I. Pendahuluan
Pada awal tahun 2004 kita dikejutkan kembali dengan merebaknya penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD), dengan jumlah kasus yang cukup banyak. Hal ini mengakibatkan sejumlah rumah sakit menjadi kewalahan dalam menerima pasien DBD. Untuk mengatasinya pihak rumah sakit menambah tempat tidur di lorong-lorong rumah sakit serta merekrut tenaga medis dan paramedis. Merebaknya kembali kasus DBD ini menimbulkan reaksi dari berbagai kalangan. Sebagian menganggap hal ini terjadi karena kurangnya kesadaran masyarakat akan kebersihan lingkungan dan sebagian lagi menganggap karena pemerintah lambat dalam mengantisipasi dan merespon kasus ini.
Sejak Januari sampai dengan 5 Maret tahun 2004 total kasus DBD di seluruh propinsi di Indonesia sudah mencapai 26.015, dengan jumlah kematian sebanyak 389 orang (CFR=1,53% ). Kasus tertinggi terdapat di Propinsi DKI Jakarta (11.534 orang) sedangkan CFR tertinggi terdapat di Propinsi NTT (3,96%). Pada tahun 2005 ada 159 kasus, 2006 sebanyak 116 kasus, tahun 2007 mencapai 264 kasus dan tahun 2009 sebanyak 399 kasus.
Penyakit Demam Berdarah atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) ialah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegyptidan Aedes
albopictus. Kedua jenis nyamuk ini terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia, kecuali di
tempat-tempat ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan air laut.
Penyakit DBD sering salah didiagnosis dengan penyakit lain seperti flu atau tipus. Hal ini disebabkan karena infeksi virus dengue yang menyebabkan DBD bisa bersifat asimtomatik atau tidak jelas gejalanya. Data di bagian anak RSCM menunjukkan pasien DBD sering menunjukkan gejala batuk, pilek, muntah, mual, maupun diare. Masalah bisa bertambah karena virus tersebut dapat masuk bersamaan dengan infeksi penyakit lain seperti flu atau tipus. Oleh karena itu diperlukan kejelian pemahaman tentang perjalanan penyakit infeksi virus dengue, patofisiologi, dan ketajaman pengamatan klinis. Dengan pemeriksaan klinis yang baik dan lengkap, diagnosis DBD serta pemeriksaan penunjang (laboratorium) dapat membantu terutama bila gejala klinis kurang memadai.
Penyakit DBD pertama kali di Indonesia ditemukan di Surabaya pada tahun 1968, akan tetapi konfirmasi virologis baru didapat pada tahun 1972. Sejak itu penyakit tersebut menyebar ke berbagai daerah, sehingga sampai tahun 1980 seluruh propinsi di Indonesia kecuali Timor-Timur telah terjangkit penyakit. Sejak pertama kali ditemukan, jumlah kasus menunjukkan kecenderungan meningkat baik dalam jumlah maupun luas wilayah yang terjangkit dan secara sporadis selalu terjadi KLB setiap tahun.
KLB DBD terbesar terjadi pada tahun 1998, dengan Incidence Rate (IR) = 35,19 per 100.000 penduduk dan CFR = 2%. Pada tahun 1999 IR menurun tajam sebesar 10,17%, namun tahun-tahun berikutnya IR cenderung meningkat yaitu 15,99 (tahun 2000); 21,66 (tahun 2001); 19,24 (tahun 2002); dan 23,87 (tahun 2003).
Meningkatnya jumlah kasus serta bertambahnya wilayah yang terjangkit, disebabkan karena semakin baiknya sarana transportasi penduduk, adanya pemukiman baru, kurangnya perilaku masyarakat terhadap pembersihan sarang nyamuk, terdapatnya vektor nyamuk hampir di seluruh pelosok tanah air serta adanya empat sel tipe virus yang bersirkulasi sepanjang tahun. Sedangkan
nyamuk Aedes aegypti masih tersebar luas di pelosok tanah air kecuali di ketinggian > 1000 meter dari permukaan laut, masih banyak di ketemuinya jentik di rumah (30,5%), sekolah (31,5%), tempat-tempat umum (27,6%), sedangkan pengetahuan sikap perilaku terhadap DBD 53,3%.
II. Tujuan
Program ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan hidup sehat bagi setiap masyarakat agar terhindar dari penyakit DBD melalui terciptanya masyarakat yang hidup dengan perilaku dan lingkungan yang sehat terbatas dari penyakit DBD, serta memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu dan merata.
III. Kebijaksanaan
Mengingat obat dan vaksin pencegah penyakit DBD hingga dewasa ini belum ada maka upaya pemberanyasan DBD dititik beratkan pada:
1. Kewaspadaan dini terhadap penyakit DBD dengan melaksanakan surveilans vektor guna mencegah
dan membatasi agar tidak terjadi KLB/wabah. 2. Pemberantasan nyamuk penularnya
Nyamuk dewasa Jentik
IV. Strategi
Karena titik berat program pemberantasan penyakit DBD adalah penggerakan masyarakat melalui Pemberantasan Sarang Nyamuk DBD meliputi:
1. Menyelanggarakan penyuluhan kepada masyarakat agar mampu secara mandiri mencegah penyakit DBD.
2. Penggerakan masyarakat dalan pemberantasan sarang nyamuk DBD melalui kerjasama lintas program yang dikoordinasikan oleh kepala wilayah/daerah.
3. Melakukan tindakan kewaspadaan dini kasus/KLB-DBD.
4. Melaksanakan pengobatan/pertolongan penderita DBD di RS dan puskesmas. 5. Menanggulangi secepatnya KLB-DBD agar penyebaran dapat dibatasi.
V. Sasaran, Waktu, Tempat Pelayanan, Dan Tenaga Pelaksana.
A. Sasaran
Sasaran adalah seluruh masyarakat di kelurahan Tobimeita dan Anggalo Melai kecamatan Abeli yang mempunyai faktor resiko tinggi terhadap penyebaran penyakit Demam Berdarah Dengue.
B. Waktu Pelaksanaan
Kegiatan ini dilaksanakan di kelurahan Tobimeita dan Anggalo Melai kecamatan Abeli selama 4 minggu pada tanggal 1-28 Desember 2011.
C. Tempat Pelayanan
Program pemberantasan penyakit Demam Berdarah Dengue ini dengan menggunakan metode pemfogingan dan abatesasi yang dilaksanakan di seluruh kediaman warga Kelurahan Tobimeita dan anggolo Melai. Sedangkan tempat pelayanan penyuluhan adalah di posyandu atau tempat-tempat lain berdasarkan kesepakatan, misalnya puskesmas, puskesmas pembantu, polindes,dll.
D. Tenaga
Jumlah tenaga disesuaikan dengan sasaran yang ada. Tenaga pelaksana program pemberantasa penyakit DBD ini terdiri atas tenaga paramedis, non paramedis dan kader dengan tugas sebagai berikut:
a. Tenaga Kesehatan
Tenaga paramedis untuk memeriksa kesehatan masyarakat baik penderita DBD maupun yang
belum menderita DBD.
Tenaga non paramedis untuk mencatat, membantu mengisi kartu, menyiapkan sarana
pelayanan,dll. b. Kader bertugas:
Pendataan sasaran
Penyuluhan
Menyiapkan tempat pelayanan
VI. Kegiatan Pokok Program
Untuk mencapai keberhasilan program pemberantasan penyakit DBD dilakuakan kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
No
Kegiatan
Minggu
I
II
III
IV
1
Tahap Persiapan (Kewaspadaan Dini)
-b.Mobilisasi sumber dana
-
-
-c. Pelatihan
d. Kunjungan rumah
e. Penemuan dan pelaporan penderita
f. Penyuluhan
g.Penggerakan masyarakat
2
Tahap Pelaksanaan (Penanggulangan KLB)
a.Gerakan 3M (PSN-DBD)
b.Fogging
-
-
c.Abatisasi
-
-3
Pembinaan (Meningkatkan SDM)
4
Monitoring dan Evaluasi
Monitoring dan Evaluasi
Pemantauan Kegiatan
Pemantauan dilaksanakan untuk setiap tahap kegiatan sesuai dengan rencana. 1. Pemantauan dilakukan melalui:
~ Sistem pencatatan dan pelaporan program.
~ Unit pengaduan masyarakat.
~ Kunjungan rumah
2. Tindak Lanjut Pemantauan dilakukan melalui: ~ Umpan Balik
~ Supervisi
~ Bimbingan teknis
Evaluasi Kegiatan
Evaluasi dilakukan secara bertahap. Evaluasi hasil kegiatan berupa:
a. jumlah penderita DBD yang diberikan pengobatan dan penyuluhan di desa-desa resiko tinggi.
b. Jumlah fogging yang dipakai.
c. Lokasi dan jumlah pos pelayanan.
d. Masalah pendistribusian bubuk abate.
e. Masalah-masalah lain.
VII. Anggaran Kegiatan
Sumber dana dari APBN dan APBD.
- Dana dari APBN berupa penyedian Fogging dan bubuk Abate. - Dana dari APBD berupa biaya operasional.yakni:
No.
Biaya Operasional
Jumlah
Rp.50.000 x 15 org x 10 hr/4 mgg
Rp.7.500.000
2
Biaya Transpor/ Satuan Output
Rp.20.000 x 15 org x 10 hr/4 mgg
Rp. 3.000.000
3
Biaya Snack/ Satuan Output
Rp.15.000 x 15 org x 10 hr/4
mgg
Rp 2.250.000
4
Biaya tidak tetap/ Satuan Output
Rp.500.000
KERANGKA ACUAN
EVALUASI PELATIHAN MANAJEMEN DAN KEPEMIMPINAN
DINKES-PUSKESMAS DI NTT
A. Latar Belakang
Pelatihan Manajemen dan Kepemimpinan untuk puskesmas dan dinas
kesehatan kabupaten di 4 Kabupaten di Provinsi NTT telah mencapai tahap
implementasi rencana program di masing-masing instansi. Kegiatan
implementasi ini telah dimulai sejak bulan November 2012 dan berakhir
pada minggu pertama bulan Januari 2012.
Sebagai tindak lanjut dari kegiatan implementasi ini, maka akan dilakukan
kegiatan evaluasi untuk melihat hasil-hasil yang dicapai selama
implementasi, sekaligus sebagai supervisi/ monitoring tentang kelanjutan
program di waktu yang akan datang.
B. Tujuan
Kegiatan evaluasi akhir ini bertujuan untuk:
1.
Mengetahui perkembangan implementasi proposal/ Plan Of Action
(POA) jangka pendek.
2.
Mengetahui perkembangan implementasi proposal/ Plan Of Action
(POA) jangka menengah.
3.
Menilai kompetensi manajemen dan kepemimpinan.
4.
Mengetahui manfaat yang diperoleh individu maupun organisasi.
5.Melakukan pendampingan dalam bentuk konsultasi antara perserta
latih dengan fasilitator mengenai permasalahan dalam implementasi.
C. Peserta Evaluasi Akhir
1.
Peserta latih dari Puskesmas yang telah mengikuti pelatihan ini sejak
Tahap Awal.
2.
Peserta latih dari Dinas Kesehatan Kabupaten yang telah mengikuti
pelatihan ini sejak Tahap Awal.
3.
Kepala dinas dan kepala bidang-kepala bidang Dinas Kesehatan
Kabupaten.
4.
Salah satu Kepala Bidang dari Dinas Kesehatan Provinsi NTT.
5.
Narasumber kabupaten (mentor lokal).
6.
Fasilitator dari IAKMI/ PMPK UGM.
D. Jadual Kegiatan
Hari Jam
Pokok Bahasan
Pengampu
Keterangan
Hari pertama (I) Workshop Evaluasi Akhir
Penjelasan kegiatan evaluasi akhir Fasilitator IAKMI/ UGM Paparan hasil Implementasi dari
Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota
Paparan hasil implementasi dari
Puskesmas I Kepala Puskesmas
Paparan hasil implementasi dari
Puskesmas II Kepala Puskesmas Paparan hasil implementasi dari
Puskesmas III Kepala Puskesmas Paparan hasil implementasi dari
Puskesmas IV Kepala Puskesmas Paparan hasil implementasi dari
Puskesmas V Kepala Puskesmas
Paparan hasil implementasi dari
Puskesmas VI Kepala Puskesmas Hari kedua (II) Observasi Lapangan
Tinjauan ke Puskesmas
Fasilitator IAKMI dan peserta latih PML Puskesmas-Dinkes
Kabupaten/ Kota Hari ketiga (III) Observasi Lapangan
Tinjauan ke Puskesmas Fasilitator IAKMI dan peserta latih PML Puskesmas-Dinkes Kabupaten/ Kota
E. Waktu dan Tempat
Kegiatan dilaksanakan di 4 Kabupaten yaitu: Kabupaten Sikka, Kabupaten
Manggarai, Kabupaten Belu dan Kabupaten Sumba Timur, pada:
Kabupaten Sikka: 28-30 Januari 2013
Kabupaten Manggarai: 21-23 Januari 2013
Kabupaten Belu: (disesuaikan dengan informasi dari Dinas
Kesehatan Kabupaten Belu)
Kabupaten Sumba Timur: (disesuaikan dengan informasi dari
Dinas Kesehatan Kabupaten Sumba Timur)
Tempat:
Hari 1: Dinas Kesehatan Kabupaten atau tempat yang
direkomendasikan
Hari 2: Observasi dan pertemuan di puskesmas
Hari 3: Observasi dan pertemuan di puskesmas
F. Metoda
Evaluasi akhir akan dilaksanakan selama 3 (tiga) hari efektif.
Kegiatan Uraian Kegiatan
Hari 1:
Paparan dari dinas kesehatan kabupaten dan puskesmas tentang implementasi yang meliputi:
Hal-hal positif yang dicapai (sesuai dengan proposal/ POA jangka pendek dan jangka menengah, termasuk ketersedian dan sumber dana).
Penerimaan/ retensi terhadap perubahan yang terjadi. Hambatan-hambatan selama implementasi.
Manfaat implementasi proposal/ POA program PML.
Kondisi fisik instansi (dulu dan setelah PML), termasuk bukti dokumentasi dan foto. Indikator KIA 2010 – 2012 dan profil instansi.
Hari 2 dan 3:
Observasi dimasing-masing instansi. Tujuan observasi ini adalah verifikasi ke instansi peserta latih untuk melihat secara langsung apa yang telah dipaparkan pada hari pertama, sekaligus memberikan supervisi dan monitoring untuk perbaikan lebih lanjut kepada masing-masing instansi. Dokumen paparan dari peserta latih akan menjadi checklist bagi tim evaluator dari IAKMI.