• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Semiotika Pada Ornamen Masjid Azizi Langkat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Semiotika Pada Ornamen Masjid Azizi Langkat"

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Penelitian mengenai Makna Semiotika sebelumnya telah beberapa kali

dilakukan. Beberapa di antaranya dengan judul:

1. Analisis Semiotika Pada Ornamen Masjid Raya Al-Maṣun Medan oleh

Nazwa Mustika (2014), mahasiswi program S1 Sastra Arab, Fakultas Ilmu

Budaya, Universitas Sumatera Utara. Hasil dari penelitian adalah terdapat

64 ornamen di Masjid Al-Maṣun Medan. Tanda-tanda semiotika yang

ditemukan pada ornamen Masjid Raya Al-Maṣun Medan melingkupi tanda

ikon, indeks dan simbol. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa

terdapat 32 bentuk ornamen yang termasuk ikon, 32 ornamen yang termasuk

indeks dan 32 ornamen yang termasuk simbol. 4 ornamen berada pada

gerbang yang berbentuk geometris dan floralis (Arabesque) yang terletak

pada pintu, ventilasi, jendela dan langit-langit. 27 ornamen pada bangunan

Masjid yang bermotif gometris dan floralis serta ornamen bulan sabit yang

terletak pada kubah. Lengkungan-lengkungan pada bangunan Masjid yang

berbentuk tapak kuda juga memiliki tanda semiotika berupa ikon, indeks

dan simbol. Perbedaan penelitian (skripsi) tersebut dengan penelitian yang

akan peneliti lakukan adalah karena skripsi ini melakukan penelitian dengan

objek yang berbeda. Selain daripada itu jika dilihat dari teori yang

(2)

menggunakan teori Semiotika Pierce, yaitu menggunakan trikotomi, yang

ketiga anggota trikotomi ini adalah ikon (firstness), indeks (secondness) dan

simbol (thirdness). Sedangkan penelitian ini akan menggunakan teori

Roland Barthes yang mengemukakan tentang “order of signification”,

mencakup denotasi (makna sebenarnya sesuai kamus) dan konotasi (makna

ganda yang lahir dari pengalaman kultural dan personal).

2. Analisis Semiotika Ornamen Batak Toba pada Gereja Katolik Kristus Raja

Alam Stasi Sarudik-Sibolga Tapanuli Tengah oleh Indra Hutauruk (2012),

mahasiswa program S1 Pendidikan Seni Rupa, Fakultas Bahasa dan Seni,

Universitas Negeri Medan. Skripsi tersebut menjelaskan tentang tanda

berdasarkan penggalian makna inkulturasi katolik. Keberadaan tanda-tanda

secara dominan dapat ditemukan melalui kehadiran ornamen Batak Toba

yang diterapkan pada gereja. Tanda ditemukan melalui elemen visual dan

interpresentasi dari setiap ornamen. Sehingga tanda umumnya terinspirasi

dan diolah dari bentuk tumbuh-tumbuhan dan alam/kosmos yang memiliki

keunikan dan kekhasan bentuk tersendiri termasuk berdasarkan mitologinya.

Penelitian ini menemukan 14 ornamen gorga. Data tersebut dianalisis

dengan cara menguraikan dan mengklasifikasikan tanda berdasarkan ikon,

indeks, dan simbol serta menganalisis pemaknaan secara tanda denotatif dan

konotatif berdasarkan kajian semiotika. Perbedaan skripsi tersebut di atas

dengan penelitian yang akan peneliti lakukan adalah bahwa skripsi tersebut

menggunakan objek yang berbeda dengan yang peneliti ingin teliti. Jika

(3)

semiotika untuk meneliti serta mengkaji ornamen-ornamen pada bangunan

tersebut, peneliti skripsi ini menggunakan teori trikotomi Pierce dan juga

Denotasi dan Konotasi oleh Barthes. Demikian, nantinya hasil penelitian ini

juga akan berbeda dengan hasil penelitian tesebut di atas, karena peneliti

hanya menggunakan teori semiotika oleh Barthes.

2.1. Pengertian Semiotika

Menurut Wibowo (2013), secara etimologis, istilah semiotika berasal dari

bahasa Yunani yaitu semeion yang berarti tanda. Tanda itu sendiri didefinisikan

sebagai suatu yang dapat dianggap mewakili sesuatu yang lain. Tanda pada

awalnya dimaknai sebagai suatu hal yang menunjuk pada adanya hal lain.

Contohnya, asap yang menandai adanya api, sirene mobil yang keras

meraung-raung menandai adanya kebakaran di sudut kota, dan lain sebagainya. Beliau juga

menyebutkan bahwa semiotika secara terminologis dapat didefinisikan sebagai

ilmu yang mempelajari sederetan luas objek-objek, peristiwa-peristiwa, seluruh

kebudayaan sebagai tanda.

Sedangkan menurut Zoest (1993: 1) Semiotika adalah cabang ilmu yang

berurusan dengan pengkajian tanda dan segala sesuatu yang berhubungan dengan

tanda, seperti sistem tanda dan proses yang berlaku bagi penggunaan tanda.

Semiotika digunakan untuk meneliti banyak bidang ilmu, antara lain sastra

misalnya puisi, novel dan prosa, kemudian dapat pula meneliti tentang

(4)

Ada sebuah istilah lain untuk menyebutkan pengertian yang sama dengan

semiotika atau semiotika, yaitu adalah “semiologi”. Secara prinsip tidak ada

perbedaan mendasar tentang dua istilah tersebut. hanya saja penggunaan salah

satu dari kedua istilah tersebut biasanya menunjukkan pemikiran pemakainya:

mereka yang bergabung dengan Peirce menggunakan kata semiotika, dan mereka

yang bergabung dengan Saussure menggunakan kata semiologi. Namun istilah

semiologi kian jarang digunakan dibanding dengan penggunaan istilah semiotika.

Serta istilah semiotika lebih populer daripada istilah semiologi (Sobur, 2004: 12).

Definisi Semiotika dalam kitab ‘Ilmu Ad -Dilā lah (Mukhtar Umar: 1998)

yaitu menurut seorang pakar ilmu Semiotika, Ferdinand de Saussure adalah

sebagai berikut: dirā satu al-‘ilmiyyati lirrumū zi al -lugawiyyati wa gayru al -lugawiyyati, bi i’tibā rih̄ adaw̄tu li’ittiṣā la. Wa ya’rifuhu di sū s̄r bi҅ annahu al -‘ilma al -laż i yadrusu ar-rumū za biṣifatin ‘ā mmatin, wa ya’uddu ‘ilma al-lugati aḥadu furū ’ihi/

“Menurut kamus linguistik, pengertian ilmu semiotika adalah ilmu yang mempelajari tentang simbol-simbol bahasa dan selain bahasa (non bahasa) sebagai alat komunikasi. De Saussure memberikan pengertian bahwa ilmu semiotika adalah ilmu yang mempelajari simbol-simbol secara umum. Dan merupakan salah satu cabang ilmu linguistik”

2.1.1. Tanda Menurut Roland Barthes

Semiologi merupakan nama lain dari semiotika dan memiliki arti yang

(5)

kajian yang sangat luas, mulai dari seni, sastra, antropologi, media massa, dan

sebagainya. Secara sederhana, semiologi bisa didefiniskan sebagai ilmu yang

mempelajari tentang tanda dan makna dalam bahasa, seni, media massa, musik

dan setiap usaha manusia yang dapat direproduksi atau direpresentasikan untuk

seseorang atau audien.

Semiologi diperkenalkan pertama kali oleh Ferdinand de Saussure, bapak

linguistik modern, dalam bukunya yang menjadi klasik dalam bidang linguistik,

Course de linguistique générale. Saussure telah meramalkan akan timbulnya suatu

ilmu baru yang menerapkan metode linguistik strukturalis dalam ilmu-ilmu sosial

lain di luar bahasa, yang disebutnya “semiologi”.

Menurut Saussure, semiologi sering digunakan dalam analisis teks, selain

hermeneutik, kritik sastra, analisis wacana, dan analisis isi. Salah satu tokoh

terpenting dalam semiologi adalah Roland Barthes (1915-1980). Ketika pertama

kalinya membaca buku Saussure, Barthes melihat kemungkinan-kemungkinan

untuk menerapkan semiologi atas bidang-bidang lain. Tapi, bertentangan dengan

Saussure, Barthes beranggapan bahwa semiologi termasuk dalam bidang

linguistik, bukan sebaliknya.

Pemahaman makna akan tanda menimbulkan pengkajian berdasarkan

kepentingan masing-masing. Terutama dalam pengkajian tanda yang diterapkan

pada bidang desain yang dapat dianalogikan dengan bahasa visual. Untuk gambar

teknis, informasi ataupun aspek-aspek yang berkaitan dengan produksi, cenderung

(6)

pembiasan makna. Sedangkan untuk hal-hal yang bermuatan ekspresi, seperti

bentuk, citra, motif, ornamen ataupun hal-hal yang bersentuhan dengan aspek

humanistis, cenderung diterapkan tanda-tanda konotatif (Sachari, 2005: 17).

2.1.2. Tanda Denotatif dan Konotatif Menurut Roland Barthes

Teori semiologi atau semiotika oleh Barthes menyangkut dua tingkatan

signifikasi, yaitu:

1. Tingkatan pertama adalah denotasi –yakni relasi antara penanda dan

petanda dalam sebuah tanda, serta tanda dengan acuannya, ini menunjuk

pada common-sense atau makna tanda yang nyata (tanda yang tampak

nyata, bukan makna yang terkandung dalam tanda)

Penandayaitu suatu tanda yang menjelaskan ‘bentuk’ atau ekspresi.

Dalam hal lain dijelaskan “penanda” merupakan “pemberi makna”.

Penanda juga merupakan aspek material dari suatu bahasan: apa yang

dilihat, dikatakan atau didengar (Sobur, 2004: 31&46). Contohnya:

Lampu Lalu Lintas di sisi jalan. Sering perkembangan teknologi, lampu

lalu lintas yang awalnya berbentuk huruf T dengan warna merah, kuning

dan hijau, kini lampu lalu lintas memiliki banyak variasi, misalnya lampu

lalu lintas digital dengan penghitungan mundur otomatis yang sering kita

temui saat ini, hingga adanya penambahan kamera yang berguna untuk

mengurangi pelanggaran aturan lampu lalu lintas, dan lain sebagainya.

Petanda yaitu suatu tanda yang menjelaskan ‘konsep’ atau ‘makna’.

(7)

dimaknakan”. Petanda juga merupakan aspek mental dari suatu bahasan:

gambaran mental, pikiran atau konsep (Sobur, 2004: 31&46). Contohnya:

Lampu lalu lintas di sisi jalan yang kita ketahui sebagai alat pembantu

tertibnya berlalu lintas yang memiliki kode-kode di dalamnya. Lampu

lalu lintas sudah banyak mengalami perubahan karena semakin majunya

teknologi, namun perubahan tersebut tidak pernah meninggalkan wujud

aslinya yaitu sebuah lampu yang dibuat di bagian atas sebuah tiang dan

terdiri dari tiga warna, yaitu merah, kuning dan hijau. Lampu-lampu ini

selalu dibuat berdampingan, baik itu dibuat secara vertikal maupun

horizontal.

Tingkatan kedua adalah konotasi, mitos, dan simbol. Konotasi dalam

tingkatan ialah suatu operasi ideologi yang disebut juga sebagai ‘mitos’,

dan berfungsi untuk mengungkapkan dan memberikan pembenaran bagi

nilai-nilai dominan yang berlaku dalam suatu periode tertentu (Budiman,

2001: 28). Barthes (1968) mengungkapkan bahwa konotasi sebagai suatu

ekspresi budaya. Mitos merupakan suatu pesan yang di dalamnya

ideologi berada. Simbol adalah suatu tanda atau gambar yang

mengingatkan kita kepada penyerupaan benda yang kompleks yang

diartikan sebagai sesuatu yang dipelajari dalam konteks budaya yang

lebih spesifik atau lebih khusus

(8)

Tingkat signifikasi yang terakhir di atas dapat menjelaskan bagaimana

mitos-mitos dan ideologi beroperasi dalam teks melalui tanda-tanda. Yang mana

mitos adalah suatu pesan yang di dalamnya sebuah ideologi berada. Mitos-mitos

tersebut menjalankan fungsi naturalisasi, yakni untuk membuat nilai-nilai yang

bersifat historis dan kultural, sikap dan kepercayaan menjadi tampak “alamiah”,

“normal”, “common sense”, dan karenanya “benar”. Dengan demikian dapat

dipahami bahwa pendekatan semiologi Barthes terarah secara khusus pada apa

yang disebut “mitos” ini. (Barthes, 1968: 9-14).

Pemahaman makna akan tanda menimbulkan pengkajian berdasarkan

kepentingan masing-masing. Terutama dalam pengkajian tanda yang diterapkan

pada bidang desain yang dapat dianalogikan dengan bahasa visual. Untuk gambar

teknis, informasi ataupun aspek-aspek yang berkaitan dengan produksi, cenderung

digunakan tanda-tanda visual yang bersifat denotatif, sehingga tidak terjadi

pembiasan makna. Sedangkan untuk hal-hal yang bermuatan ekspresi, seperti

bentuk, citra, motif, ornamen ataupun hal-hal yang bersentuhan dengan aspek

kemanusiaan, cenderung diterapkan tanda-tanda konotatif. (Sachari, 2005: 71).

Teori semiologi oleh Roland Barthes (1968) sering kali digunakan untuk

menganalisa ornamen-ornamen yang mengandung kebudayaan sebuah

masyarakat, berikut peneliti cantumkan beberapa contoh penggunaan teori

(9)

Gambar 1: Ornamen Batak Toba “Gorga Simeol-eol”

(Sumber

Contoh ornamen Gorga Batak Toba diatas biasanya diukir pada beroti/kayu

yang terdapat di dinding, atap, dan sebagainya.

Dari substansi budaya Batak Toba Gorga Simeol-eol dimaksudkan sebagai

suatu gerak lemah gemulai atau lenggak- lenggok, mengambil contoh dari gerakan

tumbuhan lumut yang selalu lemah – gemulai. Motif ini mengandung simbol

kegembiraan dan sukaria pada penghuninya setiap saat. Sebagai simbol peringatan

kepada manusia agar tidak larut dalam kesusahan dan kesedihan. Setiap rumah

adat tidak pernah tidak membuat motif ini pada rumah adatnya (Saragi, 1999: 42).

Gorga simeol-eol merupakan motif gorga yang dideformasi dari gerakan

tumbuhan lumut yang melenggak-lenggok. Sehingga secara denotatif, gorga ini

merupakan visualisasi dari tumbuhan yang memiliki bentuk yang hampir simetris

dengan setiap lekukannya. Gerak yang dihasilkan memberi irama dan garis

melengkung kedalam dan meliuk keluar. Sehingga satu kesatuan gorga ini

(10)

Dilihat secara konotatif, gorga simeol-eol dilihat dari sudut pandang

inkulturasi, memberikan kesan akan dinamisme kehidupan manusia akan

kegembiraan duniawi. Dimana diyakini seperti tumbuhan lumut yang “hidupnya

terombang-ambing dengan gerak yang gemulai, namun akar tetap kokoh

merekat”. Pada sosial kehidupan manusiapun dalam menjalani kehidupan haruslah

selalu merasa senang namun tetap pada dasarnya yaitu mengutamakan

kepentingan surgawi. Sehingga gorga simeol-eol ini merupakan simbol

kegembiraan akan hidup diduniawi.

2.2. Pengertian Masjid

Dalam buku Membangun Masjid dan Mushola (Susanta, 2007:8) telah

dijelaskan bahwa definisi Masjid adalah rumah Allah SWT yang dibangun agar

ummat mengingat, mensyukuri dan menyembah-Nya dengan baik. Masjid dapat

diartikan sebagai tempat dimana saja untuk bersembahyang orang muslim, seperti

sabda Nabi Muhammad SAW.: “Dimanapun engkau bersembahyang, tempat

itulah Masjid”. Kata Masjid disebutkan sebanyak dua puluh kali di dalam

Al-Qur’an, berasal dari kata sajada-sujud, yang berarti patuh, taat, serta tunduk penuh

hormat dan takzim (Sumalyo, 2006: 1).

Masjid banyak tersebar di seluruh wilayah Indonesia, beberapa diantaranya

telah berumur ratusan tahun, bernilai sejarah bahkan memiliki ciri-ciri kekunoan

yang merupakan kesinambungan dengan masa-masa sebelum pengaruh Islam

masuk ke Indonesia. Dalam perjalanan sejarahnya, bentuk-bentuk Masjid di

(11)

pula pengaruh asing. Yang jelas, dari bentuk bangunan Masjid tidak bertolak

belakang dengan tujuan dan fungsinya (I G.N. Anom, 1992:1).

Jika melihat pada konsep awal pembangunan Masjid di masa Rasulullah

SAW. yang masih sederhana, bangunan Masjid hanya berbentuk segi empat

dengan dinding sebagai pembatas sekelilingnya. Bangunan Masjid tersebut

dilengkapi mihrab, serambi dan gapura di pintu masuknya. Bahan yang digunakan

pun sangat sederhana, seperti batu alam atau batu gunung, pohon dan daun-daun

kurma. Namun, sejalan dengan penyebaran Islam ke berbagai wilayah,

perkembangan bentuk bangunan Masjid selanjutnya ikut dipengaruhi oleh kondisi

sosial budaya dan kebutuhan masyarakat setempat. Hal ini juga disebabkan oleh

peta perkembangan Islam dari Jazirah Arab ke negara barat atau ke negara timur

yang mengalami kondisi berbeda. Menurut tempat dan sejarah perkembangan

Islam, perkembangan arsitektur Masjid secara global dikelompokkan menjadi

Sembilan, yaitu: 1) Arab dan sekitarnya, 2) Spanyol dan Afrika Utara, 3) Iran dan

Asia Tengah, 4) Anatolia, 5) India, 6) Sub-Sahar Barat, 7) Asia Timur, 8) Cina

dan 9) Asia Tenggara, dengan Indonesia termasuk di dalamnya (Susanta, 2007:

11-12).

Masjid umumnya terdiri dari beberapa bagian pokok yang sering kali diberi

hiasan, dan khususnya pada masjid-masjid di Indonesia, bentuk dan jenis

arsitektur beberapa bagian pokok tersebut sering diadopsi dari beberapa negara

(12)

a. Mimbar Masjid

Mimbar adalah suatu tempat yang dibuat untuk “khatib” berkhutbah atau

memberi ceramah sebelum salat jamaah Jum’at. Mimbar terletak di sebelah kanan

dari mihrab dan menghadap ke arah jamaah Masjid (Situmorang, 1993: 24).

Mimbar Masjid di Indonesia banyak sekali yang mengambil bentuk dari

mimbar-mimbar yang terdapat pada Masjid-Masjid di negara-negara Arab.

Berikut beberapa contoh dasar mimbar pada Masjid-Masjid di negara-negara

Arab:

Gambar 2: Desain Mimbar Masjid di Negara Arab

(13)

Gambar 3: Desain Mimbar Masjid di Negara Arab 2

(Sumber: Abdur Rahman, 2010: 49)

b. Mihrab Masjid

Mihrab disebut juga “maqsurah”, yaitu suatu ruang berbentuk setengah

lingkaran yang berfungsi sebagai tempat imam dalam memimpin salat jamaah.

Ruang mihrab ini berada di bagian depan ruang utama Masjid dan berfungsi pula

sebagai penunjuk arah kiblat yaitu ke arah Ka’bah di Mekah (Situmorang, 1993:

24).

Mihrab seringkali mengambil bentuk dari arsitektur khas Arab yaitu

lengkungan. Terdapat beberapa lengkungan yang dikenal sebagai model orisinil

arsitektur Arab, yaitu lengkungan Tapak Kuda, lengkungan Berlengkung Tiga

(trefoil), lengkungan Rangkai (scalloped arch), lengkungan Lancip, dan lain-lain.

Berikut beberapa contoh lengkungan yang sering digunakan di dalam

(14)

Gambar 4: Lengkungan khas beberapa negara Arab yang sering digunakan untuk

lengkungan mihrab masjid

(Sumber: Situmorang, 1993: 43&49)

c. Menara Masjid

Menara dalam bahasa Arab disebut dengan “ma’dzan”, yaitu suatu

bangunan ramping dan tinggi yangdigunakan sebagai tempat mengumandangkan

azan. Bangunan ini biasanya terletak di samping Masjid, yaitu pada salah satu

sudut bangunan Masjid. Terkadang menara didirikan sebuah saja, tetapi ada pula

yang mendirikan lebih dari satu buah hingga empat buah.

Seiring perkembangan zaman, peranan menara Masjid menjadi sangat

berarti bagi bangunan Masjid tersebut, disebutkan bahwa Masjid tanpa menaranya

adalah suatu hal yang kurang sempurna dalam segi keindahan arsitektur Masjid

tersebut secara utuh (Situmorang, 1993: 24, 51-52).

Jika dilihat dari bentuk suatu menara, dapat diketahui dari manakah asal

mula aliran arsitektur pada menara tersebut. Beberapa Masjid di Indonesia kerap

(15)

Menara dengan hiasan yang sangat indah juga sangat sering dijumpai,

karena menara sebuah Masjid juga sering dijadikan bangunan khas sebuah Masjid.

Gambar 5: Contoh Menara Masjid yang berasal dari arsitektur Turki, India dan

Persia

(Sumber: Situmorang, 1993: 57)

2.3. Pengertian Ornamen

Ornamen berasal dari bahasa Yunani dari kata ornare yang artinya hiasan

atau perhiasan. (http://pengertianornamen.blogspot.com/). Ornamen dapat berupa

garis lurus, garis patah, garis miring, garis sejajar, garis lengkung, dan sebagainya

yang kemudian sekarang ini berkembang menjadi bermacam-macam bentuk yang

beraneka ragam coraknya juga. Ornamen dibuat bukan hanya untuk memperindah

suatu objek akan tetapi ornamen juga dipiilih untuk menunjukkan berbagai

macam makna terkandung secara simbolis dalam objek tersebut, yang dalam hal

(16)

Selanjutnya, ornamen yang juga biasa disebut ragam hias adalah komponen

produk seni yang sengaja dibuat sebagai hiasan, selain mengandung unsur

menghias, faktor keindahan merupakan tujuan utamanya. Disebutkan pula bahwa

seni ornamen adalah suatu bentuk hiasan yang berfungsi menambah keindahan

pada suatu benda sehingga terjadi bentuk yang indah dan menarik (Ekoprawoto,

1998: 36).

2.3.1. Jenis Ornamen

Terdapat beberapa jenis ornamen di seluruh dunia, beberapa di antaranya

merupakan hasil-hasil kesenian dari negaranya masing-masing yang juga sangat

terkenal di dunia, antara lain seperti ornamen dari negara-negara Arab, ornamen

Melayu dari Indonesia, ornamen Cina, ornamen India dan ornamen dari negara

Eropa.

2.3.1.1. Ornamen Arab

Jika membicarakan mengenai ornamen khas Arab yang terkenal akan

keindahannya yang juga menginspirasi arsitektur-arsitektur negara lain, maka kita

tidak akan luput dari pembahasan penyebaran Islam yang disertai dengan gerakan

pembangunan gedung-gedung, Masjid-Masjid dan lain sebagainya.

Pengembangan kesenian Arab-Islam akan terlihat paling menonjol adalah

dalam bidang seni rupa. Bidang-bidang arsitektur, seni kerajinan, seni

hias/dekorasi, seni tulis kaligrafi maupun seni lukis miniatur. Kesenian-kesenian

tersebut banyak memperlihatkan tingkat kemajuan bidang seni rupa Islam.

(17)

bukti pengungkapan seni bangunan (arsitektur) Islam yang memiliki keindahan

yang tiada taranya (Situmorang, 1993: 5-6).

Kesenian Arab-Islam tersebut melahirkan arsitektur yang memiliki ciri-ciri

yang khas. Berbagai unsur yang ditampakkan, seperti berbagai desain lengkungan

(arch) yang meliputi lengkung tapak kuda, bentuk runcing dan bentuk ramping,

beserta variasi-variasinya. Ada juga bentuk segmental dan bentuk tetesan air

dengan bentuk-bentuk yang dirasa sesuai: bentuk lengkung tiga (trefoil), lengkung

lima (cinquefoil) dan lengkung banyak (multifoil) (Ahmed, 1986: 330).

Orang-orang Arab dan Muslim mempunyai imajinasi yang tak terbatas

liku-liku dekorasi, karena itu motif-motif mereka bisa diulang-ulang, deperbaharui,

diubah dan dijalin dengan yang lain tanpa batas. Mereka menciptakan gaya-gaya

dekorasi yang indah menawan, berupa bintang dengan sudut banyak, daun-daunan

yang rumit dan perhiasan khas Arab, yang dinamai oleh orang-orang Eropa

dengan Arabesque (Ahmed, 1986: 331).

Arabesque terkenal dengan motif-motifnya yang indah dan rumit. Seni hias

jenis ini banyak diterapkan dalam ruangan (interior) bangunan Masjid sebagai

hiasan dinding, ruang mihrab dan juga pada bangunan istana-istana (Situmorang,

1993: 6).

(18)

Desain Arabesque dibuat melalui suatu kombinasi pola-pola geometris

dengan pola-pola dedaunan. Dengan demikian sejumlah besar variasi bentuk telah

diciptakan, yang terdiri dari berbagai macam bentuk dan konfigurasi geometris,

seperti lingkaran, cincin, kurva, segi-tiga, segi banyak, saling dijalin atau

digabungkan. disebutkan juga bahwa unsur-unsur pokok dalam seni Arabesque

dedaunan adalah tangkai, daun, bunga dan buah yang penggambarannya diatur

dalam bentuk-bentuk geometris. Gambar-gambar tersebut dibentuk sedemikian

rupa hingga memenuhi ruang yang tersedia dengan pengulangan selang-seling

ataupun tumpang-tindih yang tidak terbatas (Ahmed, 1986: 362-363).

Arabesque adalah salah satu aspek penting dalam seni Islam, biasa

ditemukan dalam dekorasi bangunan arsitektur Islam, menampilkan

simbol-simbol (geometric pattern dan lotus) (Pancawati dan Faqih, 2012: 2).

Bunga teratai (lotus) merupakan sejenis bunga yang dapat hidup di

permukaan air, memiliki daun lebar dan berbentuk lingkaran penuh, daun ini

sebagai alas bunga agar tidak tenggelam. Teratai biasanya tumbuh di permukaan

air yang tenang. Bunga dan daun terdapat di permukaan air, tangkai terdapat di

tengah-tengah daun. Daun bunga ini berbentuk lingkaran yang terpotong pada

jari-jari menuju ke tangkai. Jika setetes air jatuh ke atas bagian daunnya maka

tidak akan membentuk butiran air, karena permukaan daun tidak mengandung

lapisan lilin. Bunga teratai memiliki sekitar 50 spesies yang tersebar dari wilayah

tropis hingga daerah subtropis seluruh dunia. Teratai yang tumbuh di daerah tropis

(19)

Bunga teratai sering dikaitkan dengan beberapa pemaknaan. Salah satunya

yaitu sebuah pelajaran hidup dari bunga teratai yang tetap tumbuh tegak di atas air

karena memiliki sebuah alas daun lebar dan datar yang mengambang di atas air

dan tidak bergantung pada kebersihan air yang menjadi tempat tinggalnya. Bunga

teratai mengajarkan kita tentang adaptasi yaitu agar kita tidak mudah mengeluh

dan juga tidak pasrah terhadap lingkungan serta kondisi yang dihadapi, juga

tentang idealisme yaitu agar kita dapat menerima lingkungan serta kondisi hidup

dengan cerdas dan juga selalu bersyukur.

Bunga teratai memiliki beberapa manfaat dan kegunaan, antara lain seperti

biji bunganya yang mengandung karbohidrat, protein dan mineral yang tidak

kalah dengan beras, tangkai bunga yang masih muda dapat dijadikan sayuran, dan

umbi teratai berkhasiat sebagai jamu yang meredakan demam, tekanan darah

tinggi dan juga penyakit wasir

Secara keseluruhan, seni Arabesque ini memiliki fungsi sebagai pengingat

tauhid, selanjutnya ornamenasi merupakan inti dari peningkatan spiritualitas. Seni

hias Arabesque dikenal memiliki konsep dasar yaitu dengan adanya pola-pola

yang menjadi karakteristik, fungsi dan struktur yang merupakan cikal bakal ide

konsep perancangan seni hias tersebut (Pancawati dan Faqih, 2012: 2).

Berikut peneliti tampilkan beberapa ulasan yang menjadi salah satu dasar

(20)

2.3.1.1.1. Ornamen Motif Berpola Dasar Berbentuk Lingkaran

Ornamen dengan pola dasar berbentuk lingkaran, diberi pemaknaan

yaitu:“Symbol of eternity, perfect expression of justice” (Pancawati dan Faqih,

2012: 2), artinya “Lambang keabadian, ungkapan yang sempurna untuk

keadilan”.Beberapa contoh ornamen Arab dengan pola dasar berbentuk lingkaran

yaitu:

Gambar 6: Ornamen Arabesquedengan pola dasar lingkaran

(Sumber: Abdur Rahman, 2010: 44)

Ornamen dengan pola dasar lingkaran sering kali dihiasi dengan pola-pola

geometris maupun pola floralis. Seperti ornamen di atas yang diisi dengan pola

geometris berbentuk segi delapan.

Gambar 7: Ornamen Arabesquedengan pola dasar lingkaran 2

(21)

Seperti halnya contoh sebelumnya, ornamen dengan pola dasar lingkaran di

atas diberi hiasan dengan pola geometris pula yaitu pola segi enam yang saling

berkaitan dan memiliki inti berupa pola segi enam pula.

2.3.1.1.2. Ornamen Motif Berpola Dasar Berbentuk Segitiga

Ornamen dengan pola dasar berbentuk segitiga, diberi pemaknaan

yaitu:“Symbol of human, consciousness and the principle of harmony” (Pancawati

dan Faqih, 2012: 2), artinya “Lambang dari manusia, tentang kesadaran

danasaskeselarasan”.Beberapa contoh ornamen Arab dengan pola dasar berbentuk

segitiga yaitu:

Gambar 8: Ornamen Arabesquedengan pola dasar segitiga

(Sumber: Abdur Rahman, 2010: 15)

Gambar di atas menunjukkan sebuah ornamen dengan pola dasar segitiga

yang kemudian diisi sedemikian rupa dengan pola tumbuhan yaitu gambaran

bunga teratai. Unsur semiotika pada ornamen tersebut pada bentuk denotatif

adalah gambaran bunga teratai, selanjutnya tanda konotatifnya adalah tentang

(22)

2.3.1.1.3. Ornamen Motif Berpola Dasar Berbentuk Persegi Empat

Ornamen dengan pola dasar berbentuk persegi empat, diberi pemaknaan

yaitu:“Symbol of physical experience and the physical world of materiality”

(Pancawati dan Faqih, 2012: 2), artinya “Lambangpengalamanyang nyata dan

tentang kebendaan di dunia nyata”.Berikut beberapa contoh ornamen Arab dengan

pola dasar berbentuk persegi empat yaitu:

Gambar 9: Ornamen Arabesquedengan pola dasar persegi empat 2

(Sumber: Abdur Rahman, 2010: 37)

Pada gambar di atas dapat dilihat ornamen tersebut tergolong dalam

ornamen floralis yaitu bunga teratai khas Arabesque yang dijadikan sebagai

penghias dari sebuah pola dasar yaitu persegi empat panjang. Teknik pembuatan

(23)

2.3.1.1.4. Ornamen Motif Berpola Dasar Berbentuk Persegi Enam

Ornamen dengan pola dasar berbentuk persegi enam, diberi pemaknaan

yaitu:“Symbol of heaven”(Pancawati dan Faqih, 2012: 2), artinya “Lambang dari

surga”.Berikut contoh ornamen Arab dengan pola dasar berbentuk persegi enam:

Gambar 10: Ornamen dengan pola dasar persegi enam

(Sumber: Abdur Rahman, 2010: 104)

Dapat dilihat bahwa ornamen di atas merupakan ornamen geometris dengan

bentuk dasar persegi enam yang saling berkaitan. Ornamen seperti ini dapat

ditemukan pada bagian jendela masjid (Abdur Rahman, 2010: 104).

Ornamen di atas jika dikaji dengan ilmu semiotika maka akan didapati

bahwa unsur denotatifnya ialah bentuk bintang kejora yang ada di langit.

Selanjutnya, unsur konotatifnya bermakna tentang keindahan. Jadi, perpaduan

yang terjadi pada ornamen di atas menghasilkan makna tentang surga yang di

(24)

2.3.1.1.5. Ornamen Motif Berpola Dasar Berbentuk Persegi Delapan atau Persegi Banyak

Ornamen dengan pola dasar berbentuk persegi delapan atau persegi banyak,

diberi pemaknaan yaitu:“Symbol of the God light , spreading the Islamic Faith”

(Pancawati dan Faqih, 2012: 2), artinya “LambangdaricahayaAllah, yang

menyebarkanImanIslam”.Berikut contoh ornamen Arab dengan pola dasar

berbentuk persegi delapan atau persegi banyak:

Gambar 11: Ornamen dengan pola dasar persegi delapan atau persegi banyak

(Sumber: Abdur Rahman, 2010: 146)

Gambar di atas adalah sebuah ornamen dengan bentuk persegi dua belas

yang sangat indah dan juga merupakan sebuah ornamen geomteris karena terdiri

dari garis-garis yang saling berkaitan sehingga muncul sebagai sebuah pola

persegi dua belas.

Jika dikaji dengan ilmu semiotika, makan unsur denotatifnya adalah

gambaran ukiran persegi delapan dengan garis-garis teratur di dalamnya yang

(25)

nur atau cahaya Allah SWT yaitu hidayah bagi orang-orang yang

dikehendaki-Nya.

Peneliti menemukan beberapa hasil penelitian mengenai ornamen Arab yang

terdapat pada Masjid Azizi Langkat, yaitu:

1. Ornamen Arabesque meliputi pola geometris dan juga tumbuh-tumbuhan

(biasanya digambarkan menyerupai tumbuhan merambat).

2. Ornamen Arabesque dengan pola dasar lingkaran tidak ditemukan pada

Masjid Azizi Langkat.

3. Ornamen Arabesque dengan pola dasar segitiga sebanyak tiga buah yaitu

pada bagian atas penampil serambi masjid dengan pengisinya adalah

ornamen tumbuhan (lotus), atap serambi masjid dengan tanpa pengisi

apapun (dibuat polos), dan dinding lengkungan ruang utama masjid dengan

pengisinya adalah ornamen tumbuhan (lotus).

4. Ornamen Arabesque dengan pola dasar persegi empat sebanyak dua buah

yaitu pada tiang serambi masjid dengan pengisinya adalah ornamen

tumbuhan (lotus) dan bagian atas penampil serambi masjid dengan

pengisinya adalah ornamen geometris dan kaligrafi Arab.

5. Ornamen Arabesque dengan pola dasar segi enam sebanyak satu buah yaitu

pada bagian atas serambi masjid dengan pengisinya adalah ornamen

geometris.

6. Ornamen Arabesque dengan pola dasar segi delapan dan segi banyak

sebanyak tiga buah yaitu pada bagian plafon serambi masjid dengan

(26)

kubah utama masjid dengan pengisinya adalah ornamen tumbuhan (lotus)

dan geometris dan pada menara masjid dengan pengisinya adalah ornamen

geometris.

2.3.1.2. Ornamen Melayu

Dikutip dari Ekoprawoto (1999: 38) bahwa salah satu kesenian di Indonesia

yang berkaitan erat dengan seni ornamen Arabesque adalah seni ornamen Melayu,

yang jika diamati akan didapati bahwa kebanyakan ornamen Melayu berbentuk

sulur yang masih berhubungan dengan seni ornamen Arabesque. Salah satu

contohnya adalah ornamen “itik pulang petang” terlihat sangat mirip dengan

ornamen Arabesque berikut ini:

Gambar 12: Ornamen Arabesque dengan motif tumbuhan atau sulur

(Sumber: Abdur Rahman, 2010: 64)

Gambar 13: Ornamen Melayu “Itik Pulang Petang”

(27)

Ornamen pada masyarakat Melayu biasanya disebut dengan Ornamen.

Ornamen sendiri selain berperan dalam pengembangan budaya, juga merupakan

sumber pengetahuan dan petunjuk guna melacak kebudayaan yang telah lalu.

Ornamen juga bermanfaat sebagai sumber informasi terutama dalam bidang

ilmu-ilmu sosial dan budaya. Selain berperan sebagai media untuk memperindah atau

mempercantik, pada satu sisi juga memiliki nilai simbolis dengan makna tertentu

pula.

Pola ornamen Melayu pada awalnya kebanyakan berbentuk sulur (tumbuhan

menjalar) yang saling berkaitan dan mempunyai hubungan erat dengan ornamen

Arabesque, akan tetapi lambat laun terjadi asimilasi budaya yang dipengaruhi

budaya asing, sehingga pola bentuk ornamen Melayu berkembang hingga

mengenal adanya bentuk fauna (hewan, binatang) (Ekoprawoto, 1998: 38).

Adapun bentuk ornamen Melayu antara lain:

2.3.1.2.1. Ornamen Motif Bunga Matahari

Gambar 14: Ornamen Bunga Matahari

(28)

Secara denotatif, ornamen ini berbentuk setangkai bunga matahari yang

mana pada bagian kelilingnya dihiasi secara simetris dengan sulur dedaunan serta

pada sisi kiri dan kanannya diberi hiasan bunga di dalam vas. Pada bagian atasnya

disusun sederetan bunga matahari yang tidak berdaun.

Kelompok bunga matahari dengan sulur daun-daunan dibuat dalam satu

bingkai kemudian pada kiri dan kanannya ada juga dibuat satu bingkai bunga,

deretan bunga matahari bagian atas juga berada dalam satu bingkai. Sehingga

hiasan ini membentuk empat persegi panjang, yang mana satu dan lainnya dibatasi

dengan bingkai.

Bunga matahari merupakan sejenis bunga yang digunakan sebagai tanaman

hias maupun tanaman penghasil minyak. Bunga ini sangat khas, biasanya

berwarna kuning terang, dengan kepala bunga yang besar. Bunga ini merupakan

jenis bunga majemuk karena tersusun dari ratusan hingga ribuan bunga kecil pada

satu bongkol. Kekhasan lainnya yaitu terletak pada perilaku bunga ini yang selalu

menghadap ke arah matahari

Ornamen bunga matahari di atas biasanya ditempatkan pada “singab dalam” yang

berfungsi sebagai penyekat bagian atas antara ruang induk dengan ruang depan

atau ruang belakang (Ekoprawoto, 1998: 40).

Secara konotatif, ornamen Melayu berbentuk bunga matahari ini tidak

memiliki arti yang khusus karena biasanya hanya berfungsi sebagai lubang angin

(ventilasi), namun menurut Ekoprawoto dalam bukunya “Makna Simbolis

(29)

ini bermakna ketentraman dan kerukunan serta rasa nyaman bagi penghuninya.

Ornamen atau ornamen Melayu motif Bunga Matahari ini tidak dijumpai pada

Masjid Azizi Langkat.

2.3.1.2.2. Ornamen Motif Matahari

Gambar 15: Ornamen Matahari

(Sumber: Dok. Pribadi, 2014)

Secara denotatif, ornamen dengan motif matahari ini merupakan

pengambilan bentuk geometris dan beberapa tambahan motif sebagai penambah

keindahan, yang juga gambaran dari matahari dan sinarnya. Selanjutnya, secara

konotatif ornamen ini memiliki makna tentang matahari sebagai sumber

kehidupan manusia (Wawancara dengan Bapak Ekoprawoto, pada 5 Mei 2015

melalui surat-menyurat ke kota Bogor).

Matahari adalah sebuah bintang di pusat tata surya, bentuknya nyaris bulat

dan terdiri dari zat-zat bersifat panas dan bercampur medan magnet. Matahari

sering kali digambarkan beserta dengan sinarnya yang memancar ke seluruh arah.

Ornamen atau ornamen Melayu motif Matahari ini dijumpai 1 buah pada Masjid

(30)

2.3.1.2.3. Ornamen Motif Tampuk Pinang

Gambar 16: Ornamen Tampuk Pinang

(Sumber: Ekoprawoto, 1998: 42)

Ornamen jenis ini jika dilihat dari unsur denotatifnya merupakan susunan

tampuk pinang yang saling berkaitan satu sama lain. Bentuknya tidak mengacu

pada suatu susunan tertentu, dapat dibuat memanjang ataupun dibuat sederhana

dalam ukuran lebih pendek sesuai dengan kebutuhan. Ornamen motif tampuk

pinang ini berfungsi sebagai terawangan (ukiran tembus).

Tampuk merupakan bahasa Melayu yang berarti tangkai buah. Selanjutnya,

tampuk pinang ialah tangkai buah pinang. Pinang merupakan buah yang

dihasilkan oleh pohon sejenis palma yang tumbuh di daerah Asia, Afrika dan

Pasifik. Pinang sering kali diperdagangkan, bijinya dimanfaatkan sebagai salah

satu campuran untuk memakan sirih, selain gambir dan kapur. Juga digunakan

dalam ramuan untuk mengobati disentri, diare berdarah dan kudisan

Secara konotatif, ornamen Tampuk Pinang tidak memiliki makna simbolis

(31)

singab(bidang ujung atap diatas dinding rumah) dalam (Ekoprawoto, 1998: 42).

Ornamen atau ornamen Melayu motif Tampuk Pinang ini tidak dijumpai pada

Masjid Azizi Langkat.

2.3.1.2.4. Ornamen Motif Genting Tak Putus

Gambar 17: Ornamen Genting Tak Putus

(Sumber: Ekoprawoto, 1998: 43)

Ornamen ini jika dilihat dari ilmu semiotika memiliki unsur denotatif

dengan bentuk dasar segitiga, memiliki motif hiasan berbentuk dedaunan bersulur

dan tidak putus-putus dan pada beberapa jenis memiliki motif satwa berupa

burung ataupun ikan. Biasanya diletakkan pada bagian dalam batas antara serambi

tengah dengan serambi ruang kamar yang berfungsi sebagai penyekat.

Hiasan dengan motif genting tak putus ini secara konotatif memiliki makna

simbolis yaitu tentang kehidupan manusia yang memiliki sisi susah dan senang,

karena bagaimana pun ketika dalam keadaan susah maka tidak akan terus dalam

keadaan demikian, begitu pula sebaliknya (Ekoprawoto, 1998: 43). Ornamen atau

ornamen Melayu motif Genting Tak Putus ini dijumpai 1 buah pada Masjid Azizi

(32)

2.3.1.2.5. Ornamen Motif Lilit Kangkung

Gambar 18: Ornamen Lilit Kangkung

(Sumber: Ekoprawoto, 1998: 46)

Bentuk ornamen dengan motif lilit kangkung ini secara denotatif yaitu

ornamen memanjang yang mengikuti garis-garis lurus, meliuk ke kanan dan ke

kiri, juga berbagai variasi bentuk lainnya, misalnya motif lilit dibuat menjunjung

(mengarah ke atas) untuk menghiasi ruang yang tegak dan dibuat melebar (ke arah

samping kiri atau kanan) untuk ruang yang mendatar. Ornamen ini biasanya

ditempatkan pada tiang dan dinding rumah.

Kangkung ialah tumbuhan yang termasuk jenis sayur-sayuran yang sering

kali sengaja ditanam untuk dikonsumsi, dapat hidup dimana saja terutama di

kawasan yang berair. Terdapat dua jenis kangkung yang dikenali masyarakat

Indonesia pada umumnya, yaitu kangkung dengan daun yang licin dan berbentuk

mata panah, dan ada pula yang memiliki daun yang sempit memanjang dan

biasanya tersusun menyirip tiga

Ornamen ini secara konotatif memiliki makna semangat yang tidak kunjung

padam, terus menggelora walaupun menghadapi berbagai tantangan dan cobaan,

(33)

ornamen Melayu motif Lilit Kangkung ini tidak dijumpai pada Masjid Azizi

Langkat.

2.3.1.2.6. Ornamen Motif Pucuk Rebung

Gambar 19: Ornamen Pucuk Rebung

(Sumber: Sinar, 2007: 17)

Ornamen dengan motif pucuk rebung di atas merupakan salah satu dari

berbagai macam variasi bentuknya. Bagaimanapun ornamen pucuk rebung ini

secara denotatif merupakan gambaran sederhana dari pucuk bambu yang memiliki

bentuk yang pada hakikatnya sama yaitu bentuk segitiga. Adapun variasi yang

dibuat yaitu dengan pengubahan sedikit bentuk segitiga baik itu menjadi segitiga

tumpul ataupun lainnya, dan juga dengan penambahan motif dedaunan atau

sulur-sulur di sekitarnya ataupun sebagai pengisi motif ini.

Pucuk Rebung adalah tunas muda yang tumbuh dari akar bambu,biasanya

digunakan untuk dikonsumsi oleh sebagian besar penduduk Indonesia khususnya

dan penduduk Asia umumnya, dijadikan sebagai bahan sayur, isi lumpia dan saat

ini suda sering diolah menjadi berbagai macam bahan makanan, misalnya tepung

rebung, cuka rebung, keripik rebung dan lainnya

(34)

Secara konotatif, ornamen ini banyak dibuat sebagai hiasan rumah,

bangunan ataupun untuk hiasan benda yang dipakai sehari-hari (Ekoprawoto,

1998: 47). Ornamen atau ornamen Melayu motif Pucuk Rebung ini dijumpai 1

buah pada Masjid Azizi Langkat.

2.3.1.2.7. Ornamen Motif Pokok Kolan

Gambar 20: Ornamen Pokok Kolan

(Sumber: Sinar, 2007: 25)

Ornamen Pokok Kolan ini secara denotatif adalah ornamen dengan motif

sulur atau tumbuhan menjalar. Ornamen ini biasa dibuat sebagai ornamen

terawangan dan digunakan sebagai ventilasi. Secara konotatif, makna simbolis

dari ornamen tersebut adalah menyiratkan kesuburan (Wawancara dengan Bapak

Ekoprawoto, pada 5 Mei 2015 melalui surat-menyurat ke kota Bogor). Ornamen

atau ornamen Melayu motif Pokok Kolan ini dijumpai 1 buah pada Masjid Azizi

(35)

2.3.1.2.8.Ornamen Motif Daun Pakis

Gambar 21: Ornamen Daun Pakis

(Sumber: Sinar, 2007: 22)

Ornamen daun pakis ini secara denotatif juga tergolong dalam ornamen

dengan motif sulur atau tumbuhan menjalar, biasa ditempatkan pada pojok atau

sudut pada bangunan tertentu untuk fungsi keindahan. Secara konotatif, memiliki

makna simbolis untuk menyiratkan tentang kesuburan dan kemakmuran

(Wawancara dengan Bapak Ekoprawoto, pada 5 Mei 2015 melalui surat-menyurat

ke kota Bogor).

Pakis merupakan kelompok tumbuhan dengan sistem pembuluh sejati,

berkembang biak dengan spora. Tumbuhan ini secara umum dapat dikenali karena

daunnya tumbuh dari tunas yang menggulung lalu membuka . sebagian besar

anggota pakis ini tumbuh di daerah tropika basah

motif Daun Pakis ini dijumpai 1 buah pada Masjid Azizi Langkat.

2.3.1.2.9. Ornamen Motif Pucuk Kacang

(36)

(Sumber: Sinar, 2007: 21)

Ornamen ini secara denotatif merupakan ornamen dengan motif sulur.

Ornamen dengan motif sulur atau tumbuhan ini tidak ada habis untuk digarap,

setiap garis melahirkan bentuk pola daun, bunga ataupun buah tertentu yang

seakan tidak pernah putus. Biasa digunakan sebagai ornamen terawangan. Secara

konotatif, ornamen ini memiliki makna simbolis tentang kekayaan dan

kemakmuran (Wawancara dengan Bapak Ekoprawoto, pada 5 Mei 2015 melalui

surat-menyurat ke kota Bogor).

Kacang merupakan sebutan dari tumbuhan polong-polongan (namun tidak

semua). Namun di Jakarta khususnya dan Indonesia umumnya menyebut kata

kacang dimaksudkan untuk polong kacang tanah, yaitu biji kering yang berbentuk

menyerupai ginjal dan dimakan setelah dikeringkan

Pucuk Kacang ini dijumpai 1 buah pada Masjid Azizi Langkat.

2.3.1.2.10. Ornamen Motif Bunga Hutan

Gambar 23: Ornamen Bunga Hutan

(37)

Secara denotatif, ornamen ini dengan pola bersegi yang berulang-ulang, dan

diambil dari motif geometris ini berfungsi untuk menambah keindahan. Secara

konotatif, memiliki makna simbolis tentang keindahan bunga (Wawancara dengan

Bapak Ekoprawoto, pada 5 Mei 2015 melalui surat-menyurat ke kota Bogor).

Ornamen atau ornamen Melayu motif Bunga Hutan ini dijumpai 1 buah pada

Masjid Azizi Langkat.

2.3.1.2.11. Ornamen Bunga Kala Bukit

Gambar 24: Ornamen Bunga Kala Bukit

(Sumber: Sinar, 2007: 23)

Ornamen ini secara denotatif merupakan ornamen dengan motif sulur atau

tumbuhan menjalar. Secara konotatif, ornamen Bunga Kala Bukit ini memiliki

makna simbolis tentang kekayaan alam sebagai simbolisasi kesuburan dan

kemakmuran (Wawancara dengan Bapak Ekoprawoto, pada 5 Mei 2015 melalui

surat-menyurat ke kota Bogor). Ornamen atau ornamen Melayu motif Bunga Kala

(38)

2.3.1.2.12. Ornamen Motif Bunga Ketola

Gambar 25: Ornamen Bunga Ketola

(Sumber: Sinar, 2007: 28)

Ornamen bunga ketola ini secara denotatif merupakan gambaran bunga

yang indah dikelilingi dengan motif sulur atau tumbuhan menjalar di sekitarnya.

Secara konotatif, memiliki makna simbolis tentang rasa keindahan (Wawancara

dengan Bapak Ekoprawoto, pada 5 Mei 2015 melalui surat-menyurat ke kota

Bogor).

Ketola dalam bahasa Indonesia adalah gambas, yaitu sejenis sayuran yang

termasuk dalam jenis labu-labuan, sering juga disebut “oyong”. Gambas dipercaya

bisa menurunkan kadar gula darah

Ornamen atau ornamen Melayu motif Bunga Ketola ini dijumpai 1 buah pada

Masjid Azizi Langkat.

2.3.1.2.13. Ornamen Motif Kiambang

(39)

(Sumber: Sinar, 2007: 28)

Ornamen kiambang secara denotatif merupakan salah satu ornamen dengan

motif sulur yaitu motif tumbuhan menjalar, dalam hal ini yaitu gambaran

tumbuhan yang hidup di air, biasa digunakan sebagai ornamen terawangan

sebagai ventilasi angin.

Selanjutnya ornamen ini secara konotatif memiliki makna simbolis dari nilai

kehidupan dan tentang air yang menjadi sumber kehidupan dan sebagai lambang

kesuburan (Wawancara dengan Bapak Ekoprawoto, pada 5 Mei 2015 melalui

surat-menyurat ke kota Bogor).

Kiambang merupakan sebutan umum untuk paku air dari genus Salvinia, ki

artinya pohon, kemudian ambang artinya mengapung. Tumbuhan ini biasa

ditemukan mengapung di air menggenang, seperti sawah, kolam dan danau.

Terdapat dua tipe daun pada kiambang, ada kiambang dengan daun yang tumbuh

di permukaan air berbentuk cuping agak melingkar, yang kedua adalah tipe daun

yang tumbuh di dalam air, berbentuk menyerupai akar. Kiambang tidak

menghasilkan bunga karena termasuk dalam jenis paku-pakuan. Kiambang tidak

asing lagi di kebudayaan Melayu, terdapat sebuah pepatah Melayu, “biduk

berlalu, kiambang bertatut”, yang berarti setelah gangguan berlalu, keadaan akan

kembali seperti sem

(40)

2.3.1.2.14. Ornamen Motif Naga Berjuang

Gambar 27: Ornamen Naga Berjuang

(Sumber: Ekoprawoto, 1998: 50)

Ornamen ini secara denotatif memiliki motif fauna khayalan yaitu naga

yang saling berhadapan. Pada bagian tengah ornamen ini terdapat motif dedaunan

bersulur dan juga bunga. Terlihat pada gambar di atas bahwa bagian atasnya

diberi batas berupa garis lengkung setengah lingkaran, dan di sisi kiri-kanan

bagian atas lengkungan ini juga diberi hiasan berupa motif daun bersulur. Motif

naga diyakini baru-baru saja diasimilasi oleh masyarakat Melayu, karena binatang

jenis ini berasal dari mitologi masyarakat Cina.

Naga ialah sebutan umum untuk makhluk mitologi yang berwujud reptile

berukuran raksasa. Makhluk ini muncul dalam berbagai kebudayaan. Pada

umumnya, berwujud seekor ular besar, namun ada pula yang menggambarkannya

sebagai kadal bersaya

Ornamen berbentuk naga ini biasanya diletakkan pada lubang angin

(ventilasi) di atas daun pintu depan. Secara konotatif memiliki makna tentang

kemampuan dalam menghadapi tantangan dan adanya semangat juang yang tidak

kenal lelah (Ekoprawoto, 1998: 50). Ornamen atau ornamen Melayu motif Naga

(41)

2.3.1.2.15. Ornamen Motif Roda Sula

Gambar 28: Ornamen Roda Sula

(Sumber: Ekoprawoto, 1998: 52)

Hiasan ini secara denotatif, menggambarkan roda berbentuk setengah

lingkaran dengan hiasan tujuh mata sula sebagai jari-jarinya. Tujuh sula dalam

ornamen jenis ini merupakan lambang dari tujuh petala (lapisan) langit. Ornamen

ini diletakkan di atas pintu ataupun jendela sebagai lubang angin.

Ornamen ini secara konotatif memiliki makna tentang kekuatan dan

ketahanan manusia dalam menghadapi tantangan hidup (Ekoprawoto, 1998: 52).

Ornamen atau ornamen Melayu motif Roda Sula ini tidak dijumpai pada Masjid

Azizi Langkat.

2.3.1.2.16. Ornamen Motif Roda Jangkar

Gambar 29: Ornamen Roda Jangkar

(42)

Ornamen ini secara denotatif menggambarkan motif lima buah jangkar

dengan ukiran tebukan (terawangan), yang pada bagian atasnya dibatasi dengan

bentuk setengah lingkaran. Bagian atas hiasan ini diberi hiasan motif dedaunan

bersulur di sisi kanan dan kirinya.

Jangkar ialah perangkat penambat kapal ke dasar perairan, di laut, sungai

ataupun danau, sehingga tidak berpindah tempat karena hembusan angina, arus

ataupun gelombang. Jangkar terbuat dari bahan besi cor dan didesain sedemikian

rupa sehingga dapat tersangkut di dasar perairan. Jangkar juga merupakan

perangkat yang menjadi symbol dari hampir semua kegiatan yang terkait dengan

kepelautan ataupun maritim

konotatif memiliki makna simbolis tentang tempat berlabuh atau istirahat

(Ekoprawoto, 1998: 53). Ornamen atau ornamen Melayu motif Roda Jangkar ini

tidak dijumpai pada Masjid Azizi Langkat.

2.3.1.2.17. Ornamen Motif Ombak-ombak

Gambar 30: Ornamen Ombak-ombak

(Sumber: Ekoprawoto, 1998: 56)

Ornamen ombak-ombak ini secara denotatif memiliki bentuk dasar setengah

lingkaran yang dibuat berkali-kali dan memanjang, dapat dibuat dalam satu baris

(43)

penyusunan berkali-kali menyerupai gambaran alunan ombak. Secara konotatif

berfungsi sebagai penutup saja tanpa memiliki makna simbolis tertentu

(Ekoprawoto, 1998: 56).

Ombak ialah gelombang air yang terjadi karena pasang surut laut akibat

adanya gaya tarik bulan dan matahari

Ornamen atau ornamen Melayu motif Ombak-ombak ini dijumpai 3 buah pada

Masjid Azizi Langkat.

2.3.1.2.18. Ornamen Motif Awan Semayang

Gambar 31: Ornamen Awan Semayang

(Sumber: Sinar, 2007: 18)

Ornamen ini secara denotatif merupakan ornamen yang menggambarkan

awan yang dibuat dengan pengulangan bentuk yang sama, digunakan untuk

memberikan keindahan pada sebuah bangunan. Secara konotatif, memiliki makna

simbolis tentang alam semesta (Wawancara dengan Bapak Ekoprawoto, pada 5

Mei 2015 melalui surat-menyurat ke kota Bogor). Ornamen atau ornamen Melayu

(44)

2.3.1.2.19. Ornamen Motif Awan Jawa

Gambar 32: Ornamen Awan Jawa

(Sumber: Sinar, 2007: 18)

Ornamen Melayu ini menggunakan motif kosmos atau alam, yang secara

denotatifnya menggambarkan sebentuk awan yang beriringan di alam semesta.

Ornamen jenis ini secara konotatif memiliki makna simbolis tentang kebesarab

Sang Pencipta (Wawancara dengan Bapak Ekoprawoto, pada 5 Mei 2015 melalui

surat-menyurat ke kota Bogor). Ornamen atau ornamen Melayu motif Awan Jawa

ini dijumpai 1 buah pada Masjid Azizi Langkat.

2.3.1.2.20. Ornamen Motif Awan Selimpat

Gambar 33: Ornamen Awan Selimpat

(45)

Ornamen di atas secara denotatif merupakan gambaran awan yang dibuat

sedemikian rupa untuk menjadi pengisi dalam sebuah ruang, yang biasanya

digunakan di bagian bawah atap atau bubungan Limas, ornamen ini merupakan

ornamen terawangan. Selanjutnya, secara konotatif memiliki makna simbolis

tentang kebesaran alam semesta (Wawancara dengan Bapak Ekoprawoto, pada 5

Mei 2015 melalui surat-menyurat ke kota Bogor). Ornamen atau ornamen Melayu

motif Awan Selimpat ini dijumpai 1 buah pada Masjid Azizi Langkat.

2.3.1.2.21. Ornamen Motif Itik Pulang Petang

Gambar 34: Ornamen Itik Pulang Petang

(Sumber: Sinar, 2007: 23)

Ornamen “Itik Pulang Petang” diatas secara denotatif merupakan gambaran

dari hewan itik yang berjalan beriringan, namun pada ornamen ini dibuat variasi

yaitu dengan bentuk berhadapan. Bentuk itik pada ornamen ini digambarkan

meyerupai huruf “S” yang berhadapan dan dihias dengan sedikit lengkungan

sulur. Ornamen “Itik Pulang Petang” ini secara konotatif memiliki makna

simbolis tentang kerukunan dan ketertiban (Kartini, 2014: 26).

Peneliti menemukan beberapa hasil penelitian mengenai ornamen Melayu

(46)

1. Ornamen Melayu dengan Bentuk Floralis terdapat pada Masjid Azizi

Langkat sebanyak 16 buah yaitu ornamen “Pucuk Rebung” pada atap

serambi masjid, ornamen “Bunga Ketola”, ornamen “Pucuk Kacang”,

ornamen Awan Semayang dan ornamen “Bunga Hutan” pada dinding

masjid, ornamen “Kiambang” pada tempat mukhabar, ornamen “Genting

Tak Putus”, ornamen “Itik Pulang Petang”, ornamen “Daun Pakis”,

ornamen “Bunga Kala Bukit”, ornamen “Pokok Kolan”, ornamen “Awan

Jawa” dan ornamen “Awan Selimpat” pada mimbar utama masjid, ornamen

“Pucuk Kacang” dan ornamen “Bunga Matahari” pada mimbar masjid yang

berada di serambi.

2. Ornamen Melayu dengan Bentuk Geometris sebanyak 3 buah yaitu 3 buah

ornamen “Ombak-ombak” pada pagar masjid, pada dinding atap serambi

masjid dan pada menara masjid.

3. Ornamen Melayu dengan Bentuk Kosmos sebanyak 1 buah yaitu ornamen

“Matahari” pada mimbar utama masjid.

4. Diketahui bahwa dari 27 jenis ornamen yang terdapat di Ornamen Melayu

yang diuraikan di atas, didapati 13 jenis ornamen Melayu, yang terdiri atas:

1 buah ornamen motif Genting Tak Putus, 1 buah ornamen motif Pucuk

Rebung, 1 buah ornamen motif Pokok Kolan, 1 buah ornamen motif Daun

Pakis, 1 buah ornamen motif Bunga Hutan, 1 buah ornamen motif Bunga

Ketola, 1 buah ornamen motif Kiambang, 3 buah ornamen motif

(47)

Awan Jawa, 1 buah ornamen motif Awan Selimpat, 2 buah ornamen motif

Itik Pulang Petang dan 2 buah ornamen motif Pucuk Kacang.

2.3.1.3. Ornamen Cina

Cina adalah sebuah negara yang terletak di Asia Timur yang beribukota di

Beijing. Masyarakat dari negara ini banyak yang berpindah ke negara-negara lain,

salah satunya negara tujuannya ialah Indonesia.

Tidak sedikit peninggalan sejarah oleh masyarakat Cina yang ada di

Indonesia, salah satunya ialah peninggalan bukti-bukti sejarah berupa kesenian

juga kebudayaan yang juga kaya makna dan tradisi. Bangunan yang dihiasi

dengan ornamen-ornamen khas Cina biasanya adalah kelenteng (rumah ibadah

masyarakat Tiongkok/Cina), ada pula yang diaplikasikan pada masjid dan

rumah-rumah masyarakat Cina itu sendiri. Peneliti mengamati terdapat beberapa masjid

yang menggunakan ornamen Cina pada bangunannya, salah satunya adalah

Masjid Azizi Langkat yang menggunakannya pada bagian daun pintu masjid.

Peletakan ornamen umumnya pada dinding, atap, pilar, pintu dan elemen

interior lainnya sesuai dengan sifat dan maknanya. Secara umum jenis ornamen

Cina yang biasa digunakan dapat dibagi menjadi tiga, yaitu ornamen hewan,

tumbuhan dan manusia.

Ornamen hewan, antara lain Naga, Phoenix/Burung Api, Kura-kura, Singa,

Rusa, Kelelawar, Bangau, dan sebagainya. Setiap ornamen mempunyai banyak

(48)

Naga Cina yang merupakan simbol kebijaksanaan, kekuatan dan keberuntungan

dalam kebudayaan Cina (Sari dan Pramono, 2008: 77).

Berikut beberapa jenis ornamen khas Cina yang biasa digunakan pada

bangunan baik itu tempat tinggal maupun rumah ibadah:

2.3.1.3.1. Ornamen Naga Cina

Gambar 35: Ornamen Naga Cina

(Sumber:http://1.bp.blogspot.com)

Naga dalam kepercayaan masyarakat Cina merupakan raja segala binatang

di alam semesta. naga memiliki bagian tubuh yang menunjukkan dapat hidup di

tiga alam, yang secara denotatif naga memiliki kepala seperti buaya, badan seperti

ular (bersisikdan berkelok-kelok), lengan dan cakar seperti burung.

Menurut kepercayaan masyarakat Cina, naga secara konotatif dilambangkan

sebagai penolak roh jahat, menjaga keseimbangan Hong Sui, kekuasaan,

dipercaya dapat mengeluarkan kekuatan hebat dan melimpahkan kebahagiaan

(49)

2.3.1.3.2. Ornamen Meander (Aliran Sungai)

Gambar 36: Ornamen Meander

(Sumber:http://1.bp.blogspot.com)

Meander merupakan ornamen pada zaman perunggu yang datang dari Asia

Tenggara ke Indonesia. Meander juga sangat dikenal dalam seni kuno Yunani.

Simbol-simbol Religi yang biasa digunakan adalah Yin dan Yang dan Pakua

(Bagua). Digambarkan dalam Pakua atau trigrams yang berisi tentang adanya

lambang-lambang dari setiap garis yang dibuat, bahwa secara denotatif garis

putus-putus ( −− ) mewakili Yin (energi wanita), sedangkan garis solid ( )

mewakili Yang (energi laki-laki) (Sari dan Pramono, 2008: 77).

Yin dan Yang secara konotatif, merupakan simbol yang dipakai dalam

masyarakat Cina karena dianggap mewakili prinsip-prinsip kekuatan alam, Yin

dihubungkan dengan bulan (kegelapan, air dan prinsip feminin) sedangkan Yang

dihubungkan dengan matahari (terang, api dan prinsip maskulin). Keharmonisan

(50)

2008: 77). Kesemua simbol Religi tersebut sering kali aplikasinya digunakan pada

ornamen meander.

Peneliti menemukan sebuah ornamen Cina pada Masjid Azizi Langkat yaitu

pada daun pintu masjid.

Peneliti menemukan hasil penelitian mengenai ornamen Cinayang terdapat

pada Masjid Azizi Langkat, yaitu: Ornamen Cina dengan Bentuk geometris

sebanyak 1 buah yaitu ornamen “Meander” pada daun pintu masjid.

2.3.2. Bentuk-Bentuk Ornamen

Ornamen memiliki banyak ragam bentuknya, berikut ornamen berdasarkan

klasifikasi bentuk menurut Ekoprawoto (1998) ialah:

− bentuk manusia

− bentuk hewan/satwa

− bentuk raksasa/khayalan

− bentuk tumbuh-tumbuhan

− bentuk geometris

− dan bentuk alam/kosmos.

Kemudian jenis corak ornamen terbagi dua yaitu corak primitif dan klasik.

Selanjutnya diketahui pula bahwa ornamen dengan pola geometris merupakan

pola ornamen tertua yang sampai saat ini masih berkembang dengan baik

(51)

Ornamen merupakan hasil kesenian dari berabad-abad yang lalu, berikut

beberapa negara yang memiliki ornamen khas, yaitu: Arab, Amerika (aztec),

Turki, Byzantium, Perancis, India, Jepang, Cina, Moorish, Turki dan lainnya

2.3.2.1. Bentuk Manusia

Ornamen dengan Bentuk manusia tidak selalu digambarkan dengan bentuk

manusia seutuhnya, tetapi ada pula hanya bagian-bagian tertentu misalnya

wajah/kepala, mata, lidah dan kuku. Manusia yang digambarkan secara utuh

biasanya dengan latar belakang tata kehidupan manusia itu sendiri, misalnya

sering kita dapati ornamen manusia bertani atau berladang, berburu dan lain

sebagainya pada candi dan pada objek lain (Hutauruk, 2012).

Ornamen dengan Bentuk manusia di Indonesia biasanya menampilkan

bentuk patung nenek moyang, dan lainnya yang kehadirannya erat dengan unsur

kekuatan magis, seperti patung nenek moyang pada masyarakat Batak, Nias, Nusa

Tenggara Barat, Irian Jaya (Ekoprawoto, 1992: 48).

Gambar 37: Bentuk Manusia

(52)

Penggunaan ornamen berbentuk manusia dilarang dalam beberapa

kebudayaan di Indonesia, antara lain adalah kebudayaan Melayu, hal tersebut

dengan alasan bahwa penggunaan bentuk motif manusia dilarang dalam ajaran

agama Islam (Sinar, 2007: 1). Begitu pula penggunaannya di dalam bangunan

Masjid juga sangat dilarang, oleh karena itu tidak terdapat ornamendengan Bentuk

manusia pada Masjid Azizi Langkat.

2.3.2.2. Bentuk Hewan

Ornamen dengan Bentuk hewan biasanya menggunakan jenis hewan yang

mempunyai mitologis dan legendaris. Penggambarannya juga terkadang

disederhanakan dan ada pula yang digambarkan secara berlebihan, walaupun

demikian selalu masih tampak bentuk aslinya. Hewan yang sering kali

digambarkan dalam ornamen adalah kerbau, burung, gajah, kuda, cicak, ular dan

lainnya (Hutauruk, 2012).

Gambar 38: Bentuk Hewan, “Tendi Sapo”

(Sumber: Ekoprawoto, 1992: 35)

Penggunaan ornamen dengan Bentuk hewan di Indonesia sangatlah

bervariasi, namun pada umumnya ornamen tersebut diyakini kehadirannya

merupakan ungkapan simbolik yang mengandung pertanda. Misalnya, ornamen

berwujud sepasang cicak (jantan dan betina) disebut dengan “tendi sapo”,

(53)

yang melindungi manusia lahir dan batin, baik laki-laki, perempuan, anak-anak

dan dewasa. Serta lambang kejujuran dalam menegakkan kebenaran (Ekoprawoto,

1992: 35). Ornamen berbentuk hewan dilarang penggunaannya di dalam rumah

ibadah kaum Islam yaitu Masjid, oleh karena itu juga tidak dijumpai ornamen

berbentuk hewan pada Masjid Azizi Langkat.

2.3.2.3. Bentuk Raksasa/Khayalan

Pola jenis ini dibuat berdasarkan khayalan si pembuat. Sering kali yang

digambarkan adalah hewan atau makhluk hidup yang tidak pernah ada, atau

terkadang seekor hewan khayalan yang digambarkan gabungan dari dua jenis

hewan. Pola hias jenis khayalan ini misalnya naga, raksasa dan lain-lain.

Gambar 39: Bentuk Khayalan

(Sumbe

Ornamen dengan bentuk khayalan, misalnya bentuk naga bisa ditemukan

pada kelenteng Cina. Penggunaan ornamen seperti ini tidak diperbolehkan di

dalam Masjid karena ornamen tersebut menyerupai bentuk hewan dan manusia,

demikian pula pada Masjid Azizi Langkat tidak ditemukan ornamen dengan

(54)

2.3.2.4. Bentuk Tumbuh-Tumbuhan

Ornamen dengan bentuk tumbuh-tumbuhan biasanya menggambarkan suatu

jenis bunga sederhana maupun jenis daun-daunan menjalar yang digambarkan

dengan bergelombang. Pola ornamen seperti ini umumnya digunakan untuk

dekorasi ruangan, dibuat dengan teknik pengulangan dan lainnya.

Penggunaan ornamen dengan bentuk tumbuh-tumbuhan di Indonesia

terutama bentuk sulur tidak hanya demi keindahan saja, namun ada beberapa

diantaranya yang mengandung makna tentang unsur-unsur kehidupan dan

kekuatan spiritual (Ekoprawoto, 1992: 20).

Terdapat sebuah ornamen dengan bentuk “pohon hayat” yang terdapat pada

Candi Prambanan, dan juga digunakan oleh masyarakat Sumatera Selatan dan di

Sumatera Utara yaitu masyarakat Batak ornamen ini disebut dengan “Gorga

Mariara Sundung di Langit” yang mempunyai makna simbolik tentang kekuatan

batin yang mendalam (Ekoprawoto, 1992: 22).

Gambar 40: Bentuk Tumbuhan, “Pohon Hayat”

(55)

Ornamen dengan Bentuk tumbuh-tumbuhan atau sulur diperbolehkan

penggunaannya dalam Masjid, sehingga didapati setidaknya 17 buah ornamen

berbentuk sulur pada Masjid Azizi Langkat.

2.3.2.5. Bentuk Geometris

Ornamen berbentuk geometris dapat dijumpai dimana saja. Pola ini

digambarkan dengan bentuk khusus yaitu dengan garis putus-putus, segi-tiga,

segi-empat, segi-lima, segi-enam, segi delapan, lingkaran, oval, setengah

lingkaran, dan lainnya yang merupakan bentuk/pola dasar. Pola geometris

biasanya diterapkan pada pinggiran suatu benda dan juga sebagai pengisi dari

bagian permukaan sebuah bidang.

Penggunaan Ornamen dengan Bentuk geometris sudah lama ada di

Indonesia, salah satu contohnya oleh masyarakat Batak Simalungun ada sebuah

ornamen dengan sebutan “Ipon-ipon” yang artinya gigi-gigi, ornamen geometris

khas Batak Simalungun ini bentuknya menyerupai gigi yang teratur, digunakan

sebagai pemisah antara dua bentuk ukiran atau sebagai hiasan pinggir, memiliki

makna simbolis tentang keramahan dan menghormati sesama (Ekoprawoto, 1992:

9).

Gambar 41: Bentuk Geometris, “Ipon-ipon”

(56)

Ornamen dengan Bentuk geometris diperbolehkan penggunaannya dalam

Masjid, sehingga didapati setidaknya 13 buah ornamen berbentuk geometris pada

Masjid Azizi Langkat.

2.3.2.6. Bentuk Alam/Kosmos

Ornamen dengan Bentuk alam/kosmos merupakan pola yang diambil dari

bentuk alam misalnya awan, bulan, matahari, bintang dan lainnya. Ornamen

seperti ini seringkali digambarkan pada kain batik, ukiran dinding maupun kayu

dan lain-lain. Terkadang pola seperti ini digunakan hanya untuk pelengkap

daripada sebuah hiasan atau ukiran.

Peneliti juga mendapati sebuah ornamen dengan Bentuk alam/kosmos pada

Masjid Azizi Langkat, karena penggunaan ornamen dengan pola ini

diperbolehkan. Pola seperti ini sedang menjadi tren dalam motif pakaian batik.

Gambar 42: Bentuk Alam/Kosmos

(Sumbe

Berdasarkan pengamatan peneliti, terdapat 3 jenis ornamen pada Masjid

Azizi Langkat yaitu ornamen Arab, ornamen Melayu dan ornamen Cina,

(57)

mengandung unsur Bentuk manusia karena dilarang penggunaannya dalam

bangunan Masjid. Peneliti hanya menemukan tiga macam bentuk ornamen pada

masjid Azizi Langkat yaitu ornamen floralis, ornamen geometris dan ornamen

alam atau kosmos, ketiga bentuk tersebut terdapat pada ornamen Melayu. Peneliti

hanya menemukan dua macam bentuk ornamen pada ornamen Arab, yaitu

ornamen floralis dan juga ornamen geometris, sedangkan pada ornamen Cina

Gambar

Gambar 1: Ornamen Batak Toba “Gorga Simeol-eol”
Gambar 2: Desain Mimbar Masjid di Negara Arab
Gambar 3: Desain Mimbar Masjid di Negara Arab 2
Gambar 4: Lengkungan khas beberapa negara Arab yang sering digunakan untuk
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tanggal Penyaji Judul Tanda Tangan

COMPARATION STUDY OF INSTANT NOODLE NONG SHIM KOREA AND INDOMIE INDONESIA AS THE EFFECT OF PACKAGING DESIGN POINT OF INTEREST TO THE CONSUMER BRAND PREFERENCE..

The types of foods as animal protein sources such as meat, fish and egg, which are consumed almost every day with the frequency of 0.6 times per day or 3 to 4 times per week by

Sistem ini digunakan untuk mengurusi administrasi tunjangan biaya kesehatan yang ditanggung oleh perusahaan jika ada karyawan yang sakit dan kemudian berobat di rumah sakit atau

Hendro Gunawan, MA

Oleh sebab itu, perpustakaan memerlukan katalog yang bisa memudahkan peminjam buku sehingga mereka tidak mengalami kesulitan dalam memilih dan mencari buku yang diinginkan

[r]

Pesatnya perkembangan teknologi informasi dan komputer di bidang permainan dan grafis menjadi daya tarik tersendiri bagi penulis, sehingga penulis mengambil topik pembuatan