PEDOMAN TRIASE
Nomor : Revisi Ke : Berlaku Tgl:
Ditetapkan
Kepala UPT Puskesmas CibalM. AMSOR, SKM
NIP.19641102 1987031 1008
PEMERINTAH KABUPATEN PANDEGLANG
DINAS KESEHATAN
UPT PUSKESMAS CIBALIUNG
JL. Raya Cimanggu- Cibaliung Km. 10 Desa Sukajadi Kab. Pandeglang Pos, 42285
DAFTAR ISI
Daftar isi...i Bab I Pendahuluan...1
A. Latar belakang...1
B. Tujuan...1
C. Sasaran...1
D. Ruang Lingkup...2
E. Batasan Operasional...2
Bab II Standar Ketenagaan...4
A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia...4
B. Distribusi Ketenagaan...4
C. Jadwal Kegiatan...4
Bab III Standar Fasilitas...5
A. Denah Ruangan...5
B. Standar Fasilitas...6
Bab IV Tata Laksana Pelayanan...7
A. Lingkup Kegiatan Triase...7
B. Metode Triase...11
C. Langkah Kegiatan...12
Bab V Logistik...15
Bab VI Keselamatan Pasien...16
Bab VII Keselamatan Kerja...17
Bab VIII Pengendalian Mutu...18
Bab IX Penutup...19
BAB I
PENDAHULUAN
Pelayanan Gawat Darurat adalah pelayanan yang berfungsi untuk menerima dan menstabilkan pasien yang menunjukkan gejala yang bervariasi baik gawat atau tidak gawat. Triase adalah cara pemilahan penderita untuk menentukan prioritas penanganan pasien berdasarkan tingkat kegawatanya dan masalah yangterjadi pada pasien. Triase di IGD adalah Pemilahan penderita berdasarkan pada keadaan ABC (Airway, Breathing, dan Circulation). Dua jenis keadaan triase dapat terjadi yaitu ;
1. Jumlah penderita dan beratnya luka tidak melampaui kemampuan petugas. Dalam keadaan ini pasien dengan masalah gawat darurat dan multi trauma akan dilayani terlebih dahulu, dan sesuai dengan prinsip ABC.
2. Jumlah penderita dan beratnya luka melampaui kemampuan petugas. Dalam keadaan ini yang akan di layani terlebih dahulu adalah pasien yang dengan kemungkinan survival yang terbesar.
B. Tujuan
Tujuan utama triase adalah untuk mengidentifikasi kondisi mengancam nyawa, tujuan selanjutnya adalah menetapkan derajat kegawatan yang memerlukan pertolongan kedaruratan.
C. Sasaran
Sasaran dari pedoman ini adalah semua Dokter, Perawat dan Bidan yang terlibat pada pelayanan UKP.
D. Ruang Lingkup
Ruang lingkup pedoman ini meliputi pelaksanaan pelayanan UKP di Puskesmas Cibaliung.
E. Batasan Operasional
Triase adalah cara pemilahan penderita untuk menentukan prioritas penanganan pasien berdasarkan tingkat kegawatanya dan masalah yang terjadi pada pasien. Triase terutama dilakukan di ruang tindakan. Pelaksanaan Triase di dalam keadaan sehari hari dilakukan oleh dokter dan atau perawat yang kompeten di ruang tindakan. Sedangkan dalam keadaan
bencana dilakukan oleh perawat dan dilakukan di luar atau di depan gedung puskesmas.
Triase dilakukan untuk mengidentifikasi secara cepat korban yang membutuhkan stabilisasi segera dan mengidentifikasi korban yang hanya dapat diselamatkan dengan pembedahan darurat (life-saving surgery). Dalam aktivitasnya, digunakan label pasien merah, hijau dan hitam sebagai kode identifikasi korban, seperti berikut:
1. Merah, sebagai penanda korban yang membutuhkan stabilisasi segera dan korban yang mengalami:
▪ Syok oleh berbagai kausa ▪ Gangguan pernapasan
▪ Trauma kepala dengan pupil anisokor ▪ Perdarahan eksternal massif.
Pemberian perawatan lapangan intensif ditujukan bagi korban yang mempunyai kemungkinan hidup lebih besar, sehingga setelah perawatan di lapangan ini penderita lebih dapat mentoleransi proses pemindahan ke Rumah Sakit, dan lebih siap untuk menerima perawatan yang lebih invasif. Triase ini korban dapat dikategorisasikan kembali dari status “merah” menjadi “kuning” (misalnya korban dengan tension pneumothorax yang telah dipasang drain thoraks (WSD).
2. Kuning, sebagai penanda korban yang memerlukan pengawasan ketat, tetapi perawatan dapat ditunda sementara. Termasuk dalam kategori ini: ▪ Korban dengan risiko syok (korban dengan gangguan jantung, trauma
abdomen)
▪ Fraktur multipel ▪ Fraktur femur / pelvis ▪ Luka bakar luas
▪ Gangguan kesadaran / trauma kepala ▪ Korban dengan status yang tidak jelas
Semua korban dalam kategori ini harus diberikan infus, pengawasan ketat terhadap kemungkinan timbulnya komplikasi, dan diberikan perawatan sesegera mungkin.
3. Hijau, sebagai penanda kelompok korban yang tidak memerlukan pengobatan atau pemberian pengobatan dapat ditunda, mencakup korban yang mengalami:
Fraktur minor
Luka minor, luka bakar minor
Korban dalam kategori ini, setelah pembalutan luka dan atau
pemasangan bidai dapat dipindahkan pada akhir operasi lapangan.
Korban dengan prognosis infaust, jika masih hidup pada akhir
operasi lapangan, juga akan dipindahkan ke fasilitas kesehatan.
4. Hitam, sebagai penanda korban yang telah meninggal dunia.
BAB II
STANDAR KETENAGAAN
A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia
Dokter dan paramedis di Puskesmas wajib dapat melakukan triase. Penanggung jawab UKP merupakan koordinator dari pelaksanaan Triase di Pelayanan Kesehatan Perseorangan di Puskesmas Cibaliung.
Pengaturan dan penjadwalan Penanggung jawab Triase dikoordinir oleh Penanggung jawab UKP sesuai dengan kesepakatan.
C. Jadwal Kegiatan.
BAB III
STANDAR FASILITAS
A. Denah Ruang:
Pelaksanaan Triase dilakukan oleh dokter, perawat, dan bidan. Pelaksanaan Triase di mulai sejak pasien masuk ke puskesmas Cibaliung dan pasien dengan atau tanpa gangguan kesadaran yang disertai penyulit akan di arahkan ke ruang tindakan untuk dilaksanakan pemeriksaan lebih lanjut.
B.StandarFasilitas
1. Pedoman SOP Triase : 1 buah
2. Pelabelan pasien dengan katagori kuning, merah, dan hitam 3. Peralatan dan fasilitas di ruang tindakan
4. ATK 5. Ambulance BAGIAN BELAKANG KM/WC WANITA KM/WC PRIA DAPUR R. RAWAT 3 R. DOKTER KM/WC R. PEMULIHAN R. OPERASI R. LINEN R. RAWAT 2 R. RAWAT 1 NURSE STATION R. PERAWAT R. BAYI R. PERAWAT KM/ WC R. PERSALINAN
LOCKER BAGIAN DEPAN
R. RAPAT GUDANG PANTRY R. KEPALA PUSKESMAS R. ADMINISTRASI KM/WC KM/ WC KM/WC KM/WC UGD LAB POLI UMUM POLI GIGI APOTIK PENDAFTARAN KONSULTASI VAKSINASI KIA/KB
BAB IV
TATALAKSANA PELAYANAN
A. LINGKUP KEGIATAN TRIASE
Berdasarkan Oman (2008), pengambilan keputusan triase didasarkan pada keluhan utama, riwayat medis, dan data objektif yang mencakup keadaan umum pasien serta hasil pengkajian fisik yang terfokus. Menurut Comprehensive Speciality Standard, ENA tahun 1999, penentuan triase didasarkan pada kebutuhan fisik, tumbuh kembang dan psikososial selain pada faktor-faktor yang mempengaruhi akses pelayanan kesehatan serta alur pasien lewat sistem pelayanan kedaruratan. Hal-hal yang harus dipertimbangkan mencakup setiap gejala ringan yang cenderung berulang atau meningkat keparahannya .
Prioritas adalah penentuan mana yang harus didahulukan mengenai penanganan dan pemindahan yang mengacu pada tingkat ancaman jiwa yang timbul. Beberapa hal yang mendasari klasifikasi pasien dalam sistem triase adalah kondisi klien yang meliputi :
a. Gawat, adalah suatu keadaan yang mengancam nyawa dan kecacatan
yang memerlukan penanganan dengan cepat dan tepat
b. Darurat, adalah suatu keadaan yang tidak mengancam nyawa tapi
memerlukan penanganan cepat dan tepat seperti kegawatan
c. Gawat darurat, adalah suatu keadaan yang mengancam jiwa
disebabkan oleh gangguan ABC (Airway / jalan nafas, Breathing / pernafasan, Circulation / sirkulasi), jika tidak ditolong segera maka dapat meninggal / cacat (Wijaya, 2010)
Berdasarkan prioritas perawatan dapat dibagi menjadi 4 klasifikasi :
Tabel 1. Klasifikasi Triase
KLASIFIKASI KETERANGAN
Gawat darurat (P1) Keadaan yang mengancam nyawa / adanya gangguan ABC dan perlu tindakan segera,
misalnya cardiac arrest, penurunan kesadaran, trauma mayor dengan perdarahan hebat
Gawat tidak darurat (P2) Keadaan mengancam nyawa tetapi tidak memerlukan tindakan darurat. Setelah dilakukan resusitasi maka ditindaklanjuti oleh dokter spesialis. Misalnya ; pasien kanker tahap lanjut, fraktur, sickle cell dan lainnya
Darurat tidak gawat (P3) Keadaan yang tidak mengancam nyawa tetapi memerlukan tindakan darurat. Pasien sadar, tidak ada gangguan ABC dan dapat langsung diberikan terapi definitive. Untuk tindak lanjut dapat ke poliklinik, misalnya laserasi, fraktur minor / tertutup, sistitis, otitis media dan lainnya
Tidak gawat tidak darurat (P4) Keadaan tidak mengancam nyawa dan tidak
memerlukan tindakan gawat. Gejala dan tanda klinis ringan / asimptomatis. Misalnya penyakit kulit, batuk, flu, dan sebagainya
Tabel 2. Klasifikasi berdasarkan Tingkat Prioritas (Labeling)
KLASIFIKASI KETERANGAN
Prioritas I (merah) Mengancam jiwa atau fungsi vital, perlu resusitasi dan tindakan bedah segera, mempunyai kesempatan hidup yang besar. Penanganan dan pemindahan bersifat segera yaitu gangguan pada jalan nafas, pernafasan dan sirkulasi. Contohnya sumbatan jalan
nafas, tension pneumothorak, syok hemoragik, luka terpotong pada tangan dan kaki, combutio (luka bakar) tingkat II dan III > 25%
Prioritas II (kuning) Potensial mengancam nyawa atau fungsi vital bila tidak segera ditangani dalam jangka waktu singkat. Penanganan dan pemindahan bersifat jangan terlambat. Contoh: patah tulang besar, combutio (luka bakar) tingkat II dan III < 25 %, trauma thorak / abdomen, laserasi luas, trauma bola mata.
Prioritas III (hijau) Perlu penanganan seperti pelayanan biasa, tidak perlu segera. Penanganan dan pemindahan bersifat terakhir. Contoh luka superficial, luka-luka ringan
Prioritas 0 (hitam) Kemungkinan untuk hidup sangat kecil, luka sangat parah. Hanya perlu terapi suportif. Contoh henti jantung kritis, trauma kepala kritis.
Tabel 3.Klasifikasi berdasarkan Tingkat Keakutan(Iyer, 2004).
KLASIFIKASI KETERANGAN
Kelas I Pemeriksaan fisik rutin (misalnya memar minor); dapat menunggu lama tanpa bahaya
Kelas II Nonurgen / tidak mendesak (misalnya ruam, gejala flu); dapat menunggu lama tanpa bahaya
Kelas III Semi-urgen / semi mendesak (misalnya otitis media); dapat menunggu sampai 2 jam sebelum pengobatan
Kelas IV Urgen / mendesak (misalnya fraktur panggul, laserasi berat, asma); dapat menunggu selama 1 jam
Kelas V Gawat darurat (misalnya henti jantung, syok); tidak boleh ada keterlambatan pengobatan ; situasi yang mengancam hidup
B. METODE TRIASE
Proses triase dimulai ketika pasien masuk ke puskesmas Cibaliung. Perawat triage harus mulai memperkenalkan diri, kemudian menanyakan riwayat singkat dan melakukan pengkajian, misalnya; melihat sekilas kearah pasien sebelum mengarahkan ke ruang perawatan yang tepat.
Pengumpulan data subjektif dan objektif harus dilakukan dengan cepat, tidak lebih dari 5 menit karena pengkajian ini tidak termasuk pengkajian perawat utama. Perawat triage bertanggung jawab untuk menempatkan pasien di area pengobatan yang tepat; misalnya bagian trauma dengan peralatan khusus, bagian jantung dengan monitor jantung dan tekanan darah, dll. Tanpa memikirkan dimana pasien pertama kali ditempatkan setelah triage, setiap pasien tersebut harus dikaji ulang oleh perawat utama sedikitnya sekali setiap 60 menit.
Untuk pasien yang dikategorikan sebagai pasien yang mendesak atau gawat darurat, pengkajian dilakukan setiap 15 menit / lebih bila perlu.Setiap pengkajian ulang harus didokumentasikan dalam rekam medis.Informasi baru dapat mengubah kategorisasi keakuratan dan lokasi pasien di area pengobatan.Misalnya kebutuhan untuk memindahkan pasien yang awalnya berada di area pengobatan minor ke tempat tidur bermonitor ketika pasien tampak mual atau mengalami sesak nafas, sinkop, atau diaforesis.(Iyer, 2004). Bila kondisi pasien ketika datang sudah tampak tanda - tanda objektif bahwa ia mengalami gangguan pada airway, breathing, dan circulation, maka pasien ditangani terlebih dahulu. Pengkajian awal hanya didasarkan atas data objektif dan data subjektif sekunder dari pihak keluarga. Setelah keadaan pasien membaik, data pengkajian kemudian dilengkapi dengan data subjektif yang berasal langsung dari pasien (data primer)
C. LANGKAH KEGIATAN
1. Pasien datang ke puskesmas Cibaliung
2. Untuk pasien dengan kesadaran penuh dan tanpa penyulit dikategorikan hijau dan mengikuti alur pelayanan
3. Untuk pasien dengan atau tanpa gangguan kesadaran disertai penyulit akan diarahkan ke ruang tindakan untuk dilakukan anamnesa dan pemeriksaan singkat dan cepat (selintas) untuk menentukan tingkat kegawatanannya dan penanganan lebih lanjut
4. Bila jumlah penderita/korban yang ada lebih dari 50 orang, maka triase dapat dilakukan di luar ruang triase (di depan gedung IGD).
5. Penderita dibedakan menurut kegawatnnya dengan memberi kodewarna:
a. Segera-Immediate (merah). Pasien mengalami cedera mengancam jiwa yang kemungkinan besar dapat hidup bila ditolong segera. Misalnya: Tension pneumothorax, distress pernafasan (RR< 30x/mnt), perdarahan internal, dsb.
b. Tunda-Delayed (kuning) Pasien memerlukan tindakan defintif tetapi tidak ada ancaman jiwa segera. Misalnya : Perdarahan laserasi terkontrol, fraktur tertutup pada ekstrimitas dengan perdarahan terkontrol, luka bakar <25% luas permukaan tubuh, dsb.
c. Minimal (hijau). Pasien mendapat cedera minimal, dapat berjalan
dan menolong diri sendiri atau mencari pertolongan. Misalnya: Laserasi minor, memar dan lecet, luka bakar superfisial.
d. Expextant (hitam) Pasien mengalami cedera mematikan dan akan
meninggal meski mendapat pertolongan. Misalnya : Luka bakar derajat 3 hampir diseluruh tubuh, kerusakan organ vital, dsb.
e. Pasien mendapatkan prioritas pelayanan dengan urutan warna : merah, kuning, hijau, hitam.
f. Pasien kategori triase merah dapat langsung diberikan pengobatan diruang tindakan . Tetapi bila memerlukan tindakan medis lebih lanjut, penderita/korban dapat dirujuk ke rumah sakit setelah kondisinya stabil dan transportable.
g. Penderita dengan kategori triase kuning yang memerlukan tindakan medis lebih lanjut dapat dipindahkan ke ruang observasi dan menunggu giliran setelah pasien dengan kategori triase merah selesai ditangani.
h. Penderita dengan kategori triase hijau dapat dipindahkan ke rawat jalan, atau bila sudah memungkinkan untuk dipulangkan, maka pasien dapat diperbolehkan untuk pulang.
i. Penderita kategori triase hitam dapat langsung dibawa pulang oleh keluarga.
6. Dokumentasi dalam rekam medis.
Dalam kegiatan triase diperlukan data dokumentasi yaitu :
1. Waktu dan datangnya alat transportasi
2. Keluhan utama (misal. “Apa yang membuat anda datang kemari?”)
3. Pengkodean prioritas atau keakutan perawatan
4. Penentuan pemberi perawatan kesehatan yang tepat
5. Penempatan di area pengobatan yang tepat (misal. kardiak versus trauma, perawatan minor versus perawatan kritis)
6. Permulaan intervensi (misal. balutan steril, pemakaian bidai, prosedur diagnostik).
BAB V LOGISTIK
Kebutuhan dana dan logistik untuk pelaksanaan kegiatan triase direncanakan dan diajukan sesuai kebutuhan kegiatan triase melalui perencanaan puskesmas.
BAB VI
KESELAMATAN PASIEN
Dalam perencanaan sampai dengan pelaksanaan kegiatan triase diperhatikan keselamatan pasien dengan melakukan identifikasi risiko terhadap segala kemungkinan yang dapat terjadi pada saat pelaksanaan triase. Upaya pencegahan risiko terhadap sasaran harus dilakukan padasetiap pelaksanaan kegiatan dengan cara penggunaan Bahan habis pakai dan Alat-alat yang steril bila diperlukan, melakukan penanganan pasien sesuai dengan SOP.
BAB VII
KESELAMATAN KERJA
Dalam perencanaan sampai dengan pelaksanaan kegiatan triase diperhatikan keselamatan petugas dengan melakukan identifikasi risiko terhadap segala kemungkinan yang dapat terjadi pada saat pelaksanaan triase. Upaya pencegahan risiko terhadap sasaran harus dilakukan padasetiap pelaksanaan kegiatan dengan cara penggunaan Alat Pelindung Diri dan mendokumentasikan kegiatan dalam rekam medis.
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU
Kinerja pelaksanaan Triase dimonitor dan dievaluasi dengan menggunakan indikator daftar tilik SOP pelayanan Klinis dan Audit Internal secara periodik.
BAB IX PENUTUP
Pedoman ini sebagai acuan dalam melakukan triase di Puskesmas Cibaliung. Pelaksanaan Triase diharapkan sesuai dengan pedoman sehingga dapat mengutamakan keselamatan pasien dan petugas. Keberhasilan triase tergantung pada komitmen yang kuat dari semua pihak yang terkait termasuk pemenuhan sumber daya sarana prasarana.