• Tidak ada hasil yang ditemukan

TEKNIK INSERSI PERTAMA PADA TIRAM MUTIARA (Pinctada Maxima) DI PT. TIMOR OUTSUKI MUTIARA KABUPATEN BARRU, SULAWESI SELATAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TEKNIK INSERSI PERTAMA PADA TIRAM MUTIARA (Pinctada Maxima) DI PT. TIMOR OUTSUKI MUTIARA KABUPATEN BARRU, SULAWESI SELATAN"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

KABUPATEN BARRU, SULAWESI SELATAN

TUGAS AKHIR

Oleh: DINDA 1622010321

PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERIKANAN

JURUSAN BUDIDAYA PERIKANAN

POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI PANGKAJENE KEPULAUAN

2019

(2)
(3)
(4)

3

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tugas akhir ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacuh dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Pangkep, juni 2019 Yang menyatakan,

(5)

4

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT karena Rahmat dan Karunianya-lah penulis dapat menyelasaikan penulisan tugas akhir ini tepat pada waktunya dengan Teknik Insersi Pertama pada Tiram Mutiara (Pictada maxima),Tugas akhir ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi di Politeknik Pertanian Negeri Pangkajene Kepulauan.

Tugas akhir ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan untuk menyelesaikan Program Diploma III Jurusan Budidaya Perikanan Di Politeknik Pertanian Negeri Pangkajene Kepulauan.

Selama mengikuti pendidikan Budidaya Perikanan sampai dengan proses penyelasaian Tugas Akhir ,Berbagai pihak telah memberikan fasilitas, membantu, membina,dan membimbing penulis untuk itu khususnya kepada :

1. Kepada Bapak Ir. Andi Asdar Jaya, M.SI. Selaku pembimbing pertama dan Ibu Ir.Fauziah Nurdin, M.P selaku pembimbing kedua yang telah memberikan motivasi, arahan dan bimbingan yang sangat baik mulai dari penyusunan proposal tugas akhir hingga penyelesaian laporan tugas akhir ini.

2. Ucapan terima kasih kepada Ibu Fitriani Gani, S.PI selaku pembimbing lapangan di PT. Timur Outsuki Mutiara Barru

3. Ibu Dr. Andriani,S.Pi.,M.Si. Selaku Ketua Program Studi Budidaya Perikanan 4. Kepada Ketua Jurusan Budidaya perikanan Bapak Ardiansyah S.Pi.,M.

(6)

5

5. Kepada Bapak Dr. Ir. Dermawan, M.P. selaku Direktur Politeknik Pertanian Negeri Pangkep.

Penulis menyadari, Tugas Akhir ini masih banyak kelemahan dan kekurangan nya, kerena itu kritik dan saran yang membangun akan diterima dengan senan hati, mudah-mudahan keberadaan Tugas Akhir ini dapat bermanfaat dan membawah wawasan kita, khususnya tentang Teknik Insersi Pertama pada tiram Mutiara (Pictada Maxima).

Pangkep, Juni 2019

(7)

6

DAFTAR ISI

Hal

HALAMAN JUDUL ... ………. i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iii

PERNYATAAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

ABSTRAK ... xiv

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan ... 2

(8)

7

BAB II TINJUAN PUSTAKA

2.1. Klasifikasi Kerang Mutiara ... 3

2.2. Morfologi ... 4

2.3. Anatomi ... 6

2.4. Makanan dan Cara Makan ... 7

2.5. Pembentuk Mutiara ... 8

2.5.1. Secara Alami ... 9

2.5.2. Mutiara Hasil Budidaya ... 9

2.6. Lokasi Budidaya ... 10

2.6.1. Faktor Ekologi ... 10

2.6.2 Faktor Fisika dan Kimia... 11

2.6.3. Sarana dan Prasarana... 14

2.6.4. Sumber daya Manusia (SDM) ... 14

2.7. Hama dan Penyakit ... 15

2.8. Insersi ... 15

BAB III METODOLOGI KEGIATAN 3.1. Waktu dan Tempat ... 17

3.2. Alat dan Bahan ... 17

3.2.1. Alat ... 17

3.2.2. Bahan ... 18

(9)

8

3.3.1. Pengumpulan Data Primer ... 19

3.3.2. Pengumpulan Data Sekunder ... 19

3.4. Metode Pelaksanaan ... 19

3.4.1. Persiapan Tiram sebelum insersi ... 19

3.4.2. Pembuatan Mantel (Saibo) Tiram Mutiara ... 20

3.4.3. Penyisipan Inti Pada Tiram Mutiara ... 22

3.4.4. Pengecekan Inti Pada Tiram Mutiara dengan Proses Rongseng ... 23

3.5. Parameter yang diamati dan Analisis Data ... 25

3.5.1. Parameter yang Diamati ... 25

3.5.2. Analisis Data ... 25

BAB IV KEADAAN UMUM LOKASI 4.1. Sejarah Singkat Perusahaan ... 26

4.2. Lokasi Perusahaan ... 27

4.3. Fasilitas Perusahaan ... 27

4.4. Stuktur Organisasi ... 28

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil ... 32

5.2. Data Tingkat Kelangsungan Hidup Selam Pengintian Pertama ... 35

(10)

9

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan ... 39

6.2. Saran ... 39

DAFTAR PUSTAKA ... 40

LAMPIRAN ... 43

(11)

10

DAFTAR TABEL

Hal.

Tabel 3.1 Alat yang digunakan pada proses insersi pertama pada tiram mutiara………

17 Tabel 3.2 Bahan yang digunakan pada insersi pertama pada

tiram mutiara……… 18 Tabel 5.1 Data tingkat keberhasilan insersi pertama pada

tiram Mutiara………. 32 Tabel 5.2 Data tingkat kelangsungan hidup selama pengintian pertama sampai

panen………... 35 Tabel 5.3 Hasil pengukuran kualitas Air………... 37

(12)

11

DAFTAR GAMBAR

Hal.

Gambar 2.1. Morfologi tiram mutiara (Pinctada maxima) ... 5

Gambar 2.2. Anatomi tiram mutiara (Pinctada maxima) ... 6

Gambar 3.1. Persiapan tiram sebelum insersi ... 20

Gambar 4.1. Profil gambar perusahaan ... 26

(13)

12

DAFTAR LAMPIRAN

Hal.

Lampiran 1. Tata letak lokasi PT.Timur Otsuki Mutiara………... 44 Lampiran 2. Proses pembukaan mantel ( Saibo)……….. 45 Lampiran 3. Proses insersi pertama pada tiram mutiara ……….. 46 Lampiran 4. Gambar alat yang digunakan pada proses

insesri pertama………... 47 Lampiran 5. Gambar alat yang digunakan untuk pembuatan

mantel ( Saibo)………. 48 Lampiran 6. Gambar afkir………. 50

(14)

13

ABSTRAK

DINDA. 1622010321. Teknik Insersi Pertama pada Tiram Mutiara (P. maxima) di Kabupaten Barru. Dibimbing oleh Andi Asdar Jaya dan Fauziah Nurdin.

Tiram mutiara (P. maxima) merupakan salah satu sumber daya laut yang bernilai ekonomis baik dipasaran nasional maupun internasional karena organisme ini dapat menghasilkan butiran mutiara yang bernilai jual tinggi. Namun, masalah yang sering timbul dalam budidaya tiram mutiara adalah teknik penyisipan inti mutiara yang kurang baik dan pembuatan mantel (saibo) yang kurang tepat. Sehingga dapat menghasilkan mutiara yang kurang berkualitas dan warna yang tidak sempurna. Untuk menghasilkan mutira yang berkualitas maka diperlukan teknik operasi pengintian pertama.

Tugas Akhir ini bertujuan untuk memperkuat penguasaan teknik insersi pengintian pertama pada tiram mutiara (Pinctada maxima) di PT. Timor Outsuki Mutiara, Barru.

Metode pengumpulan data pada tugas akhir ini didasari oleh Pelaksanaan pengalaman Kerja Praktek Mahasiswa (PKPM) selama 3 bulan mulai dari 16 Januari-16 April 2019. Data selama kegiatan diperoleh melalui hasil wawancara dengan pembinbing lapangan,dosen pembimbing serta berbagai literatur pendukung yang berkaitan dengan tugas akhir ini melalui penelusuran pustaka.

Data tingkat keberhasilan operasi pengintian pertama menunjukkan bahwa rata pembentukan inti mutiara adalah 73,89%. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata tingkat pembentukan inti tiram mutiara relatif tinggi. Pembentukan inti mutiara menunjukkan bahwa proses penyisipan inti mutiara sangat baik. Keberhasilan dalam proses penyisipan inti mutiara ditentukan oleh faktor umur dan ukuran tiram mutiara.

(15)

14

BAB I PENDAHULUAN

1.1 . Latar Belakang

Tiram mutiara merupakan salah satu biota laut yang hampir semua bagian dari tubuhnya mempuyai nilai jual, baik mutiara, cangkang, daging dan organisme tiram itu sendiri (benih maupun induk). Jenis- jenis tiram mutiara yang ada di Indonesia adalah Pictada maxima, P. margaritifera, P. chimnitzii, P. fucata dan Pteria penguin. Dari kelima spesies tersebut yang dikenal sebagai penghasil mutiara terpenting yaitu P. maxima, P. margaritifera dan Pteria penguin.

Perairan Indonesia sendiri memiliki potensi tiram mutiara (P. maxima) yang begitu besar di wilayah Indonesia bagian timur seperti Irian jaya, Sulawesi dan gagasan laut Arafuru. Di beberapa daerah tersebut, usaha penyelaman tiram mutiara merupakan mata pencarian bagi penduduk setempat. Gairah para penyelam semakin kuat setelah berdirinya beberapa perusahaan mutiara, karena jalur pemasaran tiram mutiara hasil menyelam cukup baik mengigat perusahaan tersebut masih membeli tiram dari para penyelam (Tarwiyah, 2001).

Keelokan warna mutiara yang dihasilkan oleh tiram jenis ini menyebapkan permintaan pasar domestik maupun manca Negara, mutiara yang berasal dari P. Maxima terus mengalami peningkatan permintaan pasar yang mengakibatkan semakin banyak individu tiram P. maxima yang dibutuhkan untuk menghasilkan mutiara (Zulendra, 2012).

(16)

15

PT. Timur Otsuki Mutiara Barru merupakan salah satu perusahaan yang bergelut di bidang budidaya tiram mutiara yang terletak di Kecamatan Mallusettasi, Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan. Semakin meningkatnya permintaan mutiara baik dalam negeri maupun luar negeri. Namun masalah yang sering timbul dalam budidaya tiram mutiara yaitu teknik penyisipan inti mutiara kurang baik dan pembuatan mantel (saibo) yang kurang tepat, sehingga dapat menghasilkan mutiara yang kurang berkualitas dan warna yang tidak sempurna.

Untuk menghasilkan mutiara yang berkualitas maka dilakukan teknik insersi pertama. Oleh karena itu, penulis mengambil judul teknik insersi pertama pada tiram mutiara di PT. Timor Outsuki Mutiara, Kabupaten Barru.

1.2. Tujuan dan Manfaat

Tujuan dari penulisan tugas akhir ini adalah untuk memperkuat penguasaan teknik insersi pertama pada tiram mutiara (P. maxima) di PT. Timor Outsuki Mutiara, Barru.

Manfaat dari penulisan tugas akhir ini adalah untuk memperluas wawasan, kompetensi keahlian mahasiswa dalam berkarya di masyarakat kelak khususnya mengenai teknik insersi pertama pada tiram mutiara (Pinctada maxima).

(17)

16

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi tiram mutiara

Tiram mutiara termasuk dalam filum moluska atau biasa disebut dengan hewan yang bertubuh lunak dan tidak bertulang belakang. Filum ini terdiri atas enam klas yaitu : Monoplancohora, Amphineura, Gastropoda, Lamelli brachiata, atau Pellecypoda, dan Cephalopoda (Mulyanto, 1987). Tiram merupakan hewan yang mempunyai cangkang yang sangat keras dan tidak simetris.

Klasifikasi tiram mutiara menurut (Mulyanto, 1987) dan (Sutaman, 1993) adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Philum : Mollusca

Klas : Pellecypoda

Ordo : Anysom yaria

Famili : Pteridae

Genus : Pinctada

(18)

17

Jenis-jenis tiram mutiara yang ada di Indonesia adalah P. maxima, P. margaritifera, P. chimnitzii, P. fucata, dan Pteria penguin. Dari kelima spesie tersebut yang dikenal sebagai penghasil mutiara terpenting P. Maxima (Taufiq, 2007).

Selain Sub kelas Lamellibranchiata sebenarnya masih ada 5 kelas lagi, yaitu : Monoplacophora, Amphineura, Gastropoda, Scaphopoda, dan Cephlopoda. Sedangkan jenis-jenis tiram mutiara yang ada di Indonesia adalah : P. maxima, P. margaritifera, P. Fucata P. chemnitis, dan Pteria penguin. Tetapi sebagai penghasil mutiara yang terpenting ada tiga jenis, yaitu jenis P. maxima, P. margaritifera, dan Pteria penguin (Sutaman, 1993).

2.2 Morfologi

Secara morfologi tiram mutiara memiliki sepasang cangkang yang bentuknya tidak sama (inequivalve). Cangkang tersebut berfungsi melindungi mantel dan organ bagian dalam lainnya. Bagian cangkang sebelah kanan agak pipih dan cangkang sebelah kiri lebih cembung. Kedua cangkang tersebut di hubungkan oleh sepasang engsel (hinge), sehingga akan mempermudah tiram dalam membuka dan menutup cangkangnya (Tun dan Winanto, 1988).

Kelas Pelecypoda atau bivalve secara umum mempunyai cangkang dengan dua belahan dan engsel di dorsal yang menutup seluruh tubuh (Winanto, 2004). Cangkang (shell) tersebut tidak sama bentuknya, kulit sebelah kanan agak pipih, sedangkan sebelah kiri lebih cembung. Kedua cangkang tersebut bersatu pada bagian punggung (dorsal) dan dihubungkan oleh sepasang engsel (hinge line) yang berfungsi untuk membuka dan menutup cangkang (Winanto dkk, 1988).

(19)

18

Tiram muda atau spat mempunyai warna cangkang bervariasi dengan warna dasar kuning pucat, kuning tua atau kuning kecoklatan, coklat kemerahan, merah anggur dan kehijaun. Pada cangkang bagian luar terdapat garis-garis radier yang menonjol seperti sisik, berwarna lebih terang dari warna cangkang, berjumlah 10-12 buah dan ukurannya lebih besar dibandingkan pada spesies lain.

Umumnya setelah dewasa warna cangkang menjadi kuning tua sampai kuning kecoklatan, warna garis raider biasanya sudah memudar. Cangkang bagian dalam (Nacre) berwarna putih mutiara dan mempunyai struktur keping yang kecil-kecil terdiri dari kristal aragonite yang tersusun pada satu tiramka conchiolin. Conchiolin adalah lapisan yang terluar, tetapi biasanya telah terkikis oleh alam, kecuali pada tiram yang masih muda (Mulyanto, 1987). Morfologi tiram mutiara (P. maxima) dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Morfologi Tiram Mutiara (P.maxima) (Sumber : PT. TOM Barru, 2019)

Keterangan : 1. Hasyaki Pertumbuhan 2. Hasyaki Lama 3. Umbo 4. Dorsal 5. Anterior 6. Ventral 7. Posterior

(20)

19

Spesies ini mempunyai diameter dorsal ventral dan anterior-posterior hampir sama sehingga bentuknya agak bundar. Bagian dorsal bentuk datar dan panjang semacam engsel berwarna hitam yang berfungsi untuk membuka dan menutup cangkang (Winarto, 2004).

Cangkang tersusun dari zat kapur yang dikeluarkan oleh epithel luar. Sel epitel luar ini juga menghasilkan kristal kalsium karbonat (CaCO3) dalam bentuk

kristal argonit yang lebih dikenal sebagai nakre (Sutaman, 1993) dan kristal heksagonal kalsit yang merupakan pembentuk lapisan seperti prisma pada cangkang.

2.3 Anatomi

Tubuh berfungsi sebagai pengatur segala aktivitas kehidupan tiram mutiara itu sendiri. Namun secara umum, menurut Sutaman, 1993. Tiram mutiara terdiri dari tiga bagian yaitu kaki/bysus, mantel dan organ dalam (visceral mass). Anatomi tiram mutiara (Pinctada maxima) dapat dilihat pada Gambar 2.2.

(21)

20

1. Kaki

Merupakan salah satu organ tubuh yang mudah bergerak dan berbentuk seperti lidah yang dapat memanjang dan memendek. Kaki ini tersususn oleh jaringan otot yang menuju ke berbagai jurusan, sehingga dapat digunakan untuk bergerak terutama waktu masih muda. Sedangkan waktu agak dewasa dan menempel pada suatu substrat, kaki tidak lagi diguanakan untuk bergerak, tetapi menggunakan bysusnya untuk menempel. Selain untuk kaki tiram juga digunakan untuk membersihkan kotoran yang mungkin menempel pada insang maupun mantel.

2. Mantel

Kalsium karbonat (CaCO3) dalam bentuk kristal aroganit yang lebih dikenal dengan lapisan mutiara. Sel ini juga berbentuk bahan organik protein yang disebut kokhialin sebagai bahan perekat Kristal kapur. Apabila potongan mantel ditransplantasikan ke dalam tubuh tiram maka akan menghasilkan zat kapur. 3. Organ dalam

Bagian ini letaknya agak tersembuyi setelah mantel dan merupakan pusat aktifitas segalah kehidupannya yang terdiri dari, insang, mulut, jantung, susunan syaraf, alat perkembangbiakan, otot, lambung, usus, dan anus (Sutama, 1993).

2.4. Makanan dan Cara Makan

Seperti halnya dengan jenis tiram yang lain tiram mutiara mampu memanfaatkan phytoplankton yang terdapat secara alamiah di sekitarnya (Gosling, 2004). Tiram mutiara bersifat filter feeder atau mengambil makanan dengan cara

(22)

21

menyaring makanan yang ada di dalam air laut. Gerakan silia pada insang menimbulkan arus air yang masuk ke dalam rongga mantel. Gerakan silia akan memindahkan phytoplankton yang ada di sekitar insang dan dengan bantuan labial palp atau melalui simpul bibir yang bergerak-gerak akan membawa masuk makanan ke dalam mulut. Mulut terletak pada bagian ujung depan saluran pencernaan atau pada bagian atas kaki. Makanan yang ditelan masuk ke mulut kemudian melalui kerongkongan yang pendek langsung masuk perut, atau saluran kantong tipis perut dengan kulit luar (cuticle) kasar yang berfungsi untuk memisah misahkan makanan. Dari perut sisa makanan (kotoran) akan dibuang melalui saluran usus yang relatif pendek dan bentuknya seperti huruf S kemudian keluar lewat anus (Velayudhan and Gandhi 1987 dalam Winato, 2009). Makanan tiram mutiara dapat berupa detritus (sisia bahan organik), flagellata, larva invertebrata, infusoria (organisme bersel satu) dan beberapa organisme seperti Gastropoda, Heteropoda dan Crustacea, partikel-partikel dari jamur, pasir dan lumpur. Jenis plankton antara lain adalah Chlorella, Skeletonema costatum, Euglena, Coscinodiscus exenbricus, Nitzschia longissimi, Nitzschia sp, Thalassionema nitzschioides (Tun dan Winanto, 1998; Winanto, 1992 dalam Usfar, 1996).

2.5. Pembentukan Mutiara

melalui saluran usus yang relatif pendek dan bentuknya seperti huruf S kemudian keluar lewat anus (Velayudhan and Gandhi 1987 dalam Winanto, 2009). Makanan tiram

(23)

22 2.5.1 Secara Alami

Di alam mutiara terbentuk akibat adanya irritant yang masuk ke dalam mantel tiram mutiara. Fenomena adanya irritant ini sering juga ditafsirkan dengan masuknya pasir atau benda padat ke dalam mantel kemudian benda ini akan terbungkus cairan nacre sehingga jadilah mutiara. Pada prinsipnya, mutiara terbentuk karena adanya bagian epithelium mantel yang masuk ke dalam rongga mantel tersebut. Bagian epithelium mantel ini bertugas mengeluarkan atau mendeposisikan nacre pada bagian dalam cangkang tiram disamping membentuk keseluruhan cangkang. (Elizabeth Strack, 2006).

2.5.2 Hasil Budidaya

Sebelum kegiatan insersi, tiram mutiara jauh hari sebelumnya sudah mengalami proses yang disebut weakening (membuat tiram mutiara menjadi lemah). Proses ini dimaksudkan supaya tiram mutiara akan mengalami stress dan memasuki fase reproduksi dengan cepat sehingga apabila insersi dilaksanakan gonadnya sudah kosong. Bila gonad dalam keadaan penuh maka akan menyulitkan kegiatan insersi bahkan banyak mengalami kegagalan. Bahkan untuk jenis tiram terbesar P. maxima, otot mereka sangat kuat bila tak melewati proses weakening sehingga cangkangnya sangat susah dibuka. Pada saat-saat tertentu air dikeluarkan dari tangki sehingga memaksa tiram untuk membuka cangkangnya. Saat tiram membuka cangkangnya maka pengganjal disisipkan di antara kedua cangkang kemudian tiram siap di insersi, hal ini memudahkan kegiatan insersi tiram karena

(24)

23

tiram akan membuka cangkang namun bagian tepinya akan tertutup mantel. Mutiara hasil budidaya menggunakan prinsip terbentuknya mutiara alami dengan sebuah nukleus sebagai dasar terbentuknya mutiara. Seorang teknisi terlatih akan menyiapkan inti mutiara yang bulat dan berasal dari cangkang tiram lain dan potongan mantel atau disebut juga saibo yang diambil dari tiram mutiara lain (tiram donor). Pemilihan tiram donor ini mempertimbangkan warna dan kualitas nacre Mother of Pearl-nya yang terdapat pada bagian sisi dalam cangkang tiram.

2.6. Lokasi Budidaya

Menurut (Sutaman, 1993) bagian penting yang harus diketahui sebelum memulai suatu usaha budidaya adalah mencari dan menilai lokasi yang akan dijadikan sebagai tempat pemeliharaan. Salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan suatu usaha budidaya lebih banyak ditentukan oleh lokasi yang memenuhi syarat teknis sebagai berikut.

2.6.1. Faktor Ekologi

Beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan kelangsungan hidup tiram diantaranya kualitas air, pakan, dan kondisi fiologis organisme. Batasan faktor ekologi yang dapat di gunakan untuk mengevaluasi lokasi budidaya adalah :

Lokasi Terlindung

Lokasi usaha untuk budidaya tiram mutiara ini berada di perairan laut yang tenang. Pemilihan lokasi pembenihan maupun budidaya berada dekat pantai dan terlindung dari pengaruh angin musim dan tidak terdapat gelombang besar. Lokasi

(25)

24

dengan arus tenang dan gelombang kecil dibutuhkan untuk menghindari kekeruhan air dan stress fisiologis yang akan mengganggu tiram mutiara, terutama induk (Birowo, 1982).

Dasar Perairan

Dasar perairan sebaiknya dipilih yang berkarang dan berpasir. Lokasi yang terdapat pecahan-pecahan karang juga merupakan alternatif tempat yang sesuai untuk melakukan budidaya tiram mutiara (Sutaman, 1993).

Pencemaran

Lokasi budidaya tiram mutiara harus berada di lokasi yang bebas dari pencemaran, miasalnya limbah rumah tangga dapat berupa deterjen, zat padat, berbagai zat beracun dan patogen yang menghasilkan berbagai zat beracun. Pencemaran yang berasal dari kegiatan pertanian berupa kotoran hewan, insektisida akan membahayakan kelangsungan hidup tiram mutiara.

2.6.2 Faktor Fisika, dan Kimia Arus

Arus tenang merupakan tempat yang paling baik, hal ini bertujuan untuk menghindari teraduknya pasir perairan yang masuk ke dalam tiram dan mengganggu kualitas mutiara yang dihasilkan. Pasang surut air juga perlu diperhatikan karena pasang surut air laut dapat menggantikan air secara total dan terus-menerus sehingga perairan terhindar dari kemungkinan adanya limbah dan pencemaran lain (Sutaman, 1993).

(26)

25 Salinitas

Dilihat dari habitatnya, tiram mutiara lebih menyukai hidup pada salinitas yang tinggi. Tiram mutiara dapat hidup pada salinitas 24 ppt dan 50 ppt. Tetapi salinitas yang baik untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup tiram mutiara antara 32 sampai 35 ppt (Sutaman, 1993).

Suhu

Perubahan suhu memegang peranan penting dalam aktivitas biofisiologi tiram di dalam air. Suhu yang baik untuk kelangsungan hidup tiram mutiara adalah berkisar 25 sampai 30 oC. Suhu air dengan kisaran 27 sampai 31 oC juga dianggap layak untuk tiram mutiara (Sutaman, 1993).

Kecerahan

Kecerahan air akan berpengaruh pada fungsi dan struktur invertebrata dalam air. Lama penyinaran akan berpengaruh pada proses pembukaan dan penutupan cangkang (Winanto, 1988). Cangkang tiram akan terbuka sedikit apabila ada cahaya dan terbuka lebar apabila keadaan gelap. Menurut (Sutaman, 1993), untuk pemeliharaan tiram mutiara sebaiknya kecerahan air antara 4,6 sampai 6,5 meter. Jika kisaran melebihi batas tersebut, maka proses pemeliharaan akan sulit dilakukan. Untuk kenyamanan, induk tiram harus dipelihara di kedalaman melebihi tingkat kecerahan yang ada.

(27)

26 Oksigen Terlarut (DO)

Oksigen Terlarut atau Dissolved Oxygen (DO) sebagai parameter hidrobiologis, dianggap sangat penting karena keberadaannya menentukan hidup matinya organisme. Ketersediaan oksigen dalam air sangat menentukan kehidupan tiram mutiara sangat menentukan kehidupan tiram mutiara baik kelangsungan hidup maupun untuk pertumbuhannya. Kisaran optimal untuk oksigen terlarut adalah 5,2 sampai 6,6 ppm (Sutaman, 1993).

Kesuburan perairan

Tiram sebagai binatang yang tergolong filter feeder hanya mengandalkan makanan dengan cara menyaring plankton dari perairan sekitar. Karena itu keberadaan pakan alami memegang peranan yang sangat penting bagi pertumbuhan tiram mutiara. Keberadaan pakan alami itu sendiri sangat berkaitan erat dengan kesuburan suatu perairan (Sutaman, 1993).

Derajat Keasaman (pH)

Derajat keasaman air yang layak untuk kehidupan tiram P. maxima berkisar antara 7,8 sampai 8,6 pH agar tiram mutiara dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Pada prinsipnya, habitat tiram mutiara di perairan adalah dengan pH lebih tinggi dari 6,75. Tiram tidak akan dapat berproduksi lagi apabila pH melebihi 9,00. Aktivitas tiram akan meningkat pada pH 6,75 sampai pH 7,00 dan menurun pada pH 4,0 sampai 6,5.

(28)

27 2.6.3 Sarana dan Prasarana

Keberhasilan pemeliharaan tiram untuk menghasilkan mutiara bulat yang berkesenambungan sangat dudukung oleh sarana dan prasarana budidaya yang memadai serta keamanan lokasi dari pencuri mutiara. Bahan-bahan pembuatan sarana pembesaran sangat penting dalam pemeliharaan tiram dari ukuran spat sampai ukuran siap insersi dan pemanenan. Bahan-bahan ini digunakan untuk sarana rakit apung, bahan sarana pembuatan tali rentang (long line) dan pembuatan keranjang pemeliharaan. Sedangkan prasarana adalah segala sesuatu yang merupakan penunjang utama terselenggaranya suatu proses pemeliharaan tiram mutiara (Saleh, 2011).

2.6.4. Sumber daya Manusia (SDM)

Pemahaman pengetahuan, dan pengalaman seseorang pelaku budidaya dalam pelaksanaan budidaya tiram mutiara sangat diperlukan serta sebagai salah satu faktor penentu keberhasilan dalam menghasilkan mutira yang berkualitas. Dalam perekrutan tenaga kerja, agar diseleksi dengan baik, berdasarkan kemampuan yang dimiliki. Perekrutan tenaga kerja menentukan baik buruknya kualitas biji mutiara yang dihasilkan. Adalah penggunaan teknik dan cara penyuntikan nukleus (inti) dari mutiara itu sendiri. Untuk itu biasanya dalam proses penyuntikan ini dilakukan oleh tenaga profesional yang memiliki keahlian dan keterampilan khusus di bidang tersebut. Sampai saat ini sebagian besar tenaga penyuntikan ada yang berasal dari luar negeri biasanya Jepang dan Australia. Sedangkan untuk tenaga insersional

(29)

28

lapangan dan keamanan biasanya dilakukan oleh tenaga kerja lokal (Ahmad, 2015).

2.7. Hama dan Penyakit

Beberapa macam penyakit yang dapat menyerang tiram mutiara biasanya adalah organisme penempel (biofouling) organisme penempel ini biasanya menempel secara sederhana pada permukaan benda yang tenggelam di dalam air selama satu periode waktu (Stanczak, 2004). Keberadaan organisme penempel mempengaruhi pertumbuhan dan pertahanan hidup tiram mutiara (HAWS, 2002).

Hal ini terjadi karena organisme yang menempel tersebut mempengaruhi jumlah dan komposisi mikroalga serta aliran arus yang melewati tiram mutiara sehingga kompetensi ruang dan makanan (Gervis & Sims, 1992). Jika kondisi ini berlangsung lama maka akan menyebabkan kematian, Penelitian parasit dan patogen tiram mutiara terfokus pada keberadaan parasit cestoda (cacing pita), nematoda (cacing gilig) dan trematoda (cacing isap) (Shipley & Hornell; Mizumoto; Berry & Cannon dalam Gervis & Sims, 1992). (Lester, 1989) juga melaporkan bahwa beberapa cacing (polichaeta) mengebor ke dalam cangkang tiram mutiara. Hal ini dapat mempengaruhi kondisi dan ketahanan hidup tiram mutiara.

2.8 Insersi

Insersi adalah proses penyisipan inti ke dalam tubuh tiram yang merupakan proses fundmental dari serangkaian kegiatan budidaya tiram mutiara. Dalam proses ini diperlukan keterampilan, keahlian dan pengalaman khusus dari teknisi. Faktor

(30)

29

yang mempengaruhi keberhasilan insersi pertama tergantung pada ukuran kerang, umur, pelemasan, dan tingkat stres kerang ketika diinsersi nucleus.

(31)

30

BAB III METODOLOGI

3.1 .Waktu dan Tempat

Tugas akhir ini disusun berdasarkan salah satu kegiatan Pengalaman Kerja Praktik Mahasiswa (PKPM) yang dilaksanakan selama 3 bulan, mulai pada tanggal 16 Januari 2019 – 16 April 2019 di PT. Timor Outsuki Mutiara Desa Kupa, Kecamatan Mallusetasi, Kabupaten Barru.

3.2. Alat dan Bahan 3.2.1. Alat

Adapun alat yang digunakan pada proses insersi pengintian pertama tiram mutiara (Pinctada maxima)

Tabel 3.1. Alat yang digunakan pada proses insersi pertama pada tiram mutiara.

No Nama Alat Spesifikasi Fungsi

1 Meja Insersi 10x81 cm Tempat Insersi

2 Keranjang Yokusei UK =50x40 cm WadahTiram yang telah dibersikan

3 Keranjang Plastik UK =53X30 cm Wadah Tiram yang telah di baji

4 Standar Insersi (kaidae) UK =29X11 cm Penjepit Tiram yang akan di insersi 5 Bak Fiber UK = 2X2X3 m Wadah Penampungan Tiram

yang siap insersi 6

Spatula (Hera) P =25 m Untuk Mengibas insang dan mantel tiram 7 Pinset P =15 cm Untuk Mengangkat saibo

dan menipis insang tiram 8 Tang Pembuku ( Kai Koki) P =22 cm

Untuk Menahan bukaan Cangkang sebelum pemasangan baji 9

(32)

31

No Nama Alat Spesifikasi Fungsi

10 Pemasuk inti (Sonyuki) P = 18 cm Untuk Meletakkan inti pada torehan 11 Pisau Insersi (Mesu) P =25 cm Untuk Membuat torehan 12 Pengantar Inti P = 18 cm Untuk mengantar inti ke dalam gonad 13 Pemasuk Saibo (Shaibokuri) P = 25 cm Untuk memasukan saibo

14 Net UK =50X80

Tempat Penyimpanan tiram mutiara pada saat

pemeliharaan

15 Tali UK =2m Untuk Mengikat tiram setelah insersi 16 Baji UK =16xcm Untuk Menahang bukaan cangkang 17 Pengait (Donyuki) P =22cm Untuk Menahang bukaan

torehang

18 Pisau Dapur & Saibo P =25cm Membersikan bukaan torehang membersikan dan memotong saibo

3.2.2. Bahan

Adapun bahan yang digunakan pada proses insersi pertama pada tiram Smutiaradapat dilihat pada tabel 3.2.

Tabel 3.2. Bahan yang digunakan pada insersi pertama pada tiram mutiara No Nama Bahan Spesifikasi Kegunaan

1 Tiram Mutiara 8-9 cm Spesies Budidaya 2 Nukleus (Inti) 4 mm Sebagai Inti Mutiara 3 Mantel (Saibo) 4x4 mm Pembungkus Inti PadaAwal

(33)

32 3.3. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode obserfasi dan partisifasiaktif dengan data yang yang dikumpulkan sebagai berikut.

3.3.1. Pengumpulan Data Primer

Data primer yaitu data yang diperoleh dengan cara melaksanakan atau mengikuti, mengamati, menghitung, atau mengukur secara langsung pada kegiatan insersi pertama tiram mutiara.

3.3.2. pengumpulan Data Sekunder

Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari berbagai literatur pendukung yang relavan mengenai teknik insersi pertama tiram mutiara dan hasil wawancara dengan pembimbing lapangan ( teknisi).

3.4 Metode Pelaksanaan

3.4.1 Persiapan Tiram Sebelum Insersi

Sebelum tiram dioperasi, terlebih dahulu dilakukan pelemasan (Weakening). Tiram yang telah diangkat dari rakit budidaya kemudian dibersihkan menggunakan pisau dengan cara mengikis organisme yang menempel pada cangkang tiram mutiara agar terhindar dari kontaminasi pada saat insersi penyisipan inti tiram mutiara berlangsung. Menurut (Sutaman, 1993), bahwa tiram siap insersi adalah tiram yang kondisinya sehat tidak cacat, dan telah berumur 2-3 tahun.

(34)

33

Langkah-langkah dalam melakukan kegiatan insersi pertama tiram mutiara adalah sebagai berikut :

1. Menyiapkan alat dan bahan

2. Tiram mutiara diangkat dari rakit pemeliharaan

3. Tiram dikeluarkan dari dalam net, dan dimasukkan ke dalam keranjang yoksei ‘selanjutnya direndam dalam bak fiber dengan sistem air terserkulasi sampai cangkang tiram mutiara terbuka

4. Jika cangkang tiram telah terbuka maka ditahan dengan menggunakan forsep lalu diganjal dengan menggunakan baji,kemudian disusun ke dalam keranjang plastik. Proses pelemasan dapat dilihat pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1. Persiapan Tiram Sebelum Insersi

3.4.2. Pembuatan Mantel (Saibo) Tiram Mutiara

Pada insersi pengintian mutiara maka pemotongan mantel sudah menjadi satu kesatuan dengan proses insersi mutiara. Potongan mantel disebut juga saibo yang diambil dari tiram mutiara lain atau tiram donor. Pemilihan mutiara

(35)

34

ini harus mempertimbangkan warna dan kualitas nacre Mother of Pearls-nya yang terdapat pada bagian sisi dalam cangkang tiram. Tiram yang telah disanggah tang pembuka diperiksa untuk memastikan nacre dan kesehatan tiram itu sendiri.

Langkah-langkah dalam pembuatan mantel (Saibo) adalah sebagai berikut

1. Menyiapkan alat dan bahan yang sudah di sterilkan

2. Jika cangkang tiram telah terbuka maka ditahan dengan menggunakan forsep lalu diganjal dengan menggunakan baji.

3. Proses mematikan tiram dengan cara memotong otot aduktor bagian tengah secara vertikal dan didiamkan sampai benar-benar mati agar mantel tidak tersentuh yang akan menembulkan reaksi pada otot-otot tiram sehingga mantel akan mengkerut.

4. Cangkang dibuka dan insang dibuka dengan menggunakan pinset. 5. Bagian mantel yang menempel pada kedua cangkang tiram mutiara

dipotong dengan menggunakan gunting. Pengguntingan pertama untuk menghilangkan jaringan otot tipis bagian luar dan pengguntingan kedua untuk jaringan tipis bagian dalam (saibo)

6. Mantel yang telah terpisah dari otot, kemudian diangkat menggunakan pinset dan diletakkan pada spon yang telah dibasahi dan ditekan perlahan-lahan untuk menghilankan warna hitam yang masih menempel pada mantel tersebut.

(36)

35

7. Mantel dipotong dengan ukuran 4mm. Satu tiram dapat mendonorkan mantel (saibo) sebanyak 10-20 buah saibo. proses pembuatan mantel (saibo) dilihat pada lampiran 1.

3.4.3. Penyisipan Inti Tiram Mutiara

Langkah-langkah insersi pertama pada tiram mutiara sebagai berikut : 1. Menyiapkan alat dan bahan yang sudah disterilkan

2. Tiram diambil menggunakan tang atau forsep dengan cara forsep dimasukkan kedalam mulut tiram lalu baji dilepas dan tiram diletakkan pada sheel holder.

3. Mantel tiram dibuka menggunakan spatula. Sebelumnya bysus terlebih digunting agar memudahkan gonad garis di iris.

4. Pisau dibersikan menggunakan air laut lalu gonad tiram diiris. Pengirisan dilakukan pada otot samping sekitar 7-11 mm dengan mendorong pisau operasi secara hati-hati ke arah bahu dan membuat kantong nukleus pada pertengahan gonad dengan cara memutar sampai membuat kantong nukleus dengan ukuran 0,2 mm lalu pisau insersi dikeluarkan sesuai dengan jalur masuk ke kantong nukleus tersebut. Nukleus yang berukuran 2,2 mm atau 2,3 mm dengan berat 3 gram disesuaikan dengan ukuran kantong gonad tiram lalu diangkat dan dimasukkan menggunakan sonyuki kedalam bekas pengirisan kemudian nucleus atau inti dimasukkan ke dalam kantong gonad.

(37)

36

5. Saibo diambil menggunakan saibo okuri, saibo selanjutya dimasukkan secara hati-hati dengan mengikuti jalur, kemudian saibo diletakkan disisi kiri nukleus.

6. Tiram yang telah di insersi kemudian dilepas sheel holder dan forsep dilepas setelah itu tiram disimpang ke dalam keranjang plastik lalu tiram dimasukkan kedalam net timbangan mata 8 dengan posisi baagian dorsal menghadap keatas dengan kemiringan 45o proses insersi pertama pada tiram mutiara dapat dilihat pada lampiran 3.

3.4.4. Pengecekan Inti Pada Tiram Mutiara dengan X-ray

Rongsen (X-ray), pada saat yang bersamaan kondisi tiram mutiara akan terlihat pada layar monitor sehingga isi organ dalam pada tiram mutiara dapat terlihat. Selanjutnya tiram mutiara diperiksa secara teliti oleh karyawan yang bertugas melaksanakan rongsen. Disini dapat dilihat apabila tiram yang masih terdapat inti mutiara selanjutnya dimasukkan kedalam net dan digantung kembali pada rakit pemeliharaan. Sedangkan tiram mutiara yang memuntahkan inti mutiara. Pemeriksaan inti tiram mutiara yang diakukan pada perusahaan-perusahaan terutama pada perusahaan tiram mutiara di PT. Timor Outsuki Mutiara menggunakan mesin (X-ray). Kegiatan tersebut dilakukan dengan cara tiram mutiara yang akan di cek dibersihkan terlebih dahulu dari organisme-organisme yang menempel pada cangkang tiram mutiara dengan menggunakan pisau sambil menghitung jumlah tiram yang mati pada saat proses pembersihan berlangsung. Tiram yang telah dibersihkan kemudian diletakkan ke dalam keranjang plastik

(38)

37

dan dimasukkan ke dalam mesin rongsen (X-ray), pada saat yang bersamaan kondisi tiram mutiara dapat terlihat. Selanjutnya tiram mutiara diperiksa secara teliti oleh karyawan yang bertugas melaksanakan rongsen. Disini dapat dilihat apabila tiram yang masih terdapat inti mutiara selanjutnya dimasukkan ke dalam net dan digantung kembali pada rakit pemeliharaan. Sedangkan tiram mutiara yang memuntahkan inti mutiara di pindahkan untuk operasi kembali atau dibunuh, tergantung pada kondisi tiram tersebut.

Langkah-langkah dalam proses rongsen adalah sebagai berikut :

1. Menyiapkan alat dan bahan

2. Tiram mutiara yang akan di cek dibersikan terlebih daulu dari organisme-organisme yang menempel pada cangkang tiram mutiara dengan menggunakan pisau sambil menghitung jumlah tiram yang mati pada saat proses pembersihan berlangsung.

3. Tiram yang telah dibersikan kemudian diletakkan ke dalam keranjang plastik dan dimasukkan ke dalam mesin (x-ray), pada saat yang bersamaan kondisi tiram mutiara akan terlihat pada layar monitor sehingga isi organ dalam pada tiram mutira dapat dilihat.

4. Tiram mutiara diperiksa secara teliti oleh karyawan yang bertuugas melaksanakan rongsen,disini dapat dilihat apabila tiram masi terdapat inti mutiara.

5. Tiram mutiara yang telah melalui proses rongsen kemudian dimasukkan kedalam net mata 8 dan digantung kembali ke rakit

(39)

38

pemeliharaan, sedangkan tiram mutiara yang memuntahkan inti mutiara dipindahkan untuk insersi kembali atau di bunuh,tergantung pada kondisi tiram tersebut.

3.5 Parameter yang Diamati dan Analisis Data 3.5.1 Parameter yang Diamati

Adapun parameter yang diamati yaitu: 1. Insersi pertama

2. Tiram akhir insersi

3. Tiram isi (+) /terdapat nukleus dalam tiram

4. Tiram kosong (-) / nukleus (inti mutiara) dikeluarkan atau (dimuntahkan) 5. Parameter Kualitas Air

3.5.2 Analisis Data

Data terdapat dibawah ini :

Survival Rate (SR) dapat diper oleh dengan cara menghitung jumlah tiram pada awal dan akhir pemeliharaan dengan menggunakan rumus Effendi (1979) :

SR= 𝑁𝑜𝑁𝑡 x 100 %

Keterangan :

SR : Survival Rate (%)

Nt : Jumlah tiram yang hidup (ekor) No: Jumlah tiram yang ditebar (ekor).

Referensi

Dokumen terkait

Rumusan dalam penelitian ini adalah Bagaimanakah hasil pembelajaran menulis cerpen kelas kontrol dengan penggunaan metode ceramah pada mata pelajaran bahasa Indonesia kelas X di SMA

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan tulis guru bahasa Prancis SMA di DKI Jakarta. Data kemampuan tulis dikumpulkan melalui tes kemampuan membaca teks

Pengaruh Organizational Culture Terhadap Firm Performance Melalui Learning Organization pada Sektor Non Manufaktur di Surabaya.. Jurnal

Justru manusia disini akan terhubung dengan Ilmu Ilahi bukan dalam level individualnya tetapi dalam esensinya yang tidak berbeda dari Ilahi, karena manusia disitu adalah imej

&.1* Merawat se cara berkala sistem peng aman &.11 Melakukan hasil pera watan ber kala kelis trikan kenda raan ringan  erawatan sistem pe

Dalam  konteks  kebebasan  informasi,  Community  Center  merupakan  pendamping 

Sayangnya, penilaian-penilaian nasional tersebut tidak dapat dibandingkan dengan satu sama lain dan tidak diterapkan untuk orang dewasa, sehingga meskipun memberikan indikasi

Berdasarkan tabel 7 di atas dapat diketahui bahwa frekuensi dan presentase nilai kemampuan membaca peserta didik dengan menggunakan media bagan pohon peserta didik kelas