BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Penelitian mengenai Makna Semiotika sebelumnya telah beberapa kali
dilakukan. Beberapa di antaranya dengan judul:
1. Analisis Semiotika Pada Ornamen Masjid Raya Al-Maṣun Medan oleh
Nazwa Mustika (2014), mahasiswi program S1 Sastra Arab, Fakultas Ilmu
Budaya, Universitas Sumatera Utara. Hasil dari penelitian adalah terdapat
64 ornamen di Masjid Al-Maṣun Medan. Tanda-tanda semiotika yang
ditemukan pada ornamen Masjid Raya Al-Maṣun Medan melingkupi tanda
ikon, indeks dan simbol. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa
terdapat 32 bentuk ornamen yang termasuk ikon, 32 ornamen yang termasuk
indeks dan 32 ornamen yang termasuk simbol. 4 ornamen berada pada
gerbang yang berbentuk geometris dan floralis (Arabesque) yang terletak
pada pintu, ventilasi, jendela dan langit-langit. 27 ornamen pada bangunan
Masjid yang bermotif gometris dan floralis serta ornamen bulan sabit yang
terletak pada kubah. Lengkungan-lengkungan pada bangunan Masjid yang
berbentuk tapak kuda juga memiliki tanda semiotika berupa ikon, indeks
dan simbol. Perbedaan penelitian (skripsi) tersebut dengan penelitian yang
akan peneliti lakukan adalah karena skripsi ini melakukan penelitian dengan
objek yang berbeda. Selain daripada itu jika dilihat dari teori yang
menggunakan teori Semiotika Pierce, yaitu menggunakan trikotomi, yang
ketiga anggota trikotomi ini adalah ikon (firstness), indeks (secondness) dan
simbol (thirdness). Sedangkan penelitian ini akan menggunakan teori
Roland Barthes yang mengemukakan tentang “order of signification”,
mencakup denotasi (makna sebenarnya sesuai kamus) dan konotasi (makna
ganda yang lahir dari pengalaman kultural dan personal).
2. Analisis Semiotika Ornamen Batak Toba pada Gereja Katolik Kristus Raja
Alam Stasi Sarudik-Sibolga Tapanuli Tengah oleh Indra Hutauruk (2012),
mahasiswa program S1 Pendidikan Seni Rupa, Fakultas Bahasa dan Seni,
Universitas Negeri Medan. Skripsi tersebut menjelaskan tentang tanda
berdasarkan penggalian makna inkulturasi katolik. Keberadaan tanda-tanda
secara dominan dapat ditemukan melalui kehadiran ornamen Batak Toba
yang diterapkan pada gereja. Tanda ditemukan melalui elemen visual dan
interpresentasi dari setiap ornamen. Sehingga tanda umumnya terinspirasi
dan diolah dari bentuk tumbuh-tumbuhan dan alam/kosmos yang memiliki
keunikan dan kekhasan bentuk tersendiri termasuk berdasarkan mitologinya.
Penelitian ini menemukan 14 ornamen gorga. Data tersebut dianalisis
dengan cara menguraikan dan mengklasifikasikan tanda berdasarkan ikon,
indeks, dan simbol serta menganalisis pemaknaan secara tanda denotatif dan
konotatif berdasarkan kajian semiotika. Perbedaan skripsi tersebut di atas
dengan penelitian yang akan peneliti lakukan adalah bahwa skripsi tersebut
menggunakan objek yang berbeda dengan yang peneliti ingin teliti. Jika
semiotika untuk meneliti serta mengkaji ornamen-ornamen pada bangunan
tersebut, peneliti skripsi ini menggunakan teori trikotomi Pierce dan juga
Denotasi dan Konotasi oleh Barthes. Demikian, nantinya hasil penelitian ini
juga akan berbeda dengan hasil penelitian tesebut di atas, karena peneliti
hanya menggunakan teori semiotika oleh Barthes.
2.1. Pengertian Semiotika
Menurut Wibowo (2013), secara etimologis, istilah semiotika berasal dari
bahasa Yunani yaitu semeion yang berarti tanda. Tanda itu sendiri didefinisikan
sebagai suatu yang dapat dianggap mewakili sesuatu yang lain. Tanda pada
awalnya dimaknai sebagai suatu hal yang menunjuk pada adanya hal lain.
Contohnya, asap yang menandai adanya api, sirene mobil yang keras
meraung-raung menandai adanya kebakaran di sudut kota, dan lain sebagainya. Beliau juga
menyebutkan bahwa semiotika secara terminologis dapat didefinisikan sebagai
ilmu yang mempelajari sederetan luas objek-objek, peristiwa-peristiwa, seluruh
kebudayaan sebagai tanda.
Sedangkan menurut Zoest (1993: 1) Semiotika adalah cabang ilmu yang
berurusan dengan pengkajian tanda dan segala sesuatu yang berhubungan dengan
tanda, seperti sistem tanda dan proses yang berlaku bagi penggunaan tanda.
Semiotika digunakan untuk meneliti banyak bidang ilmu, antara lain sastra
misalnya puisi, novel dan prosa, kemudian dapat pula meneliti tentang
Ada sebuah istilah lain untuk menyebutkan pengertian yang sama dengan
semiotika atau semiotika, yaitu adalah “semiologi”. Secara prinsip tidak ada
perbedaan mendasar tentang dua istilah tersebut. hanya saja penggunaan salah
satu dari kedua istilah tersebut biasanya menunjukkan pemikiran pemakainya:
mereka yang bergabung dengan Peirce menggunakan kata semiotika, dan mereka
yang bergabung dengan Saussure menggunakan kata semiologi. Namun istilah
semiologi kian jarang digunakan dibanding dengan penggunaan istilah semiotika.
Serta istilah semiotika lebih populer daripada istilah semiologi (Sobur, 2004: 12).
Definisi Semiotika dalam kitab ‘Ilmu Ad -Dilā lah (Mukhtar Umar: 1998)
yaitu menurut seorang pakar ilmu Semiotika, Ferdinand de Saussure adalah
sebagai berikut: dirā satu al-‘ilmiyyati lirrumū zi al -lugawiyyati wa gayru al -lugawiyyati, bi i’tibā rih̄ adaw̄tu li’ittiṣā la. Wa ya’rifuhu di sū s̄r bi҅ annahu al -‘ilma al -laż i yadrusu ar-rumū za biṣifatin ‘ā mmatin, wa ya’uddu ‘ilma al-lugati aḥadu furū ’ihi/
“Menurut kamus linguistik, pengertian ilmu semiotika adalah ilmu yang mempelajari tentang simbol-simbol bahasa dan selain bahasa (non bahasa) sebagai alat komunikasi. De Saussure memberikan pengertian bahwa ilmu semiotika adalah ilmu yang mempelajari simbol-simbol secara umum. Dan merupakan salah satu cabang ilmu linguistik”
2.1.1. Tanda Menurut Roland Barthes
Semiologi merupakan nama lain dari semiotika dan memiliki arti yang
kajian yang sangat luas, mulai dari seni, sastra, antropologi, media massa, dan
sebagainya. Secara sederhana, semiologi bisa didefiniskan sebagai ilmu yang
mempelajari tentang tanda dan makna dalam bahasa, seni, media massa, musik
dan setiap usaha manusia yang dapat direproduksi atau direpresentasikan untuk
seseorang atau audien.
Semiologi diperkenalkan pertama kali oleh Ferdinand de Saussure, bapak
linguistik modern, dalam bukunya yang menjadi klasik dalam bidang linguistik,
Course de linguistique générale. Saussure telah meramalkan akan timbulnya suatu
ilmu baru yang menerapkan metode linguistik strukturalis dalam ilmu-ilmu sosial
lain di luar bahasa, yang disebutnya “semiologi”.
Menurut Saussure, semiologi sering digunakan dalam analisis teks, selain
hermeneutik, kritik sastra, analisis wacana, dan analisis isi. Salah satu tokoh
terpenting dalam semiologi adalah Roland Barthes (1915-1980). Ketika pertama
kalinya membaca buku Saussure, Barthes melihat kemungkinan-kemungkinan
untuk menerapkan semiologi atas bidang-bidang lain. Tapi, bertentangan dengan
Saussure, Barthes beranggapan bahwa semiologi termasuk dalam bidang
linguistik, bukan sebaliknya.
Pemahaman makna akan tanda menimbulkan pengkajian berdasarkan
kepentingan masing-masing. Terutama dalam pengkajian tanda yang diterapkan
pada bidang desain yang dapat dianalogikan dengan bahasa visual. Untuk gambar
teknis, informasi ataupun aspek-aspek yang berkaitan dengan produksi, cenderung
pembiasan makna. Sedangkan untuk hal-hal yang bermuatan ekspresi, seperti
bentuk, citra, motif, ornamen ataupun hal-hal yang bersentuhan dengan aspek
humanistis, cenderung diterapkan tanda-tanda konotatif (Sachari, 2005: 17).
2.1.2. Tanda Denotatif dan Konotatif Menurut Roland Barthes
Teori semiologi atau semiotika oleh Barthes menyangkut dua tingkatan
signifikasi, yaitu:
1. Tingkatan pertama adalah denotasi –yakni relasi antara penanda dan
petanda dalam sebuah tanda, serta tanda dengan acuannya, ini menunjuk
pada common-sense atau makna tanda yang nyata (tanda yang tampak
nyata, bukan makna yang terkandung dalam tanda)
Penandayaitu suatu tanda yang menjelaskan ‘bentuk’ atau ekspresi.
Dalam hal lain dijelaskan “penanda” merupakan “pemberi makna”.
Penanda juga merupakan aspek material dari suatu bahasan: apa yang
dilihat, dikatakan atau didengar (Sobur, 2004: 31&46). Contohnya:
Lampu Lalu Lintas di sisi jalan. Sering perkembangan teknologi, lampu
lalu lintas yang awalnya berbentuk huruf T dengan warna merah, kuning
dan hijau, kini lampu lalu lintas memiliki banyak variasi, misalnya lampu
lalu lintas digital dengan penghitungan mundur otomatis yang sering kita
temui saat ini, hingga adanya penambahan kamera yang berguna untuk
mengurangi pelanggaran aturan lampu lalu lintas, dan lain sebagainya.
Petanda yaitu suatu tanda yang menjelaskan ‘konsep’ atau ‘makna’.
dimaknakan”. Petanda juga merupakan aspek mental dari suatu bahasan:
gambaran mental, pikiran atau konsep (Sobur, 2004: 31&46). Contohnya:
Lampu lalu lintas di sisi jalan yang kita ketahui sebagai alat pembantu
tertibnya berlalu lintas yang memiliki kode-kode di dalamnya. Lampu
lalu lintas sudah banyak mengalami perubahan karena semakin majunya
teknologi, namun perubahan tersebut tidak pernah meninggalkan wujud
aslinya yaitu sebuah lampu yang dibuat di bagian atas sebuah tiang dan
terdiri dari tiga warna, yaitu merah, kuning dan hijau. Lampu-lampu ini
selalu dibuat berdampingan, baik itu dibuat secara vertikal maupun
horizontal.
Tingkatan kedua adalah konotasi, mitos, dan simbol. Konotasi dalam
tingkatan ialah suatu operasi ideologi yang disebut juga sebagai ‘mitos’,
dan berfungsi untuk mengungkapkan dan memberikan pembenaran bagi
nilai-nilai dominan yang berlaku dalam suatu periode tertentu (Budiman,
2001: 28). Barthes (1968) mengungkapkan bahwa konotasi sebagai suatu
ekspresi budaya. Mitos merupakan suatu pesan yang di dalamnya
ideologi berada. Simbol adalah suatu tanda atau gambar yang
mengingatkan kita kepada penyerupaan benda yang kompleks yang
diartikan sebagai sesuatu yang dipelajari dalam konteks budaya yang
lebih spesifik atau lebih khusus
Tingkat signifikasi yang terakhir di atas dapat menjelaskan bagaimana
mitos-mitos dan ideologi beroperasi dalam teks melalui tanda-tanda. Yang mana
mitos adalah suatu pesan yang di dalamnya sebuah ideologi berada. Mitos-mitos
tersebut menjalankan fungsi naturalisasi, yakni untuk membuat nilai-nilai yang
bersifat historis dan kultural, sikap dan kepercayaan menjadi tampak “alamiah”,
“normal”, “common sense”, dan karenanya “benar”. Dengan demikian dapat
dipahami bahwa pendekatan semiologi Barthes terarah secara khusus pada apa
yang disebut “mitos” ini. (Barthes, 1968: 9-14).
Pemahaman makna akan tanda menimbulkan pengkajian berdasarkan
kepentingan masing-masing. Terutama dalam pengkajian tanda yang diterapkan
pada bidang desain yang dapat dianalogikan dengan bahasa visual. Untuk gambar
teknis, informasi ataupun aspek-aspek yang berkaitan dengan produksi, cenderung
digunakan tanda-tanda visual yang bersifat denotatif, sehingga tidak terjadi
pembiasan makna. Sedangkan untuk hal-hal yang bermuatan ekspresi, seperti
bentuk, citra, motif, ornamen ataupun hal-hal yang bersentuhan dengan aspek
kemanusiaan, cenderung diterapkan tanda-tanda konotatif. (Sachari, 2005: 71).
Teori semiologi oleh Roland Barthes (1968) sering kali digunakan untuk
menganalisa ornamen-ornamen yang mengandung kebudayaan sebuah
masyarakat, berikut peneliti cantumkan beberapa contoh penggunaan teori
Gambar 1: Ornamen Batak Toba “Gorga Simeol-eol”
(Sumber
Contoh ornamen Gorga Batak Toba diatas biasanya diukir pada beroti/kayu
yang terdapat di dinding, atap, dan sebagainya.
Dari substansi budaya Batak Toba Gorga Simeol-eol dimaksudkan sebagai
suatu gerak lemah gemulai atau lenggak- lenggok, mengambil contoh dari gerakan
tumbuhan lumut yang selalu lemah – gemulai. Motif ini mengandung simbol
kegembiraan dan sukaria pada penghuninya setiap saat. Sebagai simbol peringatan
kepada manusia agar tidak larut dalam kesusahan dan kesedihan. Setiap rumah
adat tidak pernah tidak membuat motif ini pada rumah adatnya (Saragi, 1999: 42).
Gorga simeol-eol merupakan motif gorga yang dideformasi dari gerakan
tumbuhan lumut yang melenggak-lenggok. Sehingga secara denotatif, gorga ini
merupakan visualisasi dari tumbuhan yang memiliki bentuk yang hampir simetris
dengan setiap lekukannya. Gerak yang dihasilkan memberi irama dan garis
melengkung kedalam dan meliuk keluar. Sehingga satu kesatuan gorga ini
Dilihat secara konotatif, gorga simeol-eol dilihat dari sudut pandang
inkulturasi, memberikan kesan akan dinamisme kehidupan manusia akan
kegembiraan duniawi. Dimana diyakini seperti tumbuhan lumut yang “hidupnya
terombang-ambing dengan gerak yang gemulai, namun akar tetap kokoh
merekat”. Pada sosial kehidupan manusiapun dalam menjalani kehidupan haruslah
selalu merasa senang namun tetap pada dasarnya yaitu mengutamakan
kepentingan surgawi. Sehingga gorga simeol-eol ini merupakan simbol
kegembiraan akan hidup diduniawi.
2.2. Pengertian Masjid
Dalam buku Membangun Masjid dan Mushola (Susanta, 2007:8) telah
dijelaskan bahwa definisi Masjid adalah rumah Allah SWT yang dibangun agar
ummat mengingat, mensyukuri dan menyembah-Nya dengan baik. Masjid dapat
diartikan sebagai tempat dimana saja untuk bersembahyang orang muslim, seperti
sabda Nabi Muhammad SAW.: “Dimanapun engkau bersembahyang, tempat
itulah Masjid”. Kata Masjid disebutkan sebanyak dua puluh kali di dalam
Al-Qur’an, berasal dari kata sajada-sujud, yang berarti patuh, taat, serta tunduk penuh
hormat dan takzim (Sumalyo, 2006: 1).
Masjid banyak tersebar di seluruh wilayah Indonesia, beberapa diantaranya
telah berumur ratusan tahun, bernilai sejarah bahkan memiliki ciri-ciri kekunoan
yang merupakan kesinambungan dengan masa-masa sebelum pengaruh Islam
masuk ke Indonesia. Dalam perjalanan sejarahnya, bentuk-bentuk Masjid di
pula pengaruh asing. Yang jelas, dari bentuk bangunan Masjid tidak bertolak
belakang dengan tujuan dan fungsinya (I G.N. Anom, 1992:1).
Jika melihat pada konsep awal pembangunan Masjid di masa Rasulullah
SAW. yang masih sederhana, bangunan Masjid hanya berbentuk segi empat
dengan dinding sebagai pembatas sekelilingnya. Bangunan Masjid tersebut
dilengkapi mihrab, serambi dan gapura di pintu masuknya. Bahan yang digunakan
pun sangat sederhana, seperti batu alam atau batu gunung, pohon dan daun-daun
kurma. Namun, sejalan dengan penyebaran Islam ke berbagai wilayah,
perkembangan bentuk bangunan Masjid selanjutnya ikut dipengaruhi oleh kondisi
sosial budaya dan kebutuhan masyarakat setempat. Hal ini juga disebabkan oleh
peta perkembangan Islam dari Jazirah Arab ke negara barat atau ke negara timur
yang mengalami kondisi berbeda. Menurut tempat dan sejarah perkembangan
Islam, perkembangan arsitektur Masjid secara global dikelompokkan menjadi
Sembilan, yaitu: 1) Arab dan sekitarnya, 2) Spanyol dan Afrika Utara, 3) Iran dan
Asia Tengah, 4) Anatolia, 5) India, 6) Sub-Sahar Barat, 7) Asia Timur, 8) Cina
dan 9) Asia Tenggara, dengan Indonesia termasuk di dalamnya (Susanta, 2007:
11-12).
Masjid umumnya terdiri dari beberapa bagian pokok yang sering kali diberi
hiasan, dan khususnya pada masjid-masjid di Indonesia, bentuk dan jenis
arsitektur beberapa bagian pokok tersebut sering diadopsi dari beberapa negara
a. Mimbar Masjid
Mimbar adalah suatu tempat yang dibuat untuk “khatib” berkhutbah atau
memberi ceramah sebelum salat jamaah Jum’at. Mimbar terletak di sebelah kanan
dari mihrab dan menghadap ke arah jamaah Masjid (Situmorang, 1993: 24).
Mimbar Masjid di Indonesia banyak sekali yang mengambil bentuk dari
mimbar-mimbar yang terdapat pada Masjid-Masjid di negara-negara Arab.
Berikut beberapa contoh dasar mimbar pada Masjid-Masjid di negara-negara
Arab:
Gambar 2: Desain Mimbar Masjid di Negara Arab
Gambar 3: Desain Mimbar Masjid di Negara Arab 2
(Sumber: Abdur Rahman, 2010: 49)
b. Mihrab Masjid
Mihrab disebut juga “maqsurah”, yaitu suatu ruang berbentuk setengah
lingkaran yang berfungsi sebagai tempat imam dalam memimpin salat jamaah.
Ruang mihrab ini berada di bagian depan ruang utama Masjid dan berfungsi pula
sebagai penunjuk arah kiblat yaitu ke arah Ka’bah di Mekah (Situmorang, 1993:
24).
Mihrab seringkali mengambil bentuk dari arsitektur khas Arab yaitu
lengkungan. Terdapat beberapa lengkungan yang dikenal sebagai model orisinil
arsitektur Arab, yaitu lengkungan Tapak Kuda, lengkungan Berlengkung Tiga
(trefoil), lengkungan Rangkai (scalloped arch), lengkungan Lancip, dan lain-lain.
Berikut beberapa contoh lengkungan yang sering digunakan di dalam
Gambar 4: Lengkungan khas beberapa negara Arab yang sering digunakan untuk
lengkungan mihrab masjid
(Sumber: Situmorang, 1993: 43&49)
c. Menara Masjid
Menara dalam bahasa Arab disebut dengan “ma’dzan”, yaitu suatu
bangunan ramping dan tinggi yangdigunakan sebagai tempat mengumandangkan
azan. Bangunan ini biasanya terletak di samping Masjid, yaitu pada salah satu
sudut bangunan Masjid. Terkadang menara didirikan sebuah saja, tetapi ada pula
yang mendirikan lebih dari satu buah hingga empat buah.
Seiring perkembangan zaman, peranan menara Masjid menjadi sangat
berarti bagi bangunan Masjid tersebut, disebutkan bahwa Masjid tanpa menaranya
adalah suatu hal yang kurang sempurna dalam segi keindahan arsitektur Masjid
tersebut secara utuh (Situmorang, 1993: 24, 51-52).
Jika dilihat dari bentuk suatu menara, dapat diketahui dari manakah asal
mula aliran arsitektur pada menara tersebut. Beberapa Masjid di Indonesia kerap
Menara dengan hiasan yang sangat indah juga sangat sering dijumpai,
karena menara sebuah Masjid juga sering dijadikan bangunan khas sebuah Masjid.
Gambar 5: Contoh Menara Masjid yang berasal dari arsitektur Turki, India dan
Persia
(Sumber: Situmorang, 1993: 57)
2.3. Pengertian Ornamen
Ornamen berasal dari bahasa Yunani dari kata ornare yang artinya hiasan
atau perhiasan. (http://pengertianornamen.blogspot.com/). Ornamen dapat berupa
garis lurus, garis patah, garis miring, garis sejajar, garis lengkung, dan sebagainya
yang kemudian sekarang ini berkembang menjadi bermacam-macam bentuk yang
beraneka ragam coraknya juga. Ornamen dibuat bukan hanya untuk memperindah
suatu objek akan tetapi ornamen juga dipiilih untuk menunjukkan berbagai
macam makna terkandung secara simbolis dalam objek tersebut, yang dalam hal
Selanjutnya, ornamen yang juga biasa disebut ragam hias adalah komponen
produk seni yang sengaja dibuat sebagai hiasan, selain mengandung unsur
menghias, faktor keindahan merupakan tujuan utamanya. Disebutkan pula bahwa
seni ornamen adalah suatu bentuk hiasan yang berfungsi menambah keindahan
pada suatu benda sehingga terjadi bentuk yang indah dan menarik (Ekoprawoto,
1998: 36).
2.3.1. Jenis Ornamen
Terdapat beberapa jenis ornamen di seluruh dunia, beberapa di antaranya
merupakan hasil-hasil kesenian dari negaranya masing-masing yang juga sangat
terkenal di dunia, antara lain seperti ornamen dari negara-negara Arab, ornamen
Melayu dari Indonesia, ornamen Cina, ornamen India dan ornamen dari negara
Eropa.
2.3.1.1. Ornamen Arab
Jika membicarakan mengenai ornamen khas Arab yang terkenal akan
keindahannya yang juga menginspirasi arsitektur-arsitektur negara lain, maka kita
tidak akan luput dari pembahasan penyebaran Islam yang disertai dengan gerakan
pembangunan gedung-gedung, Masjid-Masjid dan lain sebagainya.
Pengembangan kesenian Arab-Islam akan terlihat paling menonjol adalah
dalam bidang seni rupa. Bidang-bidang arsitektur, seni kerajinan, seni
hias/dekorasi, seni tulis kaligrafi maupun seni lukis miniatur. Kesenian-kesenian
tersebut banyak memperlihatkan tingkat kemajuan bidang seni rupa Islam.
bukti pengungkapan seni bangunan (arsitektur) Islam yang memiliki keindahan
yang tiada taranya (Situmorang, 1993: 5-6).
Kesenian Arab-Islam tersebut melahirkan arsitektur yang memiliki ciri-ciri
yang khas. Berbagai unsur yang ditampakkan, seperti berbagai desain lengkungan
(arch) yang meliputi lengkung tapak kuda, bentuk runcing dan bentuk ramping,
beserta variasi-variasinya. Ada juga bentuk segmental dan bentuk tetesan air
dengan bentuk-bentuk yang dirasa sesuai: bentuk lengkung tiga (trefoil), lengkung
lima (cinquefoil) dan lengkung banyak (multifoil) (Ahmed, 1986: 330).
Orang-orang Arab dan Muslim mempunyai imajinasi yang tak terbatas
liku-liku dekorasi, karena itu motif-motif mereka bisa diulang-ulang, deperbaharui,
diubah dan dijalin dengan yang lain tanpa batas. Mereka menciptakan gaya-gaya
dekorasi yang indah menawan, berupa bintang dengan sudut banyak, daun-daunan
yang rumit dan perhiasan khas Arab, yang dinamai oleh orang-orang Eropa
dengan Arabesque (Ahmed, 1986: 331).
Arabesque terkenal dengan motif-motifnya yang indah dan rumit. Seni hias
jenis ini banyak diterapkan dalam ruangan (interior) bangunan Masjid sebagai
hiasan dinding, ruang mihrab dan juga pada bangunan istana-istana (Situmorang,
1993: 6).
Desain Arabesque dibuat melalui suatu kombinasi pola-pola geometris
dengan pola-pola dedaunan. Dengan demikian sejumlah besar variasi bentuk telah
diciptakan, yang terdiri dari berbagai macam bentuk dan konfigurasi geometris,
seperti lingkaran, cincin, kurva, segi-tiga, segi banyak, saling dijalin atau
digabungkan. disebutkan juga bahwa unsur-unsur pokok dalam seni Arabesque
dedaunan adalah tangkai, daun, bunga dan buah yang penggambarannya diatur
dalam bentuk-bentuk geometris. Gambar-gambar tersebut dibentuk sedemikian
rupa hingga memenuhi ruang yang tersedia dengan pengulangan selang-seling
ataupun tumpang-tindih yang tidak terbatas (Ahmed, 1986: 362-363).
Arabesque adalah salah satu aspek penting dalam seni Islam, biasa
ditemukan dalam dekorasi bangunan arsitektur Islam, menampilkan
simbol-simbol (geometric pattern dan lotus) (Pancawati dan Faqih, 2012: 2).
Bunga teratai (lotus) merupakan sejenis bunga yang dapat hidup di
permukaan air, memiliki daun lebar dan berbentuk lingkaran penuh, daun ini
sebagai alas bunga agar tidak tenggelam. Teratai biasanya tumbuh di permukaan
air yang tenang. Bunga dan daun terdapat di permukaan air, tangkai terdapat di
tengah-tengah daun. Daun bunga ini berbentuk lingkaran yang terpotong pada
jari-jari menuju ke tangkai. Jika setetes air jatuh ke atas bagian daunnya maka
tidak akan membentuk butiran air, karena permukaan daun tidak mengandung
lapisan lilin. Bunga teratai memiliki sekitar 50 spesies yang tersebar dari wilayah
tropis hingga daerah subtropis seluruh dunia. Teratai yang tumbuh di daerah tropis
Bunga teratai sering dikaitkan dengan beberapa pemaknaan. Salah satunya
yaitu sebuah pelajaran hidup dari bunga teratai yang tetap tumbuh tegak di atas air
karena memiliki sebuah alas daun lebar dan datar yang mengambang di atas air
dan tidak bergantung pada kebersihan air yang menjadi tempat tinggalnya. Bunga
teratai mengajarkan kita tentang adaptasi yaitu agar kita tidak mudah mengeluh
dan juga tidak pasrah terhadap lingkungan serta kondisi yang dihadapi, juga
tentang idealisme yaitu agar kita dapat menerima lingkungan serta kondisi hidup
dengan cerdas dan juga selalu bersyukur.
Bunga teratai memiliki beberapa manfaat dan kegunaan, antara lain seperti
biji bunganya yang mengandung karbohidrat, protein dan mineral yang tidak
kalah dengan beras, tangkai bunga yang masih muda dapat dijadikan sayuran, dan
umbi teratai berkhasiat sebagai jamu yang meredakan demam, tekanan darah
tinggi dan juga penyakit wasir
Secara keseluruhan, seni Arabesque ini memiliki fungsi sebagai pengingat
tauhid, selanjutnya ornamenasi merupakan inti dari peningkatan spiritualitas. Seni
hias Arabesque dikenal memiliki konsep dasar yaitu dengan adanya pola-pola
yang menjadi karakteristik, fungsi dan struktur yang merupakan cikal bakal ide
konsep perancangan seni hias tersebut (Pancawati dan Faqih, 2012: 2).
Berikut peneliti tampilkan beberapa ulasan yang menjadi salah satu dasar
2.3.1.1.1. Ornamen Motif Berpola Dasar Berbentuk Lingkaran
Ornamen dengan pola dasar berbentuk lingkaran, diberi pemaknaan
yaitu:“Symbol of eternity, perfect expression of justice” (Pancawati dan Faqih,
2012: 2), artinya “Lambang keabadian, ungkapan yang sempurna untuk
keadilan”.Beberapa contoh ornamen Arab dengan pola dasar berbentuk lingkaran
yaitu:
Gambar 6: Ornamen Arabesquedengan pola dasar lingkaran
(Sumber: Abdur Rahman, 2010: 44)
Ornamen dengan pola dasar lingkaran sering kali dihiasi dengan pola-pola
geometris maupun pola floralis. Seperti ornamen di atas yang diisi dengan pola
geometris berbentuk segi delapan.
Gambar 7: Ornamen Arabesquedengan pola dasar lingkaran 2
Seperti halnya contoh sebelumnya, ornamen dengan pola dasar lingkaran di
atas diberi hiasan dengan pola geometris pula yaitu pola segi enam yang saling
berkaitan dan memiliki inti berupa pola segi enam pula.
2.3.1.1.2. Ornamen Motif Berpola Dasar Berbentuk Segitiga
Ornamen dengan pola dasar berbentuk segitiga, diberi pemaknaan
yaitu:“Symbol of human, consciousness and the principle of harmony” (Pancawati
dan Faqih, 2012: 2), artinya “Lambang dari manusia, tentang kesadaran
danasaskeselarasan”.Beberapa contoh ornamen Arab dengan pola dasar berbentuk
segitiga yaitu:
Gambar 8: Ornamen Arabesquedengan pola dasar segitiga
(Sumber: Abdur Rahman, 2010: 15)
Gambar di atas menunjukkan sebuah ornamen dengan pola dasar segitiga
yang kemudian diisi sedemikian rupa dengan pola tumbuhan yaitu gambaran
bunga teratai. Unsur semiotika pada ornamen tersebut pada bentuk denotatif
adalah gambaran bunga teratai, selanjutnya tanda konotatifnya adalah tentang
2.3.1.1.3. Ornamen Motif Berpola Dasar Berbentuk Persegi Empat
Ornamen dengan pola dasar berbentuk persegi empat, diberi pemaknaan
yaitu:“Symbol of physical experience and the physical world of materiality”
(Pancawati dan Faqih, 2012: 2), artinya “Lambangpengalamanyang nyata dan
tentang kebendaan di dunia nyata”.Berikut beberapa contoh ornamen Arab dengan
pola dasar berbentuk persegi empat yaitu:
Gambar 9: Ornamen Arabesquedengan pola dasar persegi empat 2
(Sumber: Abdur Rahman, 2010: 37)
Pada gambar di atas dapat dilihat ornamen tersebut tergolong dalam
ornamen floralis yaitu bunga teratai khas Arabesque yang dijadikan sebagai
penghias dari sebuah pola dasar yaitu persegi empat panjang. Teknik pembuatan
2.3.1.1.4. Ornamen Motif Berpola Dasar Berbentuk Persegi Enam
Ornamen dengan pola dasar berbentuk persegi enam, diberi pemaknaan
yaitu:“Symbol of heaven”(Pancawati dan Faqih, 2012: 2), artinya “Lambang dari
surga”.Berikut contoh ornamen Arab dengan pola dasar berbentuk persegi enam:
Gambar 10: Ornamen dengan pola dasar persegi enam
(Sumber: Abdur Rahman, 2010: 104)
Dapat dilihat bahwa ornamen di atas merupakan ornamen geometris dengan
bentuk dasar persegi enam yang saling berkaitan. Ornamen seperti ini dapat
ditemukan pada bagian jendela masjid (Abdur Rahman, 2010: 104).
Ornamen di atas jika dikaji dengan ilmu semiotika maka akan didapati
bahwa unsur denotatifnya ialah bentuk bintang kejora yang ada di langit.
Selanjutnya, unsur konotatifnya bermakna tentang keindahan. Jadi, perpaduan
yang terjadi pada ornamen di atas menghasilkan makna tentang surga yang di
2.3.1.1.5. Ornamen Motif Berpola Dasar Berbentuk Persegi Delapan atau Persegi Banyak
Ornamen dengan pola dasar berbentuk persegi delapan atau persegi banyak,
diberi pemaknaan yaitu:“Symbol of the God light , spreading the Islamic Faith”
(Pancawati dan Faqih, 2012: 2), artinya “LambangdaricahayaAllah, yang
menyebarkanImanIslam”.Berikut contoh ornamen Arab dengan pola dasar
berbentuk persegi delapan atau persegi banyak:
Gambar 11: Ornamen dengan pola dasar persegi delapan atau persegi banyak
(Sumber: Abdur Rahman, 2010: 146)
Gambar di atas adalah sebuah ornamen dengan bentuk persegi dua belas
yang sangat indah dan juga merupakan sebuah ornamen geomteris karena terdiri
dari garis-garis yang saling berkaitan sehingga muncul sebagai sebuah pola
persegi dua belas.
Jika dikaji dengan ilmu semiotika, makan unsur denotatifnya adalah
gambaran ukiran persegi delapan dengan garis-garis teratur di dalamnya yang
nur atau cahaya Allah SWT yaitu hidayah bagi orang-orang yang
dikehendaki-Nya.
Peneliti menemukan beberapa hasil penelitian mengenai ornamen Arab yang
terdapat pada Masjid Azizi Langkat, yaitu:
1. Ornamen Arabesque meliputi pola geometris dan juga tumbuh-tumbuhan
(biasanya digambarkan menyerupai tumbuhan merambat).
2. Ornamen Arabesque dengan pola dasar lingkaran tidak ditemukan pada
Masjid Azizi Langkat.
3. Ornamen Arabesque dengan pola dasar segitiga sebanyak tiga buah yaitu
pada bagian atas penampil serambi masjid dengan pengisinya adalah
ornamen tumbuhan (lotus), atap serambi masjid dengan tanpa pengisi
apapun (dibuat polos), dan dinding lengkungan ruang utama masjid dengan
pengisinya adalah ornamen tumbuhan (lotus).
4. Ornamen Arabesque dengan pola dasar persegi empat sebanyak dua buah
yaitu pada tiang serambi masjid dengan pengisinya adalah ornamen
tumbuhan (lotus) dan bagian atas penampil serambi masjid dengan
pengisinya adalah ornamen geometris dan kaligrafi Arab.
5. Ornamen Arabesque dengan pola dasar segi enam sebanyak satu buah yaitu
pada bagian atas serambi masjid dengan pengisinya adalah ornamen
geometris.
6. Ornamen Arabesque dengan pola dasar segi delapan dan segi banyak
sebanyak tiga buah yaitu pada bagian plafon serambi masjid dengan
kubah utama masjid dengan pengisinya adalah ornamen tumbuhan (lotus)
dan geometris dan pada menara masjid dengan pengisinya adalah ornamen
geometris.
2.3.1.2. Ornamen Melayu
Dikutip dari Ekoprawoto (1999: 38) bahwa salah satu kesenian di Indonesia
yang berkaitan erat dengan seni ornamen Arabesque adalah seni ornamen Melayu,
yang jika diamati akan didapati bahwa kebanyakan ornamen Melayu berbentuk
sulur yang masih berhubungan dengan seni ornamen Arabesque. Salah satu
contohnya adalah ornamen “itik pulang petang” terlihat sangat mirip dengan
ornamen Arabesque berikut ini:
Gambar 12: Ornamen Arabesque dengan motif tumbuhan atau sulur
(Sumber: Abdur Rahman, 2010: 64)
Gambar 13: Ornamen Melayu “Itik Pulang Petang”
Ornamen pada masyarakat Melayu biasanya disebut dengan Ornamen.
Ornamen sendiri selain berperan dalam pengembangan budaya, juga merupakan
sumber pengetahuan dan petunjuk guna melacak kebudayaan yang telah lalu.
Ornamen juga bermanfaat sebagai sumber informasi terutama dalam bidang
ilmu-ilmu sosial dan budaya. Selain berperan sebagai media untuk memperindah atau
mempercantik, pada satu sisi juga memiliki nilai simbolis dengan makna tertentu
pula.
Pola ornamen Melayu pada awalnya kebanyakan berbentuk sulur (tumbuhan
menjalar) yang saling berkaitan dan mempunyai hubungan erat dengan ornamen
Arabesque, akan tetapi lambat laun terjadi asimilasi budaya yang dipengaruhi
budaya asing, sehingga pola bentuk ornamen Melayu berkembang hingga
mengenal adanya bentuk fauna (hewan, binatang) (Ekoprawoto, 1998: 38).
Adapun bentuk ornamen Melayu antara lain:
2.3.1.2.1. Ornamen Motif Bunga Matahari
Gambar 14: Ornamen Bunga Matahari
Secara denotatif, ornamen ini berbentuk setangkai bunga matahari yang
mana pada bagian kelilingnya dihiasi secara simetris dengan sulur dedaunan serta
pada sisi kiri dan kanannya diberi hiasan bunga di dalam vas. Pada bagian atasnya
disusun sederetan bunga matahari yang tidak berdaun.
Kelompok bunga matahari dengan sulur daun-daunan dibuat dalam satu
bingkai kemudian pada kiri dan kanannya ada juga dibuat satu bingkai bunga,
deretan bunga matahari bagian atas juga berada dalam satu bingkai. Sehingga
hiasan ini membentuk empat persegi panjang, yang mana satu dan lainnya dibatasi
dengan bingkai.
Bunga matahari merupakan sejenis bunga yang digunakan sebagai tanaman
hias maupun tanaman penghasil minyak. Bunga ini sangat khas, biasanya
berwarna kuning terang, dengan kepala bunga yang besar. Bunga ini merupakan
jenis bunga majemuk karena tersusun dari ratusan hingga ribuan bunga kecil pada
satu bongkol. Kekhasan lainnya yaitu terletak pada perilaku bunga ini yang selalu
menghadap ke arah matahari
Ornamen bunga matahari di atas biasanya ditempatkan pada “singab dalam” yang
berfungsi sebagai penyekat bagian atas antara ruang induk dengan ruang depan
atau ruang belakang (Ekoprawoto, 1998: 40).
Secara konotatif, ornamen Melayu berbentuk bunga matahari ini tidak
memiliki arti yang khusus karena biasanya hanya berfungsi sebagai lubang angin
(ventilasi), namun menurut Ekoprawoto dalam bukunya “Makna Simbolis
ini bermakna ketentraman dan kerukunan serta rasa nyaman bagi penghuninya.
Ornamen atau ornamen Melayu motif Bunga Matahari ini tidak dijumpai pada
Masjid Azizi Langkat.
2.3.1.2.2. Ornamen Motif Matahari
Gambar 15: Ornamen Matahari
(Sumber: Dok. Pribadi, 2014)
Secara denotatif, ornamen dengan motif matahari ini merupakan
pengambilan bentuk geometris dan beberapa tambahan motif sebagai penambah
keindahan, yang juga gambaran dari matahari dan sinarnya. Selanjutnya, secara
konotatif ornamen ini memiliki makna tentang matahari sebagai sumber
kehidupan manusia (Wawancara dengan Bapak Ekoprawoto, pada 5 Mei 2015
melalui surat-menyurat ke kota Bogor).
Matahari adalah sebuah bintang di pusat tata surya, bentuknya nyaris bulat
dan terdiri dari zat-zat bersifat panas dan bercampur medan magnet. Matahari
sering kali digambarkan beserta dengan sinarnya yang memancar ke seluruh arah.
Ornamen atau ornamen Melayu motif Matahari ini dijumpai 1 buah pada Masjid
2.3.1.2.3. Ornamen Motif Tampuk Pinang
Gambar 16: Ornamen Tampuk Pinang
(Sumber: Ekoprawoto, 1998: 42)
Ornamen jenis ini jika dilihat dari unsur denotatifnya merupakan susunan
tampuk pinang yang saling berkaitan satu sama lain. Bentuknya tidak mengacu
pada suatu susunan tertentu, dapat dibuat memanjang ataupun dibuat sederhana
dalam ukuran lebih pendek sesuai dengan kebutuhan. Ornamen motif tampuk
pinang ini berfungsi sebagai terawangan (ukiran tembus).
Tampuk merupakan bahasa Melayu yang berarti tangkai buah. Selanjutnya,
tampuk pinang ialah tangkai buah pinang. Pinang merupakan buah yang
dihasilkan oleh pohon sejenis palma yang tumbuh di daerah Asia, Afrika dan
Pasifik. Pinang sering kali diperdagangkan, bijinya dimanfaatkan sebagai salah
satu campuran untuk memakan sirih, selain gambir dan kapur. Juga digunakan
dalam ramuan untuk mengobati disentri, diare berdarah dan kudisan
Secara konotatif, ornamen Tampuk Pinang tidak memiliki makna simbolis
singab(bidang ujung atap diatas dinding rumah) dalam (Ekoprawoto, 1998: 42).
Ornamen atau ornamen Melayu motif Tampuk Pinang ini tidak dijumpai pada
Masjid Azizi Langkat.
2.3.1.2.4. Ornamen Motif Genting Tak Putus
Gambar 17: Ornamen Genting Tak Putus
(Sumber: Ekoprawoto, 1998: 43)
Ornamen ini jika dilihat dari ilmu semiotika memiliki unsur denotatif
dengan bentuk dasar segitiga, memiliki motif hiasan berbentuk dedaunan bersulur
dan tidak putus-putus dan pada beberapa jenis memiliki motif satwa berupa
burung ataupun ikan. Biasanya diletakkan pada bagian dalam batas antara serambi
tengah dengan serambi ruang kamar yang berfungsi sebagai penyekat.
Hiasan dengan motif genting tak putus ini secara konotatif memiliki makna
simbolis yaitu tentang kehidupan manusia yang memiliki sisi susah dan senang,
karena bagaimana pun ketika dalam keadaan susah maka tidak akan terus dalam
keadaan demikian, begitu pula sebaliknya (Ekoprawoto, 1998: 43). Ornamen atau
ornamen Melayu motif Genting Tak Putus ini dijumpai 1 buah pada Masjid Azizi
2.3.1.2.5. Ornamen Motif Lilit Kangkung
Gambar 18: Ornamen Lilit Kangkung
(Sumber: Ekoprawoto, 1998: 46)
Bentuk ornamen dengan motif lilit kangkung ini secara denotatif yaitu
ornamen memanjang yang mengikuti garis-garis lurus, meliuk ke kanan dan ke
kiri, juga berbagai variasi bentuk lainnya, misalnya motif lilit dibuat menjunjung
(mengarah ke atas) untuk menghiasi ruang yang tegak dan dibuat melebar (ke arah
samping kiri atau kanan) untuk ruang yang mendatar. Ornamen ini biasanya
ditempatkan pada tiang dan dinding rumah.
Kangkung ialah tumbuhan yang termasuk jenis sayur-sayuran yang sering
kali sengaja ditanam untuk dikonsumsi, dapat hidup dimana saja terutama di
kawasan yang berair. Terdapat dua jenis kangkung yang dikenali masyarakat
Indonesia pada umumnya, yaitu kangkung dengan daun yang licin dan berbentuk
mata panah, dan ada pula yang memiliki daun yang sempit memanjang dan
biasanya tersusun menyirip tiga
Ornamen ini secara konotatif memiliki makna semangat yang tidak kunjung
padam, terus menggelora walaupun menghadapi berbagai tantangan dan cobaan,
ornamen Melayu motif Lilit Kangkung ini tidak dijumpai pada Masjid Azizi
Langkat.
2.3.1.2.6. Ornamen Motif Pucuk Rebung
Gambar 19: Ornamen Pucuk Rebung
(Sumber: Sinar, 2007: 17)
Ornamen dengan motif pucuk rebung di atas merupakan salah satu dari
berbagai macam variasi bentuknya. Bagaimanapun ornamen pucuk rebung ini
secara denotatif merupakan gambaran sederhana dari pucuk bambu yang memiliki
bentuk yang pada hakikatnya sama yaitu bentuk segitiga. Adapun variasi yang
dibuat yaitu dengan pengubahan sedikit bentuk segitiga baik itu menjadi segitiga
tumpul ataupun lainnya, dan juga dengan penambahan motif dedaunan atau
sulur-sulur di sekitarnya ataupun sebagai pengisi motif ini.
Pucuk Rebung adalah tunas muda yang tumbuh dari akar bambu,biasanya
digunakan untuk dikonsumsi oleh sebagian besar penduduk Indonesia khususnya
dan penduduk Asia umumnya, dijadikan sebagai bahan sayur, isi lumpia dan saat
ini suda sering diolah menjadi berbagai macam bahan makanan, misalnya tepung
rebung, cuka rebung, keripik rebung dan lainnya
Secara konotatif, ornamen ini banyak dibuat sebagai hiasan rumah,
bangunan ataupun untuk hiasan benda yang dipakai sehari-hari (Ekoprawoto,
1998: 47). Ornamen atau ornamen Melayu motif Pucuk Rebung ini dijumpai 1
buah pada Masjid Azizi Langkat.
2.3.1.2.7. Ornamen Motif Pokok Kolan
Gambar 20: Ornamen Pokok Kolan
(Sumber: Sinar, 2007: 25)
Ornamen Pokok Kolan ini secara denotatif adalah ornamen dengan motif
sulur atau tumbuhan menjalar. Ornamen ini biasa dibuat sebagai ornamen
terawangan dan digunakan sebagai ventilasi. Secara konotatif, makna simbolis
dari ornamen tersebut adalah menyiratkan kesuburan (Wawancara dengan Bapak
Ekoprawoto, pada 5 Mei 2015 melalui surat-menyurat ke kota Bogor). Ornamen
atau ornamen Melayu motif Pokok Kolan ini dijumpai 1 buah pada Masjid Azizi
2.3.1.2.8.Ornamen Motif Daun Pakis
Gambar 21: Ornamen Daun Pakis
(Sumber: Sinar, 2007: 22)
Ornamen daun pakis ini secara denotatif juga tergolong dalam ornamen
dengan motif sulur atau tumbuhan menjalar, biasa ditempatkan pada pojok atau
sudut pada bangunan tertentu untuk fungsi keindahan. Secara konotatif, memiliki
makna simbolis untuk menyiratkan tentang kesuburan dan kemakmuran
(Wawancara dengan Bapak Ekoprawoto, pada 5 Mei 2015 melalui surat-menyurat
ke kota Bogor).
Pakis merupakan kelompok tumbuhan dengan sistem pembuluh sejati,
berkembang biak dengan spora. Tumbuhan ini secara umum dapat dikenali karena
daunnya tumbuh dari tunas yang menggulung lalu membuka . sebagian besar
anggota pakis ini tumbuh di daerah tropika basah
motif Daun Pakis ini dijumpai 1 buah pada Masjid Azizi Langkat.
2.3.1.2.9. Ornamen Motif Pucuk Kacang
(Sumber: Sinar, 2007: 21)
Ornamen ini secara denotatif merupakan ornamen dengan motif sulur.
Ornamen dengan motif sulur atau tumbuhan ini tidak ada habis untuk digarap,
setiap garis melahirkan bentuk pola daun, bunga ataupun buah tertentu yang
seakan tidak pernah putus. Biasa digunakan sebagai ornamen terawangan. Secara
konotatif, ornamen ini memiliki makna simbolis tentang kekayaan dan
kemakmuran (Wawancara dengan Bapak Ekoprawoto, pada 5 Mei 2015 melalui
surat-menyurat ke kota Bogor).
Kacang merupakan sebutan dari tumbuhan polong-polongan (namun tidak
semua). Namun di Jakarta khususnya dan Indonesia umumnya menyebut kata
kacang dimaksudkan untuk polong kacang tanah, yaitu biji kering yang berbentuk
menyerupai ginjal dan dimakan setelah dikeringkan
Pucuk Kacang ini dijumpai 1 buah pada Masjid Azizi Langkat.
2.3.1.2.10. Ornamen Motif Bunga Hutan
Gambar 23: Ornamen Bunga Hutan
Secara denotatif, ornamen ini dengan pola bersegi yang berulang-ulang, dan
diambil dari motif geometris ini berfungsi untuk menambah keindahan. Secara
konotatif, memiliki makna simbolis tentang keindahan bunga (Wawancara dengan
Bapak Ekoprawoto, pada 5 Mei 2015 melalui surat-menyurat ke kota Bogor).
Ornamen atau ornamen Melayu motif Bunga Hutan ini dijumpai 1 buah pada
Masjid Azizi Langkat.
2.3.1.2.11. Ornamen Bunga Kala Bukit
Gambar 24: Ornamen Bunga Kala Bukit
(Sumber: Sinar, 2007: 23)
Ornamen ini secara denotatif merupakan ornamen dengan motif sulur atau
tumbuhan menjalar. Secara konotatif, ornamen Bunga Kala Bukit ini memiliki
makna simbolis tentang kekayaan alam sebagai simbolisasi kesuburan dan
kemakmuran (Wawancara dengan Bapak Ekoprawoto, pada 5 Mei 2015 melalui
surat-menyurat ke kota Bogor). Ornamen atau ornamen Melayu motif Bunga Kala
2.3.1.2.12. Ornamen Motif Bunga Ketola
Gambar 25: Ornamen Bunga Ketola
(Sumber: Sinar, 2007: 28)
Ornamen bunga ketola ini secara denotatif merupakan gambaran bunga
yang indah dikelilingi dengan motif sulur atau tumbuhan menjalar di sekitarnya.
Secara konotatif, memiliki makna simbolis tentang rasa keindahan (Wawancara
dengan Bapak Ekoprawoto, pada 5 Mei 2015 melalui surat-menyurat ke kota
Bogor).
Ketola dalam bahasa Indonesia adalah gambas, yaitu sejenis sayuran yang
termasuk dalam jenis labu-labuan, sering juga disebut “oyong”. Gambas dipercaya
bisa menurunkan kadar gula darah
Ornamen atau ornamen Melayu motif Bunga Ketola ini dijumpai 1 buah pada
Masjid Azizi Langkat.
2.3.1.2.13. Ornamen Motif Kiambang
(Sumber: Sinar, 2007: 28)
Ornamen kiambang secara denotatif merupakan salah satu ornamen dengan
motif sulur yaitu motif tumbuhan menjalar, dalam hal ini yaitu gambaran
tumbuhan yang hidup di air, biasa digunakan sebagai ornamen terawangan
sebagai ventilasi angin.
Selanjutnya ornamen ini secara konotatif memiliki makna simbolis dari nilai
kehidupan dan tentang air yang menjadi sumber kehidupan dan sebagai lambang
kesuburan (Wawancara dengan Bapak Ekoprawoto, pada 5 Mei 2015 melalui
surat-menyurat ke kota Bogor).
Kiambang merupakan sebutan umum untuk paku air dari genus Salvinia, ki
artinya pohon, kemudian ambang artinya mengapung. Tumbuhan ini biasa
ditemukan mengapung di air menggenang, seperti sawah, kolam dan danau.
Terdapat dua tipe daun pada kiambang, ada kiambang dengan daun yang tumbuh
di permukaan air berbentuk cuping agak melingkar, yang kedua adalah tipe daun
yang tumbuh di dalam air, berbentuk menyerupai akar. Kiambang tidak
menghasilkan bunga karena termasuk dalam jenis paku-pakuan. Kiambang tidak
asing lagi di kebudayaan Melayu, terdapat sebuah pepatah Melayu, “biduk
berlalu, kiambang bertatut”, yang berarti setelah gangguan berlalu, keadaan akan
kembali seperti sem
2.3.1.2.14. Ornamen Motif Naga Berjuang
Gambar 27: Ornamen Naga Berjuang
(Sumber: Ekoprawoto, 1998: 50)
Ornamen ini secara denotatif memiliki motif fauna khayalan yaitu naga
yang saling berhadapan. Pada bagian tengah ornamen ini terdapat motif dedaunan
bersulur dan juga bunga. Terlihat pada gambar di atas bahwa bagian atasnya
diberi batas berupa garis lengkung setengah lingkaran, dan di sisi kiri-kanan
bagian atas lengkungan ini juga diberi hiasan berupa motif daun bersulur. Motif
naga diyakini baru-baru saja diasimilasi oleh masyarakat Melayu, karena binatang
jenis ini berasal dari mitologi masyarakat Cina.
Naga ialah sebutan umum untuk makhluk mitologi yang berwujud reptile
berukuran raksasa. Makhluk ini muncul dalam berbagai kebudayaan. Pada
umumnya, berwujud seekor ular besar, namun ada pula yang menggambarkannya
sebagai kadal bersaya
Ornamen berbentuk naga ini biasanya diletakkan pada lubang angin
(ventilasi) di atas daun pintu depan. Secara konotatif memiliki makna tentang
kemampuan dalam menghadapi tantangan dan adanya semangat juang yang tidak
kenal lelah (Ekoprawoto, 1998: 50). Ornamen atau ornamen Melayu motif Naga
2.3.1.2.15. Ornamen Motif Roda Sula
Gambar 28: Ornamen Roda Sula
(Sumber: Ekoprawoto, 1998: 52)
Hiasan ini secara denotatif, menggambarkan roda berbentuk setengah
lingkaran dengan hiasan tujuh mata sula sebagai jari-jarinya. Tujuh sula dalam
ornamen jenis ini merupakan lambang dari tujuh petala (lapisan) langit. Ornamen
ini diletakkan di atas pintu ataupun jendela sebagai lubang angin.
Ornamen ini secara konotatif memiliki makna tentang kekuatan dan
ketahanan manusia dalam menghadapi tantangan hidup (Ekoprawoto, 1998: 52).
Ornamen atau ornamen Melayu motif Roda Sula ini tidak dijumpai pada Masjid
Azizi Langkat.
2.3.1.2.16. Ornamen Motif Roda Jangkar
Gambar 29: Ornamen Roda Jangkar
Ornamen ini secara denotatif menggambarkan motif lima buah jangkar
dengan ukiran tebukan (terawangan), yang pada bagian atasnya dibatasi dengan
bentuk setengah lingkaran. Bagian atas hiasan ini diberi hiasan motif dedaunan
bersulur di sisi kanan dan kirinya.
Jangkar ialah perangkat penambat kapal ke dasar perairan, di laut, sungai
ataupun danau, sehingga tidak berpindah tempat karena hembusan angina, arus
ataupun gelombang. Jangkar terbuat dari bahan besi cor dan didesain sedemikian
rupa sehingga dapat tersangkut di dasar perairan. Jangkar juga merupakan
perangkat yang menjadi symbol dari hampir semua kegiatan yang terkait dengan
kepelautan ataupun maritim
konotatif memiliki makna simbolis tentang tempat berlabuh atau istirahat
(Ekoprawoto, 1998: 53). Ornamen atau ornamen Melayu motif Roda Jangkar ini
tidak dijumpai pada Masjid Azizi Langkat.
2.3.1.2.17. Ornamen Motif Ombak-ombak
Gambar 30: Ornamen Ombak-ombak
(Sumber: Ekoprawoto, 1998: 56)
Ornamen ombak-ombak ini secara denotatif memiliki bentuk dasar setengah
lingkaran yang dibuat berkali-kali dan memanjang, dapat dibuat dalam satu baris
penyusunan berkali-kali menyerupai gambaran alunan ombak. Secara konotatif
berfungsi sebagai penutup saja tanpa memiliki makna simbolis tertentu
(Ekoprawoto, 1998: 56).
Ombak ialah gelombang air yang terjadi karena pasang surut laut akibat
adanya gaya tarik bulan dan matahari
Ornamen atau ornamen Melayu motif Ombak-ombak ini dijumpai 3 buah pada
Masjid Azizi Langkat.
2.3.1.2.18. Ornamen Motif Awan Semayang
Gambar 31: Ornamen Awan Semayang
(Sumber: Sinar, 2007: 18)
Ornamen ini secara denotatif merupakan ornamen yang menggambarkan
awan yang dibuat dengan pengulangan bentuk yang sama, digunakan untuk
memberikan keindahan pada sebuah bangunan. Secara konotatif, memiliki makna
simbolis tentang alam semesta (Wawancara dengan Bapak Ekoprawoto, pada 5
Mei 2015 melalui surat-menyurat ke kota Bogor). Ornamen atau ornamen Melayu
2.3.1.2.19. Ornamen Motif Awan Jawa
Gambar 32: Ornamen Awan Jawa
(Sumber: Sinar, 2007: 18)
Ornamen Melayu ini menggunakan motif kosmos atau alam, yang secara
denotatifnya menggambarkan sebentuk awan yang beriringan di alam semesta.
Ornamen jenis ini secara konotatif memiliki makna simbolis tentang kebesarab
Sang Pencipta (Wawancara dengan Bapak Ekoprawoto, pada 5 Mei 2015 melalui
surat-menyurat ke kota Bogor). Ornamen atau ornamen Melayu motif Awan Jawa
ini dijumpai 1 buah pada Masjid Azizi Langkat.
2.3.1.2.20. Ornamen Motif Awan Selimpat
Gambar 33: Ornamen Awan Selimpat
Ornamen di atas secara denotatif merupakan gambaran awan yang dibuat
sedemikian rupa untuk menjadi pengisi dalam sebuah ruang, yang biasanya
digunakan di bagian bawah atap atau bubungan Limas, ornamen ini merupakan
ornamen terawangan. Selanjutnya, secara konotatif memiliki makna simbolis
tentang kebesaran alam semesta (Wawancara dengan Bapak Ekoprawoto, pada 5
Mei 2015 melalui surat-menyurat ke kota Bogor). Ornamen atau ornamen Melayu
motif Awan Selimpat ini dijumpai 1 buah pada Masjid Azizi Langkat.
2.3.1.2.21. Ornamen Motif Itik Pulang Petang
Gambar 34: Ornamen Itik Pulang Petang
(Sumber: Sinar, 2007: 23)
Ornamen “Itik Pulang Petang” diatas secara denotatif merupakan gambaran
dari hewan itik yang berjalan beriringan, namun pada ornamen ini dibuat variasi
yaitu dengan bentuk berhadapan. Bentuk itik pada ornamen ini digambarkan
meyerupai huruf “S” yang berhadapan dan dihias dengan sedikit lengkungan
sulur. Ornamen “Itik Pulang Petang” ini secara konotatif memiliki makna
simbolis tentang kerukunan dan ketertiban (Kartini, 2014: 26).
Peneliti menemukan beberapa hasil penelitian mengenai ornamen Melayu
1. Ornamen Melayu dengan Bentuk Floralis terdapat pada Masjid Azizi
Langkat sebanyak 16 buah yaitu ornamen “Pucuk Rebung” pada atap
serambi masjid, ornamen “Bunga Ketola”, ornamen “Pucuk Kacang”,
ornamen Awan Semayang dan ornamen “Bunga Hutan” pada dinding
masjid, ornamen “Kiambang” pada tempat mukhabar, ornamen “Genting
Tak Putus”, ornamen “Itik Pulang Petang”, ornamen “Daun Pakis”,
ornamen “Bunga Kala Bukit”, ornamen “Pokok Kolan”, ornamen “Awan
Jawa” dan ornamen “Awan Selimpat” pada mimbar utama masjid, ornamen
“Pucuk Kacang” dan ornamen “Bunga Matahari” pada mimbar masjid yang
berada di serambi.
2. Ornamen Melayu dengan Bentuk Geometris sebanyak 3 buah yaitu 3 buah
ornamen “Ombak-ombak” pada pagar masjid, pada dinding atap serambi
masjid dan pada menara masjid.
3. Ornamen Melayu dengan Bentuk Kosmos sebanyak 1 buah yaitu ornamen
“Matahari” pada mimbar utama masjid.
4. Diketahui bahwa dari 27 jenis ornamen yang terdapat di Ornamen Melayu
yang diuraikan di atas, didapati 13 jenis ornamen Melayu, yang terdiri atas:
1 buah ornamen motif Genting Tak Putus, 1 buah ornamen motif Pucuk
Rebung, 1 buah ornamen motif Pokok Kolan, 1 buah ornamen motif Daun
Pakis, 1 buah ornamen motif Bunga Hutan, 1 buah ornamen motif Bunga
Ketola, 1 buah ornamen motif Kiambang, 3 buah ornamen motif
Awan Jawa, 1 buah ornamen motif Awan Selimpat, 2 buah ornamen motif
Itik Pulang Petang dan 2 buah ornamen motif Pucuk Kacang.
2.3.1.3. Ornamen Cina
Cina adalah sebuah negara yang terletak di Asia Timur yang beribukota di
Beijing. Masyarakat dari negara ini banyak yang berpindah ke negara-negara lain,
salah satunya negara tujuannya ialah Indonesia.
Tidak sedikit peninggalan sejarah oleh masyarakat Cina yang ada di
Indonesia, salah satunya ialah peninggalan bukti-bukti sejarah berupa kesenian
juga kebudayaan yang juga kaya makna dan tradisi. Bangunan yang dihiasi
dengan ornamen-ornamen khas Cina biasanya adalah kelenteng (rumah ibadah
masyarakat Tiongkok/Cina), ada pula yang diaplikasikan pada masjid dan
rumah-rumah masyarakat Cina itu sendiri. Peneliti mengamati terdapat beberapa masjid
yang menggunakan ornamen Cina pada bangunannya, salah satunya adalah
Masjid Azizi Langkat yang menggunakannya pada bagian daun pintu masjid.
Peletakan ornamen umumnya pada dinding, atap, pilar, pintu dan elemen
interior lainnya sesuai dengan sifat dan maknanya. Secara umum jenis ornamen
Cina yang biasa digunakan dapat dibagi menjadi tiga, yaitu ornamen hewan,
tumbuhan dan manusia.
Ornamen hewan, antara lain Naga, Phoenix/Burung Api, Kura-kura, Singa,
Rusa, Kelelawar, Bangau, dan sebagainya. Setiap ornamen mempunyai banyak
Naga Cina yang merupakan simbol kebijaksanaan, kekuatan dan keberuntungan
dalam kebudayaan Cina (Sari dan Pramono, 2008: 77).
Berikut beberapa jenis ornamen khas Cina yang biasa digunakan pada
bangunan baik itu tempat tinggal maupun rumah ibadah:
2.3.1.3.1. Ornamen Naga Cina
Gambar 35: Ornamen Naga Cina
(Sumber:http://1.bp.blogspot.com)
Naga dalam kepercayaan masyarakat Cina merupakan raja segala binatang
di alam semesta. naga memiliki bagian tubuh yang menunjukkan dapat hidup di
tiga alam, yang secara denotatif naga memiliki kepala seperti buaya, badan seperti
ular (bersisikdan berkelok-kelok), lengan dan cakar seperti burung.
Menurut kepercayaan masyarakat Cina, naga secara konotatif dilambangkan
sebagai penolak roh jahat, menjaga keseimbangan Hong Sui, kekuasaan,
dipercaya dapat mengeluarkan kekuatan hebat dan melimpahkan kebahagiaan
2.3.1.3.2. Ornamen Meander (Aliran Sungai)
Gambar 36: Ornamen Meander
(Sumber:http://1.bp.blogspot.com)
Meander merupakan ornamen pada zaman perunggu yang datang dari Asia
Tenggara ke Indonesia. Meander juga sangat dikenal dalam seni kuno Yunani.
Simbol-simbol Religi yang biasa digunakan adalah Yin dan Yang dan Pakua
(Bagua). Digambarkan dalam Pakua atau trigrams yang berisi tentang adanya
lambang-lambang dari setiap garis yang dibuat, bahwa secara denotatif garis
putus-putus ( −− ) mewakili Yin (energi wanita), sedangkan garis solid ( )
mewakili Yang (energi laki-laki) (Sari dan Pramono, 2008: 77).
Yin dan Yang secara konotatif, merupakan simbol yang dipakai dalam
masyarakat Cina karena dianggap mewakili prinsip-prinsip kekuatan alam, Yin
dihubungkan dengan bulan (kegelapan, air dan prinsip feminin) sedangkan Yang
dihubungkan dengan matahari (terang, api dan prinsip maskulin). Keharmonisan
2008: 77). Kesemua simbol Religi tersebut sering kali aplikasinya digunakan pada
ornamen meander.
Peneliti menemukan sebuah ornamen Cina pada Masjid Azizi Langkat yaitu
pada daun pintu masjid.
Peneliti menemukan hasil penelitian mengenai ornamen Cinayang terdapat
pada Masjid Azizi Langkat, yaitu: Ornamen Cina dengan Bentuk geometris
sebanyak 1 buah yaitu ornamen “Meander” pada daun pintu masjid.
2.3.2. Bentuk-Bentuk Ornamen
Ornamen memiliki banyak ragam bentuknya, berikut ornamen berdasarkan
klasifikasi bentuk menurut Ekoprawoto (1998) ialah:
− bentuk manusia
− bentuk hewan/satwa
− bentuk raksasa/khayalan
− bentuk tumbuh-tumbuhan
− bentuk geometris
− dan bentuk alam/kosmos.
Kemudian jenis corak ornamen terbagi dua yaitu corak primitif dan klasik.
Selanjutnya diketahui pula bahwa ornamen dengan pola geometris merupakan
pola ornamen tertua yang sampai saat ini masih berkembang dengan baik
Ornamen merupakan hasil kesenian dari berabad-abad yang lalu, berikut
beberapa negara yang memiliki ornamen khas, yaitu: Arab, Amerika (aztec),
Turki, Byzantium, Perancis, India, Jepang, Cina, Moorish, Turki dan lainnya
2.3.2.1. Bentuk Manusia
Ornamen dengan Bentuk manusia tidak selalu digambarkan dengan bentuk
manusia seutuhnya, tetapi ada pula hanya bagian-bagian tertentu misalnya
wajah/kepala, mata, lidah dan kuku. Manusia yang digambarkan secara utuh
biasanya dengan latar belakang tata kehidupan manusia itu sendiri, misalnya
sering kita dapati ornamen manusia bertani atau berladang, berburu dan lain
sebagainya pada candi dan pada objek lain (Hutauruk, 2012).
Ornamen dengan Bentuk manusia di Indonesia biasanya menampilkan
bentuk patung nenek moyang, dan lainnya yang kehadirannya erat dengan unsur
kekuatan magis, seperti patung nenek moyang pada masyarakat Batak, Nias, Nusa
Tenggara Barat, Irian Jaya (Ekoprawoto, 1992: 48).
Gambar 37: Bentuk Manusia
Penggunaan ornamen berbentuk manusia dilarang dalam beberapa
kebudayaan di Indonesia, antara lain adalah kebudayaan Melayu, hal tersebut
dengan alasan bahwa penggunaan bentuk motif manusia dilarang dalam ajaran
agama Islam (Sinar, 2007: 1). Begitu pula penggunaannya di dalam bangunan
Masjid juga sangat dilarang, oleh karena itu tidak terdapat ornamendengan Bentuk
manusia pada Masjid Azizi Langkat.
2.3.2.2. Bentuk Hewan
Ornamen dengan Bentuk hewan biasanya menggunakan jenis hewan yang
mempunyai mitologis dan legendaris. Penggambarannya juga terkadang
disederhanakan dan ada pula yang digambarkan secara berlebihan, walaupun
demikian selalu masih tampak bentuk aslinya. Hewan yang sering kali
digambarkan dalam ornamen adalah kerbau, burung, gajah, kuda, cicak, ular dan
lainnya (Hutauruk, 2012).
Gambar 38: Bentuk Hewan, “Tendi Sapo”
(Sumber: Ekoprawoto, 1992: 35)
Penggunaan ornamen dengan Bentuk hewan di Indonesia sangatlah
bervariasi, namun pada umumnya ornamen tersebut diyakini kehadirannya
merupakan ungkapan simbolik yang mengandung pertanda. Misalnya, ornamen
berwujud sepasang cicak (jantan dan betina) disebut dengan “tendi sapo”,
yang melindungi manusia lahir dan batin, baik laki-laki, perempuan, anak-anak
dan dewasa. Serta lambang kejujuran dalam menegakkan kebenaran (Ekoprawoto,
1992: 35). Ornamen berbentuk hewan dilarang penggunaannya di dalam rumah
ibadah kaum Islam yaitu Masjid, oleh karena itu juga tidak dijumpai ornamen
berbentuk hewan pada Masjid Azizi Langkat.
2.3.2.3. Bentuk Raksasa/Khayalan
Pola jenis ini dibuat berdasarkan khayalan si pembuat. Sering kali yang
digambarkan adalah hewan atau makhluk hidup yang tidak pernah ada, atau
terkadang seekor hewan khayalan yang digambarkan gabungan dari dua jenis
hewan. Pola hias jenis khayalan ini misalnya naga, raksasa dan lain-lain.
Gambar 39: Bentuk Khayalan
(Sumbe
Ornamen dengan bentuk khayalan, misalnya bentuk naga bisa ditemukan
pada kelenteng Cina. Penggunaan ornamen seperti ini tidak diperbolehkan di
dalam Masjid karena ornamen tersebut menyerupai bentuk hewan dan manusia,
demikian pula pada Masjid Azizi Langkat tidak ditemukan ornamen dengan
2.3.2.4. Bentuk Tumbuh-Tumbuhan
Ornamen dengan bentuk tumbuh-tumbuhan biasanya menggambarkan suatu
jenis bunga sederhana maupun jenis daun-daunan menjalar yang digambarkan
dengan bergelombang. Pola ornamen seperti ini umumnya digunakan untuk
dekorasi ruangan, dibuat dengan teknik pengulangan dan lainnya.
Penggunaan ornamen dengan bentuk tumbuh-tumbuhan di Indonesia
terutama bentuk sulur tidak hanya demi keindahan saja, namun ada beberapa
diantaranya yang mengandung makna tentang unsur-unsur kehidupan dan
kekuatan spiritual (Ekoprawoto, 1992: 20).
Terdapat sebuah ornamen dengan bentuk “pohon hayat” yang terdapat pada
Candi Prambanan, dan juga digunakan oleh masyarakat Sumatera Selatan dan di
Sumatera Utara yaitu masyarakat Batak ornamen ini disebut dengan “Gorga
Mariara Sundung di Langit” yang mempunyai makna simbolik tentang kekuatan
batin yang mendalam (Ekoprawoto, 1992: 22).
Gambar 40: Bentuk Tumbuhan, “Pohon Hayat”
Ornamen dengan Bentuk tumbuh-tumbuhan atau sulur diperbolehkan
penggunaannya dalam Masjid, sehingga didapati setidaknya 17 buah ornamen
berbentuk sulur pada Masjid Azizi Langkat.
2.3.2.5. Bentuk Geometris
Ornamen berbentuk geometris dapat dijumpai dimana saja. Pola ini
digambarkan dengan bentuk khusus yaitu dengan garis putus-putus, segi-tiga,
segi-empat, segi-lima, segi-enam, segi delapan, lingkaran, oval, setengah
lingkaran, dan lainnya yang merupakan bentuk/pola dasar. Pola geometris
biasanya diterapkan pada pinggiran suatu benda dan juga sebagai pengisi dari
bagian permukaan sebuah bidang.
Penggunaan Ornamen dengan Bentuk geometris sudah lama ada di
Indonesia, salah satu contohnya oleh masyarakat Batak Simalungun ada sebuah
ornamen dengan sebutan “Ipon-ipon” yang artinya gigi-gigi, ornamen geometris
khas Batak Simalungun ini bentuknya menyerupai gigi yang teratur, digunakan
sebagai pemisah antara dua bentuk ukiran atau sebagai hiasan pinggir, memiliki
makna simbolis tentang keramahan dan menghormati sesama (Ekoprawoto, 1992:
9).
Gambar 41: Bentuk Geometris, “Ipon-ipon”
Ornamen dengan Bentuk geometris diperbolehkan penggunaannya dalam
Masjid, sehingga didapati setidaknya 13 buah ornamen berbentuk geometris pada
Masjid Azizi Langkat.
2.3.2.6. Bentuk Alam/Kosmos
Ornamen dengan Bentuk alam/kosmos merupakan pola yang diambil dari
bentuk alam misalnya awan, bulan, matahari, bintang dan lainnya. Ornamen
seperti ini seringkali digambarkan pada kain batik, ukiran dinding maupun kayu
dan lain-lain. Terkadang pola seperti ini digunakan hanya untuk pelengkap
daripada sebuah hiasan atau ukiran.
Peneliti juga mendapati sebuah ornamen dengan Bentuk alam/kosmos pada
Masjid Azizi Langkat, karena penggunaan ornamen dengan pola ini
diperbolehkan. Pola seperti ini sedang menjadi tren dalam motif pakaian batik.
Gambar 42: Bentuk Alam/Kosmos
(Sumbe
Berdasarkan pengamatan peneliti, terdapat 3 jenis ornamen pada Masjid
Azizi Langkat yaitu ornamen Arab, ornamen Melayu dan ornamen Cina,
mengandung unsur Bentuk manusia karena dilarang penggunaannya dalam
bangunan Masjid. Peneliti hanya menemukan tiga macam bentuk ornamen pada
masjid Azizi Langkat yaitu ornamen floralis, ornamen geometris dan ornamen
alam atau kosmos, ketiga bentuk tersebut terdapat pada ornamen Melayu. Peneliti
hanya menemukan dua macam bentuk ornamen pada ornamen Arab, yaitu
ornamen floralis dan juga ornamen geometris, sedangkan pada ornamen Cina