• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA. Sistematika kumbang tanduk menurut Kalshoven (1981) adalah sebagai

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA. Sistematika kumbang tanduk menurut Kalshoven (1981) adalah sebagai"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Biologi Kumbang Tanduk (Oryctes rhinoceros L.)

Sistematika kumbang tanduk menurut Kalshoven (1981) adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia Filum : Arthropoda Kelas : Insekta Ordo : Coleoptera Famili : scarabaeidae Genus : Oryctes

Spesies : Oryctes rhinoceros L.

Siklus hidup kumbang tanduk bervariasi tergantung pada habitat dan kondisi lingkungannya. Musim kemarau yang panjang dengan jumlah makanan yang sedikit akan memperlambat perkembangan larva serta ukuran dewasa yang

lebih kecil dari ukuran normal. Suhu perkembangan larva yang sesuai adalah 27°C-29°C dengan kelembaban relatif 85-95%. Satu siklus hidup hama ini dari

telur sampai dewasa sekitar 6-9 bulan (Riostone, 2010). Telur

Kumbang badak betina bertelur di tempat sampah, daun-daunan yang telah membusuk, pupuk kandang serta batang kelapa yang telah membusuk. Jumlah telurnya 30-70 butir atau lebih. Setelah sekitar 12 hari telur akan menetas (Pracaya, 2009).

(2)

Telur berbentuk bulat-lonjong, berwarna putih, berukuran paanjang 3 mm dan lebar 3 mm. Seekor kumbang betina bertelur 35-70 butir. Biasanya telur dijumpai pada sampah-sampah yang sedang membusuk, juga pada pohon kelapa yang mempunyai bekas luka yang sedang membusuk. Stadium telur lamanya ± 12 hari (Setyamidjaja, 1991).

Telur serangga ini berwarna putih, bentuknya mula-mula oval, kemudian bulat dengan diameter kurang lebih 3 mm. Telur-telur ini diletakkan oleh serangga betina pada tempat yang baik dan aman (misalnya dalam pohon kelapa yang melapuk). Setelah dua minggu telur-telur ini akan menetas. Rata-rata fekunditas seekor serangga betina berkisar antara 49-61 butir telur, sedangkan di Australia berkisar 51 butir telur, bahkan dapat mencapai 70 butir. Stadium telur berkisar antara 11-13 hari, rata-rata 12 hari (Kalshoven, 1981).

Gambar 1. Telur Oryctes rhinoceros Sumber : Foto Langsung

Larva

Periode larva 2.5-6 bulan (tergantung temperatur dan kelembaban). Setelah dewasa larva akan berhenti makan, kemudian akan mencari tempat

terlindung yang dingin dan lembab untuk persiapan membentuk pupa (Rukmana, 1997).

(3)

Dalam penelitian tentang sensor fisiologi seperti suhu, larva O. rhinoceros tertarik pda suhu 27-29 ºC dan menghindari suhu yang lebih rendah. Tingkah laku larva didominasi oleh faktor cahaya, larva bergerak dipengaruhi oleh cahaya yang muncul secara tiba-tiba. Di lingkungan alami, jika larva ditempatkan pada permukaan medium perkembangbiakan larva akan cepat bergerak turun menjauhi cahaya, larva bergerak mengikuti phototaksis negatif, kemungkinan hal ini merupakan adaptasi untuk menghindar dari pemangsa. Larva tertarik pada kelembaban yang rendah (85-95%) daripada kelembaban tinggi. Mekanisme ini dapat berjalan tunggal atau kombinasi untuk menuntun larva keluar dari kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan untuk pertumbuhan atau perkembangan (Riostone, 2010).

Gambar 2. Larva Oryctes rhinoceros Sumber : Foto Langsung

Pupa

Ketika akan membentuk pupa, larva meninggalkan sampah dan bergerak ke pinggir atau dasar dari tumpukan sampah dan larva lebih menyukai membentuk kokon di dalam tanah yang lembab, pada kedalaman sekitar 30 cm. Larva dapat mati, jika kondisi untuk membentuk pupa tidak sesuai (Kalshoven, 1981).

(4)

Ukuran pupa lebih kecil dari larvanya, kerdil, bertanduk dan berwarna merah kecoklatan dengan panjang 5-8 cm yang terbungkus kokon dari tanah yang berwarna kuning. Stadia ini terdiri atas 2 fase: Fase I : selama 1 bulan, merupakan perubahan bentuk dari larva ke pupa. Fase II : lamanya 3 minggu, merupakan perubahan bentuk dari pupa menjadi imago dan masih berdiam dalam kokon (Riostone, 2010).

Gambar 3. Pupa Oryctes rhinoceros Sumber : Foto Langsung

Imago

Kumbang ini berwarna coklat tua mengilap. Panjangnya bisa mencapai ± 5-6 cm. Kumbang yang muncul akan mulai beterbangan pada waktu senja atau

malam hari menuju mahkota daun tanaman kelapa dan ujung batang (Pracaya, 2009). Kumbang tinggal dalam terowongan ± 1 minggu. Bila cukup

makanan, jarak terbangnya dekat. Bila kurang makanan, jarak terbangnya bisa mencapai ± 10 km (Rukmana, 1997).

Imago berwarna hitam, ukuran tubuh 35-45 mm, sedangkan menurut Mohan (2006), imago Oryctes rhinoceros mempunyai panjang 30-57 mm dan lebar 14-21 mm, imago jantan lebih kecil dari imago betina. Oryctes rhinoceros betina mempunyai bulu tebal pada bagian ujung abdomenya, sedangkan yang

(5)

jantan tidak berbulu. O.rhinoceros dapat terbang sampai sejauh 9 km. Imago aktif pada malam hari untuk mencari makanan dan mencari pasangan untuk berkembang biak (Prawirosukarto dkk., 2003 dan Mohan, 2006).

Kumbang Oryctes rhinoceros warnanya hitam, permukaan bagian bawah badannya berwarana hitam kecoklatan, panjang tubuh 34- 45 mm dan lebarnya 20 mm. Culanya yang terdapat pada kepala menjadi ciri khas kumbang ini . Cula kumbang jantan lebih panjang dari cula kumbang betina. Selain itu kumbang ini mempunyai mandible yang kuat dan cocok untuk melubangi pohon (Borror,1976). Kumbang dewasa betina dapat hidup sampai 274 hari, sedangkan kumbang dewasa jantan dapat hidup sampai 192 hari (PPKS, 2010).

Gambar 4. Imago Oryctes rhinoceros Sumber : Foto Langsung

Gejala Serangan

Pada tanaman muda kumbang tanduk ini mulai menggerek dari bagian samping bonggol pada ketiak pelepah terbawah, langsung ke arah titik tumbuh kelapa sawit. Panjang lubang gerekan dapat mencapai 4,2 cm dalam sehari.

(6)

Apabila gerekan sampai ke titik tumbuh, kemungkinan tanaman akan mati. Pucuk kelapa sawit yang terserang, apabila nantinya membuka pelepah daunnya akan kelihatan seperti kipas atau bentuk lain yang tidak normal atau berbentuk segitiga atau seperti huruf V (Prawirosukarto dkk., 2003).

Pada pohon kelapa mempunyai ciri kerusakan yang khas yaitu daun sebagian hilang dan bila membuka daun kelapa nampak berbentuk seperti kipas/ada deretan lubang-lubang besar di daun. Bagian yang dirusak hama ini biasanya akan digunakan oleh hama lain untuk menyerang tanaman yang sama, sehingga kerusakan menjadi lebih berat. Jadi kumbang badak sering sebagai pembuka jalan bagi hama lain (Subyanto, 1991).

Pada tanaman yang berumur antara 0-1 tahun, kumbang dewasa (baik jantan maupun betina) melubangi bagian pangkal yang dapat mengakibatkan kematian titik tumbug atau terpuntirnya pelepah daun yang dirusak. Pada tanaman dewasa kumbang dewasa akan melubangi pelepah termuda yang belum terbuka. Jika yang dirusak adalah pelepah daun yang termuda (janur) maka ciri khas bekas kerusakannya adalah janur seperti digunting berbentuk segitiga. Stadium hama yang berbahaya adalah stadium imago (dewasa) yang berupa kumbang (Suhardiyono, 1995).

Serangga dewasa dapat menyebabkan kerusakan dengan melubangi pangkal daun tombak dan jaringan leher akar, pohon muda akan mati jika titik tumbuhnya dirusak, kerusakan pada daun tombak biasanya mengakibatkan malformasi. Serangan yang berulang-ulang akan menyebabkan pertumbuhan terhambat dan saat menjadi dewasa menjadi terlambat. Masa paling kritis adalah dua tahun pertama setelah tanam dilapangan. Tanaman menjadi lebih tahan

(7)

terhadap serangan Oryctes rhinoceros jika kanopi telah saling menutup. Pada

tanaman menghasilkan jarang menimbulkan masalah (http://membangunkebunkelapasawit.webs.com).

Imago menggerek bagian pangkal daun pucuk bahkan sampai ke titik tumbuh sehingga daun yang keluar menjadi lebih pendek, patah dan bentuknya berubah. Imago menggerek untuk mendapatkan cairan dari jaringan bekas gereken. Setelah menggerek, imago betina menuju tempat yang cocok untuk meletakkan telur yaitu pada bahan material yang baru mulai membusuk. Imago jantan hanya mengikuti imago betina menuju ke lubang makan (Rahayuwati, dkk, 2002).

Kumbang dewasa terbang ketajuk kelapa pada malam hari dan mulai bergerak ke dalam bagian dalam melalui salah satu ketiak pelepah daun yang paling atas. Kumbang merusak pelepah daun yang belum terbuka dan dapat menyebabkan pelepah patah. Kerusakan pada tanaman baru terlihat jelas setelah daun membuka 1-2 bulan kemudian berupa guntingan segitiga seperti huruf V.

Gejala ini merupakan ciri khas serangan kumbang O. rhinoceros (Direktorat Jendral Perkebunan, 2008).

Tunas tanaman di pembibitan menjadi kering karena gerekan dibagian pangkalnya. Areal TBM menjadi sasaran utama serangan hama dengan pelepah-pelepah muda yang mengering diantara daun-daun tua yang masih hijau. Adanya lubang bekas gerekan kumbang pada bagian pangkal pelepah muda tanaman. Pelepah daun terlihat terpuntir sehingga posisinya tampak tidak beraturan (PPKS, 2010).

(8)

Gambar 5. Gejala serangan pada Tanaman Belum Menghasilkan

Sumber: Foto Langsung

Metode Pengendalian

Kumbang badak tidak bisa terbang jauh, kisaran penerbangan 200 yard dari tempat pembibitan. Metode pengendalian adalah berburu pada tempat-tempat pembiakan, membunuh kumbang dalam tahap muda, larva, kemudian pastikan bahwa tidak ada kumbang lain yang dapat berkembang biak di sana. Kumbang betina bertelur pada semua jenis vegetasi yang membusuk, pupuk kandang, kompos, dan terutama di batang kelapa mati (Piggot, 1964).

Pengendalian biasanya dilakukan dengan menangkap kumbang setiap hari atau aplikasi insektisida setiap minggu. Biaya operaional teknik ini sangat tinggi. Sebagai alternatif, daya tarik ethyl 4-metyloctanoate, komponen utama feromon O. rhinoceros terhadap kumbang ini telah di uji (Asri, 2010).

Upaya terkini dalam mengendalikan kumbang tanduk adalah penggunaan perangkap feromon. PPKS saat ini telah berhasil mensintesa feromon agregat (dengan nama dagang Feromonas) untuk menarik kumbang jantan maupun betina. Feromon agregat ini berguna sebagai alat kendali populasi hama dan sebagai

(9)

perangkap massal. Pemerangkapan kumbang O. rhinoceros dengan menggunakan ferotrap terdiri atas satu kantong feromon sintetik (PPKS, 2010).

Pengendalian O. Rhinoceros pada saat telah terjadi serangan di tanaman belum menghasilkan (TBM) dapat dilakukan dengan cara menggunakan feromon. Feromon diletakkan pada posisi di pinggiran seluruh areal tanaman baru atau tanaman muda., sehingga O.rhinoceros yang ada di dalam areal akan berpindah ke pinggiran areal tempat feromon dipasang. Sementara untuk serangan O.rhinoceros dari luar areal TBM akan tertahan juga pada pinggiran areal (Pasaribu, 2005).

Penggunaan feromon dapat menurunkan populasi O. rhinoceros di lapangan, 5-27 ekor kumbang per hektar dapat terperangkap setiap bulan (APCC, 2006). Kumbang O. rhinoceros berbahaya pada tanaman kelapa, lima ekor kumbang (dalam tahap makan) per hektar dapat mematikan setengah dari tanaman yang baru ditanam (Balitka, 1989). Oleh sebab itu penggunaan feromon dapat menyelamatkan tanaman kelapa dari ancaman kehilangan produksi bahkan kematian tanaman. Penggunaan perangkap feromon dapat menurunkan populasi hama dan tingkat kerusakan hama sampai batas tidak merugikan serta menurunkan penggunaan insektisida dan kerusakan lingkungan (Roelofs, 1978). Di samping itu, feromon dapat digunakan untuk mengevaluasi keberhasilan penggunaan virus di lokasi-lokasi pelepasan virus untuk mengendalikan O. rhinoceros (APCC, 2006).

Upaya terkini dalam mengendalikan kumbang tanduk adalah penggunaan perangkap feromon. PPKS saat ini telah berhasil mensintesa feromon agregat (dengan nama dagang Feromonas) untuk menarik kumbang jantan maupun betina. Feromon agregat ini berguna sebagai alat kendali populasi hama dan sebagai

(10)

perangkap massal. Pemerangkapan kumbang O. rhinoceros dengan menggunakan ferotrap terdiri atas satu kantong feromon sintetik (PPKS, 2009). Pengendalian dengan menggunakan feromon untuk mengendalikan populasi hama O.

rhinoceros sudah dilakukan oleh beberapa negara antara lain Filipina, Malaysia,

Srilanka, India, Thailand dan Indonesia (APCC 2005a, 2005b). Hal ini dilakukan mengingat O. rhinoceros adalah hama yang berbahaya baik pada tanaman kelapa yang masih di pembibitan sampai tanaman dewasa (Singh and Rethinam, 2005).

Perangkap Feromon (etil-4 metil oktanoate)

Feromon adalah substansi kimia yang dilepaskan oleh suatu organisme ke lingkungannya yang memampukan organisme tersebut mengadakan komunikasi secara intraspesifik dengan individu lain. Feromon bermanfaat dalam monitoring populasi maupun pengendalian hama. Di samping itu feromon bermanfaat juga dalam proses reproduksi dan kelangsungan hidup suatu serangga. Keberhasilan penggunaan feromon dipengaruhi oleh kepekaan penerima, jumlah dan bahan kimia yang dihasilkan dan dibebaskan per satuan waktu, penguapan bahan kimia, kecepatan angin dan temperatur (Alouw, 2007).

Feromon terdiri atas asam-asam lemak tak jenuh. Senyawa kimia dengan berat molekul rendah seperti ester, alkohol, aldehida, keton, epoxida, lactone, hidrokarbon, terpen dan sesquiterpene adalah komponen umum dalam feromon (Nation, 2002).

Feromon agregasi adalah jenis feromon yang dikeluarkan untuk menarik serangga jantan maupun betina untuk berkelompok dan jenis feromon ini juga dapat meningkatkan kemungkinan kopulasi di dalam populasi tersebut. Feromon agregasi umumnya diproduksi oleh serangga-serangga dari ordo Coleoptera untuk

(11)

mempertahankan diri terhadap serangan predator dan untuk mengatasi resistensi tanaman inang terhadap serangan kumbang tersebut (Klowden, 2002).

Feromon ini mempunyai bahan aktif Ethyl-4 methyloctanoate dimana bahan aktif ini 10 kali lipat lebih efektif dibandingkan feromon terdahulu yang bahan aktifnya Ethyl chrysanthemumate. Feromon diletakkan dalam ferotrap yaitu menggunakan ember plastik dan perangkap PVC. Satu ferotrap cukup efektif

untuk 2 ha dan kantong feromon sintetik dapat digunakan selama 60 hari (Utomo, dkk, 2007).

Gambar 6. Ferotrap Sumber: Foto langsung

Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Penyebaran Serangga

Jika lingkungan cocok dan pakan cukup, kumbang badak terbang dalam jarak yang dekat saja. Namun jika pakan kurang baik kumbang bisa terbang sampai sejauh 10 km (Pracaya, 2007).

a. Angin

Angin berpengaruh terhadap perkembangan hama, terutama dalam proses penyebaran hama tanaman. Misalnya kutu daun dapat terbang terbawa angin sejauh 1.300 km. Kutu loncat (Heteropsylla cubana), penyebarannya dipengaruhi oleh angin. Seperti halnya pada tahun 1986, pernah terjadi letusan hama (outbreak

(12)

atau explosive) kutu loncat lamtoro pada daerah yang luas dalam waktu relatif singkat. Belalang kayu (Valanga nigricornis Zehntneri Krauss), bila ada angin dapat terbang sejauh 3-4 km. Selain mendukung penyebaran hama, angin kencang bisa menghambat bertelurnya kupu-kupu, bahkan sering menimbulkan kematian (Arantha, 2010).

b. Cahaya

Beberapa aktivitas serangga dipengarui oleh responya terhadap cahaya sehingga timbul jenis serangga yang aktif pada pagi, siang, sore atau malam hari. Cahaya matahari dapat mempengarui aktifitas dan distribusi lokalnya. Habitat serangga dewasa (imago) dan serangga pradewasa (larva dan pupa) ada yang sama dan ada yang berbeda. Pada ordo lepidoptera, larva aktif makan dan biasanya menjadi hama, sedangkan serangga dewasanya hanya menghisap nectar atau madu bunga. Pada ordo coleoptera, umumnya larva dan imago aktif makan dengan habitat yang sama sehingga kedua-duanya menjadi hama ( Jumar, 2000).

Cahaya mempunyai peranan penting dalam pertumbuhan, perkembangannya dan tahan kehidupannya serangga baik secara langsung maupun tidak langsung. Cahaya mempengaruhi aktifitas serangga, cahaya membantu untuk mendapatkan makanan, tempat yang lebih sesuai. Setiap jenis serangga membutuhkan intensitas cahaya yang berbeda untuk aktifitasnya. Berdasarkan hasl di atas serangga dapat digolongkan :

o Serangga diurnal yaitu serangga yang membutuhkan intensitas cahaya tinggi aktif pada siang hari

(13)

o Serangga krepskular adala serangga yang membutuhkan intensitas cahaya sedang aktif pada senja hari.

o Serangga nokturnal adalah serangga yang membutuhkan intensitas cahaya rendah aktif pada malam hari

o Penelitian menunjukkan bahwa cahaya bulan berpengaruh nyata pada tangkapan lampu perangkap terhadp serangga nokturnal

(Ysvina, 2010). C. Suhu

Serangga memiliki kisaran suhu tertentu dimana dia dapat hidup. Diluar kisaran suhu tersebut serangga akan mati kedinginan atau kepanasan. Pengaruh suhu ini jelas terlihat pada proses fisiologi serangga. Pada waktu Tertentu

aktivitas serangga tinggi, akan tetapi pada suhu yang lain akan berkurang ( menurun ). Pada umumnya kisaran suhu yang efektif adalah suhu minimum 15 ºC, suhu optimum 25 ºC dan suhu maksimum 45 ºC. Pada suhu optimum

kemampuan serangga untuk melahirkan keturunan besar dan kematian ( mortalitas ) sebelum batas umur akan sedikit ( Jumar, 2000).

Pengaruh suhu terhadap kehidupan serangga banyak dipelajari di negara beriklim dingin/sedang, dimana suhu selalu berubah menurut musim. Di negara tropika seperti Indonesia keadaanya berbeda, iklimnya hampir sama sehingga variasi suhu relatif kecil. Perbedaan suhu yang nyata adalah karena ketinggian. Serangga adalah organisme yang sifatnya poikilotermal sehingga suhu badan serangga banyak dipengaruhi dan mengikuti perubahan suhu udara. Beberapa aktifitas serangga dipengaruhi oleh suhu dan kisaran suhu optimal bagi serangga bervariasi menurut spesiesnya. Secara garis besar suhu berpengaruh pada

(14)

kesuburan/produksi telur, laju pertumbuhan dan migrasi atau penyebarannya. Kematian serangga dalam hubungannya dengan suhu terutama berkaitan dengan pengaruh batas-batas ekstrim dan kisaran yang masih dapat ditahan serangga (suhu cardinal). Suhu yang sangat tinggi mempunyai pengaruh langsung terhadap denaturasi/ merusak sifat protein yang mengakibatkan serangga mati. Pada suhu rendah kematian serangga terjadi karena terbentukknya kristal es dalam sel (Ysvina, 2010).

d. Kelembaban / Hujan

Kelembaban atau curah hujan merupakan faktor penting yang mempengaruhi distribusi, kegiatan, dan perkembangan serangga. Dalam kelembaban yang sesuai serangga biasanya lebih tahan terhadap suhu ekstrem. Pada umumnya serangga lebih tahan terhadap lebih banyak air, bahkan beberapa serangga yang bukan serangga air dapat tersebar karena hanyut bersama air. Akan tetapi, kebanyakan air seperti banjir dan hujan deras merupakan bahaya bagi beberapa serangga ( Jumar, 2000).

Serangga seperti juga hewan yang lain harus memperhatikan kandungan air dalam tubuhnya, akan mati bila kandungan airnya turun melewati batas toleransinya. Berkurangnya kandungan air tersebut berakibat kerdilnya pertumbuhan dan rendahnya laju metabolisme. Kandungan air dalam tubuh serangga bervariasi dengan jenis serangga, pada umumnya berkisar antara 50-90% dari berat tubuhnya. Pada serangga berkulit tubuh tebal kandungan airnya lebih rendah. Agar dapat mempertahankan hidupnya serangga harus selaluu berusaha agar terdapat keseimbangan air yang tepat. Beberapa serangga harus dilingkungan udara yang jenuh dengan uap air sedang yang lainnya mampu menyesuaikan diri

(15)

pada keadaan kering bahkan mampu menahan lapar untuk beberapa hari. Kelembaban juga mempengaruhi sifat-sifat, kemampuan bertelur dan pertumbuhan serangga (Ysvina, 2010).

e. Makanan

Kita mengetahui bahwa makanan merupakan sumber gizi yang dipergunakan oleh serangga untuk hidup dan berkembang biak. Jik makanan tersedia dengan kualitas yang cocok, maka populasi serangga akan naik cepat. Sebaliknya, jika keadaan makan kurng maka populasi serangga juga akan menurun. Pengaruh jenis makanan , kandungan air dalam makanan dan besarnya butiran material juga berpengaruh terhadap perkembangansuatu jenis serangga hama. Dalam hubungannya dengan makanan , masing – masing jenis serangga memiliki kisaran makanan ( inang ) dari satu sampai banyak makanan ( inang ) ( Jumar, 2000).

Kelimpahan serangga berhubungan erat dengan perbandingan antara kelahiran dan kematian pada suatu waktu tertentu. Kelahiran dipengaruhi antara lain oleh cuaca, makanan dan taraf kepadatannya. Kematian terutama dipengaruhi oleh cuaca dan musuh alami. Kepadatan dapat mengakibatkan emigrasi yang dapat berarti sebagai kurangnya individu di suatu lokasi yang dianggap suatu kematian. Cuaca berpengaruh langsung terhadap tingkat kelahiran dan kematian, secara tidak langsung cuaca mempengaruhi hama melalui pengaruhnya terhadap kelimpahan organisme lain termasuk musuh alaminya. Organisme, khususnya serangga mempunyai daya menahan pengaruh faktor lingkungan fisik sehingga menjadi kebal. Organisme serangga dapat mengatasi keadaan yang ekstrem berupa adaptasi yang berhubungan dengan faktor genetis atau penyesuain yang

(16)

sifatnya fisiologis. Serangga sesuai dengan sifatnya mempunyai kemampuan meyesuaikan diri dengan lingkungan tetapi karena serangga juga mempunyai sayap, serangga dapat pindah menghindari tempat yang ekstrim mencari tempat yang lebih sesuai.

Faktor cuaca dapat mempengaruhi segala sesuatu dalam sistem komunitas serangga anatara lain fisiologi, perilaku, dan ciri-ciri biologis lainnya baik langsung maupun tidak langsung. Faktor cuaca dapat dipisahkan menjadi unsur-unsur cuaca: suhu, kelembaban, cahaya dan pergerakan udara/angin.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan dan perkembangan populasi

Bila sejumlah kecil populasi tertentu menyerbu suatu habitat baru dan disukai, jumlah mereka akan semakin bertambah sampai mencapai suatu maksimum yang dapat didukung oleh lingkungan. Kelompok individu yang menyerbu suatu habitat yang disukai tidak segera bertambah jumlahnya. Hal itu memerlukan waktu bagi individu-individu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya yang baru, menemukan pasangan dan menghasilkan individu muda (Michael, 1995).

Andrewartha and Birch (1954) mengartikan bahwa hubungan antara 4 komponen yaitu iklim, makanan, patogen dan tempat tinggal sebagai lingkungan untuk suatu organisme. Contohnya di Brazil, populasi serangga kadang-kadang berubah-ubah pada awal musim, terutama oleh faktor lingkungan yang mendukung seperti curah hujan, temperatur, dan kelembaban. Coleoptera dan serangga lainnya akan melimpah setelah hujan. Di hutan alami, kelimpahan dan

(17)

perkembangan spesies kumbang scarabid sangat dipengaruhi oleh ph tanah, tanaman penutup dan kepadatan makanan mereka (Kamarudin, dkk, 2005).

Kelakuan menggambarkan respon hewan terhadap lingkungannya. Serangga sangat sensitif terhadap variasi lingkungan, dan serangga dapat merubah kelakuan mereka dalam merespon naik turunnya kondisi lingkungan atau perubahan lingkungan. Serangga, khususnya yang dapat terbang dapat berpindah untuk menghindari naik turunnya temperatur, kelembaban, zat kimia atau faktor

abiotik lainnya untuk menghindar dari kondisi yang merugikan (Schowalter, 1996).

Berdasarkan teori Andrewartha dan birch kerapatan populasi alami di lapangan ditentukan oleh :

1. Tersedianya sumberdaya seperti makanan, ruang tempat hidup.

2. Keberadaan tempat sumberdaya dan kemampuan individu-individu populasi untuk mencapai dan memperoleh sumberdaya (antara lain sifat penyebaran, pemencaran dan kemampuan mencari).

3. Waktu atau kesemptan untuk memanfaatkan laju pertumbuhn yang tinggi, misalnya pada keadaan iklim yang menguntungkan untuk pertumbuhan. Walaupun faktor-faktor terpaut kerapatan (faktor-faktor biotik) terutama mempengaruhi pertumbuhan populasi makhluk hidup yang tumbuh pada habitat yang sesuai, namun tak dapat disangkal bahwa faktor iklim dan cuaca menentukan tempat hidup setiap makhluk hidup (pemencaran dan penyebaran populasi) (Tarumingkeng, 1994).

Gambar

Gambar 1. Telur Oryctes rhinoceros  Sumber : Foto Langsung
Gambar 2. Larva Oryctes rhinoceros  Sumber : Foto Langsung
Gambar 3. Pupa Oryctes rhinoceros  Sumber : Foto Langsung
Gambar 4. Imago Oryctes rhinoceros  Sumber : Foto Langsung
+3

Referensi

Dokumen terkait

Pada saat ini, populasi hama kumbang tanduk (O.rhinoceros) di alam sudah sangat banyak sebagai akibat tersedianya pakan dan tempat berkembang biak dalam jumlah yang

Tingkah laku kawin Macaca nigra dilakukan oleh jantan dewasa Dan betina dewasa, yang ditandai dengan sinyal awal dari betina dewasa yang selalu dan melihatkan

Tanaman kelapa sawit adalah tanaman berumah satu atau monoecious artinya bunga jantan dan bunga betina terdapat pada satu pohon, sehingga penyerbukan dapat

Tanaman kelapa merupakan tanaman yang disukai oleh larva kumbang badak (Dylla dan Ragil, 2015).Buah kelapa terdiri dari epicarp yaitu bagian luar yang permukaannya

tanda serangan terlihat pada bekas lubang gerekan pada pangkal batang, selanjutnya mengakibatkan pelepah daun muda putus dan membusuk kering.begitu pula dengan cara

Pada buku bagian bawah dari ruas tumbuh daun pelepah yang membalut ruas sampai buku bagian atas, pada buku bagian ujung dari daun pelepah memperlihatkan percabangan dimana

Bakal batang disebut plumula (seperti tombak kecil), tanaman kelapa sawit berbatang lurus, dan tidak bercabang. Pada tanaman dewasa diameternya 45 – 60 cm. Sampai tanaman berumur

Manusia merupakan satu-satunya hospes cacing ini. Cacing jantan berukuran 10-30 cm, sedangkan betina 22-35 cm, pada stadium dewasa hidup di rongga usus halus, cacing betina