PEMEKARAN (DOHP) DI PROVINSI SUMATERA BARAT
SKRIPSI
Oleh
DANY JUHANDI 1010221032
F A K U L T A S P E R T A N I A N U N I V E R S IT A S A N D A L A S
PEMEKARAN (DOHP) DI PROVINSI SUMATERA BARAT
OLEH
DANY JUHANDI 1010221032
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
F A K U L T A S P E R T A N I A N U N I V E R S IT A S A N D A L A S
PEMEKARAN (DOHP) DI PROVINSI SUMATERA BARAT
SKRIPSI
OLEH DANY JUHANDI
1010221032
MENYETUJUI
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Prof.Ir.Yonariza, M.Sc, P.hD Dr.Ir.Faidil Tanjung, M.Si NIP 196505051991031003 NIP 19671011994121001
Dekan Fakultas Pertanian Ketua Program Studi Agribisnis Universitas Andalas Fakultas Pertanian Universitas Andalas
No NAMA TANDA TANGAN JABATAN
1 Dr.Ir.Endry Martius, M.Sc Ketua
2 Prof.Ir.Yonariza, M.Sc, P.hD Sekretaris
3 Dr.Ir.Faidil Tanjung, M.Si Anggota
4 Dr.Ir.Osmet, M.Sc Anggota
“Terlahir dari keluarga sederhana bukanlah keterbatasan dan alasan
untuk tidak melakukan yang terbaik”
Aku persembahkan karya tulis ini untuk ayahanda Endan dan ibunda Siti
Hadijah serta adinda Ismi Juhandi, yang selalu mendo’akanku untuk
Penulis dilahirkan di Sungai Tambang Kabupaten Sijunjung pada tanggal 02 November 1991 sebagai anak pertama dari 2 (dua) bersaudara dari pasangan Endan dan Siti Hadijah. Pendidikan Sekolah dasar (SD) ditempuh di SDN 07 Kunangan Parik Rantang di Kecamatan Kamang Baru (1999 – 2004). Pendiidkan Sekolah Menengah Pertama (SMP) ditamatkan di SMPN 11 Sijunjung tahun 2007. Untuk jenjang pendidikan selanjtnya penulis menamatkan Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMAN 2 Sijunjung pada tahun 2010. Pada tanggal 01 September 2010 diterima menjadi mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Andalas, Program Studi Agribisnis.
Padang, Januari 2014
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini yang berjudul “Analisis Peran Sektor Pertanian dalam Ekonomi Wilayah pada
Kabupaten Daerah Otonomi Hasil Pemekaran (DOHP) di Provinsi Sumatera Barat”. Penulisan skripsi ini sebagai aplikasi ilmiah dari mata
kuliah Ekonomi Regional.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih setulusnya kepada Bapak Prof.Ir.Yonariza, M.Sc, P.hD dan Dr.Ir.Faidil Tanjung, M.Si sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan petunjuk, saran dan pengarahan selama proses penyusunan skripsi ini. Kemudian ucapan terima kasih teristimewa kepada kedua orang tua dan teman-teman Agribisnis yang selalu memberikan semangat dan motivasi kepada penulis.
Harapan penulis semoga hasil penelitian yang telah penulis lakukan dapat memberikan kontribusi dan manfaat bagi pembangunan daerah berbasis pertanian.
Padang, Januari 2014
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... ii
DAFTAR TABEL ... iii
DAFTAR GAMBAR ... v
DAFTAR LAMPIRAN ... vi
ABSTRAK ... vii
I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 3
C. Tujuan Penelitian ... 5
D. Manfaat Penelitian ... 6
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7
A. Konsep Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... 7
B. Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi ... 11
C. Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi Daerah ... 13
D. Kontribusi Sektor Pertanian ... 15
E. Penelitian Terdahulu ... 18
III. METODOLOGI PENELITIAN ... 21
A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 21
B. Data dan Sumber Data ... 21
C. Variabel yang Diamati ... 21
D. Metode Analisis data ... 22
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 25
A. Gambaran Umum Daerah Provinsi Sumatera Barat ... 25
B. Klasifikasi Pertumbuhan Ekonomi Daerah Otonomi Hasil Pemekaran dan Daerah Induknya di Provinsi Sumatera Barat ... 45
C. Peran Sektor pertanian dalam PDRB Kabupaten DOHP dan Kabupaten Daerah Induk ... 59
D. Perkembangan Kontribusi Sektor Pertanian dalam PDRB Kabupaten DOHP dan Kabupaten Daerah Induk ... 70
V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 77
A. Kesimpulan ... 77
B. Saran ... 77
DAFTAR PUSTAKA ... 79
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Perjalanan Desentralisasi di Indonesia 7 2. Analisis Tipologi Klassen 23 3. Kabupaten/Kota di Daerah Pemerintah Sumatera Barat 25 4. Distribusi PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000
Menurut Lapangan Usaha Kabupaten Kepualauan
Mentawai tahun 2004 – 2012 (%) 26 5. Distribusi PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000
Menurut Lapangan Usaha Kabupaten Dharmasraya
tahun 2004 – 2012 (%) 29 6. Distribusi PDRB Atas Dasat Harga Konstan 2000
Menurut Lapangan Usaha Kabupaten Solok
tahun 2004 – 2012 (%) 31 7. Distribusi PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000
Menurut Lapangan Usaha Kabupaten Pasaman Barat
tahun 2004 – 2012 (%) 34 8. Jumlah Penduduk Provinsi Sumatera Barat menurut
Kabupaten/Kota Tahun 2010 36 9. Persentase Penduduk Sumatera Barat Berumur 15
Tahun keatas yang Bekerja Menurut Lapangan
Pekerjaan tahun 2010. 37 10.Distribusi PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000
Menurut Lapangan Usaha Provinsi Sumatera Barat Tahun 2004 – 2012 (%)
11.Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Induk
Sebelum Pemekaran Daerah Sebelum Pemekaran (persen) 45 12.Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten DOHP
Setelah Pemekaran (persen) 46 13.Laju Pertumbuhan ekonomi kabupaten Induk
setelah pemekaran (persen) 47 14.Hasil Analisis Tipologi Klassen Kabupaten Induk
di Provinsi Sumatera Barat Tahun 1995 – 2003 49 15.Hasil Analisis Tipologi Klassen Kabupaten Padang Pariaman
Tahun 1987 – 1999 50
16.Klasifikasi Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Induk Sebelum
Pemekaran 51 17.Hasil Analisis Tipologi Klassen Kabupaten DOHP
Kepulauan Mentawai Tahun 2000 – 2012 53 19.Hasil Analisis Tipologi Klassen Kabupaten Induk
di Provinsi Sumatera Barat Tahun 2005 – 2012 54 20.Hasil Analisis Tipologi Klassen Kabupaten
Padang Pariaman Tahun 2000 – 2012 55 21.Klasifikasi Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten DOHP dan
Kabupaten Daerah Induknya di Provinsi Sumatera Barat
Setelah Pemekaran 56
22.Hasil Analisis Nilai Angka Pengganda Sektor Pertanian
terhadap PDRB kabupaten Induk Sebelum Pemekaran 60 23.Hasil Analisis Nilai Angka Pengganda Sektor Pertanian
terhadap PDRB Kabupaten DOHP Setelah Pemekaran 63 24.Hasil Analisis Nilai Angka Pengganda Sektor Pertanian
terhadap PDRB Kabupaten Induk Setelah Pemekaran 67 25.Kontribusi Sektor Pertanian dalam PDRB Kabupaten
Induk di Provinsi Sumatera Barat sebelum pemekaran 70 26.Kontribusi Sektor Pertanian dalam PDRB Kabupaten
DOHP di Provinsi Sumatera Barat Setelah Pemekran (persen) 71 27.Kontribusi Sektor Pertanian dalam PDRB Kabupaten
Induk di Provinsi Sumatera Barat Setelah Pemekaran (persen) 72 28.Laju Pertumbuhan Sektor Pertanian di Kabupaten induk
di Provinsi Sumatera Barat Sebelum dilakukan Pemekaran 73 29.Hasil Analisis Laju Pertumbuhan Sektor Pertanian
di Kabupaten Induk sebelum pemekaran dengan
Menggunakan Analisis Trend Perkembangan 74 30.Laju Pertumbuhan Sektor Pertanian di Kabupaten DOHP
dan Kabupaten Induk di Provinsi Sumatera Barat
setelah pemekaran (persen) 74 31.Hasil Analisis Laju Pertumbuhan Sektor Pertanian di
Kabupaten DOHP dan Kabupaten Induk dengan
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Grafik Hasil Analisis Tipologi Klassen Kabupaten
Induk di Provinsi Sumatera Barat tahun 1995 – 2003 49 2. Grafik Hasil Analisis Tipologi Klassen Kabupaten
Padang Pariaman tahun 1987 – 1999 50 3. Grafik Hasil Analisis Tipologi Klassen Kabupaten
DOHP di Provinsi Sumatera Barat Tahun 2005 – 2012 53 4. Grafik Hasil Analisis Tipologi Klassen Kabupaten
Kepulauan Mentawai Tahun 2000 – 2012 54 5. Grafik Hasil Analisis Tipologi Klassen Kabupaten Daerah
Induk di Provinsi Sumatera Barat Tahun 2005 – 2012 55 6. Grafik Hasil Analisis Tipologi Klassen Kabupaten
Padang Pariaman Tahun 2000 – 2012 56 7. Grafik Peran Sektor Pertanian dalam Pertumbuhan
Ekonomi daerah induk sebelum pemekaran 60 8. Grafik Nilai Angka Pengganda Sektor Pertanian
terhadap PDRB Kabupaten DOHP di Provinsi
Sumatera Barat setelah pemekaran 64 9. Grafik Nilai Angka Pengganda Sektor Pertanian terhadap
PDRB Kabupaten Induk setelah pemekaran 67
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1. Rincian Penilaian Kabupaten/Kota Daerah Otonomi Baru 80 2. Data Daerah Otonomi Baru (DOB) di Indonesia Tahun
1999 – 2008 81
3. Grafik Perkembangan Jumlah kabupaten/Kota dan Provinsi
di Indonesia tahun 1999 – 2007 82 4. Grafik Pertumbuhan Ekonomi 83 5. PDRB Sektor Pertanian ADHK (dalam jutaan rupiah )
Daerah Otonomi Hasil Pemekaran dan Daerah Induk
di Provinsi Sumatera Barat tahun 2004 – 2010 84 6. Data PDRB ADHK (dalam jutaan rupiah) Daerah
Otonomi Hasil Pemekaran dan Daerah Induk
di Provinsi Sumatera Barat tahun 2004 – 2010 85 7. Distribusi PDRB Subsektor Pertanian Kabupaten
Kepulauan Mentawai Tahun 2004 – 2012 86 8. Distribusi PDRB Subsektor Pertanian Kabupaten
Dharmasraya Tahun 2004 – 2012 87 9. Distribusi PDRB Subsektor Kabupaten Solok Selatan
Tahun 2004 – 2012 88
10.Distribusi PDRB Subsektor Pertanian Kabupaten
Pasaman Barat Tahun 2004 – 2012 89 11.PDRB per kapita ADHK Daerah Otonomi Hasil Pemekaran
dan Daerah Induk di Provinsi Sumatera Barat tahun 2004 – 2010 90 12.PDRB dan Pendapatan per kapita ADHK Provinsi
Sumatera Barat tahun 2004 – 2010 91 13.Produksi Tanaman Pangan Menurut Kabupaten/Kota
di Provinsi Sumatera Barat tahun 2010 (ton) 92 14.Produksi Tanaman Perkebunan Menurut Kabupaten/Kota
di Provinsi Sumatera Barat tahun 2010 (ton) 93 15.Populasi Ternak Terperinci Menurut Jenis Ternak di Kabupaten
/Kota di Provinsi Sumatera Barat Tahun 2010 (Ekor) 94 16.Produksi Perikanan Laut dan darat Menurut Kabupaten/Kota
ANALISIS PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM EKONOMI WILAYAH PADA KABUPATEN DAERAH OTONOMI HASIL PEMEKARAN (DOHP) DI PROVINSI
SUMATERA BARAT
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis peran sektor pertanian dalam pertumbuhan ekonomi kabupaten DOHP dibandingkan dengan daerah induknya, menganalisis klasifikasi pertumbuhan ekonomi Kabupaten DOHP dan daerah induk, dan menganalisis laju pertumbuhan sektor pertanian dalam PDRB Kabupaten DOHP yang dibandingkan dengan daerah Induknya.
Penelitian ini menggunakan data sekunder yang terdiri dari data runtut waktu dari tahun 1987 sampai 2012 yang diperoleh dari BadanPusatStatistik (BPS) Provinsi Sumatera Barat. Metode analisis data yang digunakan yaitu analisis tipologi klassen,analisis pengganda, dan analisis trend. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa setelah dilakukan pemekaran beberapa daerah masuk dalam “daerah berkembang” kecuali Kabupaten Sijunjung dan Kepulauan Mentawai. Setelah dilakukannya pemekaran peran sektor pertanian dalam pertumbuhan ekonomi daerah semakin berkurang dengan meningkatnya sektor industri pengolahan yang masih menggunakan bahan baku pertanian kecuali Kabupaten Pasaman Barat. Dan setelah pemekaran laju pertumbuhan sektor pertanian di daerah induk semakin berkurang dan laju pertumbuhan sektor pertanian di Kabupaten DOHP (Kecuali Kabupaten Solok Selatan) lebih berkembang dibandingkan dengan Kabupaten Induk.
Penelitian ini merekomendasikan dalam mempercepat pembangunan ekonomi daerah, sektor pertanian harus didukung oleh sektor non-pertanian (terutama sektor industri pengolahan), dan perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui seberapa besar pengaruh sektor pertanian dalam pertumbuhan ekonomi DOHP.
ANALYSIS OF AGRICULTURE SECTOR ROLE IN THE ECONOMY OF NEWLY ESTABLISHED OTONOM DISTRICT (DOHP) IN WEST
SUMATERA
Abstract
This research aims to analyze the role of agriculture sector to economic growth of newly established districts in comparison with their district of origin, analyze economic growh classification of new district and old district, and analyze the growth rate of agriculture sector in GDP of new district in comparison with district of origin.
This research uses secondary data consists of data coherent with the time from 1987 until 2008 obtained from Bureau of Statistics of West SumateraProvince (BPS). The data are analyzed using Klassen Typology, multiplier analyze, and trend analyze. The result show that after creation of new autonomous district, some districts rose up into the “developed region” except Sijunjung regency and Kepulauan Mentawai regency. The role of agricultures sector in economic growth of regions was low while the role of manufactures sector was that uses input from agriculture except Pasaman Barat district. And after regional split, the growth rate of agriculture sector in district of origin was low and the growth rate of agriculture sector in new regions (except Solok Selatan Regency) was higher than district of origin.
The research recommends for the rapid of economic region development, agriculture sector has to be supported by other sectors (especially manufacture sector), and it is recommended to do the next research to analyze linkages of agriculture sector in economic rate of new regions.
Key words: the role of agriculture sector, economic rate classification.
A. Latar Belakang Masalah
Otonomi daerah muncul sebagai akibat kegagalan pembangunan sentralisasi. Pembangunan sentralisasi menimbulkan masalah yang cukup serius yaitu proses pembangunan yang kurang efisien dan membuat ketimpangan wilayah semakin besar, serta menimbulkan ketidakadilan yang sangat besar dalam alokasi sumberdaya nasional, terutama dana pembangunan. (Sjafrizal, 2008:231)
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari websiteBadan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengenai pemekaran wilayah di Indonesia, pada pemerintahan sentaralistis masa Orde Baru, pemerintah telah banyak melakukan pembentukan daerah otonomi baru. Namun, selama periode Orde Baru tahun 1966 – 1998, tidak terdapat penambahan daerah baru yang signifikan. Ledakan penambahan daerah otonomi baru, atau yang biasa disebut pemekaran daerah, baru terjadi pasca 1999. Di tengah keinginan berbagai pihak untuk merasionalkan pemekaran daerah, proses pemekaran daerah berlangsung hampir setiap tahun pada periode 1998 – 2008.
Hingga saat ini ada 178 usulan pembentukan daerah baru masuk ke pemerintah pusat. Dan menurut Presiden RI, “Lebih banyak daerah hasil pemekaran yang bermasalah dan dan tidak menggembirakan” (Pramono, 2010). Dan menurut Menteri Dalam Negeri RI, hasil evaluasi pemerintah terhadap 205 DOB yang terdiri atas 7 provinsi 146 kabupaten, dan sisanya kabupaten kota, 70% hasilnya tidak baik. (Asril, 2012)
perimbangan sebesar Rp 279,3 triliun dan dana otonomi khusus dan penyesuaian sebesar Rp 23,7 triliun. Dana perimbangan sebesar Rp 279,3 triliun terdiri dari DBH sebesar Rp 68,1 triliun, Dana Alokasi Umum (DAU) sebesar Rp 186,4 triliun, dan Dana Alokasi Khusus (DAK) sebesar Rp 24,8 triliun.
Selain itu juga, hasil evaluasi yang dilakukan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) yang bekerja sama dengan United Nations Development Programme (UNDP) pada tahun 2008 menunjukkan bahwa:
- Pertumbuhan dan kontribusi ekonomi DOHP
Tingkat pertumbuhan di DOHP lebih rendah dibandingkan pertumbuhan ekonomi di daerah induk. Kontribusi PDRB DOHP dalam total PDRB provinsi ternyata sangat kecil.
- Kesejahteraan masyarakat dan kemiskinan
PDRB per kapita DOHP lebih rendah dibandingkan daerah induk. Serta tingkat kemiskinan yang masih tinggi di DOHP dibandingkan daerah induk. - Indeks kinerja ekonomi daerah
DOHP memiiki indeks kinerja ekonomi yang masih rendah dibandingkan daerah induk.
Dan dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Yulianti (2011:110) mengenai evaluasi hasil pemekaran (Studi Kasus Pemekaran Kabupaten) di Indonesia, diperoleh hasil bahwa:
- DOHP memiliki pertumbuhan PDRB yang lebih rendah dibandingkan dengan daerah induk.
- Kontribusi PDRB pada DOHP yang sangat kecil atau tidak lebih dari 4% terhadap PDRB provinsi.
- Tingkat kesejahteraan pada DOHP tidak lebih sejahtera dibandingkan dengan daerah induk.
- Persentase penduduk miskin pada DOHP lebih tinggi dibandingkan dengan dengan daerah induk
kini belum memberikan hasil yang memuaskan bagi kesejahteraan rakyat, 70% dari 205 Daerah Otonomi Hasil Pemekaran (DOHP) gagal. (Asril, 2012)
Provinsi Sumatera Barat memiliki 4 (empat) Kabupaten hasil pemekaran yaitu Kabupaten Pasaman Barat, Kabupaten Kepulauan Mentawai, Kabupaten Solok Selatan dan Kabupaten Dharmasraya pada tahun 2003. Berdasarkan informasi yang dirilis oleh media cetak Haluan Padang pada April 2011, pemerintah melakukan penilaian terhadap daerah-daerah otonomi hasil pemekaran tahun 1999 – 2009 dan dari 164 kabupaten hasil pemekaran Kabupaten Dharmasraya mendapatkan nilai tertinggi dengan total penilaian 59,35%, sedangkan Kabupaten Pasaman Barat memperoleh rangking 31 dengan total penilaian 46,02%, Kabupaten Solok Selatan memperoleh rangking 45,57%, dan Kabupaten Kepulauan Mentawai memperoleh rangking 102 dengan total penilaian 33,16% (Lampiran 1).
Namun, secara keseluruhan Gubernur Sumatera Barat pada tahun 2012 menyatakan bahwa “dari 19 kabupaten/kota di Sumatera Barat, delapan kabupaten diantaranya masih tergolong daerah tertinggal termasuk empat kabupaten hasil pemekaran yaitu Kabupaten Solok Selatan, Dharmasraya, Kepulauan Mentawai, dan Pasaman Barat”. (Tarmizi, 2012)
B. Perumusan Masalah
Dengan adanya Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang diberlakukan sejak Januari 2001. Undang-Undang 22 tahun 1999 membuka peluang kepada daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota untuk melakukan pemekaran daerah, sehingga Daerah Otonomi Hasil Pemekaran (DOHP) pun meningkat. Berdasarkan data Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), pada tahun 1999 – 2008 di Indonesia terdapat 7 provinsi baru, 134 Kabupaten baru dan 23 Kota Baru. (Lampiran 2)
Jika dilihat dari latar belakang dilakukannya pemekaran wilayah, kita bisa melihat apa tujuan dari pemekaran yaitu untuk meningkatkan pelayanan publik, melakukan pemerataan pembangunan ekonomi dan membangun perekonomian Daerah Otonomi Hasil Pemekaran.
Namun, dari beberapa hasil evaluasi Kemendagri dan BAPPENAS bahwa hasil dari pemekaran belum bisa meningkatkan pembangunan ekonomi daerah. Bahkan Kemendagri menyebutkan 70% pemekaran wilayah dianggap gagal, bahkan ada rencana akan dilakukan pengkajian kembali tentang peraturan pemekaran wilayah.
Dan jika dilihat dari hasil evaluasi BAPPENAS yang bekerjasama dengan United Nations Development Programme (UNDP) tahun 2008 bahwa kondisi
pertumbuhan ekonomi DOHP di Indonesia (tahun 2001 – 2005) dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Pertumbuhan ekonomi DOHP lebih rendah dibandingkan daerah induk. Dan pertumbuhan ekonomi DOHP tidak stabil atau berfluktuasi karena sektor pertanian menjadi komponen utama dalam perekonomian DOHP, sedangkan pertumbuhan ekonomi daerah induk lebih stabil karena adanya industri pengolahan non-migas yang lebih besar dari pada DOHP (Lampiran 4).
2. Kontribusi PDRB DOHP dalam PDRB Provinsi sangat kecil dibandingkan dengan daerah induknya. Sehingga DOHP tidak mampu setara dengan daerah induknya.
Kondisi di atas disebabkan karena umumnya DOHP dahulunya merupakan daerah kantong-kantong kemiskinan yang memiliki sumberdaya alam yang terbatas (miskin) dan juga disebabkan karena pembagian sumberdaya ekonomi seperti industri, pertanian dan sumberdaya alam produktif lainnya yang tidak merata antara daerah induk dan DOHP. (BAPPENAS, 2008)
pengolahan. Namun penelitian yang dilakukan belum melihat peran sektor pertanian di DOHP.
Umumnya DOHP merupakan kantong kemiskinan dan PDRB daerahnya didominasi oleh sektor pertanian, maka perlu dikaji peran sektor pertanian dalam PDRB DOHP.
Provinsi Sumatera Barat yang mengalami beberapa kali pemekaran kabupaten, yaitu Kabupaten Dharmasraya, Pasaman Barat dan Solok Selatan merupakan DOHP berdasarkan Undang-undang Nomor 38 Tahun 2003, dimana Kabupaten Dharmasraya merupakan daerah pemekaran dari Kabupaten Sijujung, Kabupaten Pasaman Barat dari Kabupaten Pasaman dan Kabupaten Kepulauan Solok Selatan pemekaran dari Kabupaten Solok. Sedangkan Kabupaten Kepulauan Mentawai merupakan DOHP wilayah dari Kabupaten Padang Pariaman berdasarkan Undang-undang Nomor 49 Tahun 1999. PDRB Kabupaten DOHP yaitu Kabupaten Dharmasraya, Pasaman Barat, Solok Selatan dan Kepulauan Mentawai terlihat bahwa sektor pertanian mendominasi dalam struktur PDRB daerahnya dan dari tahun 2004 – 2012 kontribusi sektor pertanian dalam PDRB mengalami peningkatan (Lampiran 5). Namun, PDRB DOHP masih berada di bawah PDRB daerah induknya kecuali Kabupaten Pasaman Barat (Lampiran 6).
Berdasarkan kondisi-kondisi di atas maka peneliti akan melakukan penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana klasifikasi pertumbuhan ekonomi DOHP dan daerah induknya di Provinsi Sumatera Barat?
2. Bagaimana peran sektor pertanian dalam pertumbuhan ekonomi DOHP dibandingkan dengan daerah induknya di Provinsi Sumatera Barat?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk melihat peran sektor pertanian terhadap pembangunan ekonomi di Daerah Otonomi Hasil Pemekaran, sedangkan secara khusus penelitian ini bertujuan untuk:
1. Menganalisis klasifikasi pertumbuhan ekonomi DOHP dibandingkan daerah induknya di Provinsi Sumatera Barat.
2. Menganalisis peran sektor pertanian dalam pertumbuhan ekonomi DOHP dibandingkan dengan daerah induknya di Provinsi Sumatera Barat.
3. Menganalisis perkembangan kontribusi sektor pertanian dalam PDRB DOHP dibandingkan dengan daerah induknya di Provinsi Sumatera Barat.
D. Manfaat Penelitian
Dari kegiatan penelitian ini, diharapkan manfaat yang akan diperoleh adalah: 1. Hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi para pengambil kebijakan dalam
pembangunan ekonomi daerah.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Desentralisasi dan Otonomi Daerah 1. Konsep Desentralisasi
Desentralisasi muncul sebagai peradigma baru dalam kebijakan dan administrasi pembangunan sejak dasawarsa 1970-an yang disebabkan karena adanya kegagalan perencanaan terpusat, populernya strategi pertumbuhan dengan pemerataan (growth with equity), serta adanya kesadaran pembangunan yang sulit direncanakan secara terpusat (Kuncoro, 2004:3).
Menurut Kuncoro (2004:5) pemerintahan Hindia Belanda pernah mengembangkan ide sistem administrasi desentralisasi atas dasar federasi yang bertujuan untuk mengesahkan atau membenarkan pemerintahan Hindia Belanda di Indonesia dan menghancurkan kekuatan pendukung Republik yaitu tepatnya sebelum meletusnya Perang Dunia II.
Belanda membagi Hindia Belanda dalam dua sistem pemerintahan, (a) Daerah administratif dalam rangka dekonsentrasi yang disebut gewesten, afdeeliingen, dan onderafdeelingen. Masing-masing daerah dipimpin pamong praja dengan sebutan
gubernur, residen, asisten residen, wedana, dan asisten wedana yang ditunjuk Gubernur Jendral Hindia Belanda. (b) Pemerintahan tradisional-feodalistik yang disebut regent atau kabupaten yang dipimpin bupati dan daerahnya disebut swapraja (Figur dalam Simanjuntak 2012:3).
Tabel 1. Perjalanan Desentralisasi di Indonesia Periode Konfigura
si Politik
UU Otonomi Hakikat Otonomi Perjuangan Kemerdekaan (1995
– 1949)
Demokrasi UU No. 1 Tahun 1945 UU No. 22 Tahun
1948
Otonomi Luas
1959) 1957 Luas Demokrasi Terpimpin (1959 –
1965)
Otoritarian Penpres No.6 tahun 1959
UU No.18 Tahun 1965
Otonomi Terbatas
Orde Baru (1965 – 1998) Otoritarian UU No.5 Tahun 1974
Sentralisasi
Pasca Orde Baru (1998 – sekarang)
Demokrasi UU No. 22 Tahun 1999 UU No. 25 Tahun
1999
Otonomi Luas
Sumber: Kuncoro, 2004:6
Dari tabel di atas bisa kita lihat bagaimana sejarah perkembangan konsep desentralisasi di Indonesia.
Menurut Maddick dalam Kuncoro (2004:3) mendefinisikan desentralisasi merupakan proses dekonsentrasi dan devolusi. Dekonsentrasi adalah Pemerintahan pusat yang berada di luar kantor pusat diberikan wewenang atas fungsi-fungsi tertentu. Sedangkan devolusi yaitu pemerintah daerah diberikan kekuasaan untuk melaksanakan fungsi-fungsi tertentu.
Desentralisasi adalah pemberian wewenang kepada manajer atau orang-orang pada level bawah dalam organisasi untuk membuat keputusan dan kebijakan. Desentralisasi memliki dua bentuk yaitu dekonsentrasi dan privatisasi. Dekonsentrasi merupakan pembangian kewenangan dan tanggung jawab administratif antara dapartemen pusat dengan pejabat pusat yang ada di lapangan. Dan privatisasi merupakan suatu tindakan pemberian kewenangan dari pemerintah kepada badan swasta, swadaya masyarakat dan juga peleburan BUMN/BUMD menjadi sesuatu yang di-swastanisasi (Simanjuntak,2012:78).
a. Segi ekonomi
Mempermudah pemerintah daerah dalam mengelola sumberdaya secara maksimal yang bisa meningkatkan pendapatan daerah dan masyarakat. Namun, di sisi lain bisa membuat peluang praktek KKN bagi pejabat daerah (pejabat yang tidak benar).
b. Segi sosial budaya
Ikatan sosial budaya akan lebih kuat yang akan mempermudah mengembangkan kebudayaan yang dimiliki daerah. Namun, hal ini bisa menyebabkan masing-masing daerah berlomba-lomba untuk menonjolkan budayanya yang akan mengakibatkan lunturnya kebudayaan bangsa Indonesia sendiri.
c. Segi keamanan dan politik
Bisa mempertahankan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia), namun bisa juga memancing konflik antar daerah.
2. Konsep Otonomi Daerah
Kata otonomi berasal dari bahasa Yunani, outonomous, yang berarti pengaturan sendiri atau pemerintahan sendiri. Sedangkan dalam Encyclopedia of Social Science, pengertian otonomi adalah: the legal self sufficiency of social body and its actual independence. Dengan demikian pengertian otonomi menyangkut 2 (dua) hal utama
yaitu: kewenangan untuk membuat hukum sendiri (own laws) dan kebebasan untuk mengatur pemerintahan sendiri (self goverment). Berdasarkan pengertian tersebut, maka otonomi daerah pada dasarnya adalah suatu daerah otonom berhak dan berwenang untuk mengatur rumah tangganya sendiri (Sarundajang dalam Sjafrizal, 2008:230).
Pemerintahan Sendiri di daerah-daerah yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Lantas lahir UU 1/1957 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah, dan tak lama kemudian berubah menjadi UU 18/1965 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah, yang lantas revisi berikutnya hadirlah UU 5/1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah. Revisi masih terus berlanjut dengan hadirnya UU 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah dan terakhir direvisi lagi menjadi UU 32/2004 juga dengan nama Pemerintah Daerah (Simanjuntak,2012:4).
Otonomi menurut UU No. 22/1999 tentang otonomi daerah adalah pelimpahan wewenang kepada daerah untuk mengurusi daerahnya sesuai dengan UU dalam kerangka NKRI. Menurut Simanjuntak (2012:82) berdasarkan pada UU No.22/1999, prinsip-prinsip pelaksanaan otonomi daerah menyangkut:
1. Dalam Pelaksanaan otonomi daerah aspek-aspek demokrasi, keadilan, pemerataan serta potensi dan keanekaragaman daerah harus diperhatikan 2. Untuk menjaga keserasian hubungan antar pusat dan daerah serta antardaerah
maka dalam pelaksanaan otonomi daerah harus sesuai dengan konstitusi negara.
3. Pelaksanaan otonomi daerah harus meningkatkan kemandirian daerah otonom.
4. Untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dibutuhkan pembuatan aturan daerah yang membina kawasan pada aspek potensi.
Pada dasarnya antara otonomi daerah dan desentralisasi tidak memiliki perbedaan prinsipil. Keduanya memiliki esensi bahwa bagaimana daerah tersebut bebas menentukan masa depan mereka sendiri (Simanjuntak,2012:82).
Dengan adanya konsep pelaksanaan otonomi pasca reformasi terjadi peningkatan pengajuan dari beberapa daerah mengelola dan mengatur daerahnya sendiri. Hal ini tercermin dari meningkatnya pemekaran wilayah di Indonesia atau permintaan untuk membentuk Daerah Otonomi Baru (DOB). Sejak Tahun 1999 – 2008 terdapat 7 provinsi baru, 134 kabupaten baru dan 23 kota baru di Indonesia. Dari tahun 1999 – 2008 banyak terbentuk DOB ditingkat II (Kabupaten/kota).
khususnya di Tingkat II (kabupaten/kota) bertujuan agar terwujudnya otonomi daerah yang nyata, dinamis, dan bertanggungjawab. Menurutnya otonomi yang nyata berarti pemberian otonomi kepada daerah didasarkan pada faktor-faktor, perhitungan-perhitungan, dan tindakan-tindakan atau kebijaksanaan-kebijaksanaan yang benar-benar menjamin daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangga di daerahnya. Sedangkan otonomi yang dinamis berarti pemberian otonomi kepada daerah yang berdasarkan pada situasi, kondisi, dan perkembangan pembangunan. Dan otonomi yang bertanggungjawab berarti bahwa pemberian otonomi daerah benar-benar sejalan dengan subtansi dan tujuannya.
Sedangkan menurut Sjafrizal (2008:262) faktor-faktor penyebab pemekaran wilayah yaitu:
1. Perbedaan agama; adanya kecenderungan masyarakat akan lebih senang bila hidup pada suatu daerah dengan agama yang sama.
2. Perbedaan etnis dan budaya; mayarakat merasa kurang nyaman hidup dengan ethnis, adat istiadat dan kebiasaan yang berbeda pada suatu daerah.
3. Ketimpangan pembangunan ekonomi antar daerah; dalam suatu daerah akan menyebabkan kecemburuan sosial dan merasa dianaktirkan oleh pemerintah pusat.
4. Luas Daerah; daerah yang luas akan menyebabkan pelayanan publik kurang efektif dan merata keseluruh daerah.
B. Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi
Arsyad (2005:6) mendefinisikan pembagunan ekonomi adalah suatu proses yang dapat meningkatkan pendapatan per kapita serta perbaikan sistem kelembagaan dalam jangka waktu panjang. Sedangkan, pertumbuhan ekonomi adalah meningkatnya PDB/PNB yang tidak memperhatikan peningkatannya itu lebih tinggi atau rendah dari tingkat pertumbuhan penduduk dan terjadinya atau tidaknya perubahan struktur ekonomi.
Pertumbuhan ekonomi adalah suatu “proses”, bukan berarti suatu gambaran ekonomi pada suatu saat melainkan melihat perkembangannya dari waktu ke waktu. Pertumbuhan ekonomi berkaitan dengan “output per kapita”, artinya pertumbuhan ekonomi harus menganalisis output total dan jumlah penduduk. Kemudian pertumbuhan ekonomi dari “segi jangka waktu”, artinya pertumbuhan ekonomi tidak bisa dilihat pada waktu satu atau dua tahun saja melainkan harus lebih dari itu.
Pertumbuhan ekonomi dapat dipengaruhi oleh faktor ekonomi dan non-ekonomi. Faktor ekonomi meliputi: sumber alam, akumulasi modal, organisasi, kemajuan teknologi, pembagian kerja dan skala produksi. Sedangkan faktor non-ekonomi antara lain: faktor sosial, faktor manusia faktor politik dan administratif (Jhingan,2008:67).
Ada beberapa factor penentu dalam pertumbuhan ekonomi menurut Sukirno (2010:249) antara lain:
1. Tanah dan Kekayaan Alam lain
Kekayaan alam dapat mempermudah usaha untuk mengembangkan perekonomian suatu negara, terutama pada masa-masa permulaan dari proses pertumbuhan ekonomi.
2. Jumlah dan Mutu dari Penduduk dan Tenaga Kerja
Pertambahan penduduk dari waktu ke waktu menjadi faktor penghambat dan pendorong pertumbuhan ekonomi.
3. Barang-barang Modal dan Tingkat Teknologi
Barang-barang modal penting dalam mempertinggi keefisienan pertumbuhan ekonomi. Dan kemajuan ekonomi di berbagai negara ditimbulkan dari kemajuan teknologi.
4. Sistem Sosial dan Sikap Masyarakat
C. Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi Daerah
Pertumbuhan ekonomi wilayah merupakan pertambahan pendapatan masyarakat yang berada di wilayah tersebut yang dilihat dari kenaikan seluruh nilai tambah yang terjadi di wilayah tersebut dan pertamban pendapatan itu diukur dalam nilai rill dengan menggunakan harga konstan (Naufal,2010:10).
Menurut Richardson dalam Naufal (2010:10) ada dua pendekatan dalam mengukur pertumbuhan ekonomi wilayah yaitu mengadaptasi model-model ekonomi makro yang digunakan dalam teori pertumbuhan agregatif dan menafsirkan pertumbuhan suatu daerah menurut struktur dinamika industrinya. Untuk pendekatan pertama terdapat empat model umum yaitu:
1. Model Neo Klasik
Pada model neo-klasik ini perhatian dipusatkan pada bagaimana pertumbuhan penduduk, akumulasi capital, kemajuan teknologi dan output saling berinteraksi dalam pertumbuhan ekonomi (Boediono,1982:87).
2. Model Basis Ekspor
Menurut model ini, pertumbuhan ekonomi suatu daerah ditentukan oleh keuntungan kompetitif (Competitive Advantege) yang dimiliki daerah bersangkutan (Sjafrizal,2008:87).
3. Model Interegional Income
Pertumbuhan ekonomi daerah ditentukan oleh perdagangan antar daerah, dimana perdagangan antar daerah tersebut dibagi atas barang konsumsi dan barang modal (Sjafrizal,2008:93).
4. Model Penyebab Berkumulatif
Model ini tidak meyakini bahwa pemerataan pembangunan antar daerah bisa diselesaikan dengan mekanisme pasar. Menurut model ini, ketimpangan antar daerah bisa dikurangi melalui program pemerintah (Sjafrizal,2008:98).
√
1. Produk Domestik Bruto (PDRB)
Produk Domestik Bruto (PDB) atau di tingkat regional dikenal dengan Produk Domesrik Regional Bruto (PDRB) yaitu banyaknya barang atau jasa yang dihasilkan oleh suatu perekonomian dalam jangka 1 tahun yang dinyatakan dalam harga pasar.
2. Produk Domestik Perkapita/Pendapatan perkapita
Untuk mengukur kesejahteraan penduduk lebih baik maka dapat menggunakan Produk Domestik Bruto per kapita atau Produk Domestik Regional Bruto per kapita.
Untuk menghitung pertumbuhan ekonomi suatu daerah menurut Kuncoro dalam Sianturi (2011:37) dapat menggunakan rumus sebagai berikut:
Pertumbuhan ekonomi = PDRBt – PDRBt-1 x 100% PDRBt-1
Sedangkan untuk mengukur laju pertumbuhan rata-rata pertahun digunakan digunakan rumus sebagai berikut:
r = n Tn - 1 x 100 To
Dimana:
r = laju pertumbuhan ekonomi rata-rata n = jumlah tahun (dihitung sampai dengan) Tn = data tahun sebelumnya
To = data tahun tertentu
daerah maka bisa digunakan analisis Tipologi Klassen yang mengelompokkan daerah dengan menggunakan indikator utama yaitu laju pertumbuhan dan tingkat pendapatan per kapita. Di mana akan terdapat 4 (empat) kelompok daerah yaitu;
1. Kuadran I merupakan Daerah Maju; dimana laju pertumbuhan dan pendapatan per kapita lebih tinggi dari rata-rata.
2. Kuadran II merupakan Daerah Maju Tapi Tertekan; dimana tingkat pendapatan per kapita daerah telah lebih tingg dari rata-rata.
3. Kuadran II merupakan Daerah Berkembang; dimana tingkat pendapatan perkapita masih berada di bawah rata-rata tetapi laju pertumbuhan daerah ini telah berada di atas rata-rata.
4. Kuadran IV merupakan Daerah Terbelakang; dimana baik laju pertumbuhan maupun pendapatan per kapita daerah ini berada di bawah nilai rata-rata.
D. Kontribusi Sektor Pertanian
Menurut Todaro (2000:432) saat ini para ahli ekonomi kurang memberikan perhatian terhadap pembangunan dengan upaya industrialisasi yang cepat karena mereka telah sadar daerah pedesaan dan sektor pertanian tidak bersifat pasif, bahkan
Laju
Pertumbuhan Pendapatan
Perkapita
Laju pertumbuhan di atas rata-rata
Laju pertumbuhan di bawah rata-rata
Pendapatan perkapita di
atas rata-rata Daerah maju Daerah maju tapi tertekan.
Pendapatan perkapita di
lebih penting dari sekedar penunjang proses pembangunan ekonomi secara keseluruhan. Keduanya harus ditempatkan sebagai unsur atau elemen unggulan yang sangat penting, dinamis dan sangat menentukan strategi pembangunan secara keseluruhan.
Sumbangan atau jasa sektor pertanian pada pembangunan ekonomi terletak dalam hal (Jhingan, 2008:362):
1. Meningkatkan surplus pangan yang semakin besar kepada penduduk yang semakin meningkat;
2. Meningkatkan permintaan akan produk industri dan dengan demikian mendorong keharusan diperluasnya sektor sekunder dan tersier;
3. Menyediakan tambahan penghasil devisa untuk impor barang-barang modal bagi pembangunan melalui ekspor hasil pertanian terus-menerus; 4. Meningkatkan pendapatan desa untuk dimobilisasi pemerintah; dan 5. memperbaiki kesejahteraan rakyat pedesaan.
Namun, di sisi lain apabila sektor pertanian tidak dirancana secara serius maka akan menimbulkan permasalahan seperti kemiskinan. Menurut Todaro (2000:431), pembangunan pertanian sangat penting dilakukan untuk mengubah pola pertanian dari subsisten menjadi berorientasi pasar, karena 70% penduduk miskin di wilayah pedesaan penghidupanya bersumber dari pertanian subsisten.
Penyebab utama atas semakin memburuknya kinerja pertanian di negara-negara berkembang adalah terabaikannya sektor pertanian yang sangat penting di dalam perumusan prioritas pembangunan oleh pemerintah negara-negara berkembang (Todaro, 2000:438).
Menurut Adrimas (1984:31) sektor pertanian mempunyai beberapa peranan penting dalam suatu negara:
2. Sektor pertanian diperlukan untuk men-supply pangan dan raw material untuk keperluan sektor industri dan pekerja-pekerja sektor industri di kota.
3. Sektor pertanian harus menyediakan jasa vital karena sebagai primary product yang merupakan sumber penerimaan ekspor yang penting di negara-negara terbelakang.
4. Sektor pertanian menjadi sumber saving utama untuk pendapatan nasional yang bisa digunakan untuk investasi
5. Sektor pertanian yang menyediakan pasar yang diperlukan oleh sektor industri.
Dijelaskan pula oleh Gammel (1987:492) peranan sektor pertanian di negara berkembang antara lain:
1. Pertanian merupakan sektor yang mendominasi yang bisa dilihat sumbangannya dalam GDP di beberapa negara berkembang.
2. Sektor pertanian menyediakan bahan mentah untuk bahan baku industri di negara berkembang.
3. Sektor pertanian menyediakan tenaga kerja bagai pertumbuhan sektor perekonomian non-pertanian.
4. Elastisitas pasokan pangan akan sangat menentukan proses pemupukan modal dan peningkatan laju pemupukan modal dapat meningkatkan kemajuan sektor pertanian.
5. Pertanian merupakan sumber devisa dan memberikan sumbangan terhadap neraca pembayaran dengan meningkatkan penerimaan suatu negara dari ekspor.
6. Distribusi pendapatan di sektor pertanian yang adil akan mendorong permintaan terhadap produk-produk industrialisasi dan membantu proses industrialisasi.
dengan adanya pajak hasil bumi akan memobilisasi surplus pertanian untuk memacu pembangunan ekonomi, kenaikan pendapatan daerah pedesaan sebagai akibat surplus hasil pertanian cenderung memperbaiki kesejahteraan daerah pedesaan.
E. Penelitian Terdahulu
Zulhadi (2009) meneliti tentang Kontribusi Sektor Pertanian terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Riau. Peneliti ini mengetahui kontribusi sektor pertanian, sektor industri dan sektor jasa terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) di Provinsi Riau. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sektor jasa mempunyai tingkat pertumbuhan rata-rata yang paling tinggi yaitu 10.62 persen. Sektor jasa memberikan kontribusi 16.83 persen untuk pertumbuhan ekonomi. Kemudian diikuti oleh sektor pertanian dengan tingkat pertumbuhan rata-rata 10.47 persen dan menyumbangkan sebesar 2.77 persen pada pertumbuhan ekonomi. Manakala tingkat pertumbuhan rata-rata sektor industri hanya sebesar 1.38 persen dan bahagian yang disumbangkan terhadap pertumbuhan ekonomi (GDP) sebesar 3.00 persen.
Naufal (2010) meneliti tentang Peranan Sektor Pertanian dalam Pertumbuhan Ekonomi dan Mengurangi Ketimpangan Pendapatan di Pemerintah Aceh. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup besar dalam perekonomian daerah Pemerintah Aceh yaitu menyumbang rata-rata 20,97 persen per tahun terhadap PDRB, sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup besar dalam mengurangi ketimpangan pendapatan daerah, sektor pertanian mempunyai korelasi positif terhadap pertumbuhan ekonomi daerah dan juga mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi pemerintah Aceh.
pada DOHP lebih tinggi dari daerah induk dan lebih besar dari daerah kontrol, rata-rata perkembangan indeks kemampuan ekonomi DOHP lebih tinggi dari daerah control dan lebih rendah dari daerah induk, jumlah guru persiswa dan pertumbuhan jumlah guru per siswa pada DOHP mengalami peningkatan namun masih dibwah daerah induk dan daerah kontrol, rata-rata pertumbuhan fasilitas kesehatan di DOHP lebih rendah dari daerah induk dan daerah kontrol, pemekaran daerah mendorong peningkatan/percepatan kualitas infrastruktur, dan rata-rata perkembangan indeks pelayanan public di DOHP lebih tinggi dari daerah kontrol dan lebih rendah dari daerah induk.
Dari penelitian terdahulu di atas yang menganalisis kontribusi sektor pertanian terhadap pertumbuhan ekonomi, perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu kontribusi pertanian yang akan dianalisis di Kabupaten yang merupakan Daerah Otonomi Hasil Pemekaran, tidak melihat kontribusi sektor pertanian terhadap sumbangan tenaga kerja. Sedangkan kesamaan dengan penelitian tedahulu ini yaitu menganalisis kontribusi sektor pertanian terhadap pertumbuhan ekonomi daerah yang menggunakan data PDRB daerah.
Dari penelitian terdahulu yang menganalisis peranan sektor pertanian terhadap pertumbuhan ekonomi, perbedaan dengan penelitian yang dilakukan yaitu menganalisis kontribusi sektor pertanian di Kabupaten Daerah Otonomi Hasil Pemekaran, dan tidak melihat pengaruh sektor pertanian terhadap ketimpangan daerah. Sedangkan kesamaan dengan penelitian terdahulu ini yaitu menganalisis peran sektor pertanian terhadap pertumbuhan ekonomi daerah dengan menggunakan data PDRB Daerah.
F. Kerangka Pemikiran Peneliti
OTONOMI DAERAH
Pemekaran Daerah
Percepatan Pembangunan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi daerah
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Daerah Otonomi Hasil Pemekaran (DOHP) yang ada di Sumatera Barat yaitu Kabupaten Dharmasraya, Kabupaten Pasaman Barat, Kabupaten Solok Selatan dan Kabupaten Kepulauan Mentawai. Penelitian ini dilakukan selama satu bulan (November – Desember 2013), yaitu setelah dikeluarkannya surat izin penelitian dari Dekan Fakultas Pertanian, Universitas Andalas.
B. Data dan Sumber Data
Dalam penelitian ini, secara umum data yang digunakan adalah data sekunder. Data sekunder diperoleh melalui instansi atau lembaga-lembaga yang terkait dengan kegiatan penelitian ini, seperti: Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumatera Barat, Badan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Sumatera Barat dan instansi lainnya yang berhubungan dengan penelitian ini. Data sekunder antara lain Pendapatan Daerah Regional Bruto (PDRB), dan Pertumbuhan Ekonomi daerah serta Pendapatan Perkapita.
C. Variabel yang diamati
Sesuai dengan tujuan penelitian, maka variable-variabel penelitian ini adalah: Data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) mulai dari tahun 1987 (Khusus untuk Kabupaten Padang Pariaman dan Kepulauan Mentawai), tahun 1998 sampai dengan 2012, laju pertumbuhan PDRB dari tahun 1995-2012 dan data pendapatan perkapita tahun 1995-2012.
1. Defenisi Konsep
b. Laju pertumbuhan PDRB adalah menunjukkan pertumbuhan produksi barang dan jasa di suatu wilayah perekonomian dalam selang waktu tertentu.
c. PDRB per kapita adalah nilai PDRB dibagi jumlah penduduk dalam suatu wilayah per periode tertentu
2. Defenisi Operasional
a. Dalam penelitian ini PDRB yang digunakan adalah PDRB Daerah Otonomi Hasil Pemekaran dan daerah induknya atas dasar harga konstan dari tahun 2004 – 2012 dan 2000 – 2012 (untuk Kabupaten Kepulauan Mentawai).
b. Laju pertumbuhan PDRB sebelum pemekaran tahun 1995 – 2003 dan 1987 – 1999 (untuk Kabupaten Padang Pariaman), dan setelah pemekaran 2004 – 2012 dan 2000 – 2012 (untuk Kabupaten Kepulauan Mentawai).
c. PDRB per kapita atas dasar harga konstan sebelum pemekaran tahun 1995 – 2003 dan 1987 – 1999 (untuk Kabupaten Padang Pariaman), dan setelah pemekaran 2004 – 2012 dan 2000 – 2012 (untuk Kabupaten Kepulauan Mentawai).
D. Metode Analisis Data
Analisis data yang digunakan untuk mencapai tujuan dalam penelitian ini adalah analisis kuantitatif karena data-data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data numerikal (angka). Analisis kuantitatif mencakup:
Tabel 2. Analisis Klasifikasi Tipologi Klassen
Dimana:
ri = Laju pertumbuhan PDRB DOHP/Daerah induk i rn = Laju pertumbuhan PDRB Provinsi Sumatera Barat Yi = PDRB per kapita DOHP/daerah induk i
Y = PDRB per kapita Provinsi Sumatera Barat
2. Untuk tujuan kedua, menganalisis peran dan kontribusi sektor pertanian dalam pertumbuhan ekonomi DOHP dibandingkan dengan daerah induknya di provinsi Sumatera Barat menggunakan analisis pengganda, yang diformulasikan sebagai berikut (Budiharsono dalam Agustono,2013:287):
M = Y/Yp
Dimana:
Y = Total PDRB
3. Untuk tujuan ketiga, yaitu menganalisis perkembangan kontribusi sektor pertanian di DOHP dibandingkan daerah induknya di provinsi Sumatera Barat. Sebelum menganalisis perkembangannya kita perlu mengetahui dahulu kontribusi sektor pertanian dalam PDRB dengan menggunakan rumus di bawah ini:
Kontribusi sektor = PDRBit x 100% PDRBt Total
dimana:
PDRBit = PDRB sektor i pada tahun t PDRBt total = Jumlah PDRB pada tahun t
Kemudian untuk menganalisis perkembangan kontribusi sektor pertanian di Daerah Otonomi Hasil Pemekaran dengan menggunakan analisis trend dengan teknik bunga berganda. Formula umum yang digunakan yaitu (Sjafrizal,2009:147):
i =
√
[log (Pt / Po)/t] – 1Untuk mengetahui nilai Pt dapat menggunakan rumus di bawah ini:
Pt = Po (1+i)t
Dimana:
Pt = nilai variable yang dianalisis pada tahun t Po = nilai variable tersebut pada tahun dasar
A. Gambaran Umum Daerah Provinsi Sumatera Barat 1. Letak Geografis dan Batas Wilayah
Daerah Pemerintah Sumatera Barat terletak di sebelah barat pulau Sumatera dengan luas daerah sekitar 42,2 ribu Km2. Letak geografis provinsi Sumatera Barat terletak antara 00 54’ Lintang Utara dan 30 30’ Lintang Selatan serta 980 36’ dan 1010 53’ Bujur Timur. Provinsi Sumatera Barat ini dibatasi oleh (BPS,2011): Samudera Indonesia di sebelah Barat.
a. Provinsi Sumatera Utara di sebelah Utara b. Provinsi Riau di sebelah Timur
c. Provinsi Jambi di sebelah Selatan
Letak geografis Pemerintah Sumatera Barat dikelilingi oleh daratan kecuali di sebelah Barat yang berbatasan dengan Samudera Indonesia, sehingga membuat provinsi ini bisa melakukan hubungan kegiatan ekonomi yang mudah dengan provinsi Sumatera Utara, Riau dan Jambi yang mengelilinginya.
2. Wilayah Administrasi
Pemerintah Sumatera Barat secara administratif kini terdiri dari 12 Kabupaten dan 7 Kota, dapat dilihat pada dibawah ini.
Tabel 3. Kabupaten/Kota di Daerah Pemerintah Sumatera Barat
Kabupaten Luas (Km2) Kota Luas (Km2)
Kepulauan Mentawai 6.011,35 Padang 694,96
Pesisir Selatan 5.794,95 Solok 57,64
Solok 3.738,00 Sawah Lunto 273,45
Sijunjung 3.130,80 Padang panjang 23,00
Tanah Datar 1.336,00 Bukittinggi 25,24
Padang Pariaman 1.328,79 Payakumbuh 80,43
Agam 2.232,30 Pariaman 73,36
50 Kota 3.354,30
Pasaman 3.947,63
Solok Selatan 3.346,20
Dharmasraya 2.961,13
Pasaman barat 3.887,77
Sampai saat ini Pemerintah Sumatera Barat dengan ibukota Padang ini telah mengalami beberapa kali pemekaran, dari 14 Kabupaten/Kota pada tahun 1998 berkembang menjadi 15 Kabupaten/Kota pada tahun 1999. Pada saat itu Kabupaten/Kota yang dilakukan pemekaran yaitu: Kabupaten Kepulauan Mentawai (pemekaran dari Kabupaten Padang Pariaman pada tahun 1999). Kemudian pada tahun 2003 bertambah menjadi 18 Kabupaten/Kota dengan Kabupaten Baru tersebut adalah Kabupaten Dharmasraya, Solok Selatan dan Pasaman Barat. Pada tahun 2007, berkembang lagi menjadi 19 Kabupaten. Kota dengan munculnya Kota Sawahlunto (pemekaran dari Kabupaten Sijunjung).
a. Kabupaten Kepulauan Mentawai
i. Struktur Ekonomi
Perekonomian di Kabupaten Kepulauan Mentawai didominasi oleh dua sektor yaitu sektor pertanian, dan sektor perdagangan, hotel dan restoran.
Tabel 4. Distribusi PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Kabupaten Kepualauan Mentawai tahun 2004 – 2012 (%).
Lapangan Usaha 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Pertanian 55.61 55.06 54.25 54.25 54.19 53.93 53.83 53.80 53.50
Pertambangan 0.39 0.39 0.39 0.38 0.39 0.39 0.39 0.39 0.39
Industri Pengolahan 9.20 9.04 9.12 9.00 8.87 8.68 8.48 8.29 8.08
Listrik,Gas dan Air Bersih 0.11 0.11 0.12 0.12 0.12 0.12 0.12 0.12 0.13
Bangunan 2.30 2.29 2.35 2.39 2.51 2.62 2.70 2.76 2.81
Perdagangan,Hotel dan
Restoran 21.74 21.91 22.18 22.10 22.03 22.17 22.05 21.93 22.29
Pengangkutan dan
Komunikasi 4.94 5.42 5.75 5.87 5.95 6.08 6.28 6.46 6.54
Keuangan, Persewaan dan
Jasa Perusahaan 1.03 1.04 1.05 1.04 1.06 1.09 1.11 1.13 1.16
Jasa-jasa 4.68 4.74 4.79 4.85 4.88 4.92 5.04 5.10 5.11
TOTAL 100 100 100 100 100 100 100 100 100
Sumber: BPS Sumatera Barat dalam beberapa tahun
hanya pada tahun 2007 mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya yaitu sebesar 0,004 persen.
Kemudian kontribusi sektor perdagangan, hotel dan restoran selama kurun waktu 2004 – 2012 cenderung berfluktuasi. Di mana penurunan terbesar yaitu pada tahun 2010 sebesar 0,56 persen dari tahun sebelumnya. Dan kenaikan terbesar terjadi pada tahun 2012 yaitu sebesar 1,65 persen dari tahun sebelumnya.
ii. Sektor Pertanian
Kabupaten Kepulauan Mentawai sepanjang tahun 2004 – 2012 sektor pertanian mendominasi PDRB daerahnya. Apabila dilihat dari subsektor pertaniannya, maka subsektor kehutanan menjadi sektor yang paling banyak menyumbang terhadap PDRB sektor pertanian yang kemudian disusul oleh subsektor perikanan dan subsektor pangan. Luas lahan hutan di Kabupaten Kepulauan Mentawai yaitu 456.956 ha dan luas lahan sawah yaitu 619 ha, serta subsektor perkebunanan yaitu 16.944 ha (Kabupaten Kepulauan Mentawai dalam angka 2012).
Kontribusi subsektor pangan dan hortikultura sepanjang tahun 2004 – 2012 dalam PDRB sektor pertanian mengalami penurunan setiap tahunnya yaitu setiap tahunnya mengalami penurunan 0,07 persen. Hal ini juga terjadi pda subsektor kehutanan dimana pada tahun 2004 – 2012, subsektor ini rata-rata mengalami penurunan kontribusi dalam PDRB sektor pertanian sebesar 2,74 persen. Sedangkan untuk subsektor perkebunan, peternakan dan perikanan mengalami pertumbuhan yaitu rata-rata setiap tahunnya sebesar 5,42 persen, 1,39 persen, dan 2,33 persen.
hijau rata-rata sebesar 50,64 ton/tahun dan 16,98 ton/tahun. Sedangkan produksi komoditi kacang kedelai rata-rata hanya sebesar 4,6 ton/tahun.
Subsektor tanaman perkebunan di Kabupaten Kepulauan Mentawai di dominasi oleh kelapa yang rata-rata produksinya sepanjang tahun 2008 – 2012 yaitu sebanyak 5655.22 ton/tahun, kemudian disusul oleh komoditi kakao yang rata-rata produksinya setiap tahun sebesar 1635,46 ton/tahun. Kemudian untuk komoditi cengkeh dan pala rata-rata produksinya setiap tahun sebanyak 530,85 ton/tahun dan 437,4 ton/tahun. Sedangkan untuk komoditi tanaman karet rata-rata produksinya hanya sebesar 16,5 ton/tahun.
Pada susbsektor peternakan, populasi ternak sapi sepanjang tahun 2008 – 2012 rata-rata sebanyak 1.162 ekor/tahun dan jumlah pemotongannya rata-rata setiap tahunnya sebanyak 106 ekor/tahun. Untuk populasi kerbau pada periode 2008 – 2012 rata-rata sebanyak 117 ekor/tahun dan jumlah pemotongannya sebanyak 7 ekor/tahun. Kemudian untuk populasi ternak kambing rata-rata sebanyak 648 ekor/tahun dan jumlah pemotongannya sebanyak 77 ekor/tahun. Sedangkan rata-rata populasi ternak babi sepanjang tahun 2008 – 2012 yaitu sebanyak 31.202 ekor/tahun dan jumlah pemotongannya rata-rata sebanyak 6.771 ekor/tahun.
Kemudian untuk susbektor perikanan di Kabupaten Kepulauan Mentawai sepanjang tahun 2008 – 2012 produksinya cenderung mengalami peningkatan yaitu pada tahun 2008 produksinya 224 ton, tahun 2009 sebesar 2.471 ton, pada tahun 2010 mengalami penurunan dari tahun sebelumnya menjadi sebesar 328 ton, kemudian pada tahun 2011 dan 2012 mengalami peningkatan produksi yang cukup signifikan yaitu sebesar 2.267,35 ton dan 4.148 ton.
b. Kabupaten Dharmasraya
i. Struktur Ekonomi
tahun 2007 sampai tahun 2012. Di mana rata-rata penurunan kontribusi sektor pertanian pada 2007 – 2012 yaitu sebesar 1,34 persen.
Sektor jasa di Kabupaten Dharmasraya merupakan penyumbang kedua terbesar dalam perekonomian daerah. Apabila dilihat pada tahun 2004 – 2012, kontribusi sektor ini cenderung meningkat walaupun pada tahun 2007 – 2010 mengalami penurunan yaitu rata-rata sebesar 0,23 persen, kemudian pada tahun 2011-2012 mengalami peningkatannya rata-rata sebesar 1,27 persen.
Kemudian sektor penyumbang ketiga terbesar yaitu sektor perdagangan, hotel dan restoran. Di mana sektor ini ini mengalami penurunan pada tahun 2006 dan 2008 yaitu sebesar 0,34 dan 0,99 persen. Kemudian pada tahun selanjutnya sektor ini mengalami peningkatan hingga tahun 2012.
Tabel 5. Distribusi PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Kabupaten Dharmasraya tahun 2004 – 2012 (%)
Sumber: BPS Sumatera Barat dalam beberapa tahun
ii. Sektor Pertanian
Di Kabupaten Dharmasraya, subsektor yang mendominasi PDRB sektor pertanian sepanjang tahun 2004 – 2012 yaitu subsektor tanaman perkebunan. Dimana sumbangan subsektor ini dalam PDRB sektor pertanian yaitu rata-rata sebesar 60,47 persen/tahun pada tahun 2004 – 2012. Kemudian yang paling banyak kedua menyumbang terhadap PDRB sektor pertanian yaitu subsektor tanaman pangan yaitu
Lapangan Usaha 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Pertanian 39.70 39.55 39.39 39.29 37.31 37.45 37.10 36.78 36.28
Pertambangan 3.95 3.92 3.93 3.95 5.88 5.83 6.09 6.16 6.23
Industri Pengolahan 6.94 6.91 6.88 6.84 6.80 6.65 6.55 6.46 6.45 Listrik,Gas dan Air
Bersih 0.96 0.97 1.02 1.05 1.01 0.95 0.92 0.92 0.93
Bangunan 10.72 10.83 10.90 10.97 11.20 11.26 11.38 11.30 11.40 Perdagangan,Hotel
dan Restoran 11.50 11.54 11.50 11.52 11.40 11.46 11.50 11.57 11.59 Pengangkutan dan
Komunikasi 6.37 6.32 6.39 6.43 6.37 6.33 6.28 6.29 6.38 Keuangan, Persewaan
dan Jasa Perusahaan 3.76 3.83 3.93 4.01 4.09 4.15 4.28 4.33 4.42
Jasa-jasa 16.10 16.13 16.05 15.95 15.95 15.92 15.90 16.18 16.31
ratarata setiap tahunnya menyumbang 17,69 persen/tahun sepanjang tahun 2004 -2012. Untuk subsektor peternakan dan kehutanan setiap tahunnya rata-rata menyumbang dalam PDRB sektor pertanian yaitu sebesar 8,09 persen/tahun dan 8,01 persen/tahun. Sedangkan subsektor perikanan hanya menyumbang rata-rata sebesar 5,73 persen/tahun pada tahun 2004 – 2012.
Subsektor tanaman pangan didominasi oleh komoditi padi dimana luas lahannya rata sepanjang tahun 2008 – 20012 sebesar 594,4 ha dan produksi rata-rata setiap tahun sebanyak 1.355,8 ton/tahun. Untuk komoditi jagung, luas lahannya rata-rata sebesar 769,8 ha/tahun dan produksi rata-ratanya sebenayak 5019,4 ton/ha. Luas lahan untuk komoditi kedelai, kacang tanah dan kacang hijau rata-rata sebesar 66,8 ha/tahun, 85,6 ha/tahun, dan 23,6 ha/tahun. Kemudian untuk produksi rata-rata ketiga komoditi tersebut sepanjang tahun 2008 – 2012 berturut-turut sebanyak 232,8 ton/tahun, 342 ton/tahun dan 43,4 ton/tahun. Sedangkan untuk komoditi ubi kayu dan ubi jalar luas lahannya rata-rata sebesar 161,4 ha/tahun dan 25,6 ha/tahun. Dan produksi rata-rata setiap tahunnya sebanyak 2496,2 ton/tahun dan 234,4 ton/tahun.
Subsektor tanaman perkebunan di Kabupaten Dharmasraya didominasi oleh komoditi kelapa sawit yang produksi rata-rata sepanjang tahun 2008 – 2012 yaitu sebanyak 394.304 ton/tahun. Kemudian disusul oleh komoditi tanaman karet yang produksi rata-ratanay sebanyak 31.191,7 ton/tahun. Untuk komoditi tanaman kakao dan kelapa produksi rata-rata sepanjang tahun 2008 – 2012 berturut-turut sebanyak 933,7 ton/tahun dan 815,6 ton/tahun. Sedangkan untuk komoditi tanaman kopi rata-rata produksinya hanya sebanyak 379,8 ton/tahun sepanjang tahun 2008 – 2012.
Pada subsektor perikanan, karena wilayah Kabupaten Dharmasraya tidak memiliki wilayah laut, jadi perikanan yang ada di Kabupaten ini hanya perikanan budidaya. Di mana jumlah produksi ikan budidaya pada tahun 2009 sebanyak 1.528,12 ton, tahun 2010 sebanyak 1.523,62 ton/tahun, tahun 2011 sebanyak 10.434,6 ton dan pada tahun 2012 sebanyak 11.348,7 ton.
c. Kabupaten Solok Selatan
i. Struktur Ekonomi
Sektor yang dominan dalam perekonomian Kabupaten Solok Selatan yaitu sektor pertanian, perdagangan, hotel dan restoran, dan jasa-jasa. Sektor pertanian merupakan penyumbang tersebesar dalam perkonomian kabupaten Solok Selatan. Tidak hanya di Kabupaten Dharmasraya saja kontribusi sektor pertanian mengalami penurunan, hal ini juga terjadi pada Kabupaten Solok Selatan. Untuk melihat perkembangan kontribusi semua sektor dalam PDRB Kabupaten Solok Selatan bisa dilihat pada tabel berikut.
Tabel 6. Distribusi PDRB Atas Dasat Harga Konstan 2000 Solok Selatan Menurut Lapangan Usaha Kabupaten Solok tahun 2004 – 2012 (%)
Sumber: BPS Sumatera Barat dalam beberapa tahun
Lapangan Usaha 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Pertanian 39.08 38.86 38.52 38.21 37.96 37.62 37.08 36.60 36.10
Pertambangan 5.92 6.10 6.28 6.40 6.50 6.60 6.73 6.86 6.99
Lapangan Usaha 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Industri Pengolahan 10.46 10.31 10.12 10.03 9.95 9.83 9.75 9.66 9.56
Listrik,Gas dan Air Bersih 0.68 0.70 0.72 0.73 0.74 0.76 0.77 0.78 0.79
Bangunan 6.79 6.91 7.09 7.27 7.45 7.62 7.82 8.01 8.20
Perdagangan,Hotel dan
Restoran 18.33 18.47 18.63 18.77 18.85 18.90 19.04 19.14 19.24
Pengangkutan dan
Komunikasi 6.14 6.20 6.29 6.37 6.44 6.51 6.59 6.66 6.72
Keuangan, Persewaan dan
Jasa Perusahaan 2.38 2.34 2.36 2.37 2.37 2.37 2.37 2.37 2.36
Jasa-jasa 10.22 10.10 9.96 9.86 9.74 9.62 9.85 9.93 10.05
Pada kurun waktu 2004 – 2012 sektor pertanian mengalami penurunan sebesar 0,99 persen. Namun, sektor perdagangan, hotel dan restoran yang merupakan penyumbang kedua terbesar dalam PDRB Kabupaten Solok Selatan sepanjang kurun waktu 2004 – 2010 mengalami peningkatan kontribusi rata-rata sebesar 0,61 persen. Kemudian sektor jasa-jasa di Kabupaten Solok Selatan pada kurun waktu 2004 – 2012 sempat mengelami penurunan pada tahun 2005 – 2009, di mana rata-rata penurunannya sebesar 1,20 persen. Namun, pada tahun 2010 – 2012 sektor jasa-jasa mengalami peningkatan yaitu rata-rata sebesar 1,45 persen.
ii. Sektor Pertanian
Sektor pertanian di Kabupaten Solok Selatan didominasi oleh subsektor tanaman perkebunan. Hal ini bisa dilihat dari PDRB sektor pertaniannya yang didominasi oleh subsektor tanaman perkebunan. Dimana sepanjang tahun 2004 – 2012 rata-rata subsektor tanaman perkebunan menyumbang sebesar 47,92persen/tahun. Subsektor tanaman pangan rata-rata menyumbang sebesar 33,66 persen/tahun selama periode tahun 2004 – 2012. Untuk subsektor peternakan menyumbang sebesar 10,32 persen/tahun. Sedangkan untuk subsektor kehutanan dan perikanan hanya menyumbang berturut-turut sebesar 7,46 persen/tahun dan 0,63 persen/tahun.
Subsektor tanaman pangan di Kabupaten Solok Selatan didominasi oleh komoditi tanaman padi. Pada tahun 2012 luas lahan padi yaitu sebesar 27.430 ha dan produksinya sebanyak 135.648 ton. Untuk komoditi tanaman jagung luas lahannya sebesar 4.051 ha dan jumlah produksi nya 31.486 ton. Komoditi tanaman kedelai, kacang tanah dan kacang hijau luas lahannya berturut-turut sebesar 150 ha, 481 ha dan 70 ha dan produksinya untuk masing-masing komoditi yaitu sebanyak 223 ton, 1.036 ton dan 68 ton. Sedangkan untuk luas lahan komoditi tanaman ubi kayu dan ubi jalar yaitu sebesar 150 ha dan 145 ha, dan untuk produksinya masing-masing sebanyak 5.608 ton dan 5.546 ton.
produksi rata-rata sebanyak 10.369,5 ton/ha. Untuk komoditi tanaman kelapa sawit sepanjang tahun 2011 – 2012 rata-rata luas lahannya sebesar 1.112,5 ha dan rata-rata produksinya sebanyak 4.232 ton/ha. Luas lahan komoditi tanaman kayu manis, kelapa dan kopi rata-rata berturut-turut sebesar 1.830 ha/tahun, 1.832 ha/tahun, dan 3.447 ha/tahun, untuk produksi masing-masing komoditi rata-rata sebanyak 1.830 ton/tahun, 1.887,5 ton/tahun dan 1.298 ton/tahun. Sedangkan untuk komoditi tanaman kakao luas lahannya rata-rata sebesar 1.367,5 ha/tahun dan rata-rata produksinya hanya 259 ton/tahun.
Subsektor peternakan di Kabupaten Solok Selatan, ternak dengan populasi terbanyak yaitu ternak sapi yang populasinya sepanjang tahun 2011 dan 2012 sebanyak 7.663 ekor dan 7.837 ekor. Untuk ternak kerbau pada tahun 2011 – 2012, populasinya sebanyak 6.999 ekor dan 7.210 ekor. Sedangkan populasi ternak kambing pada tahun 2011 dan 2012 sebanyak 8.395 ekor dan 8.476 ekor.
Untuk subsektor perikanan, yang ada di Kabupaten Solok Selatan yaitu ikan budidaya yaitu produksinya pada tahun 2011 sebanyak 1.028,6 ton dan pada tahun 2012 menurun menjadi sebanyak 344,9 ton.
d. Kabupaten Pasaman Barat
i. Struktur Ekonomi
Perekonomian di Kabupaten Pasaman barat didiominasi oleh sektor pertanian, sektor perdagangan, hotel dan restoran, dan industri pengolahan. Sektor pertanian menjadi sektor penyumbang terbesar dalam perekonomian Kabupaten Pasaman Barat. Berbeda dengan kabupaten Dharmasaraya dan Solok Selatan, kontribusi sektor pertanian di Kabupaten Pasaman Barat pada kurun waktu 2004 – 2012 setiap tahunnya mengalami peningkatan. Dimana pada tahun 2004 kontribusi sektor pertanian sebesar 30,93 persen dan pada tahun 2012 sebesar 33,27 persen.
Kemudian, penyumbang terbesar ketiga yaitu sektor industri pengolahan. Sektor ini pada kurun waktu 2004 – 2012 cenderung mengalami penurunan. Penurunan terjadi pada tahun 2005 – 2012 yaitu rata-rata sebesar 0,81 persen.
Tabel 7. Distribusi PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Kabupaten Pasaman Barat tahun 2004 – 2012 (%)
Sumber: BPS Sumatera Barat dalam beberapa tahun
ii. Sektor Pertanian
Sektor pertanian di Kabupaten Pasaman Barat didominasi oleh subsektor tanaman perkebunan, kemudian disusul susbektor tanaman pangan, subsektor kehutanan, subsektor perikanan dan subsektor peternakan. Dilihat dari tahun 2004 – 2012, subsektor tanaman perkebunan menyumbang rata-rata sebesar 67,92 persen/tahun, subsektor tanaman pangan menyumbang rata-rata sebesar 20,26 persen/tahun, subsektor kehutanan menyumbang rata-rata sebesar 5,7 persen, dan susbektor perikanan dan subsektor peternakan masing-masing menyumbang rata-rata sebesar 3,53 persen dan 2,6 persen.
Subsektor tanaman pangan didominasi oleh komoditi tanaman jagung, dimana sepanjang tahun 2008 – 2012 luas lahan komoditi ini rata-rata sebesar 40.931,2 ha/tahun dan produksinya rata-rata sebanyak 277.264,5 ton/tahun. Untuk luas lahan komoditi tanaman padi yaitu rata-rata sebesar 20.660,6 ha/tahun dan produksinya sebesar 99.891.7 ha/tahun. Untuk luas lahan komoditi tanaman kedelai, kacang tanah
Lapangan Usaha 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Pertanian 30.93 31.51 31.79 32.09 32.35 32.60 32.82 33.04 33.27
Pertambangan 0.99 0.98 0.96 0.94 0.92 0.90 0.88 0.86 0.84
Industri Pengolahan 23.25 23.03 22.89 22.69 22.51 22.34 22.16 21.98 21.79
Listrik,Gas dan Air Bersih 0.13 0.13 0.14 0.13 0.13 0.13 0.13 0.13 0.13
Bangunan 3.18 3.14 3.13 3.14 3.14 3.15 3.15 3.16 3.16
Perdagangan,Hotel dan
Restoran 25.41 25.53 25.72 25.98 26.22 26.41 26.58 26.76 26.92
Pengangkutan dan
Komunikasi 3.53 3.45 3.43 3.45 3.46 3.45 3.44 3.41 3.39
Keuangan, Persewaan dan
Jasa Perusahaan 1.97 1.94 1.92 1.90 1.89 1.88 1.87 1.86 1.85
Jasa-jasa 10.61 10.29 10.01 9.68 9.38 9.13 8.97 8.81 8.64
dan kacang hijau luas lahan rata-rata yaitu sebesar 307,2 ha/tahun, 2.401,4 ha/tahun dan 519,8 ha/tahun, untuk rata-rata produksi masing-masing komoditi yaitu sebanyak 770,56 ton/tahun, 5.825,2 ton/tahun dan 648,31 ton/tahun. Sedangkan untuk luas lahan tanaman ubi kayu dan ubi jalar rata-rata sebesar 265 ha/tahun dan 215,2 ha/tahun dan rata-rata produksi masing-masing komoditi sebanyak 10.797,8 ton/tahun dan 5.624,6 ton/tahun.
Subsektor tanaman perkebunan di Kabupaten Pasaman Barat didominasi oleh komoditi tanaman kelapa sawit, dimana rata-rata luas lahannya sepanjang tahun 2008 – 2012 yaitu sebesar 94.629,4 ha/tahun dan rata-rata produksinya sebesar 240.003,8 ton/tahun. Untuk rata-rata luas lahan komoditi tanaman kakao yaitu sebesar 10.932,2 ha/tahun dan rata-rata produksinya sebanyak 6.968,4 ton/tahun. Untuk rata-rata luas lahan komoditi tanaman karet, kelapa dan kopi masing-masing sebesar 7.606 ha/tahun, 2.756,6 ha/tahun, dan 960,4 ha/tahun, dan untuk rata-rata masing-masing komoditi yaitu sebanyak 5.259,06 ton/tahun, 2.047,5 ton/tahun dan 243,3 ton/tahun. Sedangkan untuk komoditi kayu manis, rata-rata luas lahannya sebesar 97,8 ha dan rata-rata produksinya sebanyak 120,5 ton/tahun.
Subsektor peternakan didominasi oleh ternak sapi, kambing dan kerbau. Di mana rata-rata populasi sapi sepanjang tahun 2008 – 2012 yaitu sebanyak 13.779 ekor/tahun dan rata jumlah pemotongan pertahun yaitu 2.211 ekor. Untuk rata-rata populasi kambing yaitu sebanyak 13.167 ekor/tahun dan rata-rata-rata-rata jumlah pemotongan kambing yaitu 1.369 ekor/tahun. Sedangkan rata-rata populasi kerbau yaitu sebanyak 2.460 ekor/tahun dan rata-rata jumlah pemotongan sebanyak 135 ekor/tahun.
Subsektor perikanan di Kabupaten Pasaman Barat, hasil produksi ikan laut sepanjang tahun 2008 – 2012 rata-rata sebanyak 80.470 ton/tahun dan untuk ikan budidaya yaitu sebanyak 1.737 ton/tahun.
3. Kependudukan
penduduk terbanyak yaitu berada di Kota Padang sebanyak 833.562 dan yang paling sedikit jumlah penduduknya berada di Padang Panjang dengan jumlah penduduk sebanyak 47.008.
Tabel 8. Jumlah Penduduk Provinsi Sumatera Barat menurut Kabupaten/Kota Tahun 2010
No Kabupaten/Kota Jumlah Penduduk Kepadatan Penduduk (Jiwa/Km2)
1 Kepulauan Mentawai 76.173 12,67
2 Pesisir Selatan 429.246 74,07
3 Solok 348.366 93,25
4 Sijunjung 201.823 64,46
5 Tanah Datar 338.494 253,36
6 Padang Pariaman 391.056 294,29
7 Agam 454.853 203,76
8 50 Kota 348.555 103,91
9 Pasaman 253.299 56,95
10 Solok Selatan 144.281 43,12
11 Dharmasraya 191.442 64,64
12 Pasaman Barat 365.129 107,78
13 Padang 833.562 1.119,44
14 Solok 59.396 1.030,46
15 Sawahlunto 56.866 207,96
No Kota
16 Padang Panjang 47.008 2.043,83
17 Bukittinggi 111.312 4.410,14
18 Payakumbuh 116.825 1.425,51
19 Pariaman 79.043 1.077,47
Sumatera Barat 4.846.909 114,59
Sumber: BPS Sumatera Barat, 2011
adalah Kabupaten Kepulauan Mentawai yaitu hanya 12 jiwa/km2. Perincian mengenai jumlah penduduk Provinsi Sumatera Barat menurut Kabupaten/Kota dapat dilihat pada tabel 8.
4. Ketenagakerjaan
Di daerah Provinsi Sumatera Barat, terdapat tiga masalah ketenagakerjaan yang menjadi perhatian pemerintah adalah perluasan lapangan kerja, peningkatan kemampuan dan keterampilan tenaga kerja, serta perlindungan tenaga kerja. Kondisi keamanan dan kenyamanan berusaha serta kemampuan daya beli masyarakat yang tinggi akan memperluas usaha, dengan sendirinya akan memperluas lapangan pekerjaan sehingga pengangguran berkurang. Penduduk yang berpendidikan dan terampil juga akan meningkatkan kualitas tenaga kerja.
Tabel 9. Persentase Penduduk Sumatera Barat Berumur 15 Tahun Keatas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan tahun 2010.
No Sektor Persentase (%)
1 Pertanian, Kehutanan, Perburuan, Perikanan 44,10
2 Pertambangan 1,21
3 Industri Pengolahan 6,78
4 Listrik, Gas dan Air 0,18
5 Bangunan 5,11
6 Perdagangan Besar, Eceran, Rumah Makan dan Hotel 19,90
7 Angkutan, Pergudangan, Komunikasi 4,98
8 Keuangan, Asuransi, Usaha Persewaan Bangunan,
Tanah dan Jasa Perusahaan
1,12
9 Jasa Kemasyarakatan 16,63
Sumber: BPS Sumatera Barat, 2011