BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sekam Padi
Sekam Padi merupakan lapisan keras yang meliputi kariopsis yang
terdiri dari dua belahan yang disebut lemma dan palea yang saling bertautan. Pada proses penggilingan beras sekam padi akan terpisah dari butir beras dan menjadi bahan sisa atau limbah penggilingan. Sekam padi dikategorikan sebagai biomassa yang dapat digunakan untuk berbagai kebutuhan seperti bahan baku industri, pakan ternak dan energi atau bahan bakar. Dari proses penggilingan padi biasanya diperoleh sekam padi sekitar 20-30%, dedak antara 8-12% dan beras gilingan antara 50-63,5% dari bobot awal gabah. Sekam padi dengan persentase yang tinggi tersebut dapat menimbulkan masalah lingkungan (Anonim, 2010).
2.2 Hemiselulosa
Indonesia merupakan negara pertanian sebagai penghasil beras, jagung, tebu dan kakao. Dalam proses pengolahan hasil pertanian, selain dihasilkan bagian yang bermanfaat, tetapi juga menghasilkan produk ikutan (by product) yang merupakan Non-Starch Polysaccarides (NSP), yang jumlahnya 30-50% dari keseluruhan proses pengolahan hasil pertanian (Caprita, et al., 2010).
polisakarida merupakan sumber daya terbarukan (renewable sources) yang senantiasa dihasilkan dengan formasi tahunan, dari berbagai jenis tanaman, disintesis oleh energi matahari dan sepenuhnya terurai di keadaan asli (Caprita, et al., 2010).
Komponen yang terbesar dari NSP adalah serat, terdiri dari komponen hetero polisakarida dan non polisakarida antara lain selulosa (20-35%), hemiselulosa (20-35%), pektin, alginate dan lignin (10-25%). Dengan melakukan proses ekstraksi dan fraksinasi yang cermat terhadap biomassa produk ikatan ini dapat menghasilkan berbagai bahan, yang dapat dikonversi menjadi produk bernilai tinggi (Karaaslan, dkk., 2010).
Beberapa hemiselulosa dari tanaman dan tumbuhan yang lebih tinggi merupakan polisakarida sumber potensial untuk perkembangan farmakologi (Saha, 2003).
Hemiselulosa merupakan polisakarida dimana monomer penyusun hemiselulosa biasanya adalah rantai D-glukosa, ditambah dengan berbagai bentuk monosakarida yang terikat pada rantai, baik sebagai cabang atau mata rantai, seperti D-mannosa, D-galaktosa, D-fruktosa, dan pentosa-pentosa seperti D-xilosa dan L-arabinosa yang merupakan gula pereduksi (Melo, et al., 2012)
dapat mereduksi senyawa-senyawa pengoksidasi seperti ferisianida, hydrogen peroksida dan ion kupro (Lingga, 2012).
2.3 Antioksidan
Antioksidan adalah senyawa yang mempunyai struktur molekul yang dapat memberikan elektronnya kepada molekul radikal bebas tanpa terganggu sama sekali dan dapat memutus reaksi berantai dari radikal bebas Radikal bebas adalah atom atau senyawa yang kehilangan pasangan elektronnya (Kumalaningsih, 2006).
Antioksidan dapat berupa enzim (misalnya superoksida dismutase, katalase dan glutation peroksidase), vitamin-vitamin (seperti vitamin E, vitamin C, vitamin A dan beta karoten), ataupun senyawa lain (misalnya flavonoid, albumin, bilirubin, seruloplasmin dan lain-lain). Antioksidan enzimatis merupakan pertahanan utama (primer) terhadap kondisi stress oksidatif (Winarsi, 2007).
Menurut Kosasih, dkk. (2004), berdasarkan mekanisme kerjanya, antioksidan dapat dibagi dalam tiga kelompok, yaitu antioksidan primer, antioksidan sekunder dan antioksidan tersier.
2. Antioksidan sekunder berfungsi menangkap senyawa serta mencegah terjadinya reaksi berantai. Contoh antioksidan sekunder : vitamin E, vitamin C, betakaroten, asam urat, bilirubin dan albumin.
3. Antioksidan tersier bekerja dengan cara memperbaiki kerusakan sel-sel dan jaringan yang disebabkan radikal bebas. Contoh enzim yang memperbaiki DNA pada inti sel adalah metionin sulfooksidan reduktase. Adanya enzim-enzim perbaikan DNA ini berguna untuk mencegah penyakit misalnya kanker.
2.4 Mekanisme Kerja Antioksidan
Mekanisme kerja antioksidan secara umum adalah menghambat oksidasi lemak. Menurut Antolovich, et al. (2002), oksidasi lemak terdiri dari beberapa tahap, yaitu inisiasi, propagasi, branching dan terminasi.
1. Inisiasi: LH + R* L* + RH
Dimana LH merupakan molekul substrat, contohnya lipid, dan R* merupakan radikal pengoksidasi. Oksidasi lipid menghasilkan radikal asam lemak yang sangat reaktif (L*) yang dapat dengan cepat bereaksi dengan oksigen membentuk radikal peroksil lipid (LOO*).
2. Propagasi: L* + O2 LOO*
LOO* + LH L* + LOOH
3. Branching: LOOH LO* + HO*
2LOOH LOO* + LO* + H2O
Pemecahan dari hidroperoksid lipid melibatkan katalis ion logam transisi. Tahap ini akan menghasilkan peroksil lipid dan alkoksi lipid radikal. 4. Terminasi: LO* + LO* produk non radikal
LOO* + LOO* produk non radikal LO* + LOO* produk non radikal
Reaksi terminasi mencakup penggabungan radikal-radikal membentuk produk non radikal.
2.5 Metode Fosfomolibdenum
Metode ini didasarkan pada proses reduksi dari Mo (VI) menjadi Mo (V) oleh antioksidan sehingga dapat membentuk kompleks fosfat/Mo(V) yang berwarna hijau. Untuk sampel yang tidak diketahui komposisinya, kapasitas
antioksidan dapat dinyatakan sebagai ekivalensi α-tokoferol atau asam askorbat
(Melo, et al., 2012)
2.6 Spektrofotometer Infra Merah
gelombang 2,5- 50 µm atau bilangan gelombang 4000- 200 cm-1. Energi yang dihasilkan oleh radiasi ini akan menyebabkan vibrasi atau getaran pada molekul. Pita absorbansi inframerah sangat khas dan spesifik untuk setiap tipe ikatan kimia atau gugus fungsi. Metode ini sangat berguna mengindentifikasi senyawa organik. Sebagai sumber cahaya yang umum digunakan adalah lampu tungsten, Nerst glowers (Dachriyanus, 2004)
2.7 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
Kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) merupakan sistem pemisahan dengan kecepatan dan efisiensi yang tinggi karena didukung oleh kemajuan dalam teknologi kolom, sistem pompa tekanan tinggi, dan detector yang sangat sensitif dan beragam sehingga mampe menganalisa berbagai cuplikan secara kualitatif maupun kuantitatif, baik dalam komponen tunggal maupun campuran (Ditjen POM, 1995).
2.8 Spektrofotometri Sinar Tampak
seluruh radiasi yang mengenai zat tersebut akan diserap, sebagian diteruskan atau ditransmisikan. Spektrum absorpsi merupakan gambaran hubungan antara panjang gelombang sinar yang mengenai suatu zat dengan besarnya serapan sinar pada panjang gelombang tersebut oleh zat yang bersangkutan. Pengukuran absorpsi radiasi UV-Vis oleh spesi larutan dapat digunakan sebagai metode analisis kuantitatif (Khopkar, 1998).
Menurut Gandjar dan Rohman (2007), ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam analisis dengan spektrofotometri UV-Vis terutama untuk senyawa yang semula tidak berwarna yang akan dianalisis dengan spektrofotometri visibel karena senyawa tersebut harus diubah terlebih dahulu menjadi senyawa yang berwarna.Berikut adalah tahapan-tahapan yang perlu diperhatikan:
a. Pembentukan molekul yang dapat menyerap sinar UV-Vis
Hal ini perlu dilakukan jika senyawa yang dianalisis tidak menyerap pada daerah tersebut. Cara yang digunakan adalah dengan merubahnya menjadi senyawa lain atau direaksikan dengan pereaksi tertentu. Pereaksi yang digunakan harus memenuhi beberapa persyaratan yaitu:
- Reaksinya selektif dan sensitif
- Reaksinya cepat, kuantitatif dan reprodusibel - Hasil reaksi stabil dalam jangka waktu yang lama b. Pemilihan Panjang Gelombang
panjang gelombang maksimal, dilakukan dengan membuat kurva hubungan antara absorbansi dengan panjang gelombang dari suatu larutan baku pada konsentrasi tertentu.
Ada beberapa alasan mengapa pengukuran harus menggunakan panjang gelombang maksimal, yaitu:
- Pada panjang gelombang maksimal, kepekaannya juga maksimal karena pada panjang gelombang maksimal tersebut, perubahan absorbansi untuk setiap satuan konsentrasi adalah yang paling besar
- Di sekitar panjang gelombang maksimal, bentuk kutva absorbansi datar dan pada kondisi tersebut hukum Lambert-Beer akan terpenuhi
- Jika dilakukan pengukuran ulang maka kesalahan yang disebabkan oleh pemasangan ulang panjang gelombang akan kecil sekali, ketika digunakan panjang gelombang maksimal
c. Waktu Operasional (Operating time)
Cara ini biasa digunakan untuk pengukuran hasil reaksi atau pembentukan warna. Tujuannya adalah untuk mengetahui waktu pengukuran yang stabil. Waktu operasional ditentukan dengan mengukur hubungan antara waktu pengukuran dengan absorbansi larutan.
d. Pembuatan kurva baku
e. Pembacaan absorbansi sampel atau cuplikan
Absorban yang terbaca pada spektrofotometer hendaknya antara 0,2 sampai 0,8 atau 15% sampai 70% jika dibaca sebagai transmitans. Anjuran ini berdasarkan anggapan bahwa kesalahan dalam pembacaan T adalah 0,005 atau 0,5% (kesalahan fotometrik).
2.9 Validasi Metode Analisis
Validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter tertentu berdasarkan percobaan laboratorium untuk membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya (Harmita, 2004).
Beberapa parameter analisis yang harus dipertimbangkan dalam validasi metode analisis adalah sebagai berikut:
a. Kecermatan
Kecermatan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil analisis dengan kadar analit yang sebenarnya. Kecermatan dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan (Harmita, 2004).
Menurut Ermer (2005), rentang persen perolehan kembali memenuhi syarat jika nilai persen perolehan kembali berada pada rentang 80% -120%. b. Keseksamaan (presisi)
menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji individual ketika suatu metode dilakukan secara berulang untuk sampel yang homogen. Nilai simpangan baku relatif yang memenuhi persyaratan menunjukan adanya keseksamaan metode yang dilakukan (Harmita, 2004).
c. Sensitivitas
Sensitivitas merupakan kemampuan untuk membedakan dua konsentrasi yang berbeda dan ditentukan dengan kemiringan dari kurva kalibrasi (Christian, 2004).
d. Linearitas dan rentang
Linearitas adalah kemampuan metode analisis yang memberikan respon baik secara langsung maupun dengan bantuan transformasi matematika, menghasilkan suatu hubungan yang proporsional terhadap konsentrasi analit dalam sampel. Rentang merupakan batas terendah dan batas tertinggi analit yang dapat ditetapkan secara cermat, seksama dan dalam linearitas yang dapat diterima (Harmita, 2004).
e. Batas deteksi
Batas deteksi merupakan tingkat konsentrasi terendah yang dapat dikatakan secara statistic berbeda dari blanko (Christian, 2004).
f. Batas Kuantitasi