• Tidak ada hasil yang ditemukan

T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan Fasilitas Belajar dan Interaksi Sosial dengan Kemandirian Belajar Siswa Kelas X pada Mata Pelajaran Ekonomi di SMA Virgo Fidelis Bawen T1 BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan Fasilitas Belajar dan Interaksi Sosial dengan Kemandirian Belajar Siswa Kelas X pada Mata Pelajaran Ekonomi di SMA Virgo Fidelis Bawen T1 BAB II"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kemandirian Belajar

2.1.1 Pengertian Kemandirian Belajar

Menurut Tirtaraharja dan La Sulo (2010: 50) “Kemandirian

Belajar diartikan sebagai aktivitas belajar yang berlangsungnya lebih didorong oleh kemauan sendiri, pilihan sendiri, dan disertai rasa tanggung jawab dari diri pembelajar.” Aktivitas yang dilakukan berasal dari kesadaran seseorang sendiri dengan penentuan sikap yang sesuai

dengan keinginan seseorang tersebut. Hal ini juga sesuai dengan pendapat

Mudjiman (2007: 1)

“Belajar mandiri dapat diartikan sebagai kegiatan belajar aktif, yang didorong oleh niat atau motif untuk menguasai suatu kompetensi guna mengatasi suatu masalah dan dibangun dengan bekal pengetahuan atau kompetensi yang telah dimiliki”.

Belajar mandiri tersebut didorong dengan adanya keinginan untuk

menguasai suatu kompetensi atau tujuan yang ingin dicapai sehingga

bermodalkan atas bekal pengetahuan yang telah didapat seseorang selama

kegiatan belajar aktif yang telah dilakukan.

Menurut Yamin (2011:108) “Kemandirian belajar adalah belajar

yang bebas menentukan arah, rencana, sumber dan keputusan untuk mencapai tujuan akademik bukan bebas dari aturan-aturan negara, aturan-aturan adat atau masyarakat.” Kemandirian belajar merupakan kepribadian yang harus ada dalam diri seorang siswa. Kemandirian belajar

yang tinggi diharapkan dapat menciptakan menunjang keberhasilan siswa.

Siswa dikatakan telah mampu belajar secara mandiri apabila telah mampu

melakukan tugas belajar tanpa ketergantungan dengan orang lain namun

tetap menjalin interkasi yang baik antar teman saat diskusi kelompok dan

ikut andil didalamnya, serta memanfaatkan fasilitas belajar yang ada agar

(2)

Berdasarkan uraian tersebut maka yang dimaksud dengan

kemandirian belajar dalam penelitian ini adalah dorongan dari dalam diri

siswa yang diperoleh dengan adanya suatu proses pembelajaran di mana

individu memiliki inisiatif atas kemauan sendiri untuk dapat mengatasi

suatu masalah dengan intensitas penggunaan waktu yang tepat dan bebas

menentukan arah untuk mencapai suatu tujuan.

2.1.2 Ciri-Ciri Kemandirian Belajar

Siswa yang mempunyai kemandirian belajar dapat dilihat dari

kegiatan belajarnya, dia tidak perlu disuruh bila belajar dan kegiatan

belajar dilaksanakan atas inisiatif dan kesadaran dirinya sendiri. Untuk

mengetahui apakah siswa itu mempunyai kemandirian belajar yang tinggi

maka perlu diketahui ciri-ciri kemandirian belajar. Laird dalam Haris

Mudjiman (2007: 14) menyebutkan ciri-ciri kemandirian belajar sebagai

berikut:

1) Kegiatan belajarnya bersifat mengarahkan diri sendiri

2) Dapat mengatasi masalah sendiri atas dasar pengalaman bukan mengharapkan jawaban dari guru atau orang lain.

3) Tidak mau didekte guru.

4) Umumnya tidak sabar untuk segera memanfaatkan hasil belajar. 5) Lebih senang dengan problem centered learning daripada

content-contered learning.

6) Lebih senang dengan partisipasi aktif

7) Selalu memanfaatkan pengalaman yang telah dimiliki 8) Lebih menyukai collaborative learning

9) Perencanaan dan evaluasi belajar, dilakukan dalam batas tertentu antara siswa dengan guru.

10) Belajar harus dengan berbuat tidak cukup hanya mendengarkan.

Seorang siswa yang memiliki kemandirian yang tinggi akan selalu

aktif dan tidak beralas-malasan dalam diri untuk belajar sesuai

kebutuhannya, bekerja keras merencanakan setiap kegiatan belajarnya, dan

berusaha mengatasi kesulitan belajarnya dengan mencoba sendiri dan tidak

hanya mengarapkan bantuan orang lain serta mempunyai rasa

(3)

2.1.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemandirian

Kemandirian belajar merupakan aktivitas belajar yang didorong

oleh kemauan sendiri, pilihan sendiri, dan tanggung jawab siswa sendiri.

Sikap mandiri seseorang tidak terbentuk dengan cara yang mendadak,

namun melalui proses sejak masa anak-anak. Keberhasilan siswa dalam

meningkatkan kemandirian belajar dipengaruhi beberapa faktor. Adapun

faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian belajar siswa menurut

Hasan Basri dalam (Astuti 2005:14) antara lain:

1) Faktor endogen (faktor dari dalam diri siswa) yang meliputi: keadaan keturunan dan kondisi tubuhnya sejak dilahirkan dengan gejala perlengkapan yang melekat padanya. Bermacam-macamnya sifat dai Bapak/Ibu, atau nenek moyang mungkin akan didapatkan di dalam diri seorang seperti bakat, potensi-intelektual, potensi pertumbuhan tubuhnya.

2) Faktor eksogen (faktor dari luar diri siswa), yaitu semua keadaan atau pengaruh yang berasal dari luar dirinya. Ketika anak hidup dilingkungan keluarga yang memiliki kebiasaan hidup yang baik dalam membentuk kepribadian, hal itu dapat memupuk kemandirian dalam diri anak. Begitu pula sebaliknya, juga lingkungan keluarga kurang baik, kebiasaan membentuk kepribadia npun kurang, maka kemandirian dalam diri anak kurang.

Berdasarkan beberapa uraian tersebut dapat diketahui bahwa

faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian belajar yaitu faktor

endogen dan eksogen. Faktor endogen merupakan faktor yang ada dalam

diri manusia itu sendiri seperti gen atau keturunan. Sedangkan faktor

eksogen merupakan faktor yang ada di luar diri seseorang seperti seperti

pola asuh, kehidupan di sekolah maupun di masyarakat.

2.2 Fasilitas Belajar

2.2.1 Pengertian Fasilitas Belajar

Suharsimi dan lia (2012 :188) menyatakan bahwa, “Fasilitas dapat

(4)

belajar. Kelengkapan fasilitas belajar akan mempengaruhi semangat

belajar peserta didik. Sementara itu fasilitas Menurut Djamarah (dalam

Giantera: 2013:20) , “Fasilitas adalah segala sesuatu yang memudahkan

peserta didik”. Fasilitas belajar meliputi fasilitas belajar yang ada di sekolah dan fasilitas belajar yang ada di rumah. Pada dasarnya fasilitas

belajar akan mempermudah proses belajar peserta didik. Perlengkapan

pendidikan Menurut Bafadal (2004: 8)

Perlengkapan pendidikan di sekolah dapat dikelompokan menjadi (1) sarana pendidikan dan (2) prasarana pendidikan. Sarana pendidikan adalah semua perangkat peralatan, bahan, dan perabot yang secara langsung digunakan dalam proses pendidikan di sekolah. Sedangkan prasarana pendidikan adalah semua perangkat perlengakapan dasar yang secara tidak langsung menunjang pelaksanaan proses pendidikan disekolah.”

Dari beberapa pengertian tersebut yang dimaksud fasilitas belajar

dalam penelitian ini adalah sarana dan prasana atau suatu perlengkapan

yang dapat mendukung serta memudahkan seorang peserta didik untuk

melakukan kegiatan belajar dengan adanya jumlah fasilitas belajar yang

memadai serta intensitas penggunaan yang maksimal sehingga siswa

mampu berlajar secara mandiri . Sarana dan prasarana pendidikan harus

ada di sekolah maupun dirumah agar mendukung peserta didik dalam

aktivitas belajarnya.

2.2.2 Fasilitas belajar disekolah

Fasilitas belajar di sekolah merupakan salah satu sarana yang

diupaykan untuk memudahkan kegiatan belajar siswa. Fasilitas sekolah

dianggap sebagai sarana yang telah disediakan oleh sekolah untuk

dipergunakan guru dan siswa untuk mendukung sebuah proses belajar

mengajar disekolah. Sehingga kelengkapan sarana dan prasarana yang ada

di sekolah dibutuhkan untuk menunjang belajar siswa. Menurut

Permendiknas No 24 Tahun 2007 dalam (Suharsono: 2012: 18):

(5)

laboratorium komputer, ruang laboratorium bahasa, ruang pimpinan, ruang guru, ruang tata usaha,tempat beribadah, ruang konseling, ruang UKS, ruang organisasi kesiswaan, jamban, gudang, ruang sirkulasi,tempat bermain/berolahraga”.

Prasarana tersebut setidaknya harus dimiliki oleh sekolah SMA

untuk kepentingan pembelajaran. Fasilitas yang tersedia bisa dimanfaatkan

oleh siswa untuk belajar dan mencari sumber belajar yang dibutuhkan

untuk memenuhi aktivitas pembelajaran secara rutin. Kelengkapan fasilitas

akan mempemudah siswa dalam melakukan proses pembelajaran dengan

baik. Bafadal (2004 : 2) menyatakan, fasilitas dapat dikelompokkan

menjadi dua yaitu sarana dan prasarana.

A.Sarana pendidikan

1. Ditinjau dari habis tidaknya dipakai meliputi : a. Sarana pendidikan yang habis dipakai b. Sarana pendidikan yang tahan lama. 2. Ditinjau dari pendidikan bergerak tidaknya.

a. Sarana pendidikan yang bergerak

b. Sarana pendidikan yang tidak bisa bergerak 3. Ditinjau dari hubungan dengan proses belajar mengajar.

a. Sarana pendidikan yang secara langsung digunakan dalam proses belajar mengajar.

b. Sarana pendidikan yang secara tidak langsung berhubungan dengan proses belajar mengajar, seperti lemari arsip dikantor. B.Prasarana

1. Prasarana pendidikan yang secara langsung digunakan untuk proses belajar mengajar, seperti ruang teori, perpustakaan, ruang praktik ketrampilan, dan ruang laboratorium.

2. Prasarana sekolah yang keberadaannya tidak digunakan untuk proses belajar mengajar.

Sarana dan prasarana pendidikan sangat dibutuhkan untuk

mendukung kegiatan belajar disekolah. Apabila fasilitas belajar yang

disediakan oleh sekolah tergolong lengkap untuk digunakan, maka siswa

akan lebih mudah mencari alternatif pilihan dalam belajar yang sesuai

dengan minat dan keinginan masing – masing siswa sehingga mempunyai

dorongan untuk belajar lebih giat lagi dengan adanya berbagai fasilitas yang

menarik.

2.2.3 Macam – macam fasilitas belajar

Fasilitas belajar terdiri dari sarana dan prasarana yang dapat

(6)

oleh sekolah akan memberikan kemudahan siswa dalam melakukan proses

belajar. Gie dalam (Giantera :2013:21) menjelaskan macam-macam fasilitas

belajar sebagai berikut:

1. Ruang atau Tempat Belajar Yang Baik

Tempat belajar yang baik harus mempertimbangkan Penerangan Cahaya dan Sirkulasi Udara.

2. Perabotan Belajar Yang Lengkap.

Dalam hal ini perabotan yang dibutuhkan untuk kegiatan belajar mengajar yang baik, diantanya yaitu meja belajar, kursi belajar, dan lemari buku serta kemungkinan perabotan lain yang dperlukan untuk menunjang kegiatan belajar mengajar.

3. Perlengkapan Belajar Yang Efisien

Kekurangan alat, ketiadaan atau kurang tepat alat yang dipergunakan akan mengurangi sempurnannya efisiensi maupun efektifitas kegiatan atau bahkan berhenti sama sekali. Syarat yang lain dalam kegiatan belajar mengajar yaitu buku-buku pegangan. Buku-buku pegangan yang dimaksud di sini adalah buku-buku pelajaran yang dapat menunjang pemahaman siswa dalam menerima materi yang disampaikan oleh guru.

Dari macam – macam fasilitas belajar tersebut harus disediakan

disekolah. Ruang belajar yang baik akan menciptakan suasana yang

nyaman sehingga siswa dapat berkonsentrasi dalam belajar. Perlengkapan

belajar yang efisien seperti buku pegangan akan menambah pengetahuan

siswa tentang suatu materi yang dibutuhkan.

2.2.4 Pentingnya fasilitas belajar

Kelengkapan fasilitas belajar akan menumbuhkan kemandirian

belajar siswa. Dalam menggunakan fasilitas belajar akan mempermudah

siswa mengikuti proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru. Pencarian

materi dengan menggunakan sumber – sumber belajar yang disediakan

oleh sekolah seperti perpustakaan akan menumbuhkan rasa ingin tahu

peserta didik dalam memahami materi pelajar sehingga akan memotivasi

siswa untuk belajar lebih giat. keuntungan bagi sekolah yang memiliki

kelengkapan sarana dan prasarana seperti Kelengkapan sarana dan

prasarana dapat menumbuhkan keinginan dan motivasi guru dalam

mengajar.

Selain kelengkapan fasilitas, pemanfaatan fasilitas juga diperlukan

(7)

memanfaatkan sarana dan prasarana membutuhkan peran guru dalam

memotivasi siswa untuk memanfaatkannya. Selain itu kelengkapan

fasilitas belajar juga akan mempermudah dan membantu guru dalam

mencari bahan materi sebagai sumber belajar sehingga tidak ada kendala

dalam menyampaikan materi kepada siswanya.

2.3 Interaksi Sosial

2.3.1 Pengertian Interaksi Sosial

Interaksi sosial merupakan kegiatan yang umum dilakukan oleh setiap

manusia dalam berbagai kegiatan yang ada dan selalu menjadi kebiasaan

sesorang untuk menjalin hubungan sosial. Menurut Gillin dan Gillin dalam

(Pradiptasari: 2016:13)

interaksi sosial merupakan hubungan sosial yang dinamis menyangkut hubungan antar orang perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang perorangan dengan kelompk manusia. Apabila dua orang atau lebih bertemu, interaksi sosial dimulai pada saat itu. Aktivitas seperti menegur, berjabat tangan, dan sebagainya merupakan bentuk dari interaksi sosial.”

Apabila beberapa orang saling bertemu maka akan terjadi adanya

komunikasi atau interaksi sosial baik disengaja maupun tidak disengaja

dengan orang lain. Hal ini sejalan dengan pendapat Kimball Young dan

Raymond dalam (Pradiptasari: 2016:13)

“Interaksi sosial merupakan kunci dari semua kehidupan sosial karena tanpa interaksi sosial, tidak akan mungkin ada kehidupan bersama. Interaksi sosial tidak akan dapat terjadi jika seseorang tidak berhubungan secara langsung dengan sesuatu yang tidak berpengaruh dengan dirinya.”

Dampak dalam interaksi sosial memepengaruhi diri sesorang untuk

saling bergantung dengan orang lain sehingga komunikasi menjadi kunci bagi

setiap kehidupan sosial karena merupakan aktivitas yang tidak timbul dengan

sendirinya tapi didorong oleh stimulus atau individu lain dan dengan respon

(8)

“Interaksi sosial merupakan Perilaku atau aktivitas yang ada pada individu atau organisme itu tidak timbul dengan sendirinya, tetapi sebagai akibat adanya stimulus atau rangsang yang mengenai individu atau organisme itu. Perilaku atau aktivitas itu merupakan jawaban atau respons terhadap stimulus yang mengenainya.”

Berdasarkan uraian tersebut maka yang dimaksud interaksi sosial

dalam penelitian ini adalah hubungan antara individu dengan individu atau

individu dengan kelompok yang saling mempengaruhi satu sama lain

sehingga terjadi hubungan timbal balik dan pada akhirnya membentuk

struktur sosial dengan adanya dorongan untuk berinteraksi pada berbagai

pihak yang terlibat serta kemampuan untuk menyelesaikan masalah di

kalangan siswa kelas X di SMA Virgo Fidelis yang diukur dengan kualitas

hubungan antar satu orang dengan orang lain atau keeratan hubungan dalam

berkomunikasi, tingkah laku, dan kontak sosial yang berkaitan dengan tugas

kelompok dan tugas mandiri.

Dengan adanya penerapan ilmu mengenai interaksi sosial yang terjadi

dalam kehidupan sosial maka akan bermanfaat bagi pengembangan diri

kedepannya, Menurut Ismanto (2014:9) “Masyarakat sebagai lingkungan sosial akan memberikan respon atas kontribusi guru dari hasil pengembangan diri.”

2.3.2 Syarat – Syarat Terjadinya Interaksi Sosial

Menurut Soekanto dalam (Pradiptasari: 2016:14) syarat-syarat

terjadinya interaksi sosial yaitu adanya kontak sosial dan adanya komunikasi:

a. Kontak Sosial

Kontak sosial berasal dari bahasa Latin Con atau Cum (yang artinya

bersama-sama) dan tango yang artinya menyentuh). Jadi artinya secara

harfiah bersama-sama menyentuh. Secara fisik, kontak sosial baru terjadi

apabila terjadi hubungan badaniah, sedangkan dalam gejala sosial tidak selalu

berarti hubungan badaniah. Kontak sosial dapat bersifat positif atau negative.

Bersifat positif mengarah pada kerjasama, dan yang bersifat negative

mengarah pada suatu pertentangan. Kontak sosial juga akan bersifat primer

(9)

berhadapan muka, Adapun kontak sekunder merupakankontak yang

memerlukan perantara.Apabila dengan perkembangan teknologi dewasa ini,

orang-orang dapat berhubungan satu dengan yang lainnya melalui telefon,

telegraf, radio, termasuk TV dan tidak memerlukan suatu hubungan badaniah.

b. Komunikasi

Komunikasi adalah bahwa seseorang memberikan tafsiran pada

perilaku orang lain (yang berwujud pembicaraan, gerak-gerak badaniah atau

sikap), persaan-perasaan apa yang ingin disampaikan oleh orang tersebut.

Orang yang bersangkutan tersebut kemudian memberikan reaksi terhadap

perasaan yang ingin disampaikan oleh orang lain tersebut. Dengan adanya

komunikasi tersebut, sikap-sikap dan perasaan-persaan suatu kelompok

manusia atau orang-perseorangan dapat diketahui oleh kelompok lain atau

orang lainnya. Hal itu merupakan bahan untuk menentukan reaksi apa yang

akan dilakukannya.

2.3.3 Faktor – faktor yang mempengaruhi interaksi sosial

Menurut Gerungan dalam (Harjani: 2014) Berlangsungnya suatu

proses interaksi didasarkan pada berbagai faktor, antara lain:

1. Faktor Imitasi

Merupakan suatu segi dari proses interaksi sosial, yang menerangkan mengapa dan bagaimana dapat terjadi keseragaman dalam pandangan dan tingkah laku antara orang banyak

2. Faktor sugesti

Seseorang memberikan pandangan atau sikap dari dirinya yang lalu diterima oleh orang lain diluarnya.

3. Faktor Identifikasi

Merupakan suatu dorongan untuk identik (sama) dengan orang lain. 4. Faktor Simpati

Merupakan suatu perasaan tertarik kepada orang lain. Simpati timbul tidak atas dasar logis rasional, tetapi berdasarkan penilaian perasaan.

Proses interaksi didasarkan oleh 4 faktor yang berbeda seperti

faktor imitasi yang merupakan keinginan untuk meniru seseorang yang

dianggap sebagai panutan, faktor sugesti merupakan sebuah pandangan

(10)

yang baik, faktor identifikasi adalah kegiatan meniru dengan sangat mirip

tanpaada perbedaan mencolok seperti seorang guru yang dipercaya oleh

siswa dalam menyampaikan ilmu dalam kegiatan belajar mengajar, dan

faktor simpati merupakan perasaan ketertarikan terhadap orang lain dari

sudut pandang perasaan, misalnya perasaan suka terhadap mata pelajaran

yang sangat menarik.

2.3.4 Bentuk – Bentuk Interaksi Sosial

Soekanto dalam (Pradiptasari : 2016: 17) berpendapat bahwa

bentuk-bentuk interaksi sosial ialah:

1. Kerja sama

Kerja sama ialah suatu bentuk interaksi sosial, suatu usaha bersama antara orang perorangan atau kelompok manusia untuk mencapai satu usaha atau beberapa tujuan bersama.

2. Akomodasi

Suatu cara untuk menyelesaikan pertentangan tanpa menghancurkan pihak lawan sehingga lawan tidak kehilangan kepribadiannya

3. Asimilasi

Merupakan proses sosial pada taraf lanjut. Ditandai dengan usaha-usaha mengurangi perbedaan yang terdapat antara perorangan atau kelompok manusia dan juga meliputi usaha untuk memperbaiki sikap dan proses mental dengan memperhatikan kepentingan dan tujuan bersama

4. Persaingan

Persaingan adalah suatu bentuk interaksi sosial dimana orang-orang atau kelompok berlomba meraih tujuan yang sama.

5. Pertentangan

Pertentangan adalah bentuk interaksi sosial dimana individu atau kelompok berusaha untuk memenuhi tujuannya dengan jalan menantang pihak lawan disertai dengan ancaman/kekerasan.

(11)

2. 4 Studi Terdahulu

Tabel 2.1

Tabel Studi Terdahulu

Judul Metode Penelitian Kesimpulan

DUKUNGAN MINAT,

Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain penelitian korelasional.Teknik pengambilan sampel menggunakan proporsional random sampling dengan cara undian.Sampel penelitian ini sebanyak 114 siswa. Pengumpulan data penelitian hasil belajar matematika menggunakan metode dokumentasi sedangkan pengumpulan data minat belajar, fasilitas belajar, dan pola asuh orang tua menggunakan metode angket. Teknik analisis data menggunakan teknik analisis jalur. Uji prasyarat adalah uji normalitas, linearitas, multikolinearitas, autokorelai dan heteroskedastisitas.

bahwa (1) terdapat kontribusi minat belajar, fasilitas belajar, dan pola asuh orang tua dan signifikan terhadap hasil belajar matematika secara tidak langsung melalui kemandirian, kontribusi tersebut sebesar 33,8%; (2) terdapat kontribusi minat belajar, fasilitas belajar, dan pola asuh orang tua dan signifikan terhadap kemandirian, kontribusi tersebut sebesar 47,5%; (3) terdapat kontribusi kemandirian terhadap hasil belajar matematika sebesar 21,2%, tetapi tidak signifikan pada taraf signifikansi.

Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan perhitungan korelasi. Populasi dalam penelitian ini adalah Mahasiswa FKIP-PE UKSW Salatiga angkatan 2012-2015 yang berjumlah 117 orang. Tekhnik pengambilan sampel penelitian menggunakan tekhnik random proposional berlapis atau stratified propotionate random sampling, sehingga diperoleh jumlah sampel sebesar 91 orang. Pengumpulan data dilakukan satu kali dengan menggunakan angket

Hasil uji korelasi menghasilkan koefisien korelasi sebesar r(hitung) = 0,805 yang menandakan bahwa ada hubungan. Hasil perhitungan koefesien korelasi antara variabel (X1) Interaksi Sosial dengan (Y) Kemandirian Belajar yang menunjukan koefisien korelasinya sebesar positif 0,776 dan signifikan. Hasil yang diperoleh bahwa variabel Motivasi (X2) memiliki koefesien korelasi 0,751 (positif) terhadap variabel Kemandirian belajar Mahasiswa PE FKIP UKSW Salatiga (Y), dengan nilai signifikansi ɑ = 0,000 < 0,05 sehingga signifikan.

HUBUNGAN ANTARA

Jenis Penelitian ini adalah penelitian korelasional, Populasi dalam penelitian ini adalah Mahasiswa FKIP-PE UKSW Salatiga angkatan 2008-2009 yang berjumlah 124 orang. Tekhnik pengambilan sampel menggunakan tekhnik random proposional berlapis, sehingga diperoleh jumlah sampel sebesar 31 orang. Pengumpulan data menggunakan angket dan studi dokumentasi

(12)

2.5 Kerangka Berfikir

Menurut Sekaran dalam Sugiyono (2015:91) mengemukakan bahwa “kerangka berpikir merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang penting.” Kerangka berpikir dalam penelitian ini sebagai berikut:

a. Hubungan fasilitas belajar dengan kemandirian belajar pada mata

pelajaran Ekonomi.

Fasilitas belajar yang lengkap dan memadai akan mendorong siswa

dalam kegiatan pembelajaran dan menimbulkan adanya semangat kearah

yang lebih berkembang untuk menjadi pribadi yang mandiri dalam

manajemen waktu untuk memanfaatkan fasilitas yang ada baik fasilitas

belajar disekolah maupun fasilitas belajar dirumah.

b. Hubungan Interaksi Sosial dengan kemandirian belajar pada mata

pelajaran Ekonomi.

Siswa yang mempunyai kemampuan komunikasi antar teman sebaya

maupun dengan guru yang baik diharapkan punya kemandirian yang

tinggi pula. Belajar secara mandiri tanpa dorongan orang lain akan lebih

bisa menunjang diri siswa untuk menghargai pendapat teman sebaya.

Intensitas untuk memanajemen waktu dalam belajar setiap individu pasti

berbeda-beda. Maka butuh adanya interaksi sosial yang baik.

c. Hubungan fasilitas belajar dan interaksi sosial dengan kemandirian belajar

pada mata pelajaran Ekonomi.

Dengan adanya fasilitas belajar yang memadai didukung dengan interaksi

sosial yang baik dalam diri siswa, maka siswa akan secara sadar mampu

bertanggung jawab atas kesiapannya dalam belajar dan memperoleh hasil

yang baik serta menciptakan kemandirian dalam dirinya.

Penelitian ini melibatkan tiga variabel yaitu Fasilitas belajar,

Kemandirian Belajar, dan Prestasi Belajar. Variabel fasilitas belajar

diberlakukan sebagai variabel bebas dan diberi notasi X1.Variabel fasilitas

(13)

kemadirian belajar diberlakukan sebagai variabel terikat dan diberi notasi

Y. Adapun kerangka penelitiannya digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.1. Model Hipotetis Hubungan Fasilitas Belajar dan Interaksi

Sosial dengan Kemandirian siswa kelas X pada Mata Pelajaran Ekonomi di

SMA Virgo Fidelis Bawen Tahun Ajaran 2016/2017

Keterangan :

X1 : Fasilitas Belajar

X2 : Interaksi Sosial

Y : Kemandirian Belajar

R : Analisis Korelasi Product Moment

: menyatakan hubungan assosiatif

2.6 Hipotetis Penelitian

Hipotetis penelitian digunakan sebagai dugaan sementara terhadap

penelitian yang sedang dilakukan. Dengan mengacu pada rumusan masalah

penelitian, maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut :

1. Hipotetis

1) Hipotetis kerja I

Ada hubungan positif antara fasilitas belajar dengan kemandirian

belajar Siswa Kelas X pada Mata Pelajaran Ekonomi Di SMA Virgo

Fidelis Bawen Tahun Ajaran 2016/2017

Hipotetis Statsitik I

H0 :

x1.y = 0

H1:

x1.y > 0

(X1)

(Y)

(X2)

(14)

2) Hipotetis kerja II

Ada hubungan positif antara interaksi sosial dengan kemandirian

belajar Siswa Kelas X pada Mata Pelajaran Ekonomi Di SMA Virgo

Fidelis Bawen Tahun Ajaran 2016/2017

Hipotetis Statsitik II

H0 :

x2.y = 0

H1:

x2.y > 0

3) Hipotetis kerja III

Ada hubungan positif antara fasilitas belajar dan interaksi sosial

dengan kemandirian belajar Siswa Kelas X pada Mata Pelajaran

Ekonomi Di SMA Virgo Fidelis Bawen Tahun Ajaran 2016/2017

Hipotetis Statsitik III

H0 :

x1.x2.y = 0

Gambar

Tabel Studi Terdahulu
Gambar 2.1. Model Hipotetis Hubungan Fasilitas Belajar dan Interaksi

Referensi

Dokumen terkait

Guru memantau dan mengecek lembar kerja siswa kemudian memberikan penjelasan kepada siswa secara menyeluruh mengenai materi yang telah dipelajari dalam modul I.. Guru memberikan

Pilihlah salah satu dari 4 pilihan jawaban yang tersedia, yang sesuai dengan keadaan diri anda dengan memberikan tanda centang (√) pada kolo yang tersedia.. Jawablah

Hasil analisis data yang diperoleh sebesar sig 0,001 &lt; α= 0,05, sehingga dapat dikatakan bahwa terdapat perbedaan yang sangat signifikan antara kemandirian belajar

Bagi orang tua yang selama ini menerapkan pola asuh otoriter perlu memperbaiki pola asuh yang diterapkannya, sebab pola asuh otoriter memberikan dampak yang

Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa yang didik dengan pola asuh otoriter, mayoritas dinilai memiliki kemandirian belajar baik (6 orang atau 8,30%), dan

Schochib (dalam Daryati 2007: 16), pola asuh orang tua dalam membantu anak untuk mengembangkan diri adalah upaya orang tua yang diaktualisasikan dalam penataan lingkungan

Menurut Soekanto (2012) beberapa model atau bentuk interaksi sosial yang dapat dilakukan olah mahasiswa antara lain adalah :1) Kerja Sama (Cooperation), kerjasama

Kaprogdi FKIP-Pendidikan Ekonomi, yang telah memberikan kesempatan penulis untuk menimba ilmu di Program Studi Pendidikan Ekonomi Fakultas Keguruan dan Ilmu