• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Tetap TLC

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Laporan Tetap TLC"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN TETAP

KIMIA ANALITIK INSTRUMEN

“KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS I”

Oleh : Kelompok III

1. Bella Anggraini

(061330400291)

2. Deka Pitaloka

(061330400293)

3. Eka Anggraini

(061330400298)

4. Elvania Novianti

(061330400299)

5. Nurul Agustini

(061330400306)

6. Putri Utami

(061330400307)

Kelas : 3 KA

DOSEN PEMBIMBING : Ir. Hj. Erwana Dewi, M.Eng

POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA

2014

(2)

KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS A. TUJUAN

Setelah melakukan percobaan ini, anda diharapkan dapat :

- Melakukan analisa sampel (zat warna) secara kromatografi lapis tipis.

B. ALAT DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN

Alat yang digunakan : - Pelat TLC

- Chamber Kromatografi

Bahan yang digunakan : - Zat warna alami - Etanol

C. DASAR TEORI

KLT (Kromatografi Lapis Tipis) / TLC (Thin Layer Chromatograph) merupakan salah satu cara untuk memisahkan dan menganalisa zat dalam jumlah kecil. Pada TLC, adsorben tersebar secara merata dalam permukaan gelas dan membentuk suatu lapisa tipis, terbentuk pita-pita yang tidak horizontal, maka sulit untuk mengumpulkan komponen-komponen. Ujung dari pita kedua terbawa sebelum seluruh pita pertama keluar dari kolom. Ada dua penyebab masalah ini yaitu permukaan atas dari adsorben tidak ada serta kolom tidak benar-benar vertikal.

Fenomena lain adalah terbentuknya lengkungan pada salah satu sisi pita. Hal ini dpat terjadi bila tidak ada ketidak terautran pada permukaan adsorben atau terdapat gelembung udara pada kolom.

Pada TLC, cuplikan yang akan dipisahkan atau dianalisa diteteskan pada pelat dengan menggunakan kapiler. Pemisahan dapat terjadi dengan memasukkan pelat ke dalam chamber(kamar) yang telah jenuh dengan pelarut. Pelatrut akan naik secara perlahan-lahan sepanjang pelat tersebut. Cuplikan akan terdistribusi antara fasa diam (adsorben) dan fasa gerak (pelarut). Sebagai fasa gerak umumnya zat yang kurang polar

(3)

dibandingkan dengan fasa diam sehingga komponen dalam cuplikan yang kurang polar akan bergerak lebih cepat dari komponen cuplikan yang lebih polar.

Bila larutan hmapir mencapai ujung pelat maka pelat dikeluarkan dari chamber dan dibiarkann hingga pelarut yang menempel pada pelat menguap. Akan telihat noda-noda pada pelat yang menunjukkan jumlah komponen yang ada dalam cuplikan. Perbandingan antar jarak perjalanan dengan komponen dengan jarak perjalanan pelarut tersebut disebut Rf. Rf dinyatakan dengan bilangan dan dapat digambarkan seperti beikut ini.

Nilai Rf untuk setiap warna dihitung dengan rumus sebagai berikut :

Rf =

Sebagai contoh, jika komponen berwarna merah bergerak dari 1,7 cm dari garis awal, sementara pelarut bergerak 5,0 cm sehingga nilai Rf untuk komponen berwarna merah menjadi :

Bila kondisi pengerjaan sama, maka nilai Rf untuk komponen tertentu adalah sama. Nilai Rf dapat digunakan untuk megidentifikasi komponen.

 PENGERTIAN KROMATOGRAFI DAN SEJARHNYA

Kromatografi adalah teknis pemisahan campuran berdasarkan perbedaan kecepatan perambatan komponen dalam medium tertentu. Pada kromatografi, komponen-komponennya kan dipisahkan antara dua buah fase yaitu fase diam dan fase gerak. Fase diam akan menhan komponen campuran sedangkan fase gerak akan melarutkan zat komponen campuran. Komponen yang mudah tertahan pada fase diam akan tertinggal, sedangkan komponen yang mudah larut dalam fase gerak akan bergerak lebih cepat.

Semua kromatografi memiliki fase diam (dapat berupa padatan atau kombinasi cairan dan padatan) dan fase gerak berupa (cairan atau gas). Fase gerak mengalir melalui

(4)

fase diam dan membawa komponen-komponen yang terdapat dalam campuran. Komponen-komponen yang berbeda bergerak pada laju yang berbeda.

Kromatografi pertam kali dikenalkan oleh Michael Tsewst yaitu seorang botani dari Rusia. Dia berhasil mencoba memisahkna klorofil dan pigmen-pigmen lain dalam ekstrak tumbuhan dengan menggunakan serbuk kalsium karbonat yang diisikan ke dalam kolom kaca petroleum eter sebagai pelarut.

Proses pemisahan itu diawali dengan menempatkan larutan cuplikan pada permukaan atas kalsium karbonat, kemudian dialirkan pelarut petroleum eter. Hasilnya berupa pita-pita berwarnya yang terlihat sepanjang kolom sebagai hasil pemisahan komponen-komponen dalam estrak tumbuhan. Dari pita-pita warna tersebut muncul istilah kromatografi, dari kata “choram” dan “graphein”. Menurut bahasa Yunani kdua kata itu berarti “warna” dan “menulis”.

 PENGERTIAN KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS (KLT)

Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan cara pemisahan campuran senyawa menjadi senyawa murninya dan mengetahui kuantitasnya yang menggunakan kromatografi. Kromatografi juga merupakan analisis cepat yang memerlukan bahan sangat sedikit, baik penyerap maupun cuplikannya.

KLT / TLC dapat dipakai dengan dua tujuan. Pertama dipakai selayaknya sebagai metode untuk mencapai hasil kualitatif, kuantitatif, atau preparatif. Kedua, dipakai utnuk mengajaki sistem pelarut dan sistem penyangga yang akan dipakai di dalam kromatografi kolom atau kromatografi cair kinerja tinggi. KLT dapat digunakan untuk memisahkan yang sifatnya hidrofobik seperti lipida-lipida dan hidrokarbon yang sukar dikerjakan dengan kromatografi kertas. KLT juga dapat berguna untuk mencari eluen untuk kromatografi kolom, analisis fraksi yang diperoleh dari kromatografi kolom, identifikasi senyawa secara kromatografi, dan isolasi senyawa murni sekala kecil. Pelarut yang dipilih utnuk pengembang disesuaikan dengan sifat kelarutan senyawa dianalisis.

(5)

 BAGIAN-BAGIAN KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS 1. Fase Diam

Fase diam yang digunakan dalam KLT merupakan penyerap berukuran kecil dengan diameter partikel anatar 10-30 m. Semakin kecil ukuran rata-rata partikel fase diam dan semakin sempit kisaran ukuran fase diam, maka semakin baik kinerja KLT dalam hal efisiensi dan resolusinya. Penyerap yang paling sering digunakan adalah silika dan serbuk selulosa, sementara mekanisme sorpsi yang utama pada KLT adalah adsorbsi dan partisi. Berikut ini adalah beberapa penyerap fase diam yang digunakan pada KLT.

Penyerap Mekanisme Sorpsi Penggunaan Silica Gel Adsorbsi Asam amino,

hidrokarbon, vitamin, alkaloid Silica modifikasi dengan Hidrokarbon Partisi termodifikasi Senyawa- senyawa non plar Serbuk Selulosa

Partisi Asam amino, nukleotida,

karbohidrat

Alumina Adsorbsi Hidrokarbon, ion logam, pewarna makanan, alkaloid Kieselgur Partisi Gula, asam-asam

Lemak Selulosa

Penukar Ion

Pertikaran Ion Asam nukleat, nukleotida, halide dan ion-ion logam

Gel Sephadex Eksklusi Polimer, protein, kompleks logam β - siklodekstrin Interaksi adsorpsi stereospesifik Campuran enansiomer

(6)

2. Fase Gerak

Dalam kromatografi, eluent adalah fase gerak yang berperan penting pada proses elusi bagi larutan umpan (feed) untuk melewati fase diam (adsorbent). Interaksi antara adsorbent dengan eluent sangat menentukan terjadinya pemisahan komponen. Oleh sebab itu pemisahan komponen gula dalam tetes tebu secara kromatografi dipengaruhi oleh laju alir eluent dan jumlah umpan.

Eluent dapat digolongkan dengan menurut ukuran umpan teradsorbsinya pelarut atau campuran pelarut tersebut pada adsorben dalam hal ini yang banyak digunakan adalah jenis adsorben alumina atau sebuah lapis tipis silika. Penggolongan ini dikenal sebagai eluotropik pelarut. Suatu pelarut yang bersifat larutan relatif polar, dapat mengusir pelarut yang relatif tak polar dan ikatannya dengan alumina (jel silika). Berikut adalah beberapa petunjuk dalam memilih dan mengoptimasi fase gerak :

- Fase gerak harus mempunyai kemurnian yang sangat tinggi karena KLT merupakan teknik yang sensitif.

- Daya elusi gerak harus diatur sedemikian rupa sehingga harga Rf terletak antara 0,2-0,8 untuk memaksimalkan pemisahan.

- Untuk pemisahan dengan menggunakan fase diam polar seperti silika gel, polaritas fase gerak akan menentukan kecepatan migrasi solute yang berarti juga menetukan nilai Rf. Penambahan pelarut yang bersifat sedikit polar seperti dietil eter ke dalam pelarut non polar seperti metil benzene akan meningkatkan harga Rf secara signifikan.

- Solut-solut ionik dan solut-solut polar lebih baik digunakan campuran pelarut sebgai fase geraknya, seperti campuran air dan methanol dengan perbandingan tertentu. Penambahan sedikit asam etanoat atau amonia masing-masing akan meningkatkan solute-solute yang bersifat basa dan asam.

-

3. Penotolan atau Pembercakan

Untuk memperoleh reprodusibilitas, volume sampel yang ditotolkan paling sedikit 0,5. Jika volume sampel yang ditotolkan lebih besar dari 2-10, maka penotolan harus dilakukan secara bertahap dengan dilakukan pengeringan antar totolan.

Bila sampel telah ditotolkan maka tahap selanjutnya adalah mengembangkan sampel dalam bejana kromatografi yang sebelumnya dijenuhi dengan uap fase gerak. Tetapi bagian bawah lempeng tipis yang ditotoli sampel dicelupkan ke dalam fase gerak kurang lebihb 0,5-1 cm. Tinggi fase gerak dalam bejana harus dibawah lempeng yang

(7)

telah berisi totolan sampel. Bejana kromatografi harus tertutup rapat dan sedapat mungkin volume fase gerak sedikit mungkin (akan tetapi mampu mengelusi lempeng sampai ketinggian yang telah ditentukan).

Untuk melakukan penjenuhan fase gerak, biasanya bejana dilapisi dengan kertas saring. Jika fase gerak telah mencapai ujung dari kertas saring maka dapat dikatakan bahwa fase gerak telah jenuh.

4. Deteksi Bercak

Deteksi bercak pada KLT dapat dilakukan secara kimia dan fisika. Cara kimia biasa digunakan adalah dengan mereaksikan bercak dengan suatu pereaksi melalui cara penyemprotan sehingga bercak menjadi jelas. Cara fisika yang dapat digunakan untuk menampakkan bercak adalah dengan cara pencacahan radioaktif dan fluoresensi sinar ultraviolet. Fluoresensi sinar ultraviolet terutama untuk senyawa yang dapat berfluoresensi mebuat bercak akan terlihat jelas.

D. LANGKAH KERJA

1. Menyiapkan pelat yang selesai dilapisi.

2. Meneteskan cuplikan dengan menggunakan pipa kapiler pada permukaan pelat. 3. Memasukkan pelat ke dalam chamber yang telah diisi dengan etanol.

Tetesan yang berada pada pelat tidak boleh terendam pelarut.

4. Membiarkan pelarut naik perlahan-lahan sepanjang pelarut hingga dicapai ujung lain dari pelat.

5. Membiarkan pelat kering dan membandingkan harga Rf dari noda-noda yang terbentuk.

(8)

E. DATA PENGAMATAN

Zat warna tanpa penambahan pelarut (etanol)

NO Zat Warna Jarak yang Ditempuh Komponen Jarak yang Ditempuh Soluent 1. 2. 3. 4. Daun suji Kunyit Buah manalagi Tomat 2,5 cm 1,6 cm 0,3 cm 0 cm 4,1 cm 4,1 cm 4,1 cm 4,1 cm

Zat warna dengan penambahan p-elarut (etanol)

NO Zat Warna Jarak yang Ditempuh Komponen Jarak yang Ditempuh Soluent 1. 2. 3. 4. Daun suji Kunyit Buah manalagi Tomat 2,8 cm 1,7 cm 0,8 cm 0 cm 4,1 cm 4,1 cm 4,1 cm 4,1 cm

(9)

F. PERHITUNGAN

Rf =

 Zat warna hijau (Daun suji) a. Tanpa Pelarut (Etanol)

Rf =

=

0,6097

b. Dengan Penambahan Pelarut (Etanol)

Rf =

=

0,6829

 Zat warna kuning (Kunyit) a. Tanpa Pelarut (Etanol)

Rf =

=

0,3902

b. Dengan Penambahan Pelarut (Etanol)

Rf =

=

0,4146

 Zat warna orange (Buah manalagi) a. Tanpa Pelarut (Etanol)

Rf =

=

0,0731

b. Dengan Penambahan Pelarut (Etanol)

Rf =

=

0,1951

 Zat warna orange (Tomat) a. Tanpa Pelarut (Etanol)

Rf =

=

0

b. Dengan Penambahan Pelarut (Etanol)

Rf =

=

0

(10)

G. ANALISA PERCOBAAN

Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan cara pemisahan campuran senyawa menjadi senyawa murninya dan mengetahui kuantitasnya dengan kata lain TLC merupakan salah satu cara untuk memisahkan dan menganalisa zat dalam jumlah kecil. Prinsip kerja dari kromatografi lapis tipis yakni memisahkan sampel dengan pelarut yang digunakan. Teknik ini biasanya menggunakan fase diam dari bentuk pelat silika dan fase geraknya disesuaikan dengan jenis sampel yang ingin dipisahkan. Pada praktikum ini fase diamnya berupa lempeng kaca yang dilapisi gel silika. Fase geraknya berupa etanol. Bahan yang digunkan yaitu zat pewarna alami yang meliputi daun suji (hijau), kunyit (kuning), buah manalagi dan tomat (orange).

Pada percobaan ini kami melakukan dua kali percobaan, yang pertama tanpa pelarut dan yang kedua menggunakan pelarut (etanol). Penggunaan etanol sebagai pelarut dikarenakan etanol bersifat semi polar sehingga dapat memisahkan antara zat polar dan non polar. Untuk penotolan atau pembercekan, sebelumnya bahan-bahan tersebut ditumbuk terlebih dahulu untuk memudahkan pengambilan sampel yang kemudian etanol digunakan untuk percobaan dengan penambahan pelarut sebagai pelarutnya. Dalam percobaan ini dapat dilihat bahwa zat warna yang memiliki karakteristik yang sama dengan pelarut maka zat warna akan bergerak lebih cepat sedangkan zat warna yang tidak memiliki karakteristik yang sama maka zat warna akan bergerak lambat. Jadi, cepat lambatnya zat warna yang naik tergantung pada karakteristik zat warna dan fase gerak yang digunakan.

Secara teori nilai Rf yang baik memiliki rentang 0,2-0,8. Sedangkan berdasarkan praktikum nilai Rf untuk zat warfna hijau (daun suji) tanpa pelarut 0,6097, dengan pelarut 0,6829. Nilai Rf tanpa pelarut untuk zat warna kuning (kunyit) yaitu 0,3902 dan yang menggunakan pelarut nilainya 0,4146. Zat warna orange (buah manalagi) tanpa pelarut nilainya 0,0731 dengan pelarut 0,1951. Dan yang terakhir untuk zat warna orange (tomat) nilai Rf tanpa pelarut dan dengn penambahan pealrut adalah 0. Nilai Rf 0 yang dimiliki zat warna orange dari tomat ini baik tanpa pelarut atau menggunakan pelarut dikarenakan zat warna ini tidak terdorong ke atas pada saat kedua percobaan dilakukan. Hal ini diakrenakan tomat tersebut banyak mengandung air sehingga dapat menghambat pergerakkan zat warna tersebut yang berkontakkan dengan etanol sebagai fase geraknya.

(11)

H. KESIMPULAN

Dari percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa :

 Zat warna yang memiliki karakteristik yang sama dengan solvent akan bergerak lebih cepat dan sebaliknya.

 Prinsip kerja dari TLC yaitu memisahkan sampel dari pelarut yang digunakan.

DAFTAR PUSTAKA

Tim laboratorium.2014.Penuntun Praktikum Kimia Analitik Instrumen.Palembang.Politeknik Negeri Sriwijaya

Referensi

Dokumen terkait

Transportasi udara memiliki karakteristik dan keunggulan tersendiri yang tidak dimiliki oleh transportasi darat dan laut, yaitu mampu bergerak dalam waktu cepat, menggunakan

Zat warna bejana yang dirubah menjadi zat warna bejana larut umumnya adalah zat warna bejana jenis IK yang molekulnya relatif kecil, sehingga afinitas zat

Berdasarkan Tabel IV.2 hasil analisa percobaan ketahanan luntur warna terhadap penodaan dengan Staining Scale, kain yang memiliki tahan luntur warna yang optimal pada zat

Hasil percobaan tersebut sesuai dengan teori, dimana dengan adanya penambahan suatu zat terlarut yang non volatil pada pelarut murni, maka titik beku dari larutan akan lebih rendah

Dalam percobaan ini juga digunakan metode descending, dimana pelarut maupun komponen akan teradsopsi dan bergerak ke bawah dengan gaya kapiler pada kertas kromatografi, searah

Apabila dilihat secara keseluruhan, maka pandan yang menggunakan zat warna asam memiliki kadar selulosa yang lebih kecil bila dibandingkan dengan yang menggunakan zat warna basa,

Dengan ketiga hasil percobaan di atas, dapat dilihat bahwa setting time dengan w/p rasio tinggi (kental) memiliki setting time yang lebih cepat daripada normal, sedangkan dengan

Percobaan ekstraksi zat warna alam dari limbah kayu mahoni telah dilakukan oleh Prayitno dkk (2003), proses ekstraksi menggunakan rotavapor, yang memberikan hasil