• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penentuan Kadar Kotoran Dan Kadar Air Dari Minyak Sawit Mentah Crude Palm Oil (CPO) Pada Tangki Penimbunan PT. Socfin Indonesia Kebun Tanah Gambus

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penentuan Kadar Kotoran Dan Kadar Air Dari Minyak Sawit Mentah Crude Palm Oil (CPO) Pada Tangki Penimbunan PT. Socfin Indonesia Kebun Tanah Gambus"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kelapa Sawit

Buah kelapa sawit menghasilkan dua jenis minyak. Minyak yang berasal dari

daging buah (mesokarp) berwarna merah. Jenis minyak ini dikenal sebagai

minyak kelapa sawit kasar atau crude palm oil (CPO). Sedangkan minyak yang

kedua berasal dari inti kelapa sawit, tidak berwarna, dikenal sebagai minyak inti

kelapa sawit atau palm kernel oil (PKO). Minyak yang kedua ini komposisi dan

warnanya hampir sama dengan minyak kelapa nyiur. Di samping minyak, buah

kelapa sawit juga menghasilkan bahan padatan berupa sabut, cangkang

(tempurung), dan tandan buah kosong kelapa sawit. Bahan padatan ini dapat di

manfaatkan untuk sumber energi, pupuk, makanan ternak, dan bahan untuk

industri.

Keunggulan minyak sawit selain tersusun dari asam lemak tidak jenuh dan

asam lemak jenuh, juga mengandung Betakarotena atau pro – vitamin A yang

sangat diperlukan dalam proses metabolisme dalam tubuh manusia dan sebagai

antioksidan, dan pro – vitamin E (tokoferol dan tokotrienol), selain berperan

dalam metabolisme dan untuk kesehatan.

Minyak kelapa sawit dan minyak inti kelapa sawit yang digunakan sebagai

bahan pangan diperoleh melalui proses fraksinasi, rafinasi, dan hidrogenasi. Pada

umumnya CPO sebagian besar difraksionasi sehingga sehingga dihasilkan fraksi

olein (cair) dan fraksi stearin (padat). Fraksi olein digunakan untuk bahan pangan,

(2)

olein antara lain: minyak goreng, mentega (margarine), lemak untuk masak

(shortening), bahan pengisi (aditif), dan industri makanan ringan (roti dan kue –

kue) dan lain – lain (Mangoensoekarjo, 2003).

2.2 Sekilas Sejarah Kelapa Sawit di Indonesia

Kelapa sawit pertama kali di kenalkan di Indonesia oleh pemerintah koloni

Belanda pada tahun 1848. Ketika itu ada empat batang kelapa sawit yang di bawa

dari Mauritius (Afrika Timur) dan Amsterdam (Eropa) dan di tanam di Kebun

Raya Bogor (Propinsi Jawa Barat). Tanaman kelapa sawit mulai diusahakan dan

dibudidayakan secara komersil pada tahun 1911. Perintis kelapa sawit di

Indonesia adalah Adrien Hallet, seorang Belgia yang telah belajar banyak tentang

kelapa sawit di Afrika. Budidaya yang dilakukannya diikuti oleh K.Schadt yang

menandai lahirnya perkebunan kelapa sawit di Indonesia mulai berkembang.

Perkebunan kelapa sawit pertama berlokasi di pantai Timur Sumatera

(Deli) dan Aceh. Luas areal perkebunannya mencapai 5.123 ha. Indonesia mulai

mengekspor minyak sawit pada tahun 1919 sebesar 576 ton ke negara – negara

Eropa, kemudian tahun 1923 mulai mengekspor minyak inti sawit sebesar 850

ton. Pada masa pendudukan Belanda, perkebunan kelapa sawit mengalami

perkembangan yang cukup pesat. Indonesia menggeser dominasi ekspor Negara

Afrika pada waktu itu. Namun, kemajuan pesat yang dialami Indonesia tidak

diikuti dengan peningkatan perekonomian nasional. Hasil perolehan ekspor

minyak sawit hanya meningkatkan perekonomian negara asing termasuk Belanda.

Memasuki masa pendudukan jepang, perkembangan kelepa sawit

(3)

terhenti. Lahan perkebunan mengalami penyusutan sebesar 16% dari luas lahan

yang ada sehingga produksi minyak sawit Indonesia pun hanya mencapai 56.000

ton pada tahun 1948 – 1949. Padahal pada tahun 1940 Indonesia mengekspor

250.000 ton minyak sawit.

Setelah Belanda dan Jepang meninggalkan Indonesia, pada tahun 1957,

pemerintah mengambil alih perkebunan dengan alasan politik dan keamanan.

Pemerintah menempatkan perwira – perwira militer di setiap jenjang manajemen

perkebunan yang bertujuan mengamankan jalannya produksi. Pemerintah juga

membentuk BUMIL (buruh militer) yang merupakan wadah kerjasama antara

buruh perkebunan dengan militer. Perubahan manajemen pada perkebunan dan

kondisi sosial politik serta keamanan dalam negri yang tidak kondusif,

menyebabkan produksi kelapa sawit mengalami penurunan. Pada periode tersebut

posisi Indonesia sebagai pemasok minyak sawit dunia terbesar tergeser oleh

Malaysia.

Memasuki pemerintahan orde baru, pembangunan perkebunan diarahkan

dalam rangka menciptakan kesempatan kerja, meningkatkan kesejahtraan

masyarakat, dan sebagai sektor hasil devisa negara. Pemerintah terus mendorong

pembukaan lahan baaru untuk perkebunan. Sampai dengan tahun 1980 luas lahan

mencapai 294.560 ha dengan produksi CPO sebesar 721.172 ton. Sejak saat itu

lahan perkabunan kelapa sawit Indonesia berkembang pesat terutama perkebunan

rakyat. Hal ini didukung oleh kebijakan pemerintah yang melaksanakan program

perkebunan inti rakyat perkebunan (PIR-bun). Dalam pelaksanaannya,

perkebunan dasar sebagai inti membina dan menampung hasil perkebunan rakyat

(4)

setelah pemerintah mengembangkan progam lanjutan yaitu PIT-Transmigrasi

sejak tahun 1986. Program tersebut berhasil menambah luas lahan dan produksi

lahan kelapa sawit. Pada tahun 1990-an, luas perkebunan kelapa sawit mencapai

lebih dari 1,6 juta hektar yang tersebar diberbagai sentra produksi, seperti

Sumatera dan Kalimantan (Fauzi, Y dkk. 2002).

Produksi minyak kelapa sawit masih memegang peranan penting dalam

kontribusi minyak nabati dunia. Data Oil Word Report tahun 1994 menunjukkan

bahwa untuk periode 1998-2001 memiliki kontribusi sebesar 27,8 persen terhadap

minyak nabati dunia, disusul minyak kedelai sebesar 23,8 persen minyak rape

greed sebesar 14,3 persen dan minyak kelapa sawit sebesar 3,4 persen. Pada

periode 2003-2007 kontribusi minyak sawit naik menjadi sebesar 30,18 persen.

Setiap tahun diperkirakan produksi minyak sawit dunia meningkat

rata-rata 6,5 persen, dengan menempatkan Malaysia sebagai kontributor terbesar.

Namun, selisih ini sepanjang tahun semakin mengecil, seiring dipacunya

perkebunan besar di Indonesia dengan investasi besar-besaran baik PMDN

maupun PMA. Ditambah lagi dengan politik konversi hutan Indonesia untuk

penyediaan areal perkebunan besar dan pemberian kemudahan dari pemerintah

(5)

2.3 Minyak Sawit

Sebagai minyak atau lemak, minyak sawit adalah suatu trigliserida, yaitu senyawa

gliserol dengan asam lemak. Sesuai dengan bentuk bangun rantai asam lemaknya,

minyak sawit termasuk golongan minyak asam oleat – linoleat.

Lemak atau minyak tidak berbeda dalam bentuk umum trigliseridanya dan

hanya berbeda dalam bentuk (wujud). Lemak yang mana padat pada suhu ruang

dan minyak adalah cair pada suhu ruang (Mangoensoekarjo, S 2003).

2.3.1 Sifat Fisika – Kimia Minyak

Sifat fisika – kimia minyak kelapa sawit meliputi warna, bau dan flavor,

kelarutan, titik cair dan polymorphism, titik didih (boiling point), titik pelunakan,

slipping poin, bobot jenis, indeks bias, titik kekeruhan (turbidity point). Warna

minyak ditentukan oleh adanya pigmen yang masih tersisa setelah proses

pemucatan, karena asam – asam lemak dan gliserin tidak berwarna. Warna orange

atau kuning disebabkan oleh adanya pigmen karoten yang larut dalam minyak.

Bau dan flavor dalam minyak terdapat secara alami juga terjadi akibat kerusakan

minyak. Sedangkan bau khas minyak kelapa sawit ditimbulkan oleh

persenyawaan betaionine. Titik cair minyak tergantung pada asam lemak yang

(6)

2.3.2 Sifat Kimia Minyak dan Lemak

Minyak pada umumnya asam lemak jenuh dari minyak (mempunyai rantai lurus

monokarboksilat dengan jumlah atom karbon yang genap). Reaksi yang penting

pada minyak dan lemak adalah reaksi hidrolisa dan hidrogenasi.

Hidrolisis

Dalam reaksi hidrolisa, minyak atau lemak akan dirubah menjadi asam –

asam lemak bebas dan gliserol. Reaksi hidrolisa yang dapat mengakibatkan

kerusakan minyak atau lemak karena terdapatnya sejumlah air dalam minyak atau

lemak tersebut. Reaksi ini ketengikan hidrolisa yang menghasilkan flavor dan bau

tengik pada minyak tersebut.

Minyak atau lemak dapat dihidrolisis menjadi gliserol dan asam lemak

karena adanya air. Reaksi ini dipercepat oleh basa, asam dan enzim – enzim.

Hidrolisis oleh enzim lipase sangat penting karena enzim tersebut terdapat pada

semua jaringan yang mengandung minyak. Dengan adanya lipase, lemak lemak

akan diuraikan sehingga kadar asam lemak bebas menjadi tinggi. Minyak yang

(7)

Pembentukan trigliserida oleh asam lemak adalah :

CH2 – OH + R1COOH CH2 – COOR1

CH – OH + R2COOH CH – COOR2 + 3 H2O

CH2 – OH + R3COOH CH2 – COOR3

Gliserol asam lemak trigleserida air

Gambar 1. Reaksi pembentukan trigliserida oleh asam lemak

Oksidasi

Kerusakan lemak utama adalah timbulnya bau dan rasa tengik yang disebut

dengan proses ketengikan. Hal ini disebabkan oleh autoksidasi radikal asam lemak

tidak jenuh dalam lemak. Autoksidasi dimulai dengan pembentukan radikal –

radikal bebas yang disebabkan oleh faktor yang dapat mempercepat reaksi seperti

cahaya, peroksida, logam – logam berat seperti Cu, Fe, Co, dan Mn (Ketaren, S

1986).

2.4 Pengolahan Minyak Sawit

2.4.1 Pemurnian dan Penjernihan Minyak Sawit

Minyak sawit yang keluar dari tempat pemerasan atau pengepresan masih berupa

minyak sawit kasar karena masih mengandung kotoran berupa partikel – partikel

dari tempurung dan serabut serta 40 – 50% air. Agar diperoleh minyak sawit yang

bermutu baik, minyak sawit kasar tersebut diolah lebih lanjut yaitu dialirkan

dalam tangki minyak kasar (crude oil tank) dan setelah melalui pemurnian atau

(8)

Minyak sawit dipompakan dari bak tunggu ke dalam tangki penjernihan

(klarifikator). Di dalam tangki penjernihan ini minyak kelapa sawit dimasak lagi

dengan uap air panas selama lebih kurang 60 menit, kemudian didinginkan selama

60 menit. Tidak boleh terjadi kondensasi uap air. Pemanasan juga bertujuan untuk

mencegah pembekuan minyak pada proses selanjutnya.

Minyak yang dialirkan dari tangki penjernihan, disaring di dalam alat

penyaring sentrifugal. Dari penyaringan sentrifugal minyak bersih dipompakan ke

dalam tangki penimbunan, sedangkan air dan kotoran dikembalikan ke dalam

tangki pengendapan (Ketaren,S 1986).

2.4.2 Tujuan Pemurnian

minyak kasar yang diperoleh dari hasil pengempaan atau pemerasan perlu

dibersihkan dari kotoran, baik yang berupa padatan (solid), lumpur (sludge),

maupun air. Tujuan dari pembersihan/pemurnian minyak kasar yaitu diperoleh

minyak dengan kualitas sebaik mungkin dan dapat dipasarkan dengan harga yang

layak.

Untuk memahami tujuan dan hakekat pemurnian minyak kasar, perlu di

pelajari sifat fisika – kimia dari minyak kasar trsebut. Minyak kasar hasil

pengempaan dapat dirinci sebagai berikut:

a. Campuran Minyak dan Air

Campuran yang unsurnya minyak dan air terbagi tidak terlalu halus sehingga

dengan cepat dan mudah dapat dipisahkan. Minyak dalam campuran ini

(9)

yang mengelilinginya. Minyak dari campuran ini bila dibiarkan akan segera

terpisah diatas lapisan air yang mengendap.

b. Campuran Homogen Antara Butir dan Minyak

Campuran ini terbagi sangat halus. Dalam keadaan demikian kedua unsur

merupakan emulsi yang stabil (Iyung Pahan, 2006).

2.4.3 Pemanasan Minyak Sawit

Minyak yang berada dalam monteyues dipanaskan dengan uap air supaya tidak

membeku. Dari monteyues dipanaskan dalam bak tunggu dengan bantuan tekanan

uap sebesar 2 kg/cm², dan dari bak tunggu minyak dialirkan kedalam tangki

pengendapan.

Di dalam tangki pengendapan, minyak dipanaskan dengan uap air selama

kurang lebih 4 jam, kemudian didinginkan selama 3 jam. Perebusan bertujuan

untuk memecahkan struktur emulsi. Memasak minyak dan memisahkan kotoran

dan air dari minyak. Pendingin selama 3 jam akan memisahkan minyak dari air

dan kotoran dengan minyak. Minyak akan terapung diatas permukaan air dan

kotoran, karena bobot jenisnya lebih kecil dari pada bobot jenis air atau kotoran

tersebut.

Setelah terpisah kedua cairan dikeluarkan dari tangki melalui saluran yang

berbeda. Minyak sawit dialirkan ke dalam bak tunggu sedangkan air dan kotoran

dialirkan ke dalam parit. Di dalam parit, air kotoran dipanaskan lagi dengan uap

air dan kemudian didinginkan. Minyak sawit yang terapung dipisahkan dan

dimasukkan kembali kedalam tangki pengendapan. Tujuan pekerjaan ini adalah

(10)

2.4.4 Pengeringan Minyak Sawit

Minyak yang dikutip dari tangki pengendapan masih mengandung sekitar 0,5%

air dan sejumlah kotoran. Ini dipisahkan dengan sentrifugasi berputaran tinggi,

biasanya kadar air akan turun menjadi 0,25% dan kadar kotoran menjadi sekitar

0,01%.

Kadar air dalam minyak setelah pemurnian masih terlalu tinggi untuk

mencegah peningkatan kadar ALB karena hidrolisis. Untuk mendapat kadar air

yang diinginkan (0,08%) minyak harus dikeringkan. Untuk ini sebaiknya dipakai

pengering vacum pada suhu relatif rendah, agar minyak tidak teroksidasi pada

waktu pengeringan pada suhu tinggi. Pengeringan minyak yang tidak sempurna

dapat diketahui dari kandungan air dalam minyak, pengeringan dikatakan baik

jika kadar air di bawah 0,1%. Selesai pengeringan minyak harus didinginkan

sampai dibawah 50⁰ C untuk mencegah oksidasi pada waktu pemasukan ke tangki

timbun.

Setelah melalui pemurnian atau klarifikasi yang bertahap, akan

menghasilkan minyak sawit mentah (CPO). Peroses penjernihan dan pemisahan

dengan air dan kotoran ini dilakukan dengan sistem pengendapan, sentrifugal dan

penguapan untuk menurunkan kandungan air dan kotoran dalam minyak. Minyak

sawit yang telah dijernihkan ditampung dalam tangki timbun (CPO stroge).

Minyak sawit pada tangki penampungan sudah siap dipasarkan atau mengalami

pengolahan lebih lanjut sampai dihasilkan minyak sawut murni (Procssed Palm

Oil, PPO) dan hasil olahan lainnya. Sedangkan sisa olahan yang berupa lumpur

(11)

2.5 Penimbunan Minyak Sawit

Minyak dan inti sawit hasil pemurnian tidak selamanya dapat langsung dikirim

untuk dipasarkan. Untuk sementara waktu masih perlu ditimbun di pabrik.

Biasanya ruang yang diperlukan cukup untuk satu bulan saja. Sebagai cairan

minyak sawit harus disimpan dalam tangki –tangki timbun berukuran 500 – 3000

ton. Selama penimbunan ini dapat terjadi perusakan mutu, baik peningkatan ALB

maupun peningkatan oksidasi.

Persyaratan penimbunan yang baik adalah :

1. Kebersihan tangki dijaga, khususnya terhadap kotoran dan air

2. Jangan mencampur minyak berkadar ALB tinggi atau minyak kotor

dengan minyak berkadar ALB rendah atau bersih atau kering

3. Membersihkan tangki dan memeriksa pipa –pipa uap pemanas, tutup

tangki, alat – alat pengukur dan lain – lain setiap ada kesempatan

4. Memelihara suhu sekitar 40⁰ C

5. Pipa pemasukan minyak harus terbenam ujungnya dibawah permukaan

minyak

6. Melapisi dinding tangki dengan damar epoksi ( hanya untuk minyak

(12)

2.6 Standar Mutu Minyak Sawit

Akhir – akhir ini minyak sawit berperan cukup penting dalam perdagangan dunia.

Berbagai industri, baik pangan maupun nonpangan, banyak yang

menggunakannya sebagai bahan baku. Berdasarkan peranan dan kegunaan minyak

sawit itu, maka mutu dan kualitasnya harus diperhatikan sebab sangat menentukan

harga dan nilai komoditas ini.

Di dalam perdagangan kelapa sawit, istilah mutu sebenarnya dapat

dibedakan menjadi dua arti. Yang pertama adalah mutu minyak sawit dalam arti

benar – benar murni dan tidak tercampur dengan minyak nabati lain. Mutu minyak

sawit dalam arti yang pertama dapat ditentukan dengan menilai sifat – sifatnya,

antara lain titik lebur angka penyabunan, dan bilangan yodium. Sedangkan yang

kedua, yaitu mutu minyak sawit dilihat dalam arti penilaian menurut ukuran.

Dalam hal ini syarat mutunya diukur berdasarkan spesifikasi standart mutu

internasional, yang meliputi kadar air dan kotoran, kadar asam lemak bebas,

logam besi, logam tembaga, peroksida dan ukuran pemucatan. Dalam dunia

(13)

Tabel 2.5 Standart Mutu Minyak Sawit CPO (Crude Palm Oil)

Karakteristik

Minyak Sawit Keterangan

Free Fatty Acid (FFA) 2,50% Maksimal

Sumber : PKS PT. Socfin Indonesia Tanah Gambus

2.7 Faktor – faktor yang Mempengaruhi Mutu Minyak Sawit

Dengan adanya peningkatan nilai ekspor maka diperlukan standart dan

pengawasan mutu minyak sawit untuk memberikan jaminan mutu pada

konsumen. Faktor – faktor yang mempengaruhi mutu adalah air dan kotoran, asam

lemak bebas, bilangan peroksida dan daya pemucatan. Faktor – faktor lain adalah

titik cair, kandungan gliserida padat, dan sebagainya. Semua faktor – faktor ini

perlu dianalisis untuk mengetahui mutu minyak kelapa sawit.

Bagi negara konsumen terutama negara yang telah maju, selalu

(14)

cukup beralasan sebab minyak sawit tidak hanya digunakan sebagai bahan baku

dalam industri nonpangan saja, tetapi banyak industri pangan yang

membutuhkannya. Lagi pula, tidak semua pabrik minyak kelapa sawit mempunyai

teknologi dan instalasi yang lengkap, terutama yang berkaitan dengan proses

penyaringan minyak sawit. Pada umumnya, penyaringan hasil minyak sawit

dilakukan dalam rangkaian proses pengendapan, yaitu minyak sawit jernih

dimurnikan dengan sentrifugasi.

Dengan proses di atas, kotoran – kotoran yang berukuran besar memang

bisa di saring. Akan tetapi, kotoran – kotoran atau serabut yang berukuran kecil

tidak di saring, hanya melayang – layang di dalam minyak sawit. Padahal alat

sentrifugasi tersebut dapat berfungsi dengan prinsip kerja yang berdasarkan

perbedaan berat jenis. Walaupun bahan baku minyak sawit selalu dibersihkan

sebelum digunakan pada industri – industri yang bersangkutan, namun banyak

yang beranggapan dan menuntut bahwa kebersihan serta kemurnian minyak sawit

merupakan tanggung jawab produsen. Meskipun kadar ALB dalam minyak sawit

kecil, tetapi hal itu belum menjamin mutu minyak sawit. Kualitas minyak sawit

harus dijaga dengan cara membuang kotoran dan air. Hal ini dilakukan dengan

(15)

2.7.1 Kadar Pengotor dan Zat yang Tidak Terlarut

Kadar pengotor dan zat terlarut adalah keseluruhan bahan asing yang tidak larut

pada pelarut yang ditetapkan (n – heksan, diethyleter, atau carbon disulfide)

dibawah kondisi yang tertentu. Pengotor yang tidak terlarut dinyatakan sebagai

persen zat pengotor terhadap minyak atau lemak.

Kotoran yang terdapat pada minyak terdiri dari 3 golongan, yaitu :

1. Kotoran yang tidak terlarut dalam minyak (fat insolube dan terdispersi dalam minyak)

Kotoran yang terdiri dari biji atau partikel jaringan, lendir dan

getah serat– serat yang berasal dari kulit, abu atau mineral yang terdiri dari

Fe, Cu, Mg, dan Ca, serta air dalam jumlah yang kecil. Kotoran seperti ini

dapat dipisahkan dengan beberapa cara dengan cara mekanis, yaitu :

dengan pengendapan dan sentrifugasi.

2. Kotoran yang berbentuk suspensi koloid dalam minyak

Kotoran ini terdiri dari pospolipid, senyawa yang mengandung nitrogen

dan senyawa kompleks lainnya. Kotoran dapat dihilangkan dengan

menggunakan uap panas, sentrifugasi, atau penyaringan dengan

(16)

3. Kotoran yang terlarut dalam minyak (fat soluble compound)

Kotoran yang termasuk dalam golongan ini terdiri dari asam lemak bebas,

sterol, hidrokarbon, mono dan digliserida yang dihasilkan dari hidrolisis

trigliserida, zat warna yang terdiri dari karotenoid, klorofil. Zat warna

lainnya yang dihasilkan dari proses oksidasi dan dekomposisi minyak

yang terdiri dari keton, aldehida dan resin serta zat lainnya yang belum

teridentifikasi (Ketaren, S 1986).

2.7.2 Kadar Air dan Zat yang Mudah Menguap

Kadar air dan zat yang mudah menguap didefenisikan sebagai massa zat yang

hilang dari zat yang dianalisa pada pemanasan 105⁰ C di bawah kondisi operasi

tertentu. Sebuah molekul air terdiri dari sebuah atom oksigen yang berikatan

kovalen dengan dua atom hidrogen. Hidrogen dan oksigen mempunyai daya padu

yang besar antara keduanya. Keunikan air terjadi berkat ikatan pemadu kedua

unsurnya. Perangkaian jarak atom – atomnya mirip kunci yang masuk lubangnya,

kecocokan begitu sempurna, sehingga air termasuk senyawa alam yang baik.

Semua atom dalam molekul air terjadi satu ikatan yang kuat, yang hanya dapat

dipecahkan oleh perantara yang paling akresif, misalnya energi listrik atau zat

kimia seperti logam kalium.

Kandungan dalam bahan makanan ikut menentukan acceptability,

kesegaran, dan daya tahan bahan itu. Sampai sekarang belum diproleh suatu

istilah yang tepat untuk air yang terdapat dalam bahan makanan. Istilah yang

paling umum dipakai hingga saat ini adalah “air terikat” (bound water). Walaupun

(17)

sebagai suatu sistem yang mencakup air yang mempunyai drajat keterikatan yang

berbeda – beda dalam suatu bahan (Purnomo, H 1995).

2.7.3 Cara –cara Penentuan Kadar Air Pada Minyak dan Lemak 1. Cara hot plate

Cara hot plate digunakan untuk menentukan kadar air dan bahan – bahan

lain yang menguap yang terdapat dalam minyak dan lemak. Cara ini dapat

digunakan pada semua minyak dan lemak kecuali pada minyak yang di

ekstraksi dengan pelarut yang mudah menguap. Sebelum dilakukan

pengujian pada contoh, minyak harus diaduk dengan baik karena air

cenderung untuk mengendap.

Contoh ditimbang dalam gelas piala yang kering dan telah

didinginkan dalam desikator. Kemudian contoh dipanaskan diatas hot

plate sambil memutar gelas piala secara perlahan – lahan dengan tangan,

agar minyak tidak memercik. Pemanasan dihentikan setelah terlihat lagi

gelembung gas atau buih. Cara lain yang lebih baik digunakan adalah

dengan meletakkan gelas arloji diatas gelas piala. Adanya uap air akan

terlihat dari adanya air yang mengembun pada gelas arloji. Pada akhir

pemanasan suhu minyak tidak boleh lebih dari 130⁰ C, selanjutnya

disimpan dalam desikator dan didinginkan dalam suhu kamar dan

ditimbang. Penyusutan bobot dari air dan zat yang mudah menguap yang

(18)

2. Cara oven terbuka

Cara oven terbuka (air oven method) digunakan untuk lemak nabati dan

lemak hewan, tetapi dapat digunakan untuk minyak yang mengering

(drying oil) atau setengah mengering (semi drying oil).

Contoh yang telah diaduk, selanjutnya ditimbang di dalam “cawan

kadar air (moisture dish)”, lalu dimasukkan kedalam oven dan dikeringkan

pada suhu 105⁰ C selama 30 menit. Contoh diangkat dari oven dan

didinginkan dalam desikator sampai suhu kamar, kemudian ditimbang.

Cara oven hampa udara (vacum oven methods) dapat digunakan

untuk semua jenis minyak dan lemak kecuali minyak kelapa dan minyak

yang sejenis yang tidak mengandung asam lemak bebas lebih dari 1%.

Contoh yang telah diaduk di timbang dalam “cawan kadar air”, kemudian

dikeringkan di dalam oven dan didinginkan dalam desikator sampai suhu

kamar, kemudian ditimbang. Bobot tetap diperoleh jika selama

pengeringan 1 jam perbedaan penyusutan tidak lebih dari 0,05% (Ketaren,

Gambar

Gambar 1. Reaksi pembentukan trigliserida oleh asam lemak
Tabel 2.5 Standart Mutu Minyak Sawit CPO (Crude Palm Oil)

Referensi

Dokumen terkait

Sertifikat Badan Usaha (SBU) Kualifikasi Usaha Non Kecil dengan klasifikasi Bangunan Sipil - Subklasifikasi jasa pelaksana untuk konstruksi jalan raya

EDI and spatially downscaled soil moisture products were later used with MODIS 16 days NDVI product as key elements to assess and predict agricultural drought in irrigated and

Rinaldi et al., 2001 modeled the various elements of urban infrastructure, which include electric power, telecommunications (information and communications),

Sertifikat Badan Usaha ( SBU) Kualifikasi Usaha Kecil dengan klasifikasi Bangunan Sipil - Subklasifikasi jasa pelaksana untuk konstruksi jalan raya (kecuali

Metode: Penelitian cross sectional terhadap 34 pasien (17 pasien PPOK stabil dan 17 pasien PPOK eksaserbasi akut), dilakukan pemeriksaan magnesium serum dan

Konsep dasar yang digunakan pada rancangan Pasar Tradisional adalah Ekonomis dan Hygienis,dimana hal ini menyangkut pada fungsi utama pasar tradisional sebagai

Namun bila pada pasien telah terjadi komplikasi, adanya penyakit kronis lain yang sulit dan pasien dengan daya tahan tubuh menurun, yang seluruhnya membutuhkan penanganan lebih

mampu bertahan melalui perkembangan jaman sehingga menarik perhatian investor dan peminat bisnis. Menurut registrasi penduduk Kota Denpasar sesuai dengan hasil sensus