1

®

-1) 2 ( b ú û ù ê ë é -1 1 1 0 0 1 2 1

®

- 2 1 2b b ú û ù ê ë é -1 1 1 0 2 1 0 1 .

Oleh karena itu F ekuivalen baris dengan I2 dan F adalah tidak singular dengan

ú

û

ù

ê

ë

é

-=

-1

1

2

1

1

F

. Diperhatikan juga bahwa

E12(–2)E2(–1)E21(–1)F = I2.

Oleh karena itu

F–1 = E12(–2)E2(–1)E21(–1)

F = E21(1)E2(–1)E12(2).

Jadi untuk menentukan invers dari suatu matriks yang inversibel, selain menggunakan rumus adjoin bisa juga diperoleh dengan operasi baris elementer. Serangkaian operasi baris elementer tersebut akan mereduksi suatu matriks An ke In dan

juga mengerjakan operasi-operasi tersebut pada In sehingga akan diperoleh A–1 dari suatu

matriks yang inversibel. Hal tersebut diilustrasikan sebagai berikut:

[

]

reduksi

®

[

-1

]

n n n n I I A A .

CONTOH 2.5.9 Diberikan matriks tak singular

ú ú ú û ù ê ê ê ë é = 4 3 1 3 4 1 3 3 1 G .

Invers dari matriks G dapat dicari sebagai berikut:

[

G I3

]

= ú ú ú û ù ê ê ê ë é 1 0 0 4 3 1 0 1 0 3 4 1 0 0 1 3 3 1

®

-1 3 1 2 , b b b b ú ú ú û ù ê ê ê ë é -1 0 1 1 0 0 0 1 1 0 1 0 0 0 1 3 3 1

®

- 2 1 3b b ú ú ú û ù ê ê ê ë é -1 0 1 1 0 0 0 1 1 0 1 0 0 3 4 3 0 1

®

- 3 1 3b b ú ú ú û ù ê ê ê ë é -1 0 1 1 0 0 0 1 1 0 1 0 3 3 7 0 0 1 = [I3 | G– 1]. Jadi ú ú ú û ù ê ê ê ë é -= -1 0 1 0 1 1 3 3 7 1 G .

Berikut ini diberikan suatu jenis matriks tak singular yang berkaitan dengan sifat invers dan transposnya.

DEFINISI 2.5.3 Matriks tak singular A Î Mn(F) dikatakan ortogonal

(19)

© 2010 Didit B. Nugroho

2.6 Sifat-sifat Determinan

Berdasarkan Teorema 2.2.2 dan Akibat 2.3.1 diperoleh hasil berikut ini.

AKIBAT 2.6.1 Jika aE adalah suatu matriks baris elementer berjenis a dengan

a Î {I, II, III} maka

det(aE) = ï î ï í ì = = = -III jika 1 II jika I jika 1 α α k α .

Bukti. Diketahui bahwa det(In) = 1. Diaplikasikan Teorema 2.2.2, Akibat 2.3.1, dan Definisi 2.5.2 untuk memperoleh hasil tersebut.n

AKIBAT 2.6.2 Diberikan matriks elementer E dan matriks A Î Mn(F), maka

det(EA) = det(E)det(A).

AKIBAT 2.6.3 Diberikan Ei adalah matriks elementer berukuran n´n, dengan i

= 1, …, k, dan A Î Mn(F), maka

det(Ek.Ek-1…..E2E1A) = det(Ek)det(Ek-1) … det(E2)det(E1)det(A). Bukti. Dengan induksi matematika pada Akibat 2.6.2. n

Berdasarkan akibat-akibat di atas maka dapat dituliskan kembali Teorema 2.2.2 dan Akibat 2.3.1 sebagai berikut:

(a) det(EijA) = –det(A);

(b) det(Ei(k)A) = k.det(A), jika k ¹ 0;

(c) det(Eij(k)A) = det(A).

AKIBAT 2.6.4 Matriks A Î Mn(F) adalah inversibel jika hanya jika det(A) ¹ 0.

Pernyataan ini ekuivalen dengan A adalah tidak inversibel jika hanya jika det(A) = 0.

Bukti. Matriks A direduksi ke bentuk eselon baris tereduksi R:

Ek…E1A = R

untuk matriks-matriks elementer E1, …, Ek.

Berdasarkan akibat-akibat sebelumnya diperoleh det(A) = (det(Ek))–1 … det(E1)–1det(R).

Jika A inversibel, maka R = I dengan det(R) = 1, dan karena itu det(A) ¹ 0. Jika A tidak inversibel, maka R mempunyai suatu baris nol dan det(R) = 0, karena itu det(A) = 0.

Disimpulkan bahwa det(A) ¹ 0 jika hanya jika A inversibel. n

AKIBAT 2.6.5 Diberikan A, B Î Mn(F), maka

det(AB) = det(A)det(B).

Bukti. Dapat dituliskan

Ek…E1A = R

dalam bentuk

A = F1…FkR,

dengan E1, …, Ek adalah matriks-matriks elementer berukuran n´n yang inversnya

berturut-turut adalah matriks-matriks elementer F1, …, Fk dan R adalah eselon baris

tereduksi dari A. Jadi

(20)

(a) Jika A tidak inversibel maka det(A) = 0 dan juga R mempunyai suatu baris nol. Jadi RB juga mempunyai suatu baris nol, dan dari Akibat 2.6.3 diperoleh

det(AB) = det(F1).….det(Fk) det(RB) = 0.

Jadi

det(AB) = det(A) det(B) = 0. (b) Jika A inversibel maka R = I, dan dapat dituliskan kembali

AB = F1…FkB,

sehingga oleh Akibat 2.6.3 diperoleh

det(AB) = det(F1).….det(Fk) det(B)

= det(F1…Fk) det(B) = det(A) det(B). n AKIBAT 2.6.6 Diberikan A, B Î Mn(F), maka

det(AB) = det(BA).

Bukti. Berdasarkan Akibat 2.6.5 dan sifat aritmatika, diperoleh

det(AB) = det(A).det(B) = det(B).det(A) = det(BA).

AKIBAT 2.6.7 Jika A adalah inversibel, maka det(A–1) = (det(A))–1. Bukti. Jika A adalah inversibel, maka

A–1A = I n,

sehingga

det(A–1A) = det(I n).

Menggunakan Akibat 2.6.6, diperoleh

det(A–1) det(A) = 1.

Oleh karena itu

det(A–1) = (det(A))–1.

CONTOH 2.6.1 Untuk matriks A Î Mn(C), tentukan nilai p sehingga

ú ú ú û ù ê ê ê ë é + -+ = p i i i p i A 2 5 2 3 1 1 tidak inversibel. Penyelesaian. det(A) = det ú ú ú û ù ê ê ê ë é -+ p i p i i p i 4 4 3 0 3 4 1 0 1 1 = (–1 – 4i)(–4p) – (i – 3p)(–3 – 4i) = p(4 + 16i – 9 – 12i) + 3i – 4 = (–5 + 4i)p + 3i – 4.

Karena itu, det(A) = 0 jika hanya jika

(–5 + 4i)p + 3i – 4 = 0, yang berarti bahwa

p = i i 4 5 3 4 + . Jadi, matriks A tidak inversibel jika hanya jika

p = i i 4 5 3 4 + -- =

(

)(

)

(

5 4

)(

5 4)

)

4 5 3 4 i i i i -+ -- = 41 32 i -- .

(21)

© 2010 Didit B. Nugroho

Sifat yang menarik dari suatu matriks simetris miring An yang berkaitan dengan

singularitas yaitu bahwa A adalah singular jika n adalah ganjil. Untuk melihat ini, berdasarkan Definisi 1.4.8 dan sifat determinan akan diperoleh

det(A) = det(–AT) = (–1)ndet(A).

Untuk n adalah ganjil, det(A) = –det(A) yang berarti det(A) = 0 dan karena itu A adalah singular.

2.7 Peringkat Matriks

DEFINISI 2.7.1 Diberikan matriks A Î Mm´n(F). Peringkat (rank) dari suatu

matriks A, dituliskan rk(A), didefinisikan sebagai ukuran terbesar dari matriks bagian persegi yang determinannya tidak sama dengan nol.

CONTOH 2.7.1 Diberikan matriks

ú ú ú û ù ê ê ê ë é = 3 2 1 5 0 2 2 1 3 A .

Dapat diperiksa bahwa matriks bagian persegi terbesar dari A yang determinannya tidak sama dengan nol adalah matriks A itu sendiri, karena itu rk(A) = 3.

CONTOH 2.7.2 Diberikan matriks

ú ú ú û ù ê ê ê ë é = 7 1 5 5 0 2 2 1 3 B .

Karena det(B) = 0 maka rk(B) pasti lebih kecil dari 3. Selanjutnya ditentukan matriks bagian berukuran 2´2 yang salah satunya yaitu

ú û ù ê ë é = 0 2 1 3 1 B dengan det(B1) ¹ 0. Karena itu rk(B) = 2.

Menggunakan Definisi 2.7.1 dan Akibat 2.6.4, maka dapat dituliskan kembali singularitas suatu matriks berdasarkan peringkat matriks.

AKIBAT 2.7.1 Suatu matriks A Î Mn(F) dikatakan tidak singular jika hanya

jika rk(A) = n. Matriks A dikatakan tidak singular jika hanya jika rk(A) < n.

CONTOH 2.7.3 Pelajari beberapa kemungkinan peringkat dari matriks

ú ú ú û ù ê ê ê ë é + + + = xy zx yz y x x z z y C 1 1 1 dengan x, y, z Î R.

Penyelesaian. Dibentuk b2 ® b2 – (y + z)b1 dan b3 ® b3 – (yz)b1, diperoleh

ú ú ú û ù ê ê ê ë é -) )( ( 0 0 0 1 1 1 z x z y z x y x .

(22)

Bab 2 Determinan

40

Dibentuk k2 ® k2 – k1 dan k3 ® k3 – k1, diperoleh

ú ú ú û ù ê ê ê ë é -) )( ( 0 0 0 0 0 1 z x z y z x y x .

Selanjutnya diperiksa beberapa cara untuk mendapatkan baris-baris yang hanya memuat 0. Jika x = y = z, maka dua baris terakhir adalah baris nol dan karena itu rk(C) = 1. Jika tepat dua dari x, y, z yang sama, maka salah satu baris dari dua baris terakhir adalah baris nol dan karena itu rk(C) = 2. Jika nilai-nilai x, y, z adalah berbeda, maka jelas bahwa rk(C) = 3.

Diberikan A, B Î Mn´k(F) dan C Î Mk´m(F). Peringkat matriks mempunyai

sifat-sifat sebagai berikut:

(1) rk(A) = rk(AT) = rk(AAT) = rk(ATA);

(2) rk(A + B) £ rk(A) + rk(B); (3) rk(A – B) ³ |rk(A) – rk(B)|; (4) rk(AC) £ min(rk(A), rk(C)); (5) rk(AC) ³ rk(A) + rk(C) – k.

Peringkat dari matriks A tidak berubah jika A dikalikan dengan sebarang matriks tak singular. Jadi, jika A adalah matriks berukuran m´n dan P adalah matriks tak singular berukuran n´n, maka rk(A) = rk(AP). Lebih lanjut, untuk suatu matriks A berukuran m´n, matriks tak singular B berukuran m´m, dan matriks C berukuran n´n, dipunyai rk(BAC) = rk(A). Pembahasan mengenai hal ini akan dijumpai di Bab IV.

2.8 Aplikasi Determinan

Diberikan segitiga dengan titik-titik (x1, y1), (x2, y2), (x3, y3) seperti pada Gambar

2.1.

Gambar 2.1: Bangun segitiga

Luas area datar antara sumbu x dan garis yang menghubungkan (x1, y1) dan (x3, y3) untuk

x1 ≤ x ≤ x3 yaitu

(

1 3

)(

3 1

)

2

1 y + y x -x .

Luas area datar antara sumbu x dan garis yang menghubungkan (x1, y1) dan (x2, y2) untuk

x1 ≤ x ≤ x2 yaitu

(

1 2

)(

2 1

)

2 1 y +y x -x .

(x1, 0)

(x2, 0) (x3, 0)

(x1, y1)

(x3, y3)

sb. x

(23)

© 2010 Didit B. Nugroho

Luas area datar antara sumbu x dan garis yang menghubungkan (x2, y2) dan (x3, y3) untuk

x2 ≤ x ≤ x3 yaitu

(

2 3

)(

3 2

)

2

1 y +y x -x .

Oleh karena itu, segitiga mempunyai luas yaitu

(

1 2

)(

2 1

)

2 1 y +y x -x +

(

)(

)

2 3 3 2 2 1 y + y x -x

(

)(

)

1 3 3 1 2 1 y + y x -x = 12

(

x2y1-x1y2 +x3y2 -x2y3-x3y1+x1y3

)

=

ú

ú

ú

û

ù

ê

ê

ê

ë

é

1

1

1

det

2

1

3 3 2 2 1 1

y

x

y

x

y

x

.

(24)

S

OAL

-

SOAL

U

NTUK

B

AB

2

1. Hitung determinan matriks-matriks berikut ini.

(a) ú û ù ê ë é -3 7 2 1 (b) ú û ù ê ë é -x x 7 3 2 1 (c) ú ú ú û ù ê ê ê ë é 2 3 1 0 3 2 3 1 4 (d) ú ú ú û ù ê ê ê ë é -1 3 1 2 2 1 3 2 3 (e) ú ú ú û ù ê ê ê ë é -1 3 1 2 2 1 3 2 3 (f) ú ú ú û ù ê ê ê ë é 2 2 2 1 1 1 c c b b a a (g) ú ú ú ú û ù ê ê ê ê ë é 0 1 0 0 1 0 0 3 0 0 0 2 0 2 2 4 (h) ú ú ú ú û ù ê ê ê ê ë é -2 4 1 1 3 2 2 0 4 3 1 2 2 1 0 1 (i) ú ú ú ú û ù ê ê ê ê ë é -1 2 3 4 2 1 4 3 3 4 1 2 4 3 2 1 (j) ú ú ú ú û ù ê ê ê ê ë é -3 1 4 1 2 1 1 2 2 0 3 1 4 1 2 1 (k) ú ú ú ú û ù ê ê ê ê ë é -1 3 0 2 0 1 0 4 2 1 0 5 1 3 2 1 (l) ú ú ú ú û ù ê ê ê ê ë é -1 0 0 1 10 1 3 666 1 0 0 2 1 1 0 1 6

2. Dengan memfaktorisasi penyelesaian untuk 1(f), perkirakan nilai dari

ú

ú

ú

ú

ú

û

ù

ê

ê

ê

ê

ê

ë

é

3 2 3 2 3 2 3 2

1

1

1

1

det

d

d

d

c

c

c

b

b

b

a

a

a

.

3. Tentukan semua minor dan kofaktor dari

ú ú ú û ù ê ê ê ë é -2 0 2 6 5 4 1 3 2 . 4. Jika 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 det = ú ú ú ú û ù ê ê ê ê ë é c x b x a x ,

dan xabc ¹ 0, buktikan bahwa

c b a x 1 1 1 1 = + + .

5. Diberikan matriks A Î Mn(R), A = [aij], dengan akk = k dan aij = n untuk i ¹ j.

Tentukan det(A).

(25)

© 2010 Didit B. Nugroho ú ú ú û ù ê ê ê ë é 2 2 2 b c a c b a ab ca bc = ú ú ú û ù ê ê ê ë é 3 3 3 2 2 2 1 1 1 c b a c b a .

7. Buktikan bahwa persamaan garis lurus yang melalui titik (x1, y1) dan (x2, y2) dapat

dituliskan sebagai 2 2 1 1 1 1 1 y x y x y x = 0.

8. Nyatakan determinan matriks di bawah ini sebagai jumlahan dari 8 determinan.

c w b v a u w z v y u x z c y b x a + + + + + + + + + . 9. Buktikan bahwa

(

) (

)

(

) (

) (

)

(

2

) (

3

) (

4

)

8 3 2 1 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 -= + + + + + + + + n n n n n n n n n .

10. Tentukan nilai k jika det(A) = 0 untuk

ú ú ú û ù ê ê ê ë é -= 3 1 3 2 1 1 1 k k A .

11. Jika A adalah matriks persegi sehingga satu kolomnya merupakan kombinasi linear dari kolom sisanya, buktikan bahwa det(A) = 0. Buktikan bahwa sebaliknya juga benar.

12. Buktikan bahwa identitas-identitas di bawah ini adalah benar :

(i)

(

1

)

3 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 a a a a a a a -= (ii) 2 ( ) 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 b a ab b a b a b a -= (iii) ( )2 0 0 0 0 0 0 0 0 bc ad d c d c b a b a -= (iv) 2a

(

b2 c2

)

b a a b a a c c c b c b + = + + +

(26)

(v)

(

a b

) (

a b

)

b b a b a c a a b c b b a + -= + + + -2 2 2 2 2 2 (vi)

(

)

3 2 2 2 2 2 2 c b a b a c c c b a c b b a a c b a + = = -(vii) a b c d d d d d c c c c b b b b a a a a + + + + = + + + + 1 1 1 1 1 (viii) c

(

b c

)(

a b c

)

c b a b a a a b a c b a a a a a c b a b a a a b a c b a + + + = + + + + + + + + + + + + 2 4 2 2

13. Nyatakan determinan berikut sebagai hasil kali satu faktor kuadratik dan empat faktor linear. 4 2 4 2 4 2 1 1 1 c ab c b ca b a bc a

-14. Gunakan induksi matematika untuk menunjukkan bahwa

( )

1 1 0 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 det + ´ -= ú ú ú ú ú ú ú ú û ù ê ê ê ê ê ê ê ê ë é n n n ! " " ! " " " ! ! ! ! .

15. Diandaikan bahwa A Î M3(R) sehingga ATA = I3.

(i) Buktikan bahwa AT(A – I3) = – (A – I3)T.

(ii) Buktikan bahwa det(A) = ± 1.

(iii) Buktikan bahwa jika det(A) = 1, maka det(A – I3) = 0.(Gunakan (i))

16. Tentukan invers dari matriks

ú ú ú û ù ê ê ê ë é -= 3 2 5 4 1 3 2 0 1 A

(27)

© 2010 Didit B. Nugroho

17. Nyatakan determinan dari matriks

ú ú ú ú û ù ê ê ê ê ë é -+ = t t t A 6 2 2 6 2 7 4 2 4 3 2 1 1 2 1 1

sebagai polinomial dalam t dan selanjutnya nyatakan nilai dari t agar A–1 ada.

18. Buktikan bahwa ú û ù ê ë é -= 4 2 2 1

A adalah singular dan tentukan suatu matriks tak

singular B sehingga BA mempunyai baris nol terakhir. 19. Jika A Î M3(F) dan det(A) ¹ 0, buktikan bahwa:

(i) det(adj(A)) = (det(A))2,

(ii)

(

)

1 . adj

( )

1 ) det( 1 ) ( adj - = A= A -A A .

20. Tentukan adjoin dan invers dari matriks-matriks berikut. (a) ú ú ú û ù ê ê ê ë é -1 4 4 3 3 2 2 1 1 (b) ú ú ú û ù ê ê ê ë é -+ i i i i i i i 2 1 2 1 1 1 (c) ú ú ú ú û ù ê ê ê ê ë é -2 1 1 1 8 5 3 7 1 1 7 3 1 1 1 4 . 21. Diberikan matriks ú ú ú û ù ê ê ê ë é = i h g f e d c b a A .

(a) Hitung det(A – tI3) dan nyatakan sebagai polinomial dalam t dengan bentuk

a + b t + g t2 + d t3.

(b) Bagaimanakah a dan g berhubungan dengan det(A) dan tr(A)?

22. Pada suatu matriks simetris A Î Mn(R) dengan n ³ 3, secara berurutan dibentuk b3

® b3 – 3b1, k3 ® k3 – 3k1. Apakah hasilnya tetap matriks simetris?

23. Tentukan bentuk eselon baris tereduksi yang ekuivalen baris terhadap matriks-matriks berikut : (a) ú û ù ê ë é 0 4 2 0 0 0 (b) ú û ù ê ë é 4 2 1 3 1 0 (c) ú ú ú û ù ê ê ê ë é 0 0 1 0 1 1 1 1 1 (d) ú ú ú û ù ê ê ê ë é -4 0 0 0 0 0 0 0 2

24. Buktikan bahwa perkalian dari depan suatu matriks A dengan matriks diagonal D, dalam hal ini hasilnya matriks DA, adalah matriks dengan baris-barisnya merupakan baris A dikalikan dengan elemen diagonal dari D secara berurutan. Nyatakan dan buktikan suatu hasil yang sejalan untuk AD.

(28)

Diketahui diag(a1, a2, … , an) menotasikan matriks diagonal dengan elemen-elemen

diagonalnya dii yaitu a1, a2, … , an secara berurutan. Tunjukkan bahwa

diag(a1, a2, … , an). diag(b1, b2, … , bn) = diag(a1b1, a2b2, … , anbn)

dan simpulkan bahwa jika a1a2…an ¹ 0 maka diag(a1, a2, … , an) adalah

nonsingular dan

(diag(a1, a2, … , an))– 1 = diag(a1– 1, a2– 1, … , an– 1).

Juga buktikan bahwa diag(a1, a2, … , an) adalah singular jika ai = 0 untuk suatu i.

25. Diberikan matriks A, B, C Î M3(R) dengan det(A) = 3, det(B) = –2, dan det(C) = 2.

Hitung (i) det(ABC), (ii) det(5AC), dan (iii) det(A3B–3C–1).

26. Setelah operasi kolom dinyatakan pada matriks A Î M3´3(R) dengan det(A) = –540,

secara berturut-turut diperoleh matriks A1, …, A5 sebagai berikut: 5 2 4 3 3 3 2 1 3 2 2 3 2 2 1 1 1 2 1 1 1 A A A A A A k k k k k k k k k k k k

®

®

®

®

®

+ « ® - ® -® .

Tentukan nilai-nilai numerik untuk det(A1), det(A2), det(A3), det(A4), dan det(A5).

27. Diberikan matriks ú û ù ê ë é -= 1 3 4 1 A dan ú ú ú û ù ê ê ê ë é = 9 7 3 6 2 1 2 0 0 B .

(a) Buktikan bahwa A dan B adalah tidak singular. (b) Tentukan secara eksplisit A– 1 dan B– 1.

(c) Nyatakan A dan B sebagai suatu hasil kali dari matriks baris elementer. 28. Tentukan suatu bilangan rasional k untuk matriks singular berikut ini.

ú ú ú û ù ê ê ê ë é -5 3 5 1 1 3 2 1 k . 29. Jika ú û ù ê ë é -= 1 3 4 1

A , tunjukkan bahwa A2 – 2A + 13I2 = 0 dan simpulkan bahwa

(

2

)

131 1 A 2I A- =- - . 30. Diberikan matriks ú ú ú û ù ê ê ê ë é -= 2 1 2 1 0 0 1 1 1 A .

(i) Tunjukkan bahwa A3 = 3A2 – 3A + I 3.

(ii) Nyatakan A4 dalam suku-suku A2, A, dan I3 yang selanjutnya hitung A4.

(iii) Gunakan (i) untuk membuktikan bahwa A adalah tidak singular dan tentukan A–1.

31. (i) Diberikan matriks B berukuran n´n dengan sifat B3 = 0.

(29)

© 2010 Didit B. Nugroho (ii) Jika ú ú ú û ù ê ê ê ë é = 0 0 0 0 0 0 t s r

B , tunjukkan bahwa B3 = 0 dan gunakan (i) untuk

menentukan (I3 – B) –1.

32. Diberikan matriks A berukuran n´n.

(i) Jika A2 = 0, buktikan bahwa A singular.

(ii) Jika A2 =A dan A ¹ I

n, buktikan bahwa A singular.

33. Secara umum, AB–1 ¹ B–1A. Sebagai contoh, untuk matriks berukuran sama, tentukan A dan B sehingga berlaku sifat tersebut.

34. Nyatakan hasil kali matriks baris elementer berukuran 3´3 berikut ini.

(i) E12E23 (ii) E1(5)E12 (iii) E12(3)E21(-3) (iv) (E1(100))-1

(v) E 12-1 (vi) (E12(7))-1 (vii) (E12(7)E31(1))-1

35. Tentukan A dan A–1,jika A adalah hasil kali matriks baris elementer 4´4:

A = E3(2)E14E42(3).

36. Nyatakan apakah matriks-matriks di bawah ini singular atau tidak singular dan tentukan invers untuk matriks tak singular.

(a) ú ú ú û ù ê ê ê ë é -0 0 2 0 1 1 1 1 1 (b) ú ú ú û ù ê ê ê ë é 0 1 0 1 0 1 4 2 2 (c) ú ú ú û ù ê ê ê ë é -5 0 0 7 0 0 3 6 4 (d) ú ú ú û ù ê ê ê ë é -7 0 0 0 5 0 0 0 2 (e) ú ú ú ú û ù ê ê ê ê ë é 2 0 0 0 2 1 0 0 0 2 1 0 6 4 2 1 (f) ú ú ú û ù ê ê ê ë é 9 7 5 6 5 4 3 2 1

37. Buktikan bahwa matriks

ú ú ú û ù ê ê ê ë é -= 1 1 1 c b c a b a A

adalah tak singular dengan membuktikan bahwa A ekuivalen baris dengan I3.

38. Diberikan matriks tak singular A berukuran n´n. Buktikan bahwa AT adalah tak

singular dan (AT)–1 = (A–1)T.

39. Tentukan semua nilai parameter a agar matriks di bawah ini tidak inversibel.

ú ú ú û ù ê ê ê ë é- + = a a a A 1 2 1 0 2 2 1 .

(30)

40. Apakah syaratnya agar matriks ú ú ú û ù ê ê ê ë é b c a c a b 0 0 0

inversibel? Tentukan invers untuk syarat tersebut.

41. Jika P–1AP = B, buktikan bahwa P–1AnP = Bn untuk n ³ 1.

42. Diberikan matriks ú ú û ù ê ê ë é = 4 3 3 1 4 1 3 2 A dan ú û ù ê ë é -= 4 1 3 1 B . Tunjukkan bahwa

ú

û

ù

ê

ë

é

=

-1

0

0

125 1

AB

B

dan simpulkan bahwa

ú

û

ù

ê

ë

é

ø

ö

ç

è

æ

+

ú

û

ù

ê

ë

é

=

3

4

3

4

12

5

7

1

4

4

3

3

7

1

n n

A

. 43. Diberikan ú û ù ê ë é = d c b a

A sebagai matriks Markov dengan elemen-elemennya tidak

negatif dan memenuhi sifat a + c = 1 = b + d. Diberikan juga matriks ú

û ù ê ë é -= 1 1 c b B .

Buktikan bahwa jika A ¹ I2, maka :

(i) B adalah tidak singular dan ú

û ù ê ë é -+ = -1 0 0 1 1 d a AB B , (ii) An ® ú û ù ê ë é + c c b b c b 1 untuk n ® ¥ jika ú û ù ê ë é ¹ 0 1 1 0 A .

44. Jika A berukuran m´n dan B berukuran n´m, buktikan AB singular jika m > n. 45. Diberikan matriks singular A dan B berukuran n´n. Buktikan bahwa AB singular.

46. Diberikan matriks ú ú ú û ù ê ê ê ë é = 3 2 1 2 1 1 1 1 1 A . Jika diketahui ú ú ú û ù ê ê ê ë é -= -0 1 1 1 1 1 1 1 b a A , tentukanlah nilai a dan b.

47. Hitung invers dari matriks berikut ini. (a) ú ú ú û ù ê ê ê ë é 2 1 4 1 4 2 4 2 1 (b) ú ú ú û ù ê ê ê ë é 5 6 2 9 5 1 4 1 3 (c) ú ú ú û ù ê ê ê ë é -0 2 1 2 1 1 1 1 1

Gambar

Gambar 2.1: Bangun segitiga

Referensi

Dokumen terkait

Untuk membentuk matriks segitiga atas maka operasi yang digunakan adalah operasi baris elementer yang terdiri dari operasi penjumlahan antar baris, pengurangan antar

Elemen atas aljabar maks-plus tersimetri mempunyai invers terhadap ⊕ dan operasi baris elementer juga berlaku pada matriks atas aljabar maks-plus tersimetri, oleh karena itu

Untuk menentukan invers matriks dengan operasi baris elementer adalah dengan membentuk matriks yang diperbesar dari matriks dengan matriks identitas kemudian melakukan

 Matriks Simetri adalah suatu matriks bujur sangkar yang unsur pada baris ke-i kolom ke-j sama dengan unsur pada baris ke-j kolom ke-i sehingga aij = aji...

Determinan matriks hanya didefinisikan pada matriks bujur sangkar (matriks kuadrat). Determinan matriks dengan metode minor-kofaktor berbasis baris dan kolom matriks.

Operasi baris elementer meliputi operasi aritmatika (pen- jumlahan dan perkalian) yang dikenakan pada setiap unsur dalam suatu matriks, pertukaran baris, perkalian suatu baris

Jika matriks A digandakan dari kiri dengan matriks elementer E, maka EA adalah suatu matriks baru yang diperoleh bila operasi baris elementer yang digunakan untuk memperoleh E

Pada bab ini akan dijelaskan tentang penentuan nilai determinan suatu matriks dengan menggunakan definisi (permutasi), operasi baris elementer dan ekspansi kofaktor... 14 Bab