• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Ketepatan Prediksi Metode Altman terhadap Terjadinya Likuidasi pada Lembaga Perbankan [ Kasus Likuidasi Perbankan di Indonesia ]

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Analisis Ketepatan Prediksi Metode Altman terhadap Terjadinya Likuidasi pada Lembaga Perbankan [ Kasus Likuidasi Perbankan di Indonesia ]"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

PADA LEMBAGA PERBANKAN

[ Kasus Likuidasi Perbankan di Indonesia ]

Muhammad Akhyar Adnan dan

Muhammad Imam Taufiq Abstrak

Penelitian ini mencoba mengangkat kasus likuidasi perbankan yang terjadi di Indonesia untuk dianalisis dengan menggunakan metode Altman. Metode Altman ini merupakan sebuah metode yang digunakan dalam memprediksi terjadinya kebangkrutan pada sebuah perusahaan yang terdiri dari beberapa rasio keuangan yaitu, Working Capital to Total Assets, retained earning to Total Assets, earning before interest and tax to Total Assets, market value equity to bookvalue of debt dan rasio sales to Total Assets. Sehubungan dengan hal tersebut, maka fenomena baru yang ingin dibuktikan dalam penelitian ini adalah apakah metode Altman tersebut dapat diimplementasikan dalam memprediksi kemungkinan terjadinya likuidasi pada sebuah lembaga perbankan dan dapatkah rata-rata rasio keuangan sebelum terjadi likuidasi digunakan untuk memprediksi kemungkinan terjadinya likuidasi pada bank-bank tersebut.

Dari hasil analisis data terhadap dua kelompok sampel penelitian, yaitu 25 sampel bank terlikuidasi dan 25 sampel bank yang tidak terlikuidasi terlihat bahwa nilai Z-score dari kedua kelompok sampel bank tersebut menunjukkan perbedaan yang cukup signifikan. Nilai Z-score bank-bank terlikuidasi sangat jauh berbeda bila dibandingkan dengan nilai Z-score dari bank-bank yang tidak terlikuidasi. Rasio-rasio keuangan yang terdapat dalam metode Altman menunjukkan bahwa rasio-rasio keuangan kelompok bank-bank yang terlikuidasi jauh lebih kecil dari pada rasio-rasio keuangan kelompok bank-bank yang tidak terlikuidasi. Dari hasil ini kemudian dapat disimpulkan bahwa metode Altman juga dapat diterapkan dalam memprediksi kemungkinan terjadinya likuidasi pada lembaga perbankan.

Penelitian ini tidak hanya memperkuat teori yang ditemukan oleh Altman, tetapi sekaligus memberikan perluasan konsep dalam hal ruang lingkup penggunaan dari teori Altman tersebut. Sebagaimana diketahui bahwa antara satu kelompok industri dengan kelompok industri yang lainnya mempunyai karakteristik yang berbeda, sehingga sebuah metode analisis belum tentu dapat diterapkan pada semua kelompok industri tersebut. Oleh karena itu, penelitian ini telah membuktikan bahwa Metode Altman juga dapat diimplementasikan pada industri perbankan untuk memprediksi terjadinya likuidasi pada bank tersebut.

Keywords : likuidasi, perbankan, metode altman, prediksi kebangkrutan

PENDAHULUAN

Kondisi Perbankan Indonesia saat ini sangat memprihatinkan akibat adanya krisis moneter yang imbasnya juga melanda sektor per-bankan. Kesulitan likuiditas akibat tingginya kredit macet semakin dirasa-kan efeknya karena adanya krisis moneter yang berlangsung mulai perten-gahan Juli 1997. Pemerintah kemudian mengambil kebijakan untuk

me-adalah Direktur Program Doktor Ilmu Ekonomi Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta 

(2)

likuidasi 16 bank pada tanggal 1 Nopember 1997, kemudian 7 bank dibekukan operasinya pada bulan April 1998 dan pada 13 Maret 1999 38 bank dilikuidasi. Selama periode 1997 - 2000 pemerintah telah menutup atau melikuidasi sebanyak 67 bank. Tindakan ini merupakan salah satu langkah kebijakan yang diambil oleh pemerintah selaku otoritas moneter guna menyehatkan sektor keuangan khususnya sektor per-bankan.

Permasalahan perbankan di Indonesia sangat kompleks, antara lain disebabkan oleh depresiasi rupiah yang sangat tajam, peningkatan suku bunga SBI sehingga menyebabkan suku bunga perbankan tinggi yang pada akhirnya meningkatkan jumlah kredit yang bermasalah. Lemahnya kondisi internal bank antara lain kualitas manajemen yang tidak memadai, pemberian kredit pada kelompok atau group usaha sendiri dan rendahnya modal untuk menyerap berbagai resiko kerugian merupa-kan masalah-masalah mendasar yang sedang dihadapi oleh dunia per-bankan di indonesia. Menghadapi krisis ekonomi yang berkepanjangan dan permasalahan perbankan yang sangat komplek tersebut, beberapa bank dapat bertahan hidup (tidak terlikuidasi) namun sebagian lagi tidak dapat menghindar dari kebijakan likuidasi yang merupakan keputusan akhir dari pemerintah.

Analisis rasio keuangan merupakan suatu alternatif untuk menguji apakah informasi keuangan yang dihasilkan oleh akuntansi keuangan bermanfaat untuk melakukan klasifikasi atau prediksi terhadap harga saham di pasar modal. Tingkat kesehatan perusahaan penting artinya bagi perusahaan untuk meningkatkan efisiensi dalam menjalan-kan usahanya, sehingga kemampuan untuk memperoleh keuntungan dapat ditingkatkan yang pada akhirnya dapat menghindari adanya kemungkinan kebangkrutan (terlikuidasi) pada perusahaan perbankan.

Terjadinya likuidasi pada sejumlah bank tentu saja akan menimbulkan beberapa permasalahan yang berkaitan dengan nasabah, pemilik maupun karyawan yang harus kehilangan pekerjaannya. Hal ini sebenarnya tidak akan menimbulkan masalah yang lebih besar kalau proses likuidasi pada sebuah lembaga perbankan dapat diprediksi lebih dini. Adanya tindakan untuk memprediksi terjadinya likuidasi tersebut, tentu saja akan dapat menghindari atau mengurangi resiko terjadinya likuidasi tersebut. Secara empiris prediksi kebangkrutan atau likuidasi ini dapat dibuktikan, sebagaimana yang telah dilakukan oleh oleh beberapa peneliti dengan menggunakan rasio-rasio keuangan (Beaver 1966, Thomson dan Altman 1968, Dambolena dan Khoury 1980).

Resiko likuidasi terhadap sebuah bank sebenarnya dapat dilihat dan diukur melalui laporan keuangan, dengan cara melakukan analisis terhadap laporan keuangan yang dikeluarkan oleh bank yang

(3)

ber-sangkutan. Analisis laporan keuangan merupakan alat yang sangat pent-ing untuk mengetahui posisi keuangan perusahaan serta hasil-hasil yang telah dicapai sehubungan dengan pemilihan strategi perusahaan yang telah dilaksanakan. Dengan adanya latar belakang seperti yang digam-barkan di atas, maka muncul pertanyaan apakah metode Altman dapat diimplementasikan dalam memprediksi kemungkinan terjadinya likuidasi pada lembaga perbankan ? Dan apakah rata-rata rasio keuangan setiap bank dapat digunakan dalam memprediksi kemungkinan terjadinya likui-dasi maupun tidak terjadinya likuilikui-dasi pada bank-bank tersebut?

TINJAUAN LITERATUR

Informasi akuntansi termasuk laporan keuangan memang mengandung sejumlah data yang dapat dikaji sebagai bahan penelitian. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika telah banyak dilakukan penelitian-penelitian yang menggunakan laporan keuangan perusahaan tertentu sebagai bahan atau data penelitian. Beberapa penelitian yang pernah dilakukan tersebut adalah :

Beaver (1966), membuktikan bahwa secara empiris rasio keu-angan dapat digunakan sebagai alat prediksi kegagalan perusahaan, meskipun tidak semua rasio dapat memprediksi dengan sama baiknya dan tidak dapat memprediksi dengan tingkat keberhasilan yang sama. Beaver menggunakan Univariate Analysis. Beaver mempertemukan sampel perusahaan yang gagal dengan yang tidak gagal kemudian meneliti rasio keuangan selama lima tahun sebelum perusahaan gagal dan menemukan ternyata rasio keuangan perusahaan yang tidak gagal berbeda dengan yang gagal, lima tahun sebelum perusahaan gagal. Pada perusahaan yang gagalcash flow to total debtlebih rendah, ca-dangan aktiva lancar untuk melunasi kewajibannya lebih kecil dan hu-tangnya lebih besar dibandingkan perusahaan yang tidak gagal.

Dari penelitian ini terlihat bahwa rasio-rasio keuangan memiliki kemampuan dalam memprediksi terjadinya kegagalan pada sebuah perusahaan. Penelitian ini akan lebih baik jika sekiranya diadakan pem-isahan atau klasifikasi dari beberapa rasio yang dianggap paling tepat untuk memprediksi serta rasio-rasio keuangan yang dianggap kurang tepat delam memprediksi terjadinya kegagalan pada sebuah perus-ahaan. Catatan lain dari penelitian ini adalah belum berhasilnya peneliti mewujudkan sebuah formula dari hasil penelitian yang dilakukan se-bagaimana yang telah dilakukan oleh Altman. Dengan adanya formula atau metode tersebut, akan memudahkan para peneliti selanjutnya un-tuk mengimplementasikan teori ini pada kelompok industri yang lain

(4)

maupun dalam rangka pengembangan konsep atau teori yang dipakai dalam penelitian ini.

Altman (1968), menguji manfaat rasio keuangan dalam memprediksi kebangkrutan. Penelitiannya menggunakan sampel sebanyak 66 perusahaan yang terdiri atas 33 perusahaan bangkrut dan 33 perusahaan tidak bangkrut. Altman menggunakanmultivariate discriminant analysisdalam menguji manfaat lima rasio keuangan dalam memprediksi kebangkrutan. Hasil analisa menunjukkan bahwa rasio keuangan (profitability, liquidity, dan solvency) bermanfaat dalam memprediksi kebangkrutan dengan tingkat keakuratan 95% setahun sebelum perus-ahaan bangkrut. Tingkat keakuratan tersebut turun menjadi 72% untuk periode dua tahun sebelum bangkrut, 48% untuk periode tiga tahun sebelum bangkrut, 29% untuk periode empat tahun sebelum bangkrut dan 36% untuk periode lima tahun sebelum bangkrut.

Hasil penelitian ini menunjukkan penurunan kekuatan prediksi rasio keuangan untuk periode waktu yang lebih lama. Dari penelitian ini juga ditemukan bahwa ada lima rasio keuangan yang dapat digunakan untuk mendeteksi kebangkrutan perusahaan dua tahun sebelum perusahaan tersebut bangkrut. Kelima rasio tersebut terdiri dari cash flow to total debt, net income to Total Assets, total debt to Total Assets, Working Capital to Total Assets, dan current ratio. Altman juga menemukan bahwa rasio-rasio tertentu, terutama likuiditas dan leverage, memberikan sumbangan terbesar dalam rangka mendeteksi dan memprediksi kebangkrutan perusahaan.

Pada penelitian Altman ini, dapat kita lihat bahwa tidak ada penegasan atau tidak ada pemisahan antara satu kelompok industri dengan kelompok industri yang lainnya. Hal ini dapat menimbulkan anggapan bahwa metode Altman seakan-akan memberikan perlakuan yang sama terhadap semua kelompok industri. Padahal, harus diingat bahwa antara satu kelompok industri dengan kelompok industri yang lainnya mempunyai karakteristik yang berbeda.

Sinkey (1975), meneliti tentang manfaat rasio keuangan dalam memprediksi kondisi keuangan bank. Sinkey menggunakanmultiple dis-criminant analisis dan menemukan bukti bahwa rasio keuangan ber-beda antar perusahaan perbankan yang bermasalah dengan perus-ahaan perbankan yang tidak bermasalah untuk periode empat tahun sebelum bank mengalami masalah. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bank yang bermasalah kurang efisien dalam operasionalnya, kecukupan modal yang diukur dengan loans-to-capital kurang me-madai, dan rasio likuiditas lebih rendah dibandingkan bank yang tidak bermasalah dalam empat tahun sebelum bank tersebut mengalami ma-salah.

(5)

Dari penelitian ini terlihat bahwa rasio yang digunakan untuk prediksi kondisi keuangan bank cenderung lebih menekankan pada rasio-rasio keuangan dari sisi likuiditas. Hal ini dapat menimbulkan kesalahan interpretasi terhadap hasil analisis yang dilakukan. Harus diingat bahwa bank yang kondisi keuangannya bagus bukan jaminan bahwa secara keseluruhan kondisi bank tersebut juga bagus. Kemampuan mengumpulkan dana oleh bank harus diimbangi dengan kemampuan menyalurkan dana tersebut supaya dapat menghasilkan keuntungan bagi bank.

Dambolena dan Khoury (1980), meneliti 46 perusahaan yang terdiri dari 23 perusahaan bangkrut dan 23 perusahaan tidak bangkrut dari sektor eceran dan pabrikasi. Dambolena dan Khoury menunjukkan bahwa rasio keuangan mempunyai kemampuan untuk memprediksi kebangkrutan untuk lima tahun sebelum perusahaan mengalami ke-bangkrutan.

Thompson (1991), menguji manfaat rasio keuangan dalam memprediksi kebangkrutan perusahaan. Thompson dapat menyimpulkan bahwa kemungkinan perusahaan bank akan bangkrut adalah fungsi dari variabel solvency-nya, termasuk rasio CAMEL (capital, assets, management, earnings dan liquidity)yang dimilikinya. Thompson juga menemukan bukti bahwa rasio CAMEL sebagaiproxy variabel kondisi keuangan bank merupakan faktor signifikan yang berkaitan dengan kemungkinan kebangkrutan bank untuk periode empat tahun sebelum bank bangkrut.

Baik penelitian yang dilakukan oleh Dambolena dan Khoury maupun penelitian yang dilakukan oleh Thompson, merupakan penelitian yang mencoba memperdalam kajian tentang efektifitas rasio-rasio keuangan dalam memprediksi terjadinya kebangkrutan pada sebuah perusahaan.

Abad (1995), melakukan penelitian untuk mengevaluasi tingkat kesehatan keuangan PT. Sari Husada Yogyakarta dengan menggunakan rasio keuangan. Penelitian ini mengkaji tingkat kesehatan keuangan perusahaan dan membandingkannya dengan tingkat resiko keuangan model Altman, antara periode sebelum dan sesudah go public. Tingkat resiko keuangan semakin merendah dan tingkat kesehatan semakin membaik setelah perusahaan melakukango public. Pada penelitian ini,Z-score model Altmantidak digunakan untuk memprediksi adanya potensi kebangkrutan perusahaan di masa yang akan datang tetapi hanya digunakan untuk menentukan posisi keu-angan perusahaan karena perusahaan tersebut masih berdiri dan beroperasi.

(6)

Sebagaimana diketahui, konsep Altman menekankan kepada bagaimana sebuah perusahaan dapat diprediksikan akan mengalami kebangkrutan, bukan menganalisa tingkat resiko keuangan dari sebuah perusahaan. Apalagi, dalam penelitian ini perusahaan yang diriset atau diteliti adalah perusahaan yang masih eksis atau belum mengalami kebangkrutan, sehingga ketepatan atau keakuratan teori Altman pun tidak nampak atau tidak dapat dibuktikan dalam penelitian ini.

Adnan dan Kurniasih (2000), melakukan penelitian dengan menggunakan pendekatan Altman untuk menganalisis tingkat kesehatan perusahaan untuk memprediksi potensi kebangrutan perus-ahaan. Sampel yang digunakan dibagi dalam dua kelompok yaitu ke-lompok perusahaan perbankan dan non perbankan. Hasil analisis da-lam penelitian ini menunjukkan bahwa analisis tingkat kesehatan pada perusahaan perbankan maupun non perbankan menunjukkan kondisi kinerja yang tidak sehat. Demikian pula pada hasil analisis potensi ke-bangkrutan yang menunjukkan hasil Z-score yang sangat rendah. Hal ini menunjukkan bahwa antara rasio-rasio dalam tingkat kesehatan dengan rasio-rasio dalam potensi kebangkrutan mempunyai hubungan yang sangat kuat dalam menentukan kondisi keuangan perseroan ter-sebut. Tingkat kesehatan keuangan bisa juga digunakan sebagai alat ukur yang pertama untuk menunjukkan kondisi keuangan perusahaan, dan untuk lebih meyakinkan kondisi kebangkrutannya bisa digunakan untuk memprediksi potensi kebangkrutan. Dengan demikian formula yang ditemukan oleh Altman bisa digunakan sebagai salah satu alat ukur yang handal untuk memprediksi kebangkrutan sebuah perus-ahaan.

Keterbatasan yang dapat kita lihat dalam penelitian ini adalah tidak adanya pertimbangan pada segi representasi dan sebaran data. Demikian pula sampel yang digunakan hanyalah dua kelompok usaha (perbankan dan non-perbankan) yang diklasifikasikan secara sederhana. Dari beberapa penelitian-penelitian terdahulu yang dijelaskan di atas, ter-lihat bahwa antara satu penelitian dengan penelitian yang lainnya saling berhubungan. Demikian pula penelitian-penelitian tersebut saling melengkapi di antara kekurangan-kekurangan yang ada pada masing-masing penelitian tersebut.

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KEBANGKRUTAN

Kebangkrutan akan cepat terjadi pada perusahaan yang berada di negara yang sedang mengalami kesulitan ekonomi, karena kesulitan ekonomi akan memicu semakin cepatnya kebangkrutan perusahaan yang mungkin tadinya sudah sakit kemudian semakin sakit

(7)

dan bangkrut. Perusahaan yang belum sakit pun akan mengalami kesu-litan dalam pemenuhan dana untuk kegiatan operasional perusahaan aki-bat adanya krisis ekonomi tersebut. Namun demikian, proses ke-bangkrutan sebuah perusahaan tentu saja tidak semata-mata disebab-kan oleh faktor ekonomi saja tetapi bisa juga disebabdisebab-kan oleh faktor lain yang sifatnya non ekonomi.

Pada umumnya, jauh sebelum perusahaan mengalami kegagalan, tanda-tanda awal yang menunjuk kearah kecenderungan yang kurang menguntungkan itu telah muncul. Akan tetapi, seringkali manajemen tidak mengindahkan bahkan tidak memperhatikan sama sekali. Manajemen juga terkadang menganggap bahwa tanda-tanda yang menunjuk kepada ketidaksehatan perusahaan merupakan gejala temporer yang diperkirakan akan hilang dengan sendirinya tanpa perlu ada intervensi manajemen. Anggapan ini mengakibatkan pihak manajemen terlambat melakukan tindakan antisipasi maupun proses perbaikan terhadap kinerja perusahaan. Ada beberapa tanda atau indi-kator manajerial dan operasional yang muncul ketika perusahaan akan mengalami kebangkrutan (Suwarsono, 1996), yaitu :

Indikator dari Lingkungan Bisnis

Pertumbuhan ekonomi dan aktivitas ekonomi pembentuknya memberikan indikasi bagi manajemen dalam melakukan pengambilan keputusan ekspansi usaha. Pertumbuhan ekonomi yang rendah, dengan demikian menjadi indikator yang cukup penting pada lemahnya peluang bisnis. Apalagi, jika di saat yang sama banyak perusahaan baru yang memasuki pasar. Bagi perusahaan yang baru memasuki pasar, kondisi ini sangat sensitif. Perusahaan tersebut sejak semula harus bersaing dengan perusahaan yang terlebih dahulu berada di pasar dengan prinsip Zero sum game. Permintaan yang tidak ber-tambah diperebutkan oleh perusahaan yang semakin banyak. Besarnya satu perusahaan tertentu menjadi sebab mengecilnya perusahaan yang lain.

Tersedianya kredit dan aktivitas pasar modal dapat digunakan sebagai indikator mudah atau sulitnya, murah atau mahalnya dana yang diperlukan. Sebab ini bisa menjadi penghambat dalam merebut peluang bisnis jika perusahaan tidak memiliki modal sendiri yang cukup. Meningkatnya populasi bisnis dapat digunakan sebagai indikator meningkatnya persaingan dan semakin berkurangnya laba potensial yang dijanjikan karena adanya perubahan struktur pasar. Bertambah dan berkurangnya populasi perusahaan (dan unit usaha strategis) juga dapat dijadikan patokan ekspansi dan kontraksi bisnis.

(8)

Perubahan harga memberikan indikasi yang cukup penting tentang perubahan tingkat inflasi dan keseimbangan jumlah barang tersedia dan diminta di pasar. Indikator ini juga dapat dijadikan alat un-tuk melihat kecenderungan retaliasi pesaing. Akselerasi dan terobosan dalam perkembangan teknologi dapat memberikan efek yang berantai sejak dari rantai produksi sampai dengan rantai distribusi. Indikator ini amat penting diperhatikan bagi perusahaan yang beroperasi pada pasar yang sudah dewasa. Perubahan sosial budaya dapat digunakan sebagai petunjuk perkembangan perilaku konsumen dalam pengambi-lan keputusan pembelian barang. Indikator ini perlu diperhatikan oleh perusahaan yang menerapkan strategi diferensiasi. Perubahan ling-kungan politik dan hukum dapat menimbulkan perubahan peluang dan resiko bisnis, baik yang legal maupun yang ekstra legal. Di banyak negara sedang berkembang, perubahan lingkungan politik dan hukum sering terjadi. Manajemen justru perlu belajar memanfaatkan ketid-akpastian yang ada. Sinyal ini perlu diperhatikan bagi perusahaan as-ing.

Indikator Internal

Di negara maju, kegagalan perusahaan yang disebabkan oleh lingkungan bisnis relatif kecil, sekitar 20%. Lingkungan bisnis relatif stabil dan manajemen mampu melakukan prakiraan bisnis dengan tingkat ketepatan yang cukup. Oleh karena itu manajemen mampu mengembangkan sikap proaktif. Berbeda dengan di negara sedang berkembang, turbulensi lingkungan bisnis cukup tinggi. Manajemen tidak mampu melakukan prakiraan bisnis dengan alat analisa apapun yang digunakan. Oleh karena itu, manajemen kesulitan mengembang-kan sikap proaktif. Lebih cenderung bersikap reaktif, dan oleh karena itu biasanya terlambat mengantisipasi perubahan.

Di sisi lain, kegagalan bisnis di negara maju yang disebabkan oleh variabel internal relatif tinggi, berkisar pada angka 80%. Di negara sedang berkembang, prosentase tersebut diperkirakan lebih rendah. Akan tetapi, jika kegagalan antisipasi manajerial dalam menghadapi gejolak perubahan lingkungan bisnis karena ketidakmampuan dan ketid-akcakapan manajemen dapat dikategorikan juga dalam kategori sebab internal, maka angka yang tak jauh berbeda akan ditemukan. Lebih dari itu, semestinya orang juga melihat bahwa tingginya turbulensi ling-kungan yang menjadi sebab kegagalan satu perusahaan tertentu juga dialami oleh perusahaan lain yang tidak gagal. Setidaknya bagi perus-ahaan yang terletak dalam satu jenis industri tertentu.

Sinyal kegagalan yang dapat ditemukan pada variabel internal dapat dijumpai pada setiap tahapan daur kehidupan organisasi; awal

(9)

pertumbuhan, pertengahan, dan kedewasaan. Untuk disebut sebagai perusahaan yang sakit, manajemen tidak perlu menunggu munculnya semua indikator. Adanya beberapa indikator sudah cukup menjadi tanda tidak sehatnya suatu perusahaan. Tidak berbeda dengan indi-kator yang berasal dari lingkungan bisnis, permasalahan menjadi lebih kompleks jika terjadi interaksi antar indikator.

Indikator Kombinasi

Seringkali perusahaan yang sakit disebabkan oleh interaksi antara ancaman yang datang dari lingkungan bisnis dan kelemahan yang berasal dari variabel internal. Amat jarang hanya benar-benar disebabkan oleh salah satu dari kedua variabel tersebut, apalagi hanya oleh ancaman yang berasal dari perubahan lingkungan bisnis. Jika disebabkan oleh keduanya, biasanya membawa akibat yang lebih kom-pleks dibanding jika hanya disebabkan oleh salah satu variabel saja.

Inilah beberapa indikator yang dapat kita lihat atau jadikan ac-uan dalam melihat kemungkinan perusahaan akan mengalami ke-bangkrutan. Indikator-indikator ini merupakan gabungan dari dalam maupun dari luar perusahaan. Tentu saja masih banyak indikator lain yang juga relevan dengan kondisi perusahaan tertentu maupun situasi dimana perusahaan tersebut berada.

Apapun ukuran atau indikator yang hendak dipakai, nampaknya sehat tidaknya perusahaan tidak dapat diketahui dalam waktu sesaat. Di-perlukan waktu yang agak berkelanjutan untuk mendeteksi gejala ketid-aksehatan perusahaan. Biasanya dipergunakan waktu antara dua sam-pai lima tahun untuk mengetahui ketidaksehatan perusahaan dan waktu tersebut diperlakukan sebagai batas toleransi penurunan kinerja (de-clining). Jika terjadi penurunan kinerja yang relatif ajeg sepanjang waktu tersebut, barulah dapat dikatakan bahwa perusahaan dalam keadaan tidak sehat terkecuali jika terjadi perubahan lingkungan bisnis secara dramatis (Suwarsono, 2001).

PREDIKSI KEBANGKRUTAN DENGAN METODE ALTMAN

Prediksi kebangkrutan yang diformulasikan oleh Altman dalam bentuk persamaan yang kemudian dikenal dengan formula-Z (Z= 0,717X1+0,847X2+ 3,107X3 + 0,420X4 + 0,998X5)merupakan kom-binasi dari beberapa rasio keuangan yang dianggap dapat memprediksi terjadinya kebangkrutan pada sebuah perusahaan. Rasio-rasio tersebut merupakan rasio-rasio yang mendeteksi kondisi keuangan perusahaan yang berkaitan dengan likuiditas, profitabilitas dan aktivitas perusahaan. Rasio-rasio tersebut terdiri dari :

(10)

1. Working Capital/Total Assets……… X1 2. Retained Earnings/Total Assets……… X2 3. Earning Before Interest and Taxes/Total Assets……… X3 4. Market Value of Equity/Book Value of Total Debt…………. X4 5. Sales/Total Assets……….. X5

Rasio X1 yaituWorking Capital/Total Assets merupakan rasio yang mendeteksi likuiditas dari total aktiva dan posisi modal kerja (ne-to). Dimana modal kerja(Working Capital)diperoleh dari selisih antara aktiva lancar dengan utang lancar. Jika dikaitkan dengan indikator-indikator kebangkrutan seperti yang disebutkan di atas, maka indikator-indikator yang dapat digunakan untuk mendeteksi adanya masalah pada tingkat likuiditas perusahaan adalah indikator-indikator internal seperti, ketid-akcukupan kas, utang dagang membengkak, utilisasi modal (harta kekayaan) menurun, penambahan utang yang tak terkendali dan be-berapa indikator lainnya.

Rasio X2 yaituRetained Earnings/Total Assets dan rasio X3 yaituEarning Before Interest and Taxes/Total Assetsmerupakan rasio-rasio profitabilitas yang mendeteksi kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan. Rasio X2 akan mengukur besarnya ke-mampuan suatu perusahaan dalam memperoleh keuntungan, ditinjau dari kemampuan perusahaan yang bersangkutan dalam memperoleh laba dibandingkan dengan kecepatan perputaranoperating assets se-bagai ukuran efisiensi usaha. Manajemen suatu bank sangat berkepentingan untuk dapat melihat rasio ini, karena sekaligus akan terlihat tingkat efisiensi usaha dan kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba dari hasil penjualannya (Mulyono, 1994).

Rasio X3 sering disebut pula Earning Power of Total Invest-men atau Rate of Return on InvestInvest-men merupakan rasio yang men-gukur kemampuan dari modal yang diinvestasikan dalam keseluruhan aktiva untuk menghasilkan keuntungan bagi semua investor termasuk pemegang saham dan obligasi (Riyanto, 1995). Beberapa indikator yang dapat kita gunakan dalam mendeteksi adanya masalah pada ke-mampuan profitabilitas perusahaan diantaranya adalah, piutang dagang meningkat, rugi terus-menerus dalam beberapa kwartal, persediaan meningkat, penjualan menurun terlambatnya hasil penagihan piutang, kredibilitas perusahaan berkurang serta kesediaan memberi kredit pada konsumen yang tak dapat membayar pada waktu yang ditetapkan.

Rasio X4 yaitu Market Value of Equity/Book Value of Total Debtdan rasio X5 yaituSales/Total Assets, merupakan rasio-rasio yang mengukur aktivitas perusahaan. Untuk rasio X4, sering juga digunakan dalam bentuk persamaan Net Worth/Total Debt. Rasio ini mengukur

(11)

kemampuan perusahaan dalam memberikan jaminan kepada setiap utangnya melalui modalnya sendiri. Sedangkan rasio X5 merupakan rasio yang mendeteksi kemampuan dana perusahaan yang tertanam dalam keseluruhan aktiva berputar dalam satu periode tertentu. Rasio ini dapat pula dikatakan sebagai rasio yang mengukur kemampuan modal yang diinvestasikan oleh perusahaan untuk menghasilkan reve-nue.

Beberapa indikator yang dapat digunakan untuk mendeteksi adanya masalah pada aktivitas perusahaan yang kemudian akan ber-pengaruh pada rasio-rasio tersebut di atas adalah, pangsa pasar produk kunci menurun, berpindahnya penguasaan pangsa pasar pada pesaing, modal kerja menurun drastis, perputaran persediaan menurun drastis, kepercayaan konsumen berkurang, dan beberapa indikator lainnya.

Dari uraian di atas, dapat terlihat bahwa rasio-rasio yang digunakan dalam metode Altman tidak hanya terfokus pada bagian keu-angan perusahaan saja tetapi juga dapat dikorelasikan dengan beberapa indikator yang mungkin dapat mempengaruhi rasio-rasio tersebut. Hal ini berarti bahwa implementasi metode Altman pada sebuah perus-ahaan di samping akan mendeteksi kemungkinan terjadinya ke-bangkrutan, juga akan mengarahkan perusahaan untuk segera mem-benahi bagian-bagian perusahaan yang sedang mengalami masalah dengan memperhatikan beberapa indikator yang berkaitan dengan likuiditas, profitabilitas dan aktivitas perusahaan.

METODE PENELITIAN

Populasi Dan Sampel

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah bank-bank yang terkena likuidasi maupun yang tidak terlikuidasi di Indonesia. Jumlah bank yang terlikuidasi selama periode 1997 sampai periode 2000 sebanyak 67 bank. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini dipilih dengan melalui beberapa pertimbangan, yaitu :

1. Untuk sampel bank terlikuidasi diambil kelompok bank yang ter-likuidasi pada periode 13 Maret 1999 setelah melewati prosesdue diligenceyang dilakukan oleh BPPN pada tahun 1998.

2. Untuk sampel bank yang tidak terlikuidasi, merupakan kelompok bank-bank yang masuk kategori A pada periode 1998.

3. Terdapat laporan keuangan selama 5 tahun sebelum terjadi likui-dasi atau tidak terlikuilikui-dasi.

Setelah dianalisis semua sampel bank yang terlikuidasi maupun yang tidak terlikuidasi, kemudian masing-masing diambil 25 sampel yang memenuhi ketiga syarat yang disebutkan di atas.

(12)

Sumber Data Dan Teknik Pengambilan Data

Dalam sebuah penelitian, data-data penelitian dapat diperoleh secara langsung pada obyek penelitian atau dikenal dengan data pri-mer maupun diperoleh dari sumber lain yang tidak langsung pada obyek penelitian tersebut. Penelitian ini akan menggunakan sumber data historis. Data sekunder akan diambil dari laporan keuangan bank yang terdapat dalamdirektory perbankanuntuktahun buku 1993, 1994, 1995, 1996 dan 1997.Data pendukung lainnya akan diperoleh dan dik-umpulkan dari Bank Indonesia,Capital Market Directory, Majalah Jurnal Pasar Modal, Majalah Info Bank, Bursa Efek Jakarta, dan sumber-sumber lain yang dianggap relevan.

Alat Analisis Data

Penelitian ini akan menggunakan analisa potensi kebangkrutan perusahaan dengan menggunakan metode Altman sebagai alat analisis datanya. Untuk analisis potensi kebangkrutan atau untuk memprediksi kemungkinan terjadinya likuidasi pada sebuah lembaga perbankan, akan menggunakan formula atau metode yang ditemukan oleh Altman yang dikenal dengan Z-Score. Dengan menggunakan metode Altman ini, maka kita akan dapat memprediksikan kemungkinan terjadinya ke-bangkrutan atau likuidasi pada sebuah perusahaan baik perbankan maupun non-perbankan.

Dari data laporan keuangan perbankan, baik yang terlikuidasi maupun yang tidak terlikuidasi kemudian akan dianalisis dengan menggunakan beberapa rasio-rasio keuangan yang dianggap dapat memprediksi kebangkrutan sebuah perusahaan. Beberapa rasio keu-angan yang mendeteksi likuiditas, profitabilitas dan aktivitas perus-ahaan inilah yang akan menghasilkan angka-angka atau rasio-rasio yang akan diproses lebih lanjut dengan menggunakan formula Altman. Data atau hasil perhitungan rasio-rasio tersebut, kemudian dianalisa lebih jauh lagi dengan menggunakan sebuah formula yang ditemukan oleh Altman, yaitu :

(13)

Tabel - 1

Sampel Bank yang Terlikuidasi

Nama Bank Tanggal

Penutupan Bank

Aset Terakhir Saat Dilikuidasi (Rp Milyar)

1. Bank Aken 2. Bank Alfa 3. Bank Asia Pacific 4. Bank Bahari

5. Bank Baja Internasional 6. Bank Bepede indonesia 7. Bank Budi Internasional 8. Bank Bumi Raya Utama 9. Bank Central Dagang 10. Bank Ciputra

11. Bank dagang & Industri 12. Bank Dharmala 13. Bank Ficorinvest 14. Bank Hastin

15. Bank Indonesia Raya 16. Bank Indotrade 17. Bank kharisma 18. Bank Lautan Berlian 19. Bank Mashill Utama 20. Bank Metropolitan 21. Bank Namura Internusa 22. Bank Putra SuryaPerkasa 23. Bank Sahid GajahPerkasa 24. Bank Sino

25. Bank Sewu Internasional

13 Maret 1999 13 Maret 1999 13 Maret 1999 13 Maret 1999 13 Maret 1999 13 Maret 1999 13 Maret 1999 13 Maret 1999 13 Maret 1999 13 Maret 1999 13 Maret 1999 13 Maret 1999 13 Maret 1999 13 Maret 1999 13 Maret 1999 13 Maret 1999 13 Maret 1999 13 Maret 1999 13 Maret 1999 13 Maret 1999 13 Maret 1999 13 Maret 1999 13 Maret 1999 13 Maret 1999 13 Maret 1999 354,7 1.041,7 4.677,2 1.202,7 277,6 105,8 123,9 209,1 2.014,3 304,7 698,3 2.926,3 2.097,1 999,6 10.411,7 99,6 489,3 725,4 2.427,5 359,6 439,1 2.146,2 744,4 60,7 399,5

(14)

Tabel - 2

Sampel Bank yang Tidak Terlikuidasi

No Nama Bank Kategori

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25

Bank Artos Indonesia Bank Buana Indonesia Bank Bumi Putera Indonesia Bank Bintang Manunggal Bank Bisnis Internasional Bank Dipo Internasional Bank Global Internasional Bank Halim Indonesia Bank Index Selindo Bank Indomonex Bank Jasa Jakarta

Bank Kesejahteraan Ekonomi Bank Kesawan

Bank Liman Internasional Bank Mayapada

Bank Maspion

Bank Multiarta Sentosa Bank NISP tbk

Bank Nusantara Parahyangan Bank Prasidha Utama Bank Royal Indonesia Bank Shinta

Bank Swadesi Bank Umum Tugu Bank Yudha Bakti

A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A

Z-Score = 0,717WC/TA + 0,847 RE/TA + 3,107 EBIT/TA + 0,420 MVE/BVD + 0,998 S/TA

keterangan dari formula Altman : WC : Working Capital

EBIT : Earning Before Interest and Tax TA : Total Assets

MVE : Market Value Equity RE : Retained Earning S : Sales

(15)

Dari hasil analisa dengan metode Altman, akan diperoleh hasil berupa angka-angka atau nilaiZ-scoreyang kemudian dapat menjelas-kan kemungkinan kebangkrutan itu amenjelas-kan dapat terjadi pada sebuah perusahaan. NilaiZ-score ini akan menjelaskan kondisi keuangan pe-rusahaan yang dibagi dalam beberapa tingkatan atau kategori, yaitu : 1. Untuk nilaiZ-scorelebih kecil atau sama dengan 1,81 (Z-score

1,81), berarti perusahaan mengalami kesulitan keuangan dan resi-ko yang tinggi.

2. Apabila diperoleh nilaiZ-scoreantara 1,81 sampai 2,99 (1,81 Z-score2,99), maka perusahaan dianggap berada pada daerah abu-abu (grey area). Pada kondisi ini, perusahaan mengalami masalah keuangan yang harus ditangani dengan penanganan manajemen yang tepat. Kalau terlambat dan tidak tepat penanganannya, maka pe-rusahaan dapat mengalami kebangkrutan. Jadi padagrey areaini ada kemungkinan perusahaan bangkrut dan ada pula yang tidak. Ting-gal bagaimana pihak manajemen perusahaan dapat segera mengambil tindakan untuk segera mengatasi masalah yang dialami oleh perusahaan.

3. Untuk nilai Z-score lebih besar dari 2,99 (Z-score  2,99), mem-berikan penilaian bahwa perusahaan berada dalam keadaan yang sangat sehat sehingga kemungkinan kebangkrutan sangat kecil terjadi.

HASIL PENELITIAN

Hasil dan Pembahasan Bank-Bank Terlikuidasi

Dari hasil perhitungan rasio-rasio keuangan pada setiap sam-pel bank, dapat terlihat bahwa semua bank yang terlikuidasi mempu-nyai nilai Z-score yang sangat rendah yaitu hanya sekitar 0,013 sampai 0,486. Rendahnya nilai Z-score ini disebabkan oleh rendahnya nilai dari variabel-veriabel yang terdapat dalam persamaan metode Altman yaitu variabel Working Capital /Total Assets, Retained Earning / Total As-sets, Earning Before Interest and Taxes / Total Assets, Market Value Equity / Book Value Of Total Debt dan variabel Sales / Total Assets.

Dari kelima variabel yang terdapat dalam formula Altman, rasio Working Capital / Total Assetsmerupakan rasio yang mempunyai nilai yang paling rendah. Hampir semua bank terlikuidasi mempunyai nilai Working Capitalyang sangat rendah bahkan sampai negatif. Bank Alfa selama tiga tahun berturut-turut yaitu tahun 1993, 1994, dan tahun 1995 mempunyai nilaiWorking Capitalyang negatif yaitu 0,147, 0,131 dan -0,011. Bank Asia Pasific juga mempunyai nilai Working Capital yang

(16)

negatif pada tahun 1993, 1994 dan 1996 dengan masingmasing nilai -0,044, -0,078 dan -0,006. NilaiWorking Capitaldari Bank Bahari juga negatif untuk tahun 1993, 1994 dan tahun 1997. Bank Baja Internasion-al dan Bank Budi InternasionInternasion-al mempunyai nilaiWorking Capitalyang negatif pada periode atau tahun yang sama yaitu tahun 1993, 1994 dan tahun 1997. Bank Bumi Raya Utama mempunyai nilaiWorking Capital yang negatif selama dua tahun yaitu tahun 1993 dengan -0, 061 dan tahun 1994 dengan -0, 030. Bank Ciputra mengalamiWorking Capital yang negatif pada tahun 1995 dengan -0, 202 dan tahun 1996 sebesar -0,157. Bank Dagang dan industri mempunyai Working Capitalnegatif selama empat tahun, yaitu pada tahun 1993 -0,060, tahun 1994 -0, 042, tahun 1995 -0, 020 dan tahun 1996 sebesar -0, 035.

Bank Ficorinvest dan Bank Tata hanya mengalami Working Capital yang negatif pada tahun 1997 dan tahun 1994. Bank Hastin, Bank Indotrade, Bank Metropolitan dan Bank Sino mengalamiWorking Capitalyang negatif pada periode yang sama yaitu tahun 1993, 1994 dan tahun 1997. Bank Lautan Berlian dan Bank Mashill Utama men-galamiWorking Capital negatif pada tahun 1993 dan 1994. Ada empat bank yang mengalami Working Capital negatif selama empat tahun dalam periode yang sama yaitu 1993, 1994, 1995 dan 1997 masing-masing adalah Bank Bira, Bank Kharisma, Bank Namura Internusa dan Bank Sewu Internasional. Dari keseluruhan sampel bank terlikuidasi, ada dua bank yang mempunyai nilaiWorking Capitalyang positif untuk kelima tahun analisis yaitu Bank Aken dan Bank Bepede Indonesia. Sementara itu terdapat empat bank yang mempunyai nilai Working Capitalyang negatif untuk setiap tahun analisis yaitu Bank Central Da-gang, Bank Dharmala, Bank Putra Surya Perkasa dan Bank Sahid Gajah Perkasa.

Variabel atau rasio yang juga mempunyai nilai rendah adalah rasio Retained Earning / Total Assets yang mempunyai nilai antara 0,0006 sampai 0,109. Nilai Retained Earning terendah dicapai oleh Bank Hastin pada tahun 1997 yaitu sebesar 0,0006. Sedangkan nilai Retained Earning tertinggi dicapai oleh Bank Sino yaitu sebesar 0,109 pada tahun 1997. Secara keseluruhan setiap bank mempunyai nilai-nilai Z-score yang sangat rendah dan mengalami perubahan untuk se-tiap periode. Dari nilai-nilai Z-score yang diperoleh oleh sese-tiap bank, pada umumnya bank-bank terlikuidasi mengalami perubahan yang tidak konsisten untuk setiap periode yang berbeda karena terkadang men-galami kenaikan kemudian menmen-galami penurunan.

Bank-bank terlikuidasi yang memperlihatkan kecenderungan peningkatan nilai Z-score yang konsisten hanya empat bank, yaitu Bank Budi Internasional, Bank Bumi Raya Utama, Bank Kharisma dan Bank

(17)

Tata. Keempat bank ini mempunyai nilai Z-score yang terus meningkat dari tahun 1993 sampai tahun 1997. Hal lain yang menarik dari hasil analisis terhadap beberapa rasio atau variabel dalam formula Altman ini adalah bahwa hampir semua bank terlikuidasi mengalami kenaikan nilai Z-score pada periode-periode akhir sebelum terlikuidasi. Hanya tiga bank yang mengalami penurunan nilai Z-score pada periode-periode akhir sebelum terlikuidasi yaitu Bank Alfa, Bank Central Dagang dan Bank Indonesia Raya (BIRA).

Nilai Z-score tertinggi dicapai oleh Bank Baja Internasional sebesar 0,486 pada tahun 1997. Untuk nilai Z-score terendah dialami oleh Bank Mashill Utama sebesar 0,013 terjadi pada tahun 1993. Jika melihat titik tertinggi dan titik terendah dari nilai Z-score yang dicapai oleh bank-bank terlikuidasi tersebut, sangat jelas adanya perbedaan nilai yang cukup besar untuk mencapai titik atau nilai terendah dalam Z-score yang dimaksudkan oleh formula Altman yaitu 1,81. Hal ini mem-buktikan bahwa nilai-nilai Z-score yang dicapai oleh semua bank-bank terlikuidasi tersebut masih lebih kecil dari 1,81 yang berarti semua bank tersebut berada dalam kondisi kesulitan keuangan yang sudah cukup parah yang berujung pada akan terjadinya kebangkrutan atau likuidasi terhadap bank-bank tersebut.

Hasil dan Pembahasan Bank-Bank Kategori A (Tidak Terlikuidasi)

Hasil analisis dan perhitungan rasio-rasio keuangan pada se-tiap sampel bank memperlihatkan bahwa semua bank yang termasuk dalam kategori A atau sampel bank yang tidak terlikuidasi mempunyai nilai Z-score yang bervariasi. Secara umum nilai Z-score dari bank-bank yang masuk dalam kategori A tersebut, mempunyai tingkat perbedaan yang cukup signifikan bila dibandingkan dengan nilai-nilai Z-score dari kelampok bank-bank yang terlikuidasi. Bila pada kelompok bank ter-likuidasi nilai Z-score tertinggi adalah 0, 486, maka pada kelompok bank yang masuk dalam kategori A nilai Z-score terendahnya adalah 0, 390 yang dicapai oleh Bank Bumi Putera Indonesia pada tahun 1994 sedangkan nilai Z-score tertinggi sebesar 1, 700 dicapai oleh Bank Prasidha Utama pada tahun 1997.

Kondisi rasio Working Capital /Total Assets bank-bank yang berkategori A juga memperlihatkan hasil yang negatif pada beberapa bank dengan periode waktu atau tahun yang berbeda. Bank-bank yang memiliki Working Capital yang negatif selama satu tahun yaitu, Bank Buana Indonesia memiliki Working Capital yang negatif pada tahun 1994 yaitu 0, 025, Bank Bintang Manunggal pada tahun 1997 dengan -0, 062, Bank Global Internasional pada tahun 1994 dengan --0, 078, Bank Halim Indonesia pada tahun 1993 dengan rasio -0, 0003, Bank

(18)

Liman pada tahun 1993 dengan -0, 035, Bank Maspion pada tahun 1994 dengan -0, 037, dan Bank Swadesi yang mengalami Working Capitalnegati pada tahun 1994 dengan nilai -0, 016. Bank-bank yang mengalami Working Capital negatif selama dua periode adalah Bank Multiarta Sentosa, Bank NISP, Bank Nusantara Parahyangan dan Bank Kesejahteraan Ekonomi. Ada dua bank yang mengalamiWorking Capi-talnegatif selama tiga tahun yaitu Bank Jasa Jakarta dan Bank Bisnis Internasional. Bank Bumi Putera Indonesia dan Bank Dipo Internasional bahkan mencapaiWorking Capitalyang negatif selama empat periode yaitu pada tahun 1994, 1995, 1996 dan 1997 dengan rasio Working Capitalmasing-masing adalah -0,034, -0,018, -0,009 dan -0,0001 untuk Bank Bumi Putera Indonesia dan untuk Bank Dipo Internasional adalah -0,206,-0,044, -0,033 dan -0,179. Bank Kesawan merupakan satu-satunya bank berkategori A yang memilikiWorking Capitalnegatif da-lam lima tahun. Untuk bank-bank yang memilikiWorking Capitalpositif selama lima tahun yaitu Bank Shinta, Bank Royal Indonesia, Bank Prasidha Utama, Bank Mayora, Bank Mayapada, Bank Index Selindo, Bank Indomonex dan Bank Artos.

Hal lain yang menarik untuk diperhatikan dari hasil perhitungan Z-score formula Altman pada bank-bank berkategori A tersebut adalah terjadinya peningkatan yang cukup berarti dalam nilai Z-score pada tahun-tahun akhir analisis. Hampir semua bank dalam kategori A terbut yaitu 77% mencapai nilai Z-score tertinggi pada tahun 1997, se-dangkan 23% bank mencapai nilai Z-score tertinggi pada tahun-tahun yang berbeda. Bank-bank tersebut masing-masing adalah, Bank Artos mencapai Z-score tertinggi pada tahun 1993 sebesar 1,205, Bank Bu-ana Indonesia mencapai Z-score tertinggi pada tahun 1996 yaitu 0,640, Bank Buni Putera Indonesia mencapai Z-score tertingginya pada tahun 1993, Bank royal Indonesia mencapai Z-score 1,511 pada tahun 1993 dan Bank Shinta mencapai nilai Z-score tertinggi pada tahun 1993 dengan nilai 1,167.

Nilai Z-score tertinggi dicapai oleh Bank Prasidha Utama 1,700 pada tahun 1997. Untuk nilai Z-score terendah dialami oleh Bank Bumi Putera Indonesia sebesar 0,390 terjadi pada tahun 1994. Jika melihat titik tertinggi dan titik terendah dari nilai Z-score yang dicapai oleh bank-bank kategori A atau tidak terlikuidasi tersebut, sangat jelas adanya perbedaan nilai yang cukup signifikan bila dibandingkan dengan nilai-nilai Z-score yang dicapai oleh bank-bank terlikuidasi. Walaupun demikian, nilai-nilai Z-score dari kelompok bank-bank berkategori A tersebut masih berada dibawah nilai Z-score 1,81 yang berarti bahwa bank-bank tersebut masih mengalami kesulitan keuangan.

(19)

Jika kita perhatikan pada tahun akhir analisis yaitu tahun 1997, maka rata-rata rasio bank-bank berkategori A tersebut jauh lebih besar jika dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Nilai Z-score pada tahun 1997 juga berada pada interval 0,602 - 1,700 yang berarti mendekati nilai 1,81 yang merupakan grey area dalam wilayah perhitungan Z-score formula Altman. Hal ini dapat dianggap sebagai indikator dari adanya keinginan para bank-bank tersebut untuk segera memperbaiki kinerjanya. Pada wilayahgrey areaini memang dituntut adanya tinda-kan perbaitinda-kan untuk membawa perusahaan kepada kondisi yang lebih menguntungkan. Jika dikaitkan dengan adanya tindakan atau kebijakan likuidasi perbankan yang akan dilakukan oleh pemerintah pada masa-masa selanjutnya, maka dapat dilihat bahwa terjadinya perubahan nilai Z-score yang begitu besar pada tahun-tahun terakhir merupakan akibat dari adanya tindakan perbaikan yang dilakukan oleh setiap bank guna menghindari terjadinya likuidasi pada bank-bank tersebut.

KESIMPULAN

Dari hasil analisis yang dilakukan terhadap laporan keuangan tiap kelompok bank, baik kelompok bank yang terlikuidasi maupun ke-lompok bank yang masuk kategori A atau tidak terlikuidasi, terlihat adanya perbedaan yang cukup signifikan. Perbedaan tersebut dapat kita lihat pada nilai dari rasio-rasio keuangan maupun nilai Z-score dari metode Altman. Berdasarkan hasil analisis tersebut, maka dalam penelitian ini dapat diambil kesimpulan, yaitu :

1. Metode Altman yang dikenal dengan beberapa rasio dalam Z-scorenya dan sering digunakan untuk memprediksi terjadinya ke-bangkrutan pada sebuah perusahaan, terbukti dapat juga diimple-mentasikan dalam memprediksi kemungkinan terjadinya likuidasi pada lembaga perbankan.

2. Hasil analisis juga memperlihatkan bahwa rata-rata rasio keuangan setiap bank, baik kelompok bank terlikuidasi maupun yang tidak terlikuidasi, dapat dipakai untuk memprediksi kemungkinan ter-jadinya likuidasi maupun tidak terter-jadinya likuidasi pada setiap ke-lompok bank tersebut.

Implikasi Penelitian

 Secara teoritis penelitian ini telah memperkuat sekaligus memperluas ruang lingkup penggunaan metode Altman, karena dari hasil penelitian terbukti bahwa metode Altman tersebut dapat pula diimplementasikan

(20)

dalam mendeteksi kemungkinan terjadinya likuidasi pada lembaga perbankan.

 Implikasi praktisnya adalah adanya alternatif metode lain bagi lem-baga perbankan untuk mendeteksi kondisi perusahaan terutama yang berkaitan dengan kondisi finansial perusahaan sehingga apabila terjadi kesulitan akan segera dapat diambil tindakan perbaikan untuk men-capai kinerja keuangan yang lebih baik.

Keterbatasan dan Saran Penelitian Lebih Lanjut

Keterbatasan dari penelitian ini dapat dilihat dari penggunaan data penelitian yang merupakan data publikasi sehingga kemungkinan data tersebut tidak sesuai dengan kondisi perusahaan yang sebenarnya dapat terjadi. Hal ini diperkuat oleh situasi dimana data tersebut dipub-likasikan yaitu pada saat terjadi krisis ekonomi di indonesia dan adanya seleksi ketat terhadap lembaga perbankan yang dilakukan oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional, sehingga data yang dipub-likasikan bisa jadi merupakan data yang telah dimanipulasi (window dressing).

Sebagaimana diketahui bahwa untuk mengukur kondisi perbankan di Indonesia, Bank Indonesia telah mempunyai alat ukur terten-tu guna menilai apakah bank tersebut berada dalam keadan yang baik atau tidak. Oleh karena itu untuk penelitian lebih lanjut, sebaiknya alat analisis yang digunakan adalah metode yang digunakan oleh Bank In-donesia yang dibandingkan dengan metode Altman. Langkah ini akan memperlihatkan sejauh mana perbedaan hasil analisis dari kedua metode pengukuran tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Altman, Edward I, Corporate Financial Distress, A Complete Guide to Predicting, Avoiding, and Dealing with Bangkruptcy, John Wiley & Sons, Inc, 1993.

Altman, Edward I, Financial Ratios, Discriminant Analysis and the Pre-diction of Corporate Bankruptcy, The Journal Of Finance, Vol. XXIII September 1968.

Asyik, Nur Fadjrih, Analisa Rasio Keuangan : Identifikasi Faktor-Faktor Dalam Memprediksi Laba, Kajian Bisnis, No.19 Januari-April 2000.

(21)

Brigham, Eugene F, et al, Intermediate Financial Management, Sixth Edition, The Dryden Press, Orlando Florida, 1999.

CIC, Perkembangan dan Prospek Industri Perbankan di Indonesia, In-docommercial No. 268 - 26 Februari 2001 hal. 3 - 29.

Fabozzi, Modigliani, Ferri, Pasar dan Lembaga Keuangan, Buku Satu, Salemba Empat, 1999.

Fuady, Munir, Hukum Perbankan Modern, Buku Kesatu, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999.

Henry simamora, Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi Pertama, BP-STIE YKPN, Yogyakarta, 1985.

Lucket, Dudley G. Uang dan Perbankan, Edisi kedua, ERLANGGA, 1991.

Lapoliwa dan Kuswandi, Akuntansi Perbankan,Institut Bankir Indone-sia, Jilid 1, Jakarta, 1993.

Muhammad, Suwarsono, Strategi Penyehatan Perusahaan, Generik dan Kontekstual, Edisi Pertama, EKONISIA, Yogyakarta, 2001. Mulyono, Teguh Pudjo, Aplikasi Akuntansi Manajemen Dalam Praktek

Perbankan, Edisi Kedua, BPFE, Yogyakarta, 1994.

Mulyadi, Akuntansi Manajemen, Edisi kedua, BP-STIE YKPN, Yogya-karta, 1993.

Payamta dan Machfoedz, Evaluasi Kinerja Perusahaan Perbankan Sebelum dan Sesudah Menjadi Perusahaan Publik di Bursa Efek Jakarta, KELOLA, No. 20/VIII, 1999.

Porter, Michael E, Competitive Advantage, Collier Macmillan Publish-ers, 1993.

Porter, Michael E, Competitive Strategy, The Free Press a Division of macmillan Publishing Co.,Inc,1980.

Rose, Peter S and Kolari, James W, Financial Institution, Understanding and Managing Financial Services, Fifth Edition, Irwin Inc, Unit-ed States, 1995.

Suwarsono, Manajemen Strategik Konsep dan Kasus, Edisi revisi, UPP AMP YKPN, Juni 1996.

Supriono, Edi, Penyesuaian Rasio Keuangan Perusahaan Terhadap Rata-Rata Industri, Utilitas, Vol. 8 No. 2 Juli 2000.

(22)

Taufiq, Muhammad Imam, Evaluasi Pengambilan Keputusan Pem-berian Kredit dengan Menggunakan Analisa Laporan Keu-angan,Skripsi STIEBBANK Yogyakarta, 1999.

Van Horne dan Wachowics, Prinsip-prinsip Manajemen Keuangan, Edi-si kesembilan, Salemba Empat, Jakarta, 1997.

(23)

Referensi

Dokumen terkait

Seiring berjalannya waktu, melalui perencanaan matang dan implementasi yang strategis -- termasuk melakukan pembaharuan DNA Keberlanjutan yang memberi penekanan pada

Menggunakan menu dan ikon pokok pada perangka lunak pengolah kata. Cara menggunakan Menu

Pada Gambar 15 di atas, dapat diketahui jumlah rata- rata energi listrik yang dihasilkan Turbin Angin adalah sebesar 30 kW dengan maksimum daya yang dihasilkan sebesar

Ekstraksi menggunakan alat ekstraktor evaporator diperoleh volume ekstrak pekat dengan volume 6 L dan kadar tanin dalam buah mangrove Rhizophora stylosa adalah

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) Pengaruh lokasi terhadap keputusan pembelian di Bioskop Empire XXI Yogyakarta, (2) Pengaruh persepsi harga terhadap keputusan

Isi : panaskan minyak tumis bumbu yang dihaluskan hingga harum, masukkan tuna, salam, daun jeruk, pandan, serai, tuangkan santan dan masak hingga matang dan santan habis,

Yaitu seperti yang telah diuraikan sebelumnya bahwa organisasi merupakan sistem yang dipengaruhi oleh sub-sub sistem yang terdiri dari lingkungan internal

Sifat ZnO yang mudah bereaksi menjadikan bahan tersebut dapat disintesis menjadi nanopartikel sebagai filler pada pembuatan bio- nanokomposit film berbahan