• Tidak ada hasil yang ditemukan

3. PERANCANGAN BANGUNAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "3. PERANCANGAN BANGUNAN"

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)

3. PERANCANGAN BANGUNAN

3.1. Masalah Disain

Masalah disain yang berupaya dijawab dalam proyek ini adalah bagaimana mendesain suatu sekolah bagi anak-anak usia Kelompok Bermain dan Taman Kanak-kanak yang ideal untuk kegiatan belajar dan bermain, sesuai dengan karakteristik kebutuhan perkembangan motorik, sensorik, kognitif, afeksi dan mental mereka berdasarkan kurikulum berbasis kelas modul.

Sebagai tanggapan atas masalah desain tersebut, maka diupayakan untuk mendesain sekolah yang kondusif bagi kegiatan belajar mengajar, bermain, serta menstimulasi kreatifitas anak sesuai minat dan motivasinya sendiri, tanpa melupakan faktor keamanan dan kenyamanan bagi anak secara khusus dan juga bagi pengguna yang lain secara umum seperti guru, supervisor, orang tua, dan pihak-pihak lain yang berkepentingan.

Mengingat fungsi proyek ini adalah sebuah sekolah KB dan TK, maka ekspresi desain yang ingin ditampilkan adalah ekspresi imut, lucu, berjiwa anak-anak namun tetap berupaya tampil clean, dengan tujuan agar anak tidak merasa takut ataupun bingung. Juga dimasukkan pula unsur psikologi warna yang cukup dominan bagi perkembangan anak pada usia ini. Kesemuanya itu bertujuan untuk menciptakan suasana yang menyenangkan bagi anak-anak dan para pengguna.

3.2. Pendekatan Perancangan

Menurut teori psikologi dan perkembangan anak, bermain adalah pekerjaan anak, dan melalui bermain sebenarnya anak lebih banyak belajar melalui kegiatan-kegiatan konkret yang penting bagi kehidupannya mendatang.

Sebenarnya tidak ada definisi yang baku tentang bermain. Dalam Oxford English Dictionary tercantum 116 definisi tentang bermain. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Smith et al; Garvey; Rubin, Fein & Vandenberg, diungkapkan adanya beberapa ciri kegiatan bermain, yaitu sebagai berikut :

(2)

• Dilakukan berdasarkan motivasi intrinsik, maksudnya muncul atas keinginan pribadi serta untuk kepentingan sendiri.

• Perasaan dari orang yang terlibat dalam kegiatan bermain diwarnai oleh emosi-emosi yang positif.

• Fleksibilitas yang ditandai mudahnya kegiatan beralih dari satu aktivitas ke aktivitas lain.

• Lebih menekankan pada proses yang berlangsung dibandingkan hasil akhir.

• Bebas memilih, dan ciri ini merupakan elemen yang sangat penting bagi konsep bermain pada anak-anak kecil (hal inilah yang menjadi salah satu dasar penggunaan kurikulum ACE yang dapat dikatakan berkarakter cenderung bebas dalam proyek ini).

• Mempunyai kualitas yang ‘tidak riil’ dalam artian hanya berupa simulasi dari keadaan yang sebenarnya di dunia nyata.

Kegiatan bermain benar-benar membawa pengaruh yang besar terhadap perkembangan anak. Melalui bermain, anak dapat memahami kaitan antara dirinya dan lingkungan sosialnya, belajar berbagai hal, memahami aturan dan tatacara pergaulan. Melalui bermain pula, materi-materi pelajaran dalam sekolah akan dapat disampaikan kepada para siswa dengan lebih mudah dan efektif, karena mereka benar-benar mengalaminya sendiri (Tedjasaputra, 2001, 20).

Oleh karena itu, dalam proyek ini, pendekatan perancangan yang digunakan adalah psikologi bermain anak, sebagai acuan cara perancangan dengan tujuan anak dapat mencapai perkembangan fisik, intelektual, emosi dan sosial menurut cara yang mereka sukai, yang didalamnya sudah termuat berbagai unsur tentang perilaku anak.

Dalam masa usia 3-6 tahun adalah masa dimana kegiatan dan pekerjaan anak adalah bermain. Banyak yang dapat mereka pelajari dan temukan sendiri dalam berbagai bentuk permainan dan interaksi dengan kawannya dalam kegiatan bermain, baik bermain secara aktif maupun pasif. Oleh karena itu, psikologi bermain anak dirasakan tepat untuk menjadi pendekatan perancangan proyek ini. Bagaimanapun juga, bermain adalah aktifitas yang menyenangkan bagi setiap anak dan telah melekat dalam diri mereka. Dalam subbab-subbab berikutnya akan

(3)

dijelaskan mengenai beberapa teori dan pengertian yang lebih dalam mengenai kegiatan bermain agar dapat diaplikasikan dalam desain proyek ini.

3.2.1. Tahap Perkembangan Bermain Anak

Bermain sebagai kegiatan utama yang mulai tampak sejak bayi berusia 3 atau 4 bulan sangatlah penting bagi perkembangan kognitif, sosial dan kepribadian anak pada umumnya.

Selama masa perkembangan fisik dan jiwa anak, tentunya tahapan kualitas dan kuantitas serta ragam kegiatan bermain yang disenangi oleh anak juga akan berkembang. Banyak pakar psikologi perilaku anak yang memaparkan teori dan pandangannya, seperti Mildred Parten yang menyoroti kegiatan bermain sebagai sarana sosialisasi dan dia mengemukakan ada enam bentuk tingkatan dan kadar interaksi antar anak yang terjadi pada saat mereka bermain (Berger, 1983). Secara singkat, urutannya adalah sebagai berikut :

Unoccupied Play Æ anak hanya mengamati kejadian sekitar yang menarik

baginya, bila tidak, maka dia akan lebih memilih untuk sibuk bermain dengan anggota badannya sendiri.

Solitary Play Æ anak sibuk bermain sendiri dan cenderung bersikap egosentris,

belum ada tanda dan upaya untuk berinteraksi dengan teman-temannya.

Onlooker Play Æ anak terlihat sangat antusias mengamati anak-anak lain yang

sedang bermain, namun hanya sekedar mengamati saja tanpa ikut terlibat bermain bersama, umumnya terjadi pada anak usia 2 tahun.

Paralel Play Æ tampak saat dua anak sedang melakukan kegiatan yang sama,

memainkan alat yang sama namun tanpa adanya kerjasama ataupun upaya untuk berinteraksi antara keduaya, masing-masing bermain dan berkreasi sendiri-sendiri, mulai dominan pada usia 3-4 tahun.

Assosiative Play Æ sudah mulai tampka adanya interaksi antar anak, misalkan

saling tukar menukar mainan, pinjam mainan, namun hanya sebatas itu dan tidak ada upaya untuk saling bekerja sama.

(4)

Cooperative Play Æ kegiatan bermain bersama yang melibatkan beberapa

anak. Umumnya anak berusia 4-6 tahun sangat menyukai jenis permainan ini, dan ini adalah titik awal interaksi soaial mulai dominan bagi anak.

Yang pelu dipahami adalah tingakatan bermain yang tersebut di atas bukanlah kegiatan yang pasti terjadi atau hanya terjadi pada usia-usia tertentu. Tidak menutup kemungkinan bahwa anak berusia 6 tahun masih saja berada pada tahap Unnocupied Play karena mungkin faktor lingkungan, orang tua, dan sebagainya. Hal ini juga berlaku sebaliknya.

Pakar psikologi anak lain yang juga sangat terkenal adalah Jean Piaget. Berikut ini adalah tahapan perkembangan bermain anak menurut Piaget (Tedjasaputra, 2001, 24-26) :

Sensory Motor Play Æ dalam tahap ini, kegiatan bermain anak hanya berupa

pengenalan motorik dan bersifat pengulangan, seperti misalkan bila anak memainkan tombol mainannya dan dapat berbunyi, maka ia dengan senang hati akan mengulangi kegiatan tersebut tanpa rasa bosan, lambat laun kegiatan ini akan makin bervariasi, misalkan sambil memainkan tombol yang satu, dia juga akan memencet tombol yang lain secara bersamaan (usia 3 bulan-1 tahun).

Symbolic Play Æ merupakan tahapan pertama dari masa pra operasional

menurut Piaget. Pra operasional berarti tahapan dimana kegiatan yang dilakukan anak mulai menunjukkan kualitas dominan dan nantinya akan berpengaruh penting dalam kehidupannya. Symbolic Play ini bererti anak mulai bermain peran dan berkahayal. Tahap ini penting untuk menumbuhkan daya imajinasi anak (usia 2-7 tahun).

Social Play Æ tahapan dimana anak mulai berinteraksi dan bermain dalam

sebuah kerja sama dengan teman-temannya (4 tahun hingga akhir masa kanak-kanak)

Dengan mengetahui tahapan perkembangan bermain anak, maka kita akan dapat mengetahui jenis-jenis kegiatan dan pemainan apa saja yang tepat dieruntukkan bagi anak usia 3-6 tahun yang menjadi user utama dari proyek ini.

(5)

Untuk lebih jelasnya, maka aplikasi dari jenis-jenis kegiatan bermain ini dalam desain akan dijelaskan dalam subbab-subbab berikutnya.

3.2.2. Kepentingan Anak Usia 3-6 Tahun

Menurut Havigurst, maka masa usia 3-6 tahun merupakan masa anak untuk :

• Mencapai stabilitas fisiologis.

• Membentuk konsep sederhana mengenai kenyataan sosial dan fisik.

• Belajar berhubungan secara emosiaonal dengan orang tua, saudara kandung dan orang lain.

• Belajar membedakan yang benar dan yang salah serta mengembangkan nurani.

• Belajar membedakan jenis kalemin, pengaruhnya dalam kelompok dan kesopanan seksual.

Kepentingan anak pada usia inilah yang akan berusaha dipenuhi dan diwujudkan dalam desain proyek sekolah ini, terintegrasi dengan konsepsi mengenai psikologi bermain yang telah dijelaskan di atas.

3.2.4. Psikologi Bermain Aktif dan Pasif

Pada dasarnya, kegiatan bermain bila ditinjau dari jenisnya dapat dibagi menjadi dua,yakni bermain aktif dan pasif. Hal ini sesuai dengan pendapat Elizabeth B. Hurlock, seorang pakar mengenai perkembangan anak dan psikologi bermain yang mengemukakan ada dua penggolongan utama dalam kegiatan bermain, yakni bermain aktif dan bermain pasif yang lebih dikenal sebagai hiburan (Hurlock, 1991).

Secara umum bermain aktif banyak dilakukan pada masa kanak-kanak awal sedangkan kegiatan bermain apsif lebih mendominasi pada akhir masa kanak-kanak karena adanya perubahan fisik, emosi, minat dan sebagainya.Tapi tidak berarti bahwa kegiatan bermain aktif akan menghilang dan digantikan oleh kegiatan bermain pasif, sebab kedua jenis kegiatan bermain ini akan selalu ada bersama, hanya saja penekanannya yang berbeda.

Kedua jenis kegiatan tersebut akan memberi kesenangan, kebahagiaan pada anak dan dapat memenuhi kebutuhan anak untuk bermain. Masing-masing

(6)

jenis kegiatan bermain tersebut di atas mempunyai sumbangan positif baik terhadap penyesuaian sosial maupun penyesuaian diri anak dan perkembangan emosi, kepribadian maupun kognisi.

Secara singkat, yang dimaksud dengan kegiatan bermain aktif adalah kegiatan yang memberikan kesenangan dan kepuasan pada anak melalui aktivitas yang mereka lakukan sendiri.

Kegiatan bermain aktif juga dapat diartikan sebagai kegiatan yang melibatkan banyak aktifitas tubuh atau gerakan-gerakan tubuh. Seberapa sering anak melakukan kegiatan bermain jenis ini dan apa saja ragam permainan yang mereka lakukan sangat bervariasai dan dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti : kesehatan, penerimaan sosial dari kelompok teman bermain, tingkat kecerdasan anak, jenis kelamin, alat permainan yang tersedia, serta lingkungan tempatnya tinggal dan dibesarkan.

Jenis-jenis kegiatan bermain aktif yang mungkin dilakukan oleh anak-anak adalah sebagai berikut :

• Bermain bebas dan spontan.

• Bermain konstruktif.

• Bermain peran dan khayal.

• Mengumpulkan benda-benda.

• Melakukan penjelajahan.

• Bermain games dan olah raga.

• Bermain musik.

Sedangkan yang dimaksud dengan kegiatan bermain pasif adalah kegiatan yang dimana sang anak memperoleh kesenangan bukan berdasarkan kegiatan yang dilakukan dengan melibatkan benyak kegiatan fisik, nemun kegiatan fisik yang dilakukan bersifat terbatas atau bahkan hanya menonto ataupun melihat sesuatu saja.

Jenis-jenis kegiatan pasif yang mungkin dilakukan oleh anak-anak adalah sebagai berikut :

(7)

• Membaca.

• Menonton film.

• Mendengarkan radio.

• Mendengarkan musik, dsb.

Masing-masing kegiatan bermain tersebut diperlukan selama masa perkembangan anak karena masing-masing memiliki manfaat tersendiri, yang tentunya bila dikombinasikan akan menjadi kegiatan yang cukup variatif dan menyenangkan untuk dilakukan oleh anak.

Semua uraian di atas akan menjadi dasar, berusaha diaplikasikan dan dipenuhi dalam perancangan bangunan sekolah ini

3.3. Konsep Perancangan

Untuk menemukan konsep perancangan dengan benar, maka dua hal yang harus diketahui terlebih dahulu dan ditentukan dengan tepat adalah permasalahan disain dan pendekatan perancangan. Dari permasalahan disain yang ada dan cara pemecahan yang tepat melalui pendekatan perancangan akan didapat sebuah kata kunci yang kemudian dari kata kunci tersebut didapatkan sebuah konsep yang akan membuat desain dapat dielesaikan dengan baik, karena masalah yang ada telah terpecahkan dan disain itu sendiri punya dasar sendiri yang menjadikannya kontekstual.

Berdasarkan permasalahan desain dan pendekatan yang telah dirumuskan diatas, dikombinasikan dengan tuntutan Kurikulum ACE, dan berbagai analisa lain, maka didapat sebuah kata kunci desain yang dapat menjadi konsep utama, yakni Playground.

Playground yang dimaksudkan disini berarti desain sekolah akan

mengikuti konsep tatanan sebuah ‘taman bermain’ yang tentunya menyenangkan dan disukai oleh anak-anak, di dalamnya penuh dengan unsur bermain.

Playground diartikan sebagai sebuah place, tempat yang cukup luas dan

menyenangkan, penuh dengan ‘chance’ untuk bermain ,sama seperti sekolah juga merupakan sebuah ‘tempat’ untuk belajar sambil bermain. Maka dalam tatanannya, bangunan tidak hanya memuat unsur kefungsian saja, namun

(8)

bangunan itu sendiri dipandang sebagai sebuah mainan yang dapat digunakan oleh para siswa untuk bermain sambil belajar. Jadi, secara masterplan, konsep

playground tersebut akan diaplikasikan dalam hirarki ruang, tatanan massa, sirkulasi, dan sebagainya. Adapun sekolah ini diharapkan dapat menjadi tempat yang meneyenangkan bagi anak,menyediakan berbagai kemungkinan belajar sambil bermain sehingga mereka akan selalu senang untuk berangkat dan belajar di sekolah.

Berkenaan dengan konsep ini, maka bangunan sekolah ini dipecah menjadi beberapa massa yang dikelompokkan menurut kelompok fungsi ruang yang ada di dalamnya. Adapun tujuannya adalah agar bangunan yang terjadi tidak terlalu besar dan berkesan ‘mencekam’ bagi anak-anak, melainkan agar sekolah ini berkesan nyaman dan akrab melalui skala ruang yang terbentuk (perbandingan D/H yang tepat untuk anak, juga untuk pengguna yang lain).

Bangunan dalam kompleks sekolah ini dipandang sebagai ‘mainan-mainan’yang ada dalam sebuah taman bermain, dimana bangunan itu sendiri berperan aktif untuk membantu lancarnya proses belajar dan mengajar yang ada. Penjelasan lebih lanjut mengenai penerapan konsep playground ini akan dibahas dalm subbab selanjutnya.

Kemudian, untuk membangun ekspresi bangunan, berangkat dari karakteristik Kurikulum ACE dan yang dipakai dalam proyek sekolah ini dan psikologi bermain anak, maka diperoleh sebuah konsep yang akan digunakan sebagi konsep bentukan massa yang sedikit banyak juga akan digunakan dalam penataan massa, yakni Lego.

Beberapa alasan mengapa Lego yang dipakai : Dari kesesuaian dengan psikologi bermain :

Lego adalah permainan yang benar-benar disesuaikan dengan tahapan perkembangan bermain anak, terbukti dengan banyaknya varian produk ini yang disesuaikan dengan range umur tertentu.

• Dalam bermain Lego, anak bebas berkreasi, mencipta, berkahyal dan berimajinasi. Dalam hal ini, berarti Lego telah berhasil mewadahi beberapa tahapan dan ciri-ciri kegiatan bermain sekaligus, yang penting untuk perkembangan aspek kognitif, afeksi, menta, dan psiko-motorik anak.

(9)

• Elemen Lego dapat saling dikombinasikan dengan bebas, bahakn dapat dikatakan hampir tidak terbatas, dan hal ini merupakan faktor penting sebuah mainan, bahwa berbagai kemungkinan dapat dicapai dengan mainan ini, menjadikan anak tidak mudah bosan dan terus terpacu untuk berkreasi.

Dari kesesuaian dengan Kurikulum ACE :

• Sebuah bentukan dari unit Lego dapat dibuat mulai dari mana saja dan tidak ada urutan yang benar-benar baku, namun tetap memiliki pakem, yakni sistem koneksi antar unitnya. Sama halnya dengan Kurikulum ACE yang memberikan kebebasan bagi anak untuk memilih dan belajar dari manapun dan dengan cara apapun yang mereka sukai.

• Kurikulum ACE meyediakan berbagai modul pilihan bagi anak, yang dapat dipilih secara bebas oleh anak secara individu, sehingga progres masing-masing anak akan berbeda, namun akhirnya tetap menuju ke satu tujuan, yakni diselesaikannya program kurikulum. Sama dengan Lego, yang pada akhir permainan akan menghasilkan sesuatu, apapun itu.

Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka jelaslah bahwa Lego cocok untuk diterapkan sebagai konsep di bawah konsep playground, bahwa Lego

sendiri merupakan sebuah permainan, sehingga konsep playground dan Lego

dapat saling mendukung.

Gambar 3.1. Unit Lego.

Adapun karakteristik Lego yang diambil adalah sebagai berikut :

• Modular Æ hampir semua blok Lego, secara umum memiliki modul dasar 1x1 unit yang dapat dirangkai menjadi blok-blok unit yang lebih besar, untuk kemudian dirangkai lagi menjadi bentukan lain yang lebih besar.

Penerapan : diterapkan untuk modul kolom dan struktur bangunan, modul

cladding penutup atap dan dinding yang dimungkinkan dengan penggunaan

(10)

• Mudah dicopot-pasang Æ elemen Lego memiliki sistem join yang disebut stud

dan tube. Stud adalah tonjolan yang dimiliki hampir oleh setiap elemen unit

Lego, sedangkan tube adalah lubang di bagian bawahnya. Sistem join ini bekerja hanya secara friksi dan saling menekan, mengakibatkan sebuah sambungan yang cukup kuat, namun dengan mudah dapat dicopot kembali. Penerapan : diterapkan pada sistem konstruksi cladding yang hanya mengandalkan pada join sekrup yang sangat mudah dipasang dan join rol, sehingga memungkinkan pergerakan cladding GRP untuk muai-susut. Kesan mudah dicopot ini diartikan mudah untuk bergerak namun tetap stabil, dicapai dengan penggunaan material GRP. Stabilitasnya diperoleh dari rangkaian elemen GRP ini bila dipasang secara bersama-sama, sama halnya dengan

Lego). Penerapan lainnya adalah pada konsep moveable bagi elemen desain seperti lemari perabot bergerak, kemudian pergola yang non permanen, kemudian pergola ‘akordion’, dan sebagainya. Hal ini akan dijelaskan dalam subbab-subbab berikutnya.

• Variasi bentukan yang banyak Æ hanya dari satu elemen yang sama dapat diperoleh bentukan yang beraneka ragam, bebas, dan tidak terbatas (dibatasi oleh sistem koneksinya saja).

Penerapan : dari modul kolom yang berangkat dari modul Lego ini, maka diperoleh bentuk-bentuk ruang yang ‘bermain’ seperti hasil penggabungan dari elemen-elemen Lego, tentunya disesuaikan dengan besaran kebutuhan ruang yang ada.

• Sistem bentuk unit Lego Æ satu unit Lego merupakan sebuah unit yang rigid

dan merupakan satu kesatuan yang homogen, dengan stud dan tube yang dimiliki oleh setiap elemennya.

Penerapan : diterapkan dalam bentuk atap dan dinding yang menjadi satu kesatuan, sehingga berkesan bulky dan berkesan sebagai satu kesatuan. Kemudian stud diterjemahkan menjadi skylight-ventilator yang dapat membantu sistem pencahayaan dan ventilasi dalam bangunan, sedangkan tube

diterjemahkan menjadi ‘ruang dalam’ atau ‘ruang dibalik cladding atap-dinding’ yang diisi dengan fungsi-fungsi ruang yang ada.

(11)

• Variasi warna yang banyak Æ Lego menjadi sebuah permainan yang cukup digemari juga karena variasi warnanya yang beraneka ragam, baik solid

maupun transparan.

Penerapan : psikologi warna diterapkan dalam massa-massa bangunan dalam kompleks ini. Warna-warna yang digunakan dan cara applikasinya diseuaikan dengan psikologi warna dan dibuat sedemikian rupa agar berkesan menyenangkan namun tidak ramai. Sedangkan solid-transparan diwujudkan melalui ekspresi tampilan material cladding GRP yang dapat dibuat solid, translucent, dan bahkan transparan seperti kaca.

Selanjutnya, untuk desain bangunannya, diupayakan untuk menghilangkan sudut-sudut ujung bangunan yang terbentuk, dengan tujuan menghindari bentukan lancip yang relatif berbahaya untuk anak, juga untuk membantu menimbulkan kesan imut dan bulky, maka ujung-ujung lancip digantikan dengan lengkung.

Untuk aplikasi konsep dalam desain bangunan dan tatanan massa, akan dibahas secara lebih mendetail dalam subbab-subbab berikutnya.

3.4. Program Ruang yang Dirancang

Program ruang yang ada tentunya mengacu pada standar kebutuhan sebuah sekolah Kelompok Bermain dan Taman Kanak-kanak, dilengkapi dengan standar kebutuhan ruang dari Kurikulum ACE. Secara lengkap akan dijelaskan di bawah ini.

3.4.1. Area Gate, Tunnel Gallery dan Plaza Utama

Merupakan area yang berfungsi sebagai entrance kompleks dan tempat penerima tamu maupun pengunjung. Area Gate didesain menyerupai gerbang sebuah ‘taman bermain’ yang dilengkapi dengan pos kemanan, yang kemudian dapat menyambung menuju ke galeri karya siswa berbentuk sebuah tunnel yang kemudian dapat mengarahkan siswa maupun pengunjung ke bangunan lain.

(12)

3.4.2. Bangunan Kantor dan Fasilitas Siswa

Merupakan area bagi staff operasional sekolah sekaligus sebagai front office bagi para orang tua calon siswa. Isinya adalah sebagai berikut :

Lantai 1

• Ruang administrasi-tata usaha

• Ruang tunggu

• Galeri temporer siswa

• Ruang UKS

• Ruang tenang dan doa

• Ruang musik

• Ruang makan dan pantrystaff • Toilet

• Tangga menuju ke lantai 2 Lantai 2 • Ruang rapat-arsip • Ruang guru TK • Perpustakaan • Ruang kasek • Ruang wakasek • Ruang tunggu

3.4.3. Bangunan Ruang Makan-Main-Mini Hall

Merupakan bangunan yang berisi fasilitas penunjang kegiatan di TK, adapun isinya adalah sebagai berikut :

Lantai 1

• Ruang makan

• Ruang main

• Dapur dan pantry • Gudang dapur

• Gudang mainan

(13)

• Tangga menuju ke lantai 2 Lantai 2

Gymnasium dan mini hall

3.4.4. Bangunan Kelas Kelompok Bermain

Merupakan tempat siswa KB untuk belajar dan bermain, isinya adalah sebagai berikut :

• Ruang kelas KB

• Ruang guru KB

• Toilet guru

• Toilet siswa

3.4.5. Bangunan Kelas Taman Kanak-kanak

Merupakan fasilitas utama bagi siswa TK, terdiri dari 2 bangunan untuk TK A dan 2 bangunan untuk TK B, jadi terdapat 4 kelas dengan kelengkapannya.

3.4.6. Bangunan Kolam Renang

Merupakan fasilitas pendukung untuk siswa KB dan TK, isinya adalah sebagai berikut :

• Ruang ganti dan loker TK

• Ruang bilas bersama

• Ruang ganti dan loker KB

• Kolam renang TK

• Kolam renang KB

• Ruang laundry

(14)

3.4.7. Bangunan Fasum dan Mess

Merupakan fasilitas yang ditujukan sebagai pelengkap dari sekolah ini, namun tidak menutup kemungkinan untuk digunakan oleh orang luar, isinya adalah sebagai berikut :

Lantai 1 • Kafetaria • Ruang baca • Mini market • Toilet pengunjung • Booth ATM • Ruang Karyawan • Dapur kafetaria

• Tangga menuju ke lantai 2 Lantai 2 • Kamar mess • Ruang tamu • Ruang makan-santai • Dapur mess • Ruang cuci-jemur • Toilet-kamar mandi 3.4.8. Bangunan Servis

Merupakan tempat mesin-mesin penunjang operasional dan utilitas sekolan, isinya adalah sebagai berikut :

• Gardu PLN

• Ruang trafo

• Ruang MDP

• Ruang mesin genset

• Ruang sampah

• Gudang umum

(15)

3.4.9. Halte Jemput

Merupakan area yang berfungsi sebagai ‘pintu keluar’ kompleks, dimana para siswa menunggu jemputan, sekaligus sebagai tempat para pengantar untuk menunggu siswa selain di dalam fasum. Area ini didesain menyerupai halte yang dilengkapi dengan pos kemanan.

3.4.10. Fasilitas Ruang Terbuka

• Parkir : untuk mobil siswa, mobil tamu, mobil guru dan staff, serta parkir motor yang jumlahnya dihitung menggunakan acuan perhitungan asumsi untuk tiap shift siswa.

• Tempat bermain : tempat untuk main anak yang tersebar di dalam kompleks sekolah dengan berbagai jenis mainan dan fasilitas yang dibuat menurut standar safety untuk anak dan ruang terbuka untuk mendukung kegiatan

outdoor yang ditetapkan dalam kurikulum ACE, termasuk sebuah rumah

pohon yang berfunsgi pula sebagai menara pandang bagi siswa.

Luasan ruang yang telah dijabarkan di atas telah dihitung menurut studi literatur dan studi banding dengan asumsi jumlah siswa sebanyak 220 anak, dengan pembagian shift pagi sebanyak 120 siswa (100 siswa TK dan 20 siswa KB), dan shift siang 100 siswa TK, ditambah sejumlah staff, guru, supervisor, dan karyawan. Rincian pengguna fasilitas sbb :

• Siswa : 220 anak.

• Guru dan supervisor : 24 orang.

Staff sekolah : 15 orang.

• Karyawan/PP : 10 orang.

• Satpam : 5 orang.

Staff publik : 10 orang.

Dari program ruang yang dirancang di atas, maka menurut zoning pada tapak, bangunan yang bersifat publik adalah fasilitas yang dapat dijangkau langsung tanpa perlu masuk dari gate, yakni bangunan Fasum dan Mess serta Bangunan Servis, sedangkan bangunan yang bersifat semipublik yang hanya dapat diakses melalui gate adalah Bangunan Kantor dan Fasilitas Siswa. Sedangkan untuk mencapai area privat seperti Bangunan Kolam Renang dan Kelas KB harus

(16)

melalui gate kecil yang ada. Untuk menuju kelas TK dan fasilitasnya dapat diakses setelah melewati tunnel gallery.

Gambar 3.2. Diagram Zoning Bangunan dalam Tapak.

3.5. Aplikasi Disain

Konsep playground yang sudah didapat kemudian diaplikasikan ke dalam disain, diintegrasikan dengan konsep bentukan massa dan konsep lain yang mendukung.

3.5.1. Pola Penataan Massa Bangunan dan Sirkulasi

Aplikasi konsep playground pada disain antara lain pada penataan massa bangunan dan sirkulasi dalam kompleks, terutama bagi sirkulasi di dalam gate. Massa bangunan ditata mengikuti pola sirkulasi yang ada dalam sebuah taman bermain. Pengunjung maupun siswa memasuki kompleks dari satu pintu masuk utama yang didesain sedemikian rupa agar suasana bermain langsung terasa, kemudian mereka diarahkan menuju ke plaza utama dimana terdapat pula tunnel gallery, barulah kemudian disebar menuju ke masing-masing bangunan. Jadi, kebebasan memilih sebuah ‘taman bermain’ terbangun mulai dari sirkulasiya. Jarak sirkulasi dalam kompleks ini memang didesain sependek mungkin, jadi

(17)

jarak antar bangunan dibuat relatif pendek. Hal ini memberikan dua keubntungan. Pertama : ruang yang tebentuk diantara massa bangunan menjadi berskala akrab dan menyenangkan bagi anak karena anak cenderung menyukai ruang-ruang seperti ini, lalu kedua : jarak sirkulasi yang terjadi maksimal sekitar 20 meter untuk menuju ke setiap bangunan sebagai jarak dimana seseorang sebagai seorang pejalan kaki, terutama anak-anak dapat berjalan dengan mudah dan menyenangkan (Yoshinobu Ashihara, 1986).

Gambar 3.3. Diagram Pola Penataan Bangunan menurut Sirkulasi Playground

dalam Tapak.

(18)

Awal sebelum memasuki gate dimulai dengan berjalan ‘menuruni’ tapak, karena tapak relatif berkontur meskipun datar, namun cukup berpengaruh bagi anak-anak (ketinggian per kontur ½ m). Kecenderungan manusia lebih memilih jalan menurun daripada jalan menanjak karena lebih ‘ringan’. Pertama ‘menuruni’ tapak, warga sekolah, para siswa dan tamu disuguhi pemandangan taman bunga yang disusun ber-sequence untuk memberi kesan yang menyenangkan. Adapun ‘proses turun’ ini merupakan penyesuaian terhadap kondisi site dan sekitarnya, karena posisi kontur terendah adalah dataran yang paling luas.

Secara keseluruhan sirkulasi yang terjadi dalam kompleks membebaskan para pengguna untuk memilih hendak ke bangunan manapun, terkecuali bagi para tamu yang harus masuk ke bangunan kantor terlebih dahulu. Khusus tamu, mereka hanaya diperbolehkan masuk melalui pintu pertama dari empat pintu yang ada pada gerbang, dengan tujuan mereka akan langsung mengarah pada pintu kantor. Selebihnya, bagi para siswa dan lain-lain bebas masuk menuju ke mana saja. Khusus bagi pengantar, bagi siswa baru diijinkan masuk hanya sampai plaza utama, kemudian mereka dapat menuju ke ‘halte penjemputan’ untuk pulang atau dapat menunggu di area tunggu ‘halte’, ataupun menyebrang menuju ke bangunan fasum untuk menunggu. Sedangkan bagi pengunjung biasa ataupun tamu yang tidak berkepentingan dengan sekolah tetap dapat memanfaatkan fasilitas yang ada di fasum seperti mini market, kafetaria atau ATM tanpa harus masuk melalui gate

kompleks.

Sirkulasi pengguna yang berkepentingan dengan sekolah dimulai dari gate

kompleks setelah drop off, khususnya bagi siswa dapat memilih di antara 4 pintu masuk yang ada, jadi suasana bermain sudah terbentuk sejak awal karena pintu gerbang inipun dapat menjadi sarana bermain yang cukup menyenangkan, kemudian menuju ke plaza utama yang dimana terdapat tunnel gallery yang disediakan bagi siswa untuk memajang hasil karyanya, untuk nantinya dilihat oleh para orang tua, pengantar maupun tamu. Kemudian pengguna dapat memilih menuju ke bangunan manapun. Untuk siswa, para guru dan supervisor telah menyambut mereka di plaza utama. Sembari menunggu jam masuk sekolah, bagi para siswa yang telah datang terlebih dahulu dapat menunggu di ruang tunggu sambil menonton film atau langsung naik ke perpustakaan, atau bahkan mereka

(19)

dapat bermain di sekitar plaza utama, barulah kemudian para guru dan supervisor

akan membimbing mereka menuju kelas untuk beraktivitas.

Gambar 3.5. Sirkulasi Siswa.

Bagi staff dan karyawan, setelah memasuki gerbang dapat langsung menuju ke tempat kerjanya masing-masing. Khusus bagi karyawan fasum, mereka tidak perlu mauk gerbang karena lokasi bangunan ini berada di ‘luar’ kompleks sekolah yang dipagari untuk alasan safety.

(20)

Bagi tamu, setelah parkir di parkir khusus tamu di depan dan memasuki pintu pertama dari gerbang dapat langsung menuju ke arah kantor. Disana mereka akan diterima oleh petugas tata usaha dan dapat meneruskan keperluan mereka dengan arahan petugas di dalam. Sedangkan bagi para tamu yang tidak berkepentingan dengan sekolah dapat langsung menuju parkiran untuk kemudian menuju ke fasum.

Gambar 3.7. Sirkulasi Tamu.

Bagi para pengantar dan orang tua, khususnya bagi siswa baru kelas TK yang masih ragu-ragu, mereka diijinkan masuk samapai ke plaza utama hingga proses ‘serah-terima’ siswa dari pengantar dan orang tua ke guru dan supervisor

dilaksanakan, kemudian mereka dapat keluar dari ‘halte’ untuk menunggu ataupun menyebrang ke faum untuk menunggu di sana ataupun pulang menuju ke parkir mobil atau motor. Khusus bagi siswa KB, para pengantar harus memasuki ‘gerbag kecil’ di dalam gerbang utama, dimana di dalamnya disediakan area menunggu bagi para pengantar, atau mereka dapat memilih menunggu di ‘halte’ melalui jalur yang ada di belakang. Daerah perbatasan antara bangunan kelas KB dan jalur mobil dibatasi oleh area playground KB dan umum, sengaja tidak diberi pagar mengingat keterbatasan agerak dari anak KB, disamping itu ketatnya pengawasan dari guru dan supervisor (1:4, berbeda dengan anak TK 1:5) dan juga adanya pos satpam. Dengan tidak adanya pagar diharapkan fasilitas bermain ini dapat digunakan oleh pihak luar sekolah yang ingin menggunakannya, misalkan oleh para calon siswa, dan sebagainya.

(21)

Gambar 3.8. Sirkulasi Pengantar.

Bagi para wali murid dan orang tua poada saat ada pertemuan khusus, mereka tetap dapat masuk dari gerbang setelah di-drop di area drop off, untuk kemudian menuju ke kantor untuk mengikuti acara doa bersama di ruang doa, atau menuju ke mini hall utnuk mengikuti berbagai acara yang mungkin diadakan oleh pihak sekolah. Khusus untuk acara seperti itu, maka ‘halte jemput’ dapat berubah fungi sebagai gerbang samping bagi para orang tua yang membawa kendaraan sendiri tanpa sopir, untuk kemudian sertelah selesai acara dapat pulang melalui gerbang yang sama.

(22)

Untuk sirkulasi servis, digunakan jalur yang sama dengan sirkulasi kendaraan pengguna sekolah dengan asumsi efisiensi mengingat mobil atau truk servis akan datang secara periodik dengan frekuensi yang tidak terlalu sering, sehingga jalur khusus servis dapat ditiadakan dan dapat digunakan sebagai area bermain siswa. Selain itu, bangunan servis dan fasum meskipun tidak secara bebas diakses oleh siswa masih tetap diperlakukan sebagai bagian dari ‘taman bermain’ hal ini dapat dilihat dari tetap diterapkannya psikologi warna dan terutama dari sirkulasinya yang masih menyatu dengan sirkulasi kendaraan dalam tapak. Jalur tersebut sekaligus berfungsi sebagai jalur untuk mobil pemadam kebakaran. Bangunan servis dibuat sedikit lebih rendah dari jalan kendaraan sehingga tidak mengganggu view kompleks, namun masih dapat menjadi buffer

yang baik bagi bangunan utama atau ‘mainan utama’ yakni kelas TK yang ada di bagian dalam kompleks agar tidak langsung terlihat di jalan.

Gambar 3.10. Sirkulasi Servis.

Jarak antar massa berkesan akrab yang memberikan suasana ruang-ruang

compact, dengan menciptakan suatu suasana keakraban, simple dan

menyenangkan namun interaktif, hubungan antar massa yang kuat yang diikat oleh ‘ruang antara’ yang saling berhubungan, sehingga ‘ruang antara’ inipun memiliki kualitas bermain yang menyenangkan bagi anak. Jarak D/H untuk setiap massa diupayakan antara 1 hingga 2 sehingga interaksi bersama antar massa

(23)

terasa benar-benar kuat, dan interaksi-interaksi antar bangunan terasa lebih kuat mengikat ruang yang terbentuk. Untuk massa yang memiliki kesamaan fungsi D/H dibuat lebih intim sehingga interaksi yang terjadi menjadi lebih kuat.

Penataan massa dalam tapak didahului dengan analisa tapak, kemudian berdasarkan analisa tapak dan berbagai pertimbangan lain, maka digunakan konsep tambahan yang sebenarnya merupakan turuna dari konsep Lego, yakni konsep grid dan aksis. Grid yang digunakan membagi tapak menjadi kotak-kotak kecil berukuran 8x8 meter, dengan mengambil arah panjang tapak dan arah tegak lurusnya, kemudian massa yang di dalamnya telah diisi ruang-ruang ditata dan disesuaikan dalam grid tersebut, dengan mengikuti aksis panjang ke arah barat daya-timur laut agar dapat lebih mengefisienkan lahan yang cenderung memanjang. Hasilnya, interlokcing antar massa tetap terjaga dengan baik sehingga kesannya bentuk massa tidak terlalu besar, tetapi sekaligus dengan penggeseran massa tersebut sebagai area penangkap angin ke dalam bangunan dan sebagai tanggapan terhadap topografi kawasan.

Gambar 3.11. Pola Penataan Massa Bangunan (dikombinasikan dengan grid diagonal pada beberapa titik untuk menyatakan aksen).

(24)

3.5.2. Desain dan Ekspresi Bangunan

Desain dan ekspresi tampilan bangunan menggambarkan suasana sebuah sekolah berkonsep ‘taman bermain’ yang menyenangkan, dengan perincian sebagai berikut :

3.5.2.1. GateEntrance

Setelah memasuki jalan masuk pada tapak, maka pengguna yang berkepentingan dengan sekolah dapat masuk melalui pintu gerbang. Pengguna dapat memilih untuk turun melalui pijakan tangga ataupun ramp yang disediakan untuk memudahkan sirkulasi yang terjadi. Pintu gerbang inipun didesain layaknya sebuah pintu di taman bermain yang didesain dengan 4 pintu masuk dengan sistem seperti sebuah pintu tempat menarik karcis di sebuah taman bermain. Disini suasana menyenangkan sudah tebangun, karena disamping adanya permainan warna pada frame pintu yang didesain lucu, para siswa juga dapat memilih hendak masuk melalui pintu yang manapun. Juga, pada pintu pertama dan keempat pada gerbang ini disediakan dua buah pergola non permanen yang disebut ‘pergola akordion’ yang memiliki rel tersembunyi. Tujuannya adalah pada waktu hujan, maka pergola ini kana dapat ditarik keluar langsung menuju ke tempat drop off sehingga para siswa tidak perlu takut kehujanan, sedangkan waktu tidak diperlukan, pergola ini dapat dilipat dan menjadi bagian dari gate. Jadi, kesan mudah dicopot-pasang dari Lego benar-benar terasa.

Gambar 3.12. Denah dan Perspektif Entrance.

-pergola akordion yang bisa dibuka-tutup- Gambar 3.13. Perspektif Gate Entrance.

Pijakan-Ramp-Gate

Jalan Masuk

(25)

3.5.2.2. Tunnel Gallery dan Plaza Utama

Sebagai lanjutan dari gate entrance, maka selanjutnya pengguna dan para siswa dapat menuju ke tunnel gallery tempat para siswa memajang hasil karya mereka, dengan tujuan agar para tamu dan orang tua calon siswa dapat melihat apa saja progres para siswa yang bersekolah di sekolah ini dengan tujuan menarik minat mereka untuk menyekolahkan anak mereka disini. Selain itu, juga dapat menjadi ‘report’ bagi para orang tua siswa agar mereka dapat terus memantau perkembangan anak mereka meskipun secara tidak langsung. Juga, tentunya

tunnel ini memberi kesan ‘mainan’ tersendiri bagi anak. Dengan adanya tunnel ini diharapkan dapat membantu mengakrabkan skala ruang yang ada.

Gambar 3.14. Denah dan Perspektif Tunnel Gallery dan Plaza Utama.

Gambar 3.15. Perspektif Tunnel Gallery dan Plaza Utama. Tunnel Gallery 1

Tunnel Gallery 2 Plaza Utama

(26)

3.5.2.3. Bangunan Kantor dan Fasilitas Siswa

Selanjutnya, sebagai lanjutan dari plaza utama, khususnya bagi para staff

dan tamu dapat langsung menuju ke bangunan kantor dan fasilitas siswa. Adapun fasilitas siswa yang disediakan disini adalah fasilitas yang tidak digunakan setiap saat dan penggunaannya dapat overlap, dalam artian tidak hanya digunakan oleh siswa, misalkan seperti ruang doa, ruang musik dan sebagainya seperti yang telah dijelaskan pada subbab sebelumnya.

Desain bangunan ini dibuat dua lantai, namun pada lantai dua tidak dibuat penuh seperti pada lantai 1, tujuannya untuk menciptakan sequence bermain secara visual pada bangunan. Bangunan kantor ini diberi warna ungu muda, dengan alasan bahwa di kantor ini berisi para staff termasuk guru dan supervisor, sehingga memberi kesan bahwa mereka harus dihormati dan dihargai oleh para siswa. Sedikit banyak mengajarkan pada para siswa secara tidak langsung untuk selalu menghormati orang yang lebih tua. Kemudian, diberikan aksentuasi warna yang kontras dengan ungu untuk frame jendela dan pintu.

-denah lantai 1- -denah lantai 2-

Gambar 3.16. Denah dan Perspektif Bangunan Kantor dan Fasilitas Siswa.

Dinding lantai 1 bangunan ini menggunakan material dinding bata biasa dengan finishing cat, sedangkan pada lantai dua digunakan dinding double skin, yakni dinding bata yang menerus dari lantai 1 di bagian dalam dan dindig GRP

(27)

translucent, dengan tujuan agar tercipta sebuah insulasi panas melalui ruang udara di antara kedua dinding tersebut, agar panas yang masuk ke ruangan dapat direduksi. Mengenai mekanisme ini akan dijelaskan pada subbab-subbab selanjutnya. Sedangkan pada lantai 1 akan mendapatkan pembayangan dari konstruksi cladding GRP ini karena posisinya yang di-offset 50 cm dari dinding dalam. Kemudian, untuk bagian atap tetap menggunakan material yang sama, hanya saja di-coat dengan gelcoat non-voc dengan warna yang sama dengan dinding, sehingga secara visual terkesan menyatu meskipun di lantai dua menggunakan metode double skin.

Untuk memperkuat kesan Lego, maka modul yang dipakai untuk panel GRP ini adalah 2x2 meter, kenudian agar massa tidak berkesan besar, maka ‘pencacahan’ dibantu dengan penggunaan ‘kaca belah’ dengan tahanan panas yang cukup tinggi dibantu dengan tint warna (pada bangunan ini hijau dan kuning), untuk membantu memasukkan cahaya. Sengaja dipilih warna-warna yang tidak meneruskan cahaya gelombang pendek seperti ungu, agar radiasi panas yang diterima berkurang. Mekanisme doubleskin dan kaca belah ini akan kembali dipakai untuk semua bangunan yang berlantai 2.

Gambar 3.17. Potongan dan Perspektif Bangunan Kantor dan Fasilitas Siswa. Pembayangan Dari Lt 2 Dinding GRP Dinding Bata Kaca Belah Panel GRP Translucent Panel GRP Solid Frame Jendela Warna Dinding Bata

(28)

Tangga untuk menuju ke lantai dua pada bangunan ini dibuat menjorok ke luar, dengan tujuan agar interaksi dengan orang di luar tetap terjaga dan berkesan menyenangkan bagi anak. Selain itu, tiang-tiang pergola tangga dengan permainan warna akan menjadi semacam deretan warna yang menyenangkan bagi anak. Bordes tangga pada bangunan ini tersambung dengan jembatan dari tree house, dengan kata lain anak-anak yang mampu mencapai lantai dua tree house

mendapat semacam ‘reward’ karena dia dapat menuju ke perpus tanpa harus melalui lantai 1.

Gambar 3.18. Perspektif Bangunan Kantor dan Fasilitas Siswa bagian Tangga.

3.5.2.4. Bangunan Ruang Makan-Main-Mini Hall

Bangunan ini adalah salah satu fasilitas siswa, dimana aktivitas mulai menyiapkan makanan, makan bersama hingga bermain bersama secara indoor

bisa dilakukan disini. Di dalam bangunan ini pula disediakan gudang mainan untuk menyimpan mainan loose yang biasa dipakai bermain di luar seperti alat-alat peraga, balok rintangan kecil, ember air dan sebagainya. Sedangkan di lantai dua terdapat mini hall dan gymnasium. Mekanisme double skin, kaca belah dan cara desain bangunan ini sama dengan bangunan kantor yang telah dijelaskan sebelumnya, tentunya dengan tujuan untuk mencapai unity antar massa bangunan. Hanya saja, warna kaca belahnya berbeda. Untuk bangunan ini, digunakan warna kaca merah dan kuning, sedangkan warna gelcoat untuk panel GRP digunakan warna orange, dengan tujuan memberi efek psikologis membangkitkan semangat, sesuai fungsi utamanya yakni ruang makan dan ruang bermain, ditambah dengan aksentuasi warna yang kontras dengan orange untuk frame jendela dan pintunya.

Tangga yang Menjorok Pergola Tangga Warna Tangga Tree House

(29)

-denah lantai 1- -denah lantai 2-

-perspektif interior-

Gambar 3.19. Denah dan Perspektif Bangunan Ruang Makan-Main-Mini Hall.

3.5.2.5. Bangunan Kelas Kelompok Bermain

Bangunan ini memang diperuntukkan untuk mewadahi kelas anak-anak usia 3-4 tahun di Kelompok Belajar. Secara psikologi warna, dipilih warna baby pink karena warna ini menyimbolkan warna muda yang cute, sangat sesuai dengan karakter anak-anak yang masih kecil. Secara visual bagi anak, warna ini sangat lembut, namun tetap menarik bagi anak (karena merupakan turunan warna merah).

Gambar 3.20. Denah dan Perspektif Bangunan Kelas KB. Balkon tangga

(30)

3.5.2.6. Bangunan Kelas TK

Bangunan untuk kelas TK terdiri dari 4 bangunan , masing-masing untuk 1 kelas. Terdapat dua kelas TK A dan dua kelas untuk TK B. Karakteristik antar kelas TK ini sebenarnya sama karena mereka terikat oleh sistem ‘pergola akordion’ yang mirip dengan pergola yang ada pada gate yang saling bersambungan sebagai jalan pulang para siswa disaat hari hujan, dimulai dari TK B1 hingga A2 yang berakhir pada ‘halte jemput’.

Gambar 3.21. Perspektif Sistem Pergola Akordion Bersambung.

Mengenai bentukan massa, kedua bangunan TK B dibuat sama, dan kedua bangunan TK A dibuat sama pula, namun antar TK A dan B hanya dibuat sedikit perbedaan, sebagai penanda adanya perbedaan tingkatan kelas. Selain itu, perbedaan lainnya adalah pada tangga menuju lantai mezzanin. Untuk TK A, tangga menuju mezzanin diletakkan di dalam ruang, sedangkan untuk TK B diletakkan diluar terintegrasi dengan balkon dan pada salah satu bangunan TK B dibuat terintegrasi dengan mainan sliding. Kemudian untuk warna, kelas TK ini menggunakan warna putih sebagai tanda anak-anak yang telah lebih ‘dewasa’ daripada anak-anak KB, dengan aksentuasi warna yang berbeda-beda dan kontras dengan warna putih untuk frame jendela, pintu, dan juga skylight. Untuk sistem-sistem yang ada pada kelas akan dijelaskan dalam subbab massa utama, kelas TK B1 yang mewakili seluruh kelas TK. Karena bangunan TK ini adalah fasilitas utama bagi para siswa, amak bangunan ini didesain sebisa mungkin untuk mewadahi aktivitas utama, yakni belajar sambil bermain. Hal ini ditunjang dengan berbagai media pembelajaran yang menarik dan ‘bermain’ seperti lemari perabot bergerak, meja lipat, dan sebagainya yang akan dijelaskan kemudian.

(31)

-denah lantai 1- -denah lantai 2-

-perspektif interior- Gambar 3.22. Denah dan Perspektif Kelas TK B1.

-denah lantai 1- -denah lantai 2-

(32)

-denah lantai 1- -denah lantai 2-

Gambar 3.24. Denah dan Perspektif Kelas TK B2.

-denah lantai 1- -denah lantai 2-

(33)

3.5.2.7. Bangunan Kolam Renang

Bangunan ini merupakan fasilitas pendukung kegiatan belajar mengajar siswa. Untuk dinding, bangunan ini didominasi oleh kaca yang dikomposisikan dengan panel grp solid yang dipegang oleh kaca sebagai elemen pembayangan. Profil kaca yang berbentuk seperti daun yang ada pada bangunan-bangunan lain digunakan sebagai bentukan shading pada bangunan ini, juga pada bangunan fasum yang akan dijelaskan kemudian.

-profil jendela- -profil jendela yang dibuat solid-

Gambar 3.26. Profil Jendela yang digunakan sebagai Elemen Pembayangan.

Untuk warna, pada bangunan ini digunakan warna hijau muda yang segar, dengan pertimbangan bahwa bangunan ini adalah bangunan kolam renang yang memberikan ‘kesegaran’ setelah para siswa berenang di kolam. Kemudian ditambah dengan aksentuasi warna hijau tua untuk frame jendela, dan gradasi dari warna hijau ke kuning untuk elemen pembayangannya.

(34)

3.5.2.8. Bangunan Fasum-Mess

Bangunan fasum ini bersifat sebagai bangunan penunjang, sehingga letaknya berada di luar ‘pagar’ kompleks sekolah namun mendukung operasional sekolah. Dalam artian, di dalamnya disediakan berbagai fasilitas bagi para pengantar dan orang tua yang menunggu anaknya bersekolah, juga disediakan fasilitas-fasilitas lain bagi pihak luar yang tidak berkepentingan dengan sekolah, misalkan mini market, ATM, dan sebagainya. Untuk desainnya sama dengan cara desain bangunan dua lantai yang lain. Hanya saja, bila bangunan dua lantai yang lain memiliki tangga yang menjorok (bangunan kantor dan ruang makan), maka bagian yang menjorok pada bangunan ini adalah lantai duanya, dimana menurut luasan ruang memang menuntut demikian, sekaligus sebagai upaya pengulangan dari bangunan kantor dan ruang makan untuk mencapai unity.

Untuk konsep warnanya, bangunan ini menggunakan warna terrakota, dimana warna ini adalah warna matang yang menunjukkan warna kedewasaan, memberi pengertian bahwa bangunan ini tidak dengan mudah dapat diakses oleh siswa, namun masih merupakan bagian dari ’taman bermain’. Untuk kaca belahnya digunakan warna orange dan kuning agar menarik. Bangunan ini pada lantai satu menggunakan material kaca seperti bangunan kolam renang, hanya saja warna shadingnya menggunakan gradasi warna merah ke kuning.

-denah lantai 1- -denah lantai 2-

Gambar 3.28. Denah dan Perspektif Bangunan fasum dan Mess. Lantai Dua yang

(35)

3.5.2.9. Bangunan Servis

Bangunan ini berisikan mesin-mesin kelistrikan yang penting bagi operasional sekolah secara keseluruhan, juga terdapat pula gudang umum dan ruangan untuk penampungan sampah sementara. Di dekat loadingdock di dekat bangunan ini ditanam tangki bahan bakar untuk mesin genset. Sedangkan untuk mesin-mesin keairan seperti pompa dan tandon menggunakan sistem submersible

yang ditanam menyebar pada kompleks, yang akan dibahas dalam subbab-subbab selanjutnya mengenai sistem utilitas.

Untuk bangunan servis ini digunakan warna biru muda, dan cerobong

muffler mesin genset sengaja diekspos dengan warna biru tua. Mengingat

bangunan ini berisi mesin-mesin yang panas, maka diharapkan dengan warna biru yang dingin orang-orang yang melihat tidak akan merasakan bahwa bangunan ini ‘hanyalah bangunan servis yang tidak penting’, karena bangunan ini tetap merupakan bagian dari kompleks ini (karena memiliki warna unik, yakni biru yang tidak dipakai di bangunan lain). Selain itu, diharapkan dengan efek psikologis warna biru dapat membuat orang yang melintas di sebelahnya (jalur mobil dan parkir motor berada di belakangnya) tidak merasa ‘panas’. Untuk sistem penghawaannya, diberikan kisi-kisi udara di bagian atas untuk membantu mendinginkan mesin-mesin yang ada.

(36)

3.6.2.10. Halte Jemput

Merupakan area dimana para siswa menunggu dijemput dan serah-terima antara guru dan supervisor pada orang tua dan pengantar. Juga, area ini dilengkapi dengan pos satpam dan tempat untuk para pengantar menunggu paara siswa. Tiang pergola dari halte ini diberi warna-warna yang menarik untuk memperkuat kesan sebuah taman bermain. Halte ini menggunakan prinsip panggung sebagai tanggapan terhadap topografi, karena kontur di daerah ini cukup curam, 4 garis kontur rapat dengan ketinggian total 2 meter.

Gambar 3.30. Denah dan Perspektif Halte Jemput.

Secara keseluruhan ekspresi yang ingin ditampilkan adalah ekspresi taman bermain yang cute, lucu dan menyenangkan namun tetap ‘clean dan bulky’, mengingat anak usia 3-6 tahun belum dapat menikmati detail-detail yang terlalu kecil dan rumit.

-tampak depan kompleks-

-tampak belakang kompleks-

(37)

3.5.3. Penataan Ruang Luar

Untuk ruang luar dan fasilitas ruang terbuka, disediakan beberapa fasilitas ruang luar, yakni area playground yang tersebar di beberapa area, kemudian kolam main anak, tempat duduk untuk anak, kemudian wastafel terbuka yang menyatu dengan ruang makan, pergola permanen penghubung antar massa, dan tatanan lansekap pendukung lainnya.

Ruang luar penghubung antar massa cenderung membentuk ruang intim, sebagai ruang yang nyaman bagi anak. Pada area ruang luar yang memiliki skala intim hampir seluruh elemen ruang luar akan terlihat jelas sehingga anak akan dapat lebih mudah mengenal kondisi sekitarnya yang akan memberikan kesan keakraban dan bahkan menjadi penanda bagi anak agar tidak tersesat. Penataan elemen ruang luar terdiri dari penataan soft material (tanaman, air) dan hard material (perkerasan, pergola, area main, furnitur).

3.5.3.1. Penataan Soft Material

Soft material yang digunakan dalam sekolah ini adalah tanaman dan air. Tanaman yang digunakan adalah tanaman yang tentunya aman bagi anak, mengingat rasa keingin tahuan anak yang begitu besar. Soft material tidak memiliki bentuk yang tetap dan tentunya akan selalu berkembang sesuai masa pertumbuhannya sehingga menyebabkan bentuk dan ukuran yang selalu berubah-ubah. Perletakan tanaman dan vegetasi ini bertujuan untuk menahan pantulan sinar dari perkerasan, hempasan air hujan, dan menahan jatuhnya sinar matahari ke daerah yang membutuhkan keteduhan. Juga selain itu berfungsi memberikan pembayangan, mengingat anak-anak lebih suka bermain di luar, terlebih lagi bila teduh. Selain itu digunakan sebagai filter terhadap lingkungan. Untuk pemakaian jenis tanaman dalam sekolah ini dapat dilihat pada gambar berikut :

(38)

Keterangan :

1. Gugusan Pohon Sonokembang.

2. Gugusan Pedu Kembang Sepatu (ditata sebagai maze). 3. Gugusan Perdu Bouganvillea-Chrysanthemum-Blood Leaf. 4. Gugusan Pohon Palem Putri dan Akasia.

5. Gugusan Perdu Hortensia-Kaca Piring-Geranium. 6. Pohon Beringin.

Gambar 3.32. Penataan Soft Material.

Untuk penutup permukaan, material soft yang dipakai adalah rumput. Ada dua jenis rumput yang dipakai, yakni rumput manila dan rumput golf. Untuk bagian dalam kompleks kesemuanya menggunakan rumput golf, sedangkan untuk bagian luar menggunakan rumput manila yang teksturnya lebih kasar. Tujuannya adalah apabila anak-anak berlarian di dalam kompleks, apabila terjatuh tidak akan terasa terlalu sakit.

Gambar 3.33. Rumput yang Dipakai (kiri : manila, kanan : golf). 1 2 3 4 5 6 1 1 1 6 6 6 6 1 6 1 dalam luar

(39)

Tanaman perdu adalah batang yang tidak berkayu, percabangannya umumnya dekat dengan tanah, berakar dangkal, dan tinggi 0,5-1 m. Fungsinya adalah untuk menahan agar air hujan tidak langsung jatuh ke tanah. fungsi lain jenis tanaman ini adalah untuk pencegah erosi (erosion control) sehingga efek negatif yang ditimbulkan dalam pembangunan fasilitas (misalnya cut and fill, penggalian tanah, dsb.) dapat diminimalisir. Tanaman yang digunakan adalah tanaman kembang sepatu, bouganvillea, chrysanthemum, blood leaf, hortensia, kaca piring dan geranium. Tentunya tanaman di atas adalah tanaman yang aman bagi anak (sumber : situs perhutani). Keuntungan lainnya adalah anak dapat lebih dekata dengan alam, dan dapat belajar banyak melalui pengamatan, ditambah lagi warnanya yang beraneka ragam akan membuat anak makin senang.

Gambar 3.34. Tanaman Perdu (ki-ka : kembang sepatu, bougenvillea, chrysanthemum, blood leaf, hortensia, kaca piring, geranium).

Untuk tanaman pohon sedang, yakni pohon dengan tinggi sekitar 1-3 m, digunakan untuk kontrol visual terhadap matahari, ruang luar, dan hal-hal yang dapat mengganggu view. Selain itu sebagai pembatas fisik untuk mengarahkan pergerakan pengujung. Tanaman yang digunakan adalah palem putri dan akasia.

(40)

Untuk tanaman pohon yang tinggi, dimanfaatkan untuk filter angin dan elemen shading. Ciri-ciri umumnya adalah tanaman batang berkayu, percabangan jauh dari tanah, berakar dalam, tinggi di atas 3 m dan berdaun tidak terlalu rimbun sehingga masih memungkinkan untuk dilalui angin. Tanaman ini sebagai filter

atau penyaring debu, bau dan memberikan udara segar. Selain itu, digunakan pula untuk menopang rumaha pohon dalam kompleks. Untuk fungsi ini, dipilih jenis pohon beringin yang besar. Adapun jenis pohon tinggi yang dipakai adalah sonokembang dan beringin.

Gambar 3.36. Tanaman Pohon Tinggi (kiri : sonokembang, kanan : beringin).

Elemen air yang ada dalam kompleks digunakan untuk mendinginkan udara, namun tetap memperhatikan kelembaban udara yang terjadi. Untuk kolam yang langsung berdekatan dengan bangunan digunakan tanaman air, yakni bunga teratai, sehingga udara lembab telah di-filter dan tidak masuk ke dalam bangunan, sehingga tetap nyaman bagi pengguna yang ada di dekatnya.

Gambar 3.37. Elemen Air (ki-ka : bunga teratai, kolam main anak, kolam air mancur di depan).

(41)

3.5.3.2. Penataan Hard Material

Hard material yang digunakan dalam fasilitas ini adalah mainan dalam

playground yang tersebar di beberapa area, kemudian pergola permanen

penghubung antar massa, pagar pembatas, tree house, dan berbagai jenis perkerasan. Keterangan : 1. Area Playground. 2. Pergola Permanen. 3. Pagar Pembatas. 4. Tree House.

Gambar 3.38. Penataan Hard Material.

Untuk area playground, kebanyakan diisi oleh mainan-mainan gabungan tanpa meninggalkan mainan konvensional, sehingga permainan anak dapat lebih variatif dan terintegrasi secara seimbang.

Gambar 3.39. Beberapa Area Playground. 1 1 1 1 1 2 2 2 3 4 5

(42)

Pergola permanen digunakan sebagai elemen lansekap sekaligus berfungsi untuk ‘memayungi’ pengguna di waktu hujan. Tiang-tiangnya yang berwarna warni dapat menjadi elemen desain yang menarik bagi anak. Posisi pergola permanen ini berada di dekat bangunan ruang makan, bangunan kantor dan bangunan kolam renang. Pada waktu hujan, maka pergola permanen ini akan bekerja bersamaan dengan pergola akordion dan ‘pergola hatchback’(akan dijelaskan kemudian), sehinga secara keseluruhan akan membentuk sistem ‘payung’ yang lengkap.

Gambar 3.40. Beberapa Posisi Pergola Permanen (ki-ka : bangunan ruang makan-bangunan kantor, makan-bangunan kolam renang).

Pagar pembatas diletakkan di belakang kompleks, dibuat dari pipa baja dan dikombinasikan denga tanaman. Tentunya dengan tujuan agar siswa tidak dapat keluar dengan bebas dari kompleks, mengingat batas belakang kompleks adalah extension lapangan golf yang cukup luas. Sedangkan untuk batas pagar luar dan samping menggunakan perdu yang ditata sedemikian rupa berbentuk kotak panjang.

Gambar 3.41. Perspektif Pagar Pembatas. Pergola

(43)

Tree house diletakkan dekat dengan tunnel gallery di plaza utama, dan merupakan salah satu mainan yang dapat digunakan oleh anak-anak. Keistimewaannya adalah tingkatan lanati yang ada pada tree house menuntut kemampuan dan keberanian anak untuk mencapainya. Namun, tentu saja akan ada

reward’ bagi anak-anak yang berhasil mencapainya, sehingga anak merasa

bangga. Reward yang dimaksud seperti : dapat mencapai perpus dari lantai 2, dapat melihat keseluruhan view kompleks, dan sebagainya.

Gambar 3.42. Denah dan Perspektif Tree House.

Keterangan : Level 1 Æ sedikit lebih tinggi dari level tanah. Level 2 Æ dapat menuju perpustakaan dari lantai 2. Level 3 Æ dapat melihati viewkeseluruhan kawasan.

Gambar 3.43. Tampak dan Tingkatan Tree House. Tree House Jembatan Penghubung Level 1 Level 2 Level 3 Bordes Tangga Perpustakaan

(44)

Keterangan :

1. Bluestone potong tidak beraturan. 9. Red Flagstone.

2. Beton recycled cylite. 10. Batu andesit. 3. Stepping stone bundar. 11. Yorkstone sidewalk.

4. Granit paving stone. 12. Batu gilang.

5. Limestone slab. 13. Dek kayu ulin.

6. Earthstonepotong. 14. Paving beton.

7. Pasir putih. 15. Pebble/batu kerikil halus.

8. Salmon creek. 16. Permeable paving.

Gambar 3.44. Penataan Jenis Perkerasan.

Keterangan gambar :

Gambar 3.45. Material Penutup Permukaan (ki-ka : 1-8).

Gambar 3.46. Material Penutup Permukaan (ki-ka : 9-16). 1 2 3 5 6 7 8 9 10 11 4 12 13 14 15 16

(45)

3.6. Pendalaman Struktur dan Konstruksi-Penjelasan Massa Utama Kelas TK B1

Kelas TK B1 ini merupakan salah satu fasilitas utama bagi siswa, tentunya karena di dalam bangunan ini siswa banyak menghabiskan waktu untuk bermain sambil belajar. Isi dari bangunan ini adalah kelas, area belajar, area penyimpanan barang siswa (loker), area penyimpanan mainan dan alat peraga, kemudian dilengkapi pula dengan WC untuk siswa dan dalam kelas ini terdapat lanatai mezzanin agar ruang bagi anak lebih bervariasi.

Yang istimewa dari kelas ini adalah adanya lemari mainan-peraga yang dapat didorong keluar kelas, dimana lemari ini berisi mainan, alat peraga dan juga perabot kelas sepereti meja dan kursi, sehingga para siswa dapat dengan fleksibel untuk memilih belajar di dalam atau di luar kelas. Tentunya ini untuk mendukung Kurikulum ACE, dimana ada saat-saat tertentu para siswa harus belajar di luar ruangan. Mengenai lemari ini akan dibahas lebih lanjut pada subbab berikutnya.

3.6.1. Perhitungan Modul.

Dalam mendesain kelas ini, tentunya tetap menggunakan konsep Lego. Seperti yang telah dijelaskan di awal bahwa Lego adalah mainan yang modular, maka untuk medesain kelas ini dimulai dengan perhitungan modul awal sebagai berikut :

• Menurut Buku ACE Ministries, 2006, maka besaran luas untuk satu orang anak (standar) adalah 40 sqft = 3.7160 m2 Æ 4m2 (hitungan yang sama berlaku untuk guru dan supervisor). Jadi, modul dasar untuk 1 orang diambil 2 x 2m2 agar lebih fleksibel dan memudahkan perhitungan.

• Pengguna 1 kelas adalah siswa yang berjumlah 25 anak, ditambah 1 orang guru dan 4 orang supervisor, maka jumlah pengguna adalah 30 orang.

• Luasan kelas minimal yang dibutuhkan adalah 30 x 4m2 = 120m2, ditambah sirkulasi 30% menjadi 150m2.

• Menurut konsep Lego, maka untuk membuat modul ruang awal dimulai dengan kelipatan modul 2x2 yang telah dihitung sebelumnya, didapat angka 12 x 12m2 yang paling mendekati luasan 150m2.

(46)

• Menurut studi literatur, bentukan kelas yang persegi cenderung monoton dan membuat proses belajar kurang efektif, maka diambil bentukan yang paling efisien, yakni persegi panjang. Maka, dari luas ruang 12 x 12 tadi dibuat menjadi persegi panjang tanpa harus mengurangi luasan, berarti menambah jadi 12 x 14 atau 12 x 16, dan seterusnya.

• Menurut studi material dan efisiensi bahan, diambil luas ruang 12 x 16 m2, karena pembagian modul dasar akan lebih mudah daripada mengambil luasan 12 x 14.

• Berdasarkan efisiensi bahan, konstruksi dan material, maka diambil modul 4 x 4m2 sebagai modul dasar struktur. Nantinya modul ini akan berkembang dalam penggunaannya dalam bangunan lain.

3.6.2. Desain Kelas TK B1.

Desain kelas ini berangkat dari karakteristik Lego yang menjadi konsep seperti yang telah dijelaskan pada subbab–subbab awal. Intinya adalah penggunaan modul untuk struktur kelas, kemudian modul panel bahan penutup atap dan dinding yakni panel GRP yang dibentuk sedemikian rupa menjadi satu kesatuan antara atap dan dinding.

Kemudian, diupayakan untuk menghilangkan sudut-sudut lancip pertemuan dinding, sehingga dicapai bentukan kelas tanpa sudut, dengan melengkungkan semua pertemuan dinding dengan dinding dan atap dengan atap. Dengan demikian, diperoleh bentukan yang berkesan monolit atau bulky yang sangat disukai anak usia 3-6 tahun, mengingat mereka belum dapat mengenali bentuk-bentuk rumit dan detail-detail kecil (terkait pula dengan kemampuan motorik mereka yang terbatas).

(47)

Gambar 3.47. Beberapa View Kelas TK B1.

Elemen-elemen desain pada bangunan kelas ini yang khusus didesain agar proses belajar mengajar dapat berjalan dengan menyenangkan adalah :

• Lemari Perabot-Mainan-Peraga, yang dapat digerakkan.

• Pergola Akordion, yang dapat menjadi penghubung dengan kelas-kelas lainnya.

• Pintu Hatchback Kelas, yang sekaligus dapat menjadi elemen shading.

Di bawah ini adalah denah kelas TK B1 dan posisi dari elemen desain tersebut pada denah.

Gambar 3.48. Denah Lantai 1 Kelas TK B1. Pergola Akordion Lemari Perabot-Mainan-Peraga Pintu Hatchback

(48)

Gambar 3.49. Denah Lantai Mezzanin Kelas TK B1.

3.6.2.1. Lemari Perabot-Mainan-Peraga.

Berikut ini adalah gambar dari lemari yang dimaksudkan.

Gambar 3.50. Denah Lemari Perabot-Mainan-Peraga.

Lemari ini dibuat dua buah untuk satu kelas, sebelah menyebelah, dan satu buah lemari ini dapat diabagi menjadi dua ruas per 3 meter, dihubungkan dengan sistem engsel, dengan total panjang 6 meter. Lemari ini dapat didorong keluar dengan menggunakan bantuan motor arus DC yang dapat diaktifkan dengan menekan panel tombol selebar sisi pendek lemari, yang kemudian akan menggerakkan roda penggerak utama, sehingga lemari dapat bergerak maju.

(49)

Gambar 3.51. Potongan Lemari Perabot-Mainan-Peraga.

Setelah didorong keluar, maka bola pejal pada lemari akan tersangkut pada tiang poros yang ada di bagian luar kelas sebagai pusat perputaran lemari, seperti yang terlihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 3.52. Posisi Lemari Perabot-Mainan-Peraga. Dorongan

MajuÆTombol Ditekan

Garis Dinding Kelas Dalam

(50)

Setelah tersangkut pada tiang poros, bila tombol di sebelah kiri lemari ditekan (berlaku sama untuk lemari di sebelahnya), maka lemari akan terputar, maksimal sebesar 90 derajat seperti pada gambar.

Gambar 3.53. Kemungkinan Posisi Lemari Perabot-Mainan-Peraga.

Untuk kembali ke posisi semula, maka tinggal menekan tombol sebaliknya yang berada di belakang tombol awal tersebut, hingga akhirnya perabot dapat dimasukkan.

Tekan

Terputar

(51)

3.6.2.2. Pergola Akordion.

Pergola ini sebenarnya sama dengan pergola yang ada pada pintu gerbang kompleks, hanya kegunaannya pada kelas ini untuk menghubungkan antar massa kelas pada waktu hujan. Berikut ini adalah beberapa gambar pergola yang dimaksud.

Gambar 3.54. Denah Pergola Akordion.

-terbuka- -tertutup-

(52)

Gambar 3.56. Sistem Roda dan Rel Pergola Akordion.

Untuk sistem relnya dibuat dengan menggunakan knop engsel, sehingga sewaktu pergola ditarik masuk tidak akan menjadi lubang pada permukaan perkerasan yang mengakibatkan anak tersandung, sehingga aman bagi anak. Pada segmen papan penutup lubang rel depan (segmen papan penutup disambung dengan menggunakan as panjang) diberi coakan berbentuk profil roda, sehingga waktu roda ‘menekan’ papan penutup bagian depan , segmen berikutnya akan terbuka pula dan seterusnya.

3.6.2.3. Pintu Hatchback Kelas.

Pintu hatchback ini memakai sistem yang sama seperti sistem pintu

hatchback yang umum terdapat pada kendaraan. Fungsinya adalah selain sebagai pintu, juga dapat berfungsi sebagai elemen pembayangan karena posisinya yang membuka ke atas selain itu, karena posisinya yang membuka ke atas akan memperlancar mekanisme geser pada lemari.

Gambar 3.57. Tampak dan Potongan Sistem Pintu Hatchback. Engsel dengan As Sepanjang Penutup Rel

(53)

Gambar 3.58. Perspektif Sistem Pintu Hatchback.

3.6.3. Material GRP.

GRP adalah kepanjangan dari Glass Reinforced Plastic, yang merupakan polymer yang diperkuat dengan glass fiber. GRP terdiri dari dua bahan utama, yakni resin dan glass fiber yang menambah kekuatan tarik pada material ini. Campuran glass reinforcement pada GRP dibentuk dari filamen yang sangat tipis, yang tersedia dalam bentuk glass rovings, woven cloth, woven rovings, chopped strand mat, atau surfacing tissue. Bentuk yang umum digunakan untuk panel GRP yang diperuntukan untuk cladding solid adalah chopped strand mat, sedangkan untuk cladding transparan dapat dipakai bentuk parallel roving.

Metoda manufaktur dari GRP inipun bermacam-macam. Dalam proyek ini, metoda yang dipilih adalah metoda vacuum pressure forming atau dengan cara cetak, agar hasil yang diperoleh lebih homogen. Selain itu, dengan cara ini akan lebih mudah untuk melapiskan cat pada panel GRP.

Material GRP ini memberikan banyak sekali kelebihan jika dibandingkan dengan material sejenis, diantaranya yaitu :

• Lebih durable, dapat bertahan hingga 50 tahun lebih.

• Bobot lebih ringan.

• Cara pemasangan yang sangat mudah.

• Tahan api.

• Dapat diproduksi dengan cara modul.

• Thermal Transfer Value yang cukup baik.

(54)

Dalam proyek ini menggunakan dua tipe panel GRP, yakni tipe CSM dengan finishing gelcoat atau warna untuk GRP solid (dinding bangunan 1 lantai, atap), dan parallel roving untuk GRP yang translucent (dinding bangunan lantai 2).

Kembali ke konsep Lego dan untuk memaksimalkan keunggulan GRP, maka elemen panel GRP yang dipakai dibuat bermodul 2 x 2meter. Hal ini diperoleh setelah melalui beberapa pertimbangan seperti estetika secara visual, kemudahan pemasangan di lapangan, kemudahan pengangkutan, dan sebagainya.

Untuk proyek ini, karena atap dan dinding yang menyatu dan bentukan atap yang melengkung pada dua arah menuntut adanya talang pada dua arah tersebut untuk menghindari kebocoran, selain itu desain panel GRP yang dipakai adalah sistem, kuncian seperti pada genting biasa untuk menambah kestabilannya. Berikut ini adalah data mengenai profil panel GRP yang dipakai dalam proyek ini.

Gambar 3.59. Data dan Dimensi Profil Panel GRP Hasil Desain.

Sedangkan apabila dirangkai menjadi suatu ‘sistem panel, maka bentuknya akan menjadi seperti gambar di bawah ini.

(55)

Gambar 3.60. Denah Konstruksi Panel GRP Hasil Desain.

Gambar 3.61. Perspektif Konstruksi Panel GRP Hasil Desain (dilihat dari dalam, terlihat panel GRP untuk dinding dalam bentuk U).

Posisi Pemasangan Panel GRP

(56)

Gambar 3.62. Tampak Depan dan Samping Konstruksi Panel Dinding GRP Hasil Desain.

Gambar 3.63. Potongan Konstruksi Panel Dinding GRP Hasil Desain.

(57)

3.6.4. Sistem Struktur Kelas TK B1.

Berikut ini akan dijelaskan secara singkat mengenai sistem struktur dan konstruksi Kelas TK B1.

Gambar 3.65. Aksonometri Struktur Kelas TK B1.

Konstruksi yang dipakai adalah konstruksi hybrid beton-baja. Dari hasil perhitungan diperoleh dimensi kolom dan balok beton sebesar 25/25 dan 20/40, sedangkan kuda-kuda bajanya mengguanakan baja IWF 20/30, diperkuat dengan bracing tepi dari baja RHS 4/6. Kemudian, di atas kuda-kuda diletakkan gording pemegang panel GRP berukuran 9/15, seperti yang telah dijelaskan di atas.

Pondasi yang dipakai adalah pondasi tiang panjang jack-in pile, diameter 5 cm berdasarkan data dari pihak developer yang menyatakan bahwa tanah di daerah tempat proyek berada kurang baik.

(58)

Gambar 3.66. Perspektif Aksonometri Struktur Kelas TK B1.

Di bawah ini adalah gambar potongan Kelas TK B1 yang akan memeperjelas sistem struktur hasil desain secara singkat.

(59)

3.6.5. Sistem Struktur dan Konstruksi Bangunan Keseluruhan.

Sistem struktur yang dipakai dalam proyek ini dapat dikatakan sebagai sistem rangka portal biasa, hany asaja bentuk kuda-kudanya melengkung mengikuti bentuk lengkungan atap bangunan. Secara garis besar sistem struktur untuk bangunan (selain kelas) menggunakan kolom baja IWF 20/20 yang dilapisi selimut beton setebal 5 cm, balok baja induk IWF 20/40 dan balok anak IWF 20/20. Untuk kuda-kuda, sama seperti bangunan kelas, yakni ukuran 20/30, diperkuat bracing dengan baja RHS 4/6 seperti pada bangunan kelas.

Ukuran modul yang dipakai ada 3 macam, yakni 4 x 4m, 4x 8m, dan 8x 8m, dimana kesemuanya merupakan kelipatan dari modul dasar struktur kelas, yakni 4 x 4m. Sebisa mungkin jarak trafe kolom perimeter tetap dipertahankan sebesar 4 meter untuk dapat mencapai kekakuan struktur. Rangka gording untuk pemegang cladging dan atap GRP memakai modul dan ukuran yang sama dengan kelas, yakni baja RHS 9/15 per 2 x 2meter. Untuk plat lantainya menggunakan plat lantai beton setebal 8 cm. Pondasi yang dipakai adalah pondasi tiang panjang

jack-in pile, diameter 5 cm berdasarkan data dari pihak developer yang

menyatakan bahwa tanah di daerah tempat proyek berada kurang baik.

Secara diagramatik, berikut ini akan disajikan gambar aksonometri struktur bangunan keseluruhan.

Gambar 3.68. Aksonometri Sistem Struktur Bangunan Keseluruhan. Kuda-kuda IWF 20/30 dengan Bracing 4/6 Kolom-balok beton komposit, 25/25 dan 20/40 Kolom-balok baja IWF 20/20 dan 20/40 Plat Lantai 8 cm, dengan Balok Induk-Anak 20/40,20/20

Gambar

Gambar 3.3. Diagram Pola Penataan Bangunan menurut Sirkulasi Playground  dalam Tapak.
Gambar 3.9. Sirkulasi Wali Murid dan Orang Tua untuk Acara Khusus.
Gambar 3.12. Denah dan Perspektif Entrance.
Gambar 3.14. Denah dan Perspektif Tunnel Gallery dan Plaza Utama.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Loyalitas adalah sikap yang dimiliki seseorang untuk bertahan dan setia kepada perusahaan, atasan maupun rekan kerja. Loyalitas merupakan hal yang sangat penting di dalam

Jika Nilai Capaian yang Ananda peroleh kurang dari 75 (disesuaikan dengan KKM yang ditetapkan), Ananda harus mempelajari kembali materi yang belum dikuasai. Jika masih

masyarakat Desa Umbanume ini masih sangat rendah dimana tingkat pendidikan masyarakat hanya sebatas lulus sekolah dasar saja, dibandingkan dengan warga masyarakat

individu dan rumah tangga lebih besar (76,8%) dibandingkan peran kesenjangan ekonomi di tingkat provinsi (23,2%) terhadap kejadian kegemukan pada dewasa di Indonesia..

Ketiga adalah tidak adanya peraturan yang tegas, artinya eksekusi putusan Peradilan Tata Usaha Negara telah dimuat undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 jo Undang-undang Nomr 9

hasil validasi pengembangan media pembelajaran pada pokok bahasan struktur atom menggunakan program Powtoon diperoleh skor rata-rata hasil validasi media oleh tim

dapat beberapa ancaman yang memiliki nilai kuat seperti ancaman dari kompetitor yang sudah eksis pada pasar jasa online ride-sharing dimana terdapat beragam kompetitor dari

Pengendalian mutu merupakan alat penting bagi manajemen produksi pengemasan produk untuk menjaga, memelihara, memperbaiki dan mempertahankan mutu produk agar sesuai dengan standar