• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Destilasi

Destilasi merupakan suatu cara yang digunakan untuk memisahkan dua atau lebih komponen cairan berdasarkan perbedaan titik didihnya. Uap yang dibentuk selama destilasi makin lama makin dijenuhi dan makin banyak mengandung komponen yang lebih mudah menguap (yaitu komponen yang titik didihnya lebih rendah). Sehingga akan terjadi pemisahan uap yang terbentuk dan mengandung komponen yang sama seperti campuran semula. Tetapi pada proses yang berbeda, cara pemisahan dengan destilasi ini mudah dilakukan apabila perbedaan polaritas antar komponen cukup besar. Namun untuk mendapatkan komponen murni sulit dicapai.

Prinsip destilasi adalah penguapan dan pengembunan kembali uapnya, pada tekanan dan suhu tertentu. Tujuan destilasi adalah pemurnian zat cair pada titik didihnya, dan memisahkan cairan dari zat padat atau memisahkan zat cair dari

(2)

campurannya yang mempunyai titik didih yang berbeda. Komponen yang mempunyai titik didih lebih rendah akan terpisah lebih dahulu.

Beberapa contoh penggunaan teknik destilasi adalah dalam industri minuman beralkohol, yaitu untuk memperoleh kadar alkohol yang dikehendaki. Dalam industri farmasi untuk mengisolasi zat-zat yang berguna sebagai obat yang terdapat dalam akar, batang, dan daun tumbuh-tumbuhan. Selain itu destilasi digunakan untuk memisahkan dan memurnikan etanol dari air dimana etanol mempunyai titik didih 78,60C akan menguap dan mengembun melalui pendinginan.

Konsep pemisahan dengan cara destilasi merupakan sintesa pengetahuan dan peristiwa- peristiwa:

1. Kesetimbangan fase, suatu proses yang dinamis reversible dan arah kesetimbangannya dapat dicapai dari 2 arah

2. Perpindahan massa, Perpindahan panas, Perpindahan momentum,adalah berbagai mekanisme di mana partikel atau kuantitas fisik berpindah dari satu tempat ke tempat lain

3. Penguapan, proses perpindahan molekul dari dalam keadaan cair dengan spontan menjadi gas

(3)

2.1.1 Unit destilasi

Suatu unit destilasi terdiri dari ; kolom distillasi ( menara) reboiler , overhead condenser, dan reflux drum.

1. Kolom destilasi (menara) adalah sebuah menara tinggi dimana dipasang sejumlah baki-baki dengan jarak 30-70 cm. dalam kolom itu terjadi pemisahan antara destilat dan produk dasar karena perbedaan titik didih kedua komponen umpan

2. Reboiler digunakan untuk memanaskan cairan yang mengalir keluar dari dasar kolom dan menguapkanya . pemanasan akan menghasilkan uap yang cukup untuk pemisahan. Suatu penukar panas vertical jenis rongga dan tabung (shell and tube) dengan perangkai tabung tetap (fixed tubesheet) digunakan sebagai reboiler. Sebagai medium pemanas biasanya digunakan uap air.

3. Overhead condenser adalah alat penukar panas untuk mendinginkan dan mengembunkan uap yang keluar dari puncak kolom dan lebih banyak mengandung komponen bertitik didih rendah. Untuk overhead condenser sering digunakan penukaran panas jenis rogga dan tabung (shell and tube) untuk medium pendingin dapat digunakan refrigerant atau air karena biaya lebih murah , biasanya air pendingin sering digunakan

(4)

4. Reflux drum Sebagai pencampur dari reflux drum di kembalikan ke kolom destilasi (disebut reflux) , dan sisanya di kirim ke tangki produk. Pompa yang digunakan untuk pengembalian disebut reflux pump (pompa reflux) Untuk menjamin kemantapan operasi pompa , harus ada cairan yang cukup dalam reflux drum itu

Gambar II.1 skema alat destilasi etanol

(Ref. 7)

2.2. PERPINDAHAN KALOR

Perpindahan kalor dari suatu zat ke zat lain sering sekali terjadi dalam kehidupan sehari-hari baik penyerapan atau pelepasan kalor, untuk mencapai dan mempertahankan keadaan yang dibutuhkan sewaktu proses berlangsung. Kalor sendiri adalah salah satu bentuk dari energi.

(5)

Hukum kekekalan energi menyatakan bahwa energi tidak musnah, contohnya hukum kekekalan massa dan momentum, ini artinya kalor tidak hilang. Energi hanya berubah bentuk dari bentuk yang pertama ke bentuk yang kedua.

Kalor dapat berpindah dengan 3 cara yaitu: 1. Pancaran, sering juga dinamakan radiasi. 2. Hantaran, sering juga dinamakan konduksi 3. Aliran, sering juga disebut konveksi

2.2.1 Pancaran (Radiasi)

Yang dimaksud dengan pancaran atau radiasi adalah perpindahan kalor melalui gelombang dari suatu zat ke zat lain. Semua benda memancarkan kalor, keadaan ini terbukti setelah suhu meningkat. Pada dasarnya proses perpindahan kalor secara radiasi terjadi dengan perantaraan foton dan juga gelombang elektromagnet. Apabila sejumlah energi kalor menimpa suatu permukaan , sebagian akan dipantulkan, sebagian akan diserap kedalam bahan dan sebagian akan menembusi bahan dan terus keluar. Jadi dalam mempelajari perpindahan kalor radiasi akan dilibatkan suatu fisik permukaan.

Ciri-ciri radiasi yaitu:

• Kalor radiasi merambat lurus.

(6)

Menurut hukum Stefan Boltzmann tentang radiasi panas dan berlaku hanya untuk

benda hitam, bahwa kalor yang dipancarkan (dari benda hitam) dengan laju yang sebanding dengan pangkat empat temperatur absolut benda itu dan berbanding langsung dengan luas permukaan benda. Berdasarkan Ref.8 yaitu Artono Koestoer, 2002.

qpancaran = . . ………....(II.1) ( Lit. 5 hal. 138)

Dimana :

= konstanta proporsionalitas ( tetapan Stefan boltzmann )

= 5,669 . 10-8 W / m2. K4

A = luas permukaan bidang benda hitam (m2)

T = temperatur absolut benda hitam (K)

2.2.2. Hantaran (Konduksi)

Yang dimaksud hantaran (konduksi) adalah pengangkutan kalor melalui satu jenis zat, sehingga perpindahan kalor secara hantaran atau konduksi merupakan suatu proses dalam karena proses perpindahan kalor ini hanya terjadi didalam bahan. Arah aliran energi kalor adalah dari titik bersuhu tinggi ke titik bersuhu rendah. Dalam aliran panas konduksi, perpindahan energi terjadi karena hubungan molekul secara langsung tanpa adanya perpindahan molekul yang cukup besar. Secara umum laju aliran kalor secara konduksi dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

(7)

Dimana :

q = laju perpindahan kalor (W)

dT/dx = gradient suhu terhadap penampang tersebut, yaitu laju perubahan suhu T terhadap jarak dalam arah aliran panas x.

k = konduktivitas termal

A = luas permukaan bidang hantaran

Alasan pemberian tanda minus ( diilustrasikan sebagai berikut :

• Jika temperatur menurun pada arah

menjadi nilai positif dikarenakan kehadiran dari tanda negatif, sehingga laju kalor berada pada arah

Gambar II.2

• Jika temperatur meningkat pada arah

menjadi negatif, dan aliran kalor berada pada arah diilustrasikan pada gambar

= laju perpindahan kalor (W)

gradient suhu terhadap penampang tersebut, yaitu laju perubahan suhu T terhadap jarak dalam arah aliran panas x.

= konduktivitas termal (W/m2.°C)

= luas permukaan bidang hantaran (m²)

Alasan pemberian tanda minus (-) pada rumus konduksi hukum diilustrasikan sebagai berikut :

Jika temperatur menurun pada arah-x positif, dT/dx adalah negatif; kemudian menjadi nilai positif dikarenakan kehadiran dari tanda negatif, sehingga laju kalor berada pada arah-x positif.

Gambar II.2 Temperatur konduksi menurun pada arah X

(Ref. 5 hal. 135)

Jika temperatur meningkat pada arah-x positif, dT/dx adalah positif,

menjadi negatif, dan aliran kalor berada pada arah-x adalah negatif, sebagaimana diilustrasikan pada gambar berikut. Qx merupakan nilai positif, aliran kalor berada

gradient suhu terhadap penampang tersebut, yaitu laju perubahan suhu T terhadap

) pada rumus konduksi hukum Fourier, seperti

positif, dT/dx adalah negatif; kemudian Qx

menjadi nilai positif dikarenakan kehadiran dari tanda negatif, sehingga laju kalor

Temperatur konduksi menurun pada arah X-positif

positif, dT/dx adalah positif, Qx berubah

adalah negatif, sebagaimana merupakan nilai positif, aliran kalor berada

(8)

pada arah-x positif, dan sebaliknya.

Gambar II.3

Menurut teori kinetik, suhu elemen suatu zat sebanding dengan energi

molekul-molekul yang membentuk elemen itu. Energi yang dimiliki suatu elemen zat yang disebabkan oleh kecepatan dan posisi relatif molekul

semakin cepat molekul

zat. Bila molekul-molekul disuatu daerah memperoleh energi kinetik rata daripada yang dimiliki oleh molekul

yang telah diwujudkan oleh adanya beda suhu, ma

yang lebih besar itu akan memindahkan sebagian energinya kepada molekul daerah yang bersuhu lebih rendah.

x positif, dan sebaliknya.

Gambar II.3 Temperatur konduksi meningkat pada arah X

(Ref. 5 hal. 135)

Menurut teori kinetik, suhu elemen suatu zat sebanding dengan energi

molekul yang membentuk elemen itu. Energi yang dimiliki suatu elemen zat yang disebabkan oleh kecepatan dan posisi relatif molekul-molekulnya disebut energi dalam. Jadi, semakin cepat molekul-molekul bergerak, semakin tinggi suhu maupun energi

molekul disuatu daerah memperoleh energi kinetik rata

daripada yang dimiliki oleh molekul-molekul disuatu daerah yang berdekatan, sebagaimana yang telah diwujudkan oleh adanya beda suhu, maka molekul-molekul yang memiliki energi yang lebih besar itu akan memindahkan sebagian energinya kepada molekul

daerah yang bersuhu lebih rendah.

at pada arah X-positif

Menurut teori kinetik, suhu elemen suatu zat sebanding dengan energi kinetik rata-rata molekul yang membentuk elemen itu. Energi yang dimiliki suatu elemen zat yang molekulnya disebut energi dalam. Jadi, maupun energi-dalam elemen molekul disuatu daerah memperoleh energi kinetik rata-rata yang lebih besar molekul disuatu daerah yang berdekatan, sebagaimana molekul yang memiliki energi yang lebih besar itu akan memindahkan sebagian energinya kepada molekul-molekul di

(9)

Gambar II.4 Perpindahan panas konduksi dan difusi energi akibat efektivitas molekul

(Ref. 5 hal. 135)

Konduksi adalah satu-satunya mekanisme dimana panas dapat mengalir pada zat padat yang tidak tembus cahaya. Konduksi penting pula dalam fluida, tetapi di dalam medium yang bukan padat biasanya tergabung dengan konveksi, dan dalam beberapa hal juga dengan radiasi.

2.2.3. Aliran (Konveksi)

Yang dimaksud dengan aliran atau konveksi adalah perpindahan kalor oleh gerak suatu zat yang dipanaskan. Proses perpindahan kalor secara aliran/konveksi merupakan satu fenomena permukaan. Proses konveksi hanya terjadi di permukaan bahan jadi dalam proses ini struktur bagian dalam bahan kurang penting. Keadaan permukaan dan keadaan sekelilingnya serta kedudukan permukaan itu adalah utama. Lazimnya keadaan kesetimbangan termodinamik di dalam bahan akibat proses konduksi, suhu permukaan bahan akan berbeda dengan suhu sekelilingnya. Dalam hal ini terdapat keadaan suhu tidak setimbang diantara bahan dengan sekelilingnya.

(10)

Konveksi sangat penting sebagai mekanisme perpindahan energi antara permukaan benda padat dan cair atau gas. Perpindahan kalor secara konveksi dari suatu permukaan yang suhunya di atas suhu fluida disekitarnya berlangsung dalam beberapa tahap. Pertama, kalor akan mengalir dengan cara konduksi dari permukaan ke partikel-partikel fluida yang berbatasan. Energi yang berpindah dengan cara demikian akan menaikkan suhu dan energi dalam partikel-partikel fluida tersebut. Kedua, partikel-partikel tersebut akan bergerak ke daerah suhu yang lebih rendah dimana partikel tersebut akan bercampur dengan partikel-partikel fluida lainnya.

Gambar II.5 Perpindahan kalor secara konveksi pada suatu plat

(Ref. 5 hal. 136)

Perpindahan kalor secara konveksi dapat dikelompokkan menurut gerakan alirannya, yaitu konveksi bebas (free convection) dan konveksi paksa (forced convection). Apabila gerakan fluida tersebut terjadi sebagai akibat dari perbedaan densitas (kerapatan) yang disebabkan oleh gradient suhu maka disebut konveksi bebas atau konveksi alamiah (natural

convection). Bila gerakan fluida tersebut disebabkan oleh penggunaan alat dari luar, seperti

(11)

Keefektifan perpindahan panas dengan cara konveksi tergantung sebagian besarnya pada gerakan mencampur fluida. Akibatnya studi perpindahan panas konveksi didasarkan pada pengetahuan tentang cirri-ciri aliran fluida. Kalor yang dipindahkan secara konveksi dinyatakan dengan persamaan Newton tentang pendinginan [Holman , 1986 ].

qc = -hc A ∆T

……….………..(II.3) (Lit. 5 hal. 136)

Dimana:

qc = Laju perpindahan kalor secara konveksi (W)

hc = Koefisien perpindahan kalor konveksi (W/m2.K) A = Luas perpindahan kalor (m²)

∆T = Beda antara suhu permukaan Tw dan suhu fluida T~

Tanda minus ( - ) digunakan untuk memenuhi hukum II thermodinamika, sedangkan panas yang dipindahkan selalu mempunyai tanda positif ( + ).

2.3Sistem aliran penukar panas

Proses pertukaran panas antara dua fluida dengan temperatur yang berbeda, baik bertujuan memanaskan atau mendinginkan fluida banyak diaplikasikan secara teknik dalam berbagai proses thermal di industri. Terdapat berbagai jenis penukar panas menurut ukuran, efektifitas, perpindahan panas, aliran , jenis konstruksi. Namun berdasar sistem kerja yang digunakan, penukar panas dapat digolongkan menjadi dua system utama, yaitu :

(12)

2.3.1 Pertukaran panas secara langsung

Materi yang akan dipanaskan atau didinginkan dikontakkan langsung dengan media pemanas atau pendingin ( missal : kontak langsung antara fluida dengan kukus, es ). Metode ini hanya dapat digunakan untuk hal – hal tertentu yang khusus.

2.3.2. Pertukaran panas secara tidak langsung

Pertukaran panas secara tidak langsung memungkinkan terjadinya perpindahan panas dari suatu fluida ke fluida lain melalui dinding pemisah. Berdasarkan arah aliran fluida, pertukaran panas dapat dibedakan :

2.3.2.1 Pertukaran panas aliran searah (current / paralel flow )

Pertukaran panas jenis ini, kedua fluida ( dingin dan panas ) masuk pada sisi penukar panas yang sama, mengalir dengan arah yang sama, dan keluar pada sisi yang sama pula. Karakter penukar panas jenis ini, temperatur fluida dingin yang keluar dari alat penukar panas ( Tcb ) tidak dapat melebihi temperatur fluida panas yang keluar dari alat penukar panas (Thb), sehingga diperlukan media pendingin atau media pemanas yang banyak. Neraca panas yang terjadi :

(13)

Gambar II.6 Profil temperatur pada aliran co current (Ref. 5 hal. 137)

Dengan assumsi nilai kapasitas panas spesifik ( cp ) fluida dingin dan panas konstan, tidak ada kehilangan panas ke lingkungan serta keadaan steady state, maka kalor yang dipindahkan :

……….…(II.5) (Lit. 5 hal. 138) Dimana :

U = koefisien perpindahan panas secara keseluruhan ( W / m2.0C ) A = luas perpindahan panas ( m2 )

( log mean temperature diffrensial ) T2 = Thb – Tcb

(14)

2.3.2.2. Pertukaran panas aliran berlawanan arah ( counter flow )

Penukar panas jenis ini, kedua fluida ( panas dan dingin ) masuk penukar panas dengan arah berlawanan, mengalir dengan arah berlawanan dan keluar pada sisi yang berlawanan . Temperatur fluida dingin yang keluar penukar panas ( Tcb ) lebih tinggi dibandingkan temperatur fluida panas yang keluar penukar panas ( Thb ), sehingga dianggap lebih baik dari alat penukar panas aliran searah (Co- Current).

Gambar II.7 Profil temperatur pada aliran counter current (Ref. 5 hal. 138)

Kalor yang dipindahkan pada aliran counter current mempunyai persamaan yang sama dengan persamaan aliran searah atau current flow, dengan perbedaan nilai TLMTD

(15)

2.4Alat Penukar Panas (Heat Exchanger)

Alat penukar kalor adalah suatu alat untuk memindahkan panas dari fluida ke fluida yang lain. Sebagian besar industri-industri yang berkaitan dengan pemrosesan selalu menggunakan alat ini, sehingga alat penukar kalor mempunyai peranan yang sangat penting dalam suatu proses produksi atau operasi diantaranya adalah pada proses heating ventilation and air conditioning (HVAC) system, sistem radiator dan lain-lain.

Satu bagian terpenting dari heat exchanger adalah permukaan kontak panas. Pada permukaan inilah terjadi perpindahan panas dari satu zat ke zat yang lain. Semakin luas bidang kontak total yang dimiliki oleh heat exchanger tersebut, maka akan semakin tinggi nilai efisiensi perpindahan panasnya.

2.4.1 Alat penukar kalor tipe Shell & Tube

Heat exchanger tipe shell & tube menjadi satu tipe yang paling mudah dikenal. Tipe ini melibatkan tube sebagai komponen utamanya. Salah satu fluida mengalir di dalam tube, sedangkan fluida lainnya mengalir di luar tube. Pipa-pipa tube didesain berada di dalam sebuah ruang berbentuk silinder yang disebut dengan shell, sedemikian rupa sehingga pipa-pipa tube tersebut berada sejajar dengan sumbu shell.

(16)

Gambar II.8 heat exchanger tipe shell & tube (a) satu jalur shell, satu jalur tube (b) satu jalur shell, dua jalur tube

(Ref. 10)

Komponen-komponen utama dari heat exchanger tipe shell & tube adalah sebagai berikut:

Tube. Pipa tube berpenampang lingkaran menjadi jenis yang paling banyak digunakan pada heat exchanger tipe ini. Desain rangkaian pipa tube dapat bermacam-macam sesuai dengan fluida kerja yang dihadapi.

(17)

Gambar II.9 macam-macam rangkaian pipa tube

(Ref. 10)

Shell. Bagian ini menjadi tempat mengalirnya fluida kerja yang lain selain yang mengalir di dalam tube. Umumnya shell didesain berbentuk silinder dengan penampang melingkar. Material untuk membuat shell ini adalah pipa silindris jika diameter desain dari shell tersebut kurang dari 0,6 meter. Sedangkan jika lebih dari 0,6 meter, maka digunakan bahan plat metal yang dibentuk silindris dan disambung dengan proses pengelasan.

(18)

Gambar II.10 tipe-tipe desain front-end head, shell, dan rear-end head

(19)

Tipe-tipe desain dari shell ditunjukkan pada gambar di atas. Tipe E adalah yang paling banyak digunakan karena desainnya yang sederhana serta harga yang relatif murah. Shell tipe F memiliki nilai efisiensi perpindahan panas yang lbih tinggi dari tipe E, karena shell tipe didesain untuk memiliki dua aliran (aliran U). Aliran sisi shell yang dipecah seperti pada tipe G, H, dan J, digunakan pada kondisi-kondisi khusus seperti pada kondenser dan boiler thermosiphon. Shell tipe K digunakan pada pemanas kolam air. Sedangkan shell tipe X biasa digunakan untuk proses penurunan tekanan uap.

Nozzle. Titik masuk fluida ke dalam heat exchanger, entah itu sisi shell ataupun sisi tube, dibutuhkan sebuah komponen agar fluida kerja dapat didistribusikan merata di semua titik. Komponen tersebut adalah nozzle. Nozzle ini berbeda dengan nozzle-nozzle pada umumnya yang digunakan pada mesin turbin gas atau pada berbagai alat ukur. Nozzle pada inlet heat exchanger akan membuat aliran fluida yang masuk menjadi lebih merata, sehingga didapatkan efisiensi perpindahan panas yang tinggi.

Front-End dan Rear-End Head. Bagian ini berfungsi sebagai tempat masuk dan keluar dari fluida sisi pipa tubing. Selain itu bagian ini juga berfungsi untuk menghadapi adanya efek pemuaian. Berbagai tipe front-end dan rear-end head ditunjukkan pada gambar di atas.

Buffle. Ada dua jenis buffle yang ada pada heat exchanger tipe shell & tube, yakni tipe longitudinal dan transversal. Keduanya berfungsi sebagai pengatur arah

(20)

aliran fluida sisi shell. Berikut contoh desain buffle.

Gambar II.11 macam-macam bentuk baffle

(Ref. 10)

2.5. Langkah- langkah perhitungan heat exchanger type shell and tube

1. mencari Q (beban panas) dari neraca panas

= . ∆ ………...……….…(II.6) (Lit.6)

2. Perkiraan jumlah tube (Nt)

- Identifikasi laju aliran massa di tube, m (kg/s)

(21)

- Pilih kecepatan aliran di tube, v (m/s)

Fluida air, Um = 0.7 – 2.5m/s

Fluida proses, Um = 0.7 – 2.0m/s

- Menghitung luas permukaan aliran fluida 1 tube, A1t (m²)

A1t = π . ri²………..………..(II.7) (Lit. 6)

- Menghitung jumlah tube ( )

= . . . ………...………..…………(II.8) (Lit. 6)

=ρ . .

- Menghitung luas total permukaan aliran fluida pada tube, Atotal (m²)

!" = . ……….………(II.9) (Lit. 6)

3. Koefisien konveksi di dalam tube (hi)

- Menghitung bilangan Reynolds sisi tube (Re)

#$ =ρ . .%&

µ ………..….………(II.10) (Lit. 6)

- Menghitung koefisien gesek didalam tube (f)

(22)

- Menghitung bilangan Nusselt (Nui)

56 = 7

8

9:;<=3 >>>)?@

A 4,B 798:C,D;?@9E3 )……….………….………(II.12) (Lit.6)

- Menghitung koefisien konveksi, hi (W/m²˚K)

56 =F&G .%&……….………..…(II.13) (Lit. 6)

ℎ6 =IJ%& . G&

4. Menghitung koefisien konveksi di sisi shell, ho (W/m²˚K)

- Menentukan susunan tube/tube lay out (CL)

Gambar II.12 macam-macam tube lay out

(Ref. 10)

Profil 45˚ atau 90˚, CL=1

(23)

-Menentukan jumlah lintasan tube (CTP)

1 lintasan, CTP=0,93

2 lintasan, CTP=0,90

3 lintasan, CTP=085

- Menghitung Diameter Shell, Ds (m)

KL4 =I .MN .?O

9 .%P9

>,BQRMS? ...(II.14) (Lit. 6)

- Menentukan pitch ratio (PR)

PR dipilih antara 1.25 sampai 1.5

- Menghitung pitch tube, PT (m)

TU =?%VP……….………(II.15) (Lit. 6)

TW = TU . X WY =Z?V[

- Menentukan jarak antar baffle, B (m)

- Menghitung luas penampang aliran di sisi shell, As (m²)

(24)

- Menghitung bilangan Reynolds sisi shell (Re)

#$ = [ . %P

[ . µ ……….………(II.17) (Lit. 6)

- Menghitung bilangan Nusselt (Nuo)

5 = 0,20#$>,^T_>,`………(II.18) (Lit. 6)

- Menghitung koefisien konveksi di sisi shell, ho (W/m²˚K)

5 =FP .%P

Ga ……….……(II.19) (Lit. 6)

ℎ =IJP .Ga

%P

5. Koefisien perpindahan panas U=Uf

- Menghitung koefisien Uc (clean)

= b cd cb+ d+ cd fg ;hdhb) 4i ……….……...………(II.20) (Lit. 6)

- Menentukan prosentase harga Over design (OS)

- Menghitung koefisien Uf

(25)

6. Perkiraan panjang tube, L (m)

- Menghitung beda temperatur rata-rata logaritmik, ∆ nW (˚K)

∆ = 6 −

∆ 4= − 6

∆ opWq =∆S 3∆Sfg ;∆V 9 ∆V9)

………(II.22) (Lit. 6)

untuk 1-2 exchanger Fc > 0,75. jika Fc pada 1-2 Exchanger < 0,75 maka gunakan 2-4 Exchanger.

Untuk 2-4 exchanger Fc > 0,9 untuk removable longitudinal baffle. Fc 0,85 untuk welded longitudinal baffle.

Fc dihitung karena di dalam tube terjdi perubahan arah aliran. Sebagai contoh untuk 1-2 exchanger, lewatan merupakan gabungan antara aliran searah dan lawan arah. Dengan demikian dalam 1-2 exchanger tersebut jika dihitung LMTD untuk countercurrent maka harus dihitung faktor koreksi Fc nya.

∆ nW = Fc x ∆TNvSZ……….………(II.23) (Lit. 6)

- Menghitung luas total perpindahan panas, Atot (m²)

= . ∆Sw

(26)

- Menghitung panjang tube, L (m)

= π . dz . L . N}……….………(II.25) (Lit. 6)

~ = P

π . %P .I

2.6. Computational Fluid Dynamic (CFD)

Computational Fluid Dynamics (CFD) adalah metode perhitungan dengan sebuah kontrol dimensi, luas dan volume dengan memanfaatkan bantuan komputasi komputer untuk melakukan perhitungan pada tiap-tiap elemen pembaginya. Prinsipnya adalah suatu ruang yang berisi fluida yang akan dilakukan penghitungan dibagi menjadi beberapa bagian, hal ini sering disebut dengan sel dan prosesnya dinamakan meshing. Bagian-bagian yang terbagi tersebut merupakan sebuah kontrol penghitungan yang akan dilakukan adalah aplikasi.

CFD adalah penghitungan yang mengkhususkan pada fluida. Mulai dari aliran fluida, heat transfer dan reaksi kimia yang terjadi pada fluida. Atas prinsip-prinsip dasar mekanika fluida, konservasi energi, momentum, massa, serta species, penghitungan dengan CFD dapat dilakukian. Secara sederhana proses penghitungan yang dilakukan oleh aplikasi CFD adalah dengan kontrol-kontrol penghitungan yang telah dilakukan maka kontrol penghitungan tersebut akan melibatkan dengan memanfaatkan persamaan- persamaan yang terlibat. Persaman-persamaan ini adalah

(27)

persamaan yang membangkitkan dengan memasukan parameter apa saja yang terlibat dalam domain. Misalnya ketika suatu model yang akan dianalisis melibatkan temperatur berarti model tersebut melibatkan persamaan energi atau konservasi dari energi tersebut. Inisialisasi awal dari persaman adalah boundary condition. Boundary condition adalah kondisi di mana kontrol-kontrol perhitungan didefinisikan sebagai definisi awal yang akan dilibatkan kekontrol-kontrol penghitungan yang berdekatan dengannya melalui persaman-persamaan yang terlibat.

Secara umum proses penghitungan CFD terdiri atas 3 bagian utama: Prepocessor

Prepocessor adalah tahap dimana data diinput mulai dari pendefinisian domain serta pendefinisian kondisi batas atau boundary condition. Ditahap ini juga sebuah benda atau ruangan yang akan dianalisis dibagi-bagi dengan jumlah grid tertentu atau sering juga disebut dengan meshing.

Processor

Tahap selanjutnya adalah processor, pada tahap ini dilakukan proses penghitungan data-data input dengan persamaan yang terlibat secara iteratif. Artinya penghitungan dilakukan hingga hasil menuju error terkecil atau hingga mencapai nilai yang konvergen. Penghitungan dilakukan secara menyeluruh terhadap volume kontrol dengan proses integrasi persamaan diskrit.

(28)

Post processor

Tahap akhir merupakan tahap post processor di mana hasil perhitungan diinterpretasikan ke dalam gambar, grafik bahkan animasi dengan pola warna tertentu.

Hal yang paling mendasar mengapa konsep CFD (softwareCFD) banyak sekali digunakan dalam dunia industri adalah dengan CFD dapat dilakukan analisis terhadap suatu sistem dengan mengurangi biaya eksperimen dan tentunya waktu yang panjang dalam melakukan eksperimen tersebut. Atau dalam proses design enggineering tahap yang harus dilakukan menjadi lebih pendek. Hal ini yang mendasari pemakaian konsep CFD adalah pemahaman lebih dalam akan suatu masalah yang akan diselesaikan atau dalam hal ini pemahaman lebih dalam mengenai karakterisrik aliran fluida dengan melihat hasil berupa grafik, vektor, kontur dan bahkan animasi.

Gambar

Gambar II.1 skema alat destilasi etanol
Gambar II.2
Gambar II.3
Gambar II.4 Perpindahan panas konduksi dan difusi energi akibat efektivitas molekul  (Ref
+7

Referensi

Dokumen terkait

Demikian halnya dengan pendapat Suwito (1988:64) yang menyatakan bahwa interferensi adalah peristiwa pemakaian unsur bahasa yang satu ke dalam bahasa lain yang terjadi pada

Pada pengangkatan tumor dengan pembedahan biasanya diperlukan tindakan amputasi pada ekstrimitas yang terkena, dengan garis amputasi yang memanjang melalui tulang atau

Kemungkinan beberapa metabolisme GI atau pertama -pass ditunjukkan dengan persentase yang lebih kecil obat diekskresikan tidak berubah setelah pemberian

bahwa dalam rangka Pembinaan dan Pengisian Jabatan Fungsional di Iingkungan Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta dan sesuai ketentuan Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor

bahwa dalam rangka tertib administrasi pemerintahan dan kepastian hukum di wilayah Kabupaten Pesisir Selatan terhadap batas wilayah suatu nagari, telah

Beta blocker memblok beta‐adrenoseptor. Reseptor ini diklasifikasikan menjadi reseptor beta‐1 dan beta‐2. Reseptor beta‐1 terutama terdapat pada jantung sedangkan

Berdasarkan penelitian sebelumnya oleh Nudiansyah tahun 2013 dengan judul pengaruh pernapasan Buteyko terhadap penurunan gejala pasien asma kota tangerang selatan, dengan

Kerangka pendekatan studi yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan historic (kesejarahan) untuk kajian desain lanskap permukiman dan teknik analisis