BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kemandirian Belajar
2.1.1 Pengertian Kemandirian Belajar
Menurut Tirtaraharja dan La Sulo (2010: 50) “Kemandirian
Belajar diartikan sebagai aktivitas belajar yang berlangsungnya lebih didorong oleh kemauan sendiri, pilihan sendiri, dan disertai rasa tanggung jawab dari diri pembelajar.” Aktivitas yang dilakukan berasal dari kesadaran seseorang sendiri dengan penentuan sikap yang sesuai
dengan keinginan seseorang tersebut. Hal ini juga sesuai dengan pendapat
Mudjiman (2007: 1)
“Belajar mandiri dapat diartikan sebagai kegiatan belajar aktif, yang didorong oleh niat atau motif untuk menguasai suatu kompetensi guna mengatasi suatu masalah dan dibangun dengan bekal pengetahuan atau kompetensi yang telah dimiliki”.
Belajar mandiri tersebut didorong dengan adanya keinginan untuk
menguasai suatu kompetensi atau tujuan yang ingin dicapai sehingga
bermodalkan atas bekal pengetahuan yang telah didapat seseorang selama
kegiatan belajar aktif yang telah dilakukan.
Menurut Yamin (2011:108) “Kemandirian belajar adalah belajar
yang bebas menentukan arah, rencana, sumber dan keputusan untuk mencapai tujuan akademik bukan bebas dari aturan-aturan negara, aturan-aturan adat atau masyarakat.” Kemandirian belajar merupakan kepribadian yang harus ada dalam diri seorang siswa. Kemandirian belajar
yang tinggi diharapkan dapat menciptakan menunjang keberhasilan siswa.
Siswa dikatakan telah mampu belajar secara mandiri apabila telah mampu
melakukan tugas belajar tanpa ketergantungan dengan orang lain namun
tetap menjalin interkasi yang baik antar teman saat diskusi kelompok dan
ikut andil didalamnya, serta memanfaatkan fasilitas belajar yang ada agar
Berdasarkan uraian tersebut maka yang dimaksud dengan
kemandirian belajar dalam penelitian ini adalah dorongan dari dalam diri
siswa yang diperoleh dengan adanya suatu proses pembelajaran di mana
individu memiliki inisiatif atas kemauan sendiri untuk dapat mengatasi
suatu masalah dengan intensitas penggunaan waktu yang tepat dan bebas
menentukan arah untuk mencapai suatu tujuan.
2.1.2 Ciri-Ciri Kemandirian Belajar
Siswa yang mempunyai kemandirian belajar dapat dilihat dari
kegiatan belajarnya, dia tidak perlu disuruh bila belajar dan kegiatan
belajar dilaksanakan atas inisiatif dan kesadaran dirinya sendiri. Untuk
mengetahui apakah siswa itu mempunyai kemandirian belajar yang tinggi
maka perlu diketahui ciri-ciri kemandirian belajar. Laird dalam Haris
Mudjiman (2007: 14) menyebutkan ciri-ciri kemandirian belajar sebagai
berikut:
1) Kegiatan belajarnya bersifat mengarahkan diri sendiri
2) Dapat mengatasi masalah sendiri atas dasar pengalaman bukan mengharapkan jawaban dari guru atau orang lain.
3) Tidak mau didekte guru.
4) Umumnya tidak sabar untuk segera memanfaatkan hasil belajar. 5) Lebih senang dengan problem centered learning daripada
content-contered learning.
6) Lebih senang dengan partisipasi aktif
7) Selalu memanfaatkan pengalaman yang telah dimiliki 8) Lebih menyukai collaborative learning
9) Perencanaan dan evaluasi belajar, dilakukan dalam batas tertentu antara siswa dengan guru.
10) Belajar harus dengan berbuat tidak cukup hanya mendengarkan.
Seorang siswa yang memiliki kemandirian yang tinggi akan selalu
aktif dan tidak beralas-malasan dalam diri untuk belajar sesuai
kebutuhannya, bekerja keras merencanakan setiap kegiatan belajarnya, dan
berusaha mengatasi kesulitan belajarnya dengan mencoba sendiri dan tidak
hanya mengarapkan bantuan orang lain serta mempunyai rasa
2.1.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemandirian
Kemandirian belajar merupakan aktivitas belajar yang didorong
oleh kemauan sendiri, pilihan sendiri, dan tanggung jawab siswa sendiri.
Sikap mandiri seseorang tidak terbentuk dengan cara yang mendadak,
namun melalui proses sejak masa anak-anak. Keberhasilan siswa dalam
meningkatkan kemandirian belajar dipengaruhi beberapa faktor. Adapun
faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian belajar siswa menurut
Hasan Basri dalam (Astuti 2005:14) antara lain:
1) Faktor endogen (faktor dari dalam diri siswa) yang meliputi: keadaan keturunan dan kondisi tubuhnya sejak dilahirkan dengan gejala perlengkapan yang melekat padanya. Bermacam-macamnya sifat dai Bapak/Ibu, atau nenek moyang mungkin akan didapatkan di dalam diri seorang seperti bakat, potensi-intelektual, potensi pertumbuhan tubuhnya.
2) Faktor eksogen (faktor dari luar diri siswa), yaitu semua keadaan atau pengaruh yang berasal dari luar dirinya. Ketika anak hidup dilingkungan keluarga yang memiliki kebiasaan hidup yang baik dalam membentuk kepribadian, hal itu dapat memupuk kemandirian dalam diri anak. Begitu pula sebaliknya, juga lingkungan keluarga kurang baik, kebiasaan membentuk kepribadia npun kurang, maka kemandirian dalam diri anak kurang.
Berdasarkan beberapa uraian tersebut dapat diketahui bahwa
faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian belajar yaitu faktor
endogen dan eksogen. Faktor endogen merupakan faktor yang ada dalam
diri manusia itu sendiri seperti gen atau keturunan. Sedangkan faktor
eksogen merupakan faktor yang ada di luar diri seseorang seperti seperti
pola asuh, kehidupan di sekolah maupun di masyarakat.
2.2 Fasilitas Belajar
2.2.1 Pengertian Fasilitas Belajar
Suharsimi dan lia (2012 :188) menyatakan bahwa, “Fasilitas dapat
belajar. Kelengkapan fasilitas belajar akan mempengaruhi semangat
belajar peserta didik. Sementara itu fasilitas Menurut Djamarah (dalam
Giantera: 2013:20) , “Fasilitas adalah segala sesuatu yang memudahkan
peserta didik”. Fasilitas belajar meliputi fasilitas belajar yang ada di sekolah dan fasilitas belajar yang ada di rumah. Pada dasarnya fasilitas
belajar akan mempermudah proses belajar peserta didik. Perlengkapan
pendidikan Menurut Bafadal (2004: 8)
“Perlengkapan pendidikan di sekolah dapat dikelompokan menjadi (1) sarana pendidikan dan (2) prasarana pendidikan. Sarana pendidikan adalah semua perangkat peralatan, bahan, dan perabot yang secara langsung digunakan dalam proses pendidikan di sekolah. Sedangkan prasarana pendidikan adalah semua perangkat perlengakapan dasar yang secara tidak langsung menunjang pelaksanaan proses pendidikan disekolah.”
Dari beberapa pengertian tersebut yang dimaksud fasilitas belajar
dalam penelitian ini adalah sarana dan prasana atau suatu perlengkapan
yang dapat mendukung serta memudahkan seorang peserta didik untuk
melakukan kegiatan belajar dengan adanya jumlah fasilitas belajar yang
memadai serta intensitas penggunaan yang maksimal sehingga siswa
mampu berlajar secara mandiri . Sarana dan prasarana pendidikan harus
ada di sekolah maupun dirumah agar mendukung peserta didik dalam
aktivitas belajarnya.
2.2.2 Fasilitas belajar disekolah
Fasilitas belajar di sekolah merupakan salah satu sarana yang
diupaykan untuk memudahkan kegiatan belajar siswa. Fasilitas sekolah
dianggap sebagai sarana yang telah disediakan oleh sekolah untuk
dipergunakan guru dan siswa untuk mendukung sebuah proses belajar
mengajar disekolah. Sehingga kelengkapan sarana dan prasarana yang ada
di sekolah dibutuhkan untuk menunjang belajar siswa. Menurut
Permendiknas No 24 Tahun 2007 dalam (Suharsono: 2012: 18):
laboratorium komputer, ruang laboratorium bahasa, ruang pimpinan, ruang guru, ruang tata usaha,tempat beribadah, ruang konseling, ruang UKS, ruang organisasi kesiswaan, jamban, gudang, ruang sirkulasi,tempat bermain/berolahraga”.
Prasarana tersebut setidaknya harus dimiliki oleh sekolah SMA
untuk kepentingan pembelajaran. Fasilitas yang tersedia bisa dimanfaatkan
oleh siswa untuk belajar dan mencari sumber belajar yang dibutuhkan
untuk memenuhi aktivitas pembelajaran secara rutin. Kelengkapan fasilitas
akan mempemudah siswa dalam melakukan proses pembelajaran dengan
baik. Bafadal (2004 : 2) menyatakan, fasilitas dapat dikelompokkan
menjadi dua yaitu sarana dan prasarana.
A.Sarana pendidikan
1. Ditinjau dari habis tidaknya dipakai meliputi : a. Sarana pendidikan yang habis dipakai b. Sarana pendidikan yang tahan lama. 2. Ditinjau dari pendidikan bergerak tidaknya.
a. Sarana pendidikan yang bergerak
b. Sarana pendidikan yang tidak bisa bergerak 3. Ditinjau dari hubungan dengan proses belajar mengajar.
a. Sarana pendidikan yang secara langsung digunakan dalam proses belajar mengajar.
b. Sarana pendidikan yang secara tidak langsung berhubungan dengan proses belajar mengajar, seperti lemari arsip dikantor. B.Prasarana
1. Prasarana pendidikan yang secara langsung digunakan untuk proses belajar mengajar, seperti ruang teori, perpustakaan, ruang praktik ketrampilan, dan ruang laboratorium.
2. Prasarana sekolah yang keberadaannya tidak digunakan untuk proses belajar mengajar.
Sarana dan prasarana pendidikan sangat dibutuhkan untuk
mendukung kegiatan belajar disekolah. Apabila fasilitas belajar yang
disediakan oleh sekolah tergolong lengkap untuk digunakan, maka siswa
akan lebih mudah mencari alternatif pilihan dalam belajar yang sesuai
dengan minat dan keinginan masing – masing siswa sehingga mempunyai
dorongan untuk belajar lebih giat lagi dengan adanya berbagai fasilitas yang
menarik.
2.2.3 Macam – macam fasilitas belajar
Fasilitas belajar terdiri dari sarana dan prasarana yang dapat
oleh sekolah akan memberikan kemudahan siswa dalam melakukan proses
belajar. Gie dalam (Giantera :2013:21) menjelaskan macam-macam fasilitas
belajar sebagai berikut:
1. Ruang atau Tempat Belajar Yang Baik
Tempat belajar yang baik harus mempertimbangkan Penerangan Cahaya dan Sirkulasi Udara.
2. Perabotan Belajar Yang Lengkap.
Dalam hal ini perabotan yang dibutuhkan untuk kegiatan belajar mengajar yang baik, diantanya yaitu meja belajar, kursi belajar, dan lemari buku serta kemungkinan perabotan lain yang dperlukan untuk menunjang kegiatan belajar mengajar.
3. Perlengkapan Belajar Yang Efisien
Kekurangan alat, ketiadaan atau kurang tepat alat yang dipergunakan akan mengurangi sempurnannya efisiensi maupun efektifitas kegiatan atau bahkan berhenti sama sekali. Syarat yang lain dalam kegiatan belajar mengajar yaitu buku-buku pegangan. Buku-buku pegangan yang dimaksud di sini adalah buku-buku pelajaran yang dapat menunjang pemahaman siswa dalam menerima materi yang disampaikan oleh guru.
Dari macam – macam fasilitas belajar tersebut harus disediakan
disekolah. Ruang belajar yang baik akan menciptakan suasana yang
nyaman sehingga siswa dapat berkonsentrasi dalam belajar. Perlengkapan
belajar yang efisien seperti buku pegangan akan menambah pengetahuan
siswa tentang suatu materi yang dibutuhkan.
2.2.4 Pentingnya fasilitas belajar
Kelengkapan fasilitas belajar akan menumbuhkan kemandirian
belajar siswa. Dalam menggunakan fasilitas belajar akan mempermudah
siswa mengikuti proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru. Pencarian
materi dengan menggunakan sumber – sumber belajar yang disediakan
oleh sekolah seperti perpustakaan akan menumbuhkan rasa ingin tahu
peserta didik dalam memahami materi pelajar sehingga akan memotivasi
siswa untuk belajar lebih giat. keuntungan bagi sekolah yang memiliki
kelengkapan sarana dan prasarana seperti Kelengkapan sarana dan
prasarana dapat menumbuhkan keinginan dan motivasi guru dalam
mengajar.
Selain kelengkapan fasilitas, pemanfaatan fasilitas juga diperlukan
memanfaatkan sarana dan prasarana membutuhkan peran guru dalam
memotivasi siswa untuk memanfaatkannya. Selain itu kelengkapan
fasilitas belajar juga akan mempermudah dan membantu guru dalam
mencari bahan materi sebagai sumber belajar sehingga tidak ada kendala
dalam menyampaikan materi kepada siswanya.
2.3 Interaksi Sosial
2.3.1 Pengertian Interaksi Sosial
Interaksi sosial merupakan kegiatan yang umum dilakukan oleh setiap
manusia dalam berbagai kegiatan yang ada dan selalu menjadi kebiasaan
sesorang untuk menjalin hubungan sosial. Menurut Gillin dan Gillin dalam
(Pradiptasari: 2016:13)
“interaksi sosial merupakan hubungan sosial yang dinamis menyangkut hubungan antar orang perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang perorangan dengan kelompk manusia. Apabila dua orang atau lebih bertemu, interaksi sosial dimulai pada saat itu. Aktivitas seperti menegur, berjabat tangan, dan sebagainya merupakan bentuk dari interaksi sosial.”
Apabila beberapa orang saling bertemu maka akan terjadi adanya
komunikasi atau interaksi sosial baik disengaja maupun tidak disengaja
dengan orang lain. Hal ini sejalan dengan pendapat Kimball Young dan
Raymond dalam (Pradiptasari: 2016:13)
“Interaksi sosial merupakan kunci dari semua kehidupan sosial karena tanpa interaksi sosial, tidak akan mungkin ada kehidupan bersama. Interaksi sosial tidak akan dapat terjadi jika seseorang tidak berhubungan secara langsung dengan sesuatu yang tidak berpengaruh dengan dirinya.”
Dampak dalam interaksi sosial memepengaruhi diri sesorang untuk
saling bergantung dengan orang lain sehingga komunikasi menjadi kunci bagi
setiap kehidupan sosial karena merupakan aktivitas yang tidak timbul dengan
sendirinya tapi didorong oleh stimulus atau individu lain dan dengan respon
“Interaksi sosial merupakan Perilaku atau aktivitas yang ada pada individu atau organisme itu tidak timbul dengan sendirinya, tetapi sebagai akibat adanya stimulus atau rangsang yang mengenai individu atau organisme itu. Perilaku atau aktivitas itu merupakan jawaban atau respons terhadap stimulus yang mengenainya.”
Berdasarkan uraian tersebut maka yang dimaksud interaksi sosial
dalam penelitian ini adalah hubungan antara individu dengan individu atau
individu dengan kelompok yang saling mempengaruhi satu sama lain
sehingga terjadi hubungan timbal balik dan pada akhirnya membentuk
struktur sosial dengan adanya dorongan untuk berinteraksi pada berbagai
pihak yang terlibat serta kemampuan untuk menyelesaikan masalah di
kalangan siswa kelas X di SMA Virgo Fidelis yang diukur dengan kualitas
hubungan antar satu orang dengan orang lain atau keeratan hubungan dalam
berkomunikasi, tingkah laku, dan kontak sosial yang berkaitan dengan tugas
kelompok dan tugas mandiri.
Dengan adanya penerapan ilmu mengenai interaksi sosial yang terjadi
dalam kehidupan sosial maka akan bermanfaat bagi pengembangan diri
kedepannya, Menurut Ismanto (2014:9) “Masyarakat sebagai lingkungan sosial akan memberikan respon atas kontribusi guru dari hasil pengembangan diri.”
2.3.2 Syarat – Syarat Terjadinya Interaksi Sosial
Menurut Soekanto dalam (Pradiptasari: 2016:14) syarat-syarat
terjadinya interaksi sosial yaitu adanya kontak sosial dan adanya komunikasi:
a. Kontak Sosial
Kontak sosial berasal dari bahasa Latin Con atau Cum (yang artinya
bersama-sama) dan tango yang artinya menyentuh). Jadi artinya secara
harfiah bersama-sama menyentuh. Secara fisik, kontak sosial baru terjadi
apabila terjadi hubungan badaniah, sedangkan dalam gejala sosial tidak selalu
berarti hubungan badaniah. Kontak sosial dapat bersifat positif atau negative.
Bersifat positif mengarah pada kerjasama, dan yang bersifat negative
mengarah pada suatu pertentangan. Kontak sosial juga akan bersifat primer
berhadapan muka, Adapun kontak sekunder merupakankontak yang
memerlukan perantara.Apabila dengan perkembangan teknologi dewasa ini,
orang-orang dapat berhubungan satu dengan yang lainnya melalui telefon,
telegraf, radio, termasuk TV dan tidak memerlukan suatu hubungan badaniah.
b. Komunikasi
Komunikasi adalah bahwa seseorang memberikan tafsiran pada
perilaku orang lain (yang berwujud pembicaraan, gerak-gerak badaniah atau
sikap), persaan-perasaan apa yang ingin disampaikan oleh orang tersebut.
Orang yang bersangkutan tersebut kemudian memberikan reaksi terhadap
perasaan yang ingin disampaikan oleh orang lain tersebut. Dengan adanya
komunikasi tersebut, sikap-sikap dan perasaan-persaan suatu kelompok
manusia atau orang-perseorangan dapat diketahui oleh kelompok lain atau
orang lainnya. Hal itu merupakan bahan untuk menentukan reaksi apa yang
akan dilakukannya.
2.3.3 Faktor – faktor yang mempengaruhi interaksi sosial
Menurut Gerungan dalam (Harjani: 2014) Berlangsungnya suatu
proses interaksi didasarkan pada berbagai faktor, antara lain:
1. Faktor Imitasi
Merupakan suatu segi dari proses interaksi sosial, yang menerangkan mengapa dan bagaimana dapat terjadi keseragaman dalam pandangan dan tingkah laku antara orang banyak
2. Faktor sugesti
Seseorang memberikan pandangan atau sikap dari dirinya yang lalu diterima oleh orang lain diluarnya.
3. Faktor Identifikasi
Merupakan suatu dorongan untuk identik (sama) dengan orang lain. 4. Faktor Simpati
Merupakan suatu perasaan tertarik kepada orang lain. Simpati timbul tidak atas dasar logis rasional, tetapi berdasarkan penilaian perasaan.
Proses interaksi didasarkan oleh 4 faktor yang berbeda seperti
faktor imitasi yang merupakan keinginan untuk meniru seseorang yang
dianggap sebagai panutan, faktor sugesti merupakan sebuah pandangan
yang baik, faktor identifikasi adalah kegiatan meniru dengan sangat mirip
tanpaada perbedaan mencolok seperti seorang guru yang dipercaya oleh
siswa dalam menyampaikan ilmu dalam kegiatan belajar mengajar, dan
faktor simpati merupakan perasaan ketertarikan terhadap orang lain dari
sudut pandang perasaan, misalnya perasaan suka terhadap mata pelajaran
yang sangat menarik.
2.3.4 Bentuk – Bentuk Interaksi Sosial
Soekanto dalam (Pradiptasari : 2016: 17) berpendapat bahwa
bentuk-bentuk interaksi sosial ialah:
1. Kerja sama
Kerja sama ialah suatu bentuk interaksi sosial, suatu usaha bersama antara orang perorangan atau kelompok manusia untuk mencapai satu usaha atau beberapa tujuan bersama.
2. Akomodasi
Suatu cara untuk menyelesaikan pertentangan tanpa menghancurkan pihak lawan sehingga lawan tidak kehilangan kepribadiannya
3. Asimilasi
Merupakan proses sosial pada taraf lanjut. Ditandai dengan usaha-usaha mengurangi perbedaan yang terdapat antara perorangan atau kelompok manusia dan juga meliputi usaha untuk memperbaiki sikap dan proses mental dengan memperhatikan kepentingan dan tujuan bersama
4. Persaingan
Persaingan adalah suatu bentuk interaksi sosial dimana orang-orang atau kelompok berlomba meraih tujuan yang sama.
5. Pertentangan
Pertentangan adalah bentuk interaksi sosial dimana individu atau kelompok berusaha untuk memenuhi tujuannya dengan jalan menantang pihak lawan disertai dengan ancaman/kekerasan.
2. 4 Studi Terdahulu
Tabel 2.1
Tabel Studi Terdahulu
Judul Metode Penelitian Kesimpulan
DUKUNGAN MINAT,
Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain penelitian korelasional.Teknik pengambilan sampel menggunakan proporsional random sampling dengan cara undian.Sampel penelitian ini sebanyak 114 siswa. Pengumpulan data penelitian hasil belajar matematika menggunakan metode dokumentasi sedangkan pengumpulan data minat belajar, fasilitas belajar, dan pola asuh orang tua menggunakan metode angket. Teknik analisis data menggunakan teknik analisis jalur. Uji prasyarat adalah uji normalitas, linearitas, multikolinearitas, autokorelai dan heteroskedastisitas.
bahwa (1) terdapat kontribusi minat belajar, fasilitas belajar, dan pola asuh orang tua dan signifikan terhadap hasil belajar matematika secara tidak langsung melalui kemandirian, kontribusi tersebut sebesar 33,8%; (2) terdapat kontribusi minat belajar, fasilitas belajar, dan pola asuh orang tua dan signifikan terhadap kemandirian, kontribusi tersebut sebesar 47,5%; (3) terdapat kontribusi kemandirian terhadap hasil belajar matematika sebesar 21,2%, tetapi tidak signifikan pada taraf signifikansi.
Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan perhitungan korelasi. Populasi dalam penelitian ini adalah Mahasiswa FKIP-PE UKSW Salatiga angkatan 2012-2015 yang berjumlah 117 orang. Tekhnik pengambilan sampel penelitian menggunakan tekhnik random proposional berlapis atau stratified propotionate random sampling, sehingga diperoleh jumlah sampel sebesar 91 orang. Pengumpulan data dilakukan satu kali dengan menggunakan angket
Hasil uji korelasi menghasilkan koefisien korelasi sebesar r(hitung) = 0,805 yang menandakan bahwa ada hubungan. Hasil perhitungan koefesien korelasi antara variabel (X1) Interaksi Sosial dengan (Y) Kemandirian Belajar yang menunjukan koefisien korelasinya sebesar positif 0,776 dan signifikan. Hasil yang diperoleh bahwa variabel Motivasi (X2) memiliki koefesien korelasi 0,751 (positif) terhadap variabel Kemandirian belajar Mahasiswa PE FKIP UKSW Salatiga (Y), dengan nilai signifikansi ɑ = 0,000 < 0,05 sehingga signifikan.
HUBUNGAN ANTARA
Jenis Penelitian ini adalah penelitian korelasional, Populasi dalam penelitian ini adalah Mahasiswa FKIP-PE UKSW Salatiga angkatan 2008-2009 yang berjumlah 124 orang. Tekhnik pengambilan sampel menggunakan tekhnik random proposional berlapis, sehingga diperoleh jumlah sampel sebesar 31 orang. Pengumpulan data menggunakan angket dan studi dokumentasi
2.5 Kerangka Berfikir
Menurut Sekaran dalam Sugiyono (2015:91) mengemukakan bahwa “kerangka berpikir merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang penting.” Kerangka berpikir dalam penelitian ini sebagai berikut:
a. Hubungan fasilitas belajar dengan kemandirian belajar pada mata
pelajaran Ekonomi.
Fasilitas belajar yang lengkap dan memadai akan mendorong siswa
dalam kegiatan pembelajaran dan menimbulkan adanya semangat kearah
yang lebih berkembang untuk menjadi pribadi yang mandiri dalam
manajemen waktu untuk memanfaatkan fasilitas yang ada baik fasilitas
belajar disekolah maupun fasilitas belajar dirumah.
b. Hubungan Interaksi Sosial dengan kemandirian belajar pada mata
pelajaran Ekonomi.
Siswa yang mempunyai kemampuan komunikasi antar teman sebaya
maupun dengan guru yang baik diharapkan punya kemandirian yang
tinggi pula. Belajar secara mandiri tanpa dorongan orang lain akan lebih
bisa menunjang diri siswa untuk menghargai pendapat teman sebaya.
Intensitas untuk memanajemen waktu dalam belajar setiap individu pasti
berbeda-beda. Maka butuh adanya interaksi sosial yang baik.
c. Hubungan fasilitas belajar dan interaksi sosial dengan kemandirian belajar
pada mata pelajaran Ekonomi.
Dengan adanya fasilitas belajar yang memadai didukung dengan interaksi
sosial yang baik dalam diri siswa, maka siswa akan secara sadar mampu
bertanggung jawab atas kesiapannya dalam belajar dan memperoleh hasil
yang baik serta menciptakan kemandirian dalam dirinya.
Penelitian ini melibatkan tiga variabel yaitu Fasilitas belajar,
Kemandirian Belajar, dan Prestasi Belajar. Variabel fasilitas belajar
diberlakukan sebagai variabel bebas dan diberi notasi X1.Variabel fasilitas
kemadirian belajar diberlakukan sebagai variabel terikat dan diberi notasi
Y. Adapun kerangka penelitiannya digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2.1. Model Hipotetis Hubungan Fasilitas Belajar dan Interaksi
Sosial dengan Kemandirian siswa kelas X pada Mata Pelajaran Ekonomi di
SMA Virgo Fidelis Bawen Tahun Ajaran 2016/2017
Keterangan :
X1 : Fasilitas Belajar
X2 : Interaksi Sosial
Y : Kemandirian Belajar
R : Analisis Korelasi Product Moment
: menyatakan hubungan assosiatif
2.6 Hipotetis Penelitian
Hipotetis penelitian digunakan sebagai dugaan sementara terhadap
penelitian yang sedang dilakukan. Dengan mengacu pada rumusan masalah
penelitian, maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut :
1. Hipotetis
1) Hipotetis kerja I
Ada hubungan positif antara fasilitas belajar dengan kemandirian
belajar Siswa Kelas X pada Mata Pelajaran Ekonomi Di SMA Virgo
Fidelis Bawen Tahun Ajaran 2016/2017
Hipotetis Statsitik I
H0 :
�
x1.y = 0H1:
�
x1.y > 0(X1)
(Y)
(X2)
2) Hipotetis kerja II
Ada hubungan positif antara interaksi sosial dengan kemandirian
belajar Siswa Kelas X pada Mata Pelajaran Ekonomi Di SMA Virgo
Fidelis Bawen Tahun Ajaran 2016/2017
Hipotetis Statsitik II
H0 :
�
x2.y = 0H1:
�
x2.y > 03) Hipotetis kerja III
Ada hubungan positif antara fasilitas belajar dan interaksi sosial
dengan kemandirian belajar Siswa Kelas X pada Mata Pelajaran
Ekonomi Di SMA Virgo Fidelis Bawen Tahun Ajaran 2016/2017
Hipotetis Statsitik III
H0 :